Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN HUKUM KESEHATAN TERHADAP PENGGUNAAN TEKNOLOGI

INFORMASI LAYANAN KESEHATAN TERKINI

1. Latar Belakang

Sejak awal kehidupannya, setiap manusia memiliki hak yang melekat pada

dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang disebut hak dasar atau Hak Asasi

Manusia (yang selanjutnya disebut HAM). HAM merupakan hak-hak yang melekat

pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan

hukum.

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu

kekuasaan dalam mengatur pergaulan bermasyarakat. Pergaulan hidup atau hidup

di masyarakat yang sudah maju seperti saat ini, hukum kesehatan adalah semua

ketentuan hukum yang berhubungan dengan masyarakat dalam pemeliharaan atau

pelayanan kesehatan dan penerapannya.

Hukum sangat penting peranannya dalam pembangunan kesehatan

masyarakat dalam melakukan upaya peningkatan kesehatan. Kesehatan sebagai

HAM dan unsur kesejahteraan setiap orang yang harus diwujudkan dan dijamin oleh

hukum.

Kesehatan adalah suatu unsur penting dalam hidup manusia. Pemenuhan akan

kesehatan adalah salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia. Selain

kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, pemenuhan akan kesehatan adalah kunci

bagi manusia untuk menjalankan semua kegiatannya dan pada akhirnya dapat

memenuhi tiga unsur kebutuhan manusia tersebut. Manusia adalah makhluk yang

rentan terhadap segala macam penyakit, oleh sebab itu pemeliharaan kesehatan

juga harus didukung oleh sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang baik.

Pelayanan kesehatan yang merupakan hak setiap warga negara harus

memenuhi standar seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Negara


Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal 13 Ayat

(3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit menuliskan bahwa:

“Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja


sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.”

Penjelasan Pasal 13 Ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia

Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pelayanan kesehatan yang akan

diberikan kepada pasien merupakan salah satu bagian dari standar pelayanan

Rumah Sakit yang harus dipenuhi. Dalam penjelasan Pasal 13 Ayat (3) Undang-

Undang Negara Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit disebutkan bahwa standar pelayanan Rumah Sakit adalah suatu pedoman

berupa Standar Prosedur Operasional, standar pelayanan medis, dan standar

asuhan keperawatan yang harus dipenuhi dalam menyelenggarakan sebuah rumah

sakit.

Rumah sakit adalah organisasi yang bersifat padat karya, padat modal, padat

ilmu dan padat teknologi serta padat permasalahan. Organisasi rumah sakit

merupakan suatu sistem pelayanan yang memiliki multi fungsi profesi untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan.

Selain itu rumah sakit merupakan organisasi pelayanan publik yang sangat

kompleks dan unik.


Memasuki abd ke-21 yang sering disebut era globalisasi atau era

persaingan bebas, sebagaimana layaknya suatu bidang usaha, rumah sakit

dituntut untuk dapat melaksanakan visi, misi dan strategi dalam mencapai tujuan

organisasi, serta mampu bersaing agar dapat menarik dan memuaskan

pelanggan.

Salah satu cara dalam mewujudkan kepuasan pelanggan adalah menjaga

mutu pelayanan secara terus menerus yang dapat dipantau dan didasarkan pada

catatan rekam medis suatu rumah sakit yaitu dengan menjaga kerapihan,

kelengkapan, keakuratan dan ketertiban administrasi suatu rumah sakit.

Catatat rekam medis berisi data pribadi pasien, penyakit yang diderita dan

tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien yang disimpan oleh pihak rumah

sakit dalam bentuk berkas yang disebut dengan berkas rekam medik.

Penyimpanan berkas rekam medis tradisional umumnya berupa map-map yang

berisi kertas-kertas yang mencatat data kesehatan pasien. Penyimpanan seperti

ini mebutuhkan tempat yang luas dan apabila berkas itu diperlukan untuk

kepentingan medis membutuhkan waktu yang lama karena memerlukan waktu

untuk mencari dan mendistribusikannya. Jika semua berkas tersebut dapat

dikomputerisasikan, maka akan memudahkan waktu pencarian, pengambilan

dan pengolahan datanya. Proses dapat dilakukan dengan cepat dan akurat

sehingga tindakan medis yang membutuhkan riwayat data kesehatan pasien

dapat cepat dilaksanakan.


2. ASPEK HUKUM REKAM MEDIK ELEKTRONIK

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, membuat rekam medis

pasien merupakan suatu kewajiban dan sudah diatur dalam Pasal 29 ayat 1 huruf

(h) yang menyatakan bahwa, “setiap rumah sakit mempunyai kewajiban untuk

menyelenggarakan rekam medis”.

Dasar hukum pelaksanaan rekam medis elektronik dinyatakan dalam Pasal

2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medik

yang menyatakan,

(1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara

elektronik.

(2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi

elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Selama ini rekam medik mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik kedokteran dan Permenkes

Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medik sebagai pengganti Permenkes

Nomor 749a Tahun 1989. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 sebenarnya

telah diundangkan saat rekam medis elektronik sudah banyak digunakan diluar

negeri namun undang-undang ini tidak mengaturnya. Begitu pula dengan

Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis belum sepenuhnya

mengatur tentang rekam medis elekronik. Hanya pada Pasal 2 ayat (1)

Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medik yang secara tersirat

pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan kesehatan

membuat rekam medis secara elektronik. Sehingga sesuai dengan dasar-dasar


hukum di atas, maka membuat catatan rekam medis pasien adalah kewajiban

setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan pemeriksaan kepada pasien baik

dicatat secara manual maupun elektronik.

Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara spesifik

mengenai rekam medis elektronik. Ada beberapa peraturan perundang-

undangan yang sebenarnya berkaitan dengan keberadaaan rekam medis

elektronik, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik;

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan

Informasi Publik;

4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;

5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang

Rekam Medik ;

Adanya undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik yang selanjutnya disebut UUITE, sangat membantu untuk

perkembangan rekam medis elektronik di Indonesia, seperti dalam Pasal 4 huruf

(c) yang menyatakan bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi


Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan

efisiensi pelayanan publik.

3. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN REKAM MEDIK ELEKTRONIK

Rekam medik elektronik yang selanjutnya disebut RME mempunyai

kelebihan dalan penggunaannya, antara lain:

1. Kepemilikan rekam medik elektronik tetap menjadi milik dokter, dokter gigi

atau sarana pelayanan kesehatan seperti yang tertulis dalam Pasal 47 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

yang menyatakan bahwa dokumen rekam medis adalah milik dokter, dokter

gigi atau sarana pelayanan, sama seperti rekam medis konvensional.

2. Isi rekam medis sesuai Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 12 Permenkes Nomor 269

Tahun 2008 Tentang Rekam Medik yang merupakan milik pasien dapat

diberikan berupa ringkasan rekam medis dalam bentuk elektronik atau

dicetak untuk diberikan pada pasien.

3. Tingkat kerahasiaan dan keamanan dokumen elektronik sangat aman.

Salah satu bentuk pengamanan yang umum adalah melindungi rekam

medis elektronik dengan sandi sehingga hanya orang tertentu yang dapat

membuka rekam medis. Hal ini yang membuat keamanannya lebih terjamin

dari pada rekam medis konvensional.


4. Penyalinan atau pencetakkan rekam medis elektronik dapat dibatasi,

seperti yang telah dilakukan pada berkas multimedia (lagu atau video) yang

dilindungi hak cipta sehingga hanya orang tertentu yang telah ditentukan

yang dapat menyalin atau mencetaknya.

5. RME memiliki tingkat keamanan lebih tinggi dalam mencegah kehilangan

atau kerusakan dokumen, karena dokumen elektronik jauh lebih mudah

dilakukan back up dibandingkan dokumen konvensional.

6. RME dapat disimpan selama puluhan tahun dalam bentuk media

penyimpanan cakram padat (CD/DVD) dengan tempat penyimpanan yang

lebih ringkas dari rekam medik konvensional yang membutuhkan banyak

tempat dan perawatan khusus agar berkas rekam medik tidak rusak.

7. Kebutuhan penggunaan rekam medis untuk penelitian, pendidikan,

penghitungan statistik dan pembayaran biaya pelayanan kesehatan lebih

mudah dilakukan dengan RME karena isinya dapat dengan mudah

diintegrasikan dengan program atau software sistem informasi rumah sakit,

klinik atau praktik dokter tanpa mengabaikan aspek kerahasiaan. Hal ini

tidak mudah dilakukan dengan rekam medis konvensional.

8. RME memudahkan penelusuran dan pengiriman informasi dan membuat

penyimpanan lebih ringkas. Dengan demikian, data dapat ditampilkan

dengan cepat sesuai kebutuhan.


9. RME dapat menyimpan data dengan kapasitas besar, sehingga dokter dan

staf medis mengetahui rekam jejak kondisi pasien berupa riwayat

kesehatan sebelumnya, tekanan darah, obat yang telah diminum dan

tindakan sebelumnya sehingga tindakan lanjutan dapat dilakukan dengan

tepat dan dapat menghindari medical error.

Selain mempunyai kelebihan, RME juga mempunyai kekurangan antara

lain:

1. Membutuhkan investasi awal yang lebih besar dari pada rekam medis

konvensional yaitu untuk Hardware, software dan biaya penunjang seperti

listrik.

2. Waktu yang diperlukan oleh key person dan dokter untuk mempelajari

sistem dan merancang ulang alur kerja.

3. Konversi rekam medik konvensional ke RME membutuhkan waktu, sumber

daya, tekad dan kepemimpinan.

4. Risiko kegagalan sistem komputer.

5. Masalah keterbatasan kemampuan penggunaan komputer dari

penggunanya.

6. Belum ada standar ketetapan penggunaan RME dari pemerintah.


4. MANFAAT REKAM MEDIK ELEKTRONIK

Mempertimbangan berbagai keuntungan termasuk faktor cost and Benefits

dari penerapan RME di rumah sakit (pusat pelayanan kesehatan) ada 3 manfaat

yang dapat diperoleh, yaitu:

1. Manfaat umum

RME akan meningkatkan profesionalisme dan kinerja manajemen rumah

sakit. Para stakeholder seperti pasien akan menikmati kemudahan,

kecepatan dan kenyamanan pelayanan kesehatan. Bagi para dokter, RME

memungkinkan diberlakukannya standar praktik kedokteran yang baik dan

benar. Sementara bagi pengelola rumah sakit, rekam medik elektronik

menolong menghasilkan dokumentasi yang auditable dan accountable,

sehingga mendukung koordinasi antar bagian dalam rumah sakit.

Disamping itu rekam medik elektronik membuat setiap unit akan bekerja

sesuai fungsi, tanggung jawab dan wewenangnya.

2. Manfaat operasional

Ada 4 faktor operasional yang bisa dirasakan dalam implementasi RME:

a. Faktor kecepatan penyelesaian pekerjaan-pekerjaan administrasi.

Ketika sistem manual pengerjaan penelusuran berkas sampai

dengan pengembalian ke tempat seharusnya dapat memakan waktu

lama, terlebih lagi jika pasiennya banyak. Kecepatan ini berdampak

dan membuat efektivitas kerja meningkat.


b. Faktor akurasi, khususnya akurasi data apabila dulu dengan sistem

manual orang mencek satu demi satu berkas, namun sekarang

dengan sistem RME data pasien akan lebih tepat dan benar karena

campur tangan manusia lebih sedikit. Hal lain yang dapat dicegah

adalah terjadinya duplikasi data untuk pasien yang sama, misalnya

pasien yang sama diregistrasi 2 kali pada waktu yang berbeda, maka

sistem akan menolaknya dan RME akan memberikan peringatan.

c. Faktor efisiensi, karena kecepatan akurasi data meningkat, maka

waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan

administrasi berkurang jauh, sehingga karyawan dapat lebih fokus

pada pekerjaan utamanya.

d. Kemudahan pelaporan. Pekerjaan pelaporan adalah pekerjaan yang

menyita waktu namun sangat penting. Dengan adanya RME, proses

pelaporan tentang kondisi kesehatan pasien dapat disajikan hanya

memakan waktu yang singkat sehingga kita dapat lebih kosentrasi

untuk menganalisa laporan tersebut.

3. Manfaat Organisasi

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) mensyaratkan

kedisiplinan dalam pemasukan data, baik ketepatan waktu maupun

kebenaran data. Seringkali data RME diperlukan juga oleh unit lain,

misalnya resep obat yang ditulis di RME akan dibutuhkan oleh farmasi,

sementara semua tindakan yang dilakukan kepada pasien diperlukan juga


dibagian keuangan untuk menghitung besarnya biaya pengobatan. Jadi

RME menciptakan koordinasi antar unit semakin meningkat.

5. KERAHASIAAN REKAM MEDIK ELEKTRONIK

Pentingnya perlindungan terhadap privasi pasien telah diakomodir oleh

Pasal 26 ayat 1 UUITE yang menyatakan bahwa, “Kecuali ditentukan lain oleh

peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media

elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas

persetujuan orang yang bersangkutan”.

6. REKAM MEDIK ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI HUKUM

Pada Pasal 13 ayat 1 huruf (b) Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 Tentang

Rekam Medik menyatakan bahwa, “Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai

sebagai alat bukti dalam proses penegakkan hukum, disiplin kedokteran dan

kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi”.

Karena rekam medik merupakan dokumen hukum, maka keamanan rekam

berkas rekam medik sangatlah penting untuk menjaga keotentikan data baik

rekam medik konvensional maupun rekam medik elektronik.

Rekam medik elektronik dapat juga digunakan sebagai alat bukti hukum

yang sah. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UUITE.

Pasal 5 UUITE menyatakan bahwa:

(1) Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil

cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah.


(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil

cetakannya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan

perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang

berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila

menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur

dalam Undang-Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk

tertulis;dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus

dibuat dalam akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat

pembuat akta.

Pasal 6 UUITE mempertegas kembali bahwa:

“Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat
(4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau
asli, Informasi Elektonik dan atau Dokumen Elektronik dianggap sah
sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan
sehingga menerangkan suatu keadaan”.
7. KESIMPULAN

Masuknya arus globalisasi, maka pemerintah mencoba untuk lebih

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dengan penggunaan

teknologi yang dapat mempercepat pemberian pelayanan kepada masyarakat.

Proses penegakkan hukum dan Undang-Undang yang meliputi pemanfaatan

teknologi informasi sudah dimulai dan masih akan berjalan panjang diikuti

dengan penyempurnaan dan penyesuaian dalam penggunaannya. Salah

satunya penggunaan rekam medik elektronik dalam upaya meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan.

Untuk mempercepat dan mendorong minat rumah sakit beralih ke RME,

maka perlu dilakukan sosialisasi secara terus menerus tentang manfaat dan

potensi dalam penggunaan RME. RME dapat diakses kapan saja dan dimana

saja dan banyak keuntungan yang didapat dari penggunaan RME, namun untuk

mempercepat rumah sakit beralih dari sistem manual ke elektronik tidak

semudah membalikan telapak tangan dan butuh upaya keras dalam

penggunaannya.

Jika pemerintah serius akan menjadikan RME sebagai upaya untuk

meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, maka perlu dibentuk sebuah tim

yang secara serius merumuskan arah pengembangan RME. Mengingat

sebagian besar rumah sakit di Indonesia memiliki masalah klasik keterbatasan

dana, maka dapat dipikirkan mengenai model standar perangkat lunak rekam

medis elektronik yang bersifat domain publik bila perlu menggunakan aplikasi-

aplikasi yang open source. Pemerintah juga harus merancang payung hukum
yang secara khusus memberi jaminan penggunaan rekam medis elektronik yang

tentu saja menyangkut aspek keamanan, kerahasiaan, dan privasi informasi

medis.

Akhirnya kunci yang paling menentukan pemakaian RME akan diadopsi

atau tidak, terletak pada ada tidaknya kebutuhan baik dari dokter, staf medis lain

mapun manajemen rumah sakit. Selama rumah sakit mampu memberikan

pelayanan yang terbaik kepada pasien maka rekam medis konvensional pun

sudah cukup.

Anda mungkin juga menyukai