Anda di halaman 1dari 17

NAMA : Indirasari Cynthia Setyoparwati

NIM : 041714253016

KELAS : A2P

PART A

1. Corporate Governance yaitu suatu mekanisme yang wajib diterapkan untuk

menjalankan suatu perusahaan. Perlunya dalam menerapkan tata kelola

perusahaan agar perusahaan tersebut dapat mengatasi resiko atau masalah

yang muncul. Dengan adanya penerapan tata kelola perusahaan, dapat

dipastikan perusahaan tersebut akan menjadi lebih baik sesuai harapan

dalam kepentingan khususnya untuk shareholder dan stakeholder.

Penerapan tata kelola perusahaan pun harus dengan adanya organ-organ

dalam perusahaan, antara lain selalu diadakannya Rapat Umum Pemegang

Saham yang biasa disingkat menjadi RUPS, adanya komisaris, dan juga

direktur dalam suatu perusahaan tersebut.

2. Pihak yang terlibat dalam tata kelola perusahaan dan perannya:

 Rapat Umum Pemegang Saham: kegiatan wajib yang harus dilakukan

suatu perusahaan yang mengundang para pemegang saham perusahaan.

Kewenangan RUPS yaitu mengangkat atau memberhentikan,

mengevaluasi kinerja anggota dewan komisaris dan dewan direksi,

menyetujui laporan tahunan.


 Dewan Komisaris: melakukan pengawasan ke dewan direksi dan

memberi nasihat kepada dewan direksi dalam hal kinerja perusahaan

agar lebih baik kedepannya.

 Dewan Direksi: bertanggjung jawab dalam hal manajemen perusahaan

dalam kesehariannya. Dewan direksi juga bertanggung jawab atas

RUPS.

 Dewan Komite: untuk membantu fungsi dewan direksi, mengawasi serta

memberikan nasihat kepada dewan direksi dan dewan komisaris dalam

hal kinerja perusahaan. dewan komite juga bertanggungjawab untuk

pembentukan suatu komite tertentu seperti komite audit.

 Auditor Eksternal: auditor yang kerjanya diluar perusahaan. auditor

eksternal dipilih langsung dalam RUPS oleh Depkeu. Bertugas untuk

melakukan pengaudit laporan keuangan perusahaan, setelah itu akan di

laporkan kepada dewan direksi perusahaan tersebut.

 Auditor Internal: bagian yang dapat memperbaiki tata kelola

perusahaan. Auditor internal bagian dalam suatu perusahaan itu sendiri.

 Sekretaris Perusahaan: bagian yang bertugas dalam RUPS,

mempersiapkan agenda yang akan digunakan dalam RUPS. Selain itu,

sebagai sekretaris perusahaan harus mempunyai informasi

perkembangan tentang bisnis perusahaan. Contohnya, perkembangan

informasi terkini tentang pasar modal.

3. Teori yang digunakan untuk menjelaskan tentang corporate governance:


 Agency Theory : yang menghubungkan antara pemegang saham yang

berposisi sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen

merupakan pihak yang bekerja demi kepentingan suatu pemegang

saham. Tapi dalam hal ini, terjadi suatu perbedaan kepentingan antara

manajemen dan prinsipal. Ketika manajemen tidak mengikuti suatu

perintah atau kepentingan pemegang saham akan terjadi agency

problem. Dari timbulnya suatu problem tersebut akan menimbulkan

agency cost, maka dari hal tersebut perlu dan pentingnya suatu

perusahaan memiliki tata kelola perusahaan.

 Resources – Based Theory: menjelaskan tentang suatu kinerja

perusahaan. Kinerja perusahaan tersebut akan menjadi optimal jika

perusahaan memiliki keunggulan kompetitif. Maka, dapat menghasilkan

suatu nilai lebih bagi perusahaan tersebut.

 Stakeholder Theory: manajemen selalu diharapkan untuk melakukan

kegiatan yang akan mendukung stakeholder. Seluruh stakeholder

mempunyai hak untuk kepentingan mereka. Dalam hal ini, perusahaan

tidak hanya memikirkan atau mementingkan shareholder saja.

 Stewardship Theory: teori ini adalah lawan dari agency theory. Dimana

di teori ini dijelaskan bahwa manajemen akan mengikuti semua perintah

atau kepentingan dari prinsipal yang akan menjadi tercapai suatu tujuan.

Manajemen akan selalu berusaha untuk bekerjasama dengan prinsipal.

Menurut saya, stewardship theory dimana manajemen dan prinsipal selalu

bekerjasama dalam hal untuk memenuhi suatu tujuan perusahaan.


4. One-tier System merupakan yang sering digunakan di Negara USA, UK, dan

Australia. Struktur dalam sistem ini terdiri dari RUPS, Board of Director

(BoD), dan Executive Manager. Dimana, peran dewan komisaris dan dewan

direksi yang biasa di sebut sebagai BoD dalam sistem ini dirangkap menjadi

satu. Hal ini, satu dewan bertugas untuk mengawasi jalannya tata kelola

perusahaan.

Two-tier System ini sering digunakan di Negara Eropa dan Indonesia pun

menggunakannya. Dalam sistem ini, struktur keanggotaan terdiri dari RUPS,

dewan komisaris, dewan direksi, dan manajemen. Peran dewan komisaris

dan dewan direksi terpisah tidak digabung seperti dalam one-tier system.

Sehingga, tugas dewan komisari di sini sebagai pengawas dan dewan direksi

sebagai eksekutif perusahaan.

Menurut saya, lebih bagus untuk menggunakan two-tier system karena

dewan komisaris akan menjadi lebih efektif dala menjalankan suatu tugas

tersebut dan fokus untuk mengawasi dewan direksi. Sedangkan, pada one-

tier system peran dewan komisaris dan direksi dirangkap menjadi satu,

dimana hal tersebut membuat perannya menjadi tidak fokus dalam hal

menjalankan tugasnya. Hal lain dalam one-tier system tidak ada kejelasan

tentang siapa yang menjalankan fungsi pengawasan karena hanya terdapat

fungsi pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh Chairman dan fungsi

pelaksana kebijakan dilakukan oleh CEO.


PART B

SKANDAL LAPORAN KEUANGAN

Di Asia, isu Good Corporate Governance telah muncul pada saat

terjadinya krisis perekonomian pada tahun 1997. Dampak terbesar dari krisis

perekonomian terseut yaitu banyak perusahaan yang berjatuhan atau mengalami

kebangkrutan karena tidak mampu bertahan. Salah satu penyebab hal itu adalah

karena pertumbuhan yang telah dicapai selama itu tidak dibangun kokoh sesuai

prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Hal tersebut dalam dilihat dari minimumnya melaporkan atau memaparkan

laporan keuangan dan kewajiban perusahaan, kurangnya dalam pengawasan dari

dewan komisaris, dewan direksi, serta auditor atas aktivitas yang dilakukan oleh

pihak manajemen, kurangnya insentif eksternal untuk mendorong terciptanya

efisiensi dalam perusahaan melalui suatu mekanisme persaingan yang fair.

Salah satu penyebab rentannya suatu perusahaan di Indonesia terhadap

gejolak perekonomian yaitu masih lemahnya penerapan Good Corporate

Government. Indonesia mengalami dampak yang cukup parah akibat krisis

perekonomian dan memakan waktu yang paling lama untuk memulihkan

keadaan perekonomian Indonesia dibandingkan dengan Negara Asia lainnya.

Tata kelola perusahaan merupakan suatu hal penting yang harus diterapkan

pada suatu perusahaan. Upaya dalam penerapan Good Corporate Government

sudah mulai dilakukan di Indonesia, baik dalam pemerintahan maupun swasta.

Good Corporate Government (GCG) merupakan konsep menyangkut hal


struktur perusahaan, pembagian tugas, tanggungjawab, dan kewenangan pada

masing-masing unsur struktur perusahaan. Prinsip-prinsip Good Corporate

Government yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.

8/14/PBI/2006 yaitu Transparasi, Akuntabilitas, Kewajaran, Tanggungjawab,

dan Independensi.

Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)

dibentuk pada tahun 1999 oleh Menko Perekonomian dan menerbitkan Pedoman

Nasiona Good Corporate Governance. Pada tahun 2004, Komite Nasional

Kebijakan Governance (KNKG) dibentuk sebagai pengganti Komite Nasional

Kebijakan Corporate Governance (KNKCG). Lembaga pemerintah Corporate

Governance seperti Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan

Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) juga ikut mendorong

pelaksanaan Good Corporate Governance.

Good Corporate Government menuntun sebuah perusahaan atau institusi

kearah keunggulan kompetitif yang nantinya dapat memberikan konstribusi

positif terhadap perkembangan perekonomian di Indoensia dan menjamin

kemakmuran semua masyarakat.

Di tengah upaya pemulihan dalam dunia perbankan dan perekonomian

yang diakibatkan oleh krisis ekonomi di Indonesia, telah terjadi pelanggaran

prinsip-prinsip Good Corporate Government dalam dunia pasar modal yaitu

kasus tentang skandal laporan keuangan yang telah dilakukan oleh PT. Bank

Lippo, Tbk.
Dalam PT. Bank Lippo ditemukan tiga buah laporan keuangan yang

dinyatakan telah diaudit, tetapi terjadi perbedaan dalam ketiga laporan keuangan

tersebut. Dari ketiga laporan keuangan PT. Bank Lippo, Tbk ternyata hanya ada

satu laporan keuangan tersebut per 30 September 2002 yang telah disampaikan

ke publik pada tanggal 28 November 2002. Dalam laporan keuangan tersebut

disebutkan bahwa total aktiva perseroan Rp. 24 Triliun Rupiah dan Laba Bersih

Rp. 98 Milyar Rupiah. Namun, laporan keuangan yang telah dilaporkan ke Bursa

Efek Berjangka pada tanggal 27 Desember 2002 disebutkan bahwa total aktiva

perusahaan PT. Bank Lippo, Tbk. berubah menjadi Rp. 22,8 Triliun Rupiah

(turun Rp. 1,2 Triliun Rupiah) dan perusahaan Rugi Bersih Rp. 1,3 Triliun

Rupiah.

Laporan keuangan per tanggal 30 September 2002 yang telah di audit

dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Kantor Akuntan Publik Prasetio,

Sarwoko & Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kokasih), dengan laporan

auditor independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating) yang

tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22

November 2002 dan catatann 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang telah

disampaikan kepada pihak manajemen PT. Bank Lippo, Tbk pada tanggal 6

Januari 2003.

Perbedaan laporan keuangan memunculkan kontroversi dan polemik. Pihak

manajemen memberikan alas an berpedaan hasil laporan keuangan tersebut dapat

tejadi karena adanya penurunan aset yang diambil alih atau yang biasa disebut

foreclosed asset dari Rp. 2,393 Triliun Rupiah turun menjadi Rp. 1,420 Triliun
Rupiah. Hal ini mengakibatkan keseluruhan neraca terjadi penurunan tingkat

kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) dari 24,77% turun menjadi

4,23%. Tetapi, beberapa pihak yang lain menduga bahwa perbedaan laporan

keuangan tersebut karena adanya manipulasi yang dilakukan oleh pihak

manajemen. Dugaan yang menyangkut masalah tersebut beralasan karena agunan

yang dijadikan aset berasal dari kelopok PT. Bank Lippo, Tbk itu sendiri. Yakni,

PT. Bukit Sentul, Tbk., PT. Lippo Karawaci, Tbk., dan PT. Panin Insurance,

Tbk.

Kemudian hal yang lain yang masih terkait dalam kasus di atas, dua

laporan keuangan perusahaan tersebut belum dilakukan pengauditan. Dalam

kedua laporan keuangan yang belum dilakukan pengauditan tersebut ternyata ada

pernyataan dari pihak manajemen terkait bahwa laporan keuangan tersebut di

susun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah dilakukan

pengauditan oleh KAP bersangkutan dengan pendapat yang wajar tanpa

pengecualian (Laporan keuangan PT Bank Lippo, Tbk yang diberitakan pada

surat kabar Harian Investor Indonesia pada tanggal 28 November 2002).

Pemuatan iklan tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo, Tbk

atas dasar ketentuan dari pihak Bank Indonesia. Selanjutnya, pernyataan dari

pihak manajemen PT. Bank Lippo, Tbk bahwa laporan keuangan tersebut adalah

laporan keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor

independen yang berisi opini akuntan publik dan per 30 September 2001 (untuk

Laporan Keuangan PT. Bank Lippo, Tbk. yang telah disampaikan kepada Bursa

Efek Berjangka) “tidak diaudit” (Singgih Nurseto, 2009).


Selain itu, adapun kasus lain dari PT. Bank Lippo, Tbk. Perusahaan

tersebut melanggar suatu hal dalam dunia pasar modal berupa perdagangan

memanfaatkan informasi yang diketahui dari orang dalam (insider trading).

Praktisi dalam dunia pasar modal Lin Che Wei mengatakan, selama 40 hari

perdagangan bursa yang dimulai pada tanggal 4 November 2002 sampai dengan

tanggal 10 Januari 2003 terjadi anomali dalam transaksi saham PT. Bank Lippo,

Tbk (LPBN). Hal itu diduga sengaja dilakukan perusahaan sekuritas yang

berafiliasi dengan Lippo Group serta beberapa perusahaan sekuritas lain yang

bersangkutan dan mempunyai hubungan dekat dengan kelompok tersebut.

Kejanggalan terjadi ketika satu menit menjelang penutupan pasar (pukul

15.59) sejumlah perusahaan sekuritas melakukan transaksi saham PT. Bank

Lippo, Tbk dengan volume hanya satu atau dua lot dengan harga yang selalu

lebih rendah daripada rata-rata harga yang sudah ditentukan pada hari itu.

Akibatnya, hampir setiap hari harga saham bank tersebut menjadi turun.

Dari kasus yang telah dijabarkan di atas diketahui bahwa pihak dari

manajemen PT. Bank Lippo Tbk. telah melakukan hal yang cukup lalai, yaitu

mencantumkan kata “audited” di dalam laporan keuangan yang sebenernya

belum dilakukan pengauditan. Pengumuman laporan keuangan merupakan

termasuk dalam prinsip Good Corporate Governance, dalam hal ini khususnya

masuk kedalam prinsip transparasi. Prinsip transparasi dapat dilhat bahwa suatu

kewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan hendaknya dilakukan

secara tepat dan secara professional. Seperti, menunjuk auditor yang mempunyai

ciri seperti independent, qualified, dan competent.


Perbuatan yang telah dilakukan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo,

Tbk yang telah melakukan hal yang bisa dibilang cukup lalai karena

mencantukan kata “audited” di dalam laporan keuangan yang kenyataanya belum

dilakukan pegauditan merupakan suatu hal yang dianggap tidak berhati-hati yang

merupakan tanggungjawab juga dari pihak manajemen PT. Bank Lippo, Tbk.

Hal tersebut dapat juga terjadi karena tidak adanya check dan balances atau

bisa juga disebut dengan pengawasan dan keseimbangan yang baik antara dewan

komisaris dan dewan direksi terhadap pihak manajemen PT. Bank Lippo, Tbk.,

yang telah menyampaikan dua laporan yang belum dilakukan pengauditan.

Maka, kesalahan dewan anggota direksi juga harus dapat dimintai

pertanggungjawaban karena telah melakukan hal yang lalai dalam pengawasan

terhadap pihak anggota manajemen PT. Bank Lippo, Tbk. Karena salah satu

tugas utama dewan direksi adalah melakukan pengawasan atas tugas-tugas yang

telah diberikan kepada pihak manajemen. Selain itu juga, dewan direksi wajib

melakukan tanggungjawab serta memberi masukan atau nasihat kepada pihak

manajemen apabila anggota manajemen melakukan hal yang salah.

Selain itu, dalam hal ini tanggungjawab komite audit di bidang laporan

keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan tersebut yang telah

dibuat oleh pihak manajemen memberikan suatu gambaran yang sebenarnya

terjadi tentang kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan, hasil usaha,

rencana dan komitmen perusahaan tersebut dalam jangka panjang. Dapat

disimpulkan bahwa peranan komite audit dalam PT. Bank Lippo, Tbk untuk
menciptakan sebuah mekanisme check and balances masih belum dapat terwujud

dan bisa dibilang juga belum masuk dalam kategori ideal.

Dalam hal ini, PT. Bank Lippo, Tbk termasuk masih belum bisa tergolong

dalam perusahaan yang mempunyai sistem Good Corporate Governance.

Perusahaan tersebut masih tegolong lemah dalam hal sistem tata kelola

perusahaan. Lemahnya penerapan prinsip GCG yang masuk dalam prinsip

akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo, Tbk., khususnya dalam hal pembuatan

laporan keuangan. Tidak hanya membuat laporan keuangan ganda, PT. Bank

Lippo, Tbk diduga telah menyalahgunakan jual beli saham di dalam pasar modal.

Terkait dalam kasus ini pun dapat menjadi pemicu perusahaan atau pihak

manajemen untuk memberikan informasi yang baik dan memberikan dampak

positif terhadap harga saham kemudian dapar mendorong perusahaan tersebut

melakukan kasus manipulasi akuntansi dengan menyajikan informasi untuk

menghindari terpuruknya harga saham.

Terjadinya hal seperti ini membuat keresahan terhadap para investor

dengan kreditur, kepercayaan para investor semakin menurun termasuk terhadap

PT Bank Lippo, Tbk. Kasus yang telah di alami oleh Bank Lippo dari

memanipulasi laporan keuangan dan menyalahgunakan jual beli saham di pasar

modal membuat turunnya saham. Pada awal tahun 2003, PT Bank Lippo, Tbk

mendapatkan hak untuk melakukan rencana penerbitan saham baru untuk

menambah modal dalam perusahaannya agar tidak terjadi kebangkrutan.

Ada dua prinsip Good Corporate Governance yang terkait dalam kasus PT.

Bank Lippo, Tbk, yaitu:


1. Transparency (Keterbukaan Informasi)

Pada prinsip ini, seharusnya PT. Bank Lippo memiliki kewajiban untuk

menginformasikan laporan keuangan yang seharusnya dilakukan secara

tepat dan secara professional dengan cara salah satunya menunjuk auditor

yang lebih independent, qualified, dan competent.

2. Accountability

Dalam prinsip accountability, hal yang telah dilakukan pihak

manajemen PT Bank Lippo, Tbk dianggap perbuatan yang lalai karena

telah mencantumkan kata “audited” di dalam laporan keuangan perusahaan

yang harusnya laporan keuangan tersebut belum dilakukan pengauditan.

Kejadian seperti itu merupakan sebuah bentuk ketidakhati-hatian yang

merupakan bagian dari tanggungjawab pihak manajemen PT. Bank Lippo,

Tbk.

Dalam hal melakukan transaksi jual beli saham di pasar modal

seharusnya PT. Bank Lippo mengikuti peraturan yang sudah disediakan

oleh Bursa Efek pasar modal. Dan, seharusnya untuk membuat laporan

keuangan yang baik mengacu pada pedoman yang telah dipercayai seperti

peraturan PSAK.

Dalam kasus PT. Bank Lippo, Tbk termasuk dalam kasus manajemen laba.

Manajemen laba sendiri dapat muncul sebagai dampak dari teori keagenan

(agency theory) yang terjadi karena adanya ketidakselarasan atau perbedaan

kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan


(agent). Jadi, dalam kasus ini teori yang dapat menjelaskan kasus terkait adalah

teori keagenan (Veronica dan Bachtiar, 2004).

Agar tidak terjadinya kasus seperti ini terjadi lagi, seharusnya semua

perusahaan harus mengikuti peraturan yang berlaku di pedoman SAK, termasuk

PT. Bank Lippo, Tbk seharusnya melakukan hal ini. Dengan memaparkan

laporan keuangan yang lebih tepat dan lebih baik agar terhindar dari kecurangan

dan kasus ketidakhati-hatian. Dan juga, melakukan transaksi jual beli saham

berdasarkan peraturan yang telah ditentukan oleh Bursa Efek Indonesia. Sikap

kepemimpinan dalam memimpin suatu perusahaan dan struktur tata kelola

perusahaan pada PT. Bank Lippo, Tbk perlu ditinjau lebih dalam lagi agar tidak

terjadi seperti kasus tersebut.


KESIMPULAN

Prinsip Good Corporate Governance yang telah dilanggar oleh PT Bank

Lippo Tbk. yaitu Prinsip Transparansi dan Prisip Akuntabilitas. Pelanggaran

yang termasuk dalam prinsip transparasi yaitu perbuatan pihak manajemen PT

Bank Lippo, Tbk seharusnya memiliki kewajiban untuk menginformasikan

laporan keuangan yang dilakukan secara tepat dan secara professional dengan

cara salah satunya menunjuk auditor yang lebih independent, qualified, dan

competent.

Sedangkan, pelanggaran yang tejadi yang termasuk dalam prinsip

akuntanbilitas, yaitu PT. Bank Lippo, Tbk telah melakukan hal yang dianggap

tidak berhati-hati dan lalai karena mencantumkan kata “audited” di dalam

laporan keuangan yang sebenarnya belum dilakukan pengauditan. Jadi, PT. Bank

Lippo termasuk dalam hal memanipulasi laporan keuangan. Melakukan suatu hal

yang dianggap lalai dan tidak berhati-hati, dan melanggar salah satu hak dasar

dari pemegang saham, seperti hak untuk menerima informasi secara tepat, benar,

dan professional.

Kemudian, kesalahan dari dewan direksi yang telah lalai dalam melakukan

pengawasan terhadap pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk. dan tidak dilakukan

check and balances yang baik dan benar antara dewan direksi dan dewan

komisaris dengan pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk,.

Dalam hal ini dianggap bahwa struktur tata kelola perusahaan dalam PT.

Bank Lippo, Tbk masih belum berjalan dengan baik dan dianggap masih
lemahnya penerapan Good Corporate Governance dalam perusahan tersebut.

Dalam kasus ini, telihat bahwa dewan komisaris dan dewan direksi masih belum

dapat melakukan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik.

Tugas utama dewan direksi dalam suatu perusahaan yaitu mengawasi

semua kegiatan yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh pihak manajemen.

Sepeti yang telah di lihat, dapat disimpulkan bahwa dewan direksi sendiri kurang

melakukan pengawasan terhadap pihak manajemen.


DAFTAR PUSTAKA

Forum for Corporate Governance. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite

Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan).

Jakarta.

Dewa Ayu Budiartini, et al. "Pelanggaran Prinsip-Prinsip Good Corporate

Governance Di Pasar Modal (Studi Kasus Pt Bank Lippo Tbk)."

Singgih Nurseto. 2009. Skandal Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo.

Tersedia: http://singgihnurseto.blogspot.com.

Veronica, Sylvia. dan Yanivi. S. Bachtiar. 2004. Good Corporate Governance,

Information Asymmetry and Earnings Management. Simposium Nasional

Akuntansi 7. Denpasar.

https://akuntansi6c.files.wordpress.com/2017/04/pt-bank-lippo-tbk-ivone-tianty-

dewi.pdf

https://bisnis.tempo.co/read/6701/bej-anggap-kasus-laporan-keuangan-bank-

lippo-selesai

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7516/kronologis-kasus-bank-lippo-

versi-koalisi--masyarakat

Anda mungkin juga menyukai

  • Bahasa Indonesia I
    Bahasa Indonesia I
    Dokumen18 halaman
    Bahasa Indonesia I
    Laily Choirunnisa
    Belum ada peringkat
  • Century Perdata
    Century Perdata
    Dokumen20 halaman
    Century Perdata
    arifnugrohos
    Belum ada peringkat
  • Bahasa Indonesia I
    Bahasa Indonesia I
    Dokumen18 halaman
    Bahasa Indonesia I
    Laily Choirunnisa
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Gambaran Umum ...
    BAB IV Gambaran Umum ...
    Dokumen8 halaman
    BAB IV Gambaran Umum ...
    Annie
    Belum ada peringkat
  • Contoh Analisis Paragraf
    Contoh Analisis Paragraf
    Dokumen2 halaman
    Contoh Analisis Paragraf
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    100% (1)
  • Artikel
    Artikel
    Dokumen3 halaman
    Artikel
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Transalte Bab 3
    Transalte Bab 3
    Dokumen9 halaman
    Transalte Bab 3
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • APBN DATA
    APBN DATA
    Dokumen15 halaman
    APBN DATA
    Kara Maria Natalie
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Gambaran Umum ...
    BAB IV Gambaran Umum ...
    Dokumen8 halaman
    BAB IV Gambaran Umum ...
    Annie
    Belum ada peringkat
  • Functional and Data Fixation
    Functional and Data Fixation
    Dokumen7 halaman
    Functional and Data Fixation
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Artikel
    Artikel
    Dokumen6 halaman
    Artikel
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Century Perdata
    Century Perdata
    Dokumen20 halaman
    Century Perdata
    arifnugrohos
    Belum ada peringkat
  • Perkembangan Industri Gula
    Perkembangan Industri Gula
    Dokumen11 halaman
    Perkembangan Industri Gula
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Uts Abs
    Uts Abs
    Dokumen15 halaman
    Uts Abs
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • HR Considerations Drive Public Accounting Firm Success
    HR Considerations Drive Public Accounting Firm Success
    Dokumen9 halaman
    HR Considerations Drive Public Accounting Firm Success
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Perkembangan Industri Gula
    Perkembangan Industri Gula
    Dokumen8 halaman
    Perkembangan Industri Gula
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Akpri Bab 4
    Akpri Bab 4
    Dokumen12 halaman
    Akpri Bab 4
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Resume Aml Week 13
    Resume Aml Week 13
    Dokumen4 halaman
    Resume Aml Week 13
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Abs Pert 13
    Abs Pert 13
    Dokumen4 halaman
    Abs Pert 13
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Functional and Data Fixation
    Functional and Data Fixation
    Dokumen6 halaman
    Functional and Data Fixation
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Tugas Akpri
    Tugas Akpri
    Dokumen13 halaman
    Tugas Akpri
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Akuntansi Manajemen Lanjutan
    Jurnal Akuntansi Manajemen Lanjutan
    Dokumen17 halaman
    Jurnal Akuntansi Manajemen Lanjutan
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Proposal Simulasi
    Proposal Simulasi
    Dokumen1 halaman
    Proposal Simulasi
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Akmen 11.2
    Jurnal Akmen 11.2
    Dokumen1 halaman
    Jurnal Akmen 11.2
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Tugas Akpri
    Tugas Akpri
    Dokumen13 halaman
    Tugas Akpri
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Transalte Bab 3
    Transalte Bab 3
    Dokumen9 halaman
    Transalte Bab 3
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Akmen 11.1
    Jurnal Akmen 11.1
    Dokumen1 halaman
    Jurnal Akmen 11.1
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Abs Pert 13
    Abs Pert 13
    Dokumen4 halaman
    Abs Pert 13
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Akmen 12
    Jurnal Akmen 12
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Akmen 12
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat
  • Transalte Bab 3
    Transalte Bab 3
    Dokumen5 halaman
    Transalte Bab 3
    Indirasari Cynthia SetyoParwati
    Belum ada peringkat