Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan suatu organ penghasil hormon yang terletak di bagian
belakang rongga perut bagian atas. Terbentang secara horizontal dari usus halus ke
organ limfa. Panjangnya sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5 cm. Pankreas berfungsi
sebagai organ endokrin dan eksokrin. Fungsinya sebagai organ endokrin didukung
oleh pulau-pulau Langerhans. Pulau-pulau Langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu:
1. Sel Alpha yang menghasilkan glukagon.
2. Sel Beta yang menghasilkan insulin.
3. Sel Deltha yang menghasilkan somatostatin.
Sedangkan fungsi eksokrin pancreas berguna untuk menghasilkan enzim pencernaan
seperti enzim lipase, pankreatis amilase dan tripsinogen.1-3

2.2 Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat akibat
defisiensi insulin secara relatif ataupun absolut sehingga menyebabkan komplikasi
seperti hiperglikemia, dan kerusakan organ lainnya.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.4-8

2.3 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi
366 juta tahun 2030. Berdasarkan data WHO, Indonesia menduduki ranking ke-4 di
dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat.
Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada

10
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi,
hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita
diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.1-8

2.4 Etiologi dan Klasifikasi


Klasifikasi diabetes melitus menurut ADA 2005 beserta penyebabnya, yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1(Insulin-Dependent Diabetes Mellitus-IDDM)
Dikenal sebagai tipe “Juvenile onset” atau tipe “Insulin dependent”karena
tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan
ketoasidosis. Istilah “juvenile onset”didasarkan pada onset DM tipe 1 dimulai
dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga
terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.DM ini disebabkan oleh
ketidakadaan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta
pankreas, sehingga memerlukan terapi insulin seumur hidup. Gejala yang
menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering
haus, sebagian besar penderita terjadi penurunan berat badan.
DM tipe 1 dianggap sebagai penyakit autoimun dan genetik. Pemeriksaan
histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel
Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang
glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut.4-8
2. Diabetes melitus tipe 2(Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus-NIDDM)
Lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, pada usia 40 tahun, dapat
terjadi pada kembar monozigot, dan berhubungan dengan obesitas.5DM tipe 2
tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan
biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi. DM tipe 2 ini
bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin.
Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta
terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan

11
kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot,
peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.Kegagalan fungsi
sel beta bisa disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang
berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas).4-8
3. DM Gestasional
Yang dimaksud adalah tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan
timbulnyadiabetes mellitus pada keadaan seperti berikut:
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih, IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam keluarga
5. Riwayat melahirkan bayi > 4 kg
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Riwayat TGT atau GDPT
8. Penderita PJK, TBC, Hipertiroidisme
9. Kadar lemak abnormal (HDL < 35 mg/dl, kolesterol total > 250 mg/dL.4-8

2.5 Patogenesis
1) Patogenesis diabetes melitus tipe 1
Terjadinya reaksi autoimun yang dicetuskan oleh infeksi virus pada
pathogenesis DM tipe 1 yang menyebabkan terjadinya kerusakan
permanen sel beta untuk menghasilkan insulin.Selain defisiensi insulin,
pada penderita DM tipe 1 akan terjadi kelebihan sekresi glukagon ole sel
alpha pankreas. Hal ini akan menyebabkan hiperglikemia yang
berlangsung pada penderita usia muda.Penderita DM tipe 1 lebih cepat
mengalami ketoasidosis karena sangat bergantung dari insulin eksternal.7,9
2) Patogenesis diabetes melitus tipe 2
DM tipe 2 adalah hasil dari gabungan resistensi insulin dan sekresi insulin
yang tidak adekuat, hal tersebut menyebabkan resistensi insulin sampai
dengan kerusakan sel β yang tidak berhubungan dengan proses
autoimun.Sekitar 80% pasien DM tipe 2 juga mengalami obesitas.Obesitas
dikaitkan dengan terjadinya resistensi insulin sehingga timbul kegagalan

12
toleransi glukosa pada patogenesis DM tipe 2.Kerusakan sel β pada DM
tipe 2 dapat disebabkan antara lain :4-8
a. Glukotoksisitas
Tingginya kadar gula darah yang berlangsung lama menyebabkan
peningkatan stress oksidatif, IL-1β dan NF-kB mengakibatkan
apoptosis sel β.
b. Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa
akibat proses lipolisis akan mengalami metabolisme non oksidatif
menjadi ceramide yangtoksik terhadap sel β.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala Khas Diabetes Melitus yaitu :4-9
1. Haus yang berlebihan (polidipsia) :kadar glukosa darah yang tinggi
menyebabkan tubuh mengirimkan sinyal ke otak dan menimbulkan
rangsangan haus. Tubuh mendorong konsumsi lebih banyak air untuk
mengencerkan gula darah agar kembali ke tingkat normal. Selain itu glukosa
darah yang berlebihan akan dibuang melalui urin yang secara normal ikut
menarik air tubuh sehingga tubuh akan kehilangan cairan berlebihan.
2. Buang air kecil yang berlebihan (poliuria) :Glukosa darah yang berlebihan
akan dibuang oleh tubuh melalui urin. Glukosa akan terus menarik air dari
proses filtrasi di ginjal sehingga memicu poliuria.
3. Makan berlebihan (polfagia) :Penurunan kadar insulin dan tidak
berfungsinya insulin yang beredar dalam tubuh akan menyebabkan kegagalan
transport glukosa darah menuju sel. Sehingga sel kekurangan makanan untuk
proses metabolisme tubuh. Sinyal yang timbul pada penderita DM adalah rasa
lapar. Tubuh akan mengkompensasi dengan proses glukolisis dan
glukoneogenesis untuk ketersediaan makanan sel. Namun hal ini cenderung
makin meningkatkan glukosa darah.
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

13
Gejala tidak khas lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien, yaitu:4-9
1. Cepat lelah
2. Kesemutan
3. Gatal
4. Penglihatan kabur
5. Mudah mengantuk
6. Luka sulit sembuh
7. Disfungsi ereksi pada pria
8. Pruritus vulva pada wanita

2.7 Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam
menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang di pakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena.Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan
darah utuh(whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.Untuk pemantauan
hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, namun memiliki risiko DM. Nantinya, uji diagnostik akan dilakukan
kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif.4-8
1) Uji diagnostik DM
PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian
berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM antara lain
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang
jelas. Sedangkan gejala tidak khas DM antaranya lemas, kesemutan, luka

14
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus
vulva (wanita).1
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah
abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, namun
apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM dapat ditegakkan
melalui cara berikut :1,6-8
a) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
b) Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0
mmol/L)
c) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) ≥
200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.

Alur penegakkan diagnosis DM


Keluhan klinis
diabetes

Keluhan khas (+) Keluhan khas (-)

GDP >126 <126 GDP >126 110-125 < 100


GDS >200 <200 GDS >200 110-199

Ulang GDS/ GDP

TTGO

15 GD 2 jam
GDP >126 <126
GDS >200 <200

>200 140-199 <140

TGT
Diabetes Melitus Normal GDPT

- Evaluasi status gizi -


Nasihat umum
- Evaluasi penyulit DM -
Perencanaan Makan
- Evaluasi dan Perencanaan -
Latihan Jasmani
Makan sesuai Kebutuhan -
Berat ideal
-
Belum perlu obat
2) Pemeriksaan penyaring DM penurun glukosa
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 Kg/m 2 yang tidak memiliki gejala
klinis DM namun memiliki faktor risiko DM, yaitu :4-8
a) Kurangnya aktivitas fisik
b) Riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree
relative)
c) Termasuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino,
Native American, Asian American, Pasific Islander)
d) Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat≥ 4000 gram
atau riwayat Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
e) Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam
terapi obat anti hipertensi)
f) Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL
g) Wanita dengan sindrom polikistik obarium

16
h) Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah
Puasa Terganggu (GDPT)
i) Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin seperti
obesitas.
j) Riwayat penyakit kardiovaskular.
Penapisan DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah
puasa atau sewaktu atau TTGO.Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil
pemeriksaan penyaringnya negatif, maka pemeriksaan penyaring ulangan
dilakukan tiap tahun.Bagi mereka yang berusia > 40 tahun tanpa faktor
risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun atau lebih
cepat tergantung dari klinis masing-masing pasien.Pemeriksaan
penyaringan dapat dilakukan melalui pemariksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO).
Cara penatalaksanaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) :1
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat
cukup). Tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih diperbolehkan
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan 75 gram(orang dewasa) atau1,75 gram/kgBB (anak-
anak),dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5
menit.
5. Diperiksa kadar gula darah 2 jam sesudah beban glukosa
6. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan glukosa
(TTGO) dibagi menjadi 3 yaitu:1
- Normal : < 140 mg/dL
- Toleransi Glukosa Terganggu : 140 - < 200 mg/dL

17
- Diabetes : ≥ 200 mg/dL
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM,
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka.
Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM.
setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi
DM. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin.
3) Pemeriksaan keberhasilan terapi DM
Selain tes untuk penegakan diagnosis diabetes melitus, terdapat pula
tes untuk mengontrol glukosa pada pasien yang telah menjalani pengobatan
diabetes melitus, yaitu pengukuran glikat hemoglobin (Hb A1c). Hb
A1cadalah pengukuran molekul glukosa yang menempel pada hemoglobin.
Kadar Hb A1cakan meningkat pada pasien dengan hiperglikemia kronik dan
bertahan selama 8 – 12 minggu.
Kadar Hb A1c pada Diabetes :4
- Nilai normal 3,5-5,5 %
- Kontrol glukosa baik 5,5-6,0 %
- Kontrol glukosa sedang 7,0-8,0 %
- Kontrol glukosa buruk > 8,0 %

2.8 Tatalaksana
Dalam mengelola diabetes melitus untuk jangka pendek tujuannya adalah
menghilangkan gejala DM tersebut dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
Sedangkan untuk jangka panjang, tujuannya yaitu mencegah komplikasi akut dan
kronik, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas DM.
Modalitas penatalaksanaan diabetes melitus sendiri terdiri atas terapi non-
farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan pengaturan pola makan
yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi
berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes secara terus menerus.
Modalitas lainnya adalah terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat

18
antidiabetik oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya
diberikan jika penerapan terapi non-farmakologis yang diberikan tidak dapat
mengendalikan kadar gula darah sebagaimana yang diharapkan.4-10
1. Terapi non farmakologis pada diabetes melitus
a. Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa. Pengelolaan mandiri
diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam
merubah perilaku yang tidak sehat.Tim kesehatan harus mendampingi
pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur
hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan
edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang
berkenaan dengan pola makan sehat, kegiatan jasmani rutin, pemantauan
rutin glukosa darah dan mencegah terjadinya luka:4-11
b. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis pada pasien diabetes pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi
penderita diabetes (diabetisi) dan melakukan modifikasi diet berdasarkan
kebutuhan individual. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori
dan karbohidrat yang dikonsumsi pasien tiap harinya dan mencapai serta
mempertahankan kadar glukosa darah tetap normal.11
Tabel 2.1 Komposisi makanan yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus

Karbohidrat
 Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65% dari total kalori per hari
 Jumlah serat 25-50 gram per hari
 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun
jangan sampai lebih dari total kalori per hari
 Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori, seperti sakarin,
aspartame, acesulfam, dan sukralosa.
Protein
 Kebutuhan yang diperlukan 10-20 % dari total kalori per hari
 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol asupan protein
tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.

19
 Pada keadaan kadar glukosa darah tidak terkontrol, pemberian
protein sekitar 0.8-1.0 mg/kg berat badan/hari
 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein
nabati lebih dianjurkan dari protein hewani.
Lemak
 Dibutuhkan sebesar 20-25% dari kebutuhan kalori
 Batasi konsumsi asam lemak jenuh dalam daging berlemak atau
sususekitar 10% dari kebutuhan kalori per hari.
 Konsumsi kolesterol < 200 mg perhari

c. Latihan jasmani
Diabetes merupakan penyakit yang akan berlangsung seumur hidup.
Latihan jasmani selain dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, juga akan memperbaiki kendali gula darah.
Dianjurkan olahraga teratur, 3-4 kali tiap minggu selama setengah jam
yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance training).Latihan yang dianjurkan adalah yang bersifat
aerobic, misalnya berjalan kaki, sepeda santai, jogging, dan berenang.11
2. Terapi farmakologis pada diabetes melitus
Terapi farmakologis pada pasien DM dapat berupa OHO (obat
hipoglikemik oral) maupun insulin. Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati
dengan terapi insulin tetapi DM tipe 2 dapat diobati dengan obat oral terlebih
dahulu.Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka
dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral) atau
menggunakan insulin sesuai dengan kondisi pasien. Berikut ini pembagian
terapi farmakologi untuk diabetes:9-13
1) OHO (Obat Hipoglikemik Oral)
1. Golongan sekretagok insulin (pemicu sekresi insulin)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini memiliki efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk

20
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Golongan sulfonilurea (SU) seringkali dapat menurunkan kadar
gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak
efektif pada diabetes tipe 1. SU terdiri dari 3 generasi, yaitu generasi
pertama adalah acetohexamide, tolbutamide dan chlorpropamide.SU
generasi kedua adalah glibenclamide, glipizide dan gliclazide,
sedangkan SU generasi ketiga adalah glimepiride.
Dosis permulaan SU tergantung dari beratnya hiperglikemia.Bila
konsentrasi glukosa darah puasa < 200 mg/dL, pemberian SU dimulai
dengan dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu
sampai tercapai GDP 90-130 mg/dL.Bila GDP > 200 mg/dL dapat
diberikan dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan
setengah jam sebelum makan karena diserap lebih baik. Pada obat
yang diberikan sehari sekali, sebaiknya diberikan pada waktu makan
pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.SU juga dapat
dikombinasikan dengan terapi insulin dan efeknya lebih baik
daripada terapi tunggal insulin.Efek samping SU adalah
hipoglikemia.
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin pada fase
pertama.Perbedaannya adalah masa kerja glinid yang lebih pendek,
sehingga baik digunakan sebagai obat prandial. Golongan ini terdiri
dari dua macam obat yaitu repaglinid (derivat asam benzoat) dan
nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui
hati. Pemberiannya dua sampai tiga kali sehari dan efek kerjanya
singkat sehingga tidak kuat menurunkan Hb A1c.

21
2. Golongan insulin sensitizing (penambah sensitivitas insulin)
a) Biguanid
Golongan biguanid yang saat ini banyak dipakai adalah
metformin.Konsentrasi metformin tinggi didalam usus dan hati serta
tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui
ginjal.Sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari. Metformin
akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan
diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5
jam.Efek metformin adalah menurunkan berat badan akibat
penekanan nafsu makan dan menurunkan hiperinsulinemia akibat
resistensi insulin, sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemia
tetapi obat antihiperglikemia.
b) Glitazone
Glitazone merupakan agonist peroxisome proliferator-activated
receptor gamma yang sangat selektif dan poten. Reseptor tersebut
terdapat pada jaringan target kerja insulin seperti jaringan lemak, otot
skelet dan hati. Glitazone tidak merangsang sekresi insulin oleh sel
Beta pankreas namun dapat menurunkan konsentrasi insulin.Contoh
dari golongan glitazone adalah Rosiglitazon dan Pioglitazone yang
saat ini dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga sebagai terapi
kombinasi dengan metformin dan SU.
3. Penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi gula di usus halus,
sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping
yang paling sering ditemukan adalah kembung dan flatulens. Acarbose
ini dapat diberikan bersama makan saat suapan pertama.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian OHO adalah :

22
1. Terapi dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap.
2. Harus diketahui betul lama kerja dan efek samping obat tersebut.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan adanya interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap OHO, usahakan menggunakan
obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih ke insulin.
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.

Tabel 2.2 Obat hipoglikemik oral (OHO)

23
2) Insulin
Secara keseluruhan 20-25% pasien dengan DM tipe 2 akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa
darahnya.Terapi insulin diberikan pada pasien DM tipe 2 yang glukosa

24
darahnya tidak terkendali walaupun telah diberikan obat hipoglikemia
oral (OHO). Indikasi terapi dengan insulin, yaitu:
- Semua pasien dengan DM tipe 1 memerlukan insulin eksogen
karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak
ada.
- Pada pasien DM tipe 2 akan membutuhkan insulin apabila terapi
jenis lain seperti kombinasi OHO tidak dapat mencapai target
pengendalian glukosa darah, terjadi komplikasi seperti infeksi
sekunder, tindakan bedah, IMA ataupun stroke.
- DM gestasional yang tak terkendali dengan perencanaan diet
makanan.
- Ketoasidosis diabetik.
- Pengobatan sindrom hiperglikemi hiperosmolar non-ketotik.
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
- Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO.

Beberapa jenis sediaan insulin dan carakerjanya sebagai berikut:


a. Insulin kerja cepat (rapid acting)
Insulin lispro, aspart, dan glulisin merupakan insulin kerja
cepat.Lama kerja dapat berlangsung segera dan mencapai
puncaknya setelah 30-90 menit pasca penyuntikan dan bertahan
selama 3-5 jam, contohnya pada insulin lispro.
b. Insulin kerja pendek (short acting)
Biasanya dipergunakan untuk mengatasi keadaan akut seperti
ketoasidosis, penderita baru dan tindakan bedah dan mengontrol
hiperglikemia postprandial.Insulin jenis ini kadang-kadang juga
digunakan sebagai pengobatan bolus (15-20 menit) sebelum
makan. Lama kerja dapat mencapai 5-8 jam dengan awitan kerja
30-60 menit dan puncak kerja 2-4 jam.
c. Insulin kerja menengah (intermediate acting)

25
Sediaan insulin kerja menengah yang saat ini tersedia:
- Isophane atau insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn)
- insulin Crystalline zinc-acetate (insulin lente)
NPH mengandung protamin dan sejumlah zink,yang keduanya
kadang-kadang memiliki pengaruh sebagai penyebab reaksi
imunologi, seperti urtikaria pada lokasi suntikan. Lama kerja dapat
mencapai 12-24 jam pasca penyuntikan, dengan awitan kerja 2-4
jam dan puncak kerja 4-12 jam.
d. Insulin kerja panjang (long acting)
Mempunyai masa kerja lebih dari 24 jam, sehingga dapat
digunakan dalam regimen basal-bolus. Insulin basal seperti
glargline dan detemir dapat memenuhi kebutuhan basal insulin
lebih dari 24 jam tanpa adanya efek puncak. Insulin ini memiliki
kadar zink yang tinggi untuk memperpanjang waktu kerjanya.
e. Insulin kerja campuran
Terdiri dari kombinasi insulin kerja cepat dan menengah atau kerja
pendek dan menengah. Sediaan yang ada di indonesisia adalah
kombinasi yang terdiri dari 30% insulin kerja cepat atau pendek,
dan 70% insulin kerja menengah.
Penilaian hasil terapi:
1. Pemeriksaan glukosa darah
2. Pemeriksaan HbA1C
3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri
4. Pemeriksaan glukosa urin
5. Penentuan benda keton pengendalian urin

Tabel 4. Kriteria pengendalian DM


Indikator Baik Sedang Buruk

26
GD puasa 80-109 110-125 ≥ 126
GD 2 jam PP 80-144 145-179 ≥180
A1C <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol total <200 200-239 ≥240
Kolesterol LDL <100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL >45
Trigliserida <150 150-199 ≥200
IMT 18,5-22,9 23-25 >25
Tekanan darah <130/80 130-140/80-90 > 140/90

2.9 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah
(glukosa) dibawah nilai normal (< 70-110 mg/dL). Kadar gula darah yang
rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan
fungsi.
Penyebab tersering hipoglikemia pada pasien DM yaitu akibat OHO
golongan sulfonilurea, hipoglikemi ini dapat berlangsung lama sehingga
harus diawasi sampai seluruh obat di ekskresi dan waktu kerja obat telah
habis. Waktu pengawasannya bisa berlangsung 24-72 jam, terutama pada
pasien dengan gagal ginjal kronis.
Gejala hipoglikemi dapat terdiri dari gejala adrenergik seperti
berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar dan gejala neurologik seperti
pusing, gelisah, penurunan kesadaran hingga koma.
Tatalaksana hipoglikemia yang paling tepat adalah pencegahan.Namun
Apabila hipoglikemi telah terjadi, maka pengobatan harus segera dilakukan
terutama untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap otak yang paling
sensitif terhadap penurunan glukosa darah.Penatalaksanaan hipoglikemia
dibedakan atas stadium permulaan dan stadium lanjut, sebagai berikut :
a. Stadium permulaan (Pasien sadar)

27
- Pada stadium permulaan, pasien masih dalam keadaan sadar
sehingga penatalaksanaan terbaik adalah pemberian gula murni +
30 gram (2 sendok makan) atau sirup, permen, makanan yang
mengandung karbohidrat lainnya.
- Stop obat hipoglikemi, periksa GDS dan lakukan pengkajian ulang
setiap 4 jam selama 24 jam.
b. Stadium lanjut (koma hipoglikemi)
- Penanganan keadaan gawat darurat ini harus cepat dan tepat.
- Berikan larutan glukosa 40% sebanyak 2 flakson, intravena setiap
10-20 menit hingga pasien sadar disertai pemberian cairan
dextrose 10% 6 jam/kolf untuk mempertahankan glukosa darah
dalam nilai normal atau di atas normal.
- Bila belum teratasi dapat diberikan insulin antagonis seperti
adrenalin, kortison dosis tinggi atau glukagon 1 mg intravena,
tetapi sebaiknya penggunaan adrenalin perlu dibatasi mengingat
efek sampingnya.4,13
b. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut
atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormone) ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosis dan ketosis. Keadaan tersebut menyebabkan keadaan
tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa
oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia.Hasil sampingan
dari produksi glukosa hati tersebut adalah peningkatan oksidasi asam lemak
bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan
aseton).Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan
metabolik asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan
3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi
75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting.
Keadaan lain adalah timbulnya glukosuria dan ketonuria yang dapat
menimbulkan diuresis osmotik sehingga terjadi dehidrasi dan kehilangan

28
elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan syok bahkan penurunan
kesadaran.Parameter pemeriksaan pada kasus KAD sebagai berikut:4,13
 Kadar glukosa >250 mg%
 pH <7,35
 HCO3 rendah ( <15 mEq/l)
 Anion gap yang tinggi
 Keton serum positif

Gambar 3.3 Patofisiologi Ketoasidosis Diabetikum

c. Hiperosmolar Hiperglikemik Non-Ketosis (HHNK)


Merupakan komplikasi akut/emergensi diabetes melitus yang
ditandai dengan dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. HHNK dimulai dengan adanya diuresis glukosurik. Glukosuria
menyebabkan kegagalan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin sehingga
akan terjadi kehilangan air yang menimbulkan dehidrasi pada pasien
tersebut. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa di
atas ambang batas tertentu. Hilangnya air yang lebih banyak dibandingkan
natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup
untuk menurunkan kadar glukosa darah, terutama jika terjadi resistensi
insulin.

29
Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya
hiperglikemia. Penurunan pemakaian glukosa oleh jaringan perifer termasuk
oleh sel otot dan lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai
glikogen pada otot dan hati, serta stimulus glukagon pada sel hati untuk
glukogenesis mengakibatkan semakin naiknya kadar glukosa darah. Pada
keadaan dimana insulin tidak mencukupi, maka besarnya kenaikan kadar
glukosa darah juga tergantung dari status hidrasi dan masukan karbohidrat
oral.
Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik, dan
mengakibatkan menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vaskular,
dimana glukoneogenesis dan masukan makanan terus menambah glukosa,
kehilangan cairan akan semakin mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya
volume sirkulasi. Hiperglikemia dan peningkatan konsentrasi protein plasma
yang mengikuti kehilangan cairan intravaskular menyebabkan keadaan
hiperosmolar yang memicu sekresi hormon antidiuretik serta menimbulkan
rasa haus. Jika hilangnya cairan ini tidak dikompensasi, maka akan timbul
dehidrasi dan kemudian hipovolemia yang nantinya dapat mengakibatkan
terjadinya hipotensi serta gangguan perfusi jaringan. Keadaan koma
merupakan stadium akhir proses hiperglikemia ini, dimana telah timbul
gangguan elektrolit berat dalam kaitannya dengan hipotensi.
Gejala klinis utamanya adalah hiperglikemia berat serta seringkali
disertai dengan gangguan neurologis dengan atau tanpa ketosis.Perjalanan
klinis penyakit ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari
sampai beberapa minggu), dengan gejala khas seperti poliuria, polidipsia
sehingga meningkatkan rasa haus, dan penurunan berat badan. Koma hanya
ditemukan pada 10% kasus. Diagnosis HHNK menurut American Diabetes
Association (ADA) sebagai berikut :
1) Glukosa plasma 600 mg/dL atau lebih
2) Osmolalitas serum 320 mOsm/kg atau lebih
3) Dehidrasi berat (biasanya 8-12 L) dengan peningkatan BUN
4) Ketonuria minimal, tidak ada ketonemia

30
5) Bikarbonat > 15 mEq/L
6) Perubahan kesadaran.
Karakteristik pasien HHNK adalah berusia lanjut, yang belum
diketahui mengalami DM, dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan
diet dan atau OHO. Keluhan pasien adalah rasa lemah, gangguan
penglihatan atau kaki kejang. Ditemukan keluhan lain seperti mual dan
muntah, namun lebih jarang dibandingkan KAD. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk, mukosa
kering, mata cekung, ekstremitas dingin dan denyut nadi cepat dan lemah.4,13
2. Kronis
a. Makroangiopati
1) Penyakit arteri koroner
Salaha satu gambaran histopatologi berupa aterosklerotik dalam
pembuluh darah arteri koroner.Keadaan ini meningkatkan insiden infark
miokard pada penderita diabetes.Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga 60% dari
semua kematian pada pasien-pasien diabetes.
2) Penyakit cerebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan emboli ditempat lain dalam sistem pembuluh darah yang
kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah
serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas dan stroke.
3) Penyakit vaskuler perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas
bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden penyakit osklusif
arteri perifer pada pasien diabetes. Bentuk penyakit oklusif arteri yang
parah pada ekstremitas bawah ini merupakan penyebab utama
meningkatnya insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien
diabetes.

31
Timbulnya arterosklerotik pada pembuluh darah pasien DM
disebabkan akibat insufisiensi insulin sehingga memicu penimbunan sorbitol
dalam tunika intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan
darah yang menjadi dasar pembentukan arterosklerotik.4,13
b. Mikroangiopati
1) Retinopati diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetik disebabkan
oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina
mata. Ada tiga stadium utama retinopati: retinopati nonproliferatif
(background retinopathy), praproliferatif dan retinopati proliferatif.
Sebagian besar pasien diabetes mengalami retinopati nonproliferatif
dengan derajat tertentu dalam waktu 5 hingga 15 tahun setelah diagnosis
diabetes ditegakkan.4,13

2) Nefropati
Komplikasi DM berupa kerusakan nefron-nefron ginjal sehingga terjadi
kegagalan fungsi ginjal.Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria
dan hipertensi. Jika hilangnya fungsi nefron terus berlanjut, pasien akan
mengalami insufisiensi ginjal dan uremia. Pada tahap ini, pasien
memerlukan dialysis ataupun transplantasi ginjal untuk mengatasi
komplikasi ini.4,13
3) Neuropati diabetes
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor),
otonom dan spinal. Keadaan ini disebabkan penimbunan sorbitol dan
fruktosa serta penurunan mioinositol pada jaringan saraf.Hal ini
menyebabkan gangguan pada kegiatan metabolic sel-sel Schwann dan
hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada
tahap dini neuropati. Dilanjutkan dengan timbulnya nyeri, parestesia,
berkurangnya sensasi getar dan propioseptik, hilangnya refleks tendo
dalam, kelemahan otot dan atrofi. Terserangnya saraf otonom akan

32
mengakibatkan diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung
dengan gastroparesis, hipotensi postural dan impotensi. Pada pasien
neuropati otonom diabetik yang juga menderita infark miokard akut
tidak akan merasakan nyeri dada. Pasien juga dapat kehilangan respons
katekolamin terhadap keadaan hipoglikemia sehingga tidak akan
menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia yang terjadi.4,13
2.10 Prognosis
Meskipun diabetes mellitus adalah kondisi kronis progresif dengan belum bisa
disembuhkan, kondisi tersebut dapat secara efektif dikelola dengan teratur melakukan
pendidikan kepada pasien, dan memberikan perawatan medis yang sesuai.4

33

Anda mungkin juga menyukai