Anda di halaman 1dari 4

Sapi perah merupakan hewan penghasil susu yang mana system reproduksinya sangat di

jaga, beberapa penyakit dapat mengganggu system reproduksi sapi perah yang berujung pada
penurunan produksi susu, salah satu penyakit yang menyerang sapi perah adalah endometritis.
Endometritis merupakan peradangan pada endometrium (Ratnawati et al. 2007). Penyebab
endometritis bisa dikarenakan pada saat partus, bakteri masuk melalui vagina, dan melewati
serviks kemudian mengkontaminasi endometrium sapi perah maupun sapi pedaging. Ternak sapi
perah cenderung terkontaminasi bakteri penyebab endometritis pada saat awal post partus
sebanyak 67.8 % sedangkan pada masa pertengahan sebanyak 40.5% pada masa akhir sebanyak
14.4% (Gautam, 2011) dengan tingkat cemaran berkisar 90 ke 100% (Sheldon, 2007).
Endometritis merupakan peradangan lokal pada uterus yang diakibatkan infeksi bakteri,
inflamasi uterus sapi saat ini di klasifikasikan sebagai puerperal metritis, clinical endometritis,
subclinical endometritis dan pyometra. Inflamasi yang terjadi di dinding uterus ini yang menjadi
faktor utama penyebab gangguan reproduksi pada sapi (Gilbert et al , 2009). Dari hasil penelitian
yang di lakukan oleh Robert zobel dari 1300 total sapi perah yang diperiksa menghasilkan total
insiden endometritis sebanyak 23.07% yang mana di bedakan menjadi 15.31 % endometritits
secara klinis dan 7.77% endometritis secara subklinis.
Endometritis klinis dan subklinis merupakan klasifikasi lokasi terjadinya peradangan
yang mana endometritis klinis di definisikan dengan adanya purulent atau mucopurulen dengan
komposisi 50% pus dan 50% mucus pada vagina, yang terjadi sleama 21 hari atau lebih sejak
post partum yang biasanya tidak diikuti dengan tanda-tanda systemic (Kaufman, 2010) dengan
karakterisitk diameter cerviks berada >7.5 cm. Infeksi pada saluran uterus dapat menyebabkan
gangguan reproduksi yang mengancam kesuburan organ reproduksi sapi, infeksi pada uterus juga
mempengaruhi hasil perah susu, kerugian juga dapat terjadi yang mana dapat mengurangi
produksi susu, kesuburan sapid an kerugian akibat pemberian treatment (Sheldon, 2007).
Signalement
Nama Pemilik : BBPTUHPT Baturaden
Nomor sapi :-
Jenis hewan : Sapi perah
Ras : Friesian Holstein
Jenis kelamin : Betina
Anamnesa/ Temuan Klinis/ Pemeriksaan Klinis
Anamnesa yang didapatkan yaitu sapi pernah mengalamai retensi plasenta. Seminggu
setelah partus ditemukan leleran pada vulva. Penderita endometritis klinis akan menunjukkan
keberadaan purulent atau mukopurulent yang terlihat keluar dari vagina, yang mana volumenya
akan meningkat jika memasuki masa estrus, sapi yang menderita endometritis biasanya tidak
menunjukkan gejala systemic dan pada saat dilakukan palpasi dinding uterus akan terasa lebih
lunak (Karunakaran, 2012).

Diagnosis

Diagnosis yang dilakukan di lapangan berdasarkan riwayat sebelumnya yang diketahui


mengalami retensi plasenta sehingga di diagnosis menderita endometirtis. Cairan yang keluar
dari vagina diperiksa untuk mengetahui jika terdapat pus. Cairan yang terdapat dapat vagina
dikeluarkan untuk pengujian lebih lanjut, dengan sebelumnya di lakukan palpasi dalam liang
vagina. Vulva sebelumnya di bersihkan menggunakan tisu kering, kemudiang gloves yang telah
di beri pelumas masuk kedalam vulva dan menuju vagina. Metode ini memiliki kelebihan yaitu
mudah dan cepat, serta memberikan informasi tambahan terhadap deteksi adanya laserasi vagina
dan mengetahui kuantitas cairan pada vagina. (Sheldon, 2017). Pemeriksaan ovarium pada sapi
endometritis dilakukan secara transrektal dengan teknik ultrasonografi (Kim-Yung Jun et al.,
2006). Pemeriksaan organ reproduksi sapi dilakukan dengan metode penglihatan per rectum
menggunakan linear-array transducer yang dikhususkan untuk penggunaan transrectal. Linear-
array transducer umumnya menggunakan frekuensi antara 5.0 dan 7.5 mhz yang di gunakan pada
sapi. (Fricke, 2002).

Terapi

Treatment dengan pemberian antimikroba langsung di lokasi infeksi. Pemberian


antibiotik melalui uterine infusion, dengan tambahan pemberian antibiotik secara
systemic.Pengobatan yang dilakukan di lokasi berupa flushing dengan menggunakan larutan
povidon iodin 1% dan pemberian Antibotik Penstrep secara infusion. Endometritis merupakan
penyakit akibat kontaminasi pada dinding rahim, terapi yang disarankan untuk kasus
endometritis salah satunya pemberian antibiotik melalui teknik flushing dan pemberian PGF2α
secara injek. Pemberian antiseptic secara flushing juga dapat dilakukan namun pada beberapa
kasus terdapat efek samping pada kesuburan sapi. Kemudian terapi menggunakan enzym
proteolytic dan pemberian estradiol atau GnRH (Kaufman, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Fricke, Paul M., Lamb, G. Cliff. 2002. Pracctical Applications of Ultrasound for Reproductive
Management of Beef and Dairy Cattle. Manhattan, Kansas.

Gilbert, Gokarna. Nakao, Toshihiko.Yusuf, Muhammad. Koike, Kana. 2009. “Prevalence of


Endometritis During the Postpartum Period and its Impact on Subsequent reproductive
performance in two Japanese Dairy Herds”.Laboratory of Theriogenelogy, Department
of Veterinary Medicine, Faculty of Agriculture. Yamaguchi University. Japan.

Karunakaran, M., Chakurkar, E.B., Naik P.K., Swain, B.K., 2012. “Endometirits in Dairy Cow:
Causes and Management”. ICAR RESEARCH COMPLEX FOR GOA. Indian Council
of Agricultural Research.

Kaufmann, T. B. et all. 2010. Systemic Antibiotic Treatment of Clinical Endometritis in Dairy


Cows with Ceftiofur or two Doses of Cloprostenol in a 14 day interval. Clinick for
Animal Reproduction, Faculty of Veterinary Medicine, Freie Universitat Berlin.
Germany.

Kim-Yung Jun, Park-HeeSub, Kim-YongSu, Cho-Sung-Woo, Shin-DongSu, Lee-HeeLee, and


Kim-SueHee. 2006. Studies on the accurate diagnosis of reproductive failure in dairy
cows by ultrasonography. J. Vet. Clin. 23:133-143.

Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy L. 2007. Petujuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi
pada Sapi Potong. Pasuruan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Departemen Pertanian.

Sheldon, Martin. 2007. Endometritis In Cattle: pathogenesis, consequences for fertility,


diagnosis and therapeutic recommendation. Royal Veterinary College. University of
London.

Anda mungkin juga menyukai