Anda di halaman 1dari 11

PENILAIAN PENALARAN MATEMATIKA DI SD

A. Pengertian penilaian penalaran matematika di sd


Menurut Akhmat Sudrajat penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai
cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang
sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil
atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif
(pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran
berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut secara
khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui
kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan
umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas.
Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan
pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran
itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran,
kesulitan peserta didik dan upaya bimbingan yang diperlukan serta keberadaan
kurikukulum itu sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian meupakan suatu kegiatan untuk
memberi gambaran secara kesinambungan dan menyeluruh yang berkaitan dengan
aspek kognitif, afektif dan psikmotor.
Penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau aktivitas berfikir untuk
menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada
beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan
sebelumnya.
Ketika seorang siswa ditantang untuk meminta berargumentasi serta
mengkomunikasikan hasil pemikiran mereka kepada orang lain secara lisan ataupun
tulisan, mereka belajar untuk menjelaskan dan meyakinkan orang lain,
mendengarkaan gagasan atau penjelasan orang lain.
Ada banyak faktor yang mengakibatkan hasil belajar peserta didik rendah,
diantaranya perilaku-perilaku negatif siswa dalam belajar matematika yang
memungkinkan siswa tidak bergairah dalam belajar matematika.
Menurut Suriasumantri (1999 : 42) penalaran merupakan suatu proses berpikir
dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Menurut Fadjar Shadiq (dalam Wardhani, 2008 : 11) penalaran adalah suatu
proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau proses
berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada
beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan
sebelumnya.
Siswa dapat dikatakan mampu menggunakan penalaran matematis dengan
baik, jika siswa tersebut mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
serta menjelaskan gagasan dari pernyataan matematika. Meningkatnya kemampuan
penalaran matematis siswa dapat terlihat dari indikator penalaran matematis. Adapun
indikator penalaran matematis berupa:
Menjelaskan pernyataan matematika melalui lisan, tulisan, gambar, sketsa atau
diagram
1. Mengajukan dugaan (conjectures)
2. Melakukan manipulasi matematika
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap beberapa solusi
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan

Jadi dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah suatu proses siswa


dalammenyimpulkan suatu masalah. Selama proses pembelajaran matematika,
kemampuan penalaran matematis perlu digunakan siswa agar mereka lebih mudah
dalam memahami matematika. Menurut Depdiknas sebagaimana dikutip Shadiq
(2004) materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran
dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Sehingga dengan
kemampuan penalaran matematis yang dimiliki oleh siswa, maka mereka dapat
menarik kesimpulan dari beberapa fakta yang mereka ketahui dengan lebih mudah.
Tentunya penalaran tidak hanya digunakan dalam belajar matematika saja, tetapi juga
diperlukan untuk membuat keputusan atau dalam penyelesaian masalah kehidupan
sehari-hari.

Jenis-jenis Penalaran

Penalaran merupakan tahapan berpikir matematika tingkat tinggi, mencakup kapasitas untuk
berpikir secara logis dan sistematis. Penalaran secara garis besar digolongkan Sumarmo
(2010) dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif
diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan data yang teramati.
Terkait penalaran induktif, Polya (1973) menyatakan bahwa:

……….
Yes, mathematics has two faces, it is the rigorous science of Euclid but it is also
something else. Mathematics presented in the Euclidean way appears as a
systematic, deductive science, but mathematics in the making appears as an
experimental, inductive science.
.

Pernyataan Polya tersebut menunjukkan bahwa penalaran induktif itu penting. Sejalan
dengan penyataan Polya, Depdiknas sebagaimana dikutip Shadiq (2009) menyatakan bahwa:

……..
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dan kebenaran sebelumnya.
Namu demikian, dalam pembelajaran, pemahan konsep sering diawali secara
induktif melalui pengalaman nyata atau intuisi. Proses induktif dan deduktif dapat
digunakan untuk mempelajari konsep matematika.
.

Beberapa ahli mengklasifikasikan kemampuan penalaran kedalam beberapa jenis kegiatan


bernalar yang berdasarkan pada proses penarikan kesimpulan. Menurut Sumarmo (2010),
secara garis besar penalaran dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan
penalaran deduktif, sedangkan menurut Baroody (1993), penalaran matematis
diklasifikasikan dalam tiga jenis penalaran yaitu intuitif, deduktif, dan induktif.
a. Penalaran Intuitif

Baroody (1993) menjelaskan bahhwa penalaran intuitif merupakan penalaran yang


memainkan intuisi sehingga memerlukan kesiapan pengetahuan. Konklusi diperoleh dari apa
yang dianggapnya benar sehingga pemahaman yang mendalam terhadap suatu pengetahuan
berperan penting dalam melakukan proses bernalar intuitif.

b. Penalaran Induktif

Penalaran induktif diartikan Sumarmo (2010) sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat
umum atau khusus berdasarkan data yang teramati dengan nilai kebenaran yang dapat bersifat
benar atau salah. Hal yang sama, Baroody (1993) menyatakan bahwa penalaran induktif
dimulai dengan memeriksa kasus tertentu kemudian ditarik kesimpulan secara umum.
Dengan kata lain, dalam penalaran induktif diperlukan aktivitas mengamati contoh-contoh
spesifik dan sebuah pola dasar atau keteraturan.

Penalaran induktif merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk
menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general)
berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Dalam hal ini telah
terjadi proses berpikir yang berusaha menhubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-
evidensi khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.

Misalkan, jika ada siswa diminta untuk menunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu
segitiga adalah 1800, lalu setiap siswa diminta untuk membuat model segitiga sembarang dari
kertas, menggunting sudut-sudut segitiga tersebut, dan mengimpitkannya. Diantara siswa
mungkin ada yang membuat segitiga siku-siku, ada yang membuat segitiga sama kaki, sama
sisi atau segitiga sembarang. Dari hasil yang diperoleh siswa menunjukkan hasil yang sama,
yaitu jumlah besar sudut-sudut segitiga adalah 1800. Berdasarkan hal ini, dari beberapa kasus
khusus itu yaitu dari setiap segitiga, akan didapat hasil yang sama sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat umum bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah
1800.

Pernyataan atau kesimpulan yang didapat dari penalaran induktif bisa bernilai benar atau
salah. Karenanya, di dalam matematika kesimpulan yang didapat dari proses penalaran
induktif masih disebut dengan dugaan (conjecture). Kesimpulan tersebut boleh jadi valid
pada contoh yang diperiksa, tetapi tidak dapat diterapkan pada keseluruhan contoh. Sebagai
contoh, siswa diminta menentukan aturan yang digunakan untuk bilangan-bilangan 2, 4, 6.
Jika aturan itu adalah suatu barisan bilangan genap, maka aturan itu sesuai dengan contoh.
Tetapi, jika contohnya lebih bervariasi, misalnya 2, 3, 5, maka aturan semula tidak dapat lagi
digunakan.

Dengan demikian melalui penalaran indiktif dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang benar
berkenaan dengan contoh khusus yang dipelajari, tetapi kesimpulan tersebut tidak terjamin
untuk generalisasi. Meskipun penarikan kesimpulan dengan penalaran induktif tidak valid,
tetapi penalaran induktif sangat bermanfaat dalam pengembangan matematika. Beberapa
kegiatan yang tergolong ke dalam penalaran induktif menurut Sumarmo (2010) antara lain:

1) transduktif, yaitu menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu
diterapkan pada kasus khusus lainnya.
2) analogi, yaitupenarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.
3) generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan umum berdasar pada sejumlah data yang
teramati.
4) memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan interpolasi, dan ekstrapolasi.
5) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.
6) menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun dugaan.

Dengan demikian penalaran induktif merupakan aktivitas penarikan kesimpulan yang bersifat
umum berdasarkan pada data-data berupa contoh-contoh khusus dan pola atau keteraturan
yang diamati. Nilai kebenaran suatu penalaran induktif dapat benar atau salah tergantung
pada argumen selama penarikan kesimpulan.

c. Penalaran deduktif

Deduksi didefinisikan sebagai proses penalaran yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Pada
penalaran deduktif proses penalaran konklusinya diturunkan secara mutlak dari premis-
premisnya. Pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak
akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar.

Baroody (1993) mendefinisikan penalaran deduktif sebagai suatu aktivitas yang dimulai
dengan premis-premis (dalil umum) yang mengarah pada sebuah kesimpulan tak terelakkan
tentang contoh tertentu. Penalaran deduktif melibatkan suatu proses pengambilan kesimpulan
yang berdasarkan pada apa yang diberikan, selain itu berlangsung dari aturan umum untuk
suatu kesimpulan tentang kasus yang lebih spesifik. Menurut Sumarmo (2010), penalaran
deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran
dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya bersama-sama.

Melalui penalaran deduktif dapat menyimpulkan informasi lebih banyak daripada penalaran
induktif. Artinya, dari keterangan tertentu dapat ditarik kesimpulan tentang hal-hal lain tanpa
perlu memeriksanya secara langsung. Sebagai contoh, selalu dapat ditambahkan satu dari
suatu bilangan. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada bilangan terbesar
atau bilangan terakhir, melainkan tak terbatas. Penalaran deduktif dapat menentukan apakah
suatu konjektur yang muncul dikarenakan suatu intuisi atau deduksi secara logis serta
konsisten dan apakah penalaran itu hanya untuk kasus-kasus tertentu atau kasus yang lebih
umum.

Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati.


Kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif antara lain:

1) melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu.


2) menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas
argumen, membuktikan, dan menyusun argumen yang valid.
3) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, serta pembuktian
dengan induksi matematika (Sumarmo, 2010).

Dalam penalaran deduktif, penarikan kesimpulannya tidak boleh bertentangan dengan


pernyataan-pernyataan yang sebelumnya telah dianggap benar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Jacobs (Shadiq, 2004), Deductive reasoning is a method of drawing conclusions
from facts that we accept as true by using logic. Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara
penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan
menggunakan logika. Penalaran matematis dipandang Peressini dan Webb sebagaimana
dikutip Rochmad (2008) sebagai konseptualisasi dinamik dari daya matematika
(mathematically powerful) siswa, juga memandang penalaran matematis sebagai aktivitas
dinamik yang melibatkan keragaman model berpikir.

Peningkatan kemampuan penalaran dalam standar proses menurut National Council Of


Teachers Of Mathematics (2000: 56) adalah sebagai berikut.

1) Recoqnize reasoning and proof as fundamental aspect of mathematics.


2) Making and investigating mathematical conjectures.
3) Developing and evaluating mathematical argument and proof.
4) Select and use various types of reasoning and methods of proof.

Dengan demikian, kemampuan melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus


tertentu pada umumnya tergolong berpikir matematik tingkat rendah, dan kemampuan
lainnya tergolong berpikir matematik tingkat tinggi.

.4.    Indikator-indikator Penalaran Matematis

Siswa dikatakan mampu melakukan penalaran matematika bila ia mampu menggunakan


penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dalam
kaitan ini, pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor
506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor diuraikan bahwa indikator
siswa yang memiliki kemampuan dalam penalaran matematika adalah:

a) mengajukan dugaan.
b) melakukan manipulasi matematika.
c) menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi.
d) menarik kesimpulan dari pernyataan.
e) memeriksa kesahihan suatu argumen.
f) menemukan sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Sedangkan menurut Sumarmo, indikator penalaran matematika pada pembelajaran


matematika antara lain, siswa dapat: (a) menarik kesimpulan logis, (b) memberikan
penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan, (c) memperkirakan jawaban dan
proses solusi, (d) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, (e)
menyusun dan menguji konjektur, (f) merumuskan lawan contoh (counter example), (g)
mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, (h) menyusun argumen yang valid,
dan (i) menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematika.

B. Mendisain (RPP, soal dan karakteristik penilaian penalaran matematika

Medesain RPP penlaran matematika


Dalam mendisain penalaran matematika diharapkan yaitu membuat
sebuah rancangan pelaksanaan pembelajaran yang disiapkan oleh guru dalam
mengajar, sehingga apa tujuan dari pembelajaran dapat terpenuhi. Contoh
langkah-langkah pembelajaran dalam RPP
Dalam setiap model pembelajaran selalu terdapat prinsip-prinsip di dalamnya.
Ada enam prinsip desain MEAs (Hamilton et al..:2008), yaitu: (1) the reality principle
(the personally meaningful principle), (2) the model construction principle, (3) the
model-documentation principle, (4) the self-evaluation principle, (5) the model
generalization principle, (6) the simple prototype principle. Sedangkan Dux et al.
memaparkan keenam prinsip tersebut sebagai berikut.
a. Prinsip Realitas
Prinsip realitas disebut juga prinsip kebermaknaan. Prinsip ini menyatakan
bahwa permasalahan yang disajikan sebaiknya realistis dan dapat terjadi dalam
kehidupan siswa. Prinsip ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa dan
mensimulasikan aktivitas yang nyata. Permasalahan yang realistis lebih
memungkinkan solusi kreatif dari siswa.
b. Prinsip Konstruksi Model
Prinsip ini menyatakan bahwa respon yang sangat baik dari tuntutan
permasalahan adalah penciptaan sebuah model. Sebuah model matematik adalah
sebuah sistem yang terdiri dari: elemen-elemen, hubungan antar elemen, operasi
yang menggambarkan interaksi antar elemen, dan aturan yang diterapkan dalam
hubungan-hubungan dan operasi-operasi. Sebuah model menjadi penting ketika
sebuah sistem menggambarkan sistem lainnya. Karakteristik MEAs yang paling
penting ini mengusulkan disain aktivitas yang merangsang kreativitas dan
tingkat berpikir yang lebih tinggi.
c. Prinsip Self-Assessment
Prinsip ini menyatakan bahwa siswa harus mengukur kelayakan dan kegunaan
solusi tanpa bantuan guru. Siswa diberi kesempatan untuk memperbaiki
jawabannya karena self-assessment terjadi saat kelompok-kelompok mencari
jawaban yang tepat.
d. Prinsip Konstruksi Dokumentasi
Prinsip ini menyatakan bahwa siswa harus mampu menyatakan pemikiran
mereka sendiri selama bekerja dalam MEAs dan bahwa proses berpikir mereka
harus didokumentasikan dalam solusi. Prinsip ini berhubungan dengan self-
assessment.
e. Prinsip Effective Prototype
Prinsip ini menyatakan bahwa model yang dihasilkan harus dapat mudah
ditafsirkan dengan mudah oleh orang lain. Prinsip ini membantu siswa belajar
bahwa solusi kreatif yang diterapkan pada permasalahan matematik berguna dan
dapat digeneralisasikan.
f. Prinsip Konstruksi Sharebility dan Reusability
g. rinsip ini menyatakan bahwa model harus dapat digunakan pada situasi serupa.
Jika model yang dikembangkan dapat digeneralisasi pada situasi serupa, maka
respon siswa dikatakan sukses. Prinsip ini berhubungan dengan prinsip effective
prototype (2006: 52).
.
  Tahap-tahap Pemodelan Matematika

Pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Eliciting Activities


erat kaitannya dengan pemodelan matematika yang dimulai dari situasi nyata. Ang
sebagaimana dikutip Eric (2008: 50) mengemukakan bahwa: In mathematical
modelling, the starting point is a real-world problem or situation, and it is the process
of representing such problems in mathematical terms in an attempt to find solutions to
the problems.

Tahap-tahap dasar proses pemodelan matematika adalah sebagai berikut


(National Council Of Teachers Of Mathematics dalam Permana, 2010).

1) mengidentifikasi dan menyederhanakan (simplifikasi) situasi masalah


2) membangun model matematik
3) menstransformasikan dan menyelesaikan model
4) menginterprestasi model
.
Langkah-langkah Pembelajaran Model Eliciting Activities

Model Eliciting Activities diimplementasikan dalam beberapa langkah oleh


Chamberlin (Chamberlin dan Moon, 2008), yaitu:

a. Guru memberi lembar permasalahan yang dapat mengembangkan sebuah konteks


untuk siswa.
b. Siswa siap menanggapi pertanyaan berdasarkan lembar permasalahan yang telah
dibagikan.
c. Guru membaca permasalahan dan memastikan tiap kelompok mengerti apa yang
sedang ditanyakan.
d. Siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah.
e. Siswa mempresentasikan modelnya setelah membahas dan meninjau solusi.

Dari langkah-langkah tersebut, tiga langkah pertama sedikit memberikan


pengaruh terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan disposisi matematis siswa.
Sedangkan dua langkah terakhir usaha peningkatan kemampuan penalaran dan
disposisi matematis siswa sudah mulai terjadi. Pada langkah tersebut, siswa
bereksplorasi dan mengkontruksi pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah
melalui model matematika dengan rasa percaya diri, fleksibel, gigih, ulet, dan dapat
melakukan refleksi terhadap solusi masalah.

Medesain soal
Soal merupakan alat yang digunakan untuk menggukur atau untuk menilai
kemampuan siswa. Contoh desain soal penalaran matematika. Yaitu:
1. Seorang pengamat cuaca mengukur suhu disebuah kota selama tiga hari. Data
yang diperoleh pada hari pertama, suhu kota tersebut 24 derajat celsius hari kedua
4 derajat celcius,kemudain pada haru ketiga suhu turun 60 derajat celcius. Suhu
udara pada hari ketiga adalah.
2. Pak rudi bersepeda sehingga mengeluarkan energi sebesar 350 kalori, pak rudi
beristirahat, makan dan minum. Makanan dan minuman tersebut pak rudi
mendapatkan energi sebesar 415 dalamtubuh pak rudi adalah
Karakteristik penilaian penalaran matematika.
Dalam penilaiannya, kemampuan penalaran mempunyai aturan tersendiri yang bisa dijadikan

acuan. Menurut pendapat Wardhani (2004: 4) bahwa, “Penilaian adalah penafsiran hasil

pengukuran dan penentuan hasil belajar”. Studi mengenai penilaian kemampuan penalaran

matematika siswa pernah dilakukan oleh Thompson dalam risetnya yang berjudul “Asessing

Mathematical Reasoning” pada akhir tahun 2006. Dari hasil riset yang dilakukannya,

Thompson mengemukakan bahwa dalam mengukur kemampuan penalaran matematika siswa

dapat dilakukan melalui tes formal. Tes diberikan untuk melihat bagaimana kemampuan

kognitif siswa dalam menyelesaikan soal-soal secara formal.

Penelitian ini menggunakan aturan penilaian dengan kriteria penskoran soal-soal

penalaran seperti yang disajikan oleh Thomson (2006) yang tertera dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1
Pensekoran

No. Kriteria Skor

1 Respon (penyelesaian) diberikan secara lengkap dan benar. 4

2 Respon (penyelesaian) diberikan dengan satu kesalahan/ kekurangan yang


3
signifikan.

3 Respon (penyelesaian) benar secara parsial dengan lebih dari satu


2
kesalahan/kekurangan yang signifikan.

4 Respon (penyelesaian) tidak terselesaikan secara keseluruhan namun


1
mengandung sekurang-kurangnya satu argumen benar.

5 Respon (penyelesaian) berdasarkan pada proses atau argumen yang salah,


0
atau tidak ada respon sama sekali.

Rumus Penentuan nilainya sebgai berikut :

N = Td/Tm100
Keterangan : N = Skor nilai
Td = Total nilai didapat

Tm= Total nilai maksimal

C. Skoring penilaian penalaran matematika sd


Tabek skor penilaian penalaran matematika.
D. Analisis penilaian penalaran matematika di sd
Analisis penilaian penalaran matematika yaitu menganalisis anak dalam tingkat
kemampuan penalaran anak dengan mengikuti kriteria penilaian dan skor penilaian
yan telah ditetapkan sebelumnya

Anda mungkin juga menyukai