Anda di halaman 1dari 10

Keterampilan Proses IPA di SD

A. Pengertian Keterampilan Proses IPA serta Keterampilan Mengobservasi,      


Mengklasifikasi, dan Mengukur
Khusus untuk keterampilan proses dasar, proses-prosesnya meliputi
keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan,
menginferensi, mempredikasi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal
hubungan-hubungan angka. Untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan ini
kepada siswa maka diperlukan agar siswa pun melakukan sesungguhnya kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan-keterampilan tersebut.
1.      Pengertian Keterampilan Proses IPA
Keterampilan Proses IPA adalah suatu pendekatan yang menekankan kepada
fakta dan pendekatan konsep , yang digunakan dalam pembelajaran IPA yang
didasarkan pada langkah-langkah kegiatan dalam menguji sesuatu hal yang biasa
dilakukan oleh para ilmuwan pada waktu membangun atau dalam membuktikan suatu
teori.
Funk (1979) menyampaikan bahwa ada beberapa macam pendekatan yang biasa
digunakan dalam pembelajaran IPA, yaitu pendekatan yang mendekatkan pada fakta,
menekankan pada konsep dan mendekatkan pada proses. Pendekatan-pendekatan ini
dalam praktiknya tidaklah berdiri sendiri tetapi seringkali merupakan suatu
kombinasi, tunggal lebih cenderung kemana arah pengembangannya. Pendekatan
proses didasarkan atas kegiatan yang bisa dilakukan oleh para ilmuwan dalam
mengembangkan dan mendapatkan ilmu pengetahuan.
Ketrampilan proses dianggap sangat penting untuk pembelajaran IPA. Wynnie
Harlen (1992) mengemukakan beberapa alasan untuk itu, yaitu berikut ini.
1. Pengubahan ide-ide kearah yang lebih ilmiah (dengan fenomena yang lebih
cocok) tergantung pada cara dan pengujian yang digunakan. Pengujian yang
digunakan ini berhubungan erat dengan penggunaan ketrampilan proses. 
2. Pengembangan-pengembangan dalam IPA tergantung pada kemampuan
melakukan ketrampilan proses dalam perilaku ilmiah, itulah sebabnya mengapa
pengembangan keterampilan proses mendapat perhatian.
3. Peranan keterampilan proses sangat besar dalam pengembangan konsep-
konsep ilmiah.

Carin (1992)  menyampaikan pula beberapa alasan tentang pentingnya


keterampilan proses, yaitu sebagai berikut.
1. Dalam praktiknya apa yang dikenal dalam IPA merupakan hal yang tak
terpisahkan dari media penyelidikan. Mengetahui IPA tidak hanya sekedar
mengetahui materi ke-IPA-an saja, tetapi terkait puia dengan bagaimana cara
mengumpulkan fakta, dan menghubungkan fakta untuk membuat suatu penafsiran
atau kesimpulan. Ilmuwan menggunakan berbagai proses empiris dan analisis dalam
usahanya untuk menjelaskan misteri alam semesta. Prosedur ini disebut proses IPA.
2. Keterampilan proses IPA merupakan keterampilan belajar sepanjang hayat
yang dapat digunakan bukan saja untuk belajar berbagai macam ilmu tetapi jnga
dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Semiawan dkk. (1992) mengemukakan beberapa alasan yang
melandasi perlunya pendekatan pembelajaran, yaitu:
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dewasa ini maka tidaklah mungkin
lagi seorang guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada para siswanya. Jika
pun dipaksakan untuk melaksanakan, para guru akan mengambil jalan pintas yaitu
mengajarkan secara terburu-buru dengan metode ceramah. Akibatnya, siswa
mendapatkan banyak pengetahuan tetapi tidak dilatih untuk menemukan
pengetahuan, meliputi keterampilan memformulasikan hipotesis, menamakan
variabel, membuat definisi yang operasional, melakukan eksperimen,
menginterpretasi data, dan melakukan penyelidikan.
2.      Keterampilan Mengobservasi
Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler (1984) adalah
keterampilan yang dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita
miliki untuk mengidentifikasi dan memberikan nama sifat- sifat dari objek- objek
atau kejadian- kejadian. Definisi serupa disampaikan oleh Abruscato (1988) yang
menyatakan bahwa mengobservasi artinya mengunakan segenap panca indera untuk
memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau kejadian. Sejalan dengan Esler
dan Esler serta Abruscato, Carin (1992) mengemukakan bahwa mengobservasi adalah
menjadi dasar akan suatu objek atau kejadian dengan menggunakan segenap
pancaindera (atau alat bantu dari pancaindera) untuk mengidentifikasi sifat dan
karakteristik.
Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi
misalnya menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh benda- benda, sistem- sistem, dan
organisme hidup. Sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk
ukuran, dan lain- lain. Contoh yang lebih konkret, seorang guru sering membuka
pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya seperti apa yang engkau lihat ? Atau
bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur? Atau mungkin guru menyuruh siswa untuk
menjelaskan suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan dari suatu
diskusi.
3.      Keterampilan Mengklasifikasi
Keterampilan mengklasifikasi menurut Esler dan Esler merupakan ketermpilan
yang dikembangkan melalui latihan- latihan mengkategorikan benda- benda
berdasarkan pada (set yang ditetapkan sebelumnya dari ) sifat- sifat benda tersebut.
Menurut Abruscato mengkalsifikasi merupakan proses yang digunakan para ilmuan
untuk menentukan golongan benda- benda atau kegaitan- kegiatan. Sedangkan Carin
(1992) menyatakan bahwa mengklasifikasi adalah mengatur atau membagi objek,
kejadian, atau informasi tentang objek ke dalam kedalam kelas menurut metode atau
sistem tertentu. Skema klasifikasi digunakan dalam IPA (juga pada ilmu-ilmu
lainnya) untuk mengidentifikasi benda atau kejadian da untuk memperlihatkan
persamaan, perbedaan, dan hubungan-hubungannya.
Bentuk- bentuk yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya
memilih bentuk- bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambar- gambar hewan, daun-
daun, atau kancing- kancing berdasarkan sifat- sifat benda tersebut. Sistem- sistem
klasifikasi berbagai tingkatan dapat dibentuk dari gambar- gambar hewan dan
tumbuhan (yang digunting dari majalah) dan menempelkannya pada papan buletin
sekolah atau papan panjang di kelas.
Contoh kegiatan yang lain adalah dengan menugaskan siswa untuk membangun
skema klasifikasi sederhana dan menggunakannya untuk klasifikasi organisme-
organisme dari carta yang diperlihatkan oleh guru, atau yang ada didalam kelas, atau
gambar tumbuh- tumbuhan dan hewan- hewan yang dibawa murid sebagai sumber
klasifikasi
4.      Keterampilan Mengukur
Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui
kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok
dari ukuran panjang, luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Abruscato menyatakan
bahwa mengukur adalah suatu cara yang kita lakukan untuk mengukur observasi.
Sedangkan menurut Carin (1992) mengukur adalah membuat observasi kuantitatif
dengan membandingkannya terhadap standar yang kovensional atau standar non
konvensional.
Keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan
alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan
menggunakan alat- alat ukur. Langkah pertama proses mengukur lebih menekankan
pada pertimbangan dan pemilihan instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan
dan menentukan perkiraan sautu objek tertentu sebelum melakukan pengukuran
dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan ukuran yang tepat. Misalkan, siswa
diajarkan untuk mengetahui bahwa mengukur berat menggunakan timbangan dan
mengukur panjang menggunakan mistar atau pita ukur. Siswa diajarkan pula untuk
memperkirakan ukuran suatu objek sebelum melakukan pengukuran dengan alat ukur
tertentu.
Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang dibuat
sendiri atau dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar. Sedangkan pada
tahap selanjutnya, menggunakan alat ukur yang telah baku digunakan sebagai alat
ukur. Sebagai contoh, dalam penguran jarak, bisa menggunakan potongan kayu,
benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai satuan ukurnya. Sedangkan dalam
pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau kancing yang akan dimasukkan
untuk mengisi benda yang akan diukur.
Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa
memperkirakan dimensi linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam kelas)
dengan menggunakan satuan centimeter (cm), dekameter (dm), atau meter (m).
Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat ukur, mistar atau penggaris) untuk
pengukuran benda sebenarnya.
B.     Keterampilan Mengomunikasikan, Menginferensi, Memprediksi, Mengenal
Hubungan Ruang dan Waktu, Mengenal Hubungan-hubungan Angka
1.      Keterampilan Mengkomunikasikan
Menurut Abruscato mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil
pengamatan yang berhasil dikumpulkan atau menyampaikan hasil penyelidikan.
Menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari
grafik atau gambar yang menjelaskan benda- benda serta kejadian- kejadian secara
rinci.
Mengapa keterampilan mengomunikasikan perlu dikembangkan? Telah kita
ketahui bersama bahwa komunikasi merupakan hal yang penting untuk semua usaha
manusia. Komunikasi yang jelas dan tepat merupakan dasar untuk semua kegiatan
ilmiah. Ilmuwan mengomunikasikan sesuatu secara lisan atau secara tertulis, dapat
dengan menggunakan diagram, peta, grafik, persamaan matematika, dan berbagai
peragaan visual.kemampuan untuk memilih penjelasan yang tepat tentang benda,
organisme, dan kejadian merupakan dasar untuk komunikasi lisan dan tertulis secara
efektif.
Kegiatan untuk keterampilan ini dapat berupa kegiatan membaut dan
menginterpretasi informasi dari grafik, charta, peta, gambar, dan lain- lain. Misalnya
siswa mengembangkan keterampilan mengkomunikasikan deskripsi benda- benda
dan kejadian tertentu secar rinci. Siswa diminta untuk mengamati dan
mendeskripsikan beberapa jenis hewan- hewan kecil ( seperti ukuran, bentuk, warna,
tekstur, dan cara geraknya), kemudian siswa tersebut menjelaskan deskripsi tentang
objek yang diamati di depan kelas.
2.      Keterampilan Menginferensi
Keterampilan menginferensi menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga
sebagai keterampilan membuat kesimpulan sementara. Menurut
Abruscato (1998) menginferensi/ menduga/ menyimpulakan secara sementara adalah
adalah menggunakan logika untuk memebuat kesimpulan dari apa
yang kita observasi. Carin (1992) mengemukakan bahwa menginferensi adalah
membuat kesimpulan didasarkan pada alasan yang dijelaskan oleh observasi.
Inferensi adalah membuat kesimpulan sementara yang terkait dengan adanya
dugaan-dugaan. Membuat dugaan-dugaan valid berdasarkan observasi yang didapat
merupakan keterampilan penting untuk belajar secara inkuiri. Latihan inkuiri
memerlukan siswa untuk memperhatikan sesuatu di balik informasi yang tampak
untuk menginferensi hubungan-hubungan baru.
Contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan ini adalah dengan
menggunakan suatu benda yang dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak tahu
apa benda tersebut. Siswa kemudian mengguncang- guncang bungkusan yang berisi
benda itu, kemudian menciumnya dan menduganya apa yang ada di dalam bungkusan
ini. Dari kegiatan ini, siswa akan belajar bahwa akan muncul lebih dari satu jenis
inferensi yang dibuat untuk menjelaskan suatu hasil observasi. Disamping itu juga
belajar bahwa inferensi dapat diperbaiki begitu hasil observasi dibuat.
3.      Keterampilan Memprediksi
Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa yang akan terjadi pada
observasi yang akan dating atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan yang akan
datang yang diharapkan akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi
menurut Esler dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan
datang berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn
menggunakna grafik untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau
dugaan- dugaan.
Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa
kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui. Perlu di
perhatikan bahwa prediksi didasarkan pada observasi, pengukuran, dan informasi
tentang hubungan-hubungan antara variabel yang diobservasi. Prediksi yang tidak
didasarkan pada observasi hanya merupakan suatu terkaan, dan ini bukanlah yang
diharapkan dalam kegiatan mempredikasi pada keterampilan proses. Contoh kegiatan
untuk melatih kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik)
lilin yang menyala akan tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam
berbagai ukuran) yang ditelungkupkan.
4.      Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu
Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu menurut Esler dan
Esler (1948) meliputi keterampilan menjelaskan posisi suatu benda terhadap lainnya
atau terhadap waktu atau keterampilan megnubah bentuk dan posisi suatu benda
setelah beberapa waktu. Sedangkan menurut Abruscato menggunakan hubungan
ruang- waktu merupakan keterampilan proses yang berkaitan dengan penjelasan-
penjelasan hubungan- hubungan tentang ruang dan waktu beserta perubahan
waktu. Keterampilan ini penting karena semua benda menempati tempat dalam suatu
ruang pada waktu tertentu.
Proses ini dapat dipecah ke dalam bermacam-macam kategori temasuk bentuk,
arah, dan susunan yang berkaitan dengan ruang-waktu, gerak dan kecepatan,
kesimetrisan, dan kecepatan perubahan. Kegiatan untuk melatih keterampilan ini
termasuk kegiatan menamakan dan mengidentifikasi gambar-gambar geometris dua
dan tiga dimensi, mengenal bentuk-bentuk benda tiga dimensi dan bayangannya,
membuat pernyataan tentang simetri dari benda-benda. Selanjutnya untuk membantu
mengembangkan pengertian siswa terhadap hubungan waktu-ruang, seorang guru
dapat memberikan pelajaran tentang pengenalan dan persamaan bentuk- bentuk dua
dimensi (segiempat, segitiga, lingkaran) dan bentuk-bentuk tiga dimensi (seperti
kubus, prisma, elips). Seorang guru dapat menyuruh siswa menjelaskan posisinya
terhadap sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia
berada di barisan ketiga bangku kedua dari kiri gurunya.
5.      Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan-bilangan
Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan menurut Esler dan
Esler (1984) meliputi kegiatan menemukan hubungan kuantitatif di antara data dan
menggunakan garis biangan untuk membuat operasi aritmatika (matematika).
Carin (1992) mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah mengaplikasikan
aturan- aturan atau rumus- rumus matematika untuk menghitung jumlah atau
menentukan hubungan dari pengukuran dasar. Menurut
Abruscato (1988) menggunakan bilangan merupakan salah satu kemampuan dasar
pada keterampilan proses. Kita memerlukan bilangan untuk menyatakan suatu
ukuran, mengurutkan, dan mengklasifikasi benda-benda. Lamanya waktu pada
kegiatan untuk mengguanakan bilangan tergantung pada program matematika di
sekolah. Perkembangan keterampilan siswa bertambah jika mereka bekerja pada
proses ini yang mencakup pengidentifikasian pasangan (set) dan bilangannya,
pengurutan, penghitungan rata-rata, penggunaan desimal, dan penggunaan puluhan.
Garis  bilangan dapat digunakan sebagai suatu cara grafik untuk mengajarkan
bilangan positif dan negatif.
Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan ini adalah
menentukan nilai π (baca: phi)  dengan mengukur suatu rangkaian silinder,
menggunakan garis bilangan untuk operasi penambahan dan perkalian. Latihan-
latihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan membandingkan benda-
benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk mengembangkan
keterampilan ini. Contoh pertanyaan yang membantu siswa agar mengerti tentang
hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana benda A jika dibandingkan
dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut turun dari – 100 C ke – 200 C ? ”
C.    Keterampilan Proses Memformulasi Hipotesis, Mengontrol Variabel, Membuat
Definisi Oprasional, Menginterpretasi Data
Keterampilan proses IPA yang terintegrasi meliputi memformulasi hipotesis,
mengontrol variabel, membuat definisi operasional dan menginterpretasi data.
Keterampilan Proses IPA ini merupakan kombinasi dari keteramplan IPA dasar
seperti mengobservasi, melakukan pengukuran, dan sebagainya. Keterampilan proses
IPA yang terintegrasi biasanya diperkenalkan kepada siswa yang telah memiliki
keterampilan dasar IPA yang mendasar. Keterampilan proses IPA ini bisa juga
dikembangkan dari kegiatan belajar belajar IPA yang terdapat dalam buku paket SD
atau yang setara untuk mata pelajaran anak Sekolah Dasar.
Untuk lebih jelasnya keterampilan proses IPA yang erintegrasi tersebut, baiklah
akan kita coba mendalami satu per satu, agar pemahaman kita pada masing-masing
keterampilan tersebut menjadi lebih baik.
1.      Memformulasi Hipotesis
Memformulasi hipotesis adalah memformulasi dugaan yang masuk akal yang
dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. Hipotesis sering
dinyatakan sebagai pernyataan jika dan maka. Contohnya : “Dengan waktu
pemanasan 1 menit, apabila volume air PDAM semakin besar, maka suhu air PDAM
akan semakin kecil”. Dari formulasi ini dapat dikatakan bahwa hipotesis adalah
dugaan tentang pengaruh apa yang akan diberikan variabel manipulasi terhadap
variabel respon. Oleh karena itu di dalam formulasi hipotesis lazim terdapat variabel
manipulasi dan variabel respon. Hipotesis diformulasikan dalam bentuk pernyataan,
bukan pertanyaan.
Hipotesis dapat diformulasikan dengan penalaran induktif berdasarkan data hasil
pengamatan atau diformulasikan dengan penalaran deduktif berdasarkan teori.
Penalaran induktif adalah penalaran yang dilakukan berdasarkan data atau kasus
menuju ke suatu pernyataan kesimpulan umum yang dapat berbentuk hipotesis atau
teori sementara. Penalaran deduktif adalah penalaran yang dilakukan berdasarkan
teori menuju pernyataan kesimpulan sementara yang bersifat spesifik. Beberapa
perilaku siswa yang dikerjakan siswa saat merumuskan hipotesis adalah: (a)
memformulasi hipotesis berdasarkan pengamatan dan inferensi; (b) merancang cara-
cara untuk menguji hipotesis; (c) merevisi hipotesis apabila data tidak mendukung
hipotesis tersebut.
2.      Mengontrol Variabel
Variabel adalah suatu besaran yang dapar bervariasi atau berubah pada suatu
situasi tertentu. Dalam penelitian ilmiah terdapat 3 (tiga) macam variabel yang
penting, yaitu variabel manipulasi, variabel respon, dan variabel kontrol. Variabel
yang secara sengaja diubah disebut variabel manipulasi. Variabel yang berubah
sebagai akibat pemanipulasian variabel manipulasi disebut variabel respon. Andaikan
dilakukan percobaan yang menghasilkan kesimpulan bahwa  “Apabila banyak lampu
dihubungkan seri ditambah, maka nyala lampu menjadi semakin redup”. Variabel-
variabel yang di teliti dalam percobaan itu adalah banyak lampu dan nyala lampu.
Pada percobaan ini secara sengaja telah diubah banyaknya lampu, yakni mula-mula
hanya ada satu lampu kemudian ditambahkan satu lampu lagi secara seri dengan
lampu pertama. Oleh karena itu banyak lampu merupakan variabel manipulasi.
Variabel lain, yaitu nyala lampu merupakan variabel respon, karena nyala lampu
berubah akibat pemanipulasian variabel manipulasi.
Di samping variabel manipulasi, terdapat banyak faktor yang dapat
mempengaruhi hasil suatu percobaan atau eksperimen. Dalam suatu eksperimen,
dapat dikatakan bahwa variabel manipulasi adalah satu-satunya variabel yang
berpengaruh terhadap variabel respon. Oleh karena itu, kita harus yakin bahwa faktor
lain yang dapat memberikan suatu pengaruh dikontrol untuk tidak memberikan
pengaruh. Dengan demikian variabel ini disebut variabel kontrol. Eksperimen yang
dilakukan dengan pengontrolan variabel seperti itu dapat disebut prosedur eksperimen
yang benar. Jadi mengontrol variabel berarti memastikan bahwa segala sesuatu dalam
suatu percobaan adalah tetap sama kecuali satu faktor. Misalkan pada saat dilakukan
eksperimen untuk menguji hipotesis “Apabila banyak lampu dihubungkan seri
ditambah, maka nyala lampu menjadi semakin redup”. Kita mula-mula membuat
rangkaian sederhana satu baterai yang dibebani satu lampu, ternyata menyala terang.
Kemudian kita menambah satu lampu lagi secara seri dengan pertama, ternyata lampu
menjadi redup. Pada saat kita menambah satu lampu tersebut, kita tidak mengubah
empat variabel, yaitu jenis baterai, jenis kabel-kabel penghubung, jenis soket baterai,
dan jenis soket lampu. Dalam percobaan ini kita telah menjaga empat variabel itu
agar tidak mempengaruhi hasil percobaan tersebut. Empat variabel itu disebut
variabel kontrol. Dengan demikian kita dapat mengatakan bahwa satu-satunya
variabel yang berpengaruh terhadap redupnya nyala lampu itu (variabel respon)
karena ada tambahan satu lampu secara seri (variabel manipulasi).
Beberapa perilaku siswa dalam mengontrol variabel adalah : (a)
pengidentifikasian variabel yang mempengaruhi hasil; (b) pengidentifikasian variabel
yang diubah dalam percobaan; (c) pengidentifikasian variabel yang dikontrol dalam
suatu percobaan.
3.      Membuat Definisi Operasional
Membuat definisi operasional adalah perumusan suatu defenisi yang
berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa yang diamati. Suatu defenisi
operasional mengatakan bagaimana sesuatu tindakan atau kejadian berlangsung,
bukan apakah tindakan atau kejadian itu.
Mendefenisikan secara operasional suatu variabel berarti menetapkan tindakan
apa yang dilakukan dan pengamatan apa yang akan dicatat. Contohnya, dari hipotesis
“Dengan waktu pemanasan 1 menit, apabila volume air PDAM semakin besar, maka
suhu air PDAM akan semakin kecil”. Untuk variabel manipulasi, tindakan yang
dilakukan adalah menuangkan air ke dalam gelas kimia sampai 20 ml, 40 ml, 60 ml;
sedangkan pengamatan yang dicatat adalah volume air PDAM, yaitu 20 ml, 40 ml,
dan 60 ml.  untuk variabel respon, tindakan yang dilakukan adalah menyalakan lilin,
sedangkan pengamatan yang dicatat adalah suhu air PDAM. Penting dicatat bahwa
tiap peneliti dapat membuat defenisi operasional  variabel sendiri-sendiri, artinya
variabel yang sama defenisi operasionalnya dapat berbeda-beda bergantung pada
yang ditetapkan masing-masing peneliti.
Oleh karena itu, sebagian besar rancangan eksperimen sebagai persiapan
pengumpulan data telah terselesaikan. Yang tersisa tinggal menetapkan variabel
kontrol. Beberapa perilaku siswa saat mendefenisikan variabel secara operasional
adalah; (a) memaparkan pengalaman-pengalaman dengan menggunakan obyek-obyek
konkrit, (b) mengatakan apa yang diperbuat obyek-obyek tersebut, (c) memaparkan
perubahan-perubahan atau pengukuran-pengukuran selama suatu kejadian.
4.      Menginterpretasi Data
Sebelum melakukan penyelidikan, sebaiknya terlebih dahulu belajar bagaimana
caranya menginterpretasi data atau menafsirkan hasil observasi kuantitatif.
Interpretasi data biasanya melibatkan organisasi data ke dalam tabel atau
gambar/bagan. Interpretasi data juga dapat dilakukan dengan jalan membuat gambar
atau grafik dari hasil pengamatan, biasanya  melibatkan usaha-usaha peulisan, hasil
observasi, membuat kesimpulan, inferensi/penafsiran dan merekomendasi.
Kesimpulan biasanya berkenaan dengan ringkasan dari hasil pengamatan. Sedangkan
inferensi adalah pernyataan umum yang berfungsi untuk menjelaskan atau membuat
kesimpulan menjadi bermakna. Rekomendasi adalah saran untuk tindakan di masa
yang akan datang berdasarkan kesimpulan dan inferensi yang telah dibuat.
Membuat hasil pengamatan atau observasi menjadi bermakna disebut
interpretasi data. Interpretasi data sangat penting karena makna dan pengertian yang
diperoleh dapat diasumsikan dengan baik. Bila kita melihat keterampilan proses
dalam IPA, perlu diingat bahwa IPA dimulai dari suatu pernyataan. Sering terjadi,
hipotesis yang dibuat berfungsi untuk memprediksi/meramalkan jawaban untuk
pertanyaan yang telah dibuat. Kemudian penyelidikan dirancang dan dilaksanakan.
Dari hasil penyelidikan biasanya diperoleh data hasil percobaan. Data yang
dihasilkan  kemudian diinterpretasi, misalnya angka-angka ditransfer ke dalam kata-
kata atau kalimat untuk menjelaskan hasil. Terakhir si peneliti harus memutuskan apa
arti dari kata-kata tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan antara lain.
Apakah ramalan yang telah dibuat cukup akurat? Apakah satu variabel
mempengaruhi variabel yang lain? Pertanyaan lain yang mungkin muncul adalah
Apakah yang harus dikerjakan berikutnya? Apakah yang harus diberitahukan kepada
orang lain tentang penyelidikan yang dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini
adalah bagian dari data interpretasi.

Anda mungkin juga menyukai