Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN PEMBIMBING : Dra.Zaiyasni, M.Pd

Oleh :

Nunung Malati (1811211017)


15 BKT 08

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


KAMPUS V UPP IV BUKITTINGGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Perencanaan Pembelajaran
tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Shalawat beriring salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut
membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen
pembimbing yaitu ................ yang telah membimbing dan membagi pengalamannya.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini.

Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Amin.

Padang, 28 Agustus 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………..........i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pancasila Era Pra Kemerdekaan ........................................................... 2


B. Pancasila Era Kemerdekaan .................................................................. 4
C. Pancasila Era Orde Lama ...................................................................... 5
D. Pancasila Era Orde Baru……………… ............................................... 6
E. Pancasila Era Reformasi ....................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................... 10

REFERENSI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling
berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa
sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa
semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang
untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya.

Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga
berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan
rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara
dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan


pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan
nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh
karena itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di Negara Republik
Indonesia bersumber pada Pancasila.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Pancasila Pada Era Pra Kemerdekaan
b. Pancasila Pada Era Kemerdekaan
c. Pancasila Pada Era Orde Lama
d. Pancasila Pada Era Orde Baru
e. Pancasila Pada Era Reformasi

C. Tujuan Makalah
a. Menjelaskan Pancasila Era Pra kemerdekaan
b. Menjelaskan Pancasila Era Kemerdekaan
c. Menjelaskan Pancasila Era Orde Lama
d. Menjelaskan Pancasila Era Orde Baru
e. Menjelaskan Pancasila Era Reformasi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pancasila Era Pra Kemerdekaan

Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-
unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila
baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh
sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan
bahkan melaksanakan didalamkehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan
bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian,
kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya,makanilai-nilai kehidupan berbangsa,
bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun
pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek
moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa
semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat
Indonesia sejak zaman nenek moyang.

Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September 1944, perdana
menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah Jepang mengeluarkan janji
kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji
politik. Sebagai realisasi janji ini, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan akan
dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru terbentuk pada tanggal 29 April 1945.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada


tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa),
dengan susunan sebagai berikut :

1. Ketua Dr.Radjiman Wedyodiningrat


2. Ketua muda Ichibangase Yosio (anggota luar biasa, bangsa Jepang),
3. Ketua muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata Usaha),
sedangkan anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua dan ketua muda.

Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan


kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi
sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan sebagai suatu
tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.

Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama pada tanggal
29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada tanggal 10 Juli sampai
dengan 17 Juli 1945.

2
a. Masa Sidang Pertama BPUPKI
1. Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945)

Dalam pidatonya 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar
negara Indonesia sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2 .Peri Kemanusiaan,
3.Peri Ketuhanan,
4. Peri Kerakyatan (a. Permusyawaratan, b. Perwakilan, c. Kebijaksanaan )
5.Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).

2. Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945)

Menurut Mr.Soepomo dasar negara Indonesia yaitu :


1. persatuan
2. kekeluargaan
3. keseimbangan lahir dan batin
4. musyawarah
5. keadilan sosial

3. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)

Pidato dari Ir. Soekarno yang disampaikan lisan tanpa teks, Beliau
mengusulkandasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang rumusannya yaitu :

1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)


2. Internasionalisme (peri Kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)

Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara
dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi
namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah
kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Oleh karena itu, pada tanggal 1
Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.

2. Masa Sidang Kedua BPUPKI

Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945,
merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai
hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam
orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil
panitia kecil atau panitia Sembilan yang disebut dengan piagam Jakarta.
3
Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah
menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14
Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang
dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada
tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai
dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.

Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang
penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi.
Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan
dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang.

B. Pancasila Era Kemerdekaan

Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17


Agustus 1945. Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan
semangat yang tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi
garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat
dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam
Perjanjian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah
sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
(Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945 menjadi pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7
(tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan Presiden serta
Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini:

1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)


Hasil dari konferensi meja bundar (KMB) ditandatangani suatu persetujuan (mantel
resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada
tanggal 27 Desember 1949,
Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena
itu persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan
“pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan” (Kaelan, 2014: 43)

2. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950


Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu
taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 yaitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat
dalam alinea 4. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk
membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang

4
berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu
hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggal 3 buah negara bagian saja yaitu :
1. Negara Bagian RI Proklamasi
2. Negara Indonesia Timur (NIT)
3. Negara Sumatera Timur (NST)

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka
seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku
sejak 17 Agustus 1950.

UUDS 1950 walaupun telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi,
Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang
berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan
terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang
rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun.

Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati


perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of
Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga
terjadi penyimpangan.

Tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang
dikelompokkan dalam dua kubu yaitu :

1. Beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik
atau kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik
melainkan sebuah filsafat sosial atauweltanschauung bangsa.
2. Menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar argumentasinya
adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat
itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara golongan nasionalis netral
agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam
(Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar
negara. Sehingga, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung.

C. Pancasila Era Orde Lama

Era orde lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli
1959. Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap
munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut yaitu mereka yang memenuhi “anjuran”
Presiden atau Pemerintah untuk “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” dengan
Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara.
5
Sedangkan pihak lainnya menyetujui ‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa
cadangan, artinya dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara.
Namun, kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante
(Anshari, 1981: 99). Majelis ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959. Kejadian ini
menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang
disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor pada
tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959
pukul 17.00 di depan Istana Merdeka (Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut
berisi:
1. Pembubaran konstituante
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD
1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi
terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan
makna yang terkandung di dalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi
dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetnu. Pada masa pemerintahan Orde Lama,
kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden
dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan
UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya
kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan. Selain itu, muncul
pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik,
keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah
munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan
Negara.

Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI


memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya
keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.

D. Pancasila Era Orde Baru

Ir. Soekarno tidak lagi menjabat sebagai presiden, selanjutnya Jenderal Soeharto yang
memegang kendali terhadap negeri ini. Dengan berpindahnya kursi kepresidenan tersebut,
arah pemahaman terhadap Pancasila pun mulai diperbaiki. Pada peringatan hari lahir
Pancasila,

6
1 Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami ujian
zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu, Presiden
Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk
dikumandangkan, Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedardikeramatkan dalam
naskah UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan

Pancasila dijadikan sebagai political force di samping sebagai kekuatan ritual. Begitu
kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968 Presiden
Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup bangsa akan membuat
bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah
Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan.Selanjutnya pada tahun 1968
Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang menjadi
panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:
Satu : KeTuhanan Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat :Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968. Pada tanggal 22
Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh”.

Nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan


Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) tersebut meliputi 36 butir. Nilai-nilai
Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian pada tahun 1994 dijabarkan kembali
oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4. Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu:

Sila Kesatu, menjadi 7butir

Sila Kedua, menjadi 10 butir

Sila Ketiga, menjadi 7 butir

Sila Keempat, menjadi 10 butir

Sila Kelima, menjadi 11 butir.

Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan di negara Indonesia


diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Ketetapan ini menegaskan,“Amanat
penderitaan rakyat hanya dapat diberikan dengan pengamalan Pancasila secara paripurna
dalam segala segi kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dan dengan pelaksanaan
7
secara murni dan konsekuen jiwa serta ketentuan-ketentuan UUD 1945, untuk menegakkan
Republik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang konstitusionil sebagaimana yang
dinyatakan dalam pembukaan UUS 1945” .Ketika itu,sebagian golongan Islam
menolak reinforcing oleh pemerintah dengan menyatakan bahwa pemerintah akan
mengagamakan Pancasila. Kemarahan Pemerintah tidak dapat dibendung sehingga
Presiden Soeharto bicara keras pada Rapim ABRI diPekanbaru 27 Maret 1980. Intinya
Orba tidak akan mengubah Pancasila dan UUD 1945, malahan diperkuat
sebagaicomparatist ideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah Orde Baru merasa perlu
membentengi Pancasila dan TAP itu meski dengan gaya militer. Tak seorang pun warga
negara berani keluar dari Pancasila.Selanjutnya pada bulan Agustus 1982 Pemerintahan
Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan terhadap Pancasila sebagai Azas
Tunggal, bahwa setiap partai politik harus mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu
bangsa.dengan semakin terbukanya informasi dunia, pada akhirnya pengaruh luar masuk
Indonesia pada akhir 1990-an yang secara tidak langsung mengancam aplikasi Pancasila
yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Demikian pula demokrasi semakin santer
mengkritik praktek pemerintah Orde Baru yang tidak transparan dan otoriter, represif,
korup dan manipulasi politik yang sekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski
demikiankondisi ini bertahan sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei
1998.

E. Pancasila Era Reformasi

Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat
pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Puncak
dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah
berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan
masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya “reformasi” di segala
bidang politik, ekonomi dan hukum

Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara itu untuk
sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru.
Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta
kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai
itu selalu ditanam ke benak masyarakat melalui indoktrinasi. Dengan seolah-olah
“dikesampingkannya” Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak
nampak suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya makin terasa
dan berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dalam
kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-
konflik horizontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnya melemahkan sendi-sendi
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. Dalam bidang budaya, kesadaran
masyarakat atas keluhuran budaya bangsa Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya
terjadi disorientasi kepribadian bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.

8
Kesepakatan Pancasila menjadi dasar Negara Republik Indonesia secara normatif,
tercantum dalam ketetapan MPR. Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1
menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945
adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bernegara” (MD, 2011). Ketetapan ini terus dipertahankan,
meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi Amandeman Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

Kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi sumber hukum
yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang
menyebutkan, “Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang
Dasar 1945”.

Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa: Penempatan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat

Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar
filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi
bahwa Undang-Undang ini penekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Sudah barang tentu hal tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai
pandangan hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa.
Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat
yang melakukan kegiatan pengkajian sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Salah satu kebijakan
nasional yang sejalan dengan semangat melestarikan Pancasila di kalangan mahasiswa
adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama,
Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.

Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen bangsa harus secara imperatif
kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila baik sebagai Dasar Negara maupun
sebagaiPandangan Hidup Bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dan secara konsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-
pasal UUD 1945.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling
berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa
sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa
semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang
untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah
perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan melewati suatu proses waktu yang sangat
panjang. Dalam proses waktu yang panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting
yang merupakan tonggak sejarah perjuangan.

Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga
berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan
rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

B. Saran-saran
Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang mana setiap warga negara
Indonesia harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut
dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab. Agar pancasila tidak terbatas pada
coretan tinta belaka tanpa makna.

10
REFERENSI

Ismaun. 1975. Problematika Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia. Bandung.


CV.Yulianti.

Kennenh R. Hall. 1989, dalam Suwarno. Sejarah Birokrasi Pemerintahan Indonesia Dahulu
dan Sekarang. Yogyakarta.Penerbit UAJ.

Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Penerbit Paradigma.

Toyyibin Aziz, M. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta. Rineka Cipta

Yamin Muhammad. 1982. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta. Ghalia
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai