Anda di halaman 1dari 48

ANEMIA

Masalah Kesehatan

Penurunan kadar Hemoglobin yang menyebabkan penurunan kadar oksigen

yang didistribusikan ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan berbagai

keluhan (sindrom anemia).

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Pasien datang ke dokter dengan keluhan lemah, lesu, letih, lelah, penglihatan

berkunang-kunang, pusing, telinga berdenging dan penurunan konsentrasi.

Faktor Risiko

 Ibu hamil

 Remaja putri

 Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka panjang

 Status gizi kurang

 Faktor ekonomi kurang

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Tanda Patognomonis

1. Mukokutaneus: pucat–indikator yang cukup baik, sianotik, atrofi papil

lidah (anemia defisiensi besi dan anemia pernisiosa), alopesia (anemia

defisiensi besi), ikterik (anemia hemolitik), koilonikia (anemia defisiensi

1
besi), glositis (anemia pernisiosa), rambut kusam, vitiligo (anemia

pernisiosa).

2. Kardiovaskular: takikardi, bising jantung

3. Respirasi: frekuensi napas (takipnea)

4. Mata: konjungtiva pucat

Tanda dan gejala lain dapat dijumpai sesuai dengan penyebab dari anemia

tersebut, yaitu:

1. Mata: dapat mencerminkan adanya manifestasi dari suatu anemia

tertentu (misal: perdarahan pada anemia aplastik)

2. Gastrointestinal: ulkus oral dapat menandakan suatu imunodefisiensi

(anemia aplastik, leukemia), colok dubur

3. Urogenital (inspekulo): massa pada organ genitalia wanita

4. Abdomen: hepatomegali, splenomegali, massa

5. Status gizi kurang

Faktor Predisposisi

1. Infeksi kronik

2. Keganasan

3. Pola makan (Vegetarian)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah: Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), leukosit, trombosit,

jumlah eritrosit, morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC,

retikulosit.

2
Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil

pemeriksaan darah dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.

Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:

Laki-laki: > 13 g/dl

Perempuan: > 12 g/dl

Perempuan hamil: > 11 g/dl

Klasifikasi

Catatan

Memakai bagan alur berdasarkan morfologi (MCH, MCV): hipokromik

mikrositer, normokromik normositer dan makrositer

3
Diagnosis Banding

1. Anemia defesiensi besi

2. Anemia defisiensi vit B12, asam folat

3. Anemia Aplastik

4. Anemia Hemolitik

5. Anemia pada penyakit kronik

Komplikasi

1. Gagal jantung

2. Syncope

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

Atasi penyebab yang mendasarinya. Jika didapatkan kegawatan (misal:

anemia gravis atau distres pernafasan), pasien segera dirujuk.

Pada anemia defisiensi besi:

 Anemia dikoreksi peroral: 3 – 4x sehari dengan besi elemental 50 – 65

mg

o Sulfas ferrosus 3 x 1 tab (325 mg mengandung 65 mg besi

elemental, 195; 39)

o Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64)

o Ferrous glukonat 3 x 1 tab (325; 39)

 Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat: mual, muntah,

heartburn, konstipasi, diare, BAB kehitaman

4
 Jika tidak dapat mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut maka

dilakukan koreksi parenteral segera.

Pada anemia defisiensi asam folat dan defisiensi B12

 Anemia dikoreksi peroral dengan:

- Vitamin B12 80 mikrogram (dalam multivitamin)

- Asam folat 500 – 1000 mikrogram (untuk ibu hamil 1 mg)

 Koreksi cepat (parenteral atau i.m) oleh dokter spesialis

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)

 Anemia defisiensi besi: ferritin serum, SI, TIBC

 Anemia hemolitik: bilirubin, LDH, tes fragilitas osmotik, Acid Ham’s test,

tes Coombs‟

 Anemia megaloblastik: serum folat, serum cobalamin

 Thalassemia: elektroforesis hemoglobin

 Anemia aplastik atau keganasan: biopsi dan aspirasi sumsum tulang

Konseling & Edukasi

Prinsip konseling pada anemia adalah memberikan pengertian kepada pasien

dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga

meningkatkan kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan

kualitas hidup pasien.

Kriteria rujukan

 Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).

5
 Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi

dokter layanan primer, dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.

Sarana Prasarana

Pemeriksaan Laboratorium Sederhana.

Prognosis

Vitam: Bonam

Fungsionam: Dubia ad bonam

Sanationam: Dubia ad bonam

Prognosis sangat tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit

yang mendasarinya teratasi, dengan nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.

Referensi

1. Braunwald, Fauci, Hauser, editor. Harrison‟s Principals of Internal

Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill, 2008.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.

Rekam Medik

No. ICPC II: B82 Anaemia other/unspecified

No. ICD X: D64.9 Anaemia, unspecified

6
REFERENSI LAIN

ANEMIA

Anemia adalah suatu keadaan di mana terjdi penurunan volume/jumlah

sel darah merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin

(Hb) sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat, sehingga

terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan.

Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan

dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesis,

pemeriksaan fisis yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.

Sekitar 32,8 % siswa Sekolah Dasar (SD) di Jakarta masih menderita anemia

pada tahun 2003. Meski menurun dibandingkan tahun 2002, yang mencapai

angka 49,5 %, ada kecenderungan penderita anemia kambuh lagi jika tidak

ada bimbingan dan penyuluhan soal gizi kepada masyarakat.

Manifestasi klinis yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya

anemia, umur individu, mekanisme kompensasi tubuh seperti : peningkatan

curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh

hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke

organ-organ vital. Tingkat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasari,

dan parahnya anemia tersebut.

7
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian berdasarkan etiologinya:

1. Anemia defisiensi

Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit,

seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan

sebagainya.

2. Anemia aplastic

Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh

sumsum tulang.

3. Anemia hemoragik

Anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan

yang menahun.

4. Anemia hemolitik

Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang

berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia,

sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital, defisiensi

G6PD atau bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas

golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi darah.

Sedangkan berdasarkan morfologi dikenal tiga klasifikasi besar :

1. Anemia normositik normokrom, di mana ukuran dan bentuk sel-sel

darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah

8
normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu

menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah

akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,

gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif

metastatik pada sumsum tulang.

2. Anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah

merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi

hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini

diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat

DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.

3. Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti

mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV

rendah; MCHC rendah). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi

sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan

sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis

globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal

congenital).

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing,

lemah, gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps

sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan pucat (dilihat dari warna kuku,

telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva). Selain itu juga

terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti jaundice, urin

berwarna hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.

Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium seperti pemeriksaan sel darah merah secara lengkap,

9
pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi sumsum

tulang.

Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang

menyebabkannya seperti jika karena defisiensi besi diberikan suplemen besi,

defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat diberikan suplemen asam folat

dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah, splenektomi, dan

transplantasi sumsum tulang.

Eritrosit

Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang mengangkut oksigen.

Banyaknya oksigen yang diterima oleh jaringan bergantung kepada kadar

fungsi Hb yang tersedia, pola aliran darah yang efektif, dan keadaan jaringan

serta cairan yang menerima oksigen itu. Tiga variable utama yang berikatan

dengan hal ini adalah kadar hemoglobin dalam darah (dalam gram/dL),

hematocrit (Ht) atau persen eritrosit dalam seluruh volume darah, dan jumlah

absolut eritrosit dalam darah (dalam juta per mm 3 darah). Dalam pemeriksaan

laboratorium eritrosit dikenal tiga indeks eritrosit rata-rata, terdiri dari Volume

Eritrosit Rata-rata (Mean Corpuscular Volume/MCV), Hemoglobin Eritrosit

Rata-rata (Mean Corpuscular Hemoglobin/MCH), dan Konsentrasi

hemoglobin Eritrosit Rata-rata (Mean Corpuscular Hemoglobin

Concentration/MCHC). MCV didapat dengan membagi Ht dengan jumlah

eritrosit (satuan mikrokubik atau femtoliter dalam SI), MCH didapat dengan

membagi kadar Hb dengan jumlah eritrosit (satuan pikogram), sedangkan

MCHC dihitung dengan membagi kadar Hb dengan Ht (dalam gram/dL).

Umur eritrosit berkisar hingga 120 hari.

10
Hemoglobin

Bagian-bagian molekul Hb mempunyai jalur pembentukan yang

berbeda. Setiap molekul Hb tersusun atas 4 kandungan hem yang identic dan

terikat pada 4 rantai globin yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai lagi

berlainan sesuai dengan jenis Hb yaitu : rantai beta untuk HbA, rantai delta

untuk HbA2, dan rantai gama untuk HbF. Pembentukan hem terjadi bertahap.

Dimulai dengan pembentukan kerangka porfirin, di mana porfirin tersusun

atas 4 cincin pirol yang tersusu simetris. Sintesis porfirin dimulai dengan

penyususnan rantai karbon (C) yang lurus, kemudian membentuk cincin.

Setelah beberapa perubahan dan pertukaran komponennya, keempat cincin

pirol berikatan membentuk protoporfirin yang tidak mengandung besi. Setelah

kerangka porfirin terbentuk, protoporfitin berikatan dengan besi menghasilkan

hem.

I. Anemia Defisiensi

Anemia defisiensi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu atau

beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit, seperti

defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.

Anemia defisiensi dapat diklasifikasikan menurut morfologi dan etiologi

menjadi 3 golongan :

a. Mikrositik Hipokrom

Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil, dibawah ukuran normal

(MCV<80 fL). Hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang

kurang dari normal (MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan

11
defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik atau

gangguan sintesis globin seperti pada penderita talasemia. Dari semua itu

defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia.

Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebebkan oleh

kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia ini

merupakan penyakit yang sering pada bayi dan anak yang sedang dalam

proses pertumbuhan dan pada wanita hamil yang keperluan besinya lebih

besar dari orang normal. Jumlah besi dalam badan orang dewasa adalah 4-5

gr sedang pada bayi 400 mg, yang terdiri dari : masa eritrosit 60 %, feritin dan

hemosiderin 30 %, mioglobin 5-10 %, hemenzim 1 %, besi plasma 0,1 %.

Kebutuhan besi pada bayi dan anak lebih besar dari pengelurannya karena

pemakaiannya untuk proses pertumbuhan, dengan kebutuhan 8 mg/hari

sampai 10 mg/hari.

Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal.

Besi yang terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan

menjadi ion fero dengan bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke

usus halus dioksidasi menjadi bentuk feri, sebagian disimpan sebagai

senyawa feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah berikatan

dengan 1 globulin membentuk transferin yang berfungsi untuk mengangkut

besi dan selanjutnya didistribusikan ke dalam jairngan hati, limpa, dan

sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi

tubuh.

12
Berikut bagan metabolisme besi :

Adapun sumber besi dapat diperoleh dari

 makanan seperti : hati, daging telur, buah, sayuran yang mengandung

klorofil, terkadang untuk menghindari anemia defisiensi besi kedalam

susu buatan atau tepung untuk makanan bayi ditambahkan kandungan

besi namun terkadang dapat menimbulkan terjadinya hemokromatosis.

 Cadangan besi dalam tubuh

o Bayi normal/sehat cadangan besi cukup untuk 6 bulan

o Bayi prematur cadangan besi cukup untuk 3 bulan

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit bisa melalui urin, tinja, keringat, sel

kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit.

Sedangkan besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit

yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan digunakan lagi

untuk sintesa hemoglobin.

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal :

13
 Bayi 0,3 – 0,4 mg.hari

 Anak 4-12 tahun 0,4 – 1 mg/hari

 Laki-laki dewasa 1 – 1,5 mg/hari

 Wanita dewasa 1 – 2,5 mg/hari

 Wanita hamil 2,7 mg/hari

Etiologi

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

o Pertumbuhan

Pad bayi premature dan pada usia pertumbuhan cepat (pada

satu tahun pertama dan masa remaja).

o Menstruasi

2. Kurangnya besi yang diserap

o Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Pda satu tahun pertama kehidupan, bayi membutuhkan

makanan yang banyak mengandung besi. Pada bayi cukup

bulan kebutuhan besi yang diserap kurang lebih 200 mg pada

satu tahun pertama (0,5 mg/hari). Pada bayi yang mendapatkan

ASI eksklusif lebih jarang ditemukan kekurangan besi pada

enam bulan pertama, hal ini disebabkan besi yang terkandung

dalam ASI lebih mudah diserap (40%) dibandingkan besi yang

terkandung dalam susu formula (10%).

o Malabsorpsi besi

Keadaan ini terjadi pda anak kurang gizi yang mukosa usunya

mengalami perubahan secara histologis dan fungsional. Pada

14
orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total

sering disertai ADB walaupun penderita mendapatkan cukup

besi. Asam lambung yang berkurang jumlahnya, serta makanan

lebih cepat melewati usus halus bagian atas menjadi alas utama

kurangnya penyerapan besi heme dan non heme.

3. Perdarahan

Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status

besi. Kehilangan darah sebanyak 1 ml akan mengakibatkan

kehilangan besi 0,5 mg, kehilangan darah 3 sampai 4 ml/hari

(1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative

besi. Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan saluran

cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, perdaraha

akibat obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid,

indometasin, NSAID), dan cacing (Ancylostoma duodenale dan

Necator americans).

4. Transfusi feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB

pda akhir masa fetus dan awal usia neonatus.

5. Hemoglobinuria

Ditemukan pada anak dengan katup jantung buatan.

6. Iatrogenic blood loss

Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium.

7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis

15
Penyakit yang jarang terjadi ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat

dan berulang, serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini

dapat menurunkan Hb drastic hinggal 1,5 sampai 3 g/dL dalam 24 jam.

8. Latihan yang berlebihan

Terjadi pada atlet yang berolahraga berat seperti lintas alam. Perdarahan

saluran cerna yang tidak tampak sebagian akibat iskemia yang hilang timbul

pada usus selama latihan berat terjadi pda 50% pelari.

Patofisiologi

ADB terjadi akibat keseimbangan negative besi yang berlangsung lama.

Terdapat tiga tahapan defisiensi besi,yaitu :

1. Iron depletion atau Storage iron deficiency

DItandai dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan

besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada saat ini

terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun,

pemeriksaan lain untuk mengetahui kurangnya besi masih normal.

2. Iron deficient erythropoietin atau Iron limited erythropoiesis

Didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoesis. Dari

hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai besi serum yang menurun

dan saturasi transferrin menurun, sedangkan total iron binding capacity

(TIBC) dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

3. Iron deficiency anemia

16
Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup

sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Pada gambaran darah tepi didapatkan

mikrositosis dan hipokromik yang progresif.

Tabel 1. Tahapan kekurangan besi

Hemoglobin Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

(normal) (sedikit (mikrositik/

menurun)
hipokromik)

Cadangan besi (mg) < 100 0 0

Fe serum (ug/dL) Normal < 60 < 40

TIBC (ug/dL) 360-390 > 390 > 410

Saturasi transferrin 20-30 < 15 < 10

(%)

Ferritin serum < 20 < 12 < 12

(ug/dL)

Sideroblas (%) 40-60 < 10 < 10

FEP (ug/dL eritrosit) > 30 > 100 >200

MCV normal normal menurun

Gejala klinis

Manifestasi klinis dari ADB terjadi perlahan, biasanya tidak

diperhatikan baik oleh penderita ataupun keluarganya. Pada diagnosis ringan,

ADB ditegakkan hanya dari temua laboratorium saja. Pda umumnya gejala

17
yang disadari adalah pucat. Pada penderita dengan kadar Hb 6-10 mg/dL

terjadi mekanisme kompensasi efektif sehingga gejala anemia hanya bersifat

ringan. Sedangkan pada saat kadar Hb turun < 5 g/dL terlihat gejala iritabel

dan anoreksia yang lebih jelas. Apabila anemia terus berlanjut dapat terjadi

takikardi, dilatasi jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang

dengan kadar Hb < 3-4 g/dL pasien tidak mengeluh karena sudah terjadi

mekanisme kompensasi, sehingga beratnya gejala klinis sering tidak sesuai

dengan kadar Hb.

Beberapa gejala non-hematologik yang dapat terlihat antara lain :

 Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan kelainan seperti

koilonikia (bentuk kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papil

lidah, postcricoid oesophageal webs dan perubahan mukosa lambung

dan usus.

 Intoleransi latihan : penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh

 Termogenesis abnormal : ketidakmampuan tubuh untuk

mempertahankan suhu tubuh normal saat udara dingin

 Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun diakibatkan fungsi leukosit

yang tidak normal. Pada penderita ADB kemmapuan neutrophil

memiliki kemampuan fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh

E. coli dan S. aureus menurun.

Laboratorium

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :

o pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)

18
o pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, morofolgi darah tepi

o pemeriksaan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferrin,

FEP, ferritin)

o apusan sumsum tulang

Pemeriksaan HB dan atau Ht merupakan hal pertama untuk

menentukan pemeriksaan lanjutan dalam diagnosis ADB. Selain itu nilai

indeks eritrosit MCV, MCH, dan MCHC juga menurun sejajar dengan

penurunan Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, tetapi pada keadaan berat

akibat perdarahan jumlahnya meningkat. Pada gambaran morfologi darah tepi

ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis

(dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit, dan sel fragmen).

Pada pemeriksaan leukosit biasa dalam batas normal, tetapi pada ADB

yang berlangsung lama dapat ditemukan granulositosis, dan pada anemia

karena cacing sering ditemukan eosinophilia. Pada pemeriksaan trombosit

didapatkan peningkatan 2-4 kali dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi

pda penderita dengan perdarahan massif. Apabila terjadi trombositopenia

kemungkinan anemia yang terjadi adalah anemia yang sangat berat.

Pada pemeriksaan status besi dilakukan pemeriksaan Fe serum untuk

menentukan jumlah besi yang terikat pada transferrin dan pada penderita

ADB didapatkan nilai serum yang menurun. Pemeriksaan TIBC dilakukan

untuk mengetahui jumlah transferrin yang berada dalam sirkulasi dalam

darah, pada penyakit ini ditemukan nilai TIBC yang meningkat. Saturasi

transfertin dapat diketahui dengan menghitung Fe serum/TIBC x 100%, nilai

ini menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai

19
penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan

cadangan besi dalam tubuh. Bila nilai < 16% menunjukkan suplai besi yang

tidak adekuat untuk mendukung eritropoesis. Nilai saturasi transferrin (ST) <

7%, diagnosis ADB dapat ditegakkan, sedangkan pada kadar 7-16% dapat

dipakai untuk mendiagnosis ADB didukung oleh nilai MCV yang rendah atau

pemeriksaan lainnya. Kadar FEP ditentukan muntuk mengetahui kecukupan

penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang, karena pada pembentukan

eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk

heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadi penumpukan

porfirin dalam sel. Nilai FEP > 100mg/dL eritrosit menunjukkan adanya ADB.

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi ADB lebih dini. Apabila terjadi peningkatan

FEP dan penurunan ST, merupakan tanda ADB yang progresif. Kadar ferritin

serum dihitung untuk menunjukkan jumlah cadangan besi tubuh. Bila ferritin

kurang dari 10-12 ug/dL menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan besi

dalam tubuh.

Diagnosis

Beberapa kriteria diagnosis untuk menentukan anemia defisiensi besi :

1. WHO

 Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

 Ht < 31% (N : 32-35%)

 Kadar Fe serum < 50ug/dL (N: 80-180 ug/dL)

 Saturasi transferrin < 15 % (N : 20-50%)

20
2. Cook and Monsen

 Anemia hipokrom mikrositik

 Saturasi transferrin < 16%

 Nilai FEP > 100ug/dL eritrosit

 Kadar ferritin serum 12 ug/dL

 Minimal 2 dari 3 kriteria (ST, ferritin, dan FEP harus dipenuhi)

3. Lanzkowsky

 Hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV,

MCH, dan MCHC yang menurun

 Red cell distributuion width > 17%

 FEP meningkat

 Feritin serum menurun

 Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%

 Respon tubuh terhadap pemberian preparat besi

o Retikulosit mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah

pemberian besi

o Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0.4 g/dL/hari

atau Ht meningkat 1%/hari

 Sumsum tulang

o Tertundanya maturasi sitoplasma

o Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi,

atau besi berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial

pemberian preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya

anemia subklinis dengan melihat respons Hb terhadap pemberian preparat

21
besi. Prosedurnya sangat mudah, praktis, sensitive, dan ekonomis terutama

pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian

preparat besi dosis 6 mg/kg/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar

Hb 1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa penderita mengalami ADB.

Selain anemia defisiensi besi, ada keadaan lain dimana gambaran morfologi

darah tepinya menggambarkan anemia hipokrom mikrositik, antara lain

talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis.

Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB

Pemeriksaan lab ADB Talasemia minor Anemia penyakit

kronis

MCV Menurun Menurun Normal/ menurun

Fe serum Menurun Normal Menurun

TIBC Meningkat Normal Menurun

Saturasi trasnferin Menurun Normal Menurun

FEP Meningkat Normal Normal/ meningkat

Feritin serum Menurun Normal Menurun

Tatalaksana

1. Pemberian preparat besi

 Per oral

Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat, dan

suksinat. Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena

harganya yang murah. Untuk penyerapan sama baik ferrous

glukonat, fumarat, maupun suksinat. Untuk bayi tersedia preparat

22
besi tetes (drop). Untuk mendapatkan respons pengobatan

diberikan 4-6 mg besi elemental/kg/hari. DOsis obat dihitung

berdasarkan besi elemental yang ada dalam garam ferrous. Pada

ferrous sulfat mengandung 20% besi elemental. Dosis yang terlalu

besar akan menimbulkan efek samping pada pencernaan dan tidak

memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi

terbaik adalah saat lambung kosong, diantara dua waktu makan,

tetapidapat memberikan efek pada saluran cerna. Untuk

mengatasinya pemberian besi dapat diberikan saat makan atau

segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat

sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Preparat

besi harus diberikan selama 2 bulan terus-menerus setelah anemia

teratasi.

 Parenteral

Pemberian preparat secara intramuscular (IM) menimbulkan rasa

sakit dan biayanya mahal. Dapat juga menyebabkan limfadenopati

regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk meningkatkan Hb

tidak lebih baik disbanding per oral. Preparat yang sering dipakai

adalah dekstran besi, dosis dihitung berdasarkan :

Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dL) x

2,5

2. Transfusi darah

Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat

berat atau disertai dengan infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi.

23
Koreksi anemia berat dengan transfuse tidak perlu secepatnya, malah akan

membahayakan karena dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung.

Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk

menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu kadar respon

terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <

4 g/dL hanya diberikan PRC dosis 2-3 ml/kgBB per satu kali pemberian

disertai pemberian diuretic seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung

yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfuse tukar menggunakan

PRC yang sehat. Untuk menghitung kebutuhan transfusi dapat dihitung

dengan cara :

(Hb target – Hb pasien) x BB (kg) x jenis darah


Jenis darah : darah yang dibutuhkan

 PRC dikalikan 3


 WB dikalikan 6

3. Pencegahan

Untuk pencegahan ADB dapat dilakukan beberapa hal pada awal masa

kehidupan :

 Meningkatkan ASI eksklusif

 Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun

sehubungan dengan resiko terjadinya perdarahan saluran cerna

yang tersamar pada beberapa bayi

24
 Memberikan makanan pada bayi yang mengnadung besi serta

makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada

usia 4-6 tahun (saat memperkenalkan makanan padat)

 Memberikan suplementasi Fe kepada bayi kurang bulan

 Pemakaian PASI yang mengandung besi.

Secara umum, untuk mencegah kekurangan besi dapat dilakukan hal

berikut :

 Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama hewani

yang mudah diserap, ditambahn dengan konsumsi makanan

yang mengandung vitamin C dan A.

 Menambah masukan besi ke dalam makanan sehari-hari.

 Suplementasi besi.

b. Makrositik Normokrom (Megalobalstik)

Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal tetapi

normokrom karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV >100 fL, MCHC

normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam

nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.

1. 1. Anemia Defisiensi Asam Folat

Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam

folat dalam tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam

folat dapat diperoleh dari hati, ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri

diserap dalam duodenum dan yeyenum bagian atas, terikat pada protein

plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa adanya asupan folat,

25
persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Berikut

metabolisme asam folat :

etiologi

 kekurangan masukan asam folat

 gangguan absorpsi

 kekurangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan

postgastrektomi

 infeksi parasit

 penyakit usus dan keganasan

 obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat seperti metotrexat

gejala klinis

 pucat

 lekas letih dan lemas

 berdebar-debar

 pusing dan sukar tidur

 tampak seperti malnutrisi

 glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit)

 diare dan kehilangan nafsu makan

26
laboratorium

 Hb menurun, MCV >96 fL

 Retikulosit biasanya berkurang

 Hipersegmentasi neutrofil

 Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml)

 SSTL eritropoetik megaobalstk, granulopoetik, trombopoetik

Terapi

 Asam folat 3X5 mg/hari untuk anak

 Asam folat 3X2,5 mg/hari untuk bayi

 Atasi faktor etiologi

2. Anemia Defisiensi Vitamin B12

Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang

mengandung sumber hewani seperti daging dan telur. Vitamin B 12 merupakan

bahan esensial untuk produksi sel darah merah dan fungsi sistem saraf

secara normal. Anemia jenis ini biasanya disebabkan karena kurangnya

masukan, panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung dan ileum

terminale, malabsorpsi dan lain-lain. Adapun gejala dari penyakit ini berupa

penurunan nafsu makan, diare, sesak napas, lemah, dan cepat lelah. Untuk

pengobatannya dapat diberikan suplementasi vitamin B12.

27
c. Anemia Dimorfik

Suatu campuran anemia mikrositik hipokrom dan anemia megaloblastik.

Biasanya disebabkan oleh defisiensi dari asam folat dan besi. Dari hasil

pemeriksaan laboratorium didapatkan :

 hipokrom makrositik

 mikrositik normokrom

 MCV, MCH, MCHC mungkin normal

 SI menurun sedikit

 IBC agak menurun

 SSTL terlihat gejala campuran dari kedua jenis anemia

Untuk terapi dapat diberikan : preparat besi dan asam folat

II. Anemia Aplastik / Pansitopenia

Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi

sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL,

sehingga penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah

merah, sel darah putih dan trombosit.Secara morfologis sel-sel darah merah

terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang,

biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering

dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan

lemak. Anemia aplastik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

28
1. Kongenital

Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan

clinical onset 1,5-22 tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah

sindrom fanconi yang bersifat constitusional aplastic anemia resesif autosom,

pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital lain seperti mikrosefali,

mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi

kulit.

disebabkan oleh :

 radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif

 zat kimia seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb

 obat seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide,

fenilbutazon.

 Individual seperti alergi

 Infeksi seperti IBC milier, hepatitis

 Lain-lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin

 Yang paling sering bersifat idiopatik

 Pucat, lemah, anorexia, palpitasi

 Sesak napas karena gagal jantung

 Aplasi sistem hematopoetik seperti ikterus, limpa/hepar membesar,

KGB membesar

 Anemia karena eritropoetik menurun retikulositopenia,Hb,Ht,

eritrosit menurun

 Perdarahan oleh karena trombopoetik menurun

trombositopenia

29
 Rentan terhadap infeksi oleh karena granulopoetik menurun

netropenia

 Bersifat berat dan serius

Gejala klinis

Laboratorium

 Anemia hipokrom normositik dan makrositik

 Retikulosit menurun

 Leukopenia

 Trombositopenia

 Kromosom patah

 SSTL hipoplasia / aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau

jaringan penyokong

Terapi

 Prednison /kortikosteroid 2-5 mg/KgBB/hari secara oral

 Androgen/testosteron 1-2 mg /KgBB/ hari secara parenteral

 Transfusi darah bila perlu

 Pengobatan terhadap infeksi sekunder

 Makanan lunak

 Istirahat

 Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, antithymocyte

globulin (ATG) untuk pasien tua.

30
III. Anemia Hemolitik

Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur

eritrosit 100-120 hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya

penghancuran eritrosit sehingga dapat menimbulkan gejala anemi, bilirubin

meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan sumsum tulang untuk

mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif

eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti,

retikulosit meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun

gejala klinis penyakit ini berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas,

jaundice, urin berwarna gelap, dan pembesaran limpa. Penyakit ini dapat

dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :

a. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)

Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam

metabolisme eritrosit sendiri. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit

 Sferositosis

Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl

hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus,

jumlah retikulosit meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini

disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih

menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat

menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi

31
darah dalam keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan

dan anak yang agak besar (2-3 tahun), roboransia.

 Ovalositosis (eliptositosis)

50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan,

hemolisis tidak seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi

proses hemolisis.

 A beta lipoproteinemia

Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada

dinding sel.

 Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah

 Defisisnsi vitamin E

1. 2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme

dalam eritrosit

 Defisiensi G6PD

akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi.

Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi

eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Diturunkan secara

dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki. Proses

hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat

32
anti malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir.

Gejala klinis yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice

dan pembesaran hepar. Untuk terapi bersifat kausal.

 Defisiensi glutation reduktase

Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.

 Defisiensi glutation

Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.

 Defisiensi piruvat kinase

Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak

terlalu berat. Khas dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3

difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi, untuk terapi dapat dilakukan

tranfusi darah.

 Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI)

Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan

hapusan darah tepi tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot

bnersiaft lebih berat.

 Defisiensi difosfogliserat mutase

 Defisiensi heksokinase

 Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase

33
Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan

dengan pemeriksaan biokimia.

2. Hemoglobinopatia

Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari

2 % dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan

bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan

konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai

keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan

Hemoglobin ini yaitu :

 gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)

misal HbE, HbS dan lain-lain.

 Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal

talasemia

b. Gangguan Ektrakorpuskular

Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler, biasanya penyebabnya

merupakan faktor yang didapat (acquired) dan dapat disebakan oleh :

1. obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air),

toksin (hemolisisn) streptokokkus, virus, malaria.

2. hipesplenisme

3. anemia akibat penghancuran eritrosit karena reaksi antigen-antibodi.

Seperti inkompabilitas golongan darah, alergen atau hapten yang

berasal dari luar tubuh, bisa juga karena reaksi autoimun.

34
Pengobatan

Pemberian transfusi darah dapat menolong penderita, dapat pula diberikan

prednison atau hidrokortison dengan dosis tinggi pada anemia hemolitik imun

ini.

IV. Anemia Post Hemoragik

Terjadi akibat perdarahan masif atau perdarahan menahun seperti kehilangan

darah karena kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum,

hemoroid.

a. Kehilangan darah mendadak

1. Pengaruh yang timbul segera

 kehilangan darah yang cepat akan menimbulkan reflek kardiovaskular

sehingga terjadi kontraksi arteriola, penurunan aliran darah keorgan

yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan

peningkaata aliran darah keorgan vital (otak dan jantung).

 Kehilangan darah 12-15% : pucat, takikardi, TD normal/menurun

 Kehilangan darah 15-20% : TD menurun, syok reversibel

 Kehilangan darah >20% : syok reversibel

 Terapi : transfusi darah dan plasma

2. Pengaruh lambat

 pergeseran cairan ektraseluler ke intraseluler sehingga terjadi

hemodilusi

35
 gejala : leukositosis (15.000-20.000/mm3), Hb, Ht, eritrosit menurun,

eritropoetik meningkat, oligouria / anuria, gagal jantung.

 Terapi dapat diberikan PRC

b. Kehilangan darah menahun

Berupa gejala defisiensi besi bila tidak diimbangi dengan masukan suplemn

besi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000

2. Sylvia A.Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

buku 2. EGC. Jakarta. 1995

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 . Percetakan

Info Medika. Jakarta. 2002

4. Richard E.Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 2 edisi 15.

EGC. Jakarta. 2000

5. Rita Nanda, MD. Departement of Hematology/Oncology. University of

Chicago Medical Centre. Chicago. Review provided by VeriMed

Healthcare Network.

6. Stephen Grund, MD, PhD. Chief of Hematology/Oncology and Director

of The George Bray Cancer Center at New Britain General Hospital.

New Britain. Review provided by VeriMed Healthcare Network.

36
7. Marcia S.Brose, MD, PhD. Assistant Profesor Hematology/Oncology.

The University of Pennsylvania Cancer Center. Philadelphia. Review

provided by VeriMed Healthcare Network.

8. Beutler E. G6PD deficiency. Blood 1994;84:3613-36.

9. S, Estwick D, Peddi R. G6PD deficiency: its role in the high prevalence

of hypertension and diabetes mellitus. Ethn Dis 2001;11:749-54..

10. Mehta A, Mason PJ, Vulliamy TJ. Glucose-6-phosphate

dehydrogenase deficiency. Baillieres Best Pract Res Clin Hae

37
ANEMIA

Pengertian

Anemia adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar

hemoglobin atau jumlah eritrosit dalam darah kurang dari nilai standar

(normal).Anemia bisa juga disebabkan oleh kehilangan darah dalam jumlah

banyak akibat kecelakaan, karena ketidakmampuan tubuh memproduksi sel

darah merah yang cukup, dan bisa juga disebabkan oleh kelainan bawaan

atau genetik (keturunan). Ukuran hemoglobin normal

· Laki-laki sehat mempunyai Hb: 14 gram – 18 gram

· Wanita sehat mempunyai Hb: 12 gram – 16 gram Tingkat pada anemia

· Kadar Hb 10 gram – 8 gram disebut anemia ringan

· Kadar Hb 8 gram – 5 gram disebut anemia sedang.

· Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat.

Jenis dari anemia sendiri bermacam-macam karena dibedakan

menurut faktor penyebabnya. Berikut ini adalah diagnosa penyebab anemia

menurut ilmu kedokteran:

Ø Anemia hemoragi

Anemia hemoragi disebabkan oleh kehilangan darah akut. Sumsum

tulang secara bertahap akan memproduksi sel darah merah baru untuk

kembali ke kondisi normal

Ø Anemia defisiensi zat besi

Anemia jenis ini terjadi sebagai akibat dari penurunan asupan

makanan, penurunan daya absorbsi, atau kehilangan zat besi secara

berlebihan

38
Ø Anemia aplastik

Anemia aplastik atau sumsum tulang tidak aktif ini ditandai dengan

penurunan sel darah merah secara besar-besaran. Hal ini dapat terjadi

karena paparan radiasi yang berlebihan, keracunan zat kimia, atau kanker

Ø Anemia pernicious

Anemia pernicious ini disebabkan oleh tidak terdapatnya vitamin b12 di

dalam diri seseorang

Ø Anemia sel sabit (sickle cel anemia)

Ini merupakan jenis anemia yang dipengaruhi oleh faktor keturunan.

Anemia sel sabit disebabkan oleh molekul hemoglobin yang berbeda dari

hemoglobin normalnya karena penggantian salah satu asam amino pada

rantai polipeptida beta.

Hal ini menyebabkan sel darah merah terdistrosi menjadi bentuk sabit

dalam kondisi konsentrasi oksigen yang rendah. Sel - sel terdistorsi ini

menutup kapilar dan mengganggu aliran darah.

2. Tanda dan Gejala

Gejala anemia :

Bila anemia terjadi dalam waktu yang lama, konsentrasi Hb ada dalam

jumlah yang sangat rendah sebelum gejalanya muncul. Gejala- gejala

tersebut berupa :

· asimtomatik : terutama bila anemia terjadi dalam waktu yang lama

· letargi

· nafas pendek atau sesak, terutama saat beraktfitas

39
· pusing

· palpitasi

sedangkan, tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan saat

pemeriksaan yaitu :

· pucat pada membrane mukosa, yaitu mulut, konjungtiva, kuku.

· sirkulasi hiperdinamik, seperti takikardi, pulse yang menghilang, aliran

murmur sistolik.

· gagal jantung

· perdarahan retina

tanda-tanda spesifik pada pasien anemia diantaranya :

· glossitis : terjadi pada pasien anemia megaloblastik, anemia defisiensi besi

· stomatitis angular : terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.

· jaundis (kekuningan) : terjadi akibat hemolisis, anemia megaloblastik

ringan.

· splenomegali : akibat hemolisis, dan anemia megaloblastik.

· ulserasi di kaki : terjadi pada anemia sickle cell

· deformitas tulang : terjadi pada talasemia

· neuropati perifer, atrofi optik, degenerasi spinal, merupakan efek dari

defisiensi vitamin b12.

· garing biru pada gusi (burton’s line), ensefalopati, dan neuropati motorik

perifer sering terlihat pada pasien yang keracunan metal.

40
3. Penyebab

Penyebab anemia umumnya adalah :

- Kurang gizi (malnutrisi)

- Kurang zat besi dalam diet.

- Malabsorpsi

- Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang lalu, dan lain-lain.

- Penyakit – penyakit kronik: TBC, Paru-paru, cacing usus, malaria, dan

lain-lain.

4. Patofisiologi

Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai

sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik

(syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan

kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada

anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel,

dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia

41
dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa

dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera

(warna pucat pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan

kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika

anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan

jantung(Sjaifoellah, 1998).

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau

kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan

sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor

atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah

dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat

akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah

merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau

dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil

samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap

kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan

peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5

mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada

kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma

(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas

haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk

mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan

kedalam urin (hemoglobinuria).

42
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh

penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak

mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:

1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah;

2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan

cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya

hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

43
5. KEADAAN UMUM YANG BIASA DITEMUKAN

5.1 Intoleransi aktivitas

Tanda : kelemahan, banyak istirahat, palpitasi, takikardi, peningkatan TD,

dispnea.

Kriteria evaluasi : peningkatan toleransi aktivitas ; nadi, pernafasan dan

tekanan darah normal.

Intervensi :

o Kaji kemampuan melakukan tugas, catat adanya kelelahan dan kesulitan

melakukan tugas

o Kaji gangguan keseimbangan jalan dan kelemahan otot

o Awasi vital sign selama dan sesudah aktivitas

o Ubah posisi perlahan, pantau terhadap pusing

o Beri bantuan aktivitas/ambulasi bila perlu

o Anjurkan menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas pendek,

kelemahan dan pusing.

5.2 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tanda : penurunan BB, perubahan mukosa mulut ; kehilangan tonus otot

Kriteria evaluasi :peningkatan BB/stabil dengan nilai Laboratorium normal ;

tidak ada tanda malnutrisi

Intervensi :

o Observasi dan catat masukan makanan

o Timbang berat badan setiap hari

o Observasi mual/muntah, flatus dan gejala lain

44
o Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik

o Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka

o Pantau hasil lab : Hb/Hmt, protein, besi, B12, asam folat dan elektrolit serum

o Beri obat sesuai interuksi : vitamin, mineral, besi oral

o Beri diet halus, rendah serat, tidak merangsang

5.3 Resiko tinggi terhadap infeksi

Kriteria evaluasi : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah resiko

infeksi, meningkatkan penyembuhan luka dan bebas demam.

Intervensi :

- Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan klien

- Pertahankan tehnik aseptic

- Berikan perawatan kulit, perianal dan oral

- Tingkatkan masukan cairan adekuat

- Pantau dan batasi pengunjung, beri isolasi

- Pantau suhu

- Ambil spesimen untuk kultur sesuai indikasi

- Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik

5.4 Kerusakan integritas kulit/resiko kerusakan integritas kulit

Kriteria evaluasi : Mengidentifikasi factor-faktor perilaku untuk mencegah

cidera kulit.

Intervensi :

- Catat adanya perubahan pada turgor, warna, hangat local, eritema

- Ubah posisi secara periodic

45
- Ajarkan agar kulit tetap kering dan bersih

- Bantu latihan rentang gerak pasif

- Gunakan alat pelindung ; kasur tekanan udara, bantal sesuai indikasi

5.5 Konstipasi/diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan

pencernaan, efek samping terapi oral.

Tanda : perubahan frekuensi, karakteristik dan jumlah feces ;

mual/muntah ; anoreksia; nyeri abdomen tiba-tiba, gangguan bunyi usus.

Kriteria evaluasi : fungsi usus normal ; perubahan perilaku hidup yang

diperlukan sebagai penyebab.

Intervensi :

- Observasi warna, konsistensi, frekuensi, jumlah.

- Auskultasi bunyi usus

- Awasi masukan/keluaran

- Dorong masukan 2500-3000 ml

- Konsul dengan ahli gizi : diet tinggi serat

- Berikan pelembek feces atau enema sesuai indikasi

- Berikan obat anti diare sesuai indikasi

5.6 Perubahan perfusi jaringan

Kemungkinan dibuktikan oleh :

palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh,

ekstremitas dingin, penurunan haluaran urine, penurunan tekanan darah

capilari refill melambat, disorientasi.

46
Kriteria evaluasi : menunjukkan perfusi adekuat ; tanda vital stabil,

membrane mukosa berwarna merah muda, capilari refill baik, mental baik.

Intervensi :

- Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa

dan kuku

- Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi

- Awasi upaya pernafasan : auskultasi bunyi nafas

- Selidiki keluhan nyeri dada dan palpitasi

- Kaji respon verbal melambat, agitasi bingung

- Catat keluhan dingin, pertahankan suhu lingkungan sesuai indikasi

- Awasi pemeriksaan laboratorium : Hb, Mmt dan jumlah eritrosit

- Berikan sel darah merah sesuai indikasi

- Berikan oksigen sesuai indikasi

6. Komplikasi

Anemia sel sabit dapat menghancurkan organ-organ tubuh. Nyeri dan

pembengkakan di jari kaki dan pergelangan kaki merupakan salah satu tanda

pertama anemia sel sabit. Penyumbatan pembuluh darah juga dapat

menimbulkan rasa sakit di tangan.

Sel darah merah sabit bisa menghalangi aliran darah ke berbagai

organ, termasuk limpa, paru-paru, otak, mata, dan pembuluh darah yang

menyuplai jantung serta paru-paru.

Komplikasi yang mungkin terjadi akibat anemia sel sabit diantaranya

adalah:

1) infeksi

47
2) pneumonia

3) kerusakan mata

4) kecacatan akibat stroke hemoragik atau stroke iskemik (karena kekurangan

oksigen ke otak)

5) pembesaran limpa

6) hipertensi arteri paru-paru (peningkatan tekanan dalam paru-paru)

7) ulcer (borok) di kaki karena buruknya aliran darah ke kulit

8) gagal ginjal

9) batu empedu, karena terlalu banyak sel darah merah yang hancur maka

bilirubin dalam aliran darah menjadi banyak sehingga dapat menyebabkan

batu empedu.

10) mual dan sakit perut karena serangan pada kandungan empedu dan batu

empedu

Daftar Pustaka

Carapedia. Diagnosa Penyebab anemia :

http://carapedia.com/diagnosa_penyebab_anemia_info2231.html

Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Anemia :

http://baihidlajiandra.blogspot.com/2011/12/patofisiologi-dan-manifestasi-

klinis.html

48

Anda mungkin juga menyukai