Anda di halaman 1dari 21

a.

Pengorganisasian (Organizing)
Adanya tuntutan dan kebutuhan masyrakat terhadap peningkatan pelayanan
keperawatan khususnya di ruang rawat inap, perlu adanya pengelolaan atau
pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan menggunakan metode
pemberian asuhan keperawatan. Macam-macam metode asuhan keperawatan yang
digunakan di Indonesia sebagai berikut :

1) Metode Asuhan Keperawatan Fungsional


Metode fungsional menerapkan manajemen klasik yang menekankan pada
efisiensi penyelesaian tugas, pembagian habis tugas dan pengawasan pada
petugas. Pada metode ini, pelayanan keperawatan dititik beratkan pada
pembagian habis tugas sesuai dengan kebutuhan pelayanan keperawatan
pasien saat itu. Sebagai contoh perawat bertugas melaksanakan pemberian
obat injeksi, merawat luka dan mengganti balutan, memelihara kebersihan
dan kerapian pasien, dan melaksanakan tugas administrasi dan bertanggung
jawab saat visite dokter (Suyanto, 2009).
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur. Mutu asuhan sering terabaikan karena
pemberian asuhan terfragmentasi. Komunikasi antarperawat sangat terbatas
sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu pasien secara
komprehensif. Keterbatasan itu sering menyebabkan pasien kurang puas
dengan layanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali pasien tidak
mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan. Pada metode
ini kepala ruangan menentukan tugas setiap perawat dalam suatu ruangan.
Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan
dan kepala ruanganlah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan
pasien (Sitorus, 2011).
Menurut Nursalam (2014) kelebihan dan kelemahan metode asuhan keperawatan
fungsional, sebagai berikut :
Kelebihan :

1
a. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang
jelas, dan pengawasan yang baik. Sehingga sangat baik untuk rumah sakit yang
kekurangan tenaga
b. Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan satu tugas yang biasa
menjadi tanggung jawabnya
c. Mudah dalam mengoordinasi pekerjaan
d. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan pada perawat junior dan atau belum berpengalaman

Kelemahan :
a. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
b. Tugas perawat cenderung monoton sehingga dapat menimbulkan rasa
bosan
c. Kesempatan untuk melakukan komunikasi antar petugas menjadi lebih
sedikit
d. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak melihat pasien
secara holistik dan tidak berfokus pada masalah pasien sehingga tidak
professional
e. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan

Perawat Penanggung
Jawab

Perawat RN Perawat RN Asisten Bagian


yang yang Keperawatan/Per administrasi/Ru
bertanggung memberikan awatan Higienik mah Tangga
jawab terhadap terapi

Seluruh Pasien/klien

Gambar 2.2 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis &


Huston, 2010)
2) Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Metode tim adalah metode penugasan asuhan keperawatan yang diberikan
oleh sekelompok perawat terhadap sekelompok pasien. Metode tim
dikembangkan dalam rangka peningkatan mutu pemberian asuhan keperawatan
yang lebih baik dengan menggunakan jumlah staf yang tersedia. Metode tim
2
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga
diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat (Suyanto, 2009).
Menurut Kron & Gray dalam Sitorus (2011) pelaksanaan metode tim harus
berdasarkan konsep berikut:
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
teknik kepemimpinan
2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
3. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim
4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan
berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang
Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (2012) menunjukkan bahwa
metode tim jika dilakukan dengan benar merupakan metode pemberian asuhan
yang tepat untuk meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Namun, pada metode
tim kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga para pakar
mengembangkan metode keperawatan primer (Sitorus, 2011).
Menurut Nursalam (2014) kelebihan dan kelemahan metode asuhan
keperawatan tim, sebagai berikut :
Kelebihan :
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b. Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan
c. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim
Kelemahan :

Komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi


tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk melaksanakan pada
waktu-waktu sibuk.
Menurut Nursalam (2014) metode tim terdiri dari kepala ruangan, ketua
tim, dan anggota tim yang memiliki tanggung jawab dimasing-masing perannya.
Tanggung jawab kepala ruangan sebagai berikut :
a. Perencanaan
1) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing

3
2) Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya
3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan
persiapan pulang, bersama ketua tim.
4) Megidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, serta mengatur
penugasan/penjadwalan
5) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan
dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
8) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
10) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
b. Pengorganisasian:
1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
2) Merumuskan tujuan metode penugasan
3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
4) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim,
dan ketua tim membawahi 2 – 3 perawat
5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat
proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain
6) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
8) Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat
kepada ketua tim
9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
10) Identifikasi masalah dan cara penanganannya
c. Pengarahan:
1. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
2. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas
dengan baik
3. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap
4. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan dengan askep pasien
5. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
6. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya
7. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
d. Pengawasan:
4
1) Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun
pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
2) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati
sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan
memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga
3) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim.
Membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan),
mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas
Tanggung jawab ketua tim sebagai berikut :
1. Membuat perencanaan
2. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
3. Mengenal dan mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
4. Mengembangkan kemampuan anggota
5. Menyelenggarakan konferensi
Tanggung jawab anggota tim sebagai berikut :
1. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung
jawabnya
2. Kerja sama dengan anggota tim dan antartim
3. Memberikan laporan

Perawat
Penanggung Jawab

Ketua tim 1 Ketua tim 2 Ketua tim 3

Anggota Tim Anggota Tim Anggota Tim

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien


Gambar 2.3 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Tim (Marquis dan Huston,
2010)
3) Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer
Keperawatan primer ialah metode penugasan dengan satu orang perawat
bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien.
Hal ini dilakukan mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Keperawatan primer mendorong praktik kemandirian perawat. Metode primer
ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien
5
dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan
mengoordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat (Suyanto, 2009).
Menurut Gillies (1994) dalam Sitorus (2011) perawat yang bertanggung
jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer
(primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas
keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan.
Setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung jawab
selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit atau di suatu ruangan.
Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan
koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat
rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak
bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate
nurse). Perawat primer bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan
pasien dan menginformasikan keadaan pasien kepada kepala ruangan, dokter,
dan staf keperawatan. Menurut Sitorus (2011) metode ini dapat meningkatkan
mutu asuhan keperawatan karena :
a. Terdapat satu perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan
dan koordinasi asuhan keperawatan
b. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4 – 6 pasien
c. PP bertanggung jawab selama 24 jam
d. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal
e. Rencana asuhan keperawatan dan rencana asuhan medik dapat
berjalan paralel.
Menurut Nursalam (2014) kelebihan dan kelemahan model asuhan keperawatan
primer, sebagai berikut :
Kelebihan :
a. Bersifat kontinuitas dan komprehensif
b. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil dan memungkinkan pengembangan diri
c. Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan
rumah sakit
Kelemahan :
Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta
mampu berkolaborasi dengan berbagai displin ilmu.

6
Peran kepala ruang dalam metode primer :
a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
b. Orientasi dan merencanakan karyawan baru
c. Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat
asisten
d. Evaluasi kerja
e. Merencanakan pengembangan staf
f.Membuat 1 – 2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang
terjadi
Tugas perawat primer :
a. Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat
d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
f. Menerima dan menyesuaikan rencana
g. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
h. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga
sosial di masyarakat

Dokter Kepala Sumber Daya


Ruangan RS

Perawat Primer

4 – 6 Pasien

PA PA PA
(evening) (night) (days)
Gambar 2.4Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Primer (Marquis dan Huston,
2010)
4) Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama
digunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas.
Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan
perawat itu dan kompleksnnya kebutuhan pasien. Metode penugasan kasus
biasa diterapkan untuk keperawatan khusus seperti isolasidan intensive care.

7
Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu
(Sitorus, 2011).
Menurut Nursalam (2012) kelebihan dan kelemahan model asuhan
keperawatan kasus, sebagai berikut:
Kelebihan :
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
c. Kelemahan :
d. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
e. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama

Kepala ruang

Staf perawat Staf perawat Staf perawat

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Gambar 2.5 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Kasus (Marquis & Huston,
2010)

5) Metode Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Moduler


Metode moduler merupakan kombinasi dari MAKP Tim dan MAKP
Primer. Menurut Sitorus (2011) penetapan sistem MAKP moduler didasarkan
pada beberapa alasan :
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Ilmu Keperawatan
atau setara
b. Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada
primer, karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit sebagian besar
adalah lulusan D-3 Keperawatan, bimbingan tentang asuhan keperawatan
diberikan oleh perawat primer atau ketua tim.

8
Metode asuhan moduler memerlukan perawat primer (PP) dengan kualifikasi
Ners, dan seorang kepala ruang rawat yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA)
dengan kualifikasi pendidikan D-3 Keperawatan dan SPK. Pengelompokan tim
pada setiap shift jaga terlihat pada gambar berikut :

Kepala ruang

PP 1 PP 2 PP 3

PA 1 PA 2 PA 3

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Gambar 2.6 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Moduler (Sitorus, 2011)


b. Pengarahan(Actuating)
Mengarahakan agar staf bekerja dengan sebaik-baiknya adalah satu fugsi
manajemen yang harus dikuasai dan diterapkan oleh manajer keperawatan
sehari-harinya. Sering dijumpai seorang perawat melaksankan tugas tidak
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan. Hal ini semata bukan kesalahan perawat
tapi sering juga disebabkan oleh kurangnya pengarahan sebelum tugas
dilaksanakan. Komponen pengarahan terdiri dari komunikasi, motivasi, dan
manajemen konflik (Sitorus, 2011).
c. Komunikasi
Menurut Loveridge & Cumming (1996) dalam Sitorus (2011) komunikasi
adalah proses pengiriman pesan dari pengirim pesan (sender) kepada seseorang
(receiver) dengan harapan terjadinya pertukaran informasi sesuai dengan apa
yang dimaksud pengirim pesan. Tappen (1995) mengidentifikasikan 3 jenis
komunikasi, yaitu :
a) Komunikasi verbal

9
b) Komunikasi yang paling sering digunakan dalam pelayanan
keperawatan di RS adalah komunikasi verbal yaitu pembicaraan dengan
tatap muka. Komunikasi verbal lebih akurat dan tepat waktu.
c) Komunikasi non verbal
d) Pengiriman pesan tanpa menggunakan kata-kata merupakan cara
yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
Komunikasi non verbal dapat diamati pada metakomunikasi, penampilan
personal, intonasi, ekspresi wajah, sikap tubuh, dan sentuhan.
e) Komunikasi tertulis
f) Komunikasi tertulis dilakukan untuk memberikan instruksi jika
tugas yang akan dilaksanakan sifatnya rumit dan terperinci, urutan-urutan
dalam proses kerja tidak boleh disimpangi, tugas tersebut harus
dilanjutkan oleh staf pada tugas jaga selanjutnya dengan tujuan untuk
mencegah salah pengertian.
d. Motivasi kerja
Motivasi adalah kondisi atau status pikiran seseorang yang digambarkan
dalam beberapa tugas khusus atau tujuan. Motivasi juga dapat digunakan
sebagai istilah untuk menggambarkan proses perilaku aktivitas seseorang,
untuk menunjukkan pergerakan, kegembiraan, dan harapan. Motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan,
persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi kerja adalah
tingkat kerelaan anggota tim organisasi untuk bekerja (Sitorus, 2011).
Banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu merumuskan konsep atau
teori tentang motivasi. Di antara banyak konsep tentang motivasi dari berbagai
ahli tersebut, peneliti akan mengemukakan beberapa teori sebagai dasar
motivasi kerja.
a. Teori kebutuhan (need theory)
Teori kebutuhan berfokus pada kebutuhan orang untuk hidup
berkecukupan. Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan apa
yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut teori
kebutuhan, motivasi dimiliki seseorang pada saat belum mencapai tingkat
kepuasan tertentu dalam kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan
tidak akan lagi menjadi motivator. Teori-teori motivasi yang termasuk dalam
teori kebutuhan adalah :
b. Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow
10
Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow, seorang ahli psikologi
yang mengembangkan teori motivasi sejak tahun 1943. Maslow memandang
kebutuhan manusia sebagai lima macam hierarki atau tingkatan, mulai dari
kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi,
yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka
pada waktu tertentu (Nursalam, 2014).
Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakikatnya adalah
untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab itu, apabila pimpinan ingin
memotivasi stafnya harus mengetahui apa kebutuhan mereka. Manusia
mempunyai kebutuhan dan segera setelah salah satu kebutuhannya
terpenuhi kebutuhan lain muncul. Kebutuhan-kebutuhan manusia nampak
diorganisir ke dalam kebutuhan yang bertingkat-tingkat. Setelah kebutuhan
itu terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai pengaruh yang dominan, dan
kebutuhan lain yang lebih fungsi mulai mendominasi (Sitorus, 2011).
c. Teori Motivasi Model Mc Clelland
Teori ini menyatakan timbulnya tingkah laku karena dipengaruhi oleh
kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam konsepnya tentang
motivasi, dalam individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong
tingkah lakunya, konsep ini lebih dikenal dengan social motives theory. Tiga
macam kebutuhan yang dimaksud adalah :
1. Need for achievement
Kebutuhan untuk mencapai prestasi yang diukur berdasarkan standar
kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat
dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk
mencapai prestasi tertentu. Seseorang yang dalam hatinya ada perasaan
menggebu-gebu untuk meraih prestasi terbaik, akan sangat bergairah dan
termotivasi dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya. Sebaliknya
orang yang tidak ada niat yang kuat untuk meraih prestasi, akan
ketinggalan jauh dengan orang yang termotivasi. Hal ini dapat dicapai
dengan cara merumuskan tujuan, mendapatkan umpan balik,
meningkatkan tanggung jawab pribadi, dan bekerja keras.
2. Need for affiliation

11
Kebutuhan untuk berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain.
Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan
secara akrab dengan orang lain. Hal ini dapat dicapai dengan cara bekerja
sama dengan orang lain yaitu bekerja dengan tujuan yang sama dan
terkoordinasi, membuat teman di tempat kerja bukan membuat laawan,
serta sosialisasi.
3. Need of power
Kebutuhan kekuasaan, yang mendorong seseorang bekerja sehingga
termotivasi dalam pekerjaannya (Sitorus, 2011).
d. Teori Motivasi Dua Faktor
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg, dia meyakini bahwa
karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan di dalamnya terdapat
kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Herzberg
menyimpulkan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dari
dua faktor yang terpisah. Faktor penyebab kepuasan atau faktor motivasional
menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yang meliputi serangkaian
kondisi instrinsik. Apabila kepuasan kerja dicapai dalam pekerjaan, maka akan
menggerakkan tingkat motivasi yang kuat bagi seorang pekerja, dan akhirnya
dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor motivasional (kepuasan)
mencakup antara lain : prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kesempatan
untuk maju, dan pengakuan.
Sedangkan faktor penyebab ketidakpuasan atau faktor hygiene hanya
mempengaruhi rasa tidak puas terhadap pekerjaan. Faktor-faktor ini antara lain
kondisi kerja, jenis supervisi, hubungan dengan rekan kerja, gaji, kebijakan
administrasi perusahaan, dan status keamanan (Notoatmodjo, 2007).
e. Teori keadilan (equity theory)
Teori ini menjelaskan bahwa motivasi merupakan fungsi dari keadilan yang
didasarkan pada hasil (output) dan wages (pendapatan). Keadilan sederhana
adalah menerima pendapatan sesuai dengan usahanya. Jika bekerja keras,
pendapatannya tinggi dan sebaliknya jika bekerja malas, pendapatannya rendah
(Sitorus, 2011).

12
f. Teori harapan (expectancy theory)
Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku berdasarkan harapannya. Teori harapan terdiri atas dasar sebagai
berikut :
a) Harapan hasil prestasi
b) Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku
mereka. Harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan tentang
bagaimana cara mereka bertingkah laku.
c) Valensi
d) Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau
kekuatan untuk memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke
individu yang lain.
e) Harapan prestasi usaha
f) Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam
melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku.
Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan bergantung pada tipe
hasil yang diharapkan. Beberapa hasil berfungsi sebagai imbalan instrinsik
yaitu imbalan yang dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan.
Imbalan ekstrinsik (misal : bonus, pujian, dan promosi) diberikan oleh pihak
luar seperti supervisor atau kelompok kerja (Nursalam, 2014).
g) Teori penguatan (reinforcement theory)
h) Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang manajer
untuk menigkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu.
Menurut teori ini, motivasi seseorang bekerja bergantung pada penghargaan
yang diterimanya dan akibat dari apa yang dialaminya nanti. Teori ini
menyebutkan bahwa perilaku seseorang di masa mendatang dibentuk oleh
akibat dari perilakunya yang sekarang.
Ada empat jenis reinforcement, yaitu:
a) Possitive reinforcement (penguatan positif) ; penguatan yang
dilakukan ke arah kinerja yang positif.
b) Negative reinforcement ; penguatan yang dilakukan karena
mengurangi atau mengehentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya,
berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena tidak tahan
mendengar atasan mengeluh terus menerus.

13
c) Extinction (peredaan) ; tidak mengukuhkan suatu perilaku,
sehingga perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
d) Punishment (hukuman) ; konsekuensi yang tidak
menyenangkandari tanggapan perilaku tertentu (Sitorus, 2011).
e) Motivasi sebagai proses psikologis yang terjadi pada diri
seseorang, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di samping faktor
eksternal seperti lingkungan kerja, pemimpin dan kepemimpinannya, juga
sangat ditentukan faktor staf, seperti pembawaan, tingkat pendidikan,
pengalaman masa lampau, keinginan atau harapan masa depan.
1) Lingkungan kerja
Dalam kehidupan organisasi adalah faktor pemimpin dan staf. Dari pihak
pemimpin, unsur yang sangat berpengaruh terhadap motivasi adalah :
a. Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk prosedur
kerja, rencana dan program kerja
b. Persyaratan kerja
c. Tersedianya seperangkat alat-alat dan sarana yang diperlukan di
dalam mendukung pelaksanaan kerja, termasuk tempat bekerja
d. Gaya kepemimpinan pemimpin dalam arti sifat-sifat, dan perilaku
pemimpin terhadap staf
2) Faktor staf
Faktor yang memiliki peranan penting dalam motivasi adalah kemampuan
kerja, semangat kerja, rasa kebersamaan dalam kehidupan kelompok, prestasi,
dan produktivitas kerja. Tiga faktor utama yang berpengaruh pada motivasi staf
yaitu :
a. Karakteristik individu (individual characteristics)
Karakteristik individu adalah minat, sikap, dan kebutuhan yang dibawa
oleh seseorang ke dalam situasi kerja. Setiap orang berbeda dalam hal
karakteristik, karena itu motivasi yang mereka miliki akan berbeda pula.
Berdasarkan teori Douglas Mc. Gregor mengemukakan dua pandangan
tentang manusia, yaitu dasar negatif yang ditandai sebagai teori X dan
dasar positif yang ditandai dengan teori Y. Karyawan dengan tipe X
merupakan karyawan yang tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai
tanggung jawab, menyukai pengarahan dan kontrol dalam bekerja,
menolak untuk berubah, dan harus dipaksa agar bekerja. Sedangkan

14
karyawan dengan tipe Y merupakan karyawan yang menyukai kerja,
kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat mengarahkan diri sendiri.
b. Tingkat dan jenis pekerjaan (job characteristics)
Karakteristik pekerjaan adalah atribut dari tugas karyawan dan meliputi
besarnya tanggung jawab, variasi tugas dan sejauh mana pekerjaan itu
sendiri memberi kepuasan.
c. Lingkungan kerja (work situation characteristics)
Karakteristik situasi pekerjaan adalah faktor-faktor dalam lingkungan
pekerjaan individu. Dalam kehidupan organisasi, staf tidak selalu
berperilaku sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Hal ini terjadi biasanya
karena tekanan psikologis, dan tekanan tersebut mempengaruhi perilaku
staf sehingga akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi
(Sitorus, 2011).
e. Manajemen Konflik
Konflik merupakan kejadian alamiah dalam setiap hubungan atau
lingkungan pekerjaan. Konflik terjadi bila dua atau lebih pihak individu,
kelompok atau organisasi) mempunyai pandangan yang berbeda tentang suatu
situasi. Konflik tidak hanya mempunyai efek negatif, tetapi dapat juga
mempunyai efek positif. Konflik dapat menciptakan komunikasi yang terbuka
dan dapat m,eningkatkan kerjasama ( Marquis and Huston,2000).
Menurut Tappen et.al (1998) dalam Sitorus (2011), konflik dapat
bersumber dari ketegangan antar kelompok, peningkatan beban kerja, peran
ganda dari perawat, ancaman terhadap indentitas professional, keterbatasan
sumber-sumber atau perbedaan budaya. Terdapat beberapa jenis-jenis konflik
yaitu :

1. Konflik intrapersonal yaitu konflik dalam diri seseorang karena


harus memilih tujuan yang saling bertentangan
2. Konflik interpersonal yaitu konflik yang terjadi anatar individu.
Hal ini sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi, tindakan dan tujuan
. umumnya konflik interpersonal lebih mudah diselesaikan
3. Konflik antar kelompok. Konflik ini dibedakan atas konflik antar
anggota kelompok dan konflik antar kelompok. Konflik antar anggota
kelompok hampir sama dengan konflik interpersonal tetapi dalam satu

15
kelompok. Konflik antar kelompok sering terjadi bila ingin mengejar
kepentingan masing-masing kelompok.
Kepala ruangan diharapkan dapat menfasilitasi penyelesaian konflik diantar
stafnya sehjingga dapat menciptakan suasan kerja yang kondusif diruangannya.
Pada penangangan konflik menurut Newstorm and David (1999) dalam
Marquis & Huston (2010) meliputi :
1. Menghindar
2. Menghindar dari suatu konflik merupakan cara yang sering
dilakukan seseorang untuk mencegah terjadinya konfrontasi. Menghindar
merupakan keinginan untuk menjauhkan diri untuk menekan suatu
konflik. Cara ini dilakukan manajer bila masalahnya tidak menganggu
pekerjaan, dan harapkan masalahnya dapat diselesaikan sendiri atau
hilang sendiri ( lose-lose situation).
3. Mengakomodasi
4. Bersikap akomodatif dalam penyelesaian konflik adalah suatu pola
dimana suatu pihak menerima kepentingan pihak lain di atas kepentingna
sendiri dan ini dilakukan bila masalah tersebut bukan masalah penting
atau satu pihak adalah pihak yang kuat (lose-winoutcome).
5. Bersaing
6. Suatu pola untuk memuaskan kepentingan sendiri dengan
menggunakan power. Pola ini ingin mencapai tujuan tanpa peduli pihak
lain (win loseoutcome)
7. Kompromi
8. Kompromi merupakan pola penmyelesaian konflik, dimana tiap
pihakingin mencari kesepakatan di antara kedua pihak tanpa ada yang
menang dan kalah.
9. Kolaborasi atau konfrontasi
Pola ini menyelesaikan konflik dengan menghadapi masalah secara
langsung dan mencari solusi yang memuaskan kedua pihak. Sering juga
disebut dengan pola penyelesaian masalah dengan win-winoutcome.
Menurut Tappen & Weis (1998) dalam Sitorus (2011), proses penyelesaian
masalah meliputi :
1. Indentifikasi masalah atau isu
2. Indentrifikasi solusi yang mungkin dilakukan
3. Evaluasi solusi yang diusulkan
4. Tetapkan solusi yang paling tepat
5. Implentasi solusi tersebut
16
4. Pengendalian (Controling)
Pengendalian (controling) sebagai fungsi manajemen yaitu suatu proses
pemantauan prestasi dan pengambilan tindakan untuk menjamin hasil yang
diharapkan. Tampak seperti mengawasi bahwa segala sesuatunya berjalan
secara tepat pada waktu yang tepat. Controling dikerjakan dengan baik, hal
ini menjamin bahwa semua tujuan dari setiap orang atau kelompok
konsisten dengan tujuan jangka pendek ataupun jangka panjang. Hal ini
membantu meyakinkan bahwa tujuan dari hasil tetap konsisten satu sama
lain dengan dalam organisasi.
Kegiatan pengendalian atau controling di manajemen keperawatan dengan
dilakukannya kegiatan supervisi. Supervisi adalah memberikan bantuan,
bimbingan atau pengajaran, hubungan pada seseorang untuk menyelesaikan
pekerjaannya sesuai kebijakan dan prosedur, mengembangkan keterampilan
baru, pemahaman yang lebih luas tentang pekerjaannya sehingga dapat
melakukan lebih baik (Sitorus, 2011).
Dalam melaksanakan supervisi terdapat beberapa unsur pokok. Unsur-
unsur pokok yang dimaksud menurut Nursalam (2014) adalah : 1)
Pelaksana, 2) Sasaran, 3) Frekuensi, 4) Tujuan, dan 5) Teknik.
5. Pelaksana
Pelaksana atau yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi supervisi
adalah atasan, yakni mereka yang memiliki kelebihan dalam organisasi.
Kelebihan yang dimaksud sering dikaitkan dengan status yang lebih tinggi
(supervisor) dan karena itu fungsi supervisi memang dimiliki oleh atasan.
Namun untuk keberhasilan supervisi, yang lebih diutamakan adalah
kelebihan pengetahuan atau keterampilan.
Sitorus (2011) membagi tingkatan manajer dalam melakukan supervisi, menjadi:
a. Manajer puncak (Top Manajer)
b. Manajer puncak bertanggung jawab atas seluruh kegiatan dari hasil
kegiatan serta proses manajemen organisasi. Tugas utamanya
menetapkan kebijaksanaan (policy), memberi petunjuk atau
pengarahan umum berkaitan dengan tujuan misalnya: Kakanwil
Depkes Propinsi, Kadinkes Daerah, Direktur RS, dan sebagainya.

17
c. Manajer Menengah (Middle Manajer)
d. Manajer menengah ini memimpin sebagai manajer tingkat pertama.
Tugasnya menjabarkan kebijaksanaan top manajer ke dalam program-
program, Manajer: Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang,
Kasubdin Propinsi, Kasubbag Dati II.
e. Manajer Tingkat Pertama (first line, first level manajer, Supervisor
Manajer)
f. Manajer tingkat bawah yang bertugas memimpin langsung para
pelaksana atau pekerja. Melaksanakan supervisi sebagai mandor atau
supervisor. Misalnya: Kepala Seksi dan Kepala Urusan.
6. Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran yang dilakukan oleh bawahan
disebut sebagai sasaran langsung.
a. Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda.
Supervisi yang dilakukan hanya sekali bukanlah supervisi yang baik.
Tidak ada pedoman yang pasti tentang seberapa sering supervisi
dilakukan. Pegangan umum yang digunakan bergantung pada derajat
kesulitan pekerjaan yang dilakukan serta sifat penyesuaian yang akan
dilakukan.
b. Tujuan
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung, sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk
dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.
Menurut Sitorus (2011) tujuan supervisi adalah:
 Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dalam tempo yang diberikan dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia
 Memungkinkan pengawas menyadari kekurangan-kekurangan
para petugas kesehatan dalam hal kemampuan, pengetahuan, dan
pemahaman serta mengatur pelatihan yang sesuai

18
 Memungkinkan para pengawas mengenali dan memberi
penghargaan atas pekerjaan yang baik, dan mengenali staf yang layak
diberikan kenaikan jabatan dan pelatihan lebih lanjut
 Memungkinkan manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi
petugas yang telah cukup dan dipergunakan dengan baik
 Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekurangan
pada kinerja tersebut
 Teknik
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal
yang bersifat pokok, yaitu: (1) menetapkan masalah dan prioritas; (2)
menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya; (3)
melaksanakan jalan keluar; (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak
lanjut berikutnya.
Untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua teknik, yaitu:
1. Supervisi langsung
Pengamatan langsung harus memperhatikan sasaran pengamatan,
objektivitas pengamatan, dan pendekatan pengamatan. Supervisi
dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada
supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar
pembimbingan dan pengarahan serta pemberian petunjuk tidak
dirasakan sebagai perintah.
2. Supervisi tidak langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis maupun lisan. Supervisor
tidak melihat kejadian dilapangan sehingga mungkin terjadi
kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.
c. Evaluasi (Evaluating)
Tahap akhir proses manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan yang
telah dilaksanakan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai seberapa jauh
staf mampu melaksanakan perannya sesuai dengan tujuan organisasi yang
telah ditetapkan serta mengidentifikasi faktor-faktor yang terhambat dan
mendukung dalam pelaksanaan. (Nursalam, 2012).
Untuk mengevaluasi keberhasilan kegiatan dapat dilihat dari mutu asuhan
keperawatan. Mutu pelayanan berarti suatu tingkat layanan tersebut
memuaskan harapan pelanggan. Layanan dengan mutu yang baik akan
19
menghasilkan keberhsilan abadi. Oleh karena itu monitoring mutu asuhan
keperawatan menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan jumlah
pasien atau pelanggan.
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan
pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan
oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum
aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, audit (EDIA).
Tabel 2.2 Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan
Standar Nasional Angka
∑ BOR 75 – 80 %
∑ ALOS 1 – 10 hari
∑ TOI (Turn Over Interval) 1 – 3 hari
∑ BTO (Bed Turn Over) 5 – 45 hari
∑ NDR (Net Death Rate) ≤ 2,5 %
∑ GDR (Gross Death Rate) ≤3%
∑ ADR (Anasthesia Death Rate) 1,15000
∑ PODR (Post Operative Death Rate) ≤1%
∑ POIR (Post Operative Infection Rate) ≤1%
∑ NTRR (Normal Tissue Removal Rate) ≤ 10 %
∑ MDR (Maternal Death Rate) ≤ 0,25 %
∑ IDR (Infant Death Rate) ≤2%

d. Fase-fase dalam Manajemen Keperawatan


1. Mengidentifikasi misi dan falsafah yang dikembangkan
2. Menetapkan tujuan
3. Mengumpulkan data-data yang mencakup :
 M1 (Man)
Analisis ketenagaan, jumlah tenaga perawat dan non perawat,
kualifikasi perawat, status kepegawaian, jabatan, jenis pelatihan
yang diikuti, struktur organisasi, dan jumlah kebutuhan tenaga
perawat berdasarkan tingkat ketergantungan pasien.
 M2 (Material)
Meliputi sarana dan prasarana yang dimiliki oleh ruangan yang
mendukung pelayanan keperawatan.
 M3 (Method)
a. Penerapan MAKP
b. Dokumentasi Keperawatan
c. Timbang Terima
d. Ronde Keperawatan
e. Supervisi Keperawatan

20
f. Discharge Planing
 M4 (Money)
Pembiayaan pasien dan anggaran keuangan yang dikeluarkan
ruangan.
 M5 (Machine)
Alat yang mempermudah dan mempercepat kerja perawat.
 M6 (Marketing)
Pemasaran atau promosi yang dilakukan ruangan untuk memasarkan
rumah sakit.

21

Anda mungkin juga menyukai