Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR

AMBARAN UMUM
KAB.TELUK BINTUNI

2.1 Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni

Dalam perwujudan pembangunan di Kabupaten Teluk Bintuni


pemerintah berpegang pada visi dan misi yang ingin dicapai yaitu :
 VISI
Terwujudnya Kabupaten Teluk Bintuni yang damai, maju, sejahtera,
demokratis dan tangguh serta berdaya saing diatas landasan cinta
kasih, kejujuran, keadilan dan kerja keras.
 MISI
Untuk mewujudkan Teluk Bintuni yang Aman, damai, tangguh, dan
berdaya saing dimasa depan maka, diperlukan 5 target utama sebagai
misi yang harus dicapai.
Misi 1.
Mewujudkan SUMBER DAYA MANUSIA Teluk Bintuni yang lebih bertakwa
dan lebih berkualitas.
Misi 2
Mewujudkan INFRASTRUKTUR PEMERINTAHAN dan INFRASTRUKTUR
PELAYANAN PUBLIK yang kokoh, adaptif yang berorientasi pada
kepuasan pelayanan masyarakat (community satisfaction).
Misi 3
Mewujudkan PEMERINTAHAN YANG BAIK dan BERSIH (good and clean
governance), DEMOKRATIS, AMAN, DAMAI DAN PENEGAKAN SUPREMASI
HUKUM.
Misi 4
Mewujudkan PEREKONOMIAN DAERAH dan IKLIM INVENTASI serta
USAHA yang tangguh dan unggul.
Misi 5
Mewujudkan pengelolaan SUMBER DAYA ALAM (Natural Resources) dan
LINGKUNGAN HIDUP secara bijaksana dan bertanggung jawab yang
memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan pemerintah
daerah
Ke 5 misi ini, didasarkan potensi lokal dan kekuatan utama di
Kabupaten Teluk Bintuni serta potensi pengembangan kota dan
masyarakat Teluk BIntuni yang maju dimasa depan.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 1


LAPORAN AKHIR

2.1.1 Karakteristik Fisik Wilayah

A. Kondisi Administrasi dan Geografis

KABUPATEN Teluk Bintuni terletak di bagian leher "kepala burung".


Ia menghadap ke Laut Seram di lepas pantai barat Provinsi Papua
Barat. Kabupaten Teluk Bintuni memiliki luas wilayah 18.663
km2.yang terbentuk sejak tahun 2002, hasil pemekaran dari
wilayah Kabupaten Manokwari. Secara administrasi terdiri dari 10
(sepuluh) distrik dan 104 Desa/Kelurahan dan 2 UPT dengan
Ibukota Kabupaten berada di Bintuni bagian dari wilayah Distrik
Bintuni. Penyebutan distrik untuk daerah setingkat kecamatan dan
kampung untuk tingkat desa sesuai nomenklatur pada Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua. Luas Kabupaten teluk Bintuni Per Distrik terlihat
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Luas Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni Menurut Distrik, 2006
No Distrik Luas Persentase (%)
1 Fafurwar 1.171 0,85
2 Babo 4.328 3,88
3 Kuri 1.611 0,92
4 Idoor 816 1,58
5 Bintuni 1.318 11,89
6 Tembuni 1.326 1,11
7 Aranday 2.431 2,42
8 Moskona Selatan 2.417 1,63
9 Merdey 2.030 0,99
10 Moskona Utara 1.189 1,85
Jumlah 18.637 100,00
Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Manokwari, Tahun 2007.

Secara administrasi wilayah Kabupaten Teluk Bintuni berbatasan,


sebagai berikut

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Manokwari

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kaimana

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Fak-Fak dan Kab.


Sorong Selatan

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Teluk Wondama

Dari aspek geografis, wilayah Kabupaten Teluk Wondama berada


pada posisi 1320 – 1350 Bujur Timur dan 20 80’ – 50 60’ Lintang
Selatan. Apabila dilihat dari orientasi terhadap wilayah, maka
Kabupaten Teluk Bintuni terletak di sebelah selatan dari Kabupaten

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 2


LAPORAN AKHIR

Manokwari yang merupakan ibukota Provinsi Irian Jaya Barat.


Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

B. Kondisi Topografi /Kemiringan Lereng

Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni memiliki variasi kelas lereng


(kemiringan) yang secara garis besar diklasifikasikan kedalam tiga
kelompok kelas lereng. Yakni, kelompok wilayah dengan kelas
lereng datar sampai agak curam (kemiringan 0—15%) seluas yaitu
7.651,24 km2 (62,19%), kelas lereng agak curam sampai curam
(kemiringan >15—40%) seluas 1.074,54 km2 (8,73%), dan kelas
lereng curam sampai ekstrim curam (>40%) seluas 3.586,12 km 2
(29,14 %).

Secara alami faktor letak lintang atau ketinggian suatu wilayah


dari permukaan laut (dpl) berpengaruh terhadap lingkungan fisik
seperti suhu dan jenis flora dan fauna yang mendiaminya yang
berdampak kepada potensi pengembangan penggunaan lahan.

Ditinjau dari aspek ketinggian tersebut, posisi wilayah Kabupaten


Teluk Bintuni berada pada range yang bervariasi mulai dari 0
sampai 1500 meter dpl. Pembagian wilayah Kabupaten Teluk
Bintuni berdasarkan ketinggian

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 3


LAPORAN AKHIR

wilayah dari permukaan laut dapat dapat digolongkan kedalam


empat kelompok yaitu: (1) wilayah dengan ketinggian 0—100
meter dpl meliputi luas wilayah 8,603.28 Ha; (2) wilayah dengan
ketinggian >100—400 meter dpl meliputi luas 2,327.96 Ha; (3)
wilayah dengan ketinggian >400—1500 meter pl meliputi luas
1,371.55 ha.

C. Kondisi Geologi dan Gempa

Kondisi geologi Tanah Papua pada dasarnya memiliki kesamaan


dengan kondisi geologi umum yang dijumpai di Indonesia bagian
timur. Daerah ini merupakan daerah interaksi antara dua lempeng
besar yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik, hal ini
dapat dilihat pada Gambar 2.2 tentang Tatanan tektonik di Tanah
Papua Evolusi tektonik yang terjadi selama Kenozoikum dihasilkan
oleh tumbukan secara oblique antara kedua lempeng tersebut.
(Hamilton, 1979; Dow, dkk., 1998).

Gambar 2.2 Tatanan tektonik di Tanah Papua. Gambaran tektonik didalmnya termasuk MTFB = Membramo Thrust dan Fold
Belt; WO = Weyland Everthrust; WT = Waipona Trouhg; TAFZ = Tarare-Aiduna Fault Zone; RFZ= Ransiki Fault Zone;
LFB= Lengguru Fault Belt; SFZ= Sorong Fault Zone; YFZ= Yapen Fault Zone; MO = Misool-Onin High. Panah menunjukkan
gerakan relatif antara Lempeng Pasifik dan Australia
Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 4
LAPORAN AKHIR

Daratan Papua Nugini dan Pegunungan Central Range, secara umum


diasumsikan sebagai lokasi tipe dari busur kepulauan oseanik aktif–
tumbukan kontinen (Dewey dan Bird, 1970). Pegunungan Central
Range merupakan sabuk yang memanjang sampai 1300 km,

lebar 150 km dengan topografi yang kasar dan sejumlah puncak


setinggi lebih dari 3000 meter. Sebagian besar daerah ini adalah
lapisan batuan berumur Kenozoikum dan Mesozoikum yang tersesarkan
dan terlipat, yang diendapkan pada tepian kontinen aktif Australia
a. Kondisi Tektonik Regional
Kondisi tatanan tektonik Tanah Papua secara umum, terdiri dari
yaitu:

 Bagian barat dari Papua Nugini ditindih oleh tepian kontinen


Australia bagian utara yang pasif, yang ditutupi oleh lapisan
silisiklastik berumur Mesozoikum Awal dan lapisan karbonat
umur Kenozoikum.

 Terjadi dua kali fase tumbukan yang pertama yang terjadi pada
Miosen Akhir, ditandai oleh adanya perubahan dari sedimentasi
karbonat menjadi silisiklastik yang berasal dari pengangkatan
pegunungan.

 Yang kedua, berdasarkan data umur dari batuan metamorfik di


Tanah Papua dan di sekitarnya, disimpulkan bahwa tumbukan
terjadi pada Oligosen Awal.

Quarles van Ufford (1996) menyimpulkan bahwa di Tanah ini terjadi


dua orogenesa yang secara ruang dan waktu berbeda satu sama
lain. Yang pertama adalah Peninsula Orogeny yang terjadi pada
Eosen-Oligosen, di mana dibatasi oleh daerah Kepala Burung di
bagian timur , dan yang kedua adalah Central Range Orogeny.
Orogenesa ini terjadi pada Miosen Tengah dan bertanggungjawab
terhadap ukuran lebar pulau yang ada sekarang. Central Range
Orogeny dibagi menjadi tahap pre-collisional dan collisional.

Tahap pre-collisional berhubungan dengan metamorfisme sedimen


di tepian kontinen pasif pada zona subduksi dengan arah kemiringan

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 5


LAPORAN AKHIR

ke Utara. Sedangkan tahap collisional hanya terjadi ketika lempeng


Australia yang mengapung bergerak dan membentur zona subduksi
dan bersama sama mengalami deformasi dengan alas kontinen.

Hasil dari tahap collisional ini dianggap sebagai proses tektonik yang
terjadi pada saat lempeng Australia tersubduksi antara 7 sampai 3
juta tahun yang lalu. Selain itu akibat terikutnya alas kontinen dalam
proses ini, menyebabkan aktifitas pembekuan dan pengangkatan
pegunungan setinggi 1 sampai 2 km. Proses ini menghasilkan strike-
slip lateral yang berarah timur-barat, yang mendominasi tektonik di
Tanah Papua sekarang.

b. Kondisi Litotektonik

Sekilas Tanah Papua ini tampak seperti sebuah burung yang sedang
terbang ke arah barat, sehingga pembagian secara geografi, Tanah
Papua ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dari burung yaitu ; kepala,
leher, dan tubuh. Pembagian ini menjadi dasar pembagian dari
struktur yang mendominasi daerah-daerah tersebut. Berikut
penjelasan dari pola umum struktur tersebut.

1. Kepala Burung

Bagian ini didominasi oleh struktur yang berarah barat–barat laut.


Sabuk struktur ini dikenal dengan New Guinea Mobile Belt, zona
dengan luas 300 km membentuk sabuk, yang menghubungkan
Tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Irian Jaya Barat) dan Papua
Nugini. New Guinea Mobile Belt diakhiri oleh sesar strike-slip yang
berarah timur-barat, yaitu zona sesar Tarera-Aiduna di bagian Leher
Burung.

2. Leher Burung

Struktur pada leher burung didominasi oleh lipatan yang


mempunyai trend utara-barat laut, yang dikenal dengan Sabuk
Lipatan Lenguru. Sabuk lipatan ini berakhir di Tinggian Kemum di
daerah Kepala Burung.

3. Tubuh Burung

Pada daerah ini, struktur didominasi oleh sistem sesar yang berarah
timur barat. Untuk lebih jelasnya tentang kondisi litotektonik Tanah
Papua diilustrasikan pada Gambar 2.3 Peta litotektonik.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 6


LAPORAN AKHIR

Gambar 2.3 Peta litotektonik dari Tanah Papua. RMB-Ruffaer Metamorphic Belt; MTFB=
Mamberamo Thrust dan Fold Belt
c. Kondisi Stratigrafi Regional

Mengurai tatanan stratigrafi Tanah Papua adalah hal yang kompleks.


Laporan Geologi dan Peta yang dibuat oleh Dow, dkk 1988 yang
diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G)
adalah yang terlengkap yang dapat menjelaskan secara detail dan
lengkap nomenklatur stratigrafi dari Tanah Papua. Penjabaran
stratigrafi Tanah Papua ini merangkum dari beberapa sumber
publikasi yang telah ada. Di bawah ini akan diuraikan secara jenis
batuan yang menyusun Tanah Papua.

 Basement (batuan dasar) yang berumur Paleozoik

Distribusi batuan paleozoik di Tanah Papua sangat minim karena


kurang tereksposnya di permukaan. Banyak batuan yang lebih
tua secara regional telah mengalami metamorfisme. Blok batuan
terbesar yang terekspos pada pegunungan sebelah Utara Kepala
Burung yang dikenal dengan Dataran Tinggi Kemum. Singkapan
batuan tua yang tidak termetamorfisme dapat diamati sepanjang
Gunung Bijih Mining Access (GBMA) di sebelah Selatan Central
Range. (Sapiee, et al, 1999).

Pada daerah Kepala Burung, lapisan tertua berasal dari Formasi


Kemum yang umumnya terdiri dari batusabak, quartzite dan
phyllite. Formasi ini diintrusi oleh Granite Maliurna berupa granite
biotite berumur Karbon. Formasi Kemum ini ditindih tidak selaras
oleh Formasi Aifam.

Group Aifam adalah kelompok batuan yang dapat terpetakan


mengandung sedimen laut dangkal pada bagian bawah dan
lingkungan fluviodeltaik pada bagian atas. Group dibagi ke dalam
3 (tiga) formasi yaitu Formasi Aimau, Aifat Mudstone dan Formasi
Ainim. Di daerah Teluk Bintuni, Formasi Tipuma secara tidak
selaras menindih Group Aifam ini.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 7


LAPORAN AKHIR

Pada daerah Central Range (Tubuh Burung), batuan yang tertua


di Tanah Papua diberi nama oleh Viser dan Hermes yang
kemudian berganti nama menjadi Nerewip pada Lembar Timika.
Batuan ini terekspos di Pegunungan Awigatoh. Formasi Awigatoh
adalah inti dari antiklin Mapenduma dan Digul Range terdiri dari
metabasalt, shale dan siltstone. Dari pengamatan lapangan
formasi ini ditindih tidak selaras oleh Formasi Kariem. Formasi
Kariem ini juga dikenal dengan Fm Kamum, dan nama baru
Formasi Otomona merupakan group batuan sedimen yang
terekspos di Sungai Kariem pada bagian Timur Tanah Papua, yang
terdiri dari turbidite quartzose berbutir halus. Pada GBMA,
hubungan antara Kariem dan Fm Tuaba adalah hubungan
ketidakselarasan (disconformity).

Formasi Tuaba tersingkap di Sungai Tuaba terdiri dari batupasir


kuarsa berlapis tebal berbutir sedang-kasar dengan sisipan
lapisan konglomerat dan serpih. Umur formasi ini dari
Prekambrium sampai awal Paleozoik.

Formasi Modio, Modio Dolomite terdiri dari dua anggota satuan


batuan. Pada bagian bawah didominasi oleh karbonat berlapis
baik berupa stromatolitic dolostone. Sedangkan pada bagian
bawah berupa batupasir berlaminasi.

Aiduma Fm di bagian Barat Waghete, dicirikan oleh batuan


silisklastik yang mengandung batubara berlapis baik.
Diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan fluvial-deltaik.
Dari kandungan fosil brachiopoda formasi ini berumur Perm dan
ditindih secara selaras oleh Formasi Tipuma.

 Sedimen berumur Mesozoik-Kenozoik

1. Formasi Tipuma, formasi ini terbentang dari Barat laut Kepala


burung ke bagian timur dekat perbatasan dengan Papua
Nugini. Dicirikan oleh warna merah darah dengan hijau muda,
diendapkan pada lingkungan fluvial selama periode
pemekaran benua. Bukti ini mewakili adanya bukti adanya
ekstensi aktif.

2. Kembelangan Group dikenali dari Kepala Burung hingga


Platform Arafura dan merupakan sebuah unit pemekaran
secara regional yang diendapkan di margin pasif sebelah
Utara dari Benua Australia pada masa Mesozoik. Dibagi ke
dalam 4 formasi, Formasi Kopai, Batupasir Woniwongi,
Batulempung Piniya dan Batupasir Ekmai. Di daerah Kepala
Burung, group ini terdiri pada bagian atas adalah Formasi Jass
berupa batupasir kuarsa dan batulempung karbonatan. Kontak
dengan Formasi Waripi dari Group Batugamping New Guinea
adalah selaras.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 8


LAPORAN AKHIR

3. Group Batugamping New Guinea (NGLG). Selama masa


Kenozoik Tanah Papua dicirikan dengan endapan karbonat
dikenal dengan New Guinea Limestone Group (NGLG). Di
Papua Tengah, NGLG ini dibagi ke dalam 4 formasi. Satuan
Basal Formasi Waripi ini berumur Paleosen hingga Eosen
terdiri dari dolostone berfosil, batupasir kuarsa dan sedikit
batugamping. Formasi ini diendapkan pada lingkungan
pengendapan laut dangkal berenergi tinggi. Formasi Faumai
berumur Eosen. Secara selaras menindih Formasi Waripi terdiri
dari batugamping masif kaya akan foraminifera dengan
lapisan tebal (hingga 15 m), batugamping napal, dolostone
dan batupasir mengandung kuarsa. Formasi ini terendapkan di
lingkungan laut dangkal berenergi sedang. Di atas formasi ini
secara selaras terdapat Formasi Sirga berumur Oligosen Awal
terdiri dari batupasir kuarsa butir sedang hingga kasar
mengandung foraminifera, diendapkan pada lingkungan fluvial
hingga laut dangkal setelah masa tidak terjadinya
pengendapan. Pengendapan Formasi Sirga ini adalah akibat
transgressi yang diikuti oleh penurunan muka air laut pada
masa Oligosen. Formasi Imskin adalah batugamping pelagik
yang terdiri dari mudstone karbonat yang berlapis baik, napal,
kapur, baturijang dan foraminifera pelagic yang melimpah
(Visser and Hermes, 1962; Koesoemadinata, 1978; Pieters et
al, 1983). Formasi ini mewakili lingkungan pengendapan laut
dalam dan meningkat menjadi karbonat laut dangkal. Umur
formasi ini berkisar dari Paleosoen hingga Miosen Tengah.
Formasi Kais yang berumur Oligosen hingga Miosen Tengah
menindih selaras Formasi Sirga. Formasi ini tersusun oleh
batugamping foraminifera berselang seling dengan napal,
batulanau karbonan dan batubara, diendapkan pada paparan
karbonat berenergi rendah hingga sedang. Analisis
biostratigrafi menunjukkan lapisan batuan termuda berumur
15 juta tahun. (Ufford, 1996). Pada bagian kepala burung,
Formasi Kais mewakili kompleks terumbu karang. Formasi ini
secara lateral sama dengan Batugamping Klamogun di
Cekungan Salawati.

 Sedimen berumur Kenozoik Akhir

1. Sedimen berumur Kenozoik Akhir dicirikan oleh sekuen


silisiklastik dengan ketebalan 1 km menindih lapisan Karbonat
berumur Miosen Tengah. Di daerah Papua, terdapat 3 formasi
yang umur dan deskripsi litologi yang sama yaitu Klasaman,
Steenkol dan Formasi Buru. Ketiganya dapat ditemukan pada
cekungan Salawati dan Teluk Bintuni dan di bagian Selatan
dari Central Range. Secara lokal ditindih oleh sedimen klastik
yang lebih muda seperti Upa dan Sele Konglomerat. Di bagian
Utara Papua, batuan silisiklastik terdapat di Cekungan pantai
Utara (Meervlakte) pada Miosen tengah Awal (Visser and
Hermes, 1962; Dow et al, 1988) Batuan ini dikenal dengan

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 9


LAPORAN AKHIR

Formasi Makats yang menyelimuti batuan dasar oseanik


(samudera). Untuk lebih jelasnya tentang kedudukan
stratigrafi dari jenis batuan ini dapat di lihat pada Gambar 2.4;
Kolom Stratigrafi Regional Tanah Papua dan Gambar 2.5
mengilustrasikan Kondisi Stratigrafi bila dibuat penampang
yang memotong dari Merauke ke Timur laut Badan Burung.
Penampang ini akan memotong Foreland Basin, Patahan
Asmat, Barisan Pegunungan Vulkanik Paleogen, Central Range,
Cekungan Meervlakte dan masuk ke Palung New Guinea.

Gambar 2.4; kolom stratigrafi umum Tanah Papua

M E L A N E S IA O R O G E N Y E x t e n ti o n a l T e c t .
C E N T R A L R A N G E S P A C IF IC O C E A N
H o t S p o ts
D o la k N e o g e n e V o lc . P a le o g e n e A r c S o ro n g F a u lt Z o n e N
T h ru s t B e lt
S F o r e la n d B a s i n M e e r v l a k te B a s in N e w G u in e a T re n c h
M e r a u k e P la t e f o r m A s m a t T h ru s t
0

K m A U S T R A L IA N C R A T O N
C A R O L IN E P L A T E

50
Gambar
1 0 0 2.5 Kolom
2 0 0 Tektonostratigrafi
300 Tanah4 Papua
00 (Simanjuntak,
500 1996)
600 700 800

Kondisi geologi Tanah Papua berdasarkan pembagian jenis batuan


(litologi) disesuaikan dengan skala Tanah Papua yang makro yang
mengacu secara garis besar bahwa jenis batuan secara
pembentukannya Batuan Beku (Asam, Intermediat, dan basa),
Batuan Sedimen (terendapkan dalam cekungan/basin) dan Batuan
Metamorf/malihan (Batuan Beku atau sedimen yang mengalami
perubahan geofisika dan geokimia). Ketiga jenis litologi umum ini
dibagi lagi berdasarkan umur pembentukannya; paleozoik,
mesozoik, tersier hingga kuarter.

Sebagai pembanding data, membagi jenis batuan di Tanah Papua


dibagi ke dalam 5 (lima) klasifikasi jenis batuan yaitu:

1. Batuan beku yang terdiri dari basalt, tuf, andesit, gabro, diabas,
serpentin tersier, granit, dan diorit pratersier;

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 10


LAPORAN AKHIR

2. Batuan sedimen Tersier dan Plistosen berkapur terdiri dari karang


koral Plistosen, batulanau Miosen, Napal Oligosen, Batugamping
Eosen;

3. Batuan sedimen Pratersier terdiri dari batugamping, batu pasir,


batulanau, batusabak, gneiss dan sekis berumur mesozoikum
bawah sampai paleozoikum;

4. Batuan sedimen Tersier dan Plistosen tanpa kapur terdiri


konglomerat, batulanau, batulempung, batupasir, dan napal;

5. Endapan Kuarter yang terdiri dari endapan rawa menutupi batu


sedimen Tersier dan Plistosen di bawahnya.
d. Kondisi Kegempaan dan Potensi Bencana Alam

Dalam konteks kebencanaalaman, ada empat kriteria bencana alam


yang potensi terjadinya dalam skala besar maupun kecil perlu
diwaspadai yaitu gempa bumi, gunung api, tsunami dan gerakan
tanah.

Bencana didefinisikan sebagai suatu rangkaian peristiwa yang


menyebabkan korban jiwa, kerusakan/hilangnya harta benda,
merusak lingkungan, mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat, yang datangnya secara tiba-tiba. Sedangkan bencana
geologi adalah secara spesifik bencana yang disebabkan oleh
dinamika geologi seperti antara lain letusan gunung api, gempa
bumi, tsunami dan gerakan tanah (longsor). Secara umum Indonesia
terletak diantara 3 (tiga) lempeng aktif:

1. Eurasia yang relatif bergerak dari arah Barat laut ke Tenggara


(meliputi pulau-pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan)

2. Indo-Australia yang bergerak relatif dari Selatan ke Utara,


menyusup ke bawah lempeng Eurasia membentuk zona
penunjaman di sebelah barat Sumatera, selatan Pulau Jawa,
Selatan Bali-Nusa Tenggara, hingga ke Barat-Daya Maluku.

3. Pasifik bergerak relatif dari Timur ke arah Barat menyusup di


bawah lempeng-lempeng Eurasia dan Indo-Australia, membentuk
zona penunjaman di Utara Papua hingga ke perairan bagian
Timur Sulawesi Tengah.

Di daerah Tanah Papua bencana yang perlu diwaspadai adalah


gempa bumi dan gerakan tanah sedangkan gunung api selain tidak
ada juga potensinya sangat minim, begitu pula tsunami tercatat
hanya di bagian barat Provinsi Papua khususnya di daerah
kepulauan Biak, Pulau Yapen dan Bagian Utara Kabupaten Waropen.

Khusus untuk kejadian Gempa Bumi, Tanah Papua cukup labil


tercatat beberapa kali terjadi gempa dengan skala besar. Dari

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 11


LAPORAN AKHIR

statistik Direktorat Bencana Alam Geologi, gempa dengan skala > 6


SR tercatat 16 kali dari tahun 1600-2006 dibandingkan dengan
Pulau Sumatera 45 kali. Persentase pertahunnya 4,26 persen dan
kejadian dalam 30 tahun ke depan diperkirakan hanya 1 kali, hal ini
dapat dilihat pada Gambar 2.6 tentang Peta Potensi Gempa

Tidak semua tempat di Tanah Papua adalah rawan gempa. Dari


pembagian wilayah daerah rawan gempa bumi yang dikeluarkan
oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Tanah
Papua masuk dalam wilayah XXI, XXII, XXIII dan XXIV yaitu daerah
Kepala Burung-Papua Utara,

Kabupaten Jayapura, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Jaawijaya


(Wamena).

Pada Peta Potensi Bencana Alam yang dibuat untuk menunjang


perencanaan kawasan yang didasarkan pada kondisi geologinya,
maka Tanah Papua di bagi ke dalam 6 (enam) pembagian wilayah
yaitu 1. Stabil, 2. Lemah, 3. Menengah, 4. Kurang kuat, 5. Kuat dan
6. Sangat Kuat. Daerah yang sangat kuat adalah daerah kepala
burung, Kabupaten Nabire memanjang hingga ke Kota Jayapura
namun tidak semua pantai Utara Papua rawan gempa, daerah
Kabupaten Sarmi tergolong kuat hingga menengah. Daerah yang
tergolong aman dari gempa bumi atau kategori lemah hingga stabil
adalah Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fak Fak dan bagian
tubuh kepala burung bagian selatan, Kabupaten Asmat, Kabupaten
Mappi dan Kabupaten Merauke. Bila mengacu pada peta Potensi
Bencana Alam, Kabupaten Boven Digoel termasuk daerah rawan
mengingat histori gempa di daerah tersebut namun dalam
pembuatan klasifikasi, daerah ini digolongkan ke dalam menengah
hingga lemah.

D. Jenis Tanah

Tanah merupakan tubuh alam yang terbentuk sebagai hasil proses


terhadap faktor-faktor pembentuk tanah. Faktor pembentuk tanah
yang dimaksud adalah bahan induk, iklim, topografi, organisme
dan waktu. Oleh karena faktor pembentuk tanah tersebut
mempengaruhi perkembangan tanah, maka tanah (jenis tanah)
bervariasi dari satu tempat ketempat lain, demikian juga
produktivitas dalam pemanfaatannya. Berdasarkan jenisnya, maka
tanah di Kabupaten Teluk Bintuni 6 (enam) jenis yaitu:

1. Alfisol. Tanah yang mempunyai kandungan liat yang tinggi di


horison B (horison argilik). Tanah ini masih relatif muda
(pelapukan belum lanjut), sehingga masih banyak mengandung
mineral primer yang muda lapuk, mineral liat kristalin dan kaya
unsur hara. Kejenuhan basa tanah ini tinggi (>35%) demikian
juga kapasitas tukar kationnya. Tanah ini banyak digunakan

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 12


LAPORAN AKHIR

untuk pertanian, perumputan atau hutan. Sub order tanah ini


adalah Udalfs dengan luas 745.4 ha.

2. Entisol. Adalah tanah yang baru berkembang dari bahan asal


atau bahan induknya. Pembentukan tanah ini dapat sebagai
akibat dari iklim yang sangat kering sehingga pelapukan dan
reaksi kimia sangat lambat, adanya erosi yang kuat sehingga
bahan-bahan yang tererosi lebih banyak dari yang terbentuk,
pengendapan yang terus menerus, selalu jenuh air sehingga
menghambat perkembangan horison. Tanah Entisol banyak
digunakan untuk pertanian terutama di daerah endapan sungai
yang umumnya subur. Jenis tanah ini terbagi dalam 2 (dua) sub

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 13


LAPORAN AKHIR

order yaitu Aquents seluas 2,897.6 Ha dan Psamments seluas


616.7 ha.

3. Inceptisol. Tanah ini merupakan tanah yang belum matang,


perkembangan profilnya lemah dan masih banyak menyerupai
bahan induknya. Penggunaannya untuk pertanian dan non
pertanian adalah beragam, daerah berlereng untuk hutan dan
untuk pertanian perlu didrainase jika drainase buruk. Sub order
dari tanah ini adalah Aqu-Epts dan Trop-Epts dengan luas
masing-masih tanah adalah 2,699.8 Ha dan 6,763.3 Ha.

4. Mollisol. Tanah ini terbentuk dari adanya proses pembentukan


tanah yang berwarna gelap karena penambahan bahan organik.
Akibat pelapukan bahan organik di dalam tanah membentuk
senyawa-senyawa yang stabil dan berwarna gelap. Warna gelap
yang terbentuk, dengan adanya aktivitas mikroorganisme tanah
maka terjadi pencampuran bahan organik dan bahan mineral
tanah sehingga terbentuk kompleks mineral-organik yang
berwarna kelam. Tanah ini merupakan tanah yang subur dengan
hanya sedikit pencucian sehingga kejenuhan basa tinggi.
Sebagian besar tanah ini digunakan untuk pertanian. Jenis
tanah ini terbagi dua order yaitu Ren-Dolls seluas 1,989.3 Ha
dan Udolls seluas 2,258.5 Ha

5. Histosol. Tanah ini terbentuk akibat penimbunan bahan


organik lebih besar dari mineralisasinya. Keadaan ini terbentuk
pada tempat-tempat yang selalu tergenang air sehingga
sirkulasi oksigen terhambat dan terjadi akumukasi bahan
organik. Untuk dapat digunakan bagi usaha pertanian, tanah
histosol harus dilakukan perbaikan drainase. Tanah ini biasanya
sesuai untuk sayur-sayuran, bawang merah, padi dan
sebagainya. Jenis tanah ini hanya memiliki satu Sub order yaitu
Saprist seluas 3,391.4 Ha.

6. Ultisol. Tanah ini merupakan tanah yang sudah berkembang


dan dicirikan dengan adanya horison argilik, bersifat masam
dan kejenuhan basa rendah (<35%). Tanah ini umumnya
terbentuk dari bahan induk batuan liat. Untuk pemanfaatan
tanah ini ada beberapa kendala yaitu reaksinya masam,
kejenuhan basa rendah, kadar aluminium yang tinggi sehingga
dapat meracuni tanaman, ketersediaan unsur hara rendah dan
adanya fiksasi fosfor yang tinggi. Dengan demikian untuk
pemanfaatannya diperlukan pemupukan dan pengapuran untuk
mengatasi kemasaman tanah dan keracunan aluminium. Jenis
ini memiliki sub order Udulst dengan luas 1,058.6 ha.

E. Kondisi Hidrologi

Tinjauan terhadap sumberdaya air sangat urgen sifatnya dilakukan


guna memahami potensi, bentuk-bentuk penguasaan,

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 14


LAPORAN AKHIR

penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan sumberdaya air.


Keberadaan sungai yang wilayah alirannya (DAS) di lebih dari satu
wilayah administratif menjadikan sungai menuntut sistem
pengaturan yang spesifik.

Beberapa DAS sungai yang melewai wilayah Kabupaten Teluk


Bintuni adalah Sebyar, Wasian, Kasuari, Waguara dan Muturi,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Pembagian Satuan Wilayah Sungai (SWS) di Kabupaten Teluk
Bintuni
KABUPATEN WS NAMA DAS LUAS (KM 2)
T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wasian 4.851,000
T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Sebyar 12.981,400
T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Kasuari 1.971,850
T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Wagura 1.799,100
T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Muturi 5.381,300
Sumber; RTR Tanah Papua, 2006.

F. Kondisi Iklim

Sebagai daerah tropis keadaan iklim di kabupaten Teluk Bintuni


dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim hujan dan kemarau.
Pada umumnya jumlah hari hujan dan curah hujan cukup tinggi,
bahkan sangat tinggi, hal ini diperlihatkan pada tabel Tabel 3.6.
kondisi iklim dengan curah hujan yang tinggi, memberikan potensi
air di Kabupaten Teluk Bintuni dari sumber curah hujan
menunjukkan fluktuasi yang tinggi (2000-6000 mm/tahun). Untuk
lebih jelasnya tentang detail penyebaran curah hujan tahunan
disajikan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3
Distribusi Curah Hujan Tahunan Masing-Masing Kabupaten Teluk
Bintuni Tahun 2005
No. Kabupaten Curah Hujan Tahunan (mm) Luas (Ha)
Rata-Rata Kisaran
1 Teluk Bintuni 2250 Curah Hujan 2000-2500 297978.264
mm/tahun
2500 Curah Hujan 2000-3000 44853.963
mm/tahun
2750 Curah Hujan 2500-3000 1126393.360
mm/tahun
3500 Curah Hujan 3000-4000 632154.763
mm/tahun
4500 Curah Hujan 4000-5000 167002.431
mm/tahun
5500 Curah Hujan 5000-6000 31953.102
mm/tahun
Jumlah 2300335.883
Sumber: BPS Provinsi IJB, Tahun 2006 (data di olah).

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 15


LAPORAN AKHIR

G. Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan manifestasi


hubungan antara manusia dengan lingkungan. Polarisasi dan
intensitas penggunaan lahan tersebut juga merupakan indikator
yang mencerminkan aktivitas utama dalam tingkat penguasaan
teknologi penduduk dalam mengeksploitasi sumberdaya lahan
sekaligus mencerminkan karakteristik potensi wilayah yang
bersangkutan.

Secara garis besar pola penggunaan lahan yang ada di Kabupaten


Teluk Bintuni dapat dibedakan atas lahan permukiman,
persawahan, tegalan, perkebunan, kebun campuran, hutan, dan
penggunaan lainnya. Penggunaan lahan di kabupaten Teluk Bintuni
masih didominasi oleh lahan hutan dan semak belukar.

Pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi berdasarkan data


tersebut menunjukkan bahwa fungsi budidaya seperti jenis
penggunaan untuk permukiman, persawahan dan lainnya terus
mengalami perluasan area penggunaan begitu pula terhadap
keberadaan lahan kritis atau tanah rusak juga mengalami
penambahan luas, sementara luas untuk jenis penggunaan hutan
terus mengalami pengurangan secara drastis, hal ini memberi
indikasi bahwa pola penggunaan lahan di Kabupaten Teluk Bintuni
dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas dan populasi penduduknya.

2.1.2 Potensi Sumberdaya Alam

A. Sumberdaya Lahan

Potensi sumberdaya lahan di Kabupaten Teluk Bintuni masih


cukup besar ini terlihat jenis tanah yang dimiliki wilayah ini. Jenis
tanah Inceptisols, Ultisols dan Entisols merupakan jenis tanah
yang produktif untuk lahan pertanian.

Untuk kondisi topografi lahan dimana 62,19 % wilayahnya berada


pada wilayah 0 – 15% (datar), dengan demikian untuk
pengembangan lahan permukiman di Kabupaten Teluk Bintuni
tidak mengalami banyak hambatan fisik lahan.

B. Sumberdaya Hutan

Luas kawasan hutan di Kabupaten Teluk Bintuni berdasarkan Peta


Kawasan hutan dari dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan
(BPKH) adalah 1.181.037 ha. Berdasarkan fungsinya, kawasan
hutan Tanah Papua terdiri atas, hutan produksi (HP) seluas
301.428,637 ha, hutan produksi terbatas (HPT) seluas 28.4412,3
Ha, hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas
392.989,229 ha, hutan lindung (HL) seluas 65.277,325 ha, hutan
perlindungan dan pelestarian alam (HPPA) seluas 106.016,1 ha,
dan areal penggunaan lainnya (APL) seluas 30.913,91 ha.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 16


LAPORAN AKHIR

Dari hutan produksi, diperoleh kayu bernilai ekonomis. Yang


dominan antara lain merbau, matoa, nyatoh, pulai, mersawa,
resak, medang, dan bintangur. Oleh perusahaan pemegang Hak
Pengusahaan Hutan, produksi kayu bulat diekspor ke Jepang,
Malaysia, dan Korea. Kayu-kayu itu dikirim melalui log pond di
seluruh distrik di pesisir teluk. Dalam lima tahun terakhir, volume
ekspor kayu bulat rata-rata 49.302 kubik, sedangkan ekspor
moulding dan chips masing-masing 4.568 kubik dan 88.230
meter kubik.

Hutan Teluk Bintuni juga menghasilkan sagu. Bagi masyarakat


suku Sebiyar, sagu sebagai makanan pokok. Selain untuk
konsumsi, pengusaha perkayuan memanfaatkan sagu untuk
perekat kayu lapis. Saban tahun hutan Teluk Bintuni
menghasilkan rata-rata 1.974 ton sagu. Selain kayu bulat dan
sagu, juga dihasilkan gaharu, rotan, minyak lawang, dan masoi.
Masoi adalah kulit kayu sebagai bahan wangi-wangian.

C. Sumberdaya Mineral

Banyak potensi sumberdaya mineral yang dimiliki Kabupaten


Teluk Bintuni dari data sekunder yang terhimpun, diperoleh data
potensi mineral logam maupun non Potensi Mineral Logam dan
Non Logam .

Kabupaten Teluk Bintuni; Bahan Galian Strategis meliputi; minyak


dan gas alam cair, batubara, dan timah. Kawasan Teluk Bintuni
kaya akan minyak bumi dan gas alam. Minyak bumi pemah
dieksploitasi pada masa pemerintahan Belanda. Setelah
penyerahan Papua ke Indonesia, lapangan minyak yang ada
terbengkalai untuk beberapa waktu lamanya, namun saat ini
lapangan minyak tersebut telah dieksploitasi kembali. Potensi
minyak bumi di Kawasan Teluk Bintuni tersebar di Distrik Bintuni,
Merdey, Aranday dan Babo. Perusahaan yang sudah menanamkan
modal, baik penanaman modal asing maupun nasional, antara
lain; British Gas, Conoco Arco, Patrindo, dll. Selain minyak,
kawasan ini juga memiliki kandungan gas bumi sebesar 13 trilyun
kaki kubik dengan volume cadangan sebesar 23,7 trilyun kaki
kubik. Saat ini, lapangan gas di Kawasan Teluk Bintuni telah
dieksploitasi oleh perusahaan multinasional BP. Indonesia dengan
Proyek "LNG Tangguh". Pabrik pengolahan LNG akan beroperasi
di daerah Saengga, Tanah Merah, Distrik Babo. Sedangkan minyak
bumi dengan volume cadangan sebesar 45 juta ton metric terletak
di Kampung Homa.

Kabupaten Teluk Bintuni memiliki ladang minyak terbesar di


Papua, jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainya di Papua.
Ada 5 (Lima) daerah di Kabupaten Teluk Bintuni yang terdapat
banyak ladang gas alam yang menghasilkan minyak, yaitu;
Daerah Mogoi, Wasian, Weriagar, Muturi dan Berau. Daerah

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 17


LAPORAN AKHIR

Mogoi dan Wasian telah diketahui kandungan minyaknya sejak


Tahun 1952-1960 oleh NNGP Belanda, dengan hasilnya sekitar 7
juta barrel minyak mentah. Sedangkan untuk ladang Wer (Tahun
1990), terdapat kandungan minyak mentah sebesar 5.000 BOPD
atau sf 795.000 liter per hari. Tahun 1990-1995, perusahaan
ARCO, salah satu perusahaan swasta asal Inggris, menemukan
ladang gas alam terbesar di Weriagar, kesemuanya bersumber
dari cekungan berproduksi Bintuni. Bahan galian lain yang
ditemukan di Kabupaten Teluk Bintuni dan sekitarnya adalah
batubara, batulumpur, batupasir, batugamping dan endapan
sirtu. Cadangan hipotetik batubara di Sungai Thikoku, dekat
Kampung Beimes sekitar 20.202.000 ton, di Sungai Thistoku
dekat Kampung Horna, sekitar 4.500.000 Berdasarkan hasil
analisis proksimat dari 10 contoh batubara oleh Direktorat
Sumberdaya Mineral Bandung diperoleh kualitas dengan kisaran
angka 5.820 – 7.935 kalori/kg, Kadar Belerang 0,29 - 1,27 %,
Kadar Abu 2,1 - 5, 4 %, karbon tertambat 44,3 - 51,8 %, zat
terbang 40,3 - 49,3 %, kelembaban tertambat 1,1 - 11,8
kelembaban 3 -16 % dan HGI 40 - 50. Luas penyebaran batupasir
kurang lebih 307,9 km2, batulempung dan batulumpur seluas
768,6 km2, batugamping dan endapan sirtu 84.000.000 m3.

2.1.3 Kependudukan

A. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2006 tercatat


sebesar 51.783 jiwa dengan luas wilayah 18.637 Km2 maka
kepadatan penduduknya berkisar 2.78 Jiwa/Km2. Apabila dilihat
dari jumlah penduduk maka Distrik Babo yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak yaitu 16.809 Jiwa. Namun apabila
berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, maka Distrik Bintuni
yang jumlah penduduknya berada pada urutan kedua tertinggi
memiliki kepadatan penduduk lebih besar dari Distrik Babo yaitu
11,89 Jiwa/Km2. Sedangkan Jumlah rumah tangga terbanyak
terdapat di Distrik Babo sebesar 4.508 KK, dan yang paling
rendah berada di Distrik Fafurwar yakni 257 KK. Selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4.
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadata Penduduk Kabupaten
Teluk Bintuni Menurut Distrik, 2006

N Distrik/kecamat Luas Jiwa KK Jiwa/KK Kepadat


o an an
1 Fafurwar 1.171 1.001 257 3.89 0,85
2 Babo 4.328 16.809 4.508 3.73 3,88
3 Kuri 1.611 1.475 370 3.99 0,92
4 Idoor 816 1.293 257 5.03 1,58
5 Bintuni 1.318 15.67 3.15 4.96 11,89
6 9

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 18


LAPORAN AKHIR

6 Tembuni 1.326 1.476 394 3.75 1,11


7 Aranday 2.431 5.882 1.161 5.07 2,42
8 Moskona 2.417 3.950 1.212 3.26 1,63
Selatan
9 Merdey 2.030 2.019 506 3.99 0,99
10 Moskona Utara 1.189 2.202 533 4.13 1,85
Jumlah 18.637 51.78 12.3 4.19 2,78
3 57
Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Manokwari, Tahun 2007

B. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Teluk Bintuni dalam


kurun waktu lima tahun sangat tinggi yaitu 7,78% hal ini
disebabkan karena terjadinya pemekaran wilayah dimana
dulunya Kabupaten ini masih bagian dari wilayah Kabupaten
Manokwari. Pemekaran wilayah menyebabkan terjadi angka
pertumbuhan penduduk yang tidak proporsional, namun hal
ini bersifat sementara karena masih pada tahap pendataan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tabel 2.5 menguraikan
pertumbuhan penduduk Kabupaten Teluk Bintuni dari tahun
2001 hingga 2006.
Tabel 2.5.
Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Teluk Bintuni Dirinci Menurut Distrik, 2006
N
Distrik/kecamatan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 %
o
1 Fafurwar * * * * * 1.001 -
2 Babo 11.210 11.546 * * * 16.809 8,43
3 Kuri * * * * * 1.475 -
4 Idoor * * * * * 1.293 -
5 Bintuni 13.099 13.491 * * * 15.676 3,66
6 Tembuni * * * * * 1.476 -
7 Aranday 4.492 4.626 * * * 5.882 5,54
8 Moskona Selatan * * * * * 3.950 -
9 Merdey 6.792 6.995 * * * 2.019 -21,54
10 Moskona Utara * * * * * 2.202 -
jumlah 35.593 36.658 36.658 47.379 48.079 51.783 7,78
Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Manokwari, Tahun 2007.(data diolah) * data tidak tersedia

C. Jumlah Penduduk Miskin

Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun


2005 adalah 48.079 jiwa dengan jumlah rumah tangga miskin
mencapai 8.798 RT. Distri Bintuni dan Distrik Babo menduduki
peringkat teratas dalam jumlah Rumah Tangga Miskin (RT),
sedangkan Distrik Kuri dan Idoor memiliki Rumah Tangga miskin
terrendah. lihat tabel 2.6.
Tabel 2.6.
Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2005

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 19


LAPORAN AKHIR

Distrik/kecamatan Rumah Tangga Miskin


Sangat Miskin Miskin Mendekati Miskin Jumlah RT
Fafurwar 161 6 76 243
Babo 814 198 1193 2205
Kuri 115 10 93 218
Idoor 215 1 0 216
Bintuni 247 69 2148 2464
Tembuni 276 32 156 464
Aranday 641 145 551 1337
Moskona Selatan 470 41 165 676
Merdey 454 33 97 584
Moskona Utara 449 21 101 571
jumlah 3842 556 4580 8978
Sumber : BPS Dalam Profil Rumah Tangga Miskin, 2006

D. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Agama

Penduduk Kabupaten Teluk Bintuni dilihat dari struktur penduduk


menurut Jenis kelamin yang diolah dari data tahun 2004
menunjukkan komposisi jumlah penduduk jenis kelamin laki – laki
masih lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan. Jumlah
penduduk laki-laki tahun 2004 adalah 24.153 jiwa sedangkan
jumlah penduduk perempuan adalah 23.226 jiwa dari total jumlah
penduduk tahun 2004 yaitu 47.379 jiwa.

Struktur penduduk menurut agama di Kabupaten Teluk Bintuni


pada tahun 2004 terbagi atas 5 (lima) agama/kepercayaan yang
dianut oleh masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni. Mayoritas
penduduk di Kabupaten Teluk Bintuni adalah pemeluk agama
islam yaitu dengan jumlah 21.465 jiwa, kemudian pemeluk
agama protestan 19.006 jiwa, lalu pemeluk agama katholik 6.856
jiwa, selanjutnya adalah pemeluk agama Budha 33 jiwa agama
hindu 11 jiwa, dan terakhir adalah pemeluk agama konghuchu 8
jiwa.

E. Jumlah Suku/ Etknik Masyarakat

Pengelompokan etnik/suku di Kabupaten Teluk Bintuni terbagi


atas 9 (sembilan) suku yaitu suku Sebyar, Suku Irarutu, Suku
Kaburi, Suku Kemberano, Suku Mantion, Suku Maninggo, Suku
Kuri, Suku Moskona dan Suku Simuri. Keberadaa suku-suku ini
menunjukkan keanekaragaman budaya dan Adat di Kabupaten
Teluk Bintuni.

2.1.4 Sektor Kegiatan Ekonomi

A. Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 20


LAPORAN AKHIR

Sub-sektor ini terdiri atas tanaman pangan utama dan palawija;


terdiri atas padi, jagung, umbi-umbian, kacangan dan sayuran.
Uraian mengenai sub-sektor tanaman pangan masih
memanfaatkan data tahun 2002 karena untuk tahun 2003 hingga
2006 data baku belum tersedia. Berikut ini diperlihatkan
potensial poduksi tanaman pangan.

Tanaman Padi

Luas panen gabungan padi sawah dan padi ladang pada tahun
2002 adalah 156 ha dengan produksi 81 ton atau rata-rata
produksinya adalah 1,72 ton/Ha untuk padi sawah. Sedangkan
untuk padi ladang adalah 142 ton, dengan rata-rata produksinya
adalah 1,30 ton/ha. Hasil produksi padi di Kabupaten Teluk
Bintuni masih rendah dibandingkan dengan standar produksi padi
yaitu minimal 2,5 Ton/Ha.

Tanaman Jagung

Luas panen tanaman jagung tahun 2002 adalah 743 Ha, dengan
tingkat produksinya 1076 ton, rata-rata produksi tanaman jagung
adalah 1,44 ton/Ha. Hasil produksi jagung di kabupaten Teluk
Bintuni tergolong baik, menilai dari jumlah produksi yang
hasilkan, dimana standarisasi untuk tanaman jagung adalah 1,5
ton/ha.

Tanaman Ketela Pohon

Luas panen tanaman Ketela Pohon tahun 2002 adalah 351 Ha,
dengan tingkat produksinya 4972 ton, rata-rata produksi
tanaman jagung adalah 14,16 ton/Ha. Hasil produksi tanaman
Ketela Pohon di Kabupaten Teluk Bintuni tergolong cukup baik,
menilai dari jumlah produksi yang hasilkan, dimana standarisasi
untuk tanaman Ketela Pohon adalah 20 ton/ha.

Tanaman Ketela Rambat

Untuk tanaman Ketela Pohon luas panen tahun 2002 adalah 263
Ha, dengan tingkat produksinya 4972 ton, rata-rata produksi
tanaman jagung adalah 13,58 ton/Ha. Hasil produksi tanaman
Ketela Rambat di Kabupaten Teluk Bintuni tergolong cukup baik,
menilai dari jumlah produksi yang hasilkan, dimana standarisasi
untuk tanaman Ketela Rambat adalah 20 ton/ha

Tanaman Kacang Tanah dan Kacang kedelai

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 21


LAPORAN AKHIR

Produksi tanaman kacang tanah di Kabupaten Teluk Bintuni pada


tahun 2002 adalah 318 ton dengan luas panen 306 ha, jadi rata-
rata poduksi tanaman kacang tanah adalah 1,03 ton/ha. Hasil ini
cukup baik jika dibandingkan dengan standarisasi produksi
kacang tanah adalah 1,5 ton/ha.

Untuk Kacang Kedelai nilai produksinya mencapai 857 ton


dengan luas panen 1011 ha. Rata-rata produksi kacang kedelai
adalah 0,8 ton/ha. Hasil ini cukup rendah dibanding dengan nilai
produksi normal kacang kedelai adalah 1,5 ton/ha.

Kacang Hijau dan Keladi

Produksi tanaman kacang hijau tahun 2002 adalah 158 ton


dengan luas panennya 180 ha, rata-rata produksinya adalah 0,87
ton/ha. Untuk tanaman keladi jumlah produksi keladi adalah 826
ton dengan luas panen 55 ha. Rata-rata produksinya adalah
15,01 ton/ha. Untuk kedua jenis tanaman ini menunjukkan nilai
produksi yang cukup baik.

Buah -buahan

Secara umum produksi buah-buahan di Kabupaten Teluk Bintuni


mencapai 7608 ton dengan luas lahan panen 401 ton. Rata –rata
produksi buah-buahan adalah 18,97 ton/ha. Hasil produksi ini
cukup baik dibandingkan dengan nilai produksi yang harus
dicapai adalah 25 ton/ha.

B. Sub Sektor Tanaman Perkebunan

Di Kabupaten Teluk Bintuni, terdapat tujuh jenis tanaman


perkebunan utama, yakni kopi, pala, cengkeh, karet, kelapa,
jambu mete, dan kakao. Pada tahun 2004, luas total pertanaman
untuk ketujuh komoditas tersebut sebesar 2453,97 ha.

Adapun produksi tanaman perkebunan rakyat, yang terdiri dari


Kopi, Pala, Cengkeh, Karet, Kelapa, Jambu Mente dan Kakao,
memperlihatkan bahwa produksi Kakao pada tahun 2004 adalah
terbesar dibandingkan dengan tanaman lainnya, dengan jumlah
produksi sebesar 810,10 ton. Untuk lengkapnya dapat dilihat
pada tabel 2.7.
Tabel 2.7
Luas Areal dan produksi Tanaman Perkebunan Rakyat
di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2004
Jenis Tanman Luas Panen (Ha) Produksi (ton)
Kopi 45,03 41,41
Pala 612,61 151,57
Cengkeh 10,1 0,37
Karet 0,14 -
Kelapa 461,32 167,36

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 22


LAPORAN AKHIR

Jambu Mete 2,08 0,05


Kakao 1.322,69 810,10
Sumber: BPS Provinsi Papua, Provinsi Papua Dalam Angka Tahun 2004/2005

C. Perikanan

Jumlah rumah tangga yang bekerja di sub-sektor perikanan laut


dan darat pada tahun 2002 sebanyak 491 rumah tangga, dan
masih terus bertambah hingga tahun 2006. produksi perikanan
yang laut di Kabupaten Teluk Bintuni tergolong rendah, karena
masyarakat hanya menggunnakan alat penangkapan ikan yang
sederhana seperti ; jaring, lingkar, pancing dan pukat pantai.

Sumber daya perikanan yang diolah adalah ikan dan udang


dengan kepadatan 1.059 ton per kilometer persegi dan 0,041 ton
per kilometer persegi. Jenis yang banyak dimanfaatkan adalah
udang galah. Ketika masih bergabung dengan Manokwari,
produksi udang 300 ton per bulan, namun sejak pemekaran
produksinya tidak lebih dari 150 ton per bulan.

D. Peternakan

Di Kabupaten Teluk Bintuni jenis ternak yang diusahakan adalah


ternak besar dan ternak kecil yang meliputi sapi, kambing, dan
babi; serta berbagai jenis unggas. Jumlah ternak yang yang
dihasilkan adalah sapi 689 ekor, kambing 717 ekor dan babi 4157
ekor.

Untuk ternak unggas yang dihasilkan terdiri dari itik 2438 ekor,
entong 1513 ekor dan ayam Buras 12039 ekor.

2.1.5 Sarana dan Prasarana Permukiman

A. Sarana Sosial

1. Pendidikan

Sarana pendidikan merupakan sarana vital bagi suatu daerah


sebagai wadah tempat menimba pendidikan dan pengembangan
keilmuan dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang berskill
tinggi dalam menunjang proses pembangunan. Oleh karena itu,
peningkatan partisipasi penduduk usia sekolah tentunya harus
diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pendidikan maupun
tenaga guru yang memadai.

Jumlah sarana pendidikan yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni


sampai tahun 2004 terdiri dari 9 unit Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 59 unit dan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 6 unit yang tersebar di Distrik
Babo sebanyak 2 unit, Distrik Bintuni 4 unit dan Aranday 1 unit.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 23


LAPORAN AKHIR

Kemudian Sekolah Menengah Umum (SMU) hanya 1 unit yang


terdapat di Distrik Bintuni.

2. Kesehatan

Kondisi fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Teluk


Wondama masih sangat terbatas jumlahnya. Berdasarkan data
tahun 2004 hanya terdapat 5 unit Puskesmas, 30 unit Puskesmas
Pembantu. Selain itu, juga dilayani Puskesmas Keliling sejenis
Perahu dan Motor masing-masing sebanyak 1 unit, kemudian
Posyandu yang masing-masing tersebar di setiap distrik.
Sedangkan jumlah tenaga paramedis hanya dilayani oleh 3 orang
Dokter Umum, 53 orang Perawat.

3. Peribadatan

Jumlah fasilitas peribadatan di Kabupaten Teluk Bintuni


seluruhnya mencapai 92 unit yang terdiri dari Gereja Protestan
sebanyak 49 unit, Gereja Katholik sebanyak 18 unit dan Mesjid
sebanyak 25 unit. Apabila dilihat dari besarnya jumlah fasilitas
peribadatan untuk gereja protestan yang sangat dominan, jelas
terlihat bahwa penduduk yang beragama Kristen protestan yang
mayoritas.

B. Jaringan Transportasi

Jaringan pelayanan transportasi yang menghubungkan


Kabupaten Teluk Bintuni dengan Kabupaten Lainnya yaitu dengan
menggunakan sarana transportasi laut dan udara sedangkan
untuk transportasi darat lokasi hanya dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan roda empat jenis taft, hartop dan
sejenisnya. Sulitnya hubungan transportasi membuat nilai
ekonomis barang menjadi tinggi.

Jalan penghubung antar-distrik berupa jalan tanah. Demikian juga


jalan yang menghubungkan Bintuni, ibu kota kabupaten, dengan
Manokwari. Jalan sepanjang 315 kilometer itu yang beraspal
sekitar 25 persen. Waktu tempuh antara kedua kota itu sekitar 10
jam. Bila hari hujan, menjadi 15-16 jam

Untuk memudahkan akses ke Kabupaten Bintuni jaringan


pelayanan dengan angkutan laut perintis melayani daerah ini
dengan trayek Jayapura – Sarmi – Biak – Saribi – Manokwari –
Sausapor – Sorong – Bintuni – Babo – Fak Fak – Kaimana PP
dengan jenis ukuran kapal yang melayani adalah 750 DWT.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 24


LAPORAN AKHIR

Kabupaten ini memiliki tiga lapangan terbang perintis di Distrik


Bintuni, Merdey, dan Babo. Di Bintuni dan Merdey, panjang
landasan pacu 600 meter dan hanya mampu didarati pesawat
jenis pesawat DHC – 6/MNA. Sedangkan panjang landasan pacu di
Merdey 800 meter dapat didarati pesawat jenis Fokker 100.
Melalui udara, waktu tempuh lebih singkat. Antara Manokwari-
Bintuni sekitar 45 menit. Antara Manokwari-Babo, dan
Manokwari-Merdey, masing-masing sekitar 50 menit.

Untuk transportasi udara dengan trayek Manokwari - Bintuni PP


dan Sorong - Bintuni PP dengan dengan pelayanan setiap hari.

C. Energi Listrik

Ketersediaan energi listrik di suatu wilayah merupakan salah satu


bagian dari kebutuhan dasar penduduk dan termasuk barang
publik yang ketersediaannya tergantung pada kemampuan
pendanaan pemerintah dan masyarakat dalam mengeskspoitasi
sumber-sumber energi potensial tersebut. Sumber energi yang
dipergunakan saat ini oleh penduduk merupakan energi llistrik
yang pengelolaannya dilakukan oleh PT. PLN.

Jenis pembangkit tenaga listrik di Kota Bintuni adalah generator


set jenis Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang dikelola
oleh PLN Ranting Bintuni, dan waktu pelayanannya mulai dari jam
18.00 (WIT) sampai 24.00 (WIT). Jumlah unit yang terpasang
sebanyak 3 buah dengan kapasitas 308 kw. Pelayanan listrik ini
hanya menjangkau pada wilayah Kota Bintuni secara
keseluruhan.

D. Air Bersih

Sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari diperoleh dari air


sumur, mata air, sungai dan air hujan. Teknis pemanfaatan air
bersih oleh masyarakat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
dengan menggunakan mesin pompa pengisap yang mangabil air
dari sumur atau sungai kemudian disalurkan dengan penggunaan
pipa ke masing-masing rumah atau sistem gravitasi yaitu bila
sumber air bersih berada di wilayah lebih tinggi dari kawasan
permukiman. Teknik ini tidak diperlukan pompa pengisap, tetapi
dengan menggunakan pipa secara langsung ke sumber air,
seperti sungai atau mata air.

E. Drainase

Sistem jaringan drainase di Kabupaten Teluk Bintuni masih


dipengaruhi oleh kondisi topografi lahan, dimana pola aliran air
(run off) masih mengikuti topografi lahan. Pola aliran dranase
belum terarah atau berjalan dengan kondisi alamnya.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 25


LAPORAN AKHIR

F. Persampahan

Sistem persampahan masih bersifat konvesional yaitu dimana


masyarakat melakukan pengelolahan sampah baik dengan cara
dibakar atau dibuang langsung ke sungai dan lahan terbuka.

G. Jaringan Telepon dan Sarana Pos

Jaringan telepon di Kabupaten Teluk Bintuni dapat dilakukan


dengan menggunakan telepon via satelit yang dikelola oleh
operator berupa Warung Telekomunikasi (Wartel), sehingga
hubungan informasi keluar masih dapat dilakukan oleh penduduk
kota meskipun waktu pelayanannya juga tergantung dari jam
beroperasinya jaringan listrik. Sedangkan jaringan telepon
selular berupa mobile handphone yang dikelola oleh Telkomsel
saat ini telah dapat dinikmati oleh penduduk di Kabupaten
Bintuni.

Untuk melayani hubungan komunikasi dengan surat atau


sejenisnya di Kabupaten Teluk Bintuni telah tersedia kantor pos
pembantu sebanyak 4 unit.

2.1.6 Objek Wisata Alam

Potensi objek wisata di Kabuaten Teluk Bintuni berupa Cagar


Alam G. Wagura Konte, Cagar Alam T. Bintuni Kedua objek wisata
ini sangat potensil dikembangkan untuk menarik minat
wisatawan asing dan domestik.

Bab II Gambaran Umum Kabupaten Teluk Bintuni II - 26

Anda mungkin juga menyukai