Anda di halaman 1dari 25

KLASIFIKASI BATUAN DAN APLIKASI GELOMBANG ELASTIK

DALAM BIDANG GEOMATIKA


Disusun oleh :

Nama : Aditya Nugraha


NRP : 03311740000073
Kelas : Fisika Gelombang A

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2018
DESKRIPSI BATUAN BEKU

Batuan beku dapat dipisahkan menjadi batuan beku non fragmental dan batuan
fragmental. Pada umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku intrusif
ataupun aliran lava yang tersususn atas kristal-kristal mineral. batuan beku fragmental juga
dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api, clastics= butiran/pecah) yang merupakan
bagian dari batuan volkanik. Sebagai catatan, pada tulisan ini akan lebih menekankan
pembahasana pada batuan beku non fragmental. Secara umum yang utama harus
diperhatikan dalam deskripsi batuan adalah:
1. Warna Batuan
2. Struktur Batuan
3. Tekstur Batuan
4. Bentuk Batuan
5. Komposisi Mineral Batuan

1. Warna Batuan
Menurut Subroto (1984), yang diperhatikan pertama kali dalam deskripsi batauan
beku adalah warna. Warna dari sampel batuanbeku dapat menentukan komposisi kimia
batuan tersebut. Ada empat kelompok warna dalam batuan beku:
a.Warna Cerah
Warna cerah menunjukkan batuan beku tersebut bersifat asam.
b. Warna Gelap-Hitam
Batuan beku warna gelap-hitam termasuk atau memiliki sifat intermediet
(menengah)
c. Warna Hitam Kehijauan
Batuan Dengan warna hitam kehijauan mempunyai sifat kimia basa.
d. Warna Hijau Kelam
Warna batuan beku yang hijau kelam termasuk dalam batuan ultra basa.

2. Struktur Batuan
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala besar. Seperti lava
bantal yang terbentuk di lingkungan air (laut), lava bongkah, struktur aliran dan lain-
lain. Suatu bentuk dari struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya
(Graha, 1987).
Pada batuan beku, struktur yang sering ditemukan adalah:
a. Masif
Bila batuan pejal, tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas.
b. Jointing
Bila batuan tampak mempunyai retakan-retakan. Kenampakan ini akan mudah
diamati pada singkapan di lapangan.
c. Vasikuler
Dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas. Struktur ini dibagi lagi menjadi
tiga, yaitu:
1. Skoriaan, bila lubang gas tidak saling berhubungan.
2. Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
3. Aliran, bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang-
lubang gas.
d. Amigdaloidal
Bila lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder.
e. Struktur Aliran
Semua batuan beku seharusnya ada berawal dari adanya aliran ke suatu
tempat. Struktur aliran adalah bagian dari magma atau lava yang berdekatan pada
pendinginan secara cepat pada kontak langsung, dan oleh karena itu batas
ketercapaiannya pada viskositas yang relatif tinggi dan diakhiri dengan
konsolidasi. Lebih dahulu bagian dalam yang lebih jauh terbentuk menjadi badan
keras (Lahee,1961).
f. Struktur Bantal
Struktur bantal (pillow structure) adalah struktur yang dinyatakan pada batuan
ekstrusi tertentu, yang dicirikan oleh masa yang berbentuk bantal. Dimana ukuran
dari bentuk lava ini pada umumnya antara 30-60 cm (Graha, 1987).

3. Tekstur Batuan
Menurut Sapiie (2006), eberapa tekstur batuan beku yang umum adalah:
1. Gelas (Glassy) – tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf).
2. Afanitik (aphanitic) – (fine grain texture)
3. berbutir sangat halus, hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
4. Faneritik (phaneritic) – ( coarse grain texture)
5. Berbutir cukup besar, dapat dilihat tanpa mikroskop.
6. Porfiritik (porphyritik) – mempunyai dua ukuran kristal yang dominan.
7. Piroklastik (pyroklastik) – mempunyai fragmen material volkanik.

Beberapa hal utama yang diperhatikan mengenai tekstur dalam deskripsi batuan :

Tingkat Kristalisasi
Merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam
batuan. Dikenal 3 kelas derajat kristalisasi yaitu
1. Holokristalin, apabila batuan tersususn seluruhnya oleh massa kristal.
2. Hipokristalin, apabila batuan tersususun oleh massa gelas dan massa
kristal.
3. Holohyalin, apabila batuan seluruhnya tersusun oleh massa gelas.

Granularitas
Merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku. Dikenal 2 kelompok
tekstur ukuran butir, yaitu:
1. Afanitik: Kelompok ini mempunyai kristal-kristal yang sangat halus,
sehingga antara mineral satu dengan lainya sulit dibedakan dengan mata
biasa, ataupun dengan pertolongan lup atau kaca pembesar.
2. Fanerik: Kristal-kristalnya terlihat jelas sehingga dapat dibedakan satu
dengan yang lainnya secara megaskopis. Kristal fanerik dibedakan menjadi
4 kategori, yaitu:
Halus, ukuran diameter butir (d) >1 mm
Sedang, 1 mm < d < 5 mm
Kasar, 5 mm < d < 30 mm
Sangat Kasar, d > 30 mm

Relasi
Merupakan hubungan antara kristal satu dengan kristal yang lain atau dengan
gelas. Terdapat beberapa kenampakan:
1. Equigranular, yaitu jika ukuran butir sama besar atau seragam. Apabila
mineral yang seragam dapat terlihat jelas dengan mata dan mineral
penyusunnya dapat dibedakan dengan maka disebut dengan fanerik.
Sedangkan mineral yang seragam tetapi tidak dapat dibedakan mineral
penyusunnya dengan mata maka disebut afanitik
2. Inequigranular, yaitu jika ukuran dari masing-masing kristal tidak sama
besar(tidak seragam). Inequigranular dibedakan menjadi 2 yaitu:
Faneroporfiritik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara
massa dasar kristal-kristal yang faneritik (terlihat dengan mata telanjang).
Porfiroafanitik, yaitu jika fenokris (mineral besar) terdapat diantara
massa dasar kristal-kristal yang Afanitik ( tidak terlihat dengan mata
telanjang).

Bentuk Kristal
Untuk kristal-kristal yang mempunyai ukuran cukup besar dapat dilihat
kesempurnaan bentuk kristalnya. Hal ini dapat memberikan gambaran mengenai
proses kristalisasi mineral-mineral pembentuk batuan. Bentuk kristal dibedakan
menjadi:
1. Euhedral: Apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang-
bidang kristal yang jelas.
2. Subhedral: Apabila bentuk kristal tidak sempurna dan hanya sebagian saja
yang dibatasi bidang-bidang kristal
3. Anhedral: Apabila bidang batas kristal tidak jelas

5. Komposisi Mineral dan Deskripsi Batuan Beku


Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam dentifikasi mineral yaitu:
a. Warna mineral
b. Kilap, yaitu kenampakan mineral jika dikenai cahaya. Dalam mineralogi
dikenal kilap logam dan non logam. Kilap non logam terbagi lagi atas
Kilap intan
Kilap tanah, contoh : kaolin, dan limonit.
Kilap kaca, contoh : kalsit, kuarsa.
Kilap mutiara, contoh : opal, serpentin.
Kilap dammar, contoh : spharelit.
Kilap sutera, contoh : asbes.
c. Kekerasan, yaitu tingkat resistansi mineral terhadap goresan, umumnya
ditentukan dengan skala Mohs.
d. Cerat, yaitu warna mineral dalam bentuk serbuk.
e. Belahan, yaitu kecenderungan mineral untuk membelah pada satu atau lebih
arah tertentu sebagai bidang dengan permukaan rata.
f. Pecahan, jika kecenderungan untuk arah tak beraturan. Macamnya :
Concoidal : seperti pecahan botol, contoh: kuarsa.
Fibrous : kenampakan berserat, contoh: asbes, augit.
Even: bidang pecahan halus, contoh: mineral-mineral lempung
Uneven : bidang pecahan kasar, contoh: magnetit, garnet.
Hackly : bidang pecahan runcing-runcing, contoh: mineral-mineral logam.

Komposisi mineral penyusun batuan beku dibedakan menjadi:


a. Mineral Primer: Merupakan mineral hasil pertama dari proses pembentukan
batuan beku, terdiri atas:
Mineral Utama (essential minerals) : yaitu mineral yang jumlahnya cukup
banyak (>10%). Mineral ini sangat penting untuk dikenali karena menentukan
nama batuan.
Mineral tambahan (accessory minerals) : yaitu mineral-mineral yang
jumlahnya sedikit (<10% ) dan tak menentukan nama batuan.
b. Mineral Sekunder: Merupakan mineral hasil ubahan (alterasi) dari mineral
primer.

Mineral yang pada umumnya sebagai penyusun batuan beku, yaitu:


a. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur silika dan alumina dengan warna
yang cerah dan biasa disebut sebagai mineral asam kecuali (Ca-Plagioklas),
yaitu:
Kuarsa : jernih, putih susu seperti gelas kadang kelabu, tanpa belahan.
Muskovit : jernih hingga coklat muda, belahan satu arah, sehingga terlihat
seperti lembaran.
Ortoklas : putih, merah daging (pink), belahan dua arah saling tegak lurus.
Plagioklas : putih abu-abu (Na), abu-abu gelap (Ca), terdapat striasi pada
bidang belah.
b. Mineral-mineral yang tersusun dari unsur-unsur besi, magnesium dan
kalsium, warna gelap dan biasa disebut sebagi mineral basa yaitu:
Olivin : kuning kehijauan, kristal kecil menyerupai gula pasir.
Piroksen (augit) : hijau tua, hitam suram, pendek, belahan 2 arah tegak
lurus.
Amfibole/ Hornblende : hitam mengkilat – hijau, panjang, belahan 2
arah membentuk sudut 60 derajat sampai 120 derajat.
Biotit : hitam, belahan satu arah, sehingga terlihat seperti
lembaran-lembaran.

6. Batuan Beku Fragmental (sedikit pembahasan)


Batuan beku fragmental juga dikenal dengan batuan piroklastik (pyro=api,
clastics= butiran/pecah) yang merupakan bagian dari batuan volkanik. Batuan
fragmental ini secara khusus terbentuk oleh proses vulkanik yang eksplosif (letusan).
Bahan-bahan yang dikeluarkan dari pusat erupsi kemudian mengalami lithifikasi
sebelum atau sesudah mengalami perombakan oleh air dan es.
Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi 4 tipe utama, yaitu:
1. Endapan jatuhan piroklastik (pyroclastik fall deposits)
2. Endapan Aliran Piroklastik (pyroklastik flow deposits)
3. Pyroclastik Surge Deposits
4. Lahar

KLASIFIKASI BATUAN BEKU BERDASARKAN KOMPOSISI KIMIA DAN


MINERALOGI

A. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Kimia


Menurut Hulburt (1977)Pembagian batuan bekuberdasarkan komposisi ini telah lama
menjadi standar dalam geologi, dan di bagi dalam empat golongan yaitu :
a. Batuan Beku Asam
Termasuk golongan ini bila batuan beku tersebut mengandung silika (SiO 2) lebih
dari 66%.contoh batuan ini adalah Granit dan Ryolit. Batuan yang tergolong kelompok
ini mempunyai warna terang (cerah) karena (SiO 2) yang kaya akan menghasilkan
batuan dengan kandungan kuarsa, dan alkali feldspar dengan atau tanpa muskovit.
b. Batuan Beku Menengah (intermediat)
Apabila batauan tersebut mengandung 52 – 66% silika maka termasuk dalam kelas
ini. Batuan ini akan berwarnagelap karena tingginya kandungan mineral feromagnesia.
Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.
c. Batuan Beku Basa
Yang termasuk kelompok batuan beku ini adalah bataun yang mengandung 45 –
52% silika. Batuan ini akan memiliki warna hitam kehijauan karena terdapat
kandungan mineral olivine. Contoh batuan ini adalah Gabbro dan Basalt.
d. Batuan Beku Ultra Basa
Golongan batuan beku ini adalah apabila bataun beku mengnadung 45% SiO2 .
Warna batuan ini adalah hijau kelam karena tidak terdapat silika bebas sebagai kuarsa.
Contoh batuan ini adalah Peridotit dan Dunit.

B. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi


Analisa kimia batuan beku itu pada umumnya memakan waktu, maka sebagian besar
klasifikasi batuan beku berdasarkan atas susunan mineral dari batuan itu. Mineral-mineral
yang biasanya dipergunakan ialah mineral kuarsa, plagioklas, potassium feldspar dan foid
untuk mineral felsik. Sedangkan untuk mafik mineral biasanya mineral amphibol, piroksen,
dan olivine (Graha 1987).
Klasifikasi yang didasarakan atas mineralogi dan tekstur akan lebih dapat
mencerminkan sejarah pembentukan batuan daripada atas dasar komposisi kimia. Tekstur
batuan beku adalah mengambarkan keadaan yang mempengaruhi pembentukan batuan itu
sendiri. Seperti tekstur granular memberi arti akan keadaan yang serba sama, sedangkan
tekstur porfiritik memberikan artibahwa terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan
tekstur afanitik mengambarkan pembekuan yang cepat (Graha, 1987).
Klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russell B Travis (1955), dalam klasifikasi ini
tekstur batuan beku yang didasrkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi:
a. Batuan Dalam
Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan tersebut dapat
dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.
b. Batuan Gang bermasa dasar faneritik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
c. Batuan Gang bermasa dasar afanitik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.
d.Batuan Lelehan
Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat
dengan mata biasa.

BATUAN BEKU DAN KLASIFIKASI BERDASARKAN GENESANYA

A. Pengertian dan Genesa Batuan Beku


Batuan Beku adalah Kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil
magma yang mendingin ( Walter T. Huang, 1962 ). Sedangkan menurut Graha (1987)
adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silika cair dan pijar, yang kita kenal
dengan magma.
Batuan beku meliputi sekitar 95 % bagian teratas kerak bumi (15km) tetapi jumlahnya
yang besar tersebut sering tidak tampak karena tertutupilapisan yang relatif tipis dari batuan
sedimen dan metamorf. Batuan beku merupakan hasil kristalisasi magma, cairan silika yang
mengkristal atau membeku di dalam daan di permukaan bumi. Temperatur yang tinggi dari
magma (900°C – 1000°C) memberikan suatu perkiraan bahwa magma berasal dari bagian
yang dalam dari bumi. Semua material gunung berapi yang dikeluarkan ke permukaan
bumi akan mendingin dengan cepat, sedang proses pembantukan batuan beku yang terjadi
di bawah permukaan bumi berlangsung lama. Dalam suatu magma yang mengandung unsur
O, Si, Mg, dan Fe maka mineral dengan titik beku tertinggi Mg-olivin (forsterite), akan
mengkristal pertama kemudian diikutioleh Fe-olivin (fayelite). Pada magma yang kaya
akan komponen plagioklas, maka anortit akan megkristal dahulu kemudian didikuti yang
lainnnya sampai albit. Kristalisasi semacam ini terjadi akibat reaksi menerus yang terjadi
pada kesetimbangan antara cairan dan endapan kristal sebagai fungsi turunan temperatur
(Subroto, 1984).

B. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Genesanya


Klasifikasi batuan beku secara genetika didasarkan pada tempat terbentuknya. Batuan
beku berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi:

1. Batuan Beku Intrusif (membeku di bawah permukaan)


Proses batuan beku intrusif sangat berbeda dengan dengan kegiatan batuan
vulkanik, karena perbedaan dari tempat terbentuknya dari kedua jenis ini. Menurut
Graha (1987) tiga prinsip dari tipe bentuk intrusi batuan beku, bentuk dasar dari
geometri adalah:
a. Bentuk Tidak Beraturan
Pada umumnya berbentuk diskordan (memotong dari lapisan massa batuan)
dan biasanya memiliki bentuk yang jelas dipermukaan bumi. Penampang
melintang dari tubuh pluton (intrusi dengan bentuk tidak beraturan)
memperlihatkan bentuknya yang besar dan kedalamnaya tidak diketahui batasnya.
Contoh batuan yang berbentuk seperti ini adalah batolit, singkapan dipermukaan
memiliki luas sampai 100 km persegi. Sedangkan contoh lainya adalah stok,
hampir sama sifatnya tetapi berbeda ukurannya
b. Bentuk Tabular
Intrusi berbentuk tabular mempunyai dua bentuk yang berbeda, yaitu dike
(retas) mempunyai bentuk diskordan (tubuh intrusi memotong dari lapisan masa
batuan) dan Sill mempunyai bentuk konkordan (tubuh intrusi sejajar dengan
lapisan batuan). Dike adalah intrusi yang memotong batuan induk, kadang kontak
hampir sejajar. Kenampakan di lapangan dike dapat berukuran sangat kecil dan
dapat pula berukuran sangat besar. Sedangkan sill adalah batuan beku yang
diintrusikan diantara dan sepanjang lapisan batuan sedimen, dengan ketebalan dari
beberapa mm sampai beberapa km. Contoh lainya adalah lakolit dan lapolit.
c. Bentuk Pipa
Tipe ketiga dari tubuh intrusi, relative memilki tubuh yang kecil, hanya
pluton-pluton diskordan. Bentuk yang khas dari grup ini adalah intrusi-intrusi
silinder atau pipa. Sebagian besar merupakan sisa dari korok suatu gunungapi tua,
biasa disebut vulkanik nek (teras gunungapi). Kenampakanya dilapangan
berbentuk silinder, berukuran besar tetapi kedalamannya tidak diketahui.

2. Batuan Beku Ekstrusif (membeku di permukaan)


Batuan ekstrusif terdiri atas semua material yang dikeluarkan ke permukaan bumi
baik di daratan ataupun di bawah permukaan laut. Material ini mendingin dengan
cepat,ada yang berbentuk padat, debu atau suatu larutan yang kental dan panas, cairan
ini biasa disebut dengan lava (Graha, 1987).
Lava merupakan magma yang telah keluar dari kerak bumi. Ada 2 tipe magma
yaitu magma asam dan magma basa. Magma basa mengandung silika yang rendah dan
viskositas relatif rendah. Magma basa yang telah keluar ke permukaan bumi sebagai
lava basaltis. Sedangkan magma asam memilki kandungan silika yang tinggi dan
viskositas relatif tinggi (Graha, 1987).
Sedangkan campuran antara batuan dengan butiran halus yang sering berasosiasi
dengan batuan vulkanik disebut batuan piroklastik. Percampuran dari fragmen batuan
yang besar dengan lava dan debu vulkanik, sehingga membentuk agglomerate. Dan
dari butiran halus seperti debu dan fragmen batuan maka akan membentuk tuff (Graha,
1987).

Selain pembagian di atas, batuan beku berdasarkan genesa juga dapat dibagi
menjadi 3 kelompok (Subroto1984), yaitu :
a. Batuan Beku Volkanik
Yang merupakan hasil proses vulkanisme, produknya biasanya mempunyai
ukuran kristal yang relative halus karena membeku dipermukaan atau di dekat
permukaan bumi. Batuan beku volkanik dibagi menjadi batauan beku volkanik
intrusif, batuan beku volkanik ekstrusif yang sering disebut dengan batuan beku
fragmental dan batuan beku volkanik efusif.
b. Batuan beku plutonik
terbentuk dari proses pembekuan magma yang jauh didalam bumi,
mempunyai kristal yang berukuran kasar.
c. Batuan beku hipabisal
yang merupakan produk intrusi minor, mempunyai kristal berukuran sedang
atau campuran antara halus dan kasar.

PENGERTIAN UMUM BATUAN SEDIMEN DAN KLASIFIKASINYA

A. Batuan Sedimen di Bumi


Volume batuan sedimen dan termasuk batuan metasedimen hanya mengandung 5%
yang diketahui di litosfera dengan ketebalan 10 mil di luar tepian benua, dimana batuan
beku metabeku mengandung 95%. Sementara itu, kenampakan di permukaan bumi, batuan-
batuan sedimen menempati luas bumi sebesar 75%, sedangkan singkapa dari batuan beku
sebesar 25% saja. Batuan sedimen dimulai dari lapisan yang tipis sekali sampai yang tebal
sekali. Ketebalan batuan sedimen antara 0 sampai 13 kilometer, hanya 2,2 kilometer
ketebalan yang tersingkap dibagian benua. Bentuk yang besar lainnya tidak terlihat, setiap
singkapan memiliki ketebalan yang berbeda dan singkapan umum yang terlihat
ketebalannya hanya 1,8 kilometer. Di dasar lautan dipenuhim oleh sedimen dari pantai ke
pantai. Ketebalan dari lapisan itu selalu tidak pasti karena setiap saat selalu bertambah
ketebalannya. Ketebalan yang dimiliki bervariasi dari yang lebih tipis darim0,2 kilometer
sampai lebih dari 3 kilometer, sedangkan ketebalan rata-rata sekitar 1 kilometer (Endarto,
2005 ).
Total volume dan massa dari batuan-batuan sedimen di bumi memiliki perkiraan yang
berbeda-beda, termasuk juga jalan untuk mengetahui jumlah yang tepat. Beberapa ahli
dalam bidangnya telah mencoba untuk mengetahui ketebalan rata-rata dari lapisan batuan
sedimen di seluruh muka bumi. Clarke (1924) pertama sekali memperkirakan ketebalan
sedimen di paparan benua adalah 0,5 kilometer. Di dalam cekungan yang dalam, ketebalan
ini lebih tinggi, lapisan tersebut selalu bertambah ketebalannya dari hasil alterasi dari
batuan beku, oksidasi, karonasi dan hidrasi. Ketebalan tersebut akan bertambah dari hasil
rombakan di benua sehinngga ketebalan akan mencapai 2.200 meter. Volume batuan
sedimen hasil perhitungan dari Clarke adalah 3,7 x 108 kilometer kubik (Clarke ,1924).

B. Pengertian Batuan Sedimen


Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil
perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun
organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian
mengalami pembatuan ( Pettijohn, 1975 ).
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan
antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat
halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang termasuk kedalam
batuan sedimen. Dibanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan
kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat
dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu
gamping kira-kira 80% ( Pettijohn, 1975 )..
Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan
menjadi 2 macam :
1. Batuan Sedimen Klastik; Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari
hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya
mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik; Yaitu batuan sedimen yang tidak mengalami proses
ransportasi. Pembentukannya adalah kimiawi dan organis.
Sifat – sifat utama batuan sedimen :
1. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya proses
sedimentasi.
2. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas, terutama pada
golongan detritus.
3. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
4. Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite dan
rijing.

C. Penggolongan Dan Penamaan Batuan Sedimen


Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan oleh para
ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif. Secara genetik disimpulkan dua golongan
( Pettijohn, 1975 ).

C.1. Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau pecahan
batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri. (
Pettjohn, 1975).
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua golongan
besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara terbentuknya batuan
tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang terbentuk dilingkungan darat
maupun dilingkungan laut. Batuan yang ukurannya besar seperti breksi dapat terjadi
pengendapan langsung dari ledakan gunungapi dan di endapkan disekitar gunung
tersebut dan dapat juga diendapkan dilingkungan sungai dan batuan batupasir bisa
terjadi dilingkungan laut, sungai dan danau. Semua batuan diatas tersebut termasuk ke
dalam golongan detritus kasar. Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari
batuan lanau, serpih dan batua lempung dan napal. Batuan yang termasuk golongan ini
pada umumnya di endapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam
( Pettjohn, 1975)..
Fragmentasi batuan asal tersebut dimulaiu darin pelapukan mekanis maupun
secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan
pengendapan ( Pettjohn, 1975 ).
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni, proses
proses-proses yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen,
selama dan sesudah litifikasi. Hal ini merupakan proses yang mengubah suatu sedimen
menjadi batuan keras ( Pettjohn, 1975).
Proses diagenesa antara lain :
1. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat tekanan dari
berat beban di atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir
yang satu dengan yang lain menjadi rapat.
2. Sementasi
Yaitu turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara
kimiawi mengikat butir-butir sedimen dengan yang lain. Sementasi makin efektif
bila derajat kelurusan larutan pada ruang butir makin besar.
3. Rekristalisasi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang
berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atu sebelumnya.
Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat.
4. Autigenesis
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga adanya
mineral tersebut merupakan partikel baru dlam suatu sedimen. Mineral autigenik
ini yang umum diketahui sebagai berikut : karbonat, silica, klorita, gypsum dll.
5. Metasomatisme
Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa
pengurangan volume asal.

C.2. Batuan Sedimen Non Klastik


Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari kegiatan
organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi
organik (Pettjohn, 1975).
Gambar

Klasifikasi Batuan Sedimen Berdasarkan Koesoemadinata (1981)

Menurut R.P. Koesoemadinata, 1981 batuan sedimen dibedakan menjadi enam


golongan yaitu :
1.Golongan Detritus Kasar
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam
golongan ini antara lain adalah breksi, konglomerat dan batupasir. Lingkungan
tempat pengendapan batuan ini di lingkungan sungai dan danau atau laut.
2. Golongan Detritus Halus
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini diendapkan di lingkungan laut
dangkal sampai laut dalam. Yang termasuk ked ala golongan ini adalah batu lanau,
serpih, batu lempung dan Nepal.
3. Golongan Karbonat
Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae
dan foraminifera. Atau oleh proses pengendapan yang merupakan rombakan dari
batuan yang terbentuk lebih dahulu dan di endpkan disuatu tempat. Proses pertama
biasa terjadi di lingkungan laut litoras sampai neritik, sedangkan proses kedua di
endapkan pada lingkungan laut neritik sampai bahtial. Jenis batuan karbonat ini
banyak sekali macamnya tergantung pada material penyusunnya.
4. Golongan Silika
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara pross organik dan
kimiawi untuk lebih menyempurnakannya. Termasuk golongan ini rijang (chert),
radiolarian dan tanah diatom. Batuan golongan ini tersebarnya hanya sedikit dan
terbatas sekali.
5. Golongan Evaporit
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan
kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau
atau laut yang tertutup, sehingga sangat memungkinkan terjadi pengayaan unsure-
unsur tertentu. Dan faktor yang penting juga adalah tingginya penguapan maka
akan terbentuk suatu endapan dari larutan tersebut. Batuan-batuan yang termasuk
kedalam batuan ini adalah gip, anhidrit, batu garam.
6. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh
suatu lapisan yang tebsl di atasnya sehingga tidak akan memungkinkan terjadinya
pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah khusus sekali, ia harus
memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga kalau timbunan itu mati tertumpuk
menjadi satu di tempat tersebut.

STRUKTUR DAN TEKSTUR BATUAN METAMORF

A. Struktur Batuan Metamorf


Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau orientasi unit
poligranular batuan tersebut. (Jacson, 1997). Secara umum struktur batuan metamorf dapat
dibadakan menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi (Jacson, 1997).

1. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini dapat terjadi
karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi
butiran (schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga
hal tersebut (Jacson, 1970). Struktur foliasi yang ditemukan adalah :

1a. Slaty Cleavage


Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus
(mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang
sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate (batusabak).
Gambar Struktur Slaty Cleavage dan Sketsa Pembentukan Struktur

1b. Phylitic
Srtuktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan
mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)

Error: Reference source not found


Gambar Struktur Phylitic

1c. Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic atau
lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar.
Batuannya disebut schist (sekis).

Gambar
Struktur
Schistosic dan
Sketsa Pembentukan Struktur

1d. Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselingan., lapisan penjajaran mineral yang
mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler (feldspar
dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatic (mioneral
ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus melainkan
terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

Gambar
Struktur
Gneissic dan
Sketsa
Pembentukan
Struktur

2. Struktur
Non Foliasi
Terbentuk
oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular).
Struktur non foliasi yang umum dijumpai antara lain:

2.a Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan
umumnya berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels (batutanduk)

Error: Reference source not found


Gambar Sruktur Granulose

2b. Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan
umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi akibat
metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite (kataklasit).

2c. Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik.
Cirri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan
goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer.
Batiannya disebut mylonite (milonit).

Error: Reference source not found


Struktur Milonitic

2d. Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi
umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan kilap sutera
pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya disebut phyllonite (filonit).

B. Tekstur Batuan Metamorf


Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran, bentuk dan orientasi
butir mineral dan individual penyusun batuan metamorf. Penamaan tekstur batuan
metamorf umumnya menggunakan awalan blasto atau akhiran blastic tang ditambahkan
pada istilah dasarnya. (Jacson, 1997).

1. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa


Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur batuan metamorf
dapat dibedakan menjadi:
a. Relict/Palimset/Sisa
Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur
batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya nasih tampak pada batuan metamorf
tersebut.
b. Kristaloblastik
Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses
metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi
sehingga tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan akhiran
blastik.

2. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir


Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan menjadi:
1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata
2. Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.
3. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu
sendiri.
2. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri
dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.
3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal
lain disekitarnya.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi:
1. Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.
2. Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal
berbentuk anhedral.

4. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral


Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
1. Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk tabular.
2. Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.
3. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak teratur) dan
umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
4. Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk granular,
equidimensional, batas mineralnya bersifat unsutured (lebih teratur) dan
umumnya kristalnya berbentuk anhedral.

Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya diantaranya
adalah sebagai berikut:
Perfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih besar tersebut sering
disebut porphyroblasts.
Poikloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan porphyroblasts tampak
melingkupi beberapa kristal yang lebih kecil.
Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar terdapat padamassadasar
material yang barasal dari kristal yang sama yang terkena pemecahan (crhusing).
Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan polimeneralik yang tidak
menunjukkan keteraturan orientasi.
Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya seperti gula pasir.
Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering disebut berstektur
homeoblastik.

PROSES PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF SERTA TIPE-TIPE


METAMORFISME
A. Proses Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada
sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan
struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan
temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers and Blatt, 1982).
Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses
metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat
perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga
faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi
penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur
berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur,
tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962).
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh
adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam
skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi
suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada
umumnya pada suhu 1500 C + 500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg –
carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane. Sedangkan
batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan adalah berkisar 6500C-11000C,
tergantung pada jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi dasarnya.
Metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan permukaan yang
besarnya beberapa bar saja. Sedangkan metamorfosa yang terjadi pada suatu kompleks
ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar (Bucher & Frey, 1994).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir batuan,
mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan
adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik dan hidroflorik. Umumnya fluida dan
gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membentuk reaksi kimia
dan penyetimbang mekanis (Huang WT, 1962).

B. Tipe-Tipe Metamorfosa
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan geologinya,
metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Metamorfosa regional / dinamothermal


Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan metamorfosa yang terjadi
pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini terjadi pada daerah yang sangat luas.
Metamorfosa ini dibedakan menjadi tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan
dasar samudera (ocean-floor).
Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi proses
deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan metamorf yang
dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan membentuk sabuk
yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini
memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu.

Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan temperatur pada
daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif, kemudian terlipat. Proses
yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara mineral dengan fluida.

Metamorfosa Dasar dan Samudera


Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak samudera di
sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges). Batuan metamorf yang
dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan ultrabasa. Adanya pemanasan air laut
menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

2. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit berkisar antara
beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini dapat dibedakan menjadi :

Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak massa batuan
beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi karena pengaruh panas dan
material yang dilepaskan oleh magma serta oleh deformasi akibat gerakan massa.
Zona metamorfosa kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya
berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta
penggantian dan penambahan material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir
halus.

Gambar
Metamorfisme
Kontak dan
Mineral
Penyusun
Batuan
Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek hasil
temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma pada kondisi volkanik
atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau pada zone dike.

Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan.
Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan
dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal
sebagai fault breccia, fault gauge, atau milonit.

Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada jaringan antar
butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga menyebabkan perubahan
komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining
pressure.
Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran
waktunya hanya beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya
mineral coesite dan stishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan pab\nas
bumi (geothermal).

Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada
temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).

Gambar Lokasi
dan Tipe
Metamorfisme
APLIKASI GELOMBANG ELASTIK DALAM BIDANG GEOMATIKA

Gelombang elastik adalah gelombang yang merambat pada medium elastik.


Vibroseismik merupakan metoda baru dikembangkan dalam EOR maupun IOR dengan
memanfaatkan energi gelombang yang dibangkitkan oleh sumber dan merambat melalui
medium bumi (batuan ). Batuan yang dirambati oleh gelombang tersebut, dalam hal ini
merupakan medium perambatannya, akan mengalami perubahan ukuran maupun bentuk
karena bumi merupakan medium elastik.

Perubahan ukuran dan bentuk medium bisa terjadi apabila gaya luar yang dikenakan
pada batuan tersebut melebihi gaya internalnya. Artinya suatu medium cenderung kembali
ke bentuk semula jika gaya luar sudah tidak lagi bekerja. Begitu juga dengan fluida akan
menahan perubahan ukuran (volume) tetapi tidak mengubah bentuk. Sifat-sifat menahan
perubahan bentuk, ukuran, dan sifat-sifat kemampuan untuk kembali ke kondisi semula
anpa terdeformasi ketika gaya luar dipindahkan disebut elastisitas.

Medium elastik sempurna adalah medium yang kembali ke kondisi semula setelah
terdeformasi. Kebanyakan batuan merupakan medium elastik sempurna tanpa perubahan
yang berarti dan sedikit terdeformasi kecuali dekat sekali dengan sumber seismik. Teori
elastik berhubungan dengan gaya-gaya yang menghasilkan perubahan bentuk dan ukuran.
Hubungan antara gaya yang bekerja dan deformasi digambarkan dengan konsep stress dan
strain.
Gambar Hubungan antara Stress dan Strain

Lalu apa hubungannya dengan gelombang mekanik ? Gelombang mekanik adalah


sebuah gangguan atau usikan berjalan yang dalam perambatannya memerlukan medium,
yang menyalurkan energi untuk keperluan proses perambatan sebuah gelombang. Kajian
gelombang sering dilakukan oleh para ahli ilmu kebumian, misalnya ketika suatu gempa
bumi terjadi, berita dari peristiwa itu berjalan melalui permukaan bumi dalam bentuk
gelombang seismik. Dengan melakukan kajian gelombang semacam ini, para ahli geofisika
mempelajari struktur internal bumi dan di mana gempa bumi kemungkinan akan terjadi
pada masa yang akan datang

Berikut adalah beberapa pengaplikasian gelombang elastik dalam bidang geomatika :

1. Seismograf
Suatu gempakan Bumi atau ledakan dasyat membangkitkan gelombang-gelombang
bunyi yang dapat menempuh perjalanan yang sangat jauh melalui Bumi. Jika getaran-
getaran ini dicatat oleh seismograf di berbagai tempat di permukaan Bumi, catatan-catatan
ini dapat digunakan untuk mendeteksi, menemukan lokasi, dan mengklasikasikan
gangguan-ganguan atau untuk memberikan informasikan tentang struktur Bumi.

2. SONAR (SOUND NAVIGATOR RANGING)


Untuk menduga kedalaman laut, digunakan alat yang dinamakan sonar (sound
navigation ranging).Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombangsuara bawah
air yang dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi dan menetapkan lokasi objek di
bawah laut atau untuk mengukur jarak bawah laut.Prinsip kerja sonar berdasarkan prinsip
pemantulan gelombang. Alat ini diperkenalkan pertama kali oleh Paul Langenvin, seorang
ilmuwan dari Prancis pada tahun 1914.Pada saat itu Paul dan pembantunya membuat alat
yang dapat mengirim pancaran kuat gelombang bunyi berfrekuensi tinggi (ultrasonik)
melalui air.

3. Eksplorasi Sumber Daya Alam dan Mineral


Eksplorasi seismik atau eksplorasi dengan menggunakan metode seismik banyak
dipakai oleh perusahaan-perusahaan tambang untuk melakukan pemetaan struktur di bawah
permukaan bumi untuk bisa melihat kemungkinan adanya kandungan sumber daya alam
maupun mineral berdasarkan interpretasi dari penampang seismiknya. Dalam metoda
seismik, pengukuran dilakukan dengan menggunakan sumber seismik ( ledakan, vibroseis
dll ). Setelah sumber diberikan maka akan terjadi gerakan gelombang di dalam medium
( tanah/batuan ) yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke segala arah dan mengalami
pemantulan ataupun pembiasan akibat munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian pada
jarak tertentu, gerakan partikel tersebut direkam sebagai fungsi waktu. Berdasar data
rekaman inilah dapat ‘diperkirakan’ bentuk lapisan/struktur di dalam tanah
(batuan)

DAFTAR PUSTAKA

Zamahsyari, Raihan. 2008. Metode - Metode.


https://www.academia.edu/5935034/Metode-metode

Sears dan Zemansky, Fisika Universitas edisi kesepuluh Jilid 2. Gelombang Mekanik
https://artikelnesia.com/2012/08/31/gelombang-mekanik/

Rubiah, Hilda. 2013. Aplikasi Gelombang Elektromagnetik dan Mekanik.


http://simademigama.blogspot.co.id/2013/11/aplikasi-gelombang-elektromagnetik-
dan.html

http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-victorsito-30962-3-2008ts-2.pdf

Setyobudi, Prihatin Tri. 2012. Deskripsi Batuan Beku.


https://ptbudie.com/2012/11/15/deskripsi-batuan-beku/#more-473

Setyobudi, Prihatin Tri. 2012. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi


Kimia dan Mineralogi. https://ptbudie.com/2012/03/29/klasifikasi-batuan-beku-
berdasarkan-komposisi-kimia-dan-mineralogi/#more-437

Setyobudi, Prihatin Tri. 2012. Batuan Beku dan Klasifikasi Berdasarkan


Genesanya. https://ptbudie.com/2012/03/29/batuan-beku-dan-klasifikasi-berdasarkan-
genesanya/#more-429

Setyobudi, Prihatin Tri. 2012. Pengertian Umum Batuan Sedimen dan


Klasifikasinya. https://ptbudie.com/2012/04/02/pengertian-umum-batuan-sedimen-dan-
klasifikasinya/#more-450

Setyobudi, Prihatin Tri. 2012. Struktur dan Tekstur Batuan Metamorf


https://ptbudie.com/2012/04/11/struktur-dan-tekstur-batuan-metamorf/#more-457

Setyobudi, Prihatin Tri. 2012. Proses Pembentukan batuan Metamorf Serta Tipe-
Tipe Metamorfisme. https://ptbudie.com/2012/04/02/proses-pembentukan-batuan-
metamorf-serta-tipe-tipe-mitamorfisme/#more-445

Anda mungkin juga menyukai