Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya
dimasa depan. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka target BBLR sekitar
7,5%.Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%. (Kusparlina, Januari 2016)

Menurut world health organization (WHO)

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Berdasarkan hasil Riskesdas 2007,
prevalensi nasional BBLR sebesar 11,5%. Lima provinsi mempunyai persentase BBLR
tertinggi adalah Provinsi Papua (27,0%), Papua Barat (23,8%), NTT (20,3%), Sumatera
Selatan (19,5%), dan Kalimantan Barat (16,6%). Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi
BBLR menurun sebesar 0,4 % menjadi 11,1 % dengan lima propinsi yang memiliki
prevalensi BBLR tinggi yaitu : NTT (19,2 %), Kalimantan Tengah (18,5 %), Papua (17,9%)
Sulawesi Tengah (17,6%), dan Gorontalo (16,7%). Meskipun menurun tetapi prevalensi
BBLR tahun 2010 masih diatas 10% (tinggi) dan perlu mendapatkan perhatian yang lebih
serius.

Berdasarkan Jawa Timur

Berdasarkan Ponorogo

Berdasarkan Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suwoyo dkk (2010) Hubungan
Preeklampsia Berat Pada Kehamilan Dengan Kejadian BBLR di RSUD Dr. Hardjono
Ponorogo tahun 2010 dengan sampel sebesar 262 responden pada keompok kasus yaitu
BBLR sebanyak 131 (50%) responden dan pada kelompok kontrol yaitu BBLN sebanyak 131
(50%) responden. (Sulistyorini, Desember 2013)
Definisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 g. BBLR merupakan prediktor utama angka kesakitan dan kematian bayi.
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang
dari 2500 gram. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah prematuritas dengan Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat kurang
dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur.
Manisfestasi Klinis

Solusi

1.2 Batasan Masalah


Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Klien Berat Badan Lebih
Rendah (BBLR) dengan Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono
Ponorogo.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien Berat Badan Lebih Rendah (BBLR) dengan
Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo ?

1.4 Tujuan Penulis


1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum studi kasus ini adalah melaksanakan Asuhan Keperawatan Klien Berat
Badan Lebih Rendah (BBLR) dengan Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai
RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

1.4.2 Tujuan Khusus


1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien Berat Badan Lebih Rendah (BBLR)
dengan Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien Berat Badan Lebih Rendah (BBLR)
dengan Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
3) Menyusun perencanaan keperawatan pada klien Berat Badan Lebih Rendah (BBLR)
dengan Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Berat Badan Lebih Rendah (BBLR)
dengan Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
5) Melakukan evaluasi keperawatan pada klien Berat Badan Lebih Rendah (BBLR)
dengan Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo.

1.5 Manfaat
1.5.1 Studi kasus ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada Berat Badan Lebih Rendah (BBLR) dengan
Ketidakefektifan pola nafas di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo.
1.5.2

Anda mungkin juga menyukai