Oleh:
Erna Febriyanti 22020117220136
Ferdyta Baskara 22020117220105
Fiki Rifada 22020117220131
Intan Galuh Setiarsih 22020117220085
Nurhidayati 22020117220111
Novita Devi Arianti 22020117220050
Ni Made Dwi Parwati 22020117220062
Tri Retno Indah Susanti 22020117220123
Diana Puspa Wardhani 22020117220057
Prayudha Siddiqiyah 22020117220055
Lansia adalah proses penuaan yang bertambahnya usia individu yang ditandai
dengan penurunan fungsi tubuh seperti fungsi dari otak, jantung, hati dan ginjal serta
penurunan kekuatan otot-otot tubuh pada lansia. Penurunan fungsi organ tubuh yang
terjadi akibat dari berkurangnya jumlah dan kemampuan sel tubuh sehingga kemampuan
fungsi tubuh untuk mempertahankan fungsi kerjanya menghilang. Hal ini mengakibatkan
tubuh lansia dapat rentan mengalami penyakit dan daya tahan tubuh terhadap infeksi
menurun (Fatimah, 2010).
Jumlah penduduk yang berusia 60 tahun dari 11 negara kawasan Asia Tenggara
yang terdaftar dalam World Health Organization (WHO) berjumlah 142 juta jiwa dan di
Indonesia pada tahun 2011 terdapat sekitar 24 juta jiwa atau hampir 10% dari jumlah
penduduk (Yuliati, 2014). Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu dari 3 provinsi
yang memiliki jumlah lansia terbesar di Indonesia yaitu 12,59%, disusul setelahnya
provinsi DI Yogyakarta sebanyak 13,81% dan provinsi Jawa Timur 12,25% (Kemenkes
RI, 2017)
Adanya peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menyebabkan perlunya
perhatian pada lansia. Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia
bagik dari segi fisik atau psikologis. Terdapat beberapa masalah yang dihadapi lansia
seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kecemasan, batuk, depresi, gangguan
syaraf, gangguan pernafasan, insomnia, gangguan pencernaan dan penyakit kronik
lainnya (Hurlock, 2010). Pada umumnya, para lanjut usia akan banyak mengalami
penurunan-penurunan seperti penurunan fisik, keterampilan kognitif, penurunan mental,
dan lain-lainnya (Pinel, 2009). Masalah psikologis yang dialami lansia salah satunya
adalah kecemasan. Kecemasan adalah masalah psikologis yang dihadapi oleh lanjut usia
dalam pengalaman terhadap hidupnya dan kecemasan dapat dikategorikan kedalam
respon adaptif dan maladatif (Tamher,2009). Kecemasan yang terjadi dapat diatasi
dengan teknik non farmakologi yang salahsatunya menggunakan terapi relaksasi otot
progresif pada lansia.
Terapi relaksasi otot progresif adalah terapi yang merangsang pengeluaran zat
kimia endorpin dan ensephalin untuk merangsang signal otak yang menyebabkan ototo
rileks dan meningkatkan darah ke otak (Stuart, 2013). Hal ini sudah terbukti dalam
penelitian Tobing dkk (2012) yang menemukan adanya penurunan asnietas dan depresi
dengan melakukan terapi relaksasi otot progresif. Hal ini didukung dengan penelitian
yang dilakukan oleh Tak (2016) yang menemukan bahwa kecemasan yang dialami lansia
dapat diturunkan dengan menggunakan terapi relaksasi otot progresif. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan terapi relaksasi otot progresif dapat menurunkan angka
insomnia, angka depresi dan kecemasan pada lansia.
Terapi relaksasi otot progresif dapat diberikan pada lansia yang dirawat diruang
geriatri lantai dasar RSUP Dr.Kariadi Semarang yang sebagian besar mengalami depresi
akibat hospitalisasi yang lama.
.
2. TUJUAN TERAPI MODALITAS
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari terapi relaksasi otot progresif yaitu untuk membantu mengurangi
kecemasan pada lansia
b. Tujuan Khusus
1. Lansia mampu mengatasi kecemasan yang dialaminya
2. Lansia merasa lebih rileks dan tenang
3. Skala kecemasan (HARS) dalam rentang normal <14
4. Lansia dan keluarga dapat menerapkan dan melakukan demonstrasi terapi relaksasi
otot progresif dengan benar
4. KRITERIA PESERTA
Peserta terapi relaksasi otot progresif adalah sebagai berikut:
a. Pasien lanjut usia di Ruang Rawat Inap Geriatri RSUP dr. Kariadi Semarang
b. Pasien dengan status hemodinamika stabil
c. Pasien dengan keutuhan anggota gerak
d. Pasien dengan kesadaran Composmentis
e. Pasien dengan nilai indeks barthel ringan dan sedang
f. Pasien dengan masalah kecemasan yang termasuk kedalam kecemasan ringan dan sedang
Keterangan:
: Fasilitator : Pasien
: Leader : Observer
9. EVALUASI
a. Evaluasi Struktur
Mahasiswa mempersiapkan sarana dan prasarana untuk kegiatan 15 menit sebelum
dimulai. Semua lansia datang tepat waktu, pelaksanaan dimulai secara tepat waktu
sesuai jadwal yang sudah dirancang. Pelaksanaan terapi otot progresif dilakukan oleh
lansia dibimbing oleh leader dan fasilitator dari mahasiswa.
b. Evaluasi Proses
Peserta yang hadir 6 dari seluruh anggota lansia di ruang Geriatri. Pelaksanaan
berjalan sesuai diharapkan dimana peserta antusias dan berperan aktif dalam kegiatan.
Para lansia juga mampu berdiskusi tentang materi pendidikan kesehatan yang
diberikan. Selain itu, lansia mampu mengikuti gerakan otot progresif dengan
bersemangat.
c. Evaluassi Hasil
Lebih dari 3 lansia dari peserta yang hadir mampu menjawab pertanyaan dari
mahasiswa tentang materi pendidikan kesehatan yang sudah disampaikan. Ini
membuktikan bahwa peserta memperhatikan materi dan dapat mengerti materi yang
telah disampaikan. Semua lansia mampu mengikuti latihan otot progresif dengan
antusias sampai akhir.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/lainlain/Analisis%20Lansia
%20Indonesia%202017.pdf
Sulidah, Ahamd & Raini. 2016. Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresifterhadap Kualitas
Tidur Lansia. 4(1): 13-20.
Tobing, D.L., Keliat, B.A., Wardani, I.Y., 2012. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation dan
Logoterapi Terhadap Ansietas Dan Depresi, Kemampuan Relaksasi dan Kemampuan
Memaknai Hidup Klien Kanker di RS Kanker Dharmais, Jakarta. FIK UI: Jakarta