PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penyakit gagal jantung atau payah jantung, hipertensi dan stroke (Kemenkes,
dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun
adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh disfungsi jantung, sehingga
tubuh tidak terpenuhi (PERKI, 2016). Hal ini ditandai dengan kelelahan,
lemas, dan sakit ketika beraktivitas cukup berat, resiko terbesar yaitu kolaps
cordis meningkat dari 5,7 juta (2009 sampai 2012) menjadi 6,5 juta (2011
sampai 2014) di Amerika (Benjamin, 2017). Berdasarkan data penelitian
terdapat 33.700 kematian pada wanita karena CHF (57,8%) (AHA, 2015).
cordis di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,3% atau sekitar 530.068 orang.
(Kemenkes, 2014). Dari hasil rekam medik di ruang Aster RSUD Dr. Harjono
2017 - September 2017 sejumlah 41orang. Pada bulan Juli 2017 yaitu 13
orang, bulan Agustus 2017 yaitu 13 orang, dan bulan September 2017 yaitu 15
orang. Jadi di setiap bulan selalu ada lebih dari 10 orang yang di rawat inap di
Ruang Aster dengan decompensasi cordis (Rekam Medik RSUD Dr. Harjono
Ponorogo, 2017).
nafas, nyeri dada, pembengkakan di bagian perut dan pergelangan kaki (Kidd,
klien akan mengalami kelelahan, lemas, dan sakit ketika penderita beraktivitas
sehingga tidak terdeteksi lebih awal karena dianggap tidak berbahaya. Tahap
aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Jika merasa lelah sedikit saja, maka
otak (cerebral hypoxia), bisa menyebabkan sesak nafas saat aktivitas, nyeri
dada atau pusing. Resiko terbesar adalah terjadinya kolaps atau kematian
mendadak yang bisa timbul tanpa gejala dan terjadi pada klien yang terlihat
sehat (Abata, 2016). Klien akan mengalami kegelisahan dan ansietas karena
Oleh sebab itu, klien dengan decompensasi cordis akan sering menghabiskan
nyawanya(Abata, 2016).
Keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami ansietas antara
lain cemas, kawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, takut mati,
terkejut, gangguan pola tidur, dll. Gejala-gejala diatas baik yang bersifat psikis
maupun fisik pada setiap orang tidak sama, dan tidak seluruh gejala itu harus
ada. Bila diperhatikan gejala-gejala ansietas ini mirip dengan orang yang
mengalami stress, bedanya bila pada stress didominasi oleh gejala fisik
yang dapat dipakainya. Perilaku koping yang kurang baik akan dapat
memperparah kondisi klien seperti klien akan gelisah yang berlebihan, sesak
nafas, tekanan darah meningkat, denyut nadi cepat dan tidak patuh dalam
ataupun pola hidup dalam menangani faktor resiko yang meliputi kebiasaan
kolesterol tinggi, diabetes, maupun apnea tidur obstruktif. Selain itu gizi yang
yang terkadang muncul diam-diam ini (Kidd, 2014). Dalam penelitian yang
akan dicapai dari skala Halminton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yaitu
klien tidak lagi mengalami gejala-gejala yang menunjukkan ansietas seperti
urogenital, gejala ototnom, dan tingkah laku pada wawancara. Selain itu kita
merilekskan seluruh otot tubuh klien, mengajarkan klien teknik relaksasi nafas
Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
decompensasi cordis dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul
B. Batasan Masalah
Ponorogo.
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
dengan Ansietas.
Ansietas.
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan dan bahan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Klien
b. Bagi Keluarga
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi masukan bagi Rumah Sakit
d. Bagi Institusi
e. Bagi Peneliti