Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang
disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat
thorax akut.

B. Klasifikasi
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Trauma Tembus ( Tajam)
Trauma tembus adalah keadaan dimana terjadi diskontinuitas dinding toraks
(laserasi) langsung akibat penyebab trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam
(pisau, kaca, dsb) atau peluru.
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan
secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile,
misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan “stretching dan crushing”
dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan yang tembus
pada jaringan. Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ
yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantara
faktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke jaringan
tubuh yang terpenetrasi. Faktor –faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik
dari senjata, seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta densitas dari jaringan
tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena
ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh
pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau
biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya
dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa
mencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan
yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang sama
denganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang disebabkan oleh
penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan dengan laluan peluru. Ini
karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkan
gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru mempunya
diameter 20-30 kali dari diameter peluru.

2. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah keadaan dimana tidak terjadi diskontinuitas dinding
toraks. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast
injuries. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kira
lebih dari 90% trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul: (1)
transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks dan (2) deselerasi
deferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak. Benturan yang
secara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek dan
kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera thoraks dengan
tekanan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga
menyebabkan ruptur dari organ –organ yang berisi cairan atau gas.

C. Mekanisme Trauma
1. Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma.
Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai
dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan
tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut).
Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak;
penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer high velocity
(>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang
jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.

2. Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya
terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan
terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti
bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak
terjadi akibat tumbukan pada dinding thoraks/rongga tubuh lain atau oleh karena
tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.

3. Torsio dan Rotasi


Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan
pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat
adanya deselerasi yang tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar
dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya.

4. Blast Injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak langsung
dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya merusak diterima oleh
tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

D. Kondisi Yang Berbahaya


Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan
mematikan bila tidak dikenali dan di-tatalaksana dengan segera :
1. Obstruksi Jalan Napas
Tanda : dispnoe, wheezing, batuk darah
PF : stridor, sianosis, hilangnya bunyi nafas
Ro toraks : non-spesifik, hilangnya air-bronchogram, atelektasis
2. Tension Pneumotoraks
Tanda : dispnoe, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift
Ro toraks (hanya bila pasien stabil) : pneumotoraks, mediastinal shift

3. Perdarahan Masif Intra-toraks (hemotoraks masif)


Tanda : dispnoe, penampakan syok, hilang bunyi napas, perkusi pekak, hipotensif
Ro toraks : opasifikasi hemitoraks atau efusi pleura

4. Tamponade
Tanda : dispnoe, Trias Beck (hipotensi, distensi vena, suara jantung menjauh), CVP >
15
Ro toraks : pembesaran bayangan jantung, gambaran jantung membulat

5. Ruptur Aorta
Tanda : tidak spesifik, syok
Ro toraks : pelebaran mediastinum, penyempitan trakhea, efusi pleura

6. Ruptur Trakheobronhial
Tanda : Dispnoe, batuk darah
Ro toraks : tidak spesifik, dapat pneumotoraks, hilangnya air-bronchograms

7. Ruptur Diafragma disertai Herniasi Visera


Tanda : respiratory distress yang progresif, suara usus terdengar di toraks
Ro toraks : gastric air bubble di toraks, fraktur iga-iga terbawah, mediastinal shift

8. FlailChest Berat dengan Kontusio Paru


Tanda : dispnoe, syok, asimetris toraks, sianosis
Ro toraks : fraktur iga multipel, kontusio paru, pneumotoraks, effusi pleura

9. Perforasi Esofagus
Tanda : Nyeri, disfagia, demam, pembengkakan daerah servikal
Ro toraks : udara dalam mediastinum, pelebaran retrotracheal-space, pelebaran
mediastinum, efusi pleura, pneumotoraks.

E. Penatalaksanaan Trauma Thorax


1. Prinsip
a. Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum
(primary survey - secondary survey).
b. Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah : anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan).
c. Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),
adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak
dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang
emergency.
d. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk
menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan
penyelamatan nyawa.
e. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan
atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
f. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah
memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
g. Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing,
circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks
Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki
konsultan bedah toraks kardiovaskular.

2. Primary Survey
a. Airway
Assessment :
- Perhatikan patensi airway
- Dengar suara napas
- Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada.
Management :
- Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
- Re-posisi kepala, pasang collar-neck
- Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)

b. Breathing
Assesment :
- Periksa frekwensi napas
- Perhatikan gerakan respirasi
- Palpasi toraks
- Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management :
- Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
- Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks, open
pneumotoraks, hemotoraks, flail chest

c. Circulation
Assesment :
- Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
- Periksa tekanan darah
- Pemeriksaan pulse oxymetri
- Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
Management :
- Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
- Torakotomi emergency bila diperlukan
- Operasi Eksplorasi vaskular emergency

F. Trauma Pada Dinding Dada


1. Fraktur Iga
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan
trauma tumpul pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur
iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat
melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu
diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila
terdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular
utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis, a/v subklavia, dsb.), bila
terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
Penatalaksanaan :
- Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
- Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
- Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah: Analgetik yang
adekuat (oral/ iv / intercostal block), Bronchial toilet, Cek Lab berkala : Hb,
Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah, Cek Foto Ro berkala.
- Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain (seperti:
pneumotoraks, hematotoraks dsb.), ditujukan untuk mengatasi kelainan yang
mengancam jiwa secara langsung, diikuti oleh penanganan pasca
operasi/tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab dan ro
berkala), sehingga dapat menghindari morbiditas/komplikasi.
- Komplikasi tersering adalah timbulnya atelektasis dan pneumonia, yang
umumnya akibat manajemen analgetik yang tidak adekuat.

2. Fraktur Klavikula
Cukup sering sering ditemukan (isolated, atau disertai trauma toraks, atau
disertai trauma pada sendi bahu). Lokasi fraktur klavikula umumnya pada bagian
tengah (1/3 tengah). Deformitas, nyeri pada lokasi taruma. Foto Rontgen tampak
fraktur klavikula.
Penatalaksanaan :
- Konservatif : "Verband figure of eight" sekitar sendi bahu. Pemberian
analgetika.
- Operatif : fiksasi internal
- Komplikasi : timbulnya malunion fracture dapat mengakibatkan penekanan
pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia.

3. Fraktur Sternum
Insidens fraktur sternum pada trauma toraks cukup jarang, umumnya terjadi
pada pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan. Biasanya diakibatkan
trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar. Lokasi fraktur biasanya pada
bagian tengah atas sternum. Sering disertai fraktur Iga. Adanya fraktur sternum dapat
disertai beberapa kelainan yang serius, seperti: kontusio/laserasi jantung, perlukaan
bronkhus atau aorta.
Tanda dan gejala : nyeri terutama di area sternum, krepitasi
Pemeriksaan :
- Seringkali pada pemeriksaan Ro toraks lateral ditemukan garis fraktur, atau
gambaran sternum yang tumpang tindih.
- Pemeriksaan EKG : 61% kasus memperlihatkan adanya perubahan EKG (tanda
trauma jantung).
Penatalaksanaan :
- Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika
dan observasi tanda2 adanya laserasi atau kontusio jantung
- Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan
operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus
eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.

4. Dislokasi Sendi Sternoklavikula


- Dislokasi anterior : nyeri, nyeri tekan, terlihat "bongkol klavikula" (sendi
sternoklavikula) menonjol kedepan
- Posterior : sendi tertekan kedalam
- Pengobatan : reposisi
5. Flail Chest
Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya
fraktur iga multipel berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented)
pada tiap iganya dapat tanpa atau dengan fraktur sternum. Akibatnya adalah:
terbentuk area “flail” segmen yang mengambang akan bergerak paradoksal
(kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada.
Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada
ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak
udara ini akan masuk pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi, keadaan ini disebut
dengan respirasi pendelluft. Fraktur pada daerah iga manapun dapat menimbulkan
flail chest.
Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemothoraks,
pneumothoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang akan memperberat
keadaan penderita. Komplikasi yang dapat ditimbul yaitu insufisiensi respirasi dan
jika korban trauma masuk rumah sakit, atelectasis dan berikut pneumonia dapat
berkembang.
Karakteristik :
- Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding dada saat inspirasi/ekspirasi; tidak
terlihat pada pasien dalam ventilator
- Menunjukkan trauma hebat
- Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas
- Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air
movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri.
Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi
pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang
melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan
secara keseluruhan.
Penatalaksanaan :
- Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan
pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan
melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu
- pain control
- stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui
operasi)
- bronchial toilet
- fisioterapi agresif
- tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet
Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest :
- Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif,
dsb)
- Gagal/sulit weaning ventilator
- Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)
- Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)
- Menghindari cacat permanen
- Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan
lagi area "flail".

G. Trauma Pada Pleura Dan Paru


1. Pneumothorax
Pneumothorax adalah kelainan pada rongga pleura ditandai dengan adanya
udara yang terperangkap dalam rongga pleura maka akan menyebabkan peningkatan
tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses pengembangan paru.
Merupakan salah satu dari trauma tumpul yang sering terjadi akibat adanya penetrasi
fraktur iga pada parenkim paru dan laserasi paru. Pneumothoraks bisa juga terjadi
akibat decelerasi atau barotrauma pada paru yang tanpa disertai adanya fraktur iga.
Pasien akan melaporkan adanya nyeri atau dispnea dan nyeri pada daerah fraktur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan melemahnya suara pernapasan. pneumothoraks
terbagi atas tiga yaitu: simple, open, dan tension pneumothorax.
a. Simple Pneumothorax adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan
tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri :
- Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total)
- Tidak ada mediastinal shift
- PF : bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓
Penatalaksanaan : WSD

b. Tension Pneumothora adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan


intra toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada
pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan
mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri :
- Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi : kolaps total
paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi
trakhea → venous return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.
- Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu,
hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis
- Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro
Penatalaksanaan :
- Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-
klavikula)
- WSD (Water Sealed Drainage)

c. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara
dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks
akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound.
Terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan :
- Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil)
- Pasang WSD dahulu baru tutup luka
- Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks
lain.
- Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks)

2. Hematothorax
Hematothorax adalah Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma
tumpul atau tembus pada dada. Sumber perdarahan umumnya berasal dari A.
interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat
menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan
sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif
yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau
jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas
hemodinamik dan depresi pernapasan.
Pemeriksaan :
- Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil)
- Terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru
- Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks
Indikasi Operasi :
- Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD) : Ditemukan jumlah
darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah kejadian
trauma. Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut. Perdarahan
5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut. Perdarahan > 8cc/kgBB/jam
dalam 1 jam.
- Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi
WSD : ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut, ≥ 300 cc/jam dalam 2 jam
berturut-turut, ≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam.
Penatalaksanaan :
- Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
- Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
- Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito
(eksplorasi) untuk menghentikan perdarahan.

3. Kontusio Paru
Terjadi pada kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi, jatuh dari tempat
yang tinggi dan luka tembakdengan peluru cepat (high velocity) maupun setelah
trauma tumpul thoraks.
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan
edema parenkim. Penyulit ini sering terjadi pada trauma dada dan potensial
menyebabkan kematian.
Tanda dan gejalanya adalah sesak nafas/dyspnea, hipoksemia, takikardi, suara
nafas berkurang atau tidak terdengar pada sisi kontusio, patah tulang iga, sianosis.
Patofisiologi : kontusio/cedera jaringan → edema dan reaksi inflamasi → lung
compliance ↓ → ventilation-perfusion mismatch → hypoxia & work of breathing ↑
Diagnosis : ro toraks dan pemeriksaan lab (PaO2 ↓)
Manifestasi klinis dapat timbul atau memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Penatalaksanaan :
- Mempertahankan oksigenasi
- Mencegah/mengurangi edema
- Tindakan : bronchial toilet, batasi pemberian cairan (iso/hipotonik), O2, pain
control, diuretika, bila perlu ventilator dengan tekanan positif (PEEP > 5)

4. Laserasi Paru
Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras
yang disertai fraktur iga, sehingga dapat menimbulkan hemothoraks dan
pneumothoraks. Mekanisme terjadinya pneumothoraks oleh karena meningkatnya
tekanan intraalveolar yang disebabkan adanya tubrukan yang kuat pada thoraks dan
robekan pada percabangan trakeobronchial atau esophagus. Perdarahan dari laserasi
paru dapat berhenti, menetap, atau berulang.
Manifestasi klinik : hemato + pneumotoraks
Penatalaksanaan : WSD
Indikasi operasi :
- Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)
- Adanya contiuous buble pada WSD yang menunjukkan adanya robekan paru
- Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas

5. Ruptur Diafragma
Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
pada daerah toraks inferior atau abdomen atas. Trauma tumpul di daerah toraks
inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal mendadak yang
diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan
tersebut.
Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks
inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ lain
(intratoraks atau intraabdominal).
Ruptur umumnya terjadi di "puncak" kubah diafragma (sentral) ataupun dapat
kita curigai bila terdapat luka tusuk dada yang didapatkan pada: dibawah ICS 4
anterior, didaerahh ICS 6 lateral, didaerah ICS 8 posterior. Kejadian ruptur diafragma
sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan. Akan terjadi herniasi organ viseral
abdomen ke toraks.
Kematian dapat terjadi dengan cepat setelah terjadinya trauma oleh karena
shock dan perdarahan pada cavum pleura kiri. Dapat terjadi ruptur ke intra perikardial
Diagnostik :
- Riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen
- Tanda dan gejala klinis (sesak/respiratory distress), mual-muntah, tanda
abdomen akut)
- Ro toraks dengan NGT terpasang (pendorongan mediastinum kontralateral,
terlihat adanya organ viseral di toraks)
- CT scan toraks
Penatalaksanaan :
- Torakotomi eksplorasi (dapat diikuti dengan laparotomi)
6. Ruptur Trakea Dan Bronkus
Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun
trauma tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah 50%. Pada trauma
tumpul ruptur terjadi pada saat glottis tertutup dan terdapat peningkatan hebat dan
mendadak dari tekanan saluran trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran
trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama meningkat pada
trauma tumpul thoraks yang disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi tersering
adalah pada daerah karina dan percabangan bronkus. Pneumothoraks,
pneumomediatinum, emfisema subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis
dapat merupakan gejala dari ruptur ini.

7. Trauma Esofagus
Penyebab trauma/ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma
tajam/tembus.
Pemeriksaan Ro toraks : Terlihat gambaran pneumomediastinum atau efusi pleura
Diagnostik : Esofagografi
Tindakan : Torakotomi eksplorasi

8. Trauma Jantung
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan trauma thoraks yang
berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung
dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara
jantung. Kontusio miokardium tanpa disertai ruptur dapat menjadi penyebab
tamponade jantung.
Kecurigaan trauma jantung :
- Trauma tumpul di daerah anterior
- Fraktur pada sternum
- Trauma tembus/tajam pada area prekordial (parasternal kanan, sela iga II kiri,
grs mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri)
Diagnostik :
- Trauma tumpul : EKG, pemeriksaan enzim jantung (CK-CKMB / Troponin T)
- Foto toraks : pembesaran mediastinum, gambaran double contour pada
mediastinum menunjukkan kecurigaan efusi perikardium
- Echocardiography untuk memastikan adanya effusi atau tamponade
Penatalaksanaan :
- Adanya luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya
torakotomi eksplorasi emergency
- Adanya tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi
dilakukannya torakotomi eksplorasi.
- Adanya kecurigaan trauma jantung mengharuskan perawatan dengan
observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade
Komplikasi :
- Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma
ventrikel beberapa bulan/tahun pasca trauma.

9. Ruptur Aorta
Ruptur Aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptur
tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum
arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma thoraks dengan ruptur aorta
ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecurigaan adanya
ruptur aorta dari foto thoraks bila didapatkan mediastinum yang melebar, fraktur iga 1
dan 2, trakea terdorong ke kanan, gambaran aorta kabur, penekanan bronkus utama
kiri.

Anda mungkin juga menyukai