Suatu pagi yang cerah, seorang anak bernama Andrew memasuki sekolahnya, SMAN
22 Bandar Lampung. Andrew adalah seorang anak yang memiliki mimpi untuk menjadi
seorang musisi yang terkenal. Tetapi tak seorang pun yang mempercayai mimpinya itu. Dia
berjalan dengan sangat santai menuju kelasnya, XI IPS 1. Namun, langkahnya mendadak
terhenti saat dia melihat papan pengumuman, dimana ada pengumuman bahwa ada lomba
band antar kelas XI SMAN 2 pada hari Sabtu, dan seluruh siswa-siswi kelas XI, wajib untuk
mengikuti lomba dengan membentuk band yang beranggotakan 5 orang, dan wajib
mengumpulkan data tentang band mereka paling lambat hari Jum’at. Setelah membaca
pengumuman itu, segera saja Andrew berkeliling mencari anggota band. Namun sayang,
anak-anak yang diajak Andrew, rata-rata sudah punya band sendiri, Teman – teman sekelas
Andrew membentuk band tanpa mengajak Andrew.
“Lu mau gabung dengan kami? sadar deh, kemampuan lu belum memenuhi syarat,”
ejek salah seorang temannya.
“Tapi gw rasa gw punya kemampuan itu!” jawab Andrew.
Mendengar perkataan itu, semua teman – temannya menertawai dirinya. Meskipun
begitu, dia tak berputus asa, Andrew tetap mencari anggota untuk mengikuti kompetisi itu.
Dia terus mencari hingga bel masuk pun berbunyi, tetapi Andrew masih belum menemukan
anggota.
Tak terasa waktu berlalu, jam istirahat pun tiba. Andrew duduk di bangku taman dan
termenung. Michael, anak XI IPS 2 yang melihat Andrew sedang termenung, berniat
mengusili Andrew. Jadilah Michael diam-diam berjalan ke arah belakang bangku dan, tiba-
tiba…
“Doooooooorrrrrrrrrrrrrrrr!!!!!!!! “teriak Michael .
“Sialan !! Ngagetin gue aja lo !!“ gerutu Andrew .
“Ya, sorry…. cuman bercanda , bro !! tapi lo kenapa?? kok kayak nya lo gak
semangat?? “ tanya Michael.
“gue bingung, karena gue belom nemu anggota band buat lomba sabtu besok.
Sementara limit nyakan hari Jum’at, empat hari lagi, eh lo udah ada band belom?? “ Andrew
bertanya pada Michael.
“Kebetulan, bro!! gw juga belom punya!! gimana kalo kita bentuk band?? Gue kan
jago gitar, lo jago nyanyi, cocok !! Lo jadi vokalis, gue jadi gitaris, gimana….setuju gak??
“tanya Michael .
“Ok, setuju !!“ seru Andrew .
“sip !! berarti tinggal cari tiga anggota lagi !! ayo, kita cari !!“ ajak Michael penuh
semangat.
Michael dan Andrew mencari anggota dengan berkeliling sekolah. Namun sayangnya,
mencari anggota band tidak semudah yang dikira Michael dan Andrew, karena mereka sama
sekali tidak menemukan anggota band sampai bel pulang berbunyi. Michael dan Andrew pun
pulang dengan tangan hampa.
Dua hari berlalu, Michael dan Andrew masih belum menemukan anggota band.
Mereka jadi pusing dan hampir putus asa. Namun , mereka tidak mau menyerah begitu saja.
Setelah berjuang cukup keras, perlahan mereka menemukan anggota. Dimulai dari Thomas,
siswa XI IPS 3, yang bergabung menjadi bassist, lalu disusul dengan bergabungnya George,
siswa kelas XI IPA 1, sebagai keyboardist. Lalu, Richard, anak kelas XI IPA 2, juga
bergabung sebagai drummer.
Akhirnya band mereka pun lengkap, lalu mereka berlima mendiskusikan nama untuk
band mereka. Sempat terjadi perdebatan, sampai tiba-tiba Andrew mengusulkan nama Project
Revolution Band, yang bermakna bahwa band itu adalah proyek mereka untuk merevolusi
dunia musik. Michael, Thomas, George, dan Richard pun menyetujui usul Andrew . Jadilah,
band Project Revolution mendaftar dan akhirnya Project Revolution pun mengikuti lomba.
Project Revolution tampil dengan sempurna Hingga Akhirnya band mereka pun berhasil
menjuarai lomba band tersebut. Andrew merasa senang bahwa dia bisa membuktikan kepada
teman sekelasnya akan kemampuan bermusiknya.
Setelah lomba berakhir, kelima anggota Project Revolution berjanji untuk selalu
kompak sampai kapanpun . Sesuai dengan janji mereka , kelima anggota band Project
Revolution pun kompak menjaga persahabatan diantara mereka .
1. Sinopsis Cerpen
Andrew adalah seorang anak biasa yang mempunyai mimipi besar untuk menjadi seorang
bintang musik. Mimpinya yang besar itu membuat Andrew kurang disukai oleh teman –
teman sekelasnya. Pada suatu hari dia membaca sebuah pengumuman yang mengabarkan
bahwa sekolah mereka akan mengadakan lomba musik untuk seluruh kelasa XI. Seluruh
kelas XI diwajibkan untuk mengirimkan perwakilan Band untuk berpartisipasi dalam kontes
tersebut.
Tetapi ketika dia mengajak teman – teman sekelasnya, dia ditinggalkan oleh mereka. Teman
sekelas Andrew tak mengajak dirinya untuk bergabung. Meskipun begitu Andrew tak
berputus asa. Dia terus mencari anggota untuk mengikuti acara tersebut.
Hingga akhirnya Andrew bertemu dengan Michael temannya dari kelas lain. Ternyata
Micahel juga memiliki mimpi yang sama dengan Andrew, mereka pun bersatu untuk
membuat Band. Michael yang menjadi pemain gitar, sedangkan Andrew sang vokalis.
Mereka sadar bahwa untuk membentuk suatu band yang utuh mereka membutuhkan
tambahan anggota. Setelah berjuang dengan keras, akhirnya mereka menemukan anggota
team lainnya dan bergabunglah Thomas, George, dan Richard. Kemudian terbentuklah
Project Revolution Band.
Mereka akhirnya bisa mengikuti kompetisi itu dan akhirnya keluar menjadi juara. Mereka
terutama Andrew berhasil membuktikan kepada teman sekelasnya bahwa dia berhasil
mewujudkan mimpinya.
Unsur – Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik Cerpen
A. Unsur Instrinsik
a. Tema :
Perjuangan menggapai mimpi
b. Latar :
Sekolah : Andrew memasuki sekolahnya, SMAN 22 Bandar Lampung,
Taman : Andrew duduk di bangku taman dan termenung
c. Alur : Maju
d. Tokoh:
Major Character
Andrew :
Ambisius, tidak gampang menyerah
Micahel :
Baik, usil
Minor Character
Teman sekelas : Apatis
e. Sudut pandang :
Sudut pandang orang ketiga tunggal
f. Moral value :
Kejar mimpimu jangan menyerah hanya karena rintangan – rintangan kecil.
B. Unsur Ekstrinsik
Latar belakang penulis :
Penulis ingin menyampaikan bahwa setiap orang memiliki bakat dan mimpinya tersendiri.
Lebih jauh penulis mengungkapkan bahwa kehidupan di masa remaja banyak sekali
rintangan – rintangan yang siap menghadang mimipi dan cita – cita tersebut. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan bahwa tiada yang tidak mungkin jika kita terus berusaha.
Nilai – Nilai
1. Nilai moral :
Nilai moral ditunjukan ketika tokoh utama diremehkan dan kemudian dia tidak berputus asa
dengan itu semua dan menjadikannya cambuk untuk maju.
2. Nilai budaya :
Nilai ini ditunjukan ketika tokoh Michael membantu Andrew yang sedang kesulitan.
Untuk Sahabatku
Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi. Kala langit
mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu
senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira
sedikit tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat.
Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan. Namun, sekian lama
pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah
hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari
sahabat. Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa
kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin
sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap
dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat.
Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku
membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir
kuanggap sahabat, Ria pada sahabatku yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!”
balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. Langsung
pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering
dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari
perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi
kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue
numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy
membiarkanku berbaring di kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal.
Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi terbendung. Sesak di
dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa
sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap
sahabat selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak
pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka menjauhiku.
“Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan
tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika
kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu. Dia pasti
ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai.
Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua sama.
Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu.
Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali.
“Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia.
Dia yang dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu
dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi
menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku
menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian.
Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita ngga ingat
Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga
tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu
bersamaku. Tetapi aku masih sering merasa sendiri.
Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah
hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat
bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak
menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat
solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh
lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo bisa
ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi
berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan kehampaan sejenak. Air
mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah sendiri dan
ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang.
Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan
pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah,
persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum.
Akhir sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga
persahabatan kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan
menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang
terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La takhof, wala tahzan,
innallaha ma’ana..Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.
- TAMAT -
Unsur Instrinsik :
• Tema : Persahabatan
• Tokoh : Faiy, Maya, Ria, Silvy, Lara
• Watak :
Faiy : Kurang percaya diri
Maya : Tidak peduli
Ria: Tidak peduli
Lara : Acuh
Silvy: Peduli
• Alur : Maju mundur
• Latar :
Tempat
Asrama
Perpustakaan
Di kamar silvy
Waktu
Siang Hari
Suasana : Mengharukan
Sudut pandang : Orang Pertama
Amanat : Sebagai makluk hidup kita harus percaya adanya tuhan yang selalu menemani
umatnya dimana pun berada.
Unsur Ekstrinsik:
-Nilai Agama
Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan aturan/ajaran yang
bersumber dari agama tertentu.
-Nilai Moral
Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan akhlak/perangai atau etika.
Nilai moral dalam cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang
buruk/jelek.
-Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat-istiadat yang
berlaku pada suatu daerah.
-Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antara individu dalam
masyarakat.
BANGKIT
Cerpen Karangan: Alfred Pandie
Diambil dari : Cerpenmu.blogspot.com
Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh
kesunyian malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap. Cahaya bulan
malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Konflik dengan orang
tua karena tidak lulus sekolah. Hari ulang tahun yang gagal di rayakan. Dan hadiah sepeda
motor yang terpaksa di kubur dalam-dalam karena tak lulus, belum lagi si adik yang
menyebalkan. Teman-teman yang konvoi merayakan kemenangan, sedang aku?
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus menebarkan
senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku menghapus air mataku yang
jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang
tergiang-ngiang merobek otak ku.
“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah
caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini.” beberapa
kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja ku matikan karena kesal atau
muak.
Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.
“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku minta duitnya..”
seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan,
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak
berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan menyerahkan
padanya. “ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin mati…!” Aku
melemparkan tas ke hadapannya yang di sambut dengan senyum picik dan iapun menghilang
di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air suangai yang
mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi menyerang tubuh
ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak ada yang penting bagiku
sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan berdiri bebas. Menutup mata
dan tinggal beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku perlahan mengangkat kaki kananku
dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan
menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari pada
melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di atas tanah
Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri tangga
turun. Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku, di sekujur tubuhnya
penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga jalan. Sesekali
menatap langit dan menghapus air matanya.
“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam
membisu”. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi dari
sini.
“kenapa kamu menamparku..?
Kenapa kamu menolongku?
Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku
dengan tuduhan yang tak jelas, aku memulai pembicaraan”.
Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku. “apa kamu akan
terdiam atau aku telah mengusikmu?”. Aku melihatnya dan ia balik menatapku tajam. Aroma
alkohol dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..? Sungguh aku minta maaf,
menurut ku kamu terlalu lemah, masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit, bukankah
setiap hari kita merasakan hal yang sama? Ia berkata sembari mengulurkan tangannya yang
ternyata cuma 2 jari yang utuh, Aku mulai merinding karena sedikit takut. Sehingga aku tak
membalas uluran tangannya. “kaget ya mbak?. Jari ku yang lain di potong oleh preman
karena persaingan. Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali
besar, bahkan untuk tertidur saja itu sulit. Harus rela kedinginan, Di gigit nyamuk dan tempat
ku tertidur hanya di emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh gembel lain, terpaksa aku
harus mencari tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila aku mengambil tas mu. Aku
butuh makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa makanan di tong sampah sudah membusuk
karena hujan kemarin, Biasanya aku mencari secerca kenikmatan disana yang masih bisa
layak ku telan, rasa lapar tak akan bisa membuatmu jijik. Setiap hari saat membuka mata
yang anda ingat hanya perut dan perut.”Ia terdiam dan mengalihkan pandanganya luas
menembus angkasa, langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku dengan mulut terbuka,
betapa aku tak percaya setengah mati. Bagaimana mungkin seandainya sekarang aku berada
di posisi ini? Aku yang terlahir dari keluar sederhana namun penuh kehangatan, uang bukan
masalah, aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya,
semuanya cukup, tapi ternyata itu bukan kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki
segalanya tapi tidak dengan cinta, selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita
mati. Terutama pentingnya mensyukuri apa yang ada. Aku menarik tangan dan menjabat
tangannya kuat-kuat yang tinggal dua jari meski sedikit risih karena aneh menurutku. Aku
memberinya sedikit pelukan hangat. Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang bau alkohol
dan bau wc umum. Aku menyerahkan tas ku padanya. “ambil lah.. Aku tak mengenalmu tapi
kamu memberi ku banyak alasan hari ini, kenapa aku harus kuat menghadapi hidupku
sekarang dan nanti, bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku sadar masih punya segalanya,
bodoh sekali cuma karena cinta semangatku hilang, belum tentu ia jodohku, belum tentu ia
juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”. Aku berlari menuruni tangga meninggalkan ia
sendiri yang masih terdiam menatap kembali langit yang menampakan bintang-bintang kecil
yang berkelip dengan jenaka, seakan hari ini tak akan berlalu.
Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan bunga
mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan adikku yang
berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia memulai.“maafkan aku
sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?, sudah membuat hidupku lebih
berharga karena ini. Ia menyerahkan bunga dengan sebuah diary usang punyaku, yang entah
dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa
banggaku atas kekasihku ini. Aku memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis
dan canda menghiasi malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak
kekasihku menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal.
Khususnya arti bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan mencari
namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall bersama orang tua
dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.
Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti
kehangatan ini harus berakhir
Tamat
1. Unsur Intrinsik cerpen ‘‘Bangkit’’
1.Tema: Jangan mudah putus asa / kehidupan
2.Latar:
-Waktu : Malam hari
Bukti : Cahaya bulan malam ini begitu indahnya.
-Tempat : di pinggir jalan dan di atas jembatan
Bukti : ‘Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit. ‘
‘ Di sini di atas jembatan tua ini angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku’.
-Suasana : Sunyi sepi
Bukti : ‘Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.’
3. Alur : Maju
-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah
sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
4.Penokohan :
- Aku : mudah putus asa, kurang bersyukur dan selalu mengeluh
Bukti :
‘Kenapa kamu menolongku? Aku sudah tak berarti lagi.’
‘Aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya.’
-Pria pemabuk : pemabuk dan kuat menghadapi beratnya hidup
Bukti :
‘seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan’
‘Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk
tertidur saja itu sulit.’
5.Sudut pandang : orang pertama sebagai pelaku utama.
-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan
mengisahkan tentang dirinya sendiri.
6. Nilai :
-Nilai Moral : Saat tokoh ‘aku’ menyadari selama ini hanya meminta tanpa pernah tahu
bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya bersyukur dengan apa yang telah
kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karna diluar sana masih banyak orang yang
kekurangan.
-Nilai Perjuangan = Pria pemabuk berjuang bertahan hidup di jalanan yang keras. Di
kehidupan nyata banyak orang yang melakukan apapun untuk berjung hidup. Kita harus
berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras ini.
-Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamatkan tokoh ‘aku’ yang akan terjun dari
jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita saat menghadapi masalah kita
seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.
7.Amanat :
a. Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup.
b. Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.
c. Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan kadang dibawah.
d. Jangan lari dari permasalahan.
e. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
f. Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit
2. Unsur Ekstrinsik cerpen “Bangkit”
1. Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakatt saat
mereka gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis ingin menginspirasi/memotivasi
orang-orang dalam menghadapi kerasnya hidup melalui ceritanya.
2. Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di masyarakat.
Banyak orang yang bunuh diri karena putus asa maka penulis menggambarkan situasi
tersebut dalam sebuah cerpen.
3. Masyarakat pembaca : Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen ini karena cerpen
ini mengandung masalah-masalah yang ada di masyarakat dan masih banyak orang yang
memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.
cerpen : IKAN KALENG
Sam tiga hari di Jayapura; dia guru ikatan dinas dari Jawa. Dan tak mengira, saat
pembukaan penerimaan siswa baru buat SD Batu Tua 1 yang terletak sejurus aspal hitam
dengan taksi (sebenarnya minibus), ada yang menggelikan sekaligus, mungkin,
menyadarkannya diam-diam. Ia tersenyum mengingat ini.
Ketika seorang lelaki bertubuh besar, dengan tubuh legam dan rambut bergelung seperti
ujung-ujung pakis lembut teratur menenteng dua anak lelakinya, sambil bertanya, “Ko pu
ilmu buat ajar torang (kami) pu anak pandai melaut? Torang trada pu waktu. Ini anak lagi
semua nakal. Sa pusing”
Sam memahami penggal dua penggal. Dia, seperti yang diajarkan saat micro teaching,
mulai mengulai senyum lalu berkata, “Bapak yang baik, kurikulum untuk pendidikan dasar
itu keterampilan dasar, matematika, bahasa indonesia, olahraga dan beberapa kerajinan..”
“Ah, omong ko sama dengan dong (dia) di bukit atas! Ayo pulang!”
Kaget. Sam tersentak, belum lagi dia selesai. Dan ini tak pernah diajarkan di pengajaran
mikro. Juga di buku diktum bab penerimaan siswa baru. Dia pucat; diraihnya segelas air
putih.
Pendaftaran pertama memantik rasa sabar dan sesuatu yang asing dalam dirinya. Ia
bersabar menunggu detik berikutnya dari lepas pukul sembilan. Ia mengelap lagi wajahnya.
Di meja pendaftaran samping, kosong, Tati belum datang. Cuma ada Markus, Waenuri dan
Tirto—teman sekelasnya yang sedang betugas masing-masing di ruang lain; mulai dari siap
berkas, mencatat kebutuhan anggaran dan menyiapkan papan tulis. Bismillah, ia mengharap,
tepat ketika sebarisan orang-orang legam bertelanjang kaki menjejaki halaman yang setengah
becek bertanah merah, dilatari sisa-sisa alat berat dan bekas pengadukan material bangunan
itu.
Dan syukurlah, meski dengan penjelasan yang tak kalah berat; setidaknya, tak ada yang
seperti orang pertama. Begitu seterusnya sampai Tati tiba membantu. Tapi ia masih
penasaran , siapa sebenarnya orang itu. Ia mencoba mencari tahu, hasilnya, ternyata lelaki
pertama tadi adalah kepala suku Lat, berada di sekitar pantai sebelah kanan, menembus
seratusan rengkuh dayung untuk sampai di kampungnya yang ada di laut. Kira-kira begitu
kata orang -orang yang juga ada berasal dari sana.
“Trada perlu risau, dong itu memang keras kepala,” kata di penjelas itu sambil bisik
bisik takut ada yang melaporkan omongannya.
/2/
Hari tadi tercatat dua puluh satu siswa terdaftar jadi angkatan baru sekaligus kelas baru
buat sekolah itu. Usia mereka beragam. Hari berjalan, minggu silih berganti dan bulan
menumpang tindih. Tepat memasuki bulan Agustus, keganjilan itu muncul kembali. Meski
sebelumnya pernah terjadi, tapi kali ini semakin sering.
Dua anak itu sering muncul di halaman. Mereka nampak memandangi sesuatu yang
mungkin aneh baginya. Teman-teman yang lain menghadapi sebuah tiang dengan bendera
dua warna. Berbaris lalu menyanyi-nyanyi. Dari sini Sam merasa iba. Ia dekati. Dan tahu
betul mereka itu yang tempo hari dibawa oleh kepala suku Lat.
“Kenapa kalian, ingin seperti mereka?”
“He-eh…” yang satu mengangguk. Ia menatap teman-temannya yang menyanyi-nyayi
bersama itu dari sana terbalas, dua tiga melambai ke mereka yang ada di dekat jalan depan
sekolah itu.
“Apa ko ini Do! Trada boleh!! Bapa ade bisa marah”
Mereka kemudian menjauh, menurun di bukit-bukit kecil bercadas, berkelok, samar dan
hilang bersama suara angin dan pemandangan hijau hutan juga beberapa rumah penduduk
dan sekali dua waktu minibus berlalu dengan muatan penuh.
Sam memutuskan sore nanti ia akan mengunjungi rumah anak-anak itu dan
memberikan semacam penjelasan.
Dengan dibantu salah seorang wali murid, sampailah dia di rumah lelaki itu. Sam
kemudian menyampaikan maksud dan sejumlah penjelasan terutama perihal anak mereka
yang sering datang ke sekolah.
“Ko trada perlu ajari torang. Torang dah pu sekolah sendiri. Lihat mari! Justru murid ko
yang mari”
Sam, dengan setengah tak percaya mengikuti lelaki itu. Turun dari rumah besar, lalu
menuju perahu di antara barisan rumah-rumah, aroma laut menebar, hidungnya disesaki asin
dan matanya dipenuhi tatapan aneh dari penduduk sekitar. Dia menuju sebuah rumah yang
sama di atas laut dan di sana nampak sudah dua anak lelaki yang menyambanginya siang tadi.
Dan, beberapa muridnya yang ia kira sakit, ternyata mereka ada di sana.
Di tempat ini terlihat: barusan dayang-dayung tergantung, tombak bermata tajam,
sebuah perahu di tengah ruangan, jala, pisau, sebuah titik-titik dengan cangkang karang yang
kemudian Sam tau itu rasi bintang di langit. Lelaki Lat menjelaskan lagi dengan bahasa
alihkode semi kacau, bahwa disinilah seklah yang ia dirikan. Sekolah yang diberinama Lat:
Sesuai nama suku.
Sebenarnya lelaki tadi tidaklah bodoh terlalu. Ayahnya dulu pernah menyekolahkannya
ke “sekolah pemerintah” meski hanya dikelas satu—demikian mereka menyebutnya, namun
suatu hal mengganjal.
Ketika kakaknya yang sudah kelas enam di SD Jayapura 2 tak bisa apa-apa ketika harus
nenemani kakak mereka yang lebih tua pergi melaut menggantikan ayahnya yang sakit keras.
Dia, kakaknya yang SD tersebut, hanya bisa omong dan menyanyi-nyayi, lalu pamer angka-
angka tak jelas dalam kertas, tapi tak becus membaca rasi bintang, arah angin, membelah
ombak, mengarah tombak, apa lagi mencecap asin air dan jernih gelombang untuk menerka
di mana ikan-ikan berkumpul. Dari situ ia benci sekolah—ia benci menghabiskan waktu
dengan menyayi dan menggambar tidak jelas. Dan, pelak, ketika ada pembukaan sekolah
baru ia selalu mencari sekolah yang mengajarkan anaknya melaut, membelah ombak,
mendayung, membaca rasi bintang, menombak ikan paus dan seterusnya. Dan itu tak pernah
ada, atau mungkin tak akan pernah ada!
Sam terdiam. Ia paku bagi kelana: semua diktum terkulum gelombang di kaki pancang:
berpias-pias.
Dan juga sorenya, sam melihat bahwa cahaya senja senantiasa keemasan sebelum
muram menjadi gelap, lelaki itu mengajar dua anaknya dan tiga dari muridnya yang
belakangan absen. Dia mengajari cara memegang dayung, menggerakkannya kanan kiri di
atas perahu di tengah kelas itu. Dan, tak sekalipun lelaki itu membentak atau bahkan
memukul bila salah. Dia selalu berkata,
“Ko pasti bisa! Ko dilahir atas laut, makan ikan laut, garam laut, ko anak laut! Laut ibu
torang. Kitorang cintai dayungi dan ciumi angin asin ini. Laut tempat ko makan, laut tempat
ko besar nanti, ko paham sa pu nasehat? Ini tujuan ko sekolah di Lat, ko belajar hidup bukan
cuma omong kosong menggambar. Ko dititipi laut bapa kitorang”
/3/
Peristiwa dua tahun silam terngiang makin dalam, di meja kelas ketika kini dia
mengadapi pesan pendek berisi keluh dari sejumlah kawan di Jogja yang belum juga
mendapat kerja. Dia menarik nafas. Untung dia dapat ikatan dinas; meski jauh seperti ini,
terpisah dari keluarga.
Dia sedang mengabsen, saat tiba-tiba lelaki kepala suku Lat itu datang mengetuk pintu
kelas. Dia izin sebentar pada murid- muridnya yang kini tinggal setengah—sisanya “sekolah”
di Lat: memilih belajar membelah ombak dengan benar, membaca rasi bintang dengan sket
cangkang dan seterusnya.
“Maaf ada yang bisa sayang bantu Pak?” Sam bertanya, dalam hati ia mengira lelaki
itu, yang kini membawa kedua anaknya beserta anak lain, ingin menyekolahkan di tahun
ajaran baru yang sebentar lagi tiba.
“Ko orang Jawa, bisa ajar torang buat ini?” Sam mundur sedikit. Ia kaget. Lelaki itu
menunjukan ikan kalengan bermerek sarden.
Usut punya usut, setelah bercakap kemudian, sekolah Lat mengalami masalah. Murid-
muridnya bertambah banyak, orang-orang Batu Tua lebih memilih menyekolahkan anaknya
di sana, yang dalam waktu tak lebih dari setahun dapat membantu menangkap ikan. Yang
mengajar juga dari orang mereka sendiri yang berpengalaman. Nah dari sana penghasilan
menangkap ikan naik deras. Ketika kepala suku Lat itu pergi ke Jayapura untuk memasarkan
ikan, ia melihat ikan kaleng yang ternyata harga sebuahnya setara dengan harga satu kilogram
ikan mentah. Dia terkejut. Padahal, menurut si kepala suku Lat itu satu kaleng hanya berisi
dua tiga potong. Dari ini dia ingin menemui sekolah yang bisa mengajarkan “murid”-nya
membuat ikan kaleng.
Dan sekali lagi Sam menggeleng. Ia menjelaskan kembali tentang standar pengajaran di
sekolah, kurikulum, evaluasi, ijasah, menghitung, menghafal nama menteri, Pancasila,
Undang-Undang Dasar…
“Ah baiklah. Ko tau tempat buat ini?” kepala suku menegas. Matanya resah. Anak-anak
di belakangnya tengah membaur bersama anak-anak dalam kelas. Sam membaca pabrik
produksinya yang ternyata itu ada di Banyuwangi Jawa Timur.
“Sa mau ke sana! Ko kasih tau..”
Sam terbengong. Dan ia akan makin kaget, jika tahu bahwa lima hari mendatang akan
ada rombongan kecil dengan perahu berlayar sedang, berbekal peta yang ia berikan sewaktu
bertanya beduyun megarungi Samudra Hindia menuju Jawa Timur buat belajar cara
mengalengkan ikan agar tidak rugi dalam menangkap demikian banyak ikan, agar anak-anak
kelak sejahtera, agar listrik penuh, televisi seperti kota, mobil, motor… Tidak ada yang ragu;
mereka anak-anak sekolah Lat; yang, membaca angin, gemintang dan asin air laut dan jejak-
jejak ikan diantara buih dan gelombang. Jiah! Khiaaak!
Tema : pendidikan. Karena hal ini didasarkan pada isi cerita yang memuat warga
pedalaman yaitu kepala suku Lat yang tidak ingin anaknya bersusah payah untuk
bersekolah di sekolah negeri kalau pada akhirnya mereka tidak bisa melaut untuk
kemakmuran hidup sukunya.
Alur : mundur
Bukti : ” Peristiwa dua tahun silam terngiang makin dalam, di meja kelas ketika kini dia
mengadapi pesan pendek berisi keluh dari sejumlah kawan di Jogja yang belum juga
mendapat kerja. Dia menarik nafas. Untung dia dapat ikatan dinas; meski jauh seperti ini,
terpisah dari keluarga.
Tokoh dan penokohan
1. Sam : Tokoh utama yang baik & penyabar
2. Kepala suku Lat : Tokoh utama yang keras kepala
3. Dua anak suku : nakal (“Ini anak lagi semua nakal. Sa pusing.”)
4. Anak-anak SD : periang
5. Penjelas : penakut
Bukti : “Trada perlu risau, dong itu memang keras kepala,” kata di penjelas itu sambil bisik
bisik takut ada yang melaporkan omongannya
Latar tempat
Jayapura
Jawa
SD Batu Tua 1
Pantai sebelah kanan
Halaman
Bukit-bukit kecil
Rumah besar
SD Jayapura 2
Kelas
Laut
Jogja
Banyuwangi
Jawa Timur
Samudra Hindia
Sekolah Lat
Latar waktu
3 hari
Bukti : “Sam tiga hari di Jayapura”
Pukul Sembilan
Bukti :” Ia bersabar menunggu detik berikutnya dari lepas pukul Sembilan”
Bulan Agustus
Bukti :” Tepat memasuki bulan Agustus, keganjilan itu muncul kembali”
Tempo hari
Bukti :“Dan tahu betul mereka itu yang tempo hari dibawa oleh kepala suku Lat.”
Sore hari
Bukti :” Sam memutuskan sore nanti ia akan mengunjungi rumah anak-anak itu dan
memberikan semacam penjelasan.”
“Dan juga sorenya, sam melihat bahwa cahaya senja senantiasa keemasan sebelum
muram menjadi gelap”
Peristiwa 2 tahun silam
Bukti :” Peristiwa dua tahun silam terngiang makin dalam”
Lima hari mendatang
Bukti : “jika tahu bahwa lima hari mendatang akan ada rombongan kecil dengan perahu
berlayar sedang”
Latar sosial
Cerpen ini berlatarkan sosial masyarakat papua yang masih kurang berpendidikan dan jauh
dari kemajuan teknologi. Dan masyarakat tersebut masih menutup diri mereka dari
perkembangan teknologi serta pendidikan yang ada dan mereka masih lebih memilih budaya
primitif mereka yaitu melaut.
Sudut pandang
Sudut pandang pada cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu karena pada
cerpen ini tokoh-tokoh yang ada dijelaskan dalam bentuk nama panggilan seperti Sam.
ROBOHNYA SURAU KAMI
RINGKASAN :
Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang
datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga
kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut
sebagai Garin.
Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok
yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari
pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau
rokok.
Kehidupan orang ini hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat
surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot
bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak
dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan.
Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu,
keduanya terlibat perbincangan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau yang kerap
disapa Kakek itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo
Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya.
Ajo Sidi bercerita sebuah kisah tentang Haji saleh. Haji saleh adalah orang yang rajin
beribadah menyembah Tuhan. Ia begitu yakin ia akan masuk ke surga. Namun Tuhan Maha
Tau dan Maha Adil, Haji Saleh yang begitu rajin beribadah di masukan ke dalamma neraka.
Kesalahan terbesarnya adalah ia terlalu mementingkan dirinya sendiri. Ia takut masuk neraka,
karena itu ia bersembahyang. Tapi ia melupakan kehidupan kaumnya, melupakan kehidupan
anak isterinya, sehingga mereka kocar-kacir selamanya. Ia terlalu egoistis. Padahal di dunia
ini kita berkaum, bersaudara semuanya, tapi ia tidak memperdulikan itu sedikit pun. Crita ini
yang membuat kakek tersindir dan merasa dirinya murung.
Kakek memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan
hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau membuat rumah. Segala
kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan
orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan
berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci
Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata
Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu
memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu.
Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok
lehernya dengan pisau cukur.
Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus
mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas
kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau
dia tetap pergi bekerja.
UNSUR INTRINSIK :
• Tema :Tema cerpen ini adalah seorang kepala keluarga yang lalai menghidupi
keluarganya.
• Amanat : 1) jangan cepat marah kalau diejek orang,
2) jangan cepat bangga kalau berbuat baik,
3) jangan terpesona oleh gelar dan nama besar,
4) jangan menyia-nyiakan yang kamu miliki, dan
5) jangan egois.
• Latar
-Latar Tempat
kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya
-Latar Waktu
Beberapa tahun yang lalu.
• Alur (plot)
Alur cerpen ini adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah
berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin.
• Penokohan
Tokoh-tokoh penting dalam cerpen ini ada empat orang, yaitu tokoh Aku, Ajo Sidi, Kakek,
dan Haji Soleh
(a) Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain.
(b) Ajo Sidi adalah orang yang suka membual
(c) Kakek adalah orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang
lain.
(d) Haji Soleh yaitu orang yang telah mementingkan diri sendiri.
• Sudut Pandang
Di dalam cerpen ini pengarang memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama
atau akuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa
pada bagian awal cerita. Selain itu pengarang pun berperan sebagai tokoh bawahan ketika si
kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku.
• Gaya bahasa
Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata. Gaya bahasanya sulit di
pahami, gaya bahasanya menarik dan pemilihan katanya pun dapat memperkaya kosa kata
siswa dalam hal bidang keagaman.
UNSUR EKSTRINSIK :
· Nilai sosial
Kita harus saling membantu jika orang lain dalam kesusahan seperti dalam cerpen tersebut
karena pada hakekatnya kita adalah makhluk sosial.
· Nilai Moral :
Kita sebagai sesama manusia hendaknya jangan saling mengejek atau menghina orang lain
tetapi harus saling menghormati.
· Nilai Agama :
Kita harus selau malakukan kehendak Allah dan jangan melakukan hal yang dilarang oleh-
Nya seperti bunuh diri, mencemooh dan berbohong.
· Nilai Pendidkan :
Kita tidak boleh putus asa dalam menghadapi kesulitan tetapi harus selalu berusaha dengan
sekuat tenaga dan selalu berdoa.
· Nilai Adat :
Kita harus menjalankan segala perintah Tuhan dan memegang teguh nilai- nilai dalam
masyarakat.
Arin berasal dari keluarga yang cukup harmonis yang terdiri dari ayah ibu dan dengan
2 anak perempuan mereka yaitu Arin dan Raty. Karena keterbatasan dana, sejak SMP Arin
sudah bersekolah jauh dari orang tuanya. Dia tinggal bersama saudara dikeluarga ibunya.
Seringkali ia merasa ingin bersekolah bersama keluarga, ibu, ayah dan 1 adiknya. Tapi
sayangnya, ia sudah terlanjur meminta kepada orang tuanya untuk tinggal dan bersekolah
dengan bibinya yang tinggal sangat jauh dari tempatnya berada.
Tiga tahun sudah berlalu, Arin meminta kepada orangtuanya supaya setelah lulus
SMP ia melanjutkan kesekolah negeri dekat dengan orang tuanya. Permintaan itu dikabulkan
oleh ibunya tetapi ayahnya sedikit keberatan. “kenapa kamu pindah, Rin ? apakah ada
masalah di sekolahmu sehingga kamu ingin pindah?” tanya ayahnya. “Tidak yah, Arin ingin
pindah sekolah karna Arin ingin mencari pengalaman lebih banyak lagi di sekolah lain”
jawab Arin. “Lalu bagaimana dengan bibi mu, apakah dia setuju dengan keputusanmu itu?”
tanya ayahnya. Dengan berat hati Arin menjawab, “Aku belum bicara kepad bibi, tetapi pasti
aku akan mengatakan padanya segera”
Arin sebenarnya tahu jika orang tuanya merasa keberatan bukan karena dia harus
tinggal bersama bibinya. Namun karena mereka tidak mampu untuk mensekoahkan Arin di
sana. Arin pun bimbang dan ragu. Di satu sisi dia ingin kumpul lagi bersama orang tuanya, di
sisi lain dia tahu ayahnya tak punya uang untuk menyekolahkannya. Hari demi hari berlalu,
Arin semakin rindu kepada keluarga kecilnya. Tak jarang dia selalu menangis hingga larut
malam.
Bibi Arin pun menyadari apa yang Arin rasakan saat ini. “Kamu kenapa nak?” tanya
bibinya. “Aku baik-baik saja kok bulek, aku hanya sedang kelelahan,” jawab Arin.
Sebenarnya Bibinya pun sudah mengetahui apa yang sedang Arin rasakan tetapi dia tak mau
menambah beban Arin saat ini. “Nak bibi akan selalu mendoakanmu, Bibi juga akan selalu
mendukung apa yang ingin kau lakukan, berusahalah dengan giat untuk mendapatkan
keinginanmu,” nasehat bibinya. Setelah mendapatkan nasehat itu, Arin menjadi semangat.
Meskipun Arin belum membicarakan masalah kepada bibinya, dia tahu bahwa bibinya akan
selalu mendukungnya.
Beberapa hari setelah itu, Arin mendapat kabar bahwa sekolah SMAN 1 Bumi Putera
di dekat rumah orang tuanya mengadkan lomba pidato dan pemenangnya akan diterima
bersekolah disana dan mendapatkan beasiswa. Arin pun mengikuti lomba pidato itu dan
akhirnya keluar sebagai pemenang. Dia pun memberitahukan kabar gembira itu kepada orang
tua dan Bibinya.
Pada awalnya mereka belum menyetujuinya. Namun setelah mendapatkan penjelasan
dari Arin, akhirnya permintaanny diperbolehkan oleh orangtua dan bibinya. Tapi sayang,
pihak sekolah sempat menahan Arin karena prestasi-prestasi dari dirinya. Sekolah tidak
mengizinkan Arin pindah ke SMA lain karna ia membawa prestasi cemerlang. Tetapi setelah
mendesak kepala pimpinannya, akhirnya Arin diperbolehkan pindah. Ia sangat senang sekali.
Ia juga sedih ketika ia berpamitan dengan teman-temannya yang sayang padanya. Arin
berpesan kepada teman-temannya untuk selalu semangat dan giat dalam belajar dan juga
tidak melupakannya.
Ketika masuk tahun ajaran baru, Arin pun bisa kembali berkumpul bersama orang
tuanya. Ia berkumpul bersama ayah, ibu, dan adiknya. Rasa rindu yang sangat mendalam
dapat berkumpul bersama keluarga walaupun makan dengan lauk sambal akan terasa lebih
nikmat bila berkumpul bersama.
Moral : Saat tokoh Bibi mendukung apa yang akan dilakukan oleh Arin.
Perjuangan : Saat Arin tak berputus asa dengan nasibnya.
Kekeluargaan : Saat Arin berkumpul bersama keluarganya.
b. Penokohan
-Shelly : Baik, Rajin, Pintar
-Yenni : Baik, Malas
-Nenek: Baik
c. Latar
- Sekolah
- Swalayan
- Rumah Nenek
d. Sudut Pandang
Dalam penulisan cerpen ini penulis menuliskan cerpen dengan menggunakan sudut pandang
orang ketiga karena dalam penulisan cerpen menceritakan kisah orang lain.
e. Tema
Persahabatan
f. Amanat
Amanat yang di sampaikan dari cerpen di atas adalah kita harus menyayangi orang lain
walaupun kita tidak ada berhubungan darah dan saling mengerti satu sama lain.
2. Unsur Ekstrinsik
Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang yang dituliskan dari cerpen diatas yang telah disampaikan penulis adalah
adanya kasih sayang dari lingkungan sekitar yang membuat menguatnya persahabatan yang
diceritakan oleh penulis.
Suatu pagi yang cerah, seorang anak bernama Andrew memasuki sekolahnya,
SMAN 22 Bandar Lampung. Andrew adalah seorang anak yang memiliki mimpi untuk
menjadi seorang musisi yang terkenal. Tetapi tak seorang pun yang mempercayai mimpinya
itu. Dia berjalan dengan sangat santai menuju kelasnya, XI IPS 1. Namun, langkahnya
mendadak terhenti saat dia melihat papan pengumuman, dimana ada pengumuman bahwa ada
lomba band antar kelas XI SMAN 2 pada hari Sabtu, dan seluruh siswa-siswi kelas XI, wajib
untuk mengikuti lomba dengan membentuk band yang beranggotakan 5 orang, dan wajib
mengumpulkan data tentang band mereka paling lambat hari Jum’at. Setelah membaca
pengumuman itu, segera saja Andrew berkeliling mencari anggota band. Namun sayang,
anak-anak yang diajak Andrew, rata-rata sudah punya band sendiri, Teman – teman sekelas
Andrew membentuk band tanpa mengajak Andrew.
“Lu mau gabung dengan kami? sadar deh, kemampuan lu belum memenuhi syarat,”
ejek salah seorang temannya.
“Tapi gw rasa gw punya kemampuan itu!” jawab Andrew.
Mendengar perkataan itu, semua teman – temannya menertawai dirinya. Meskipun
begitu, dia tak berputus asa, Andrew tetap mencari anggota untuk mengikuti kompetisi itu.
Dia terus mencari hingga bel masuk pun berbunyi, tetapi Andrew masih belum menemukan
anggota.
Tak terasa waktu berlalu, jam istirahat pun tiba. Andrew duduk di bangku taman dan
termenung. Michael, anak XI IPS 2 yang melihat Andrew sedang termenung, berniat
mengusili Andrew. Jadilah Michael diam-diam berjalan ke arah belakang bangku dan, tiba-
tiba…
“Doooooooorrrrrrrrrrrrrrrr!!!!!!!! “teriak Michael .
“Sialan !! Ngagetin gue aja lo !!“ gerutu Andrew .
“Ya, sorry…. cuman bercanda , bro !! tapi lo kenapa?? kok kayak nya lo gak
semangat?? “ tanya Michael.
“gue bingung, karena gue belom nemu anggota band buat lomba sabtu besok.
Sementara limit nyakan hari Jum’at, empat hari lagi, eh lo udah ada band belom?? “ Andrew
bertanya pada Michael.
“Kebetulan, bro!! gw juga belom punya!! gimana kalo kita bentuk band?? Gue kan
jago gitar, lo jago nyanyi, cocok !! Lo jadi vokalis, gue jadi gitaris, gimana….setuju gak??
“tanya Michael .
“Ok, setuju !!“ seru Andrew .
“sip !! berarti tinggal cari tiga anggota lagi !! ayo, kita cari !!“ ajak Michael penuh
semangat.
Michael dan Andrew mencari anggota dengan berkeliling sekolah. Namun
sayangnya, mencari anggota band tidak semudah yang dikira Michael dan Andrew, karena
mereka sama sekali tidak menemukan anggota band sampai bel pulang berbunyi. Michael
dan Andrew pun pulang dengan tangan hampa.
Dua hari berlalu, Michael dan Andrew masih belum menemukan anggota band.
Mereka jadi pusing dan hampir putus asa. Namun , mereka tidak mau menyerah begitu saja.
Setelah berjuang cukup keras, perlahan mereka menemukan anggota. Dimulai dari Thomas,
siswa XI IPS 3, yang bergabung menjadi bassist, lalu disusul dengan bergabungnya George,
siswa kelas XI IPA 1, sebagai keyboardist. Lalu, Richard, anak kelas XI IPA 2, juga
bergabung sebagai drummer.
Akhirnya band mereka pun lengkap, lalu mereka berlima mendiskusikan nama untuk
band mereka. Sempat terjadi perdebatan, sampai tiba-tiba Andrew mengusulkan nama Project
Revolution Band, yang bermakna bahwa band itu adalah proyek mereka untuk merevolusi
dunia musik. Michael, Thomas, George, dan Richard pun menyetujui usul Andrew . Jadilah,
band Project Revolution mendaftar dan akhirnya Project Revolution pun mengikuti lomba.
Project Revolution tampil dengan sempurna Hingga Akhirnya band mereka pun berhasil
menjuarai lomba band tersebut. Andrew merasa senang bahwa dia bisa membuktikan kepada
teman sekelasnya akan kemampuan bermusiknya.
Setelah lomba berakhir, kelima anggota Project Revolution berjanji untuk selalu
kompak sampai kapanpun . Sesuai dengan janji mereka , kelima anggota band Project
Revolution pun kompak menjaga persahabatan diantara mereka .
Sinopsis Cerpen
Detail Cerpen
Judul : Dreams Comes True
Penulis : Ario Wibowo
Penerbit : Bintang Book
Kota Tempat Terbit : Jl. Sultan Mahmud, no. 19, Bandar Lampung
Tahun Terbit : Cetakan I, Juli 2015
Jumlah halaman : 2 halaman
1. Sinopsis Cerpen
Andrew adalah seorang anak biasa yang mempunyai mimipi besar untuk menjadi seorang
bintang musik. Mimpinya yang besar itu membuat Andrew kurang disukai oleh teman –
teman sekelasnya. Pada suatu hari dia membaca sebuah pengumuman yang mengabarkan
bahwa sekolah mereka akan mengadakan lomba musik untuk seluruh kelasa XI. Seluruh
kelas XI diwajibkan untuk mengirimkan perwakilan Band untuk berpartisipasi dalam kontes
tersebut.
Tetapi ketika dia mengajak teman – teman sekelasnya, dia ditinggalkan oleh mereka. Teman
sekelas Andrew tak mengajak dirinya untuk bergabung. Meskipun begitu Andrew tak
berputus asa. Dia terus mencari anggota untuk mengikuti acara tersebut.
Hingga akhirnya Andrew bertemu dengan Michael temannya dari kelas lain. Ternyata
Micahel juga memiliki mimpi yang sama dengan Andrew, mereka pun bersatu untuk
membuat Band. Michael yang menjadi pemain gitar, sedangkan Andrew sang vokalis.
Mereka sadar bahwa untuk membentuk suatu band yang utuh mereka membutuhkan
tambahan anggota. Setelah berjuang dengan keras, akhirnya mereka menemukan anggota
team lainnya dan bergabunglah Thomas, George, dan Richard. Kemudian terbentuklah
Project Revolution Band.
Mereka akhirnya bisa mengikuti kompetisi itu dan akhirnya keluar menjadi juara. Mereka
terutama Andrew berhasil membuktikan kepada teman sekelasnya bahwa dia berhasil
mewujudkan mimpinya.
Unsur Ekstrinsik
Latar belakang penulis :
Penulis ingin menyampaikan bahwa setiap orang memiliki bakat dan mimpinya tersendiri.
Lebih jauh penulis mengungkapkan bahwa kehidupan di masa remaja banyak sekali
rintangan – rintangan yang siap menghadang mimipi dan cita – cita tersebut. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan bahwa tiada yang tidak mungkin jika kita terus berusaha.
Nilai – Nilai
1. Nilai moral :
Nilai moral ditunjukan ketika tokoh utama diremehkan dan kemudian dia tidak berputus asa
dengan itu semua dan menjadikannya cambuk untuk maju.
2. Nilai budaya :
Nilai ini ditunjukan ketika tokoh Michael membantu Andrew yang sedang kesulitan.
Sekolah Baru yang Indah
Udara masih begitu dingin ketika akhirnya aku mulai menghabiskan masa liburan
panjang kemarin. Hari ini adalah hari dimana aku harus mulai lagi rutinitas seperti biasa
sebagai seorang pelajar.
Tahun ini aku lulus dari sekolah menengah pertama atau yang sering disingkat SMP.
Lulus dengan hasil memuaskan aku akhirnya menghabiskan masa liburan panjang yang
bertepatan dengan libur hari raya dengan hati yang sangat gembira. Lama, aku sampai lupa
berapa hari tapi yang jelas libur telah usai dan aku harus melanjutkan sekolah.
Lulus SMP aku melanjutkan ke SMA terdekat di daerahku dengan beberapa teman
lain. Aku termasuk beruntung bisa masuk di sekolah tersebut. Banyak teman –teman lain
yang tidak terima.
Setelah berbagai persiapan yang dilakukan akhirnya hari ini dalah hari pertama
masuk sekolah. Hari ini aku mulai mengikuti acara mos atau orientasi siswa. Aku sangat
senang, sekolahku sangat indah berbeda dengan sekolah yang dulu.
Banguna sekolahnya banyak dan bagus, di bagian depan ada tingkat untuk ruang
laboratorium bahaca dan perpustakaan. Lapangan basketnya ada, halaman sekolahnya asri
dengan taman yang dipenuhi bunga mengelilingi bagian depat kelas.
Tiga hari mengikuti mos aku tidak banyak bicara selain menikmati suasana sekolah
yang nyaman. “Hei, jangan melamun terus,nanti bukunya diambil orang loh.”,ucap salah satu
teman menyapaku.
“Eh,iya....kamu siapa?’
“Aku satu kelas dengan kamu, mask kamu lupa.....”
“Iya aku ingat tapi maksudku kita belum kenalan, aku Dewi”
“Oh,iya kau Ratna....aku mau kekantin kamu mau ikut tidak ?’
“Oh iya,aku ikut....”
Senang rasanya mendapat banyak teman baru, Ratna adalah salah satu teman
sekelasku. Ada banyak teman lain yang baru aku kenal, mereka kebanyakkan baik – baik,
cakntik , dan ganteng lagi.
Setelah masa mos selesai kami mulai mendapatkan pelajaran seperti biasa di
sekolah. Hari itu hari senin ketika kita pertama kali kita mulai belajar di SMA. Mata
pelajaran pertama, tiba – tiba kau merasa takut, “kok gurunya seperti itu ya...” bisikku
kepada teman sebangku.
“ Memang kenapa sih?” jawab Ratna.
“ Itu, seram, sepertinya bapak itu galak...” ucapku lagi.
Aku sempat takuk sekali melihat penampilan guru pertama itu. Bayangkan saja,
badanya tinggi besar, hitam, matanya tajam dan yang paling memebuat aku takut adalah
kumisnya yang sangat tebal.
Karena sangat takut aku bahkan sampai merinding dan gemetar, “aduh bbagaimana
ini...”,ucapku lirih.
“Sudah, diam jangan ribut dulu, belum tentu bapak itu galak.” Jawab Ratna sambil
melotot ke aku.
Akhirnya kau serius memperhatikan bapak itu. Ternyata benar, setelah berkenalan
dan memberikan pelajaran bapak itu tidak galak. Suaranya lembut dan erlihat sabar.
Akhirnya, pelan – pelan rasa takut ku pun hilang.
Begitulah hari pertama yang menegangkan ternyata tidak seperti yang aku takutkan
sebelumnya. Pengalaman hari ini pertama masuk sekolah itu membuatku tidak takut lagi
ketika melihat guru lain yang tampak galak.
1. Tema Persahabatan
2. Latar a. Tempat : Sekolah
b. Suasana :
- Bahagia (Lulus dengan hasil memuaskan aku akhirnya
menghabiskan masa liburan panjang yang bertepatan dengan libur
hari raya dengan hati yang sangat gembira.).
- Khawatir /Takut (Aku sempat takuk sekali melihat penampilan
guru pertama itu).
c. Waktu :
- Pagi (Udara masih begitu dingin ketika akhirnya aku mulai
menghabiskan masa liburan panjang kemarin).
3. Alur Maju
4. Tokoh a. Dewi ( Protagonis )
b. Ratna ( Protagonis )
5. Penokohan a. Arin : Ceria, Penakut, suka berteman.
b. Ratna : Ceria, Bijak.
6. Sudut Pandang Sudut pandang orang pelaku utama
7. Gaya Bahasa Pengaran gmenggunakan bahsa yang mudah dimengerti pembaca
8. Moral value Jangan menilai seseorang dari penampilanya.
Tidak kusangka, siang yang tadinya ingin kujadikan waktu bersantai untuk melepas
lelah. Setelah seharian berolahraga seperti minggu biasanya, malah berubah menjadi momen
paling mengasyikan daripada hanya sekedar melepas rasa letih di tubuhku hari ini.
Pukul 13:00 tengah hari tadi, sewaktu mataku yang terjaga ini mulai kehilangan arah
dalam persiagaannya di tempat tidurku, kemudian ia (baca: mata) menutup dirinya dan
membawaku ke alam lain. Dalam khayalnya aku hanya mengikuti kemana alam bawah sadar
mengalir, karena aku berharap bisa bermimpi indah.
Di suatu tempat yang belum jelas asal usulnya, cahaya matahari menyilaukan
mataku yang masih berkedip-kedip mulai memperhatikan keadaan di sekitarnya. Terlihat
bangunan batu bata besar memanjang ke arah pegunungan tinggi berkebut ini seperti sebuah
benteng raksasa tak berujung. Dengan lebar sisinya sekitar 10 meter. Aku berada di atasnya
dan mulai tahu dimana aku berdiri. Betul sekali, TEMBOK BESAR CINA biasa orang-orang
menyebutnya.
“Senangnya bisa berada di tempat indah dan bersejarah seperti ini.” ujarku dalam hati.
Menikmati indahnya monumen paling terkenal, yang bahkan masuk dalam kategori 7
Keajaiban Dunia, membuatku LUPA bahwa dunia yang kutempati saat ini hanya sebuah
fantasi belaka.
“Andai aku membawa sebuah kamera, pasti sudah ku jepret setiap sudut yang kulihat ini.”
pikirku.
Sejuknya angin membuatku penasaran untuk melihat setiap sudut di tembok ini. Ketika
hendak melihat bagian bawah tembok dari atas, tiba-tiba terdengar suara. Gedebuk
gedebuk… Bunyi mulai terngiang di telingaku, disaat indra penghlihatan mengarah ke kanan
jalur perjalanan tembok. Aku melihat dari jarak ku berdiri sekitar 200 meter disana
segerombolan singa besar berlari ke arahku.
Perasaanku yang saat itu bingung bercampur kesal, langsung berlari dengan kencang lurus ke
dapan. Betapa tidak, jika aku melompat ke sisi luar pun, mungkin nyawaku juga akan hilang
karena tingginya benteng ini setara sebuah bukit dan lebih parahnya lagi di belakangku singa-
singa ganas mulai menyerbuku.
Berlari dan terus berlari walau kaki terasa sangat lelah, tapi itulah yang sedang aku
lakukan karena tak ada cara lain kecuali berlari sekencang-kencangnya untuk menyelamatkan
diri.
Beberapa saat kemudian aku terhenti ketika melihat nyawaku sudah tidak punya
harapan lagi ditambah kaki yang sudah tak mampu melangkah dalam peristiwa berbahaya ini,
karena seekor singa buas berada di depanku dengan jarak 50 meter.
“Astaga kalau begini, aku hanya bisa pasrah kepadamu tuhan.” ucapku.
Dalam keadaan yang mungkin tidak bisa dibayangkan. Aku mencoba menenangkan hati, dan
berdamai dengan diriku sendiri. Aku bertanya “Tunggu-tunggu, kenapa aku berada di tempat
ini?”
“Sedangkan aku tidak tahu jalan ke negeri ini.” lanjutku dalam hati yang agak tenang.
Terbesit kesadaranku yang memahami tentang kejadian semua ini. Aku membuka mata
melihat tubuhku masih berada di antara segerombolan singa dari belakang dan seekor singa
paling besar dari depan yang mendekat ke arah se’onggok daging segar, yah daging itu
adalah diriku.
Singa-singa yang berlari langsung melompat ke arahku dengan cakar dan taring-
taringnya yang tajam wuuz… seketika terhanti begitu saja, saat mereka melihatku tertawa.
“Hahahaha… Hey kalian mau makan apa dariku?” tubuhku dan kalian hanya ilusi dalam
keadaan sekarang ini, aku ini sedang bermimpi.”
“Kalian diciptakan oleh pikiranku sendiri, bahkan bukan kalian saja, semua yang kulihat
cuma ada di halusinasiku.” lanjutku pada binatang-binatang itu yang sepertinya mengerti
ucapanku.
Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana. Aku
pun kembali menikmati pemandangan indah dari atas tembok besar, beberapa saat juga
semuanya yang ku lihat sirna seperti singa singa tadi. Mataku yang mulai terbuka membuatku
sadar, kalau aku sudah kembali ke kamarku lagi, dan dalam kelelahan kaki yang kurasakan
karena sudah berlarian dalam pikiranku sendiri, aku pun tersenyum puas telah melewati
mimpi yang mengasyikan hari ini.
Kejadian ini memberiku pesan bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau derita
semuanya hanya ada di dalam pikiranku, bukan hanya di dunia mimpi, tapi juga dunia nyata.
END.
Cerpen Karangan: Al-kausarz Sabani
Unsur Intrinsik Cerpen :
1.Tema
– Khayalan.
2. Latar
-Waktu : Siang Hari.
-Tempat : Di Kamar Tidur.
-Suasana : Mengasyikan.
3. Alur
-Maju.
-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah
sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
4. Penokohan :
– Aku : pemimpi, pemberani, periang.
5.Sudut pandang :
-orang pertama sebagai pelaku utama.
-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan
mengisahkan tentang dirinya sendiri.
6. Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan menarik, dan dapat di mengerti oleh pembaca.
7. Amanat
Kejadian ini memberikan pesan bahwa ketakutan, keindahan, rasa senang atau derita
semuanya hanya ada di dalam pikiran, bukan hanya di dunia mimpi, tapi juga dunia nyata.
Unsur Ekstrinsik Cerpen :
1. Nilai Sosial
“Sekarang singa-singa itu menunduk padaku kemudian lenyap tak tahu kemana.”
2. Nilai Budaya
“Terlihat bangunan batu bata besar memanjang ke arah pegunungan tinggi berkebut ini
seperti sebuah benteng raksasa tak berujung. Dengan lebar sisinya sekitar 10 meter. Aku
berada di atasnya dan mulai tahu dimana aku berdiri. Betul sekali, TEMBOK BESAR CINA
biasa orang-orang menyebutnya.”
3. Nilai Moral
“Singa-singa yang berlari langsung melompat ke arahku dengan cakar dan taring-taringnya
yang tajam wuuz…”
Indahnya Persahabatan
Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi.
Karena semua tersedia. Seperti Tyas. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah
selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.
Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka sangat
ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada kawan kawan Tyas yang
datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak
yang betah kalau main di rumah Tyas.
Tyas sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Dwi. Rumahnya masih satu
kelurahan dengan rumah Tyas. Hanya beda RT. Namun, sudah hampir dua minggu Dwi tidak
main ke rumah Tyas.
“Ke mana, ya,Ma, Dwi. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tidak pernah
absen. Selalu datang.”
“Mungkin sakit!” jawab Mama.
“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sore aku ingin menengoknya!”
katanya bersemangat
Sudah tiga kali pintu rumah Dwi diketuk Tyas. Tapi lama tak ada yang membuka.
Kemudian Tyas menanyakan ke tetangga sebelah rumah Dwi. Ia mendapat keterangan bahwa
Dwi sudah dua minggu ikut orang tuanya pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Dwi di-PHK
dari pekerjaannya. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya
mengorbankan kepentingan Dwi. Terpaksa Dwi tidak bisa melanjutkan sekolah lagi.
“Oh, kasihan Dwi,” ucapnya dalam hati,
Di rumah, Tyas tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap
pulang sekolah ia selalu murung.
“Ada apa, Yas? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang
sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur
“Dwi, Pa.”
“Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu. Sakitkah ia?” Tyas menggeleng.
“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.
“Dwi sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut orang tuanya pulang
ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin menjadi petani saja”.
Papa menatap wajah Tyas tampak tertegun seperti kurang percaya dengan
omongan Tyas.
“Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!”
ujarnya.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku harap Papa bisa menolong Dwi!”
“Maksudmu?”
“Saya ingin Dwi bisa berkumpul kembali dengan aku!” Tyas memohon dengan
agak mendesak.
“Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Dwi di desa itu!” kata
Papa.
Dua hari kemudian Tyas baru berhasil memperoleh alamat rumah Dwi di desa. Ia
merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang pernah dikontrak keluarga
Dwi. Kemudian Tyas bersama Papa datang ke rumah Dwi. Namun lokasi rumahnya masih
masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer. Kedatangan kami disambut
orang tua Dwi dan Dwi sendiri. Betapa gembira hati Dwi ketika bertemu dengan Tyas.
Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu. Semula Dwi agak kaget dengan
kedatangan Tyas secara mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Tyas
ingin berkunjung ke rumah Dwi di desa.
“Sorry, ya, Yas. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”
“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa
kembali!”
Setelah omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya
kepada orang tua Dwi. Ternyata orang tua Dwi tidak keberatan, dan menyerahkan segala
keputusan kepada Dwi sendiri.
“Begini, Wi, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut kami
ke Surabaya. Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Wi,
apakah kamu mau?” Tanya Papa.
“Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya
pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”
“Baiklah kalau memang Bapak dan Tyas menghendaki demikian, saya bersedia.
Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”
Kemudian Tyas bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Dwi. Tampak
mata Tyas berkaca-kaca. Karena merasa bahagia.Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali.
Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan. Kini Dwi tinggal di rumah Tyas.
Sementara orang tuanya tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat
nenek Dwi yang sudah tua.
Unsur Instrinsik :
• Tema : Persahabatan
• Tokoh : Tyas, Dwi, Papa Tyas, Dan Mama Tyas
• Watak :
· Tyas : Suka Menolong
· Dwi : Tidak Mau Membebani Orang Lain
· Papa Tyas : Baik Hati
· Mama Tyas : Peduli
• Alur : Maju
• Latar :
Tempat
· Rumah Dwi (Lama)
· Rumah Tyas
· Rumah Dwi (Di Desa).
Waktu
· Siang Hari
Suasana : Mengharukan
• Sudut pandang : Orang Pertama
• Amanat : Sebagai makluk tuhan kita harus saling tolong menolong Dan Berbagi kepada
sesama
Unsur Ekstrinsik:
-Nilai Agama
Nilai agama yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan aturan/ajaran yang
bersumber dari agama tertentu.
-Nilai Moral
Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan akhlak/perangai atau etika.
Nilai moral dalam cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang
buruk/jelek.
-Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat-istiadat yang
berlaku pada suatu daerah.
-Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antara individu dalam
masyarakat.
TUGAS MENGANALISIS CERPEN
Disusun oleh :
1. Ahmad Khoirul Mukminin
2. Ali Muntaha
3. Dwi Wahyu Utomo
Kelas : XII PM