Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Pada tanggal 13 November 2017, American Heart Association (AHA) dan American
College of Cardiology (ACC) mengeluarkan pedoman hipertensi terbaru. Pedoman ini
berisikan banyak perubahan besar dalam pengelolaan hipertensi. Salah satu lompatan
terbesar pedoman ini adalah perubahan klasifikasi atau bahkan definisi hipertensi dimana
sebelumnya hipertensi dinyatakan sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang
menetap dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 Hgmm atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg. Pada pedoman hipertensi tersebut maka hipertensi ditetapkan apabila tekanan
darah sistolik ≥ 130 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 80 mmHg.
Penurunan 10 poin pada tekanan darah sistolik dan diastolik tersebut menyebabkan
103 juta penduduk Amerika Serikat mengalami hipertensi dan harus menjalani diet,
perubahan gaya hidup (berolahraga) dan mengkonsumsi obat anti hipertensi. Seluruh hal
tersebut harus dijalani untuk mengurangi risiko terhadap kejadian
serangan jantung dan stroke. Paul Whelton dari Tulane University School of Public
Health and Tropical Medicine di New Orleans, Amerika serikat selaku penulis utama
pedoman hipertensi ACC dan AHA tersebut, menyatakan bahwa:
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan hubungan tekanan darah yang
rendah memiliki korelasi dengan risiko penyakit kardiovaskular yang lebih rendah.
Pembaruan pada rekomendasi ini “akan meningkatkan kesehatan kardiovaskular pada
komunitas dewasa di Ameriksa Serikat”.
Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan klasifikasi antara pedoman hipertensi JNC
VII dan pedoman hipertensi ACC/AHA tahun 2017.

Kategori Hipertensi Menurut JNC VII

Kategori Tekanan Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 90-99
Hipertensi Stadium II ≥ 160 ≥ 100
Krisis Hipertensi > 180 > 110

(membutuhkan
penangan gawat
darurat)

Beberapa penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa tekanan darah sistolik 130-
140 mmHg menunjukkan risiko serangan jantung dan stroke 2 kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan tekanan darah sistolik normal. Definisi terbaru ini dapat menjadi
suatu hal yang mendasar dalam pencegahan tekanan darah tinggi.

B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idioptik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem
renin. Angiotension dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor – faktor yang
meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol dan polisetemia.
2. Hipertensi sekunder
Penyebab yaitu: penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan.

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas


1. Hipertensi dimana tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Penyebab terjadinya hipertensi pada lanjut usia adalah terjadinya perubahan –


perubahan pada:

1. Elastisitas aorta menurun


2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 21 tahun kemampuan jantung memompa darah menjadi menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kurnagnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medulla diotak. Pada pusat vasomotor ini bermulajaras saraf simpatis
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor di hantarkan dalam
bentuk implus yang bergerak ke bawah melalui sisyem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini. Neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglionke pmbuluh darah, dimana dengan di lepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstruksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norefinefrin. Meskipun tidak di
ketahui dengan jelas mengapa hal tersebut biasa terjadi.
Pada saat bersamaan di mana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya.
Yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangsang pembentukan angitensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonsriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensin natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak teratur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:
1. Mengeluh sakit kepala, pusing
2. Lemas, kelelahan
3. Sesak nafas
4. Gelisah
5. Mual
6. Muntah
7. Epistaksis
8. Kesadaran menurun

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan sel -sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengidentifikasi faktor resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN/Kreatin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c. Glucosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalis: darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
2. CT Scan: mengkaji adanya tumor serebral, encolopati.
3. EKG: Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peningkatan gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP: Mengidentifikasikan penyebab adanya hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5. Photo dada: menunjukkan distruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

F. Penatalaksanaan Medik
Tujuan tiap penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan daerah di bawah 130
– 139 mmHg/80 – 89 mmHg. Efektivitas sebagai program ditentukan oleh derajat
hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Algoritma penangan yang di keluarkan oleh joint national on Detection, Evaluation and
treatment of high Blood pressure memungkinkan dokter memilih kelompok obat yang
mempunyai efektivitas tertinggi, efek samping paling kecil, dan penerimaan serta
kepatuhan pasien. Dua kelompok obat tersedia dalam terapi pilihan pertama; diuretika
dan penyekat beta. Apabila pasien dengan hipertensi ringan sudah terkontrol selama
setahun, terapi dapat diturunkan. Agar pasien mematuhi regimen terapi yang diresepkan,
maka harus dicegah dengan pemberian jadual terapi obat-obatan yang rumit

G. Komplikasi
Sebagai akibat yang berkepanjangan adalah
a. Insufisiensi koroner dan pengambatan
b. Kegagalan jantung
c. Kegagalan ginjal
d. Gangguan pernafasan

H. Penatalaksanaan
a. Non-farmakologis
Pembatasan natrium, penurunan BB/latihan, pembatasan alcohol, penghentian
merokok, menghilangkan stress
b. Farmakologik
Sesuai dengan rekomendasi WHO/ISH dengan mengingat kondisi pasien, sasarkan
pertimbangan dan prisif sebagai berikut:
1) Mulai dosis rendah yang tersedia, naikkan bila respon belum belum optimal,
contoh agen beta bloker ACE.
2) Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis tinggi.
Contoh: diuretic dengan beta bloker.
3) Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti DHA
yang lain
4) Pili yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan meningkatkan
kepatuhan.
5) Pasien dengan DM dan insufistensi ginjal terapi mula lebih dini yaitu pada
tekanan darah normal tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperwatan Medikal Bedah. Vol.2. EGC : Jakarta.

2017 Hypertension Guidelines Programming. American Heart Association’s annual scientific


sessions, Anaheim, California. November 13, 2017.

P.K. Whelton et al. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/ AGS/AphA


/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the prevention, detection, evaluation and
management of high blood pressure in adults. Hypertension. Published November 13, 2017.
doi: 10.1161/HYP.0000000000000065.

P.K. Whelton et al. 2017 ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/ AGS/AphA


/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the prevention, detection, evaluation and
management of high blood pressure in adults. Journal of the American College of
Cardiology. November 2017. doi: 10.1016/j.jacc.2017.11.006.
Phatway

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, merokok, stress, Beban kerja jantung
aliran darah makin cepat keseluruhan
kurang olahraga, genetic, alcohol, konsentrasi garam, obesitas. meningkat
tubuh sedangkan nutrisi dalam sel
Tekanan darah sistemik darah sudah mencukupi kebutuhan
Kerusakan veskuler
meningkat
pembuluh darah HIPERTENSI

Metode koping tidak efektif


Perubahan struktur Perubahan situasi Krisis situasional

Penyumbatan pembuluh Defisit pengetahuan


Informasi yang minim
darah ansietas Ketidak efektifan koping

Vasokontriksi Resistensi pembuluh darah Nyeri kepala


otak miningkat
Resiko ketidak efektifan perfusi
Gangguan sirkulasi Suplai O2 ke otak menurun
Otak jaringan otak

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi pemb darah Spasme arteriol


ginjal Sistemik
Koroner
Resiko cedera
Blood flow darah vasokontriksi
Iskemia miokard
Penurunan curah jantung
Respon RAA afterload

Merangsang aldosteren Kelebuhan volume cairan Fatigue Nyeri

Retensi Na Edema
Intolerasi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai