Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN TUGAS MANDIRI KEPERAWATAN DEWASA II

NAMA : HAMDANI

NPM : 1306489193

KELAS : A EKSTENSI 2013

RESPON IMUN DASAR

A. Pendahuluan
Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun
(humoral dan selular) untuk menghadapi agen asing spesifik seperti bakteri, virus,
toksin atau zat lain yang oleh tubuh dianggap bukan bagian diri (Sloane, 2004).
Sistem imun adalah suatu sistem pertahanan internal yang berperan kunci dalam
mengenal dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda di dalam tubuh yang
asing bagi “diri normal” (Sherwood, 2011).
Manusia secara terus menerus berkontak dengan agen eksternal yang dapat
membahayakan bila agen tersebut masuk ke dalam tubuh. Untuk menghadapi hal ini,
tubuh memiliki sistem pertahanan yang kompleks yang disebut sistem imun.
Imunitas, mengacu pada kemampuan tubuh menahan dan mengeliminasi benda
asing atau sel abnormal yang potensial berbahaya. Respon imunologik memiliki tiga
fungsi yaitu:
1. Pertahanan (defense) yang melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit;
menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri,
parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh.
2. Homeostasis, untuk mempertahankan keseragaman dari jenis sel tertentu dengan
memperhatikan fungsi degeneratif dan katabolik normal sel-sel yang tidak
berguna dari komponen sel, untuk perbaikan jaringan.
3. Pengawasan (surveillance), kemampuan untuk menemukan & menghancurkan
sel mutan dan sel abnormal.

1
B. Struktur Sistem Imun
1. Organ sistem imun berada di seluruh bagian tubuh  organ limfoid
2. Organ limfoid: ‘rumah’ bagi limfosit, dibagi dua :
a. Jaringan limfoid primer:
1) Kelenjar thymus
2) Sumsum tulang
b. Jaringan limfoid sekunder:
1) Berkapsul: limpa & kelenjar limf3
2) Tidak berkapsul: tonsil, GALT (Gut-Associated Lymphoid Tissue),
jaringan limfoid di kulit, saluran napas, kemih dan reproduksi.
3. Merupakan jaringan yang memproduksi, menyimpan, & memproses limfosit
4. Mencakup: sumsum tulang, kel.limfe, limpa, thymus, tonsil, adenoid, appendiks
dan agregat jaringan limfe di saluran cerna (GALT= gut-associated lymphoid
tissue/ Plak Peyer)

Dalam Sloane (2004), dijelaskan bahwa ada dua jenis repon imun, yaitu :
1. Imunitas humoral dengan perantara antibodi, diproduksi limpfosit yang berasal
dari sum-sum tulang (sel-sel B) dan ditemukan dalam plasma darah.
2. Imunitas seluler diperantarai limfosit yang berasal dari timus (sel-sel T).

C. Sistem Imun Non Spesifik (Alamiah)


1. Humoral
a. Interferon, menghasilkan resistensi nonspesifik terhadap infeksi virus
dengan secara transien menghasilkan replikasi virus yang sama atau yang
tidak berkaitan di sel-sel penjamu lain (Sherwood, 2011). Interferon
merupakan sekelompok protein yang secara non spesifik mempertahankan
tubuh terhadap infeksi virus dengan secara sementara menghambat replikasi
virus yang sama atau virus terkait lainnya di sel penjamu lain.

2
Sel mengeluarkan Interferon berikatan dengan
Virus masuk ke sel interferon reseptor di sel yang belum
terinfeksi

Enzim penghambat virus diaktifkan sehingga virus Sel yang belum terinfeksi menghasilkan
tidak mempu membelah diri di sel-sel yang baru enzim-enzim inaktif yang memutuskan mRNA
dimasukinya virus dan menghambat sintesis protein.

Mekanisme Kerja Interferon dalam mencegah replikasi virus

b. Sistem Komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang beraksi secara


nonspesifik sebagai respon terhadap invasi organisme (Sherwood, 2011).
Sistem ini melengkapi (complement) kerja antibody yaitu mekanisme primer
yang diaktifkan oleh antibody untuk mematikan sel-sel asing.
Jenjang komplemen dapat diaktifkan dengan memajankannya ke rantai
karbohidrat tertentu di permukaan mikroorganisme, tetapi tidak terdapat
pada sel manusia (jalur alternatif, respon imun nonspesifik), dan
memajankannya ke antibody yang dibentuk untuk melawan zat asing tertentu
(jalur klasik, respon imun spesifik). Pengaktifan system komplemen
menyebabkan lisis langsung mikroba penginvasi dan penguatan respon
peradangan umum lainnya.
Komponen komplemen C5-C9, apabila diaktifkan, membentuk
membrane attack complex yang melubangi sel sasaran dan memperkuat
proses peradangan dengan: berfungsi sebagai kemotaksin, bekerja sebagai
opsonin, meningkatkan vasodilatasi local dan permeabilitas kapiler,
merangsang pengeluaran histamine dari sel mast, dan mengaktifkan kinin.

2. Seluler
a. Peradangan/inflamasi adalah respon jaringan terhadap cedera akibat
infeksi, pungsi, abrasi, terbakar, objek asing, atau toksin yaitu produk bakteri
yang merusak sel hospes atau jaringan hospes (Sloane, 2004). Inflamasi
merupakan respon non spesifik terhadap invasi benda asing atau kerusakan
jaringan.

3
b. Sel Natural Killer adalah sel-sel mirip limfosit yang secara non spesifik
menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sel kanker dengan secara
langsung melisiskan membran sel-sel tersebut saat pertama bertemu.

3. Mekanisme kerja inflamasi


a. Pertahanan oleh makrofag residen
Segera setelah bakteri masuk, makrofag memfagositnya dan menahan infeksi
sekitar satu jam pertama sebelum mekanisme lainnya dimobilisasi. Makrofag
bersifat agak stasioner, memakan debris dan kontaminan yang ditemui dan
menjadi mobil serta bermigrasiketempat pertempuran melawan agen invasif.
b. Vasodilatasi lokal
Setelah invasi mikroba, arteriol berdilatasi. Vasodilatasi ini disebabkan oleh
histamin yang dikeluarkan oleh sel mast. sejenis sel yang terikat ke jaringan
dan mirip dengan basofil darah. Hal ini menyebabkan mudahnya penyaluran
darah, labih banyak leukosit fagositik dan protein plasma untuk melakukan
respon pertahanan di daerah tujuan.
c. Peningkatan permeabilitas kapiler
Disebabkan oleh histamin, dengan memperbesar pori-pori kapiler (ruang
antar sel endotel).
d. Edema Lokal
Protein plasma yang bocor dan tertimbun di carian interstisium menimbulkan
peningkatan tekanan osmotic koloid disertai peningkatan tekanan darah
kapiler akibat peningkatan aliran darah, meningkatkan filtrasi dan
menurunkan reabsorbsi cairan menembus kapiler sehingga terjadi pergeseran
keseimbangan cairan berupa edema lokal. Kemerahan dan panas disebabkan
oleh peningkatan aliran darah arteri yang hangat ke jaringan yang rusak.
Nyeri disebabkan oleh distensi lokal dalam jaringan yang membengkak dan
berefek langsung pada zat-zat lokal di ujung-ujung reseptor neuron aferen
yang mempersarafi daerah tersebut.
e. Pembatasan (pengepungan) daerah yang meradang
Ditimbulkan oleh pembentukan bekuan di cairan interstisium yang
mengelilingi bakteri setelah faktor pembekuan yang bocor diaktifkan oleh
kontak dengan tromboplastin jaringan.
f. Emigrasi leukosit

4
Satu jam setelah cedera, daerah yang terkena sudah dipadati oleh leukosit
yang keluar dari pembuluh. Neutrofil pertama kali tiba, diikuti monosit 8-12
jam berikutnya. Monosit membesar dan berubah menjadi makrofag dalam 8-
12 jam berikutnya.
Marginasi, melekatnya leukosit darah, terutama neutrofil dan monosit, ke
bagian dalam lapisan endotel kapiler di jaringan yang terkena.
Diapedesis, keluarnya leukosit dengan menjulurkan tonjolan panjang-
ramping menembus pori-pori kapiler, berperilaku seperti amuba, kemudian
bagian sel lainnya mengalir ke tonjolan tersebut.
Kemotaksis, proses migrasi sel-sel fagositik dipandu oleh gaya tarik
mediator kimiawi tertentu (kemotaksin) yang dikeluarkan di tempat
kerusakan.
g. Proliferasi leukosit
Dalam beberapa jam setelah awitan respon peradangan, jumlah neutrofil
dalam darah meningkat 4-5 kali lipat dari jumlah normalnya. Peningkatan ini
disebabkan oleh pemindahan sejumlah besar neutrofil yang sudah ada di
sumsum tulang ke darah, jupa pembentukan neutrofil baru dan monosit di
sumsum tulang, juga multiplikasi makrofag. Proliferasi ini dirangsnag oleh
berbagai mediator kimiawi yang dikeluarkan dari tempat peradangan.
h. Destruksi bakteri oleh leukosit
Dilakukan oleh neutrofil dan makrofag di tempat kejadian, ditingkatkan oleh
kerja opsonin.
i. Sekresi mediator peradangan oleh fagosit
Fungsi terpenting sekresi fagositik:
1) Neutrofil mengeluarkan laktoferin, protein yang mengikat erat zat besi,
sehinggat tidak tersedia besi yang digunakan bakteri untuk multiplikasi.
2) Merangsang pengeluaran histamine oleh sel mast untuk menginduksi
vasodilatasi lokal dan meningkatkan permeabilitas vaskuler yang
menyertai peradangan.
3) Mencetuskan system pembekuan dan anti pembekuan untuk awal proses
pengepungan dan mempermudah disolusi gradual bekuan fibrosa setelah
tidak diperlukan lagi.
4) Memecah kininogen, protein plasma precursor inaktif yang disintesis di
hati menjadi kinin yang aktif, karena bantuan kalikrein yang dikeluarkan

5
oleh neutrofil. Kinin merangsang beberapa langkah penting dalam sistem
komplemen, memperkuat perubahan vaskuler oleh histamine,
mengaktifkan reseptor nyeri disekitarnya, dan menjadi kemotaksin kuat
untuk menginduksi migrasi fagosit ke daerah yang terkena.
5) Menginduksi timbulnya demam melalui pelepasan zat pirogen endogen
bila organism invasif masuk ke aliran darah. MEnyebabkan pengeluaran
prostaglandin yang menaikkan thermostat hipotalamus.
6) Menurunkan konsentrasi besi dalam plasma dengan mengganggu
metabolisme besi dalam.hati, limpa dan jaringan lain.
7) Merangsang granulopoesis, sintesis dan pelepasan neutrofil dan
granulosit lain oleh sumsum tulang.
8) Merangsang pengeluaran protein fase akut dari hati. Reduksi besi plasma,
peningkatan granulopoesis, dan pengeluaran protein fase akut disebabkan
oleh mediator endogen leukosit(leukocyte endogenous mediator, LEM)
yang disekresikan oleh makrofag.
9) Meningkatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit B dan T yang
menghasilkan antibody dan imunitas seluler.
j. Perbaikan jaringan
Dilakukan dengan mengganti sel-sel yang hilang melalui pembelahan sel-sel
spesifik organ yang sehat di sekitarnya atau pembentukan jaringan parut oleh
fibroblast jaringan ikat.

Dari mekanisme kerja inflamasi tersebut, tentu saja menimbulkan efek


terhadap tubuh. Dalam Sloane (2004), dijelaskan bahwa efek sistemik
inflamasi tersebut meliputi demam dan leukositosis.
a. Demam atau suhu tubuh tinggi yang abnormal dapat terjadi dalam
kaitannya dengan inflamasi.
1) Pirogen eksogen (pencetus demam) yang dilepas bakteri dan pirogen
endogen yang dilepas berbagai leukosit, bekerja pada hipotalamus
untuk mengatur kembali kendali termoregulator normal ke suhu
yang lebih tinggi.
2) Penyesuaian tubuh terhadap peningkatan suhu meliputi vasokontriksi
untuk mengurangi panas yang hilang, menggigil dan gemetar untuk

6
meningkatkan panas tubuh, dan peningkatan laju metabolik.
Akibatnya adalahpeningkatan suhu tubuh.
3) Demam akan mereda jika infeksi teratasi, kadar pirogen berkurang,
dan kendali termoregulator normal tercapai.
b. Leukositosis (peningkatan jumlah leukosit dalam darah) terjadi akibat
peningkatan kebutuhan jumlah sel darah putih tambahan dan
peningkatan produksi sel tersebut dalam sum-sum tulang.

D. Sistem Imun Spesifik (Adaptif)


1. Humoral
Pengikatan sel B dengan suatu antigen akan menyebabkan sel berdiferensiasi
menjadi sel plasma, menghasilkan antibody yang mampu berikatan dengan
antigen yang merangsang pembentukan antibody itu. Plasma sel memproduksi
dan menghasilkan protein globular disebut anibodi yang juga disebut
immunoglobulin (Mader, 2004). Menurut perbedaan aktivitas biologis, antibodi
dikelompokkan dalam 5 sub kelas:
a. Immunoglobulin IgM, antibody utama dalam sirkulasi, berfungsi sebagai
reseptor permukaan sel B untuk tempat antigen melekat dan disekresikan
dalam tahap-tahap awal respons sel plasma,mengikat pathogen, mengaktifkan
protein komplemen dan meningkatkan fagositosis.
b. IgG, immunoglobulin yang paling banyak di dalam darah, dihasilkan dalam
jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang sama. Bersama-
sama IgG dan IgM bertanggung jawab bagi sebagian besar respon imun
spesifik terhadap bakteri dan beberapa jenis virus.
c. IgE, ditemukan sebagai reseptor antigen pada basofil dan sel mast dalan
jaringan, fungsinya bertanggung jawab pada mediator respon alergi, misalnya
hay fever, asma dan biduran dan melindungi dari infeksi parasit.
d. IgA, ditemukan dalam sekresi sistem pencernaan, pernafasan, dan
genitourinaria, serta di dalam saliva, air susu dan air mata. Fungsinya
mencegah pathogen menyerang sel epitel dalam saluran pernafasan atau
pencernaan.
e. IgD, terdapat di permukaan sel B, tetapi fungsinya menampilkan kesiapan
signifikan sel B.

7
Gambar Struktur Antibodi

Antibodi berbentuk seperti huruf Y dan hanya dapat berikatan dengan antigen
yang spesifik atau cocok dengan pengikatan antigennya di ujung-ujung
lengan. Daerah ekor berikatan dengan mediator-mediator tertentu aktivitas
yang diinduksi oleh antibodi.

2. Seluler
Sel T, berasal dari sel batang prekursor dalam sum-sum tulang. Pada peride akhir
perkembangan janin atau segera setelah lahir, sel prekursor bermigrasi menuju
kelenjar timus, tempatnya berpoliferasi, berdiferensiasi, dan mendapatkan
kemampuan untuk mengenali diri (Sloane, 2004). Sel T menyerang benda asing
dan berinteraksi secara langsung dari sel ke sel, sehingga disebut respon imun
seluler. Sel T (dan beberapa makrofag) juga mensintesis dan mengeluarkan
polipeptida yang disebut sitokinin yang meningkatkan respon seluler pada
antigen.
Tipe tipe sel T:
a. Sel T pembantu emobilisasi system imun untuk menghentikan infeksi bakteri
dengan tahap kompleks:
1) Makrofag memakan bakteri, mencernanya dalam lisosom.
2) Beberapa antigen bakteri keluar dari lisosom dan bergerak ke permukaan
makrofag.
3) Antigen ini berhubungan dengan protein MHC (Mayor Histocompability
Complex).
4) Lalu sel T pembantu menghubungi antigen asing dan menjadi aktif jika
antigen tersebut cocok dengan reseptor antigen sel T. Setelah aktif, sel T

8
pembantu menstimulasi sel B untuk memproduksi antibody yang spesifik
untuk antigen yang terlihat.
b. Sel T pengingat
Sel ini menyediakan respon langsung terhadap paparan pada antigen yang
sama, dengan berdeferensiasi menjadi sel T sitotoksik.
c. Sel T sitotoksik
Mengenali antigen sel kanker atau sel virus yang terlihat di permukaannya
dekat dengan protein MHC. Sel ini aktif saat berkombinasi dengan antigen
yang sesuai dengan reseptornya. Kemudian sel T berproliferasi,
memperbanyak klonnya. Sel T kemudian terikat pada permukaan sel antigen,
lalu melepaskan protin perforin yang memotong pori-pori dan
menghancurkan sel ini. Sel T sitotoksik secara kontinu memonitor sel tubuh,
mengenali dan mengeliminasi sel tumor dan sel yang terinfeksi virus.

3. Mekanisme Kerja Seleksi Klonal


a. Tahap-tahap teori seleksi klonal pada sel B
1) Antigen-bearing agent memasuki jaringan
2) Sel B menjadi aktif saat bertemu dengan antigen yang sesuai dengan
antigen reseptornya, dapat aktif sendiri atau seringkali berhubungan
dengan sel T.
3) Proliferasi sel B aktif, memperluas klonnya.
4) Beberapa sel B yang baru terbentuk berdeferensiasi menjadi sel plasma
dan sel pengingat
5) Sel plasma bersintesis dan mengeluarkan antibody yang memiliki struktur
molecular yang serupa dengan reseptor antigen sel B yang aktif.
6) Antibodi berkombinasi dengan antigen –bearing agent, membantu
menghancurkannya dengan mengalami apoptosis, proses kematian sel
yang terprogram melibatkan pancaran sel spesifik menuju kematian atau
menghancurkan sel.
b. Tahap-tahap teori seleksi Klonal pada sel T
1) Antigen-bearing agent memasuki jaringan
2) Sel aksesori, seperti makrofag, antigen fagosit dan lisosom makrofag
memakan agen tersebut.

9
3) Antigen dari antigen-bearing agent yang termakan terdapat di permukaan
membrane sel aksesori.
4) Sel T menjadi aktif saat bertemu antigen yang cocok dengan reseptor
antigennya.
5) Sel T yang aktif mengeluarkan sitokinase saat bertemu sel B yang
sebelumnya telah berkombinasi dengan antigen-bearing agent yang sama.
6) Sitokinase menstimulasi sel B untuk berproliferasi.
7) Beberapa sel B baru yang terbentuk berdeferensiasi menjadi antibody
mengeluarkan sel plasma.
8) Antibodi berkombinasi dengan antigen-bearing agents, membantu
menghancurkannya.

E. Mekanisme kerja sistem imun dan Fungsi Sistem Imun


1. Imunitas Non Spesifik
Merupakan pertahanan tubuh natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan).
Mekanisme pertama yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara
cepat terhadap infeksi mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12
infeksi. Imunitas alami akan memberikan respon nonspesifik terhadap setiap
penyerang asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Mekanisme
tersebut melibatkan :
a. Fagositosis yang dilakukan oleh sel darah putih dan sel pada system makrofag
jaringan terhadap bakteri dan bahan penyebab lainnya.
b. Pengrusakan oleh asam yang disekresikan lambung dan oleh enzim pencerna
terhadap organisme yang tertelan dan masuk ke dalam lambung.
c. Daya tahan kulit terhadap invasi organisme
d. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang akan melekat organisme atau
toksin dan akan menghancurkannya. Senyawa itu adalah :
1) Lysozyme merupakan suatu polisakarida mukolitik yang menyerang
bakteri sehingga bakteri tersebut menjadi larut.
2) Polipeptida dasar yang akan bereaksi dan mengaktifkan beberapa
macam bakteri gram positif tertentu.
3) Kompleks komplemenmerupakan suatu system yang terdiri dari kurang
lebih 20 protein yang dapat diaktifkan dengan bermaca- cara untuk
merusak bakteri.

10
Kelemahan dari mekanisme imunitas alamiah ini adalah tidak dapat mengenali
struktur yang sama sekali baru menginfeksi tubuh.

2. Imunitas Spesifik
Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing. Terjadi ketika imunitas
alamiah gagal menghalau infeksi karena benda asing yang masuk memiliki
struktur yang sama sekali baru bagi tubuh. Mekanisme ini terjadi sekitar 1 hingga
5 hari setelah infeksi. Secara singkat, makanisme ini akan mencoba membuat
"ingatan" baru tentang struktur benda asing yang masuk ke tubuh, kemudian
bereaksi untuk menghalau benda asing tersebut. Sel yang terlibat pada mekanisme
ini adalah limfosit, baik sel T limfosit maupun sel B limfosit. Adaptive immunity
sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah,
yang disebut antibodi. Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit. Mekanisme
imunitas ini ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di
cairan atau jaringan tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut,
kemudian akan memproduksi antibodi. Antibodi merupakan molekul yang
akan menempel di suatu molekul spesifik (antigen) dipermukaan benda asing
tersebut. Kemudian antibodi akan menggumpalkan benda asing tersebut
sehingga menjadi tidak aktif, atau berperan sebagai sinyal bagi sel-sel fagosit.
b. Imunitas selular, yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit. Mekanisme
ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri
dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi. T limfosit kemudian
akan menginduksi 2 hal:
1) Fagositosis benda asing tersebut oleh sel yang terinfeksi.
2) Lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel
dan dapat di dilekati oleh antibodi.
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh
terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat
asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk
virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena

11
beberapa jenis kanker. Leukosit merupakan sel imun utama (disamping sel
plasma, makrofag, & sel mast).
Tahap Respons Imun : Deteksi & mengenali benda asing  Komunikasi
dengan sel lain untuk berespon  Rekruitmen bantuan & koordinasi respon 
Destruksi atau supresi penginvasi.

3. Fungsi Sistem Imun


a. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan dan
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit,
jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh.
b. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan
jaringan.
c. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Sasaran utama: bakteri
patogen & virus. Leukosit merupakan sel imun utama (disamping sel
plasma, makrofag, & sel mast).

DAFTAR PUSTAKA

Mader, S. (2004). Understanding Human Anatomy & Physiology. Fifth edition. New
York: The McGraw-Hill Company.
Sherwood,Lauralee.(2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta :
EGC
Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai