Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang
kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.1 Gambaran
klasik lesi psoriasis adalah plak eritema berbatas tegas, meninggi dan ditutupi oleh
skuama putih. Lesi dapat bervariasi mulai dari papul kecil hingga plak yang menutupi
sebagian permukaan tubuh. Menurut lesinya, psoriasis diklasifikasikan menjadi
beberapa jenis, yaitu: psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis pustulosa,
eritroderma, psoriasis kuku, dan psoriasis artritis. Psoriasis vulgaris merupakan
bentuk tersering (90% pasien), dengan karakteristik klinis plakat kemerahan, simetris,
dan berskuama pada ekstensor ekstremitas.2

Prevalensi psoriasis bervariasi di berbagai populasi dunia dengan insidens


cenderung rendah di Asia. Tidak ada perbedaan insidens pada pria ataupun wanita.
Penyakit ini terjadi pada segala usia, tersering pada usia 15-30 tahun. Puncak usia
kedua adalah 57-60 tahun. Bila terjadi pada usia dini (15-35 tahun), terkait HLA
(Human Leukocyte Antigen) I antigen (terutama HLA Cw6), serta ada riwayat
keluarga, lesi kulit akan lebih luas dan persisten.2

Beberapa penulis telah membahas masalah yang terkait dengan usia yang
akurat pada onset terjadinya psoriasis. Psoriasis dapat muncul pada usia berapa pun,
yang paling sering ditemukan antara usia 15 dan 30 tahun. WHO menunjukkan
bahwa didapatkannya Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu, terutama HLA-
Cw6, berkaitan dengan kejadian psoriasis usia dini dan dengan riwayat keluarga yang
positif. Sehingga diusulkan oleh para peneliti bahwa terdapat 2 bentuk psoriasis yang
berbeda yaitu psoriasis tipe I dengan usia onset sebelum 40 tahun dan berhubungan.
dengan HLA, dan tipe II, dengan usia onset setelah 40 tahun dan kurang berkaitan
HLA.
Faktor imunologi juga mempengaruhi kejadian psoriasis. Defek genetik pada
psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga jenis sel yaitu limfosit T, sel
penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit psoriasis memerlukan stimuli
untuk aktivasinya. Lesi psoriasis yang matang umumnya penuh dengan sebukan
limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan
limfositik dalam epidermis. Pada umumnya pada lesi baru lebih didominasi oleh sel
limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya
bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis.
Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik
endogen maupun eksogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis, pembentukan
epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal
lamanya 27 hari. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam
kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, endokrin, gangguan
metabolik, obat, alkohol dan merokok.3

Penegakan diagnosis pada psoriasis vulgaris dilakukan melalui anamnesa dan


pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan histopatologi jarang
diperlukan untuk membuat diagnosis psoriasis, namun dapat dilakukan pada kasus
yang sulit. Dalam anamnesis, salah satu hal yang pertama kali penting ditanyakan
adalah onset penyakit dan riwayat keluarga, karena onset dini dan riwayat keluarga
berkaitan dengan tingginya ekstensi dan rekurensi penyakit.

Psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang terjadi pada sekitar 90% kasus.
Lesi ini biasanya dimulai dengan makula eritematosa berukuran kurang dari satu
sentimeter atau papul yang melebar ke arah pinggir dan bergabung beberapa lesi
menjadi satu, berdiameter satu sampai beberapa sentimeter. Lingkaran putih pucat
mengelilingi lesi psoriasis plakat yang dikenal dengan Woronoff’s ring. Dengan
proses pelebaran lesi yang berjalan bertahap maka bentuk lesi dapat beragam seperti
bentuk utama kurva linier (psoriasis girata), lesi mirip cincin (psoriasis anular), dan
papul berskuama pada mulut folikel pilosebaseus (psoriasis folikularis). Psoriasis
hioerkeratotik tebal berdiameter 2-5 cm disebut plak rupoid sedangkan plak
hiperkeratotik tebal berbentuk cembung menyerupai kulit tiram disebut plak
ostraseus. Umumnya dijumpai di skalp, siku, lutut, punggung, lumbal, dan
retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal, rasa terbakar, atau nyeri, terutama
bila kulit kepala terserang. Uji Auspitz ternyata tidak spesifik untuk psoriasis, karena
uji positif dapat dijumpai pada dermatitis seboroik atau dermatitis kronis lainnya.

Terdapat banyak variasi pengobatan psoriasis, tergantung dari lokasi lesi,


luasnya lesi, dan beratnya penyakit, lamanya menderita penyakit dan usia penderita.
Pada pengobatan awal sebaiknya diberikan obat topikal, tetapi bila hasilnya tidak
memuaskan dapat dipertimbangkan pengobatan sistemik, atau diberikan kombinasi
dari keduanya. Terapi dengan menggunakan pengobatan topikal merupakan pilihan
untuk penderita dengan psoriasis plak yang terbatas atau mengenai kurang dari 20%
luas permukaan tubuh. Untuk pengobatan topikal dapat diberikan: Preparat ter dengan
konsentrasi 2-5%. Ter dapat dikombinasi dengan asam salisilat 2-10% dan sulfur
presipitatum 3-5% untuk hasil yang lebih cepat; Antralin 0.2%-0.8% dalam pasta atau
salep; Kortikosteroid, biasanya dikombinasi dengan asam salisilat 3%; PUVA;
Metroekstat 2.5mg/hari selama 14 hari dan dilanjutkan dengan dosis bertahan 1-2
mg/hari; Retinol 0.5-1 mg/kgBB selama 14 hari; dan Siklosporin 2-5 mg/kgBB
selama 2-6 bulan.

Pengobatan sistemik dapat diberikan: Kortikosteroid pada psoriasis


eritroderma, arthritis psoriasis, dan psoriasis pustulosa tipe Zumbusch. Terapi diawali
prednisolon dosis rendah 30-60 mg, atau steroid lain dengan dosis rendah;
Metroksetat (MTX) dapat diberikan pada psoriasis yang resisten dengan obat lain;
atau juga dapat diberikan DDS pada psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x
100 gr/hari.
LAPORAN KASUS

Telah datang seorang pasien tanggal 10 Juli 2018 ke poli kulit dan kelamin
RSUD Dr. Pirngadi Medan seorang laki-laki bernama Surwandi berusia 64 tahun,
bangsa Indonesia, suku batak, agama protestan, pekerjaan guru sekolah, menengah
atas, dengan keluhan munculnya bercak-bercak kemerahan sejak 6 bulan yang lalu.
Diatas bercak tersebut berisikan sisik tebal dan kasar berwarna putih. Keluhan
tersebut disertai dengan rasa gatal. Pasien sudah pernah berobat ke dokter dan diberi
obat salep racikan dan obat minum. Setelah mendapat pengobatan, keluhan tersebut
dirasakan semakin memberat. Riwayat alergi makanan dan obatobatan disangkal,
riwayat penyakit kulit lain sebelumnya disangkal.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik. Pada pemeriksaan kulit
dijumpai patch eritema multiple berdistribusi sebagian diskret dan konfluen dengan
permukaan skuama disertai dengan papula-papula dan ekskoriasi multiple. pada regio
concha auricular sinistra et dextra, sternalis, ekstremitas superior dextra et sinistra,
dan ekstremitas inferior dextra et sinistra. Dilakukan beberapa tes manipulasi berupa
penggoresan pada lesi dan didapatkan adanya fenomena tetesan lilin, fenomena
auspitz, namun fenomena Kobner belum dapat dinilai dikarenakan harus menunggu
beberapa waktu untuk muncul.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik maka diagnosis sementara pada


pasien adalah psoriasis vulgaris dengan diagnosa banding psoriasis vulgaris, pitiriasis
rosea dan dermatitis eksfoliativa generalisata.

Pemeriksaan penunjang dapat dianjurkan pemeriksaan histopatologik dan


kerokan KOH.. Pasien juga diberikan edukasi tentang penyakitnya juga cara
perawatan kulit yang luka seperti menghindari menyentuh atau menggaruk lesi yang
dapat menimbulkan infeksi sekunder serta sering memperhatikan kebersihan badan.
Pasien ini mendapat terapi berupa pengobatan sistemik dan topikal.
Pengobatan sistemik dengan pemberian kortikosteroid yakni metilpredinolon tablet 8
mg setiap 12 jam dan anti histamine berupa cetririzine tablet 10 mg tiga kali sehari
(bila gatal). Pengobatan topikal diberikan Benoson krim 10 gr dioleskan pada lesi tiga
kali sehari. Prognosis penyakit pada pasien ini quo ad vitam ad bonam, quo ad
functionam ad bonam dan quo ad sanationam dubia ad bonam.
DISKUSI

Berdasarkan dari anamnesa seorang pasien datang pada tanggal 10 Juli 2018
ke poli kulit dan kelamin RSUD DR. Pirngadi Medan seorang laki-laki bernama
Surwandi berusia 64 tahun, bangsa Indonesia, suku batak, agama protestan, pekerjaan
guru sekolah, menengah atas, dengan keluhan munculnya bercak-bercak kemerahan
sejak 6 bulan yang lalu. Diatas bercak tersebut berisikan sisik yang tebal dan kasar
berwarna putih. Keluhan tersebut disertai dengan rasa gatal,. Keluhan ini dirasakan
pertama kali muncul. Diagnosis psoriasis merupakan diagnosis yang paling
memungkinkan karena keluhan yang muncul berupa bercak merah, menimbulkan
rasa gatal serta apabila digaruk timbul suatu bercak seperti ketombe. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan efloresensi yang muncul sesuai dengan efloresensi pada
psoriasis berupa plak eritematosa, berskuama putih seperti mika, berlapis, mudah
lepas dalam bentuk lembaran, tetapi dapat melekat erat dan terlepas setelah digaruk
seperti ketombe. Umumnya mengenai bagian ekstensor ekstremitas, khususnya siku
dan lutut, skalp, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genital. Predileksi pada
daerah lain termasuk umbilikus dan intergluteal. Efloresensi pada kasus menyerupai
dan sesuai dengan kriteria psoriasis sehingga diagnosis psoriasis dapat ditegakan.
Tipe pada pasien ini merupakan psoriasis vulgaris. Jenis psoriasis ini disebut pula tipe
plak karena umumnya lesi yang muncul berbentuk plak. Jenis inilah yang memiliki
tempat predileksi di kulit kepala, diperbatasan kulit kepala dengan muka, ekstremitas
ekstensor, terutama siku dan lutut, serta di daerah lumbosakral.

Tatalaksana umum pada pasien adalah dengan memberikan edukasi berupa:


menghindari menyentuh atau menggaruk lesi yang dapat menimbulkan infeksi
sekunder serta sering memperhatikan kebersihan badan

Tatalaksana khusus pada kasus ini diambil sesuai dengan teori yaitu terapi
sistemik diberi metilprednisolon yang bertujuan untuk dapat mengontrol lesi
psoriasis. Dosis yang diberikan sebanyak 16 mg/hari dengan dosis terbagi menjadi 8
mg/12 jam. Diberikan juga Cetirizin 1 x 10 mg perhari sebagai antihistamin untuk
mengurangi gatal. Topikal diberikan benoson krim 10 gr. Benoson merupakan
golongan obat kombinasi dari betamethason dengan neomicin. Betametason
bertindak sebagai steroid topikal dan neomisin sebagain antibiotik untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Terapi kombinasi bertujuan untuk mempercepat
pembersihan lesi. Eritoderma pada kasus ini adalah psoriasis. Penyebab psoriasis
pada pasien ini belum jelas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
2. Yulistuti, Dwinindya. Psoriasis. CDK-235 No.14;2015:901-906
3. Siregar, R.S. Atlas Berwarna: Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
2014
4. Kurnia Fitri Aprilliana dan Hanna Mutiara. Psoriasis Vulgaris.
Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2014.

Anda mungkin juga menyukai