Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

ACARA I : CRUSHING

MUHAMMAD IKHSAN NASRULLAH


D621 14 015

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan bahan galian atau mineral processing adalah aktivitas mengolah


semua jenis bahan galian hasil tambang yang berupa mineral, batuan, bijih atau bahan
galian lainnya. Pengolahan ini dilakukan guna memisahkan bahan tambang menjadi
produk-produk berupa satu macam atau lebih bagian mineral yang dikehendaki dan
bagian yang lain yang tidak dikehendaki. Mineral yang dikehendaki biasanya disebut juga
mineral berharga (valuable mineral) karena dirasa ekonomis (memiliki nilai ekonomi
yang menguntungkan menrut waktu dan teknologi saat ini), sedangkan mineral yang
tidak dikehendaki disebut mineral buangan (tailing) yang terikat pada mineral berharga
sebagai gangue. Terdapat dua macam hasil pada mineral processing berupa concentrate
(konsentrat) yang sebagian besar terdiri dari mineral berharga dan tailing terdiri dari
mineral tidak berharga.
Salah satu tahapan awal dalam mineral processing adalah melakukan reduksi
ukuran (kominusi) dalam bentuk crushing. Apabila dilihat dari faktor keekonomisannya
proses pengolahan bahan galian perlu adanya guna meningkatkan nilai jual bahan
(multipler value) galian serta meningkatkan pendaptan nasional dari pajak dan royalti
bahan tambang. Crushing merupakan aktivitas pengolahan bahan galian berupa reduksi
ukuran material dengan cara peremukan. Prinsip utama dalam crushing adalah
memberikan sejumlah gaya mekanis sehingga dapat mereduksi ukuran partikel.
Proses crushing dapat mereduksi ukuran bahan galian sehingga dapat
memermudah proses pengolahan. Terdapat beberapa tahapan dalam proses crushing
berupa primary crushing, secondary crushing, dan tertiary crushing. Primary dan
secondary crushing memegang peranan penting dalam proses peremukan. Proses
peremukan ini dijalankan oleh jaw dan roll crusher.
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi unjuk kerja dalam proses crushing.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap rasio peremukan batuan, kapasitas
peremukan, dan lama peremukan pada crusher. Perlu dilakukan percobaan untuk
menunjukan cara, prinsip, metode kerja serta menentukan faktor-faktor yang

1
memengaruhi unjuk kerja dari crusher. Sehingga atas dasar hal tersebut dilaksanakan
percobaan mengenai peremukan batuan (stone crushing).
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang di atas adalah:
a. Bagaimana menetukan kualitas peremukan dari jaw crusher dan roll crusher.
b. Bagaimana menentukan kapasitas dari
1.3 Tujuan

Tujuan dari praktikum pengolahan bahan galian mengenai crushing adalah:


a. Menentukan perbandingan nilai reduction ratio antara jaw crusher dan rotary
crusher
b. Mengetahui tahapan peremukan primer

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari praktikum peremukan batuan (crushing) adalah
mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengoperasikan alat
peremuk tipe jaw crusher dan roll crusher. Disamping itu, mahasiswa juga mengetahui
metode dan manajemen pembagian job desk dalam melakukan percobaan yang ada.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kominusi

Pengecilan ukuran/kominusi (size reduction) digunakan dalam praktek dimana


partikel padatan terpotong atau terpecah menjadi ukuran-ukuran /dimensi yang lebih
kecil. Partikel-partikel padatan diperkecil ukurannya dengan berbagai cara, untuk
berbagai maksud. Misalnya bongkahan-bongkahan bijih logam diremuk menjadi ukuran-
ukuran yang bisa diproses lanjut dengan lebih mudah. Size reduction juga berfungsi
untuk meliberasi mineral-mineral berharga terhadap mineral pengotor.
Dilihat dari ukuran fragmen yang dihasilkan maka kominusi dapat dibagi dalam
dua tingkat (Agustiar, 2015):
1. Crushing, biasanya dilakukan dalam keadaan kering menggunakan Crusher.
2. Grinding, dapat dilakukan dalam kering dan basah dengan menggunakan Grinder.

2.2 Crushing

Proses peremukan (crushing) merupakan proses reduksi atau pengecilan ukuran


bijih material yang berukuran kasar sekitar 50 – 3 mm. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan alat peremuk (crusher). Crusher merupakan mesin penghancur padatan
berkecepatan rendah, digunakan untuk padatan kasar dalam jumlah yang besar (Richma,
2007).
Peremukan batuan/bijih disebabkan adanya gaya dari luar yang bekerja terhadap
batuan lebih besar dari gaya tahan batuan/bijih. Gaya yang bekerja pada crusher
umumnya adalah gaya tekan, gravitasi, gesek, dan chipping (menyudut). Gaya-gaya
tersebut merupakan gaya mekanis pada batuan sehingga pengaruh sudut pemberian
gaya terhadap partikel menentukan besarnya gaya. Sudut yang terbentuk antar partikel
terhadap bidang pemberi gaya disebut sebagai nip angle. Menurut Rittinger’s,
permukaan baru yang dihasilkan sewaktu crushing besarnya akan lebih besar atau
sebanding dengan kerja/energi yang dibutuhkan. Semakin besar luas permukaan
material (semakin halus produk yang dihasilkan) maka akan semakin besar pula energi
yang dibutuhkan untuk mereduksi ukuran tersebut (Ajie, 2006).
3
2.2.1 Crushing Process

Crushing (Peremukan) batuan pada prinsipnya bertujuan mereduksi material


untuk memeroleh ukuran butir tertentu melalui crusher (alat peremuk). Dilakukan tiga
tahapan dalam mereduksi ukuran material pada crusher,yaitu:
1. Primary Crusher
Primary crusher merupakan peremukan tahap pertama. Umpan yang
digunakan biasanya berasal dari hasil peledakan dengan ukuran yang bisa
diterima < 100 cm, dengan ukuran setting antara 180 – 200 mm untuk jaw
crusher. Ukuran terbesar dari produk peremukan tahap pertama biasanya kurang
dari 200 mm. Primary crusher, biasanya menggunakan tipe jaw crusher, gyrator
crusher, dan impact crusher. Reduksi ukuran biasanya dilakukan pada sirkuit
terbuka. Hal ini disebabkan peremukan yang bersifat kering memungkinkan
adanya polusi udara dalam bentuk debu (Agustiar, 2015).

Gambar 2.1 Skema feed terhadap produktan yang diolah pada


fase primer crushing oleh jaw crusher (Metso, 2015)
2. Secondary Crusher
Secondary crushing merupakan peremukan tahap kedua setelah
peremukan primer. Allat peremuk (crusher) yang digunakan adalah cone crusher.
Umpan yang digunakan berkisar 90 – 200 mm. Produk terbesar yang dihasilkan
adalah 200 mm (64, 5 %), manufactured sand ukuran 5 – 14 mm (8,7%).
Secondary crusher dapat menggunakan tipe crusher berupa gyrator crusher, roll
crusher, cone crusher, dan hammer mill (Agustiar, 2015).

4
Gambar 2.2 Skema feed terhadap produktan yang diolah pada
fase secondary crushing oleh jaw crusher dan gyrator
crusher (Metso, 2015).
3. Tertiary Crusher
Teritary crusher merupakan peremukan tahap lanjut dari secondary crushing,
alat yang digunakan adalah cone crusher. Umpan yang biasanya digunakan
adalah material yang tidak lolos diayak. Tertiary crusher biasanya menggunakan
tipe crusher antara lain (Agustiar, 2015):
a. Roll Crusher (pemecah tipe silinder)
Roll crusher dapat juga digunakan sebagai crusher tersier selain sebagai
crusher sekunder.
b. Rod Mill (pemecah tipe batang),
Rod mill dimaksudkan untuk mendapatkan material yang lebih halus.
c. Ball Mill (pemecah tipe bola)
Ball Mill dimaksudkan untuk mendapatkan material yang lebih halus.

Gambar 2.3 Grafik hubungan ukuran feed terhadap jenis crusher (Metso,
2015).

5
2.2.2 Macam-macam Crusher

Terdapat berbagai macam crusher yang memiliki spesifikasi dan fungsi berbeda.
Berdasarkan desain alat dan metode peremukannya terdapat beberapa macam tipe
crusher. Berikut merupakan tipe crusher yang pada umumnya digunakan dalam
mereduksi ukuran bahan galian tambang :
1. Jaw crusher (pemecah tipe rahang)
Jaw crusher adalah alat peremuk yang mempunyai dua plat (crushing
face) yang terbuat dari plat baja, yang berhadap-hadapan di mana terdiri dari
dua rahang (jaw), yang satu dapat digerakan (swing) dan yang lainnya tidak
dapat digerakan (fixed). Jaw crusher digunakan untuk mengurangi besar butiran
pada tingkat pertama, untuk kemudian dipecah lebih lanjut oleh crusher lain.
Pada prinsipnya jaw crusher terdiri dari dua buah bidang peremuk crusher face
yang berbentuk rahang (jaw) yang umumnya terbuat dari plat baja berhadap-
hadapan membentuk sudut kecil dibagian bawah, salah satu diantaranya static
tetap bertahap pada kerangka yang disebut fixed jaw, sedangkan yang satu lagi
dapat mendekat dan menjauh terhadap fixed jaw yang disebut swing jaw
(Agustiar, 2015).

Gambar 2.4 Bagian-bagian jaw crusher (Fatayah, 2014).


Keuntungan yang diperoleh dari jaw crusher antara lain karena
kesederhanaan konstruksinya, ekonomis dan memerlukan tenaga yang relatif
kecil. Ukuran material yang dapat dipecah oleh crusher ini tergantung pada feed
opening (bukaan) dan kekerasan batu yang akan dipecah. Umumnya untuk
material hasil peledakan, material yang berukuran sampai dengan 90% dari feed

6
opening (bukaan) dapat diterima. Untuk batuan yang tidak terlalu keras
disarankan berukuran 80% dari feed opening (bukaan) (Sabuti, 2007).
Terdapat beberapa kriteria umum yang terdapat dalam jaw crusher.
Kriteria tersebut berupa:
a. Umpan masuk dan atas, diantara dua jaw yang membentuk huruf
V (terbuka bagian atasnya).
b. Salah satu jaw biasanya tidak bergerak (fixed), jaw yang lain
bergerak horizontal dengan sudut antara 2 jaw antara 20o sampai
30o
c. Kecepatan buka-tutup jaw antara 250 sampai 400 kali per menit.
Prinsip kerja dari jaw crusher adalah sebagai berikut: Batu yang akan
dipecahkan dimasukkan lewat feed opening (F), bagian moveable jaw (yang
bergerak ke depan dan ke belakang dan turun naik), akibat excentric shaft yang
digerakkan oleh fly wheel, batu tadi dihancurkan oleh dua buah jaw karena
gerakan movable jaw, batu yang telah hancur, keluar melewati discharge opening
(S). discharge opening ini bias diatur dengan menyetel setting sedemikian rupa
oleh suatu baut penyetel adjustment (Agustiar, 2015).
a. Mekanisme Pecahnya Batuan
Pecahnya batuan pada alat peremuk rahang yang disebabkan oleh
ketahanan material umpan lebih kecil dari pada kuat tekan yang
ditimbulkan oleh alat peremuk, sudut singgung material (nip angle), dan
arah dari resultan gaya terakhir yang mengarah ke bawah sedemikian
sehingga batuan tersebut pecah. Gaya yang bekerja pada alat peremuk
adalah (Agustiar, 2015):
1) Gaya tekan
Gaya tekan merupakan gaya yang dihasilkan oleh gerakan
rahang ayun yang bergerak menekan batuan.
2) Gaya gesek
Gaya gesek erupakan gaya yang bekerja pada permukaan
antara rahang diam maupun rahang ayun dengan batuan.
3) Gaya gravitasi
Gaya gravitasi merupakan gaya yang bekerja pada batuan
berupa tarikan kearah bawah. Gaya ini bertanggung jawab
mempengaruhi arah gerak material ke bawah (gravitasi).

7
4) Gaya menahan
Gaya menahan merupakan gaya tahan yang dimiliki batuan
atas gaya yang timbul akibat gerakan rahang ayun terhadap
rahang diam.
b. Keunggluan Jaw crusher
Jaw crusher termasuk jenis penghancur crusher. Cocok
digunakan untuk menghancurkan material yang cukup keras dengan
ukuran besar. Poros rahang penghancurnya yang terletak di atas dan
dapat bergerak, membuat Jaw Crusher memiliki keunggulan berikut:
1) Memberikan pergerakan yang baik sehingga dapat
memberikan tekanan maksimal bahkan untuk partikel terkecil.
2) Membuat produk terlempar keluar dengan kuat sehingga
menghidari penyumbatan.
Jaw crusher memiliki rasio reduksi yang besar sehingga tahapan
yang dibutuhkan untuk menghancurkan partikel dengan ukuran besar
lebih sedikit. Keunggulan blake jaw crusher dibandingkan dengan
gyratory ialah capital dan maintenance cost lebih rendah, tetapi seperti
gyratory, jaw crusher dapat digunakan untuk menghancurkan batu
berukuran besar.
2. Gyratory Crusher
Gyratory crusher secara sepintas terlihat seperti jaw crusher, dengan jaw
berbentuk melingkar (sirkular), diantara mana material padata dihancurkan.
Kecepatan kepala dan jaw penghancur (crushing head) umumnya antara 125
sampai 425 girasi/menit (Sabuti, 2007).

Gambar.5 Gyrator crusher


Gyrator crusher memiliki karakteristik dan keunggulan. Keunggulan dan
karakteristik dari gyrator crusher adalah (Elisa, 2008).:
a. Lebih efisien untuk kominusi kapasitas besar terutama untuk
kapasitas > 900 ton/jam. Kapasitas gyratory crushers bervariasi dari
600 - 6000 ton/jam, tergantung ukuran produk yang diinginkan
(antara 0.25 inch). Kapasitas gyratory crusher terbesar mencapai
3500
b. Discharge dan gyratoly crusher lebih kontinu (dibandingkan dengan
jaw crusher).

8
c. Konsumsi tenaga per ton material lebih rendah dibanding jaw
crushers.
d. Perawatannya lebih mudah.
Gyrator crusher memiliki prinsip kerja sebagai berikut. Roda berputar,
memutar countershaft dan gearing piringan C. Piringan C akan memutar main-
shaft terlihat seperti jaw crusher, dengan jaw berbentuk dan piringan C. Karena
main-shaft bergerak eccentric, crushing head akan bergerak eccentric
menghimpit padatan (discharge opening minimum), memecahnya dan
melepaskan produktan (sampai discharge opening maksimum).
3. Impact Crusher (pemecah tipe pukulan)
Impact crusher ada 2 jenis yaitu impact breaker dan hammer mill. Kedua
jenis ini pada prinsipnya sama, perbedaannya terletak pada jumlah rotor dan
ukurannya. Impact breaker mempunyai satu atau dua buah rotor dan ukurannya
lebih besar daripada hammer mill. Impact breaker menghasilkan produk yang
bentuknya seperti kubus meskipun semula merupakan batu lempengan serta
meningkatkan kualitas agregat dan mempertinggi kapasitas plant (Sabuti, 2007.
4. Roll Crusher
Roll Crusher diperlukan untuk menghasilkan produk dengan ukuran
tertentu. Crusher jenis tekanan ini menghasilkan variasi pemecahan yang lebih
besar dibanding jenis crusher lainnya. Kapasitas roll crusher tergantung dari jenis
batuan, ukuran crusher primer, ukuran batuan yang diinginkan, lebar roda dan
kecepatan roda berputar (Sabuti, 2007). Ditinjau dari jumlah roll-nya, terdapat
beberapa macam tipe roll crusher, berupa (Sabuti, 2007):
a. Single Roll Crusher
Single roll (silinder tunggal), biasanya digunakan untuk
memecahkan batuan yang lembab dan tidak menguntungkan jika
digunakan untuk memecahkan batuan yang abrasif. Crusher ini
memiliki rasio pemecahan maksimum 7 : 1.
b. Double Roll Crusher
Double roll crusher merupakan alat peremuk sekunder yang
memiliki rasio pemecahan 2 – 2,5 : 1.
c. Triple Roll Crusher
Triple roll crusher merupakan alat reduksi tersier yang
memiliki rasio pemecahan 4 – 5 :

9
Ketiga jenis roll crusher ini masing-masing memberikan keuntungan
tersendiri, dalam tenaga tekanan yang diberikan oleh roll yang saling berdekatan
itu. Permukaan roll ini dilapisi oleh baja keras, ada yang licin (plain) ada juga
yang beralur (corrugated). Roll ini berputar sendiri . sendiri, yang digerakkan oleh
belt. Masing . masing roll dilengkapi oleh pegas untuk keamanan bila ada benda
keras seperti besi yang tidak dapat dipecahkan.

Gambar.6 Roll Crusher


Maksimum diameter batu yang dapat dihancurkan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (Girsang, 2011):
F = 0.085 R + S ………(2.1)
F = ukuran terbesar batu (inchi)
R = jari-jari roll (inchi)
S = Setting (inchi)
5. Hammer Mill (pemecah tipe pukulan)
Hammer Mill digunakan untuk batu kapur berkualitas tinggi, dengan
kadar abrasif kurang dari 5%, menghasilkan jumlah besar material halus.
Hammer Mill dapat menerima feed material berukuran sampai dengan 20 cm dan
memiliki rasio pemecahan 20 : 1 (Sabuti, 2007).

10
2.2.3 Kapasitas Crusher

Kapasitas crusher adalah banyaknya atau jumlah bahan galian yang dapat
diproduksi oleh setiap jenis crusher dalam setiap jam. besarnya kapastas akan
mempengaruhi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bahan galian yang
ada. Kapasitas ini akan berbeda-beda untuk tiap jenis stone crusher, karena adanya
perbedaan dari dimensi stone crusher itu sendiri (Girsang, 2011). Berikut merupakan
nilai kapasitas dari beberapa tipe crusher (Girsang, 2011):
1. Kapasitas jaw crusher
Kapasitas dari jaw crusher dirumuskan oleh Taggart adalah sebagai
berikut :
Q = 0,093 x b x d………(2.2)
Dimana :
Q = Kapasitas crusher (ton/jam)
b = Lebar jaw (cm)
d = Ukuran rata-rata material hasil pemecahan
2. Kapasitas jaw crusher
Kapasitas jaw crusher dirumuskan oleh Lewenson adalah sebagai
berikut:
Q = n x b x s x d x 𝜇 x 𝜏………(2.3)
Dimana :
Q = Kapasitas crusher (ton/jam)
n = Putaran poros penggerak (rpm)
b = lebar swing jaw (m)
s = amplitude swing jaw (m)
d = ukuran rata-rata material hasil pemecahan (m)
𝜇 = konstanta (0,25 - 0,30)
𝜏 = berat jenis crusher feed (ton/m3)
3. Kapasitas cone crusher
Kapasitas cone crusher dirumuskan oleh Lewenson adalah sebagai
berikut adalah :
Q = 6,8 x D2 x d x n x τ ………(2.4)
Dimana:
Q= kapasitas crusher (ton/jam)

11
D=diameter dasar cone
d=ukuran rata-rata material hasil pemecahan
n=Stroke number,rpm
𝜏 =Berat jenis bukaan pemecah ,ton/m2
4. Kapasitas roll crusher
Rumus dari kapsitas roll crusher adalah sebagai berikut:
Q=50 x L x n x τ………(2.5)
Dimana:
Q = kapasitas crusher (ton/jam) n =Kecepatan rotasi roll,rpm
d =Celah diantara roll,(m) 𝜏 = Bulk density material, (ton/m3)
L =panjang roll,(m) D =diameter roll,(m)

2.3 Reduction Ratio

Prinsip pekerjaan crusher merupakan rentetan-rentetan pengurangan ukuran


batu. Tingkat pemecahan/reduksi ukuran suatu crusher ditunjukkan oleh suatu istilah
yang disebut ratio of reduction/reduction ration. Reduction ratio adalah perbandingan
antara ukuran maksimum feed (F) dari crusher dengan setting(s) terhadap ukuran
produk yang dihasilkan. Selain ratio of reduction pada pekerjaan crushing juga dikenal
istilah stage of reduction karena pada setiap langkah crushing terjadi pengurangan-
pengurangan ukuran batu.
Nisbah redusi/reduction ratio (RR) didefenisikan sebagai perbandingan antar
ukuran umpan terhadap ukuran produk. Persamaan reduction ratio adalah sebagai
berikut (Sufriadin, 2016) :
Ukuran Feed
NB = x 100%..........(2.6)
Ukuran Produk
Setiap crusher memiliki nilai setting, kapasitas peremukan, dan prinsip
peremukan yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan terdapat variasi nilai reduction
ratio tiap crusher. Berikut nilai reduction ratio tiap crusher
Tabel.1 Reduction ratio tiap crusher (Girsang, 2011)
Type crusher Model kecil Model besar
Jaw crusher 5 – 10 6 – 14
Gyratory crusher 3 -6 6 -8
Cone crusher 2–9 5 – 15
Twin roll crusher 1 ½ -3 ½ 1 ½ -9

12
BAB III

METODE PENELITIAN

2.3 Alat & Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan mengenai crushing


(peremukan) adalah:

2.3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan peremukan batuan


(crushing) ini antara lain:
Tabel.3.1 Alat-alat yang digunakan dalam percobaan
No Nama Alat Kuantitas Ket.
1 Palu 1 -
2 Jaw crusher 1 -
3 Roll crusher 1 -
4 Ayakan 2 3 mm dan 1 mm
5 Kuas 1 -
6 Kaca mata safety 1 -
7 Sarung tangan 1 -
8 Masker 1 -
9 Wadah 1 -
10 Timbangan digital 1 -

2.3.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan peremukan batuan


(crushing) ini antara lain:
Tabel.3.2 Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan

No Nama Alat Kuantitas Ket.


1 Batu Basal 2 Kg
2 Koran - Secukupnya

13
2.4 Prosedur Percobaan

Perocbaan peremukan batuan (stone crushing) dilakukan dengan dua tahapan


berupa:

2.4.2 Primary Crushing

Primary crushing adalah tahapan reduksi ukuran yang berupa peremukan batuan
secara kasar oleh mesin peremuk (crusher) primer. Prosedur percobaan peremukan
batuan primer menggunakan jaw crusher adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan.
2. Memecahkan sampel-sampel batu basal berukuran boulder hingga
memungkinkan untuk menjadi umpan pada jaw crusher menggunakan palu.
3. Mengukur diameter rata-rata ukuran feed menggunakan alat ukur
panjang/penggaris (pengukuran dilakukan sebanyak 4-5 kali pada feed
dengan ukuran terbesar)
4. Menimbang berat feed sebesar 2000 gram.
5. Mengukur ukuran gape dan setting pada jaw crusher.
6. Menyalakan jaw crusher
7. Meremukan (crushing) batu basal menggunakan jaw crusher.
8. Mengeluarkan produk hasil peremukan primer oleh jaw crusher.
9. Mengambil 500 gram produk hasil peremukan primer (crushing).
10. Mengayak 500 gram produk peremukan primer menggunakan ayakan 3 – 1
mm.
11. Memidahkan material yang tertahan pada saringan 3 mm.
12. Melakukan tahapan 11 pada material yang tertahan dan lolos di saringan 1
mm.
13. Menimbang berat material yang tertahan di saringan 3 mm, tertahan di
saringan 1 mm, dan lolos di saringan 1 mm.
14. Mencatat hasil pengukuran dan memasukan sampel hasil percobaan kedalam
kantung sampel.
15. Memberikan label dan keterangan hasil percobaan.
16. Membersihkan alat-alat yang digunakan dalam percobaan.

14
2.4.3 Secondary Crushing

Secondary crushing adalah tahapan reduksi ukuran yang berupa peremukan


batuan secara lebih halus oleh mesin peremuk (crusher) sekunder. Mesin peremuk
sekunder berupa double roll crusher. Prosedur percobaan peremukan batuan sekunder
menggunakan double roll crusher adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan (feed
berasal dari hasil peremukan primer oleh jaw crusher)
2. Mengukur dimensi gape pada double roll crusher.
3. Menyalakan double roll crusher.
4. Memasukan feed (hasil peremukan primer) pada double roll crusher.
5. Mengeluarkan produk hasil peremukan.
6. Mengambil 500 gram produk hasil peremukan sekunder untuk dilakukan
analisis distribusi ukuran.
7. Mengayak 500 gram produk peremukan primer menggunakan ayakan 3 mm
dan 1 mm.
8. Memindahkan produk peremukan yang tertahan di saringan 3mm ke cawan.
9. Menimbang berat material yang tertahan di saringan 3 mm.
10. Melakukan tahap 8-9 pada sampel yang tertahan dan lolos di saringan 1mm.
11. Mencatat hasil percobaan.
12. Membersihkan alat-alat yang digunakan dalam percobaan.

15
BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Data Percobaan


Hasil percobaan peremukan (crushing) batu basal menggunakan jaw crusher dan
rotary crusher adalah sebagai berikut:
Tabel.4.1 Tabel distribusi ukuran hasil peremukan primer menggunakan jaw crusher.
Berat Berat Frekuensi lolos
Ukuran (mm)
(gram) (%) (%)
-3 mm 358,55 72,264 27,735
- 3 mm + 1 mm 64,68 13,035 14,70
- 1 mm 72,93 14,700 -
Total 496,16 496,16 -
Keterangan: Gape = 8x5 cm
Setting = 0,5 cm
Dimensi feed = 7,575 cm

GRAFIK DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL


PEREMUKAN JAW CRUSHER
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
10,00 3,00 1

Gambar 4.1 Grafik ukuran partikel hasil peremukan Jaw Crusher

16
Tabel.4.2 tabel distribusi ukuran hasil peremukan
Frekuensi lolos
Ukuran (mm) Berat (gram) Berat (%)
kumulatif (%)
- 3 mm 99,60 20,09 79,91
- 3 mm + 1 mm 167,75 33,85 46,06
- 1 mm 228,18 46,04 -
Total 495,53 100,00 -
Keterangan: Gape = 0,1 cm

G R A F I K D I ST R IB U SI U K U R A N PA R T IK E L
PEREMUKAN DOUBLE ROLL CRUSHER
100
PERSEN MATERIAL LOLOS SARINGAN (%)

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
10,00 3,00 1
UKURAN PARTIKEL LOLOS SARINGAN (MM)

Gambar 4.2 Grafik ukuran partikel hasil peremukan double roll crusher

4.1.2 Pengolahan Data


Pengolahan data hasil percobaan berupa perhitungan nisbah reduksi ukuran
partikel (reduction ratio). Nisbah reduksi dapat dihitung menggunakan formula
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒𝑒𝑑
𝑁𝐵 = 𝑥 100%
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan primer menggunakan jaw crusher
dapat dihitungan dengan:
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒𝑒𝑑
𝑁𝐵 = 𝑥 100%
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
7,575 𝑐𝑚
= 𝑥 100%
0,65 𝑐𝑚
= 4,923
Nilai nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan primer menggunakan jaw crusher
adalah sebesar 1:4,923.

17
Nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan sekunder menggunakan
double roll crusher dapat dihitungan dengan:
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝐹𝑒𝑒𝑑
𝑁𝐵 = 𝑥 100%
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
6,5 𝑚𝑚
= 𝑥 100%
0,9 𝑚𝑚
= 7,22
Nilai nisbah reduksi (reduction ratio) peremukan primer menggunakan jaw
crusher adalah sebesar 1:7,22.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan tabel percobaan di atas (tabel 4.1 dan tabel 4.2) partikel yang
diumpankan kedalam alat peremuk akan mengalami reduksi ukuran. Reduksi ukuran ini
disebabkan gaya-gaya bekerja yang diberikan oleh crusher kepada material. Proses
peremukan berlangsung dua tahap dimulai dari tahapan peremukan primer (primary
crushing) oleh jaw crusher dan tahapan peremukan sekunder (secondarycrusher) oleh
double roll crusher.
Permukan primer oleh jaw crusher berlangsung dengan memberikan gaya
pukulan (impact) dan kompresi pada material sehingga menghasilkan reduksi ukuran
material. Berdasarkan tabel distribusi ukuran hasil peremukan primer menggunakan jaw
crusher menunjukan bahwa terjadi reduksi ukuran pada partikel. Umpan yang memiliki
diameter awal sebesar 7,575 cm mengalami reduksi menjadi beberapa ukuran partikel.
Ukuran partikel yang tereduksi berkisar berkisar >3 mm, memiliki ukuran 3-1 mm, dan
< 1 mm. Partikel yang memiliki ukuran >3 mm memiliki persentase berat sebesar
72,264%. Partikel yang memiliki ukuran berkisar 3 – 1 mm memiliki persentase berat
sebesar 13,035 %. Partikel yang memiliki ukuran <1mm memiliki persentase berat
sebesar 14,70%. Dapat disimpulkan bahwa produk hasil peremukan oleh jaw crusher
memiliki ukuran partikel dominan lebih besar dari 3mm ini ditunjukan dengan besar
partikel yang terpusat pada ukuran >3 mm.
Permukan sekunder oleh double roll crusher berlangsung dengan memberikan
gaya gerus/abrasi dan kompresi pada material sehingga menghasilkan reduksi ukuran
material. Berdasarkan tabel distribusi ukuran hasil peremukan sekunderr menggunakan
double roll crusher menunjukan bahwa terjadinya reduksi ukuran pada partikel. Umpan
yang memiliki diameter awal sebesar 6,5 mm mengalami reduksi menjadi beberapa
ukuran partikel. Ukuran partikel yang tereduksi berkisar berkisar >3 mm, memiliki
18
ukuran 3-1 mm, dan < 1 mm. Partikel yang memiliki ukuran >3 mm memiliki persentase
berat sebesar 20,09%. Partikel yang memiliki ukuran berkisar 3 – 1 mm memiliki
persentase berat sebesar 33,85 %. Partikel yang memiliki ukuran <1mm memiliki
persentase berat sebesar46,04%. Dapat disimpulkan bahwa produk hasil peremukan
oleh jaw crusher memiliki ukuran partikel dominan lebih kecil dari 1mm.
Partikel batu basal dan batu gamping mengalami reduksi ukuran setelah
mengalami proses peremukan. Peremukan ini menyebabkan partiel yang awalnya relatif
besar mengalami reduksi ukuran karena adanya gaya-gaya berupa pukulan dan
kompresi. Hal ini dapat diamati dengan mengecilnya dimensi partikel yang ada.

GRAFIK DISTRIBUSI UKURAN PARTIKEL


PEREMUKAN JAW CRUSHER
600

500

400

300

200

100

0
1 2 3

X Y Z

19

Anda mungkin juga menyukai