Anda di halaman 1dari 17

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsumsi Kopi

1.1 Pengertian Kopi

Kopi merupakan pohon yang banyak ditanam di Asia, Amerika Latin,

dan Afrika, buahnya digoreng dan ditumbuk halus-halus dijadikan bahan

pencampuran minuman (KBBI, 2008).

Klasifikasi ilmiah dari kopi adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Subkerajaan : Tracheobionta

Superdivisio : Spermatophyta

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Suku : Rubiaceae

Marga : Coffea L.

Spesies : Coffea sp. (USDA, 20014).

Terdapat 80 varietas kopi yang telah ditemukan, namun hanya 2 jenis

varietas kopi yang memiliki potensi secara ekonomis yaitu Coffea arabica

dan Coffea canephora atau kopi robusta.


commit to user

7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

1.2 Kandungan Kopi

Kandungan kopi terdiri dari senyawa utama antara lain: air,

karbohidrat/ serat, protein, asam amino bebas, lipid, mineral, organic

acids, chlorogenic acids, trigonellin, dan kafein (Farah, 2012).

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Biji Coffea arabica dan Coffea canephora
Konsentrasi (g/100 g)
Kandungan
Coffea Arabica Coffea canephora
Karbohidrat / serat
Sukrosa 6,0 – 9,0 0,9 – 4,0
Reducing sugars 0,1 0,4
Polisakarida 34 – 44 48 – 55
Lignin 3,0 3,0
Pektin 2,0 2,0
Senyawa nitrogen
Protein/ peptide 10,0 – 11,0 11,0 – 15,0
Asam amino bebas 0,5 0,8 – 1,0
Kafein 0,9 – 1,3 1,5 – 2,5
Trigonellin 0,6 – 2,0 0,6 – 0,7
Lipid
Coffee oil 15 – 17,0 7,0 – 10,0
Diterpenes 0,5 – 1,2 0,2 – 0,8
Mineral 3,0 – 4,2 4,4 – 4,5
Acids dan ester
Chlorogenic acids 4,1 – 7,9 6,1 – 11,3
Aliphatic acids 1,0 1,0
Quinic acids 0,4 0,4
Sumber : Farah, 2012

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Dari senyawa yang terdapat di dalam biji kopi tersebut, senyawa

aktif yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan adalah sebagai berikut:

1.2.1 Kafein

Kafein dengan struktur kimia 1,3,7-trimethilxanthin merupakan

alkaloid murni yang terkandung dalam biji kopi (Spiller dalam

Higdon, 2006). Kafein memiliki sifat antagonism reseptor adenosin

subtipe A1 dan A2A (James dalam Hidgon, 2006). Pengaruh fisiologis

dari kafein diantaranya menstimulasi sistem saraf pusat,

mempengaruhi secara akut kardiovaskular termasuk peningkatan

tekanan darah dan sirkulasi katekolamin, kekakuan arteri, dan

endhothelium-dependent vasodilatasi. Kafein juga berdampak pada

peningkatan laju metabolism dan diuresis yang diasosiasikan dengan

perkembangan penyakit kardiovaskular (Bidel dan Tuomilehto,

2012).

Kadar kafein yang dikonsumsi memberikan pengaruh yang

berbeda. Konsumsi kafein kadar rendah hingga sedang secara umum

memberikan pengaruh peningkatan kewaspadaan, kapasitas belajar,

prestasi berlatih, dan memperbaiki kondisi mood. Sedangkan,

konsumsi kafein dalam dosis tinggi dapat menimbulkan pengaruh

negatif bagi beberapa individu yang sensitif seperti cemas, takikardi,

dan insomnia yang timbul 2-6 jam setelah pengkonsumsian kafein

(Farah, 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Sebagian besar kafein diserap dalam lambung dan usus halus

kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan termasuk otak.

Metabolism kafein terjadi di liver dengan aktivitas dari sitokrom

P450 isoform CYP1A2 (Crews dalam Higdon, 2006).

Konsentrasi kafein dalam kopi cukup beragam dalam setiap jenis

kopi. Rata-rata secangkir kopi mengandung 100-150 mg kafein yang

dapat meningkatkan level kafein dalam plasma (Spindel dalam

Kumar, 2013). Banyak jenis kopi yang beredar di masyarakat,

terlebih kopi instan yang banyak di konsumsi. Secara umum terdapat

2 jenis kopi instan yaitu kopi berkafein dengan kandungan rata-rata

kafein 2,5-5 g/100 g bubuk kopi atau rendah kafein (decaffeinated)

dengan kandungan kafein tersisa 0,020 g/100 g (Farah, 2012).

1.2.2 Kafestol dan kahweol

Kafestol dan kahweol merupakan pentalik diterpene alkohol.

Senyawa bioaktif dan turunannya sebagian besar adalah garam atau

ester dari asam lemak yang tersaturasi dan nonsaturasi, mewakili

20% dari fraksi lipid kopi. Kafestol dan kahweol berpengaruh

meningkatkan serum kolesterol dengan penurunan aktivitas reseptor

low-density lipoprotein (LDL) yang menyebabkan akumulasi

ekstraselular LDL dan merangsang aterosklerosis (Bidel dan

Tuomilehto, 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

1.2.3 Chlorogenic acids

Chlorogenic acids merupakan mayor kelas dari senyawa fenol

yang diturunkan dari esterifikasi trans-cinamic acids dengan quinic

acids (Farah, 2012). Kopi mengandung konsentrasi polifenol

tertinggi diantara jenis minuman lainnya dan chlogenic acids adalah

polifenol yang banyak terkandung di kopi. Chlogenic acids mampu

mencegah kerusakan stress oksidatif pada sel epitel manusia,

menstabilkan membran dan meningkatkan status energi sel.

Chlogenic acids ini memiliki antioksidan yang aktif secara in vitro

(Bidel dan Tuomilehto, 2012). Di dalam 200 ml kopi dilaporkan

mengandung 70-350 mg Chlogenic acids (Clifford dalam Higdon,

2006).

1.2.4 Mikronutrien

Beberapa mikronutrien ditemukan di dalam kopi, termasuk

magnesium, potassium, niasin, dan vitamin E yang dapat

berkontribusi terhadap kesehatan pengkonsumsi kopi yang

diobservasi. Menurut data USDA Nutrient di Institute of Medicine

secangkir kopi dapat menyediakan 1-5% magnesium, 6-8% niasin,

dan 0,1% vitamin E dari diet yang dianjurkan untuk dewasa. Selain

itu kopi menyediakan 1-2% pemasukan adekuat potassium untuk

dewasa (Institute of Medicine dalam Higdon, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

2. Hipertensi

2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi menurut The Joint National Committee of Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)

dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society

of Hypertension yaitu kondisi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau sedang mengkonsumsi obat anti

hipertensi (Purwanto, 2012).

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII


Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah
darah sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Sumber: Chobanian, 2003

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO dengan International Society

of Hypertension (ISH) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah menurut WHO-ISH


Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah
darah sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal 120 – 129 80 -84
Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Klasifikasi tekanan Tekanan darah Tekanan darah


darah sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)
Hipertensi stage 2 160 – 179 100 – 109
Hipertensi stage 3 ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistolik ≥ 140 < 90
terisolasi
Sumber: Chobanian, 2003
Pasien prehipertensi memiliki risiko mengalami peningkatan tekanan

darah menjadi hipertensi. Pasien dengan tekanan darah 130-139/ 80-89

mmHg sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi

hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular dari pada pasien

dengan tekanan darah lebih rendah (Brown, 2005). Pada orang berumur

lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg merupakan faktor

risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler dari

pada tekanan darah diastolik. Sedangkan pada orang yang berumur kurang

dari 50 tahun, tekanan darah diastolik adalah prediktor penyakit

kardiovaskuler yang lebih tepat dari pada tekanan sistolik dan tekanan nadi

(Victor, 2007).

Hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan baik dapat menimbulkan

kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi

adalah: 1) jantung, yang terdiri dari hipertrofi ventrikel kiri, angina, gagal

jantung, 2) Otak yang dapat menyebabkan strok atau transient ischemic

attack, 3) penyakit ginjal kronis, 4) penyakit arteri perifer, 5) retinopati

(Yugiantoro, 2009). commit to user


perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

2.2 Etiologi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer

dan hipertensi sekunder.

2.2.1 Hipertensi primer

Hipertensi primer juga disebut hipertensi essensial atau idiopatik.

Hipertensi jenis ini merupakan hipertensi yang tidak jelas etiologinya,

lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk ke dalam kelompok ini.

Hipertensi primer adalah penyakit multifaktorial yang timbul karena

interaksi antara faktor pemicu dan penghambat (Purwanto, 2012).

Faktor pemicu hipertensi primer, antara lain (Kaplan dalam

Purwanto, 2012):

1. Usia. Semakin meningkatnya usia akan meningkatkan risiko

terjadinya hipertensi, terutama pada usia lebih dari 50 tahun.

2. Jenis kelamin. Tekanan darah pria cenderung lebih tinggi dari pada

wanita.

3. Stress. Marah dapat meningkatkan tekanan darah lebih dari 20

mmHg dan menetap hingga lebih dari 15 menit setelahnya.

4. Obesitas. Kenaikan berat badan 1 kg akan menaikkan tekanan

sistol 2,5 mmHg.

5. Alkohol. Konsumsi alkohol 66 mL/hari meningkatkan tekanan

darah pagi sebesar 5/2 mmHg.

6. Angiotensin, aldosteron, aktivasi simpatis, curah jantung dan

retensi natrium.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Faktor yang penghambat hipertensi primer, antara lain (Kaplan

dalam Purwanto, 2012):

1. Bradikinin, prostaglandin I2 yang mengakibatkan vasodilatasi.

2. Nitric Oxide (NO). NO adalah vasodilator potensial, inhibitor

adhesi dan agregrasi platelet, supressor migrasi dan proliferasi otot

polos pembuluh darah.

3. Adrenomedulin yang berfungsi sebagai compensatory vasodilator

pada keadaan hipertensi.

4. Substance P yang menghasilkan vasodilatasi dengan melibatkan

NO dan EDHF (endhotelium derived hyperpolarizing factor).

5. Calcitonin Gen Related Peptide (CGRP). CGRP adalah vasodilator

lewat jalur langsung melalui CAMP (Cyclic Adenosine

Monophosphate) pada otot polos pembuluh darah dan jalur tidak

langsung melalui pelepasan NO dari endotel.

6. Natriuretic peptide yang bersifat natriuresis, vasodilator, vascular

remodelling, inhibisi proliferasi sel, dan modulasi sistem saraf

simpatik dan sistem RAA.

2.2.2 Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi dengan penyebab yang

diketahui dan berpotensi untuk diperbaiki. Hipertensi sekunder juga

harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten, dan

hipertensi pada onset awal atau akhir. Prevalensi dan etiologi

hipertensi sekunder bervariasi menurut kelompok umur. Sekitar 5-10%


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

orang dewasa dengan hipertensi memiliki penyebab sekunder.

Beberapa penyebab dari hipertensi sekunder antara lain: penyempitan

aorta, stenosis arteri renalis, kelainan tiroid, aldosteronism, Cushing

syndrome, dan feokromasitoma (Viera, 2010)

2.3 Faktor Risiko Hipertensi

Penyebab hipertensi primer belum dapat diidentifikasikan secara pasti

hingga saat ini. Namun secara umum dapat diketahui faktor risiko

terjadinya hipertensi, antara lain (Purwanto, 2012):

2.3.1 Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dikendalikan

1. Keturunan

Seseorang dengan orang tua atau salah satunya menderita

hipertensi mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi

daripada seseorang dengan orang tua normal. Adanya riwayat

keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara signifikan

akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan

dibawah 65 tahun dan laki-laki dibawah 55 tahun.

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap regulasi tekanan darah.

Sejumlah fakta menyatakan hormon seks mempengaruhi sistem

renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki-laki lebih

tinggi daripada perempuan.

3. Umur

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Menurut beberapa penelitian menyatakan semakin

bertambahnya umur seseorang maka akan semakin tinggi tekanan

darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas pembuluh darah semakin

menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi

terjadi pada umur lebih dari 65 tahun.

4. Etnis

Hipertensi lebih sering terjadi pada etnis kulit hitam dibanding

dengan etnis kulit putih (Palmer dan Williams, 2007).

2.3.2 Faktor risiko yang dapat dikendalikan

1. Merokok

Penelitian menunjukkan kandungan nikotin dalam rokok dapat

meningkatkan tekanan darah. Nikotin dapat meningkatkan

penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat

menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin

bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan

peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut

jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa,

pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat

dan vasokonstriksi pada pembuluh darah perifer.

2. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya abdominal berkaitan erat

dengan hipertensi. Peningkatan tekanan darah tergantung pada

besarnya penambahan berat badan sehingga penurunan berat badan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

merupakan cara efektif untuk menurunkan tekanan darah. Obesitas

menyebabkan jumlah sel lemak bertambah, sel lemak ini akan

mengekskresikan sitokin pro-inflamasi (TNFα, IL-β, IL-6) dan

faktor pertumbuhan yang memicu terbentuknya plak dan

menyebabkan aterosklerosis.

3. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf

simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.

Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan

tekanan darah yang persisten. Pada penelitian dengan binatang

dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang

menjadi hipertensi.

4. Aktifitas fisik

Aktifitas fisik dapat membantu mengontrol tekanan darah.

Aerobik cukup seperti 30-45 menit berjalan cepat setiap hari

membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Selain itu,

olahraga secara teratur dapat mengontrol tekanan darah pada

semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi.

5. Asupan

Asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh juga berpengaruh

terhadap regulasi tekanan darah. Asupan natrium yang berlebihan

mengakibatkan simpatis hipertoni dan iskemia (akibat gangguan

vaskularisasi), dan dapat merangsang macula densa aparatus


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

justakglomerulus. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi

renin kemudian meningkatkan RAA sistem dan akhirnya

menyebabkan hipertensi. Menurut data epidemiologi menunjukkan

bahwa asupan rendah kalium akan mengakibatkan peningkatan

tekanan darah dan renal vascular remodelling yang

mengindikasikan terjadinya resistensi pembuluh darah pada ginjal.

Magnesium merupakan inhibitor kuat terhadap kontraksi vaskuler

otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi

tekanan darah. The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation dan Treatment of High Blood Pressure

(JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara

magnesium dan tekanan darah.

3. Hubungan Konsumsi Kopi dan Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Tekanan darah merupakan hasil kali

antara cardiac output (banyaknya darah yang dikeluarkan selama satu menit)

dan tahanan perifer pembuluh darah. Cardiac output dipengaruhi oleh

frekuensi denyut jantung dan stroke volume (banyaknya darah yang

dikeluarkan dalam 1 kali kontraksi) sedangkan tahanan perifer dipengaruhi

oleh tonus dan elastisitas arteri. Mekanisme pengaturan tekanan darah

dilakukan dengan refleks baroreseptor, RAA dan hormon endotel vaskular.

Hal ini mengakibatkan perubahan faktor tersebut dapat mempengaruhi

tekanan darah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Penelitian menunjukkan konsumsi kopi berpengaruh secara akut terhadap

peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik (Kumar dan Verma, 2013).

Konsumsi 200-300 mg kafein atau setara dengan 2-3 cangkir kopi per hari

menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 8,1 mmHg dan

tekanan darah diastolik 5,7 mmHg. Peningkatan tekanan darah ini terjadi 1-3

jam setelah konsumsi kopi (Mesas et al, 2011).

Respon yang serupa telah diobservasi dengan pengaturan kafein dan gejala

kenaikan tekanan darah menghilang dengan konsumsi kopi rendah kafein,

sehingga dapat disimpulkan kafein memiliki pengaruh terhadap kenaikan

tekanan darah. Beberapa mekanisme kafein yang mempengaruhi tekanan

darah antara lain:

1. Sifat antagonisme reseptor adenosin sehingga menghambat pengaruh

vasodilatasi,

2. Menginduksi vasokonstriksi dengan menghambat phosphodiesterase

sehingga meningkatkan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan

cyclic guanosine monophosphate (cGMP),

3. Meningkatkan resistensi vascular dan menurunkan barorefleks yang

dimediasi oleh denyut jantung,

4. Meningkatkan konsentrasi plasma dari katekolamin, epinephrin dan

norepinephrin yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal setelah distimulasi

kafein melalui stimulasi neurogenik,

5. Menstimulasi pelepasan adrenokortikotropin dan kortisol dari korteks

adrenal yang memodulasi tonus vaskular,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

6. Kekauan pada arteri yang akan mempengaruhi resistensi perifer pembuluh

darah (Bidel dan Tuomilehto, 2012).

Dari beberapa mekanisme tersebut terdapat kemungkinan bahwa kafein di

dalam kopi secara tidak langsung berhubungan dengan peningkatan tekanan

darah yang menyebabkan hipertensi.

4. Lanjut Usia

Istilah lansia (lanjut usia) disebut juga usila (usia lanjut), manula (manusia

usia lanjut) atau wulan (warga usia lanjut). Menurut undang-undang nomor 13

tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang

yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Departemen Sosial, 2004).

Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh

pada peningkatan usia harapan hidup di Indonesia. Berdasarkan laporan badan

pusat statistik (BPS) tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia adalah 64,5

tahun, angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 dan pada

tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (Pusat Data dan Informasi Kemenkes, 2013).

Suatu penduduk disebut berstruktur tua jika proporsi lansia mencapai lebih

dari 7 %. Di Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur tua, hal ini

dapat dilihat dari persentase penduduk lansia 2013 sebesar 8,05 % dari seluruh

penduduk di Indonesia atau 20,04 juta orang. Menurut jenis kelamin, jumlah

lansia perempuan yaitu 10,67 juta orang dan jumlah lansia laki-laki 9,38 juta

orang. Provinsi dengan persentase penduduk lansia yang paling tinggi yaitu

Provinsi DI Yogyakarta (13,20 %) kemudian Jawa Tengah (11,11 %) dan

Jawa Timur (10,96 %) (Badan Pusat Statistik, 2013).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Penyakit pada lansia sering berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit

pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat

penyakit dan proses menua. Proses menua didefinisikan sebagai proses yang

mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang lemah atau rentan

denngan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan

meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian secara

eksponensial (Setiati et al, 2009). Menurut laporan rumah sakit penyakit pada

lansia yang menyebabkan rawat jalan terbanyak yakni hipertensi primer (Pusat

Data dan Informasi Kemenkes, 2013).

Tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat sesuai dengan

meningkatnya umur. Efek utama dari penuaan terhadap sistem kardiovaskuler

meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding

aorta dan pembuluh darah besar selain itu elastisitas pembuluh darah menurun

sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan

pembuluh darah besar sehingga mengakibatkan pcningkatan tekanan darah.

Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi

vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur

(Kuswardhani, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran

Faktor risiko hipertensi

dapat dikendalikan tidak dapat dikendalikan

1. Asupan gizi
1. Merokok - natrium 1. Keturunan
2. Obesitas (IMT) - kalsium 2. Jenis Kelamin
3. Alkohol - magnesium 3. Usia
4. Obat-obatan 2. Aktivitas fisik 4. Etnis
3. Stress

Hipertensi

Jenis Kopi Jumlah konsumsi

Konsumsi Kopi
Gambar 2. Kerangka pemikiran
Keterangan: : varibel perancu terkendali
: varibel perancu tidak terkendali
: variabel bebas
: variabel terikat

C. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ha : 1. Ada hubungan antara jumlah konsumsi kopi dan hipertensi pada lanjut

usia

2. Ada hubungan antara jenis kopi dan hipertensi pada lanjut usia

commit to user

Anda mungkin juga menyukai