Anda di halaman 1dari 165

1.

1 Tujuan

Buku ini disusun sebagai petunjuk dasar dalam interpretasi dan pemetaan geologi struktur. Penekanan pada identifikasi dan sistematika perekaman data struktur, keduanya
merupakan dasar dalam pemetaan apapun. Identifikasi dan deskripsi struktur, bersama dengan pemahaman pembentukan struktur, contoh pola pergerakannya (analisis kinematik)
dan sebuah apresiasi dari gaya dan tegasan yang bertanggungjawab dalam pembentukan struktur (analisis dinamik) sangat berguna untuk menginterpretasi struktur tertentu, dan
memahami geometri seperti apa untuk pendugaan sewaktu pemetaan di sebuah daerah khusus.
Data struktur tidak bisa digunakan secara terpisah, harus bersama dengan deskripsi sedimentologi, petrologi dan paleontologi untuk interpretasi secara lengkap.
Berikut ini merupakan aspek-aspek yang ditekankan dalam buku ini:
Pengenalan struktur
1. Apa yang diukur dan dijabarkan
2. bagaimana menganalisis data yang terkumpul
3. Bagaimana menginterpretasi data dan menggabungkannya kedalam stratigrafi, interpretasi dan sintesa regional pada suatu daerah.
Di semua kasus penekanan didasarkan atas sistematika observasi lapangan, pengukuran yang akurat dari orientasi elemen struktur, perekaman data secara hati-hati ke dalam buku
lapangan, penggambaran dan pemotretan struktur dan penganalisaan di lapangan menggunakan proyeksi stereografis. Dari hal diatas, geologi struktur memerlukan pemahaman 3D
dari struktur yang ada di alam. Bayangkan dalam 3D dan pelajari untuk memperluas pandangan strukturmu diatas dan dibawah lembar peta.

1.2 Kerja lapangan

Pentingnya kehati-hatian, ketepatan dan sistematika kerja lapangan dapat lebih ditekankan. Teknik dasar pemetaan geologi dijelaskan dalam Barnes (1981), dan deskripsi
lapangan dari batuan sedimen, metamorf, dan batuan beku secara secara berturut-turut digarisbesarkan dalam buku pegangan oleh Tucker (1982), Fry (1984), dan Thorpe dan Brown
(1985).
Buku ini menjelaskan teknik lapangan untuk identifikasi dan pemetaan dari jenis struktur tertentu, dan juga memberikan sebuah ringkasan dari tahapan interpretasi dan analisis
stuktur.
Ingatlah poin-poin berikut ini:
1. dalam mengenali kunci suatu area dimana kedepannya mungkin dibutuhkan. Interpretasi anda ditentukan oleh pengalaman dan pemahaman dari struktur regional. Tetapi hanya
perekaman data yang baik dan akurat yang akan mempunyai sebuah nilai tetap dan mungkin bisa diinterpretasi secara berkelanjutan.
2. Data harus selalu diplotkan diatas peta dan buat penampang sewaktu dilapangan. Hanya kondisi seperti inilah yang efektif, sehingga interpretasi lanjut dapat tercapai.
3. Data struktur harus dikumpulkan dan digabung dengan data petrologi dan paloentologi.

Tingkah laku dan keselamatan kerja di lapangan

Sering kerja lapangan menenpatkan ahli geologi dalam situasi yang berbahaya. Structural geologist umumnya bekerja di daerah terbuka dan berbatu-batu dimana singkapan 3D-nya
bagus. Menyadari keselamatan kerja dan kemungkinan bahaya yang mengancam, khususnya dari batuan yang mudah goyah di bawah dandari jatuhan batu dari atas. Barnes (1981)
menggarisbesarkan keselamatan kerja lapangan, dan sebagai tambahan untuk bacaan ini, pembaca juga harus mencari keterangan daftar keselamatan kerja dalam buku ini juga
dijelaskan secara ringkas sebelum memulai kerja lapangan.

1.3 Rezim tektonik dan struktur

Ini merupakan diluar dari bahasan buku ini


Pengukuran, observasi dan perekaman secara akurat dari seluruh unsur struktur sangat diperlukan. Hindari pemilihan data dilapangan, selain itu anda mungkin menemukan bahwa
hal diatas akan diinterpretasikan di laboratorium secara lanjut, jika anda lakukan berarti anda telah gagal untuk mengukur sebuah kunci dari penampakan struktur.
Buatlah sebuah interpretasi secara berkelanjutan sewaktu dilapangan (gambar sketsa penampang dan peta). Ini akan membantu untuk menjelaskan hubungan struktur regional Commented [Z1]:
secara detail, tetapi sangat berguna untuk mengidentifikasi kenampakan struktur yang dominan hubungannya dengan tatanan tektonik secara khusus, hubungan tersebut sangat
berguna sebagai petunjuk keberadaan struktur yang mungkin ditemukan sewaktu pemetaan (Table 1.1). Karakteristik dari struktur mungkin diperkirakan keberadaannya didalam
sebuah lingkungan khusus, contoh shallow thrust faults dan perlipatan sejajar di frontal regions dari foreland fold dan thrust belts, dan pengetahuan ini umumnya dapat membantu
interpretasi apapun secara langsung. Table 1.1 isinya belum lengkap dan tidak eksklusif, maka anda harus selalu melengkapi untuk struktur yang dijumpai dan perekaman seluruh
informasi struktur dari singkapan di daerah pemetaan anda.

1.4 Perlapisan

Di batuan sedimen dan metamorf, bidang permukaan perlapisan sebagai kerangka referensi dasar (atau datum). Dalam sikuen sedimen banyak dijumpai kemungkinan bedforms
(lihat Tucker, 1982 untuk lebih detailnya) dan seorang structural geologist harus menyadari bahwa penyimpangan yang signifikan dari stratigrafi dengan layer paralel dapat terjadi di
lingkungan sedimentasi tertentu, contoh : delta; oleh karena itu data struktur harus selalu di kumpulkan dan digabung dengan data sedimentologi dan stratigrafi.
Bidang perlapisan adalah salah satu elemen struktur yang paling penting dan data struktur untuk bidang perlapisan harus selalu dikumpul, digarisbesarkan di Table 1.2. Distribusi
spasial dari bidang perlapisan atau gabungan komposisional (contoh dalam gneissic terranes), akan menjelaskan struktur lipatan dan sesar mayor dalam daerah pemetaan anda.

1.4.1 Way-up/younging and facing

Way-up/younging adalah suatu arah dimana secara stratigrafi lapisan atau unit yang lebih muda diketemukan (istilah tops juga digunakan dalam konteks ini).
The stratigraphic way-up merupakan dasar penting dalam penentuan struktur disuatu daerah. Hal tersebut didasarkan pada sebuah pemahaman stratigrafi dan struktur sedimen
dalam skala The structural way-up mengacu pada hubungan bidang perlapisan /belahan yang mengindikasikan posisi didalam struktur lipatan mayor (contoh dalam overturned limb
dari sebuah lipatan rebah). Ini mungkin tidak ada hubungannya terhadap stratigraphic way-up. Hati-hati untuk membedakan dua hal tersebut. Lihat Bab tiga untuk penjelasan lebih
detail.
Facing adalah arah didalam sebuah struktur dimana lapisan/unit yang lebih muda diketemukan, contoh sepanjang bidang sumbu lipatan atau bidang belahan. Istilah ini umumnya
diaplikasikan untuk hubungan lipatan atau belahan

1.5 ‘Synsedimentary’ versus struktur tektonik

Didaerah batuan sedimen yang terdeformasi sangat susah untuk dapat membedakan antar struktur yang terbentuk selama proses pengendapan atau awal diagenesa, ketika sedimen
belum terkonsolidasikan dan sedimen tersebut terbentuk setelah lithifikasi sebagai akibat gaya tektonik. Dalam penyelidikan secara sepintas banyak struktur ‘synsedimentary’ seperti
lipatan slump pada permukaan/bagian luar mempunyai kemiripan secara geometris dengan lipatan ‘tektonik’ (Fig. 1.2a). Sesar-sesar syndepositional juga hadir (Fig. 1.2b) dan di
beberapa hal fabrik belahan syndepositional telah diobservasi (Fig. 1.2.c). Oleh karena itu sangat penting ketika pemetaan untuk membedakan antara struktur syndepositional (pra-
lithifikasi), sesudah lithifikasi (post-lithification), dan struktur ‘tektonik’. Di beberapa kondisi, contoh active continental margins, sedimen terdeformasi oleh gaya tektonik segera
setelah pengendapan sebelum lithifikasi selesai. Dari sini anda mungkin menemukan spektrum struktur lengkap, terbentuknya ini selama pengendapan sampai terbentuk di kerak
bagian terdalam.

1.5.1 Diskriminasi lipatan pra-litifikasi (‘synsedimentary’) dan sesudah-litifikasi (tektonik)

Lipatan ‘synsedimentary’ atau ‘slump’ mempunyai banyak kemiripan geometri secara bentuk, panjang gelombang, dan distribusi ukuran dari ‘lipatan-lipatan tektonik’. Lipatan-
lipatan slump umumnya tight sampai isoclinal dengan bentuk- bentuk yang bervariasi pada lipatan dengan amplitudo-amplitudo rendah. Sumbu lipatan tersebut umumnya tersebar di
bidang permukaan dan jenis lipatan rebah merupakan yang dominan (Fig. 1.2c).
Bidang permukaan sumbu lipatan mungkin agak terimbrikasi (tertumpuk seperti atap/sirap) dan bentuk lipatannya merendah di bagian tepi menunjukkan lereng purba. Bidang
sumbu belahan kadang terbentuk, khususnya di daerah lengkungan lipatan( kemungkinan disebabkan akibat kompaksi selama pengendapan lanjut). Lineasi dan grooving terkadang
dihasilkan oleh pergerakan slump, hal ini memungkinkan perlipatan ulang beserta dengan struktur minor lainnya. Kontak permukaan slump mungkin bergradasi. Batas bagian atas
mungkin memperlihatkan pemancungan tegas akibat erosional. Rekahan synsedimentary dalam sikuen ter-slump-kan umumnya tidak tegas terlihat, dan rekahan yang bersifat bukaan
tidak teratur. Penguratan hadir meskipun bidang rekahan mungkin terisi dengan campuran material sedimen akibat pelengseran. Secara umum lipatan slump tidak mempunyai
hubungan genesa atau geometri terhadap lipatan besar makroskopik.
Perlipatan syndepositional umumnya berasosiasi dengan sikuen sedimen yang terganggu (pensesaran ektensional synsedimentary, laminasi konvolut, struktur ball and pillow,
struktur dewatering, sand and mud volcanoes). Ingatlah bahwa slump dikarakteristikan oleh struktur ektensional dibagian belakang, dimana bagian depan dari permukaan slump akan
ditandai oleh kompresi yang bersifat lokal, dengan berkembangnya lipatan, thrust faults dan imbrikasi. Karakteristik kenampakan lipatan syndepositional yang dibandingkan dengan
kenampakan dari lipatan tektonik(lihat Bab 3) didalam daftar Table 1.3. .5.2 Pembedaan pensesaran akibat synsedimentary dan tektonik

Hubungan dari sesar-sesar akibat proses tektonik dijelaskan di Bab 6. Hubungan geometri sesar tektonik dicirikan secara khusus yang berasosiasi dengan struktur, lipatan, kekar
dan penguratan, dan paling penting dengan perkembangan dari batuan sesar sepanjang bidang sesar (bagian 6.6). Kehadiran dari sesar sebagai batas cekungan
akan dibuktikan dengan pemetaan regional, sesar terlacak dari sedimen yang bersebelahan dengan gawir sesar diasosiasikan dengan distribusi fasies berbutir kasar, oleh
bertambahnya ketebalan sedimen yang berdekatan dengan sesar, dan sedikit berasosiasi dengan sesar syndepositional dan slump mengindiksikan tektonik yang aktif sepanjang
sedimentasi. Disini, perhatian terfokus diatas skala kenampakan singkapan yang mengindikasikan sesar synsedimentary.
1. Sesar synsedimentary secara khas tidak total terpengaruh dari sikuen stratigrafi dan merupakan over-lain oleh sedimen yang tidak tersesarkan dalam kontak pengendapan.
2. Sesar secara khas mempunyai bentuk ’listric’ (melengkung).
3. Sesar secara khas tidak teratur di polanya sering melengkung (Fig. 1.2d).
Sisi sesar yang relatif turun umumnya terisi sedimen yang menyerupai segitiga bebentuk kampak (Fig. 1.3a) dimana di beberapa kasus tertentu mungkin berukuran butir lebih kasar
dari sedimen disekitarnya.

1. Hadirnya penguratan dan batuan sesar yang khas dari deformasi brittle.
2. Bidang sesar secara umum tidak berupa bidang rekahan yang halus/licin tetapi sering tidak teratur dalam skala kecil (Fig. 1.3b), umumnya kemasukan sedimen yang bercampur
dengan material lain sepanjang bidang sesar.
3. Sesar sering berasosiasi dengan sydepositional slumping dan sikuen sedimennya terganggu—convolute laminations, dewatering structure, dan sand volcanoes.

1.5.3 Belahan Syndepositional


Ini umumnya ditemukan pada batulumpur dalam sikuen slump yang terdeformasi. Bidang foliasi sejajar dengan bidang kemiringan lapisan sedimen, mempunyai kenampakan slaty
clevage atau very closed spaced, fine fracture cleavage yang khas (Fig. 1.4). Belahan tersebut merupakan axial-planar sampai recumbent slump folds (Fig. 1.2c) dan umumnya tidak
menerobos layer batupasir tetapi terbatas pada batulumpur. Slight fanning dari belahan mungkin ditemukan tetapi refraksi kuat dari belahan-belahan yang umumnya ditemukan pada
batuan terlithifikasi (Bagian 4.3) biasanya tidak terjadi.

1.6 Keselamatan

1. Sewaktu menuruni bukit jangan berlari.


2. Jangan memanjat dinding batuan setidaknya anda telah dilatih pemanjat ahli dan ada teman yang menjaga.
3. Jangan masuk diarea kerja tambang tua atau sistem gua kecuali ada peraturan, dan selalu dibawah pengawasan perusahaan.
4. Memakai pakaian yang mudah dilihat/mencolok.
5. Selalu pakai helm keselamatan di kuari, dibawah tebing tegak dan lereng curam, dan ditambang bawah tanah dan pakai kacamata ketika memalu batuan.
6. Apakah catatan atas route perjalanan petamu dan kepastian waktu untuk kembali dalam perkiraan pendakian suatu daerah atau masuk kedalam suatu daerah terpencil telah
ditinggalkan kepada seorang yang bertanggung jawab.
7. Siapkan P3K di kamp. Bawa peralatan darurat kecil dalam ranselmu termasuk pembalut luka untuk pembengkakan, peluit dan lampu kilat untuk penandaan (dan sebuah kaca jika
kompasmu tidak punya lebih). Termasuk juga korek api terbungkus dalam kantong plastik anti air dan sebuah alumunium foil ’tempat selimut’ (pertimbangkan pentingnya). Di
iklim panas, bawa botol air dan paket Tablet pensterilisasi air berbuih. Selalu bawa beberapa bentuk ransum darurat jika dalam kasus anda harus bermalam di sisi bukit yang
berkabut atau bersalju.
8. Tanda keadaan bahaya yang diterima di lapangan ialah enam tiupan peluit yang nyaring atau enam kilatan cahaya dengan sebuah kaca atau flashlight, diulang tiap interval
semenit. Penyelamat membalas hanya dengan tiga tiupan peluit atau kilatan cahaya yang diulang tiap interval semenit untuk mencegah kelompok penyelamat satu dengan yang
lain ke tempat yang sama.

2
Teknik pemetaan

Pada bagian ini prosedur yang digunakan dilapangan dalam merekam struktur geologi akan didiskusikan secara singkat. Barnes (1981) memberikan sebuah resume yang sempurna
dalam teknik dasar pemetaan, dimana buku pegangan ini hanya terfokus pada pemetaan struktur.

2.1 Perlengkapan

Di tambahkan perlengkapan yang biasa dilapangan seperti sebuah palu, hand lens, botol asam klorida, pena pisau dan P3K, pemetaan struktur membutuhkan hal-hal sebagai berikut :

Di lapangan
Buku catatan: Anti air dan sampulnya kaku dan keras; cukup besar untuk menggambar penampang dan sketsa peta tapi tidak terlalu besar ( 20cmx10cm merupakan ukuran
optimum).
Papan peta: Untuk alas peta dan foto udara, non-magnetic (ukuran ± 30X25 cm).
Kompas-klinometer: Silva Ranger 15T atau kompas tipe tutupan dengan sebuah bubble level contoh kompas Freiberg.
Altimeter: Tipe gunung untuk daerah dengan topografi yang jelas.
Peta dasar: Peta topografi detail pada skala yang tepat. Di pemetaan struktur ini merupakan hal dasar untuk penentuan lokasi secara tepat dimana dirimu berada dan peta dasar harus
memiliki kontur topografi yang cukup untuk tujuan tertentu—pembesaran peta topografi umumnya tidak tepat. Menyalin peta dasar harus dilakukan di lapangan.
Foto udara: Sangat berguna ketika peta dasar tersedia; secara khusus untuk memetakan kenampakan batas.
Mylar overlays: untuk foto udara
Stereoskop saku.
Kamera

Di camp
Ditambahkan untuk keperluan perlengkapan penggambaran, proyeksi stereografis dan kertas pengganda/kalkir, berikut yang dibutuhkan:
Kertas grafik: untuk konstruksi penampang.
Map wheel: untuk konstruksi penampang.
Kumpulan buku geologi yang mendukung.
Sebuah buku cara penggunaan proyeksi stereografis (lihat referensi)

Kompas—klinometer
Untuk pemetaan struktur anda membutuhkan sebuah kompas klinometer yang memenuhi kebutuhan sebagai berikut; (1) akurat, (2) terandalkan, (3) mudah pengoperasian, (4) harus
ada suatu bubble level. Meskipun banyak tipe dari kompas yang tersedia (lihat barnes,1981) berikut beberapa yang ditemukan dan memuaskan:
(a) the Silva Ranger 15T (Fig. 2.1a)
(b) the Freiberg compass (Fig. 2.1b), dan
(c) the Chaix compass (Fig. 2.1c).
(d)
Mahasiswa umumnya menggunakan kompas silva karena relatif murah,

sedangkan geologist professional lebih menyukai the Freiberg atau Chaix compasses. Untuk struktur geologi kompas Freiberg mempunyai manfaat pasti, di tutupan engsel (Fig.
2.1b) ditempatkan berlawanan arah atau sepanjang sisi struktur yang akan diukur memungkinkan pengukuran azimuth dan plunge dalam satu operasi (lihat bagian 2.3 untuk
detailnya). Ini memberikan kecepatan, pengambilan pengukuran struktur yang akurat, khususnya dari kenampakan linear.

2.2 Proyeksi stereografis

Proyeksi stereografis merupakan alat dasar dalam geologi struktur dan digunakan untuk menyajikan orientasi data secara 3D di dalam bentuk grafis 2D. Proyeksi ini umumnya
digunakan untuk memecahkan masalah yang melibatkan hubungan menyudut dari garis dan bidang di ruang 3D. Proyeksi ini tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang melibatkan posisi relatif secara geografis dari garis atau bidang.

Proyeksi ini diluar batasan dari buku pegangan ini untuk penjelasan pengplotan dan konstruksi dari proyeksi stereografis pembaca disarankan untuk membaca tulisan mengenai
pengeplotan dan manipulasi dari proyeksi stereografis oleh Philips (1971) atau Ragan (1985). Hal ini penting bahwa sebelum memulai kerja lapangan dalam masalah struktur apapun
pembaca harus terbiasa dengan pengeplotan dan manipulasi sederhana dari proyeksi stereografis.
.

2.2.1 Tipe dari proyeksi stereografis


Dua tipe proyeksi stereografis yang mungkin digunakan yaitu Wulf net atau jaring sama sudut(equal angle net) (Fig. 2.2a) dan Schimdt net atau jaring sama luas(equal area net) (Fig.
2.2b). Wulf net digunakan untuk memecahkan hubungan menyudut, khususnya dimana konstruksi geometri di jejaring. Sedangkan Schimdt net digunakan untuk memecahkan
hubungan menyudut dan evaluasi orientasi data secara statistik mengunakan proyeksi kontur struktur. Di buku ini equal area lower hemisphere digunakan.
Dimana banyak data struktur cocok untuk dievaluasi secara statistik dengan pengkonturan. Di lapangan ini dapat dengan mudah dilakukan oleh counting net, the kalsbeek net (Fig.
2.2c, p.20)(lihat Ragan, 1985) untuk teknik penghitungan dan pengkonturan lebih detail.
Dalam proyeksi stereografis:
1. Struktur planar diplotkan sebagi lingkaran garis besar tetapi juga umumnya disajikan dengan poles (atau normal) terhadap bidang, titik-titik plot sebagai titik didalam
proyeksi(Fig. 2.3)
2. Struktur linear diplotkan sebagai titik-titik.

2.3 Pengukuran unsur struktur

Sebagian besar kompas dapat dikoreksi secara benar untuk pebedaan sudut (deklinasi) antara utara magnet dan utara geografis. Koreksi ini harus disesuaikan dengan referensi dari
peta topografi daerahmu sebelum mulai pemetaan, dan harus dicatat di buku catatan lapangan. Pengaturan kompas juga harus diperiksa secara periodik selama latihan program
pemetaan.
2.3.1 Konvensi

Sebagian besar geologist cenderung mencatat kedudukan dari struktur planar seperti strike dan dip, contoh Strike 2200, Dip 450 SE. Tiga pengukuran yang dibuat pada setiap loksi:
strike, dip dan arah dip(dip direction), pencatatan yang ambigu sering kali terjadi ketika arah dip sering terlupakan. Ini lebih aman dan tidak ambigu untuk pencatatan arah dip
struktur planar: contoh perlapisan 450→1300 artinya sebuah dip bidang perlapisan 450 arahnya 1300 dari utara (Fig. 2.4), dan untuk struktur linear pencatatan plunge, contoh plunge
dari sumbu lipatan minor 200→1200 artinya plunge 200 terhadap sumbu lipatan arahnya 1200 dari utara (Fig. 2.4). Data struktur harus secara konsisten dicatat seperti format
berikut: Sudut (diukur dari horisontal) dalam dua digit contoh 20 0. Azimuth (diukur dari utara di suatu bidang horisontal) dalam tiga digit contoh 120 0. Ini semua merupakan tanda
konvensi yang pasti dan tidak ambigu.

2.3.2 Metode pengukuran—bidang permukaan planar

Struktur planar seperti perlapisan, belahan, sekistositas, sumbu bidang lipatan, bidang sesar, kekar dan vein semuanya perlu sekali diukur dengan cara yang sama. Metode
pengukuran diilustrasikan menggunakan kompas konvensional seperti Silva Ranger 15T dan kompas Freiberg.
Metode 1. Pengukuran dengan kompas konvensional, misalnya Silva Ranger 15T (Fig. 2.1a, 2.5a-d)

Metode 1a. Metode strike dan dip


1. Carilah garis strike (garis horisontal diatas struktur planar) menggunakan kompas Silva sebagai klinometer dan menempatkan arah dari dip 0 0 diatas bidang (Fig. 2.5a). Tandai
garis ini (garis strike) diatas permukaan menggunakan sebuah pensil atau yang lain.
2. Mengukur azimuth dari garis ini (arah azimuthnya dari utara)(Fig. 2.5b)—ini merupakan strike dari bidang. Catat besar sudutnya, misalnya: 2200.
3. Gunakan kompas sebagai klinometer, tempatkan pada bagian tepi 900 terhadap garis strike dan ukur besarnya dari dip maksimum (Fig. 2.5c). Catat besar sudut dan arah dip,
contoh: 450SE.

Jadi strike dan dip dari bidang adalah N2200E/450 SE

Catatan : Jika permukaan tidak rata sebuah pendekatan pembacaan dapat dilakukan dengan
menempatkan semacam clipboard diatas permukaan dan lakukanlah pengukuran (Fig. 2.5d).
Metode 1b: Metode dip direction

1. Gunakan kompas sebagai klinometer, carilah arah dari dip maksimum diatas bidang (Fig. 2.6a). Tandai
arah garis dip ini diatas permukaan bidang dan ukur sudut dip maksimum. Catat pembacaan ini , misal: 450
2. Tempatkanlah semacam mapboard di sepanjang arah garis dip dan peganglah kompas tetap vertikal.
Ukurlah azimuth (arah) dari dip (Fig. 2.6b). Catat pembacaan ini, misal: 1300.
Arah dip dari bidang adalah 450 →1300
Catatan : Selalu ukur arah/azimuth dengan melihat kebawah dip (kedalam bumi). Sering berlatih untuk
mengukur arah yang benar.

Metode 2: Pengukuran dengan kompas Freiberg


Kompas Freiberg (Fig. 2.1b) memberikan penentuan arah dip secara cepat dari suatu struktur planar dalam satu pekerjaan. Tempatkanlah tutup engsel dari kompas berlawanan arah
dengan permukaan yang akan diukur dan menjaga dasar kompas agar tetap horisontal (gunakan nivo sebagai pertanda permukaan datar). Ukur azimuth dari arah dip, contoh 1300
(Fig. 2.7). Dip dapat dibaca langsung dari the graduated hinge axis didalam sisi kompas, misal 450. Catat pembacaan ini. Arah kemiringan bidang(dip direction) adalah 450 →1300
Metode 3: Pengukuran dengan kompas konvensional atau kompas Freiberg
Masalah muncul ketika permukaan terlalu kasar atau tiada permukaan yang layak untuk dimana kompas dapat ditaruh. Di situasi ini mapboard harus digunakan untuk mengukur
bidang yang paralel terhadap struktur geologi planar.

Teknik ini diilustrasikan di Fig. 2.8 dimana bidang belahan (Fig. 2.8a dan b) atau bidang sumbu lipatan (Fig. 2.8c) diukur dengan menempatkan mapboard sejajar terhadap bidang
tadi dan kemudian pengukuran orientasi mapboard menggunakan metode 1a, 1b atau 2 (bidang sumbu lipatan umumnya tidak tersingkap dipermukaan, jadi metode ini hanya cara
yang sering digunakan untuk pengukuran tersebut).
Catatan: banyak mahasiswa kurang cukup memahami di daerah yang kondisi singkapannya buruk karena permukaan bidang planar yang bagus tidak tersingkap. Gunakan mapboard
untuk mengukur struktur planar yang perlu dalam situasi seperti ini.
Metode 4: Sighting method
Untuk struktur planar yang memiliki kemiringan sedang sampai tegak ada kemungkinan untuk mengukur strike dan dip dengan mengintip melalui kompas (Barnes, 1981). Metode
ini sangat berguna khususnya ketika lapisan atau singkapan yang bidang-bidangnya tersingkap tetapi susah untuk dilakukan pengukuran. Hal ini juga berguna untuk penentuan
kisaran dip dari sebuah singkapan besar atau tebing. Didalam metode ini hal yang perlu dilakukan adalah menjajarkan garis pandanganmu sejajar terhadap strike lapisan atau
permukaan planar yang akan diukur.
Metode 2: Pengukuran dengan kompas Freiberg

Tempatkan bagian tepi dari tutupan engsel kompas sepanjang struktur linear untuk diukur, kemudian jagalah dasar kompas tetap horisontal, baca azimuth dari arah plunge. Kemudian
ukur jumlah dari plunge dalam calibrated hinge pin. Catat data ini,
misal 200 →0600. Metode ini diilustrasikan di Fig. 2.13 untuk pengukuran dari sumbu lipatan minor.
Catatan : Di beberapa kasus pengukuran tidak mungkin untuk meluruskan kompas secara langsung diatas lineasi. Di kasus ini struktur linear mungkin diperluas dengan
menempatkan sebuah benda sejajar terhadap linaesi (contoh dalam kondisi keluar dari engsel lipatan) dan kemudian mengukur plunge (Fig. 2.14).

2.4 Peta lapangan dan foto udara

Peta lapangan, foto udara dan buku lapangan merupakan catatan terpenting dalam observasi lapangan. Perhatikan secara serius hal-hal tersebut. Ketiganya harus selalu :
1. Dilabeli dengan nama dan alamat anda.
2. Penulisan harus secara rapi, penuh kehati-hatian dan dapat dibaca.
3. Legenda, simbol dan skala harus diberi penjelasan secara penuh, dan mengandung semuainformasi lokasi yang diperlukan.
4. Lengkapkan sewaktu anda dilapangan.
Pentingnya melengkapi peta anda sewaktu dilapangan tidak dapat lebih ditekankan, seperti itulah yang dapat anda bawa dalam sebuah interpretasi lanjut, mengidentifikasi masalah
serta kunci, dan membuat penampang daerah pemetaan yang membatu pekerjaan selanjutnya.
2.4.1 Model pemetaan

Model pemetaan yang digunakan secara besar dikontrol oleh skala peta, tingkat kompleksitas struktur, dan tingkat keberadaan singkapan. Jika peta topografi detail tersedia kemudian
data lapangan diplotkan secara langsung kedalam peta. Ketika peta topografi, foto udara tidak cukup detail kenampakannya maka data lapangan harus digunakan untuk penentuan
lokasi yang akurat dari singkapan, untuk peta batas litologi, dan arah kecenderungan struktur. Kemudian data ditransfer ke dalam peta dasar (Barnes, 1981). Barnes (1981) mengupas
berbagai model pemetaan dan berikut ini merupakan rangkuman.
1. Traversing umumnya digunakan untuk pemetaan regional pada skala 1:250,000 sampai 1:50,000.
2. Contact mapping umumnya digunakan untuk pemetaan detail pada skala 1:50,000 sampai 1:15,000.
3. Exposure mapping merupakan pemetaan detail dimana lokasi dan ukuran setiap singkapan sudah terekam, niasanya pada skala 1:15,000 sampai 1:1,000.
4. Baseline mapping melibatkan pemetaan detail menggunakan sebuah dasar terukurlangkah kaki) pada skala 1:10,000 sampai 1:500.
5. Grid mapping atau plane Table mapping merupakan teknik untuk pendetailan pemetaan singkapan pada skala 1:1000 sampai 1:1.
Traversing: Di daerah komplek secara struktur ini merupakan metode terbaik dan tercepat dalam menentukan hubungan dasar stratigrafi dan struktur. Ini dapat tercapai dengan
melintasi lintasan tegak lurus terhadap strike dari kecenderungan arah struktur dominan dan membuat sketa penampang di lapangan. Fig. 2.15 menggambarkan sebuah sketsa
penampang berserta struktur antiformal sederhana (catatan penggunaan hubungan perlapisan/belahan untuk melokasir daerah engsel lipatan dari antiform).
Contact mapping: Teknik ini melibatkan susunan kontak litologi maupun struktur untuk menentukan hubungan struktur secara 3D. Semisal, ini diperlukan untuk menentukan jika
sebuah sesar memotong stratigrafi bagian atas maupun bawah atau untuk menentukan pola singkapan dalam sebuah daerah polyphase deformation.
Exposure mapping: Metode ini merupakan hal penting untuk pembelajaran struktur secara detail dalam daerah terdeformasi komplek. Khususnya metode ini digunakan untuk
menentukan kehomogenitasan suatu daerah secara struktur dan untuk menentukan gangguan hubungan dalam daerah yang komplek perlipatannya. Sebuah contoh pemetaan
singkapan ditunjukkan Fig. 2.16.
Baseline, grid and plane Table mapping: Pemetaan detail menggunakan teknik ini merupakan hal dasar dalam menentukan hubungan detail dalam satu singkapan atau di
kumpulan singkapan dari singkapan-singkapan dalam dimensi terbatas. Kunci hubungan struktur diilustrasikan oleh metode ini. Sebuah contoh dari pemetaan baseline ditunjukkan di
Fig.. 2.17.
2.4.2 Skala peta

Sebuah peta struktur detail dapat dihasilkan pada skala berapapun dari 1:250,000 sampai 1:1. Persamaan model-model dari data struktur harus selalu dikumpulkan pada setiap lokasi,
tanpa memandang dari skala yang anda petakan. Kegagalan dalam mengukur semua elemen struktur yang tersedia secara serius menghalangi interpretasi lanjut anda. Hindari
menggunakan peta dasar dimana secara berlebih telah dibesarkan dari skala asli peta topografi: peta tersebut tidak lebih akurat daripada peta aslinya.

2.4.3 Foto udara

Di berbagai situasi, anda akan secara langsung meng-overlay peta diatas foto udara (Fig. 2.18). Jika daerah tengah dari foto udara digunakan, permasalahan untuk keakuratan distorsi
dapat diminimalisir. Data struktur, batas singkapan, batas formasi, sumbu lipatan mayor dan jejak sesar dan nomor pengamatan singkapan lokal diplotkan secara langsung overlay
diatas foto udara (Fig. 2.18). Sesudah itu ditransfer kedalam peta dasar anda menggunakan teknik-teknik yang telah dijelaskan di Barnes (1981). Foto udara sangat berguna
khususnya untuk akurasi lokasi singkapan.
pemetaan batas litologi, dan memetakan dan mengidentifikasi kenampakan struktur. Di daerah sedikit struktur dapat dengan mudah terlihat diatas peta udara tetapi susah untuk
mengenali data secara langsung dilapangan. Penggunaan foto udara merupakan kemampuan yang diperoleh melalui latihan dan kesabaran. Perhatian yang besar dibutuhkan dari diri
anda didalam penyekalaan foto udara untuk menjadikan kebiasaan dalam penetuan lokasi secara akurat.

2.5 Buku catatan lapangan

Seperti juga peta lapangan anda, buku catatan lapangan merupakan catatan penting dari observasi lapangan. Buku tersebut harus rapi, terbaca, tertulis jelas dan terilustrasi
bagus. Perhatikan hal tersebut!
Buku catatan lapangan merupakan sebuah catatan aktivitas dan harus berisi data referensi dan lokasi, jadi bersama dengan peta lapangan dapat diinterpretasikan. Jangan adopsi
kebiasaan mengolahnya seperti buku catatan pribadi anda: ketika anda bekerja buku catatan lapangan akan digunakan pekerja lain. Jangan gunakan singkatan anda sendiri. Anda
harus mencatat sedetail mungkin dan ilustrasikan secara penuh buku lapangan dengan sketsa (3D jika mungkin), interpretasi peta dan membuat penampang. Tidak ada sesuatu
apapun yang menyebabkan frustasi sekembalinya ke laboratorium lebih baik temukan catatan lapanganmu yang belum lengkap dilapangan.
Kunci dalam menghasilkan catatan yang bagus dilapangan adalah peka, observasi dengan penuh kehati-hatian dan pencatatan yang sistematis. Berikut prosedur pencatatan yang
harus selalu diadopsi pada setiap lokasi:
1. Tanggal, waktu dan lokasi pada waktu observasi. Gunakan nomor referensi grid peta dan foto udara yang tepat.
2. Resume dari metode pemetaanmu—misal lintasan di sungai kecil naik perahu dari jalan jembatan pada Km 14.
3. Penomoran lokasi singkapan—juga tandai dipeta lapanganmu. Termasuk kesimpulan singkat dari karakteristik singkapan—besarnya dan kondisi alamiah dari singkapan.
4. Catat karakteristik litologi (untuk detailnya lihat barnes, 1981, Tucker, 1982, Fry, 1984, dan Thorpe dan Brown, 1985).
5. Catat karakteristik struktur—deskripsi dan pengukuran (untuk detailnya lihat bab selanjutnya).
6. Sketsa singkapan dan hubungan strukturalnya.
7. Catat kumpulan sampel dan foto yang diambil.
8. Interpretasi singkapan dalam kondisi tatanan regional dan gambarkan sketsa dari hubungan struktur.

2.5.1 Contoh buku catatan lapangan

Contoh-contoh dari buku catatan lapangan ditunjukkan di Figs. 2.19 dan 2.20. Fig. 2.19 menunjukkan informasi yang terkumpul pada satu singkapan kecil di dalam latihan dari
program pemetaan regional, sedangkan Fig. 2.20 menunjukkan informasi penarikan kesimpulan sepanjang analisis detail dari sebuah singkapan yang menunjukkan polyphase
deformation. Di kasus selanjutnya, sejumlah besar dari deskripsi dan orientasi data yang telah terkumpul. Dalam kedua contoh tersebut, lebih dari satu pembacaan untuk setiap
elemen struktur yang diambil. Suatu perkiraan atau pembacaan yang representatif untuk setiap elemen struktur kemudian diplotkan diatas peta lapangan. Catatan: buku catatan
lapangan anda harus selalu terkandung lebih banyak data struktur daripada yang dapat diplotkan diatas peta lapangan.
2.6 Simbol-simbol peta

Simbol peta harus jelas dan tidak bermakna ganda. Untuk sebagian besar area peta, data yang representatif dari semua elemen struktur harus selalu diplotkan pada setiap lokasi diatas
peta lapangan, dengan kemungkinan pengecualian dari kekar atau vein. Jika tidak dibutuhkan, pengeplotan dari kekar mungkin dilewatkan jika tidak digunakan untuk tujuan tertentu
dan akan hanya membuat berantakan peta. Pewarnaan tinta yang berbeda digunakan untuk mengindikasikan kenampakan geologi yang berbeda—contoh perlapisan atau kenampakan
litologi—hitam; kenampakan struktur—merah; batas singkapan—biru atau hijau; kenampakan geomorfik (termasuk aluvial dan gosong sungai)—coklat. Sayangnya tinta berwarna
tidak bekerja dengan baik dan tinta hitam lebih disukai untuk semua simbol.
Ingat, data geologi dari singkapan lebih disukai harus selalu diplotkan daripada kenampakan geomorfik.
Pengeplotan simbol

Berikut yang harus ditekankan:


1. Diatas peta simbol-simbol harus selalu diplotkan secara langsung di peta lokasi pengamatan untuk singkapan dari mana pengukurannya diambil, dan jangan salah meletakan di
daerah dalam peta dimana tidak ada singkapan yang terekam.
2. Azimuth dari semua orientasi data harus selalu diplotkan diatas peta lapangan, bersama dengan data dip dan plunge (Fig. 2.16). Ini memungkinkan keakurasian data untuk dicek
dan memberikan data untuk dikutip dari peta untuk analisis lebih lanjut.
3. Setiap data harus selalu diplotkan diatas peta menggunakan sebuah protaktor atau kompas Silva secara langsung (Barnes, 1981, p.60).
4. Pengeplotan harus selalu dilakukan di lapangan.

Table 2.1 memberikan suatu daftar usulan simbol peta yang dapat digunakan dilapangan.

2.7 Penentuan tempat penyampelan

Hal tersebut diperlukan dalam menentukan sampel yang terkumpul untuk (a) analisis dari orientasi yang lebih disukai, (b) pengamatan superposisi dari foliasi atau (c) pengamatan
hubungan antara mineral tumbuh dalam batuan metamorf dan fabrik tektonik, atau (d) determinasi regangan(strain) (Appendix III).

2.7.1 Pengumpulan sampel

1. Pilih sampel yang akan diambil (setiap sampelnya yang dibatasi oleh permukaan kekar lebih mudah diambil dan sepertinya sedikit untuk dipecahkan untuk ekstraksi).
2. Ukur dan catat elemen struktur yang berasosiasi dengan sampel dan singkapan.
3. Pilih sebuah referensi bidang yang sesuai di atas permukaan dari sampel—ini umum disetiap perlapisan (S0), suatu permukaan foliasi(S1), seperti ditunjukkan di Fig. 2.21, atau
suatu permukaan kekar.
4. Ukur orientasi bidang ini, dan dengan sebuah pena penanda yang anti air ditulis strike dan dip diatas bidang referensi, (Fig. 2.21). Tandai di bagian atas(top) dan nomor dari
sampel. Catat data tersebut di buku catatanmu dan gambar suatu sketsa dari sampel dan hubungan strukturalnya.
5. Kumpulkan sampel dan masukkan dalam kantong, kantong sampel penuhi dengan label.
Pemotretan

Pemotretan merupakan metode penting dalam perekaman informasi geologi. Terkadang, potret bukan pengganti yang baik daripada sketsa detail lapangan. Hal tersebut sering sangat
susah untuk membedakan atau menginterpretasi struktur dari sebuah foto tanpa sketsa lapangan yang baik. Berikut poin-poin yang sebelumnya ditekankan.
1. Sebuah kamera (lebih bagus sebuah single lens reflex) merupakan hal yang diperlukan. Film warna atau hitam putih disarankan. Lensa tutupan atau yang melekat sangat berguna.
2. Selalu gambar sebuah sketsa dari area atau sruktur yang akan dipotret.
3. Catat informasi tentang pemotretan di buku catatan lapangan, khususnya mencatat arah pemotretan.
4. Dimana kemungkinan sebuah pengidentifikasian skala selalu tercakup dengan mudah dalam potret.
5. Isilah kerangka foto dengan struktur yang akan dipotret. Banyak mahasiswa tidak cukup dekat dengan subyek dan seluruh kedetailan hilang dalam pemotretan.

Dibeberapa contoh pemotretan stereokopis mungkin diambil untuk tujuan interpretasi lanjut. Dikasus ini dua potret diambil kurang lebih 1,5 m terpisah dalam sebuah garis sejajar
terhadap singkapan yang akan dipotret. Overlap 60% dibutuhkan dan hasil pasangan dari pemotretan dapat dilihat secara stereokopis untuk penganalisisan. Teknik ini secara khusus
berguna untuk pembelajaran rekahan.
Struktur lipatan

Dibidang profil) yang umum antara lain:


1. Lipatan paralel(Fig. 3.3a). Ketebalan orthogonal (contoh: ketebalan tegak lupus dengan permukaan yang terlipat) ádalah tetap.
2. Lipatan similar (Fig. 3.3b). Ketebalan nya sejajar terhadap bidang sumbu ádalah konstan.
3. Lipatan harmonic (Fig. 3.3b). Bidang sumbu menerus melewati sejumlah perlapisan.
4. Lipatan disharmonic (Fig. 3.3c). Bidang sumbu tidak menerus dari satu perlapisan ke perlapisan yang lain.
5. Lipatan intrafolial (Fig. 3.3d). Lipatan yang didalamnya berisi perlapisan atau foliasi.
6. Lipatan ptygmatic atau elastica (Fig. 3.3c). Lipatan yang rapat dimana sayap-sayap lipatan terlipat ulang didalam lipatan itu sendiri jadi sudut antara sayap lipatan di
puncak/sumbu lipatan mempunyai nilai negatif.
7. Lipatan chevron(Fig. 3.3f). Lipatan menyudut dengan sayap-sayap dan sumbu planar yang tegas.
8. Lipatan isoclinal(Fig. 3.3d). Lapisan dimana sayap-sayapnya dengan jelas terlihat sejajar.
9. Lipatan polyclinal(Fig. 3.3g). Lipatan yang mempunyai bidang sumbu lebih dari satu, contoh lipatan box atau
conjugate kink bands.
10. Kink bands(Fig. 3.3h). Lipatan menyudut tajam dibatasi oleh bidang permukaan planar.

3.3 Klasifikasi dan analisis lipatan

Lipatan diklasifikasikan oleh:


1. Kedudukan dari garis sumbu lipatannya.
2. Kedudukan dari bidang sumbu lipatannya.
3. Sudut antara sayap lipatannya.
4. Simetri lipatannya, contoh: rasio panjang dari sayap lipatan.
5. Bentuk dari lapisan yang terlipat.
6. Tingkat silindrisitasnya.

3.3.1 Metode pengklasifikasian secara dua dimensi

Kerapatan dari lipatan: sudut antara sayap lipatan diukur antara titik
infleksi (Fig. 3.1) dapat digunakan untuk mengukur kerapatan dari lipatan
(Table 3.1). Orientasi dari lipatan. Orientasi dari suatu lipatan secara
lengkap dijelaskan oleh arah dari tutupan/closure dan kedudukan garis
sumbu (contoh sumbu lipatan) dan bidang sumbu permukaan (contoh
bidang sumbu).

Pengklasifikasian peristilahan ini digarisbesarkan dalam Table 3.2.


Catatan: Dua kedudukan digunakan untuk menjelaskan orientasi dari suatu
lipatan, (a) plunge dari hinge-line atau fold axis dan (b) dip dari axial
plane. Keduanya diperlukan untuk menjelaskan kedudukan lipatan secara
benar.
Bentuk dari lipatan: Lipatan mungkin diklasifikasikan berdasarkan bentuk
setiap lapisan yang terlipat.
(a) Dip isogons. Bentuk dari lapisan-lapisan yang terlipat
kenampakannya biasa dicatat dan dihitung menggunakan dip isogon.
Pertama cari seluruh bidang profil suatu lipatan, kemudian gambar garis-
garis dimana titik penggabungan dari dip yang sama sepanjang tumpukan
lapisan-lapisan terlipat. Petunjuk dasar pengukuran adalah garis
persinggungan dimana sampai melewati titik puncak dari bidang
permukaan yang terlipat.
Tiga dasar pengkelasan dari pola dip isogon ditemukan (Fig. 3.4):
Kelas 1 : Lipatan dengan dip isogons yang konvergen.
Kelas 2 : Lipatan dengan dip isogons yang sejajar : lipatan similar
Kelas 3 : Lipatan dengan dip isogons yang divergen.
Catatan : Konvergensi dan divergensi diukur dari busur terluar sampai busur terdalam dari lipatan. Dip isogons mungkin digunakan untuk membangun penampang dan khususnya
berguna di daerah metamorfik dimana ketebalan perlapisan berubah-ubah disekililing lipatan.
(b) Fourier atau harmonic analysis. Deskripsi dari bentuk lipatan mungkin dihitung lebih lanjut dengan mempertimbangkan bentuk gelombang harmonic, dimana dikombinasikan
dengan bentuk lipatan. Teknik ini sudah dipikirkan oleh Hudleston (1973) dan versi sederhana mungkin diaplikasikan dengan inspeksi visual menggunakan bagan dari 30
bentukan lipatan yang diidealkan ditunjukan dalam Fig. 3.5. Enam bentukan dasar lipatan yang dikenal: A-Box folds, B-Curved double hinged folds, C-Semi-ellipses, D-
Parabolas, E-Semi-chevron dan F-Chevron folds. Bagan ini (Fig. 3.5) juga mengukur besarnya ampitudo dari 1 sampai 5 dan oleh karena itu dapat digunakan dilapangan untuk
pengklasifikasian bidang permukaan yang terlipat.
3.3.2 Metode pengklasifikasian secara tiga dimensi

Suatu klasifikasi beda yang menjelaskan bahwa bentukan 2D diperlukan ketika lipatan berbeda dalam karakter panjangnya, contoh ketika bentuk yang terlihat di bidang profil
berubah sepanjang puncak lipatan. William dan Chapman (1979) menyusun klasifikasi diagram sederhana untuk lipatan, didasarkan atas pengukuran dari interlimb angle α, sudut
terbentuk oleh lengkungan hinge line β, dan sudut terbentuk oleh lengkungan fold axial surface γ(Fig. 3.6). Diagram triangular PQR mempunyai bidang-bidang, cylindrical isoclines
dan isoclinal domes pada setiap pojoknya (Fig. 3.7). Klasifikasi ini juga digunakan di lapangan.
Lipatan simetris dikarakteristikkan dengan meperhatikan panjang relatif dan kedudukan dari panjang—pendek--panjang sayap dari sebuah lipatan minor (Fig. 3.8a). Z, S dan M
merupakan lipatan-lipatan minor simetris yang dapat diidentifikasi(Fig. 3.8a). Lipatan M mempunyai sayap lipatan yang sama panjang, dan oleh karena itu bukan merupakan lipatan
asimetri.
3.4 Symmetries of parasitic minor folds

Lipatan simetris selalu ditentukan dengan melihat plunge dari lipatan minor. (Catatan bahwa sebuah lipatan minor dengan Z asimetri melihat plunge akan mempunyai sebuah S
sense dari asimetri ketika dilihat ke atas plunge: jadi selalu lihat ke bawah plunge).
Di sebuah struktur lipatan besar arti dari asymmetry of minor parasitic folds akan berubah-ubah secara sistematik di sekililing struktur dan seperti itu dapat digunakan untuk
penentuan posisi dari sebuah singkapan didalam stuktur lipatan yang besar (Fig. 3.8b). Lipatan S dan Z

ditemukan dalam sayap-sayap lipatan mayor, sedangkan lipatan M indikasi daerah puncak dari sebuah struktur lipatan besar (Fig. 3.8b). Sistematika penentuan dan perekaman dari
lipatan minor asimetri merupakan alat yang sangat kuat untuk mengidentifikasi struktur lipatan mayor dan harus selalu teringat sepanjang rangkaian acara pemetaan. Lipatan minor
simetri harus selalu diplotkan dalam peta (Fig. 3.8c).
3.5 Vergence

Vergence merupakan istilah yang digunakan untuk mengindikasikan arah dari pergerakan atau perputaran yang terdapat selama deformasi. Konsep dari vergence mungkin
diaplikasikan untuk lipatan asimetri dan hubungan atara belahan satu dengan yang lain, meskipun ini merupakan prosedur yang komplek dan tidak dijelaskan di buku pegangan ini
(untuk lebih detail lihat Bell, 1981). Vergence sangat berguna didaerah terdeformasi komplek, dan anda harus selalu berusaha untuk mengevaluasi hubungan vergence ketika
pemetaan.

3.5.1 Lipatan vergence


Vergence dari lipatan asimetri dijelaskan sebagai arah horisontal dari pergerakan bagian atas sebuah lipatan (diukur dalam bidang profil, contoh Fig. 3.9). Lipatan minor asimetri dari
S dan Z mungkin mempunyai vergence yang sama, Lipatan M di daerah puncak dari lipatan mayor mempunyai vergence netral, dan
lipatan yang menunjam secara vertikal salah satunya mempunyai sinistral atau dextral vergence (Fig. 3.10). Prinsip yang digunakan dari lipatan vergence minor adalah
memposisikan bidang sumbu lipatan mayor. Geometri secara sederhana, lipatan minor berubah vergence menyilang bidang permukaan lipatan mayor (Fig. 3.11).

.6 Regangan(strain) dalam lipatan


Dalam lapisan yang terlipat, sebuah variasi besar dari keadaan regangan dapat ditemukan (Fig. 3.12). Sebagian besar lipatan yang terbentuk akibat buckling dari sebuah layer
kompeten mempunyai regangan ektensional di busur luar dan regangan kontraksional di busur dalam. Sebuah bidang tanpa regangan (permukaan netral yang terbatas-Fig. 3.12a)
keberadaannya dalam lapisan terlipat, tetapi ini bergerak turun menuju busur dalam dari lipatan seperti lipatan yang terapatkan. Di lapangan, regangan ekstensional menghasilkan
rekahan yang lebar dan vein-vein (lihat bab 7) dan belahan dihasilkan di daerah regangan kontraksional. Flexural slip folds (Lipatan paralel dihasilkan oleh pergeseran dari layer-
layer satu sama lain, Fig. 3.12b) dicirikan oleh deformasi internal yang kecil dari layer-layernya dalam sayap lipatan, regangan-regangan buckling (seperti dalam Fig. 3.12a) di
puncak, dan berkembang dengan baik slickenside (Fig. 5.4) antara layer kompeten dalam lipatan (Fig. 3.12b).

Banyak lipatan mungkin mempunyai flattening strains superposed diatasnya (Fig. 3.12c) untuk menghasilkan sebuah model mendekati lipatan similar. Flattening strains ini
umumnya direfleksikan dalam pembentukan dari well-developed axial-planar cleavages (lihat Bab 4).

3.7 Lipatan yang berasosiasi dengan sesar

Banyak lipatan secara geometri berhubungan dengan sesar. Secara umum, geometri lipatan pasif ini dikontrol oleh geometri sesar, ini dapat terjadi di semua skala.
Dalam sistem sesar kontraksional, step-step di bidang sesar penting secara geometri lipatan diperlukan untuk membentuk di lempeng hanging-wall seperti sesar pergerakan
melewati step (Fig. 3.13a). Hasil geometrinya berupa kink-like and box-fold. Dengan cara yang sama, dalam sistem sesar ekstensional secara geometri lipatan menjadi penting
dihasilkan diatas perubahan di geometri bidang sesar (Fig. 3.13b).
Jadi di daerah sesar kita harus menduga secara geometri lipatan yang dihasilkan dimanapun ada perubahan di dip dari bidang sesar. Sesar hubungannya dengan lipatan didiskusikan
lebih lanjut di Bab 6.
3.8 Kink bands

Contoh khas dari kink bands diilustrasikan di Figs. 3.14 dan 3.15. Mereka umumnya hanya terdapat di batuan anisotropic terfoliasi kuat (contoh struktur ini sering terbentuk setelah
pembentukan belahan pertama) dan mungkin ditemukan sendiri atau konjugasi berpasangan. Jika ditemukan terakhir mungkin kemudian digunakan untuk menentukan orientasi
tegasan purba (analisis dinamik: lihat berikut ini).
Dua bentuk-bentuk dari kinks bands yang ditemukan:
1. Normal kink bands (Fig. 3.14a) dimana ada pengurangan volume di kink band.
2. Reverse kink bands (Fig. 3.14b) dimana ada penambahan volume di kink band.
Sebuah contoh dari reverse kink bands ditunjukkan di Fig. 3.15a. Dimana kink bands menempati total volume batuan contoh pada regangan(strain) tinggi, kemudian bidang sumbu
kink cenderung untuk menjadi sejajar terhadap bidang the bulk flattening (Fig. 3.15b).

Analisis tegasan mengunakan kink bands

Conjugate kink bands mungkin digunakan untuk menghitung orientasi dari tegasan utama (σ 1: tegasan utama maksimum, σ2: tegasan utama intermediat, σ3: tegasan utama
minimum). σ1 membagi menjadi dua sudut tumpul antara batas kink band (bidang sumbu). σ2 paralel terhadap garis perpotongan dari susunan conjugate kink band dan σ3 membagi
menjadi dua sudut lancip antara batas kink band. Apa yang diukur dalam kink bands secara garis besar di Table 3.3 (p. 55).
3.9 Pemetaan lipatan
Ketika memetakan batuan terlipat penting untuk memutuskan struktur lipatan seperti apa yang dapat ditampilkan dalam peta dan struktur seperti apa yang seharusnya layak sebagai
struktur minor (di kasus berikut diperlukan sketsa detail dan sketsa peta untuk menggambarkan bukti dari struktur minor pada skala singkapan, Fig. 2.20a).

3.9.1 Pada skala singkapan

Untuk lipatan dimana ditemukan di sebuah singkapan dan terlalu kecil untuk diplotkan secara detail dalam peta berikut prosedur yang bisa diadopsi :
1. Klasifikasikan dan jelaskan model pelipatan (contoh pelipatan chevron; pelipatan paralel; pelipatan similar (Fig. 3.3 dan 3.4)). Selalu analisis lipatan di penampang profil dengan
melihat plunge dari sumbu lipatan—dimana kemungkinan fotografi dan sketsa harus selalu terbuat dengan melihat kebawah plunge lipatan. Penentuan silindrisitas dari susunan
lipatan digunakan untuk memahami bagaimana lipatan akan diproyeksikan ke bawah plunge dari sumbu lipatan (lihat 9.2.2).
2. Ukur orientasi dari garis dan bidang sumbu lipatan (Fig. 2.5, 2.8c dan 2.11). Ukur—interlimb angle dari lipatan (Table 3.1)—ketebalan perlapisan disekitar lipatan(ini bertujuan
dalam pengklasifikasian—contoh Dip isogons Fig. 3.4 dan untuk lipatan chevron memberikan estimasi sederhana dari pemendekan menyilang lipatan (Ramsay, 1974)).
Ukur orientasi dari enveloping surface contoh sheet dip (Fig. 3.1)—perlu sekali di daerah yang komplek dari lipatan skala kecil. Ukur perlapisan disekitar lipatan ini memberikan
definisi lebih jelas dari garis sumbu lipatan dengan cara mengeplotkan data ini dalam proyeksi stereografis.
3. Penentuan hubungan dan pengukuran dari orientasi belahan dan lineasi dalam lipatan (lihat Bab 4 dan 5 unuk detailnya).
4. Penentuan asimetri dan vergence dari lipatan (Fig. 3.8, 3.9, dan 3.10). Ukur arah dari vergence.
5. Plot dalam peta (a) trend, plunge dan asimetri (vergence) dari lipatan minor—atau rata-rata trend dan plunge dari sekumpulan lipatan minor (Table 2.1); (b) orientasi dan dip dari
bidang sumbu lipatan (Table 2.1); (c) the sheet dip dari perlapisan dalam singkapan lipatan, (d) orientasi dari velan dan lineasi yang terbentuk dalam lipatan.
Catatan bahwa dalam buku catatan harus berisi data struktur lebih banyak kemudian dapat diplotkan pada satu singkapan dalam petamu.
6. Periksa bahwa dalam buku catatan berisi sketsa yang cocok dan data struktur untuk analisa lipatan secara penuh.

3.9.2 Dalam peta


Untuk menyajikan struktur lipatan secara akvein dalam peta (contoh Fig. 3.16) anda harus berusaha keras untuk melengkapi langkah-langkah berikut ini.
1. Definisikan lipatan dengan cukup memetakan singkapan jadi bahwa lipatan secara garis besar oleh (a) Perlapisan membentuk garis-garis, (b) Distribusi dari unit-unit litologi, (c)
distribusi dari sheet dip membentuk garis-garis (c.f. Fig. 3.1b). (Catatan: ini penting di daerah dengan lipatan skala kecil yang melimpah).
2. Usahakan untuk mengidentifikasi daerah puncak dari lipatan contoh bukaan 8 dalam Fig. 3.16. Catatan bahwa dalam daerah puncak dari sebuah lipatan dengan sebuah bidang
sumbu belahan, perlapisan dan belahan hampir pada sudut yang tepat, sedangkan dalam sayap lipatan belahan mempunyai sudut yang lebih rendah terhadap perlapisan (lihat Bab
4).
3. Petakan hubungan belahan atau perlapisan disekeliling lipatan.
4. Ukur orientasi dan asimetri dari lipatan skala kecil disekitar lipatan besar (Fig. 2.20a). Ini, bersama dengan lokasi dari daerah puncak lengkungan dan hubungan belahan atau
perlapisan, akan memberikan posisi jejak bidang sumbu lipatan agar bisa ditentukan. (Fig. 3.16).
5. Ukur data struktur secukupnya dari sekeliling lipatan, untuk memungkinkan berikut konstruksi dalam sebuah jaring-jaring stereografis (Fig. 3.16):
a. Definisikan lingkaran besar dari poles terhadap perlapisan (asumsikan perlipatan silindrikal). Untuk ini direkomendasikan minimal 15-20 pembacaan bagus. Ini akan
memberikan garis sumbu lipatan mayor untuk bisa dijelaskan (Fig. 3.16). (Ini berarti bahwa anda harus selalu mengambil pembacaan yang lebih kemudian diplotkan dalam
peta). Didaerah perlipatan yang rapat sampai isoklinal, data harus dikumpulkan dalam susunan dari daerah puncak lengkungan untuk menjelaskan lingkaran besar dipinggiran
dalam proyeksi.
b. Ukur belahan sampai keluar lipatan (Fig. 3.16). Rata-rata bidang belahan akan kurang lebih terhadap bidang sumbu lipatan. (untuk ini direkomendasikan minimal 20
pembacaan).
c. Ukur perpotongan bidang belahan atau perlapisan dan lipatan minor disekeliling puncak lengkungan lipatan (Fig. 3.16). Ini seharusnya kurang lebih sejajar terhadap garis
sumbu lipatan mayor (untuk ini direkomendasikan minimal 20 pembacaan).
6. Klasifikasi dan identifikasi model dari perlipatan di daerah peta (contoh perlipatan paralel diturunkan oleh flexural slip; perlipatan chevron; atau model perlipatan similar—Figs.
3.3 dan 3.4), secara khusus pengamatan lipatan skala minor dan sedang dalam singkapan. Pola singkapan dalam peta dan penampang sayatan (lihat 9.2) harus merefleksikan
model dari perlipatan.

Penyajian dari sebuah lipatan besar dalam peta harus selalu didukung oleh sketsa penampang yamg menunjukkan hubungan-hubungan struktural.
Table 3.4 meringkaskan data yang harus dikumpul ketika memetakan lipatan.
4
Foliasi

Foliasi merupakan sebuah struktur planar dari batuan. Di buku ini kita berhubungan dengan foliasi tektonik yang biasanya dihasilkan oleh deformasi dan rekristalisasi dari butiran
mineral didalam batuan untuk menghasilkan sebuah orientasi (seperti kebalikan terhadap struktur pelapisan sejajar disebabkan oleh kompaksi sepanjang pengendapan). Sebagian
besar foliasi (dengan pengecualian dari belahan rekahan) merupakan penetrasi dalam sebuah skala mesoskopik, contoh penetrasi foliasi dikeseluruhan batuan, tidak seperti kekar atau
rekahan, dimana mempunyai sedikit atau tidak berpengaruh dalam massa batuan menghilang dari zona rekahan.
Bidang planar di massa batuan ditunjukkan bidang ’S’ (mengecualikan kekar dan rekahan). Perlapisan merupakan ’S0’; belahan pertama merupakan ’S1’, dan belahan kedua
merupakan ’S2’ dan seterusnya (lihat simbol pemetaan, bagian 2.6). Angka yang tertulis kecil indikasi hubungannya dengan kronologi dari bidang. Batuan dengan struktur tektonik
planar kuat diistilahkan ’S tectonites’.

4.1 Foliasi yang umum

Tipe dari foliasi tektonik yang terbentuk di sebuah batuan akan secara kuat dipengaruhi atas kondisi dari deformasi (temperatur, tekanan yang membatasi, laju tegasan dan regangan
diferensial) dan komposisi batuannya. Batuan dimana memiliki mineral-mineral pipih yang melimpah (lempung dan mika) akan cenderung untuk terbentuk penetrasi foliasi yang
memberikan
sebuah pemisahan yang menunjukkan arah kuat atau cenderung membelah (fissility) terhadap batuan, sedangkan batuan monomineralik non-pipih seperti batugamping atau kuarsit
akan cenderung terbentuk belahan terspasikan (bidang foliasi jelas terlihat) atau fabrik bentuk butir (lihat Fry, 1984). Berikut tipe foliasi yang umumnya ditemukan di batuan.

Di non-metamorf sampai batuan metamorf derajat rendah:


1. Slaty cleavage: Penetrasi foliasi keterdapatannya di unit incompetent berbutir halus contoh batulumpur dan memberikan sebuah fissility kuat terhadap batuan.—di sampel tidak
ada mineral atau segregasi dari mineral yang terlihat di bidang belahan (Fig. 4.1a).

2. Crenulation cleavage: Foliasi dihasilkan oleh microfolding (crenulation folding) dari sebuah foliasi sebelumnya—umumnya berasosiasi dengan suau segregasi dari mineral-
mineral dimana dapat dilihat seperti gelombang di bidang belahan (Fig. 4.1b). Penetrasi mungkin di batuan berbutir halus. Umumnya di slate, filit dan sekis (lihat Fry 1984).
Suatu foliasi non-penetrasi terdiri dari suatu yang tetap, rekahan-rekahan spasi rapat (Fig. 4.1c). Keterdapatannya di batupasir, batugamping masif dan batuan beku.
3. Pressure-solution cleavage: Suatu belahan berongga dimana menghasilkan mineral segregasi (sering berasosiasi dengan microfolding) dan lapisan gelap dari material tak larut
yang memberikan kupasan jelas pada batuan.
Di batuan metamorf derajat tinggi:
Schistosity: Suatu foliasi penetrasi/non-penetrasi dengan filosilikat dan mineral segregesi yang terlihat didalam kumpulan penjajaran dengan foliasi (Fig. 4.2). (Catatan bahwa
sekistositas umumnya sejajar dengan perlapisan). Sekistositas sering terlipat oleh crenulation clevage lanjut.
4. Gneissic foliation: Suatu foliasi di batuan berbutir kasar, terdiri dari laminae yang tidak tetap/berubah-ubah dan segregesi dari butiran mineral (Fig. 4.2b). (Catatan bahwa foliasi
gneis sering paralel-subparalel dengan gabungan litologi).
5.

6. Mylonitic Foliation: Suatu foliasi penetrasi terbentuk di zona regangan shear kuat seperti zona sesar dan shearan. Ini
dikarakteristikan oleh reduksi tektonik di ukuran butir (Fig. 4.2c)—sering berakhir di berukuran butir sangat halus, hampir batuan
slate.
4.2 Foliasi sumbu bidang planar
Di sebagian besar kasus foliasi secara perkiraan pada sumbu bidang planar terhadap lipatan dari fase deformasi dimana dihasilkan foliasi. Hubungan umum ini ditunjukkan di Fig.
4.3a dan b. Bidang foliasi memperkirakan terhadap bidang dari finite flattening (bidang XY dari strain ellipsoid) untuk deformasi yang dihasilkan foliasi (Fig. 4.3a). Ini merupakan
aturan umum yang dapat diaplikasikan terhadap sikuen lipatan, tetapi ini
terpatahkan didalam zona shear dimana bidang foliasi tidak sejajar terhadap bidang finite flattening di luar zona shear.

4.2.1 Fanning and refracted foliations


Di sebagian besar belahan, contoh belahan slate, bidang sumbu tidak secara tegas terhadap lipatan, tapi faktanya, ada fans disekitar lipatan (Fig. 4.3b). kemunculan hal ini dari
perbedaan incompetent atau kekakuan dari lapisan yang mengalami perlipatan. Di kasus selang-seling pelite (batulumpur berbutir halus) dan psammites (batupasiran berbutir kasar)
(Fig. 4.4a), dalam sayap-sayap lipatan belahan berada pada low angle terhadap perlapisan di litologi slate tetapi terbiaskan sampai pada high angle terhadap perlapisan di batupasir.
Pembiasan belahan zig-zag ini bukti perbedaan penting dalam komposisi litologi, contoh lengkungan/kurva bidang belahan menuju kesejajaran dengan bagian atas dari sebuah unit
graded bedding, seperti itu, dapat digunakan untuk menentukan way-up (Fig. 4.4a). Sebuah contoh dari refraksi belahan ditunjukkan di Fig. 4.4b.

Belahan fanning ditunjukkan seperti mendapatkan di setiap belahan fans konvergen atau divergen (Fig. 4.4a). Di litologi yang berbeda, contoh slate dan batupasir (Fig. 4.4a),
’penyimpangan’ orientasi belahan ditemukan di daerah puncak engsel dari liptan; secara khusus, sebuah daerah yang tidak ada belahan
terdapat pada finite neutral point (Fig. 4.4a). Pola belahan ini ditemukan diunit sedikit kompeten, contoh slate, dan kemunculannya dari pola finite strain disekitar

zona puncak sumbu lipatan.


4.3 Foliasi dan lipatan

Hubungan antara foliasi dan lipatan sangat berguna dalam penentuan kehadiran dan lokasi dari struktur lipatan mayor. Fig 4.5
menggambarkan bagaimana puncak antiform berada. Catatan bahwa di sayap yang terbalik perlapisan lebih tegak daripada
belahan dan sebaliknya di di sayap yang tidak terbalik. Ada kedekatan hubungan orthogonal antara perlapisan danbelahan di
daerah engsel lipatan. Hubungan perlapisan belahan memberitahumu struktur way-up. Bukti younging (contoh Figs. 1.1 dan
4.4a) dari struktur sedimen diperlukan untuk menceritakan stratigrafi way-up.
Perpotongan dari bidang foliasi (S1) dengan bidang perlapisan (S2) menghasilkan sebuah lineasi (L1) paralel dengan garis
sumbu lipatan (Fig. 4.3b dan 3.16). Ini merupakan hal dasar bahwa lineasi ini secara sistematik terekam sepanjang program
pemetaan karena ini merupakan pengukuran dari plunge lipatan (lihat Table 3.4).
4.3.1 Transposisi

Transposisi merupakan rotasi dari foliasi yang sudah ada sebelumnya atau perlapisan didalam kesejajaran atau mendekati kesejajaran dengan bidang sumbu lipatan. Ini menghasilkan
sebuah pertukaran layer baru (lihat Hobbs et al., 1976), dimana mungkin juga membentuk mineral segregasi dan terdistribusi ulang dan oleh karena itu berakhir di sebuah layering
metamorf (Fig. 4.6a). Diatas orientasi skala kecil dari layering baru ini sering tidak menyajikan keseluruhan orientasi dari unit litologi terbesar. Sebuah contoh dari transposisi di
fasies batuan greenschist ditunjukkan di Fig. 4.6b.
4.3.2 Superposed foliations

Di sebuah daerah yang terpengaruh oleh dua deformasi, foliasi pertama (S 1) menjadi terlipat dan sebuah foliasi baru (S2) terbentuk (Fig. 4.7). Foliasi kedus biasanya sebuah
crenulation cleavage dimana perpotongan foliasi pertama menghasilkan sebuah crenulation lineation L2 dalam S1. The crenulation foliation mungkin juga memotong perlapisan (S0)
untuk menghasilkan sebuah crenulation lineation L20 dalam S0 (lihat Table 8.1). Di daerah dari dua fase perlipatan, the crenulation foliation S2 (perkiraan bidang sumbu planar
terhadap fase kedua dari lipatan) akan dengan jelas konstan dalam orientasi, sedangkan oreintasi dari L1 akan berubah sesuai dengan orientasi dari S1 didalam fase pertama struktur
lipatan (contoh fanning S1 foliation). Orientasi dari perpotongan crenulation cleavage/perlapisan L20 akan secara signifikan berubah menyesuaikan dengan orientasi dari perlapisan S 0
di fase pertama struktur lipatan.

Transposisi (bagian 4.3.1) merupakan kenampakan umum dari microfolding yang berhubungan dengan crenulation-tipe belahan dihasilkan oleh sebuah deformasi kedua.

4.4 Pemetaan foliasi

Foliasi harus terpetakan secara sistematis dan diplotkan on your field slips sama seperti perlapisan. Teknik pengukuran seperti itu sama dipergunakan untuk bidang/permukaan ‘S’
apapun (bagian 2.3.2). Data yang dikumpul jika satu belahan atau foliasi akibat tektonik terbentuk terdaftar di Table 4.1. Pentingnya pengukuran orientasi dari belahan S1 dan
perpotongan belahan/perlapisan L1 tidak bisa lebih ditekankan. Jika dua belahan akibat tektonik hadir kemudian Table 4.2 secara garis besar menambahkan data yang harus
dikumpul.
Stuktur linear

Suatu lineasi merupakan suatu fabrik linear batuan hasil dari perpotongan dari dua kenampakan bidang planar, dari kesejajaran butiran mineral, kristal atau jejak didalam batuan, dari
fabrik bentukan linear dari butiran dan cetakan, atau dari kesejajaran paralel dari elemen tektonik seperti lipatan minor atau garis sumbu crenulation atau kenampakan lekukan
cermin sesar. Disini kita berhubungan dengan lineasi tektonik—lineasi primer atau pengendapan telah dibahas Tucker (1982). Lineasi termasuk perpotongan perlapisan/belahan,
lineasi crenulation, garis sumbu lipatan minor, lineasi mineral stretching, slickensides, lekukan diatas bidang sesar dan rekahan, dan garis sumbu boudin. Batuan dengan suatu
penetrasi fabrik linear diistilahkan L tectonites. Lineasi umumnya digunakan diarea terdeformasi komplek untuk menjelaskan homogenitas struktur di sub-area. Reorientasi dari
struktur linear awal dapat dijadikan indikasi penting dari deformasi lanjut.

5.1 Lineasi diasosiasikan dengan perlipatan

5.1.1 Perpotongan belahan-perlapisan


Bentukan paling terkenal dari struktur linear di area terlipat merupakan perpotongan(L1) lapisan(S0)/ belahan(S1) (Fig. 5.1a). Dasar geometri ini diilustrasikan di Fig. 5.1b.
Perpotongan dari bidang perlapisan dan belahan paralel atau kurang lebih paralel terhadap garis sumbu lipatan b1. Lineasi ini diukur secara langsung diatas singkapan (bagian 2.3.3,
Figs. 2.11-2.12) atau ditentukan dalam stereonet dari pengukuran perlapisan dan belahan. Peringatan: belahan mungkin tidak secara tepat bidang sumbu planar terhadap lipatan dan
oleh karena itu perpotongan perlapisan/belahan L1 mungkin tidak selalu secara tepat paralel terhadap garis sumbu lipatan mayor b1. Suatu lipatan dengan suatu belahan oblique
(kemungkinan sebesar 200 dari bidang sumbu) telah diketahui sebagai suatu transected fold. Kehati-hatian dalam observasi dari hubungan belahan di lipatan minor akan
mengindikasikan apakah lipatan telah terpotong atau tidak.

5.1.2 Lineasi crenulation


Lineasi crenulation terbentuk oleh perpotongan dari suatu belahan crenulation (contoh S2) dengan suatu permulaan foliasi (contoh S1)(Fig. 5.1c). Suatu belahan crenulation
ditentukan membutuhkan suatu foliasi yang sudah ada sebelumnya unutk pembentukannya—ini bisa jadi fabrik perlapisan, suatu slaty cleavage atau suatu sekistositas awal (Fig.
5.1d). Umumnya, kehadiran dari suatu lineasi crenulation dalam slaty cleavage merupakan indikasi bagus dari suatu deformasi kedua. Di
beberapa situasi suatu belahan crenulation mungkin juga dihasilkan dari deformasi progresif selama deformasi tunggal.
Untuk fase deformasi kedua, belahan crenulation(S2)/slaty cleavage(S1) perpotongan lineasi (L2) mungkin dianalisis di suatu gaya/cara
sama terhadap perpotongan perlapisan/belahan (Fig. 5.1d).
5.1.3 Lineasi belahan pensil

Di beberapa batuan (sering batulumpur dan batulanau) ada suatu fabrik bidang perlapisan yang kuat (S0) dimana ketika terlipat dan terpotong oleh slaty cleavage menyebabkan
batuan pecah menjadi pensil—seperti perak (Fig. 5.2). Ini diketahui sebagai suatu lineai belahan pensil dan harus diukur dan dianalisis degan cara yang sam seperti perpotongan
perlapisan/belahan normal (bagian 5.1.1).
5.2 Mineral stretching and elongation lineations

5.2.1 Mineral stretching lineations

Mineral stretching lineations (ML1) terbentuk oleh butiran mineral yang memanjang (Fig. 5.3) dan pemanjangan lineasi terbentuk oleh penjajaran dari kerikil dan fosil yang
terdeformasi. Kedua tipe lineasi ini dapat juga sejajar terhadap garis sumbu lipatan (lineasi b) atau pada high angles terhadapnya (lineasi a)(lihat Fig. 5.1b). Kehati-hatian observasi
dari hubungan antar garis sumbu lipatan minor dan struktur linear diperlukan sekali.

5.2.2 Asosiasi lineasi mineral dengan flexural slip folding

Di flexural slip folds (Fig. 3.12b) pergeseran didalam layer-layer antara satu dengan lain menghasilkan slickensides, lekukan, dan/atau mineral stretching lineations, dimana
semuanya kurang lebih 900 terhadap garis sumbu lipatan. Lineasi ini mengindikasikan arah dan pergeseran antara layer-layer. Lineasi slickenside umumnya ditunjukkan pertambahan
serabut (Fig. 5.4).
5.3 Lineasi yang dibentuk oleh boudins, mullions atau rodding.

5.3.1 Boudins

Dalam lipatan sayap-sayapnya secara kuat terlenturkan, unit-unit yang lebih kompeten akan berkecenderungan menyerupai leher didalam belah ketuap yang memanjang disebut
boudins (Fig. 5.5a). Persisnya, jika ada perataan kuat tegak lurus terhadap sebuah bidang belahan atau sekistositas, kemudian unit kompeten akan meleher kedalam boudins (Fig.
5.5b). Sumbu boudin akan berkecenderungan menjadi sejajar terhadap ’b’ sumbu tektonik (contoh garis sumbu lipatan).
5.3.2 Mullions
Bentukan mullion dalam suatu model yang sama dengan boudins di situ mereka biasanya sejajar terhadap ’b’ garis sumbu tektonik dan keterdapatannya ketika bidang pemisah antara
material inkompeten dan kompeten terdeformasi.
5.3.3 Rodding
Rods merupakan fragmen yang terlenturkan dan terpanjangkan dari material kompeten di suatu matrik ductile. Fragmen kerikil, vein kuarsa atau dyke umumnya bentukan rods
sejajar ke setiap ’a’ atau ’b’ garis sumbu tektonik. Rodding menghasilkan L tectonites (Fig. 5.5c). Kehati-hatian dalam pemeriksaan dari hubungan antara rodding dan struktur
lainnya seperti lipatan diperlukan unutk menentukan apakah the rods sejajar terhadap arah the ’a’ atau ’b’

5.4 Asosiasi lineasi dengan lipatan


Cermin sesar dan pelekukan umumnya berasosiasi dengan penyesaran brittle. Cermin sesar sering tersusun dari kristal-kristal berserabut yang melentur dari satu sisi ke yang lain dari
bidang sesar (Fig. 5.6a). Di karbonat, struktur linear disebut slickolites terbentuk oleh tekanan pelarutan dari pergeseran (ketidak rataan di bidang sesar dan represipitasi dari kalsit
serabut didalam celah-celah (Fig. 5.6c). Lekuk-lekukan terbentuk oleh comminution (penggilingan bawah) dan terlarut seperti dua bidang sesar yang meluncur satu terhadap lain
(Fig. 5.6d).
5.5 Pemetaan struktur linear

Struktur linear sangat penting dalam pemetaan struktur seperti mereka juga dapat digunakan untuk memisahakan fase deformasi dan untuk penentuan kinematika dari deformasi. Di
daerah polyphase yang terdeformasi konsistensi dari orientasi perpotongan lineasi secara khusus merupakan faktor kunci dalam bagian dari suatu peta kedalam kehomogenan sub-
area secara struktur (lihat bagian 8.3). Pemetaan tersebut harus terukur secara sistematik dan terekam sewaktu pemetaan.
Catatan:
1. Orientasi dari struktur linear terukur sebagai plunge(atau kurang umumnya sebagai pitches, bagian 2.3.3). Struktur linear diplot sebagai titik-titik dalam proyeksi stereografis
(Fig. 5.1b).
2. Perpotongan lineasi contoh L1(S1/S0)(paralel terhadap b) harus dibedakan dari mineral pelenturan atau lineasi pemanjangan contoh ML (umumnya paralel terhadap a).
Data yang dikumpulkan selama pemetaan dari lineasi digarisbesarkan dalam Table 5.1, 5.2 dan 5.3.
6
Sesar dan zona shear

Sesar

Sesar brittle dan semi-brittle merupakan bidang ketidakmenerusan dimana keterdapatannya di sepanjang bidang
pergeseran yang signifikan. Bentukan sesar tersebut umumnya berada 10-15 km di bagian atas kerak bumi.

6.1 Deskripsi dan klasifikasi dari sesar

Banyak skema klasifikasi untuk sesar telah dibangun atas dasar kemiringan bidang sesar dan arah dari pergeserannya.
Pada banyak kasus, hal tersebut tidak mungkin untuk menemukan tepatnya pergeseran seperti kebutuhan ilmu ini dari titik
lokasi yang cocok/sesuai diatas setiap sisi dari bidang sesar. Tidak mudah menentukan arah pergeseran sesar jika
bidang sesar tersebut tidak tersingkap. Didalam buku pegangan ada dua skema yang akan dibicarakan :

1. Klasifikasi Anderson’s Dynamic dimana berhubungan dengan sistem tegasan yang bertanggung jawab atas
terjadinya pensesaran.
2. Skema deskriptif secara sederhan didasarkan atas geometri dan pemisahan secara bersilangan sebuah bidang sesar.
6.1.2 Klasifikasi geometri dan deskripsi dari sesar

Klasifikasi ini didasarkan atas pergerakan (pemisahan) dan arah pergeseran menyilang dari bidang sesar dan seperti
berikut:
1. Sesar ektension—contoh sesar turun (Fig. 6.2a).
2. Sesar kontraksi—contoh sesar naik (Fig. 6.2b).
3. Strike slip—contoh sesar merencong, sesar mendatar (Fig. 6.2c dan d).
Sesar listrik: Di kedalaman banyak bidang sesar terlengkungkan, tidak planar. Bidang sesar dimana cekung kearah atas, dan bidang sesarnya dimana menjadi datar di dalamnya
diistilahkan sesar listrik. Dua tipe
diketemukan: sesar listrik ektension (Fig. 6.3a) merupakan suatu sesar terlengkungkan dimana terbagi didalam a high-angle extension fault, medium-angle extension fault dan bidang
perlapisan atau segmen-segmen sesar tunggal. Dengan the high-angle dan medium angle bagian sesar, stratigrafi diabaikan dan batuan lebih muda menumpang di batuan tua. Sebuah
listric extension fault ditunjukkan di Fig. 6.3b.
Suatu sesar listrik kontraksi (Fig. 6.3c) merupakan sesar terlengkungkan dimana tegak/curam, sering segmen sub-vertikal merupakan suatu high-angle contraction fault.
Dikeduanya baik segmen yang tegak dan sedang, batuan tua menumpang di batuan lebih muda, dimana ada sedikit atau tidak ada pengulangan oleh sesar tunggal. Geometri semakin
rumit di sistem dimana sesar mempunyai bentuk listrik dibeberapa bagian dan terhubung dengan sesar- sesar lain (lihat 6.3 dan 6.4).

6.2 Pergeseran sesar

Banyak kasus pergeseran sesar tidak dapat ditentukan secara pasti dilapangan, tapi lebih banyak data sesar yang dapat dikumpulkan seperti berikut:
1. Arah dari pergerakan: ini dapat ditentukan dari pelekukan, cermin sesar, kristal serabut yang terlenturkan dan slickolites diatas bidang sesar (Fig. 6.4). Lineasi pergerakan harus
diplotkan sebagai simbol pelengkap diatas simbol bidang sesar (lihat Table 2.1, p.42).
2. Pemisahan stratigrafi: Ini biasanya untuk setiap pengukuran atau estimasi pemisahan stratigrafi menyilang suatu sesar, menggunakan ketebalan stratigrafi terukur atau diestimasi
dari strata yang terpengaruh oleh sesar: contoh stratigrafi ektension lewat sebuah sesar ektensional dan stratigrafi kontraksi lewat sebuah sesar kontraksi (Fig. 6.2). Dimana
kemungkinan pemisahan stratigrafi harus ditandai berdekatan dengan simbol sesar dalam peta (lihat Table 2.1).
3. Rotasi biasanya susah untuk ditentukan di lapangan dan memerlukan pemahaman dari titik-titik yang tergeser dalam kedua sisi bidang sesar.
Sekali arah pergerakan sesar telah ditentukan, klasifikasi sesar dapat diperbaiki untuk spesifikasi arah pergeserannya seperti diilustrasikan di Fig. 6.6. Fig. 6.6 juga mengilustrasikan
istilah heave dan throw.

6.3 Sesar ektensi

Istilah sesar ektensi lebih disukai umumnya digunakan sesar normal karena ini berhubungan dengan pengaruhnya terhadap sesar (contoh ini membentangkan strata). Suatu contoh
dari sesar ektensi berpasangan ditunjukkan Fig. 6.7. Sesar ektensi bisa planar (Fig. 6.2) maupun listrik (Fig. 6.3).
6.3.1 Sistem sesar ektensional

Keterdapatann sesar ektensional di sistem yang saling terhubung, dimana dua tipe utama yang diketemukan:
sistem sesar domino (Fig. 6.8a) dari planar rotational extension faults terhubung oleh sebuah dasar pemisah (basal detachment);
sesar listrik ektensional (Fig. 6.8b) menghasilkan rotasi dari blok hanging-wall dan juga terhubung dengan suatu dasar pemisah.
Hal itu juga penting untuk mengenali arah pengembangan sesarnya dan untuk menyadari dimana sesar yang lebih muda. Diatas suatu pemisah sesar mayor telah ditemukan bahwa
deformasi berkembang menjadi hanging-wall seperti digambarkan di Fig. 6.8c. Hanging-wall roll-over anticlines (Fig. 6.3a) dengan pembentukan sesar-sesar antitetik dan sintetik
diatas sesar listrik (Fig. 6.8c).
Simbol-simbol untuk pencatatan sistem sesar ektensi diatas peta ditunjukkan di Fig. 6.9, bersama dengan sebuah contoh dari proyeksi stereografis dari sistem sesar ektensi. Sebuah
contoh peta dari daerah sesar ektensional ditunjukkan di Fig. 6.10, menggambarkan hubungan dari sesar terhadap dasar pemisah.
6.3.2 Pemetaan sesar ektensi

Data struktur yang seharusnya dikumpul untuk sesar ektensi didaftar Table 6.1.
6.4 Sesar kontraksi

Di bagian ini low-angle contraction faults, contoh thrust faults yang akan didiskusikan. Thrust faults banyak ditemukan di rezim tektonik kompresional. Meskipun geometri sesar
secara lengkap sering tidak tersingkap, anda harus memahami geometri akibat dari thrusting dan mengenali pengaruhnya dalam pola peta. Ringkasan dari terminologi dan geometri
thrust modern diberikan oleh Boyer dan Elliot (1982) dan Butler(1982).

6.4.1 Thrust faults di daerah metamorfik derajat sangat rendah

Banyak thrust faults didaerah ini (contoh foreland fold and thrust belts) mempunyai geometri sebuah tangga, memanjang, zona luncuran perlapisan paralel—datar—dipisahkan oleh
short, steeper-angled thrusts atau landaian (ramp) (Fig. 6.11).
Thrust faults merupakan tiga dimensi dan sesar-sesar tersebut dapat dianggap mempunyai daerah gerakan(slipped region) dikelilingi oleh a ductile bead (suatu belahan bagian depan
atau pasangan antiklin-sinklin). Oleh karena itu, pada pengakhiran/penghentian thrust fault (garis ujung) menghilang didalam sebuah pasangan antiklin-sinklin. Di tiga dimensi,
sebuah thrust fault mempunyai geometri landaian yang komplek dengan landaian muka(frontal ramps) (tegak lurus terhadap arah pergerakan); landaian samping(lateral ramps)
(sejajar terhadap arah pergerakan); dan oblique ramps(oblique terhadap arah pergerakan), (Fig. 6.11).
Thrust faults dihubungkan oleh wrench faults (tear faults) dimana pangkalnya terletak dibawah floor or sole thrust (Fig. 6.11e). Seperti keberadaan tear faults dalam semua skala
menghubungkan sesar-sesar imbrikasi kecil, sampai sistem thrust besar.
Ketika suatu thrust sheet bergerak melewati suatu landaian (Fig. 6.11a) mengakibatkan terlipat membentuk karakteristik struktur ’snake’s haed’ (Fig. 6.11a) dengan struktur kink dan
box-fold. Anggapan suatu segmen yang bergerak melewati ramp: itu terlipat, tidak terlipat, terlipat lagi dan akhirnya tidak terlipat (Fig. 6.11a). Setiap tahapan deformasi akan
ditandai oleh struktur dan regangan(strain) internal, contoh rekahan, dengan berakhir bahwa struktur superposed komplek dihasilkan (contoh belahan superposed, pola-pola
rekahan).
A thrust sheet yang telah bergerak melewati ramp akan menghasilkan suatu segmen terangkat dari stratigrafi bagian bawah. Dalam tiga dimensi, ini akan dibatasi oleh dinding
kulminasi (Fig. 6.11e). Pengerosian dari kulminasi ini akan menghasilkan suatu ’jendela’ tektonik. Contoh dari geometri thrust fault berada di Fig. 6.12. Ini berkenaan dengan
pembentukan dari lipatan diatas sebuah thrust fault, dan ini dapat memberikan informasi penting dalam geometri dari pangkal bidang sesar/thrust. 6.4.2 Thrust faults di daerah
metamorf derajat tinggi

Di daerah fasies low green schist dan pada metamorfik derajat tinggi, thrust faulting umumnya berasosiasi dengan perlipatan dan pembentukan dari foliasi penetrasi. Di situasi
seperti suatu geometri sesar tangga (bagian 6.4.1) mungkin tidak berkembang baik dan the thrust fault mempunyai suatu lintasan licin/halus (Fig. 6.13). Perlipatan sangat erat
berhubungan dengan thrust faulting dengan lapisan terlipat terpotong sesar high angles dan foliasi penetrasi mungkin terbentuk (Fig. 6.13).
Sebuah contoh dari peta daerah thrust ditunjukkan di Fig. 6.14. Disini ada suatu hubungan sangat erat dari lipatan dan thrusts dimana memotong strata pada high angles. Ini juga
direfleksikan di skala.
struktur yang lebih kecil (Fig. 6.15) dimana thrusts memotong perlapisan pada suatu high angle (900), oleh karena itu mengindikasikan bahwa thrusting ditandai perlipatan.
6.4.3 Aturan dasar untuk thrust faults
Beberapa aturan dasar governing geometri dan kinematika dari thrust fault sekarang dapat diformulasikan untuk membantu didalam pemetaan dari struktur ini:
1. Thrusts membawa batuan lebih tua melewati batuan yang muda, sekurangnya sesar berkembang di lapisan yang terlipat.
2. Thrusts memanjat naik bagian/penampang stratigrafi, sekurangnya sesar berkembang di lapisan yang terlipat.
3. Thrusts berkembang di arah dari pergerakan.
4. Dalam suatu sistem thrust, secara topografi lebih tinggi tetapi thrust lebih tua terbawa ’piggy back’ di bagian bawah thrusts lebih muda.
5. Thrusts lebih tinggi(lebih tua) terlipat seperti bagian bawah, thrust lebih muda memanjat struktur landaian.
6. Sudut landaian atau ’cut-off’ angles umumnya antara 150 dan 300 terhadap dasar pengukuran (datum) perlapisan.
Dasar aturan ini telah terbukti di banyak thrust belts, tapi mungkin tidak tervalidasi jika sesar dapat menunjukkan bahwa suatu thrust berikutnya memotong seluruh struktur-struktur
yang terbentuk lebih awal dari bagian belakang. Suatu thrust fault seperti ini diistilahkan suatu out of sequence thrust dan aturan 1-6 mungkin tidak tervalidasi oleh thrusts ini.

6.4.4 Arah pergerakan dari thrust faults


Pergerakan dalam thrust faults dapat ditentukan oleh:
1. ’Aturan busur dan anak panah’: Secara perkiraan, thrust faults umumnya melengkung (Fig. 6.14a) dan arah pergerakan umumnya normal sampai the ’string’ terbentuk dengan
menghubungkan akhir dari the ’bow’, contoh dalam arah dari the ’arrow’.
2. Pergerakan normal menuju landaian muka dalam thrust faults.
3. Pergerakan normal sampai lipatan yang dihasilkan melewati landaian muka atau lipatan yang dihasilkan di ductile bead didepan dari garis ujung thrust.
4. Pergerakan sistem landaian paralel sampai lateral dan berasosiasi dengan lipatan.
5. Pergerakan dapat ditentukan dari perkembangan cermin sesar dan lineasi lainnya dalam bidang sesar brittle.
6. Pergerakan dapat ditentukan oleh lineasi ductile di atau dekat bidang sesar—contoh lineasi milonitik (Fig. 5.3).
7. Di rezim ductile thrust, bentukan lipatan semula sejajar terhadap bagian depan thrust, tetapi deformasi berikutnya akan memutarnya didalam keadaan sejajar dengan arah
transport.

6.4.5 Pemetaan thrust faults

Data yang seharusnya dikoleksi dari daerah thrust faulted ditunjukkan di Table 6.2.

6.5 Strike-slip atau wrench faults

Strike-slip atau wrench faults merupakan vertikal (dibagian atas dari kerak bumi) dan mempunyai arah pergerakan horisontal (Figs. 6.1, 6.2, dan 6.6). Sesar tersebut
1. Secondary wench faults (antitetik dan sintetik) keterdapatannya sepanjang arah Riedel shear dan perubahan pembentukan ini terpola penyesaran sekunder itu sendiri.
Fig. 6.16a mengambarkan ulang deformasi dalam suatu sistem wrench fault di ungkapkan dari ellips suatu deformasi 2D dimana menunjukkan tidak hanya antitetik dan sintetik
wrench faults tapi juga zona kompresi dan ektensi dalam sistem wrench fault. Zona kompresi dapat menghasilkan timbulnya lipatan dan thrust faults, sedangkan zona ektensi
terbentuk sesar ektensi (atau normal).

6.5.1 En-enchelon wrench faults


Wrench faults umumnya terdapat di sistem en-enchelon dan sepertinya dapat distilahkan right-stepping atau left-stepping (Fig. 6.17). Tipe 1 (right-stepping) menghasilkan suatu
zona ektensional (normal faults) sedangkan Tipe 2 (left-stepping) menghasilkan suatu zona kompresional (lipatan dan reverse faults). Perlipatan en-enchelon secara khas ditandai
wrench faulting. Model-model ini telah terbukti di struktur brittle dan menghasilkan pola geometri yang dapat berguna didalam memperkirakan selama program pemetaan (Fig.
6.17).
6.5.2 Arah pergerakan

Arah pergerakan dalam sistem wrench fault umumnya horizontal-sub-horisaontal. Pergerakannya dapat ditentukan oleh:
1. Slickensiding atau grooving diatas bidang yang tersingkap; (Fig. 6.4)
2. Analisis dari pola penyesaran antitetik dan sintetik, dan dari pola rekahan minor; (Fig. 6.16a)
3. Perputaran dari struktur didalam zona sesar, mengindikasikan arah pergerakan; (Fig. 6.16b)
4. Pembentukan dari fabrik linear horisontal di batuan yang berdekatan dengan zona sesar.

6.5.3 Pemetaan wrench faults


Table 6.3 merupakan daftar data yang harus dikumpulkan dari zona –zona wrench fault.

6.6 Batuan sesar

Ketika memetakan sesar sesuai dengan kehati-hatian menjelaskan tipe dari batuan sesar yang terbentuk seperti ini menyediakan petunjuk penting terhadap kondisi dari deformasi
selama penyesaran, contoh gouge dan breccia bentukan umum pada tingkat
Table 6.3 merupakan daftar data yang harus dikumpulkan dari zona –zona wrench fault.

6.6 Batuan sesar

Ketika memetakan sesar sesuai dengan kehati-hatian menjelaskan tipe dari batuan sesar yang terbentuk seperti ini menyediakan petunjuk penting terhadap kondisi dari deformasi
selama penyesaran, contoh gouge dan breccia bentukan umum pada tingkat kekerasan tinggi, sedangkan mylonites bentukan umum pada tingkat kerak bumi terdalam (pada tekanan
dan temperatur tertinggi) dan indikasi deformasi plastis. Sibson (1977) telah menetapkan suatu klasifikasi untuk menjelaskan batuan sesar (Table 6.4).
Klasifikasi menunjukkan tiga bagian utama:
Incohesive unfoliated fault rocks—fault gouge—powdered, batuan sesar yang mudah hancur (berjatuhan di jari-jarimu)—dengan kurang lebih 30% fragmen batuan terlihat (Fig.
18a).
Fault breccia—batuan sesar terdiri dari material lepas yang terikat fragmen batuan menyudut sering di suatu matrik gouge
1. Incohesive foliated fault rocks—Foliated fault gouge dan foliated fault breccia—gouge dan breccia seperti dijelaskan diatas tetapi memiliki suatu fabrik planar jelas di fault
gouge dan kesejajaran dan lebih disukai orientasi bentuk dari fragmen breccia.
2. Cohesive unfoliated fault rocks Pseudotachylite—suatu hancuran/ berkenaan dengan geseran dihasilkan oleh pergerakan sesar. Secara karakteristik hitam dan bergelas dan
keterdapatannya dalam vein dan seams dengan batuan sesar lainnya (Fig. 6.18b).
Crush breccia—keras, utuh. Batuan tidak terfoliasi terdiri dari fragmen menyudut dengan tiada orientasi
Cataclasites—utuh dan batuan tidak terfoliasi dengan ukuran butir secara tektonik diturunkan oleh perekahan. Cataclasites berbeda dari Protocataclasites—batuan terfragmen kuat
menunjukkan banyak fragmen besar dari tipe batuan asli sampai Ultracataclasites—gelap, berukuran butir sangat halus hampir glassy, batuan tanpa relicts(tekstur sisa) dari tipe
batuan aslinya.
3. Cohesive foliated fault rock—mylonite series—umumnya berukuran butir halus, gelap, batuan berfoliasi dengan fabrik ductile (contoh lipatan) dan butiran menunjukkan suatu
pengurangan di ukruran oleh proses plastis (Fig. 6.18d).
Phyllonite series—milonit kaya mika dimana mempunyai tampilan sutera dari filit dan berkembang foliasi (Fig. 618c).
Batuan sesar harus dijelaskan di lapangan menggunakan Table 6.4. Sampel-sampel harus dikumpulkan untuk pengujian secara petrologi untuk konfirmasi interpretasi lapangan.
Zona shear

Zona shear merupakan zona pembatas, zona ditepi sub-paralel dari deformasi kuat non-coaxial. Keberadaannya dalam segala skala dari ukuran kerak/bagian atas keras sampai
mikroskopik dan secara karakteristik berada dalam lingkungan dari brittle sampai ductile—faktanya, banyak zona sesar dapat diperlakukan sebagai zona shear. Zona shear brittle
terbentuk 5 km dibagian atas dari, sedangkan zona shear ductile hadir di batuan dasar kristalin yang terdeformasi. Zona-zona tersebut dikarakteristikkan oleh regangan shear yang
kuat, pembentukan foliasi kuat dan pergeseran yang besar (relatif terhadap lebarnya). Secara khas pembentukannya di batuan isotropik yang homogen, tapi sekali terbentuk,
deformasi terkonsentrasi dalam zona shear.

6.7 Geometri zona shear

Zona shearan dapat membentuk susunan pasangan, dan ini atau individual zona shear, dapat dianalisis untuk menentukan pergeseran regangan dan arah tegasan purba. Ramsay
(1982) menyususn Table properti dari zona shear di kerak (Table 6.5).

6.7.1 Tipe dari zona shear


Geometri secara sederhana dari zona shear brittle sampai ductile ditunjukkan Figs. 6.19-6.21. Di setiap kasus simple shear (Ramsay, 1967) diasumsikan, dan batas zona shear pada
450 terhadap tegasan kompresi utama σ1.
Zona brittle shear Tiga set rekahan berkembang di zona shear(sesar). R1 Riedel shear utama; R2 conjugate Riedel shear (umumnya sub-ordinat); dan P sintetik shear, arah dari
shear dipaksakan oleh kondisi batas dan mungkin juga tidak berkembang.Orientasi tegasan dan sense dari orientasi shear dapat ditarik kesimpulan dari pola Riedel shears dan dari
fabrik di fault gouge (Fig. 6.19). Contoh zona brittle shear ditunjukkan Fig.6.19b.
Semi-brittle shear zone (en-enchelon tension gashes). Disini sebagian deformasi ductile dengan perkembangan dari pelarutan-tekanan belahan dan sebagian brittle dengan
terbentuknya vein-vein ektensional (Perubahan volume total = 0). The tension gashes ujungnya terorientasi sejajar dengan σ1 dan umumnya terisi dengan mineral-mineral fibrous
yang semakin bertambah di arah σ3. Pelarutan-tekanan)
σ1 dan ujung vein, tapi menjadi terotasi ke arah penjajaran dengan dinding zona shear di bagian tengah dari zona shear. Sebuah contoh dari zona shear semi-brittle dengan en-
enchelon tension gash veins ditunjukkan di Fig. 6.20b.
Zona ductile shear Disini deformasi seluruhnya ductile dan menghasilkan suatu sekistositas kuat dimana berasal pada 45 0 terhadap zona shear (dan tegak lurus terhadap σ1). Seperti
deformasi memulai sekistositas terrotasi ke arah bidang zona shear sampai pada regangan besar, inihampir mendekati paralel terhadap batas-batas zona shear (Fig. 6.21a). Sebuah
contoh dari zona ductile shear ditunjukkan di Fig. 6.21b.
Total shear strain dan pergeserannya dalam zona simple shear ductile dan brittle-ductile secara mudah dianalisa menggunakan metode dari Ramsay dan Graham (1970) tapi
memerlukan pemetaan grid didetailkan dan/atau fotografi jadi semua elemen struktur dapat direkam menyilang zona shear.

Conjugate shear zone, Zona shear mungkin terbentuk di conjugate arrays (Fig. 6.22) dan, sepertinya mungkin dianalisis untuk penetuan orientasi tegasan utama (Table 6.5).
Catatan: Penting diingat bahwa suatu zona shear harus ada awalan dan akhiran. Pada akhir dari suatu zona shear, foliasi yang komplek dan terdapat pola strain, itu merupakan
geometri sederhana yang dijelaskan diatas hanya dipakai di bagian tengah dari suatu zona shear yang mengalami deformasi simple shear.
6.8 Struktur di zona shear

Orientasi dari elemen struktur diluar dan didalam zona shear memberikan informasi penting dalam sense of shear, strain dan pergeserannya didalam zona shear, dan suatu ringkasan
singkat dari struktur yang relevan yang diobservasi di lapangan diberikan dibawah.

Struktur planar: Foliasi dimulai pada 450 terhadap zona shear dan dengan penambahan strain yang terputar kearah penjajaran dengan dinding zona shear (Fig. 6.21b).

Passive layers: Ini merupakan layer-layer dari batuan atau foliasi yang sudah ada sebelumnya dimana tidak mempunyai perbedaan di kompetensi dengan, atau pengaruh mekanis
pada zona shear dan terputar secara sederhana kedalam zona shear(Fig. 6.23a).
Active layers: Ini mempunyai perbedaan kompetensi dengan material zona shear, dan terlipat atau ter-boudinage menyesuaikan terhadap orientasi awal layer-layernya (Fig. 6.23b).
Sumbu lipatan umumnya tidak berada di bidang XY dari strain ellipsoid untuk zona shear.

Struktur linear: Lineasi, Banyak zona shear berkembang suatu lineasi mineral stretching kuat yang sejajar terhadap arah shear (contoh Fig. 6.21a). Lineasi yang sudah ada
sebelumnya (contoh sumbu lipatan sebelumnya) terputar kearah penjajaran dengan arah shear. Di situasi seperti ini garis engsel lipatan terlengkungkan secara kuat dan dihasilkan
sheath folds (Fig. 6.24), secara khas dengan ‘mata’ terbentuk dipenampang melintang.
6.8.1 Sense of shearing dalam zona shear

Evaluasi yang benar dari sense of shear dalam zona shear merupakan hal vital di pemetaan struktur, contoh untuk penentuan apakah suatu zona milonit/shear termasuk ektensional
atau kontraksional.
Kriteria lapangan yang mungkin digunakan(dengan perhatian penuh) seperti indikator kinematik untuk pendekatan sense of shear didaftar bawah ini.

1. En-enchelon tension gashes (Fig. 6.20);


2. Orientasi dari foliasi (Fig. 6.21);
3. Orientasi dari gouge dan Riedel shears (Fig. 6.19);
4. Struktur augen asimetris (Fig. 6.25a);
5. Kerikil, butiran dan kristal yang patah dan tergeserkan (Fig. 6.25b);
6. Hubungan fabrik C dan S (Figs. 6.26a&b); (C=bidang shear sub-paralel terhadap zona shear; S=bidang sekistositas). Orientasi dari bidang S dimana keterdapatannya antara
bidang shear yang antitetik terhadap sense of shear, berlawanan.
Pembentukan dari shear bands dalam kehomogenan pada batuan terfoliasi kuat (Figs. 6.27a dan c).
Catatan : Penentuan sense of shear yang baik menggunakan kriteria 1,2,3,6 dan 7. Kriteria 4 dan 5 perlu untuk diujikan penuh kehati-hatian dan banyak observasi yang dibuat
sebelum the sense of shear dapat dipastikan kepercayaannya. Di penggabungan terhadap elemen fabrik mesoskopik dimana diberikan penentuan dari sense of shear, analisis
mikroskopik mungkin juga diberikan sense of shear untuk dapat dianalisis. Oleh karena itu zona shear atau foliasi milonitik sharusnya di ambil contohnya (sampel yang ditentukan,
bagian 2.7) untuk analisis laboratorium.
6.9 Pemetaan zona shear

Dimana kemungkinan faktor-faktor yang harus diukur dan dicatat didaftar dalam Table 6.6.
Kekar, vein dan stylolite

Kekar merupakan rekahan yang mempunyai susunan teratur dan menerus dimana sedikit atau tidak ada pergerakan. Kekar umumnya terbentuk di struktur brittle. Vein merupakan
rekahan yang terisi dengan mineral-mineral yang termobilisasikan ulang (contoh kuarsa atau karbonat). Stylolite—bidang pelarutan—termasuk didalam bab ini karena pembentukan
dari stylolite tektonik umumnya berasosiasi dengan pembentukan kekar dan vein.
Pengukuran dari orientasi kekar, vein, dan stylolite menggunakan teknik struktur planar, seperti digarisbesarkan di Bab 2. Ketelitian observasi diperlukan dalam penentuan tipe
kekar, vein atau stylolite, dan secara khusus untuk penetuan hubungan relatif umur antara kekar-kekar, vein-vein, dan stylolit-stylolit.

7.1 Tipe dari kekar


Tiga tipe dasar dari kekar yang ditemukan (Fig. 7.1):
1. Kekar dilasional—kekar ektensional dengan bidang rekahan normal terhadap tegasan utama terkecil σ 3 selama pembentukan kekar (Figs. 7.1a&b).
2. Kekar gerus(shear) sering berpasangan (conjugate) membentuk sudut 60 0 atau lebih. Bidang kekar mungkin ditunjukkan sejumlah kevil dari pergeseran shear (Figs. 7.1c&d).
3. Kombinasi kekar shear dan ektension diistilahkan kekar hybrid dimana menunjukkan komponen-komponen dari ektension dan pergeseran shear (Figs. 7.1c&f).
4. Kekar ektension yang tidak teratur dimana keterdapatan ektensionnya disegala arah (sering disebakan oleh perekahan hidraulik sebagai hasil dari tekanan fluida). Ini
menghasilkan munculnya pola kekar yang tidak teratur (Fig. 7.1g).
Apabila kekar merupakan bidang planar yang paralel sampai sub-paralel menjadi bentukan kekar yang teratur, kekar tersebut dikatakan sistematik. Kekar yang dapat ditelusuri
jejaknya puluhan sampai ratusan meter lebih diistilahkan master joints. Kekar dimana suatu susunan dari magnitude yang lebih kecil tetapi masih bisa terdefinisikan bagus disebut
major joints. Kekar-kekar lebih kecil terdapat pada semua skala sampai mikroskopis.
7.1.1 Analisis kekar
1. Kekar ektension dapat lebih mudah dianalisis dengan mengeplotkan jejak bidang kekar dan pole-nya dalam suatu proyeksi stereografis. Arah dari σ3 merupakan pole terhadap
bidang kekar diman terkandung sumbu σ1 dan σ2. Kekar ektension tunggal tidak akan memberikan orientasi σ 1 dan σ2 indikator dinamis lainnya seperti orientasi vein fibre
diperlukan.
2. Kekar shear umumnya bentukan conjugate arrays memiliki sudut perpotongan (α) lebih besar dari 600. Mengeplotkan ini dalam proyeksi stereografis (Fig. 7.2b)
menggambarkan bahwa garis dari perpotongan dari bidang merupakan sumbu σ 2. σ1 membagi dua sudut lancip antara bidang kekar dan σ3 berada 900 terhadap kedua σ1 dan σ2
(Fig. 7.2b).
3. Hubungan umur antar kekar: kekar lebih muda umumnya dibatasi dan berlawanan arah dan tidak memotong kekar tua. Secara khas menghasilkan pola T atau H (Fig. 7.1b)
dengan kekar lebih muda (tegak lurus dari T atau menyilang dari H) membatasi berlawanan arah dengan kekar lebih tua.
7.2 Kekar di sistem lipatan dan sesar

Sistem kekar sering tersusun secara sistematis didalam sistem lipatan dan sesar. Disini kita secara singkat meringkaskan pola kekar yang khas di batuan terlipat.
Lipatan silindrikal (Bagian 3.1) secara khas memperlihatkan sistem kekar dan sesar dalam skala sedang ditunjukkan di Fig. 7.4. Sistem rekahan ektensional umumnya sejajar atau
normal terhadap sumbu lipatan (Fig. 7.4a&b).
7.1.2 Bidang permukaan kekar

Bidang permukaan kekar umumnya juga mencirikan herringbone atau plumose marks (Fig. 7.3a) dan sudah dalam penalaran unutk mengindikasi kekar-kekar ektensional (Hancock,
1985) tapi keberadaan dari rib marks (Fig. 7.3b) membuat ketidakpastian.

Struktur kontraksional seperti small thrust faults dan Stylolites di dalam sistem lipatan ditunjukkan di Fig. 7.4c. Sistem shear joint umumnya berkembang di sayap-sayap lipatan.
Sistem lipatan non-silindrikal (Fig. 3.7) mempunyai suatu arsitektur rekahan yang dikontrol oleh variasi sistem tegasan dan oleh karena itu arah pergeseran disekitar lipatan. Ini
diilustrasikan di Fig. 7.5a dan sebuah contoh ditunjukkan di Fig. 7.5b.
7.3 Veins

Banyak bentukan komplek dari vein yang diketemukan, tapi itu dimana dijumpai susunan bentukan yang teratur dapat diukur dan dianalisa dalam suatu model yang sama seperti
kekar. Banyak veins berisi fibres tumbuh dimana tercatat gerak-gerak penambahannya seperti terbentuknya vein. Ini bertujuan mengidentifikasi sistem vein dimana dapat
diklasifikasikan kedalam sistem ektensional, shear dan hybrid (sama seperti kekar Fig. 7.1).
1. Veins ektensional bentukan normal terhadap σ3 dan mempunyai fibres tegak lurus terhadap dinding vein.
2. Vein sistem shear atau hybrid mempunyai fibres yang oblique terhadap dinding vein (Fig. 7.6).
3. Sumbu fibre dalam vein fibrous kira-kira sejajar terhadap orientasi σ3 pada tahapan apapun selama pertumbuhan fibre. Oleh karena itu fibres yang terlengkungkan dalam vein
yang tak terdeformasi mencerminkan perubahan dalam orientasi vein dengan kaitannya dengan sumbu σ 3.
4. Sistem en-enchelon vein (Fig. 6.20b) umumnya ditemukan di zona semi-brittle shear dimana vein-vein tersebut dapat digunakan untuk menganalisa kinematika dan pergeseran
zona shear.
Vein indikasi tekanan fluida tinggi dalam pori, meskipun singkat, selama deformasi dan umumnya berasosiasi dengan pressure-solution seams (Fig. 7.6b). Orientasi, arsitektur, dan
hubungan umur dari vein harus diukur dan dianalisa dalam model yang sama seperti yang dijelaskan untuk kekar, dengan penambahan pengukuran dan analisis dari orientasi fibre
dalan sistem vein. Vein harus di ambil sampelnya jika keberadaannya dibutuhkan untuk studi struktur secara detail. Analisis dari fibre growth dalam veins akan memberikan
penentuan sejarah pergeserannnya (diperlukan sampel oriented) dan inklusi fluida di mineral vein yang belum terdeformasi akan memberikan informasi penting dalam penentuan
suhu formasi dari vein-vein.

7.4 Stylolites
Stylolites (Fig. 7.7) merupakan bidang permukaan dari pelarutan yang berasosisasi dengan kontraksional atau shear strains (misal Fig. 7.4c). Mereka indikasi dari volume yang
hilang dan bentuknya sejajar/sub-paralel terhadap perlapisan sepanjang pengendapan (kompaksional strain). Tektonik Stylolites mungkin bentuk pada high angles terhadap
perlapisan selama perlipatan, mengindikasikan suatu komponen dari layer paralel yang memendek.
Stylolites umumnya berasosiasi dengan kekar dan vein, dan harus diukur dan dianalisa bersama mereka. Mereka ditemukan dibanyak jenis batuan, termasuk batupasir, dan umumnya
terdapat di batuan karbonat berbutir halus. Lapisan Stylolites sering muncul berwarna gelap dan berisi sisa dari material yang tidak larut (bahan karbonan, lempung dan mineral bijih)
dan pada tempatnya, mineral metamorfik bersuhu rendah.
Kenampakan signifikan dari Stylolites dijelaskan berikut ini.
1. Arsitektur Stylolites dintunjukkan di Fig. .8. Banyak kemungkinan bentukan gelombang dan amplitudonya merupakan suatu pengukuran dari jumlah pelarutan yang melewati
bidang permukaan Stylolites.
2. Stylolites umumnya bentuk normal terhadap σ1, tapi bentuk-bentuk oblique mungkin mempunyai hubungan ditunjukkan di Fig. 7.8f. Stylolites oblique terhadap σ1 mungkin
terbentuk di zona dari layer paralel yang bergeser dan ditemukan bersama dengan akresi tangga dari vein. Ini diistilahkan slickolites dan mungkin digunakan untuk penentuan arah
dari pergerakan dalam bidang yang bergeser (Figs. 7.8g dan 5.6).
3. Stylolitization didukung oleh ukuran butiran kecil, seperti di mikritik batugamping.
4. Stylolites sejajar terhadap perlapisan umumnya mempunyai bidang permukaan sangat tidak teratur dimana akan cenderung untuk menghalangi bidang perlapisan yang bergeser
dari yang umumnya dijumpai, misal mereka terkunci bersama bidang perlapisan.
Deskripsi dan pengukuran dari orientasi bidang dan kolom-kolom Stylolites akan memberikan informasi yang bernilai dalam sejarah mikrostruktur dari singkapan.

7.5 Pemetaan kekar, vein dan stylolite

Di area yang strukturnya komplek, kekar umumnya tidak ditampilkan dalam peta geologi, tapi diukur dan dicatat di buku lapangan untuk analisis lanjut. Di batuan terlipat,
penganalisaan yang bagus dari kekar di daerah dengan dip yang seragam, misalnya di sayap-sayap lipatan (Fig. 7.4), dan dimana hubungan geometri dengan puncak lipatan dapat
diobservasi secara langsung. Sebagusnya orientasi, tipe kekar, dan hubungan umur, anda harus mengukur dip bidang perlapisan, sumbu lipatan dan orientasi bidang sumbu lipatan,
jadi dengan demikian kerangka referensi dari sumbu a, b, dan c dapat ditentukan (Fig. 7.4).
Data yang perlu dikumpulkan untuk analisis kekar, vein atau stylolite dirangkum di Table 7.1.
8
Polyphase deformation

Jika suatu daerah hanya mengalami satu kali deformasi, menghasilkan lipatan silindrikal, kemudian the poles terhadap bidang perlapisan umumnya tersebar dalam a great circle
girdle ( Fig. 3.2); sumbu lipatan minor menunjukkan orientasi paralel yang konstan terhadap sumbu lipatan mayor (Fig. 3.8); perpotongan perlapisan/belahan konstan dan sejajar
terhadap sumbu lipatan mayor (Fig. 4.3); dan belahan relatif konstan (itu mungkin fan disekitar bidang sumbu lipatan) dan mendekati bidang sumbu dari lipatan (Fig. 4.3). Seperti
demikian merupakan suatu daerah yang secara struktur homogen.
Untuk lipatan non-silindrikal (lipatan periclinal atau conical dihasilkan oleh suatu deformasi tunggal, Figs. 3.6&7) kita hanya akan mencari bagian dari suatu daerah dalam peta yang
secara struktur homogen. Bidang sumbu dari lipatan (dari sini belahan) akan relatif konstan tapi sumbu lipatan akan menunjukkan perubahan yang sistematis didalam
penunjamannya(plunge) (Fig. 3.6).
Jika suatu daerah mengalami lebih dari satu kali deformasi, kemudian distribusi dari elemen struktur menjadi lebih komplek dan menghasilkan perlipatan polyphase yang mungkin
terlihat.
Perlipatan polyphase diindikasikan oleh:
1. Suatu distribusi besar dari kedudukan perlapisan (jauh dari lingkaran besar atau pola konikal dalam proyeksi stereografis);
2. Pola lipatan yang mengalami gangguan;
3. Perlipatan dari struktur planar dan linear yang telah dihasilkan oleh deformasi yang lebih awal.
4. Superposisi dari fabrik-fabrik lanjut dalam fabrik-fabrik yang lebih dulu (belahan atau sekistositas)
Table 8.1 merupakan daftar istilah yang digunakan dalam polyphase terranes.

8.1. Pola-pola lipatan yang mengalami gangguan

Polyphase deformation diketahui dari pola-pola gangguan yang ditunjukkan di singkapan. Ramsay (1976) telah mengetahui tiga dasar dari rangkaian yang menerus dari pola lipatan
yang mengalami gangguan (Fig. 8.1) untuk dua fase perlipatan, F1 dan F2.
Tipe 1—Pola ’Egg box’ atau ’dome and basin’. Pola ini muncul ketika kedua sumbu lipatan F1 dan F2 dan bidang sumbunya orthogonal atau pada high angle satu dengan yang lain.
Keberadaan F1 bidang sumbu tidak terlipat (Figs. 8.1a dan 8.2a).

Tipe 2—Pola ‘Mushroom’. Di pola ini beberapa lipatan tertutup yang disambung dengan ‘tangkai’, tidak seperti bentuk tertutup yang secara lengkap dari Tipe 1. Ini terjadi ketika
sumbu lipatan dan bidang sumbu F1 dan F2 tidak pada suatu high angle satu dengan yang lain dan sumbu-sumbu F1 dan F2 tidak sama. F1 merupakan bidang sumbu lipatan yang
terlipat. (Figs. 8.1c, 8.2c).

Tipe 3—Pola lipatan yang terlipat ulang dimana perlipatannya mempunyai sumbu yang sama tapi bidang sumbu F 1 dan F2 pada suatu high angle. F1 merupakan bidang sumbu lipatan
yang terlipat. (Figs. 8.1c, 8.2c).
Banyak kasus pola lipatan yang mengalami gangguan tidak mudah terlihat tetapi hanya dibuktikan oleh pemetaan singkapan yang detail.

8.2 Lineasi di polyphase terranes


Polyphase deformation dikarakteristikan oleh suatu variasi besar didalam orientasi dari struktur linear.
Untuk dua fase perlipatan, F1 dan F2, berikut yang ditemukan:

8.2.1 Sumbu lipatan F2

Orientasi dari sumbu lipatan F2 akan tergantung atas orientasi dari sayap-sayap lipatan F1.
1. Jika lipatan F1 merupakan isoklinalkemudian sumbu lipatan F2 akan relatif konstan.
2. Jika lipatan F1 tidak isoklinal kemudian sumbu lipatan F2 akan berubah sesuai dengan orientasi dari sayap-saypa lipatan F1. Di banyak kasus lipatan F2 mempunyai panjang
gelombang lebih kecil daripada lipatan F1 yang lebih awal, dan disini sumbu F2 akan mendefinisikan pengaruh dari orientasi F2 yang konstan berhubungan dengan sayap-sayap
khusus dari lipatan F1, dan oleh karena itu memungkinkan lokasi dari garis puncak lipatan F1 yang tak dapat dipungkiri (Fig. 8.3).

Meskipun anda harus memperkirakan perbedaan-perbedaan yang signifikan dalam orientasi sumbu lipatan F2, bidang sumbu F2 akan relatif konstan di orientasinya.

8.2.2 Deformasi perlipatan oleh F2 yang sama

Dalam perlipatan oleh F2 yang sama pergerakannya mungkin telah diperkirakan seperti menarik bagian di arah pergerakan ’a 2’ dalam bidang ’a2-b2’ dimana sejajar terhadap bidang
sumbu dari lipatan F2. Dengan demikian, ketika suatu bidang permukaan planar mengandung suatu lineasi L1 yang terpengaruh oleh suatu lipatan F2 yang sama (Fig. 8.4), lineasi L1
berada di suatu bidang, dimana orientasinya dikontrol oleh arah ’a2’ dan orientasi yang pertama dari lineasi L1. Sudut antara lineasi yang tedeformasi dan sumbu lipatan yang sama
secara sistematis berbeda melebihi puncak lipatan(Fig. 8.4). Karena lineasi yang terdeformasi berada di suatu bidang, itu akan didistribusikan ulang di sekitar lingkaran besar dalam
proyeksi stereografis (Fig. 8.4). Ini dapat diketahui dilapangan dengan menempatkan mapboard diatas lineasi yang terdeformasi dan mengusahakan untuk berbarisan dengan bagian
lain dari lineasi dalam bidang mapboard —jika mereka dapat disejajarkan kemudian lineasi berada di suatu bidang, dan oleh karena itu distribusi ulang menghasilkan model
perlipatan yang sama.
8.2.3 Deformasi oleh F2 flexural slip folding

Dalam kasus ini orientasi dari lineasi L1 berubah sebagai layer yang meluncur diatas satu dengan yang lain (perlipatannya sejajar tapi lineasi menahan suatu sudut konstan terhadap
sumbu lipatan F2, lihat Fig. 8.5). Oleh karena itu lineasi akan menerima suatu bentuk terlengkungkan dan diplot sebagai lingkaran kecil dalam proyeksi stereografi (Fig. 8.5).
(Catatan bahwa dua kasus dijelaskan diatas merupakan bagian akhir dari suatu spektrum mekanisme perlipatan, lihat Ramsay (1967) untuk diskusi lengkapnya).

8.3 Sub-area

Dalam suatu daerah pemetaan dimana polyphase deformation berada, pembagian kedalam sub-area yang secara struktur homogen merupakan hal yang diperlukan untuk menganalisa
struktur secara keseluruhan. Hal tersebut dalam memetakan harus selalu teringat dalam pikiran dan anda harus berusaha untuk membagi daerah anda kedalam sub-area yang secara
struktur homogen sewaktu di lapangan. Hanya kunci singkapanlah yang kemudian dapat anda gunakan untuk memperkuat atau menyanggah interpretasi anda.
Analisis data struktur hanya menggunakan proyeksi stereografis tidaklah cukup di daerah polyphase deformation karena metode ini tidak mengikutsertakan keterangan lokasi
struktur secara geografis.
Pembagian suatu daerah pemetaan kedalam sub-area yang secara struktur homogen didasarkan atas uraian berikut:
1. Daerah dimana ada suatu generasi lineasi khusus yang konstan orientasinya (Fig. 8.6);
2. Daerah dimana ada suatu bidang lineasi khusus yang konstan orientasinya;
Daerah dimana ada suatu orientasi sumbu lipatan yang konstan, F1 sebagainya (Fig. 8.6);
3. Daerah dibedakan oleh bidang sumbu permukaan dari struktur lipatan yang berbeda, sebagai contoh batas-batas vergence.
Sub-areas dapat ditentukan oleh pemeriksaan dari suatu peta, sebagai contoh pengenalan dari pola interferensi dan perubahan dalam orientasi lineasi (Fig. 8.6). Hal itu dapat
dianalisis dengan mengeplotkan data kedalam proyeksi stereografis dengan penuh kehati-hatian, pusatkan perhatian untuk membedakan lokasi geografis dari data dalam proyeksi
stereografis.
sebagainya (Fig. 8.6);
4. Daerah dibedakan oleh bidang sumbu permukaan dari struktur lipatan yang berbeda, sebagai contoh batas-batas vergence.
Sub-areas dapat ditentukan oleh pemeriksaan dari suatu peta, sebagai contoh pengenalan dari pola interferensi dan perubahan dalam orientasi lineasi (Fig. 8.6). Hal itu dapat
dianalisis dengan mengeplotkan data kedalam proyeksi stereografis dengan penuh kehati-hatian, pusatkan perhatian untuk membedakan lokasi geografis dari data dalam proyeksi
stereografis.

8.4 Pemetaan daerah polyphase

Sewaktu memetakan di daerah yang menunjukkan bukti dari polyphase deformation prosedur berikut yang harus diadopsi.
Identifikasi, menjelaskan model lipatan, dan pengumpulan data seperti dijelaskan di Bab 3 dan Table 3.4. Dalam mempelajari singkapan tertentu untuk pembuktian dari pola
gangguan/interferensi (Figs. 8.1 dan 8.2) dan hubungan saling tumpang tindih; pelajari puncak pelengkungan lipatan untuk penentuan silindritas (Fig. 3.7) dan untuk melihat jika
lineasi terlipat disekeliling puncak.
pelengkungan lipatan. Model perlipatan dan hubungan interferensi biasanya akan tercerminkan di pola singkapan dalam peta dan penampang sayatan anda (lihat 9.2).
1. Observasi kemunculan belahan-belahan pada singkapan dan kumpulkan data yang berharga (Tables 4.1 dan 4.2). Secara khusus lihat superposisi dari belahan dan foliages dan
catat hubungan umurnya (belahan yang lebih muda memotong belahan tua). Petakan dan catatlah orientasi dari belahan/foliasi di semua bagian daerah dalam peta.
2. Observasi, petakan dan catat hubungan struktur (Tables 5.1-5.3) dari lineasi-lineasi yang terbentuk di daerah dalam peta. Secara khusus bedakan perpotongan antara lineasi
sejajar terhadap sumbu lipatan dan mineral stretching lineations sering pada sudut yang tinggi terhadap sumbu lipatan. Identifikasi lineasi yang berhubungan dengan fase lipatan
tertentu.
3. Petakan batas litologi untuk penetuan apakah pola interferensi terbentuk (Figs. 8.1 dan 8.2).
Identifiksi sub-areas di lapangan. Secara khusus orientasi dari perpotongan lineasi (paralel terhadap sumbu lipatan) yang paling sering digunakan untuk mendefinisikan sub-areas
(Fig. 8.6) oleh karena itu anda secara sistematik harus dapat memetakan dan merekam data lineasi di daerah dalam peta anda. Table 8.2 ringkasan data struktur yang dikumpulkan di
daerah polyphase ketika dua fase utama dari lipatan muncul. Jika lebih dari dua kali fase deformasi dapat diketahui kemudian data struktur untuk sub-sequent foliations (S3, S4 dan
lain sebagainya), lineasi (L3, L4 dan lain sebagainya) dan data lipatan minor juga harus dikumpulkan.
9
Langkah awal interpretasi dan analisis secara menyeluruh

Bab ini merupakan pengenalan ringkas dalam interpretasi dan analisis peta lapangan, dari observasi dan orientasi data struktur geologi. Pembuatan penampang dan penulisan laporan
akan dibahas ulang. Di semua bagian buku ini penekanan didasarkan atas:

1. Deskripsi struktur yang detail dan akurat.


2. Pengukuran struktur yang akurat.
3. Identifikasi model sruktur—sering tercermin didalam struktur minor (Table 1.1, bagian 3.9 dan 8.4).

Selama program pemetaan, sewaktu masih dilapangan anda harus selalu membuat suatu interpretasi yang berkelanjutan dari peta, data struktur dan buatlah konsep (permulaan)
penampang. Ini akan memungkinkan anda untuk identifikasi kunci permasalahan pada suatu daerah dan kumpulkan tambahan informasi yang diperlukan untuk interpretasi lebih
tepat.

9.1 Pola dan interpretasi peta

Peta geologi dan buku lapangan mengandung data yang penting dimana sebagai dasar interpretasi struktur. Ketika anda harus memetakan suatu bagian daerah signifikan, anda harus
memulai interpretasi dan analisis menggunakan prosedur berikut (catatan bahwa interpretasi harus secara menerus diperbaharui dan dimodifikasi sewaktu anda dilapangan)

1. Di lapangan, plotkan semua lokasi singkapan dan data struktur yang berharga kedalam peta dasar topografi anda. Ini mungkin melibatkan pengeplotan dari overlay foto udara
menggunakan teknik koreksi yang ditulis oleh Barnes (1981). Peta lapangan ini harus menjadi suatu peta singkapan yang juga menunjukkan batas-batas yang sudah diobservasi di
lapangan(Fig. 9.1a). Peta ini dan buku catatan merupakan hal yang sangat penting sebagaimana anda diijinkan untuk memeriksa database geologi—seberapa banyak singkapan,
dimana, dan data struktur apa yang telah diukur.
Plot kedalam peta lapngan anda jejak-jejak bidang sumbu dan penunjaman dari lipatan mayor (diperoleh dari analisis stereografi—Fig. 3.2) dan plotkan sesar mayor (Fig. 9.1a).

2. Buatlah suatu peta kontak atau batas (Fig. 9.2b) dengan mengekstrapolasi batas-batas yang telah diobservasi dan menginterpretasi peta lapangan anda. Ini akan berguna didalam
penjelasan model struktur dari suatu daerah (bagian 3.9, 8.4 dan Table 1.1).

3. Jika suatu belahan muncul anda harus membuat suatu peta belahan atau S (sebagai contoh, Fig. 9.1c—peta belahan yang telah dikombinasikan dengan peta lineasi) yang
menunjukkan orientasi belahan misal S1, S2. Jenis peta ini sangat berguna dalam polyphase terranes sebagai indikasi perlipatan ulang dari permulaan belahan, rotasi oleh zona
shear dan orientasi dari bidang sumbu lipatan.

4. Buatlah suatu peta lineasi (dalan Fig. 9.1c peta belahan dan lineasi digabung) dimana menunjukkan distribusi dari struktur linear—sumbu lipatan minor, perpotongan lineasi dan
lineasi dari menral stretching. Ini penting di daerah perlipatan polyphase untuk membuktikan kehomogenan secara struktur sub-area (lihat bagian 8.3 dan Fig. 8.6).
5. Buatlah suatu peta ringkasan struktur (Fig. 9.1d) dimana sesar dan lipatan mayor dikutip dari peta lapangan dan diplotkan secara overlay diatas sebuah tranparansi. Ini sering
membantu dalam interpretasi dan penganalisaan sistem sesar dan lipatan (lihat Bab 3 dan 6).
6. Didaerah dimana telah teridentifikaasi lebih dari satu kali fase deformasi, sub-areas harus sudah teridentifikasi dan batasnya diplotkan dalam peta batas kontak. Analisis data
orientasi dari homogenitas sub-areas secara struktur (bagian 8.3) akan memberikan petunjuk penunjaman lipatan mayor yang diplotkan diatas peta
7. Buatlah penampang awal (misal Fig. 9.1e) menggunakan teknik-teknik yang selanjutnya akan diuraikan di bagian 9.2.
Interpretasi peta dan pembuatan penampang merupakan proses interaktif yang harus dilakukan bersama-sama.
Catatan:
(a) Pengaruh topografi dalam pola singkapan harus selalu dimasukkan ke dalam laporan. Sebagai contoh Fig. 9.2
menunjukkan pengaruh topografi dalam lokasi dari jejak-jejak sumbu lipatan, khususnya untuk lipatan menunjam dimana jejak sumbunya berada pada puncak lereng menjauh dari
posisi pelengkungan maksimum dalam pola singkapan (Fig. 9.2f).
(b) Pola interferensi lipatan yang didealkan ditunjukkan di Fig. 8.1 keduanya merupakan bentuk dari lipatan yang mempunyai panjang gelombang dan amplitudo yang sama. Ini
sering tidak seperti keadaan sebenarnya dan umumnya bentuk lipatan yang kedua akan lebih kecil di panjang gelombang dan amplitudo
bila dibandingkan bentuk pertama. Jadi pola-pola interferensi akan diterangkan dari contoh buku bacaan seperti ditunjukkan di Fig. 8.1.
(c) Di daerah yang tidak mungkin dilakukan pengukuran secara langsung dari orientasi kenampakan bidang planar yang besar seperti sesar, ketidakselarasan dan kontak bidang
planar, pembuatan dari kontur struktur akan memungkinkan dalam penentuan strike dan dip (Fig. 9.3) dan oleh karena itu sipakanlah data yang sesuai untuk pembuatan penampang
sayatan.

9.2 Penampang sayatan

Penampang sayatan merupakan bagian penting dari suatu sintesa struktur. Sepanjang pemetaan sketsa penampang (dengan skala yang diperkirakan) harus digambar di buku catatan
lapangan anda (Fig. 9.4), dan sebagai pendahuluan, penampang diskalakan secara tepat di sepanjang lintasan, dan lain sebagainya harus selalu dibuat sebagai bagian dari suatu
interpretasi yang berkelanjutan. Semua penampang harus menunjukkan garis bentukan dari semua kenampakan struktur yang ada S0, S1, S2 dan lain sebagainya (misal Fig. 9.1e).
Penampang menyajikan interpretasi akhir dari laporan anda harus digambar dengan penuh kehati-hatian dan harus sama detailnya seperti peta anda. Penampang harus dibuat
menggunkan prosedur sebagai berikut—
Penentuan unsur struktur di daerah anda—apakah disana dominan bentukan lipatan atau sesar—misal satu arah besar dari thrusting? Jika struktur lipatan yang dominan tentukan
plunges
1. dari lipatan mayor (analisis stereografis—Fig. 3.2). jika thrust atau normal faulting merupakan kenampakan yang mayor tentukan arah pergesaerannya—sebagai contoh arah
pergerakan(lihat bagian 6.2). Selalu hati-hati dalam penempatan garis penampang dimana struktur berada—(a) tegak lurus terhadap plunge dari lipatan mayor; atau (b) sejajar
terhadap arah pergeseran dari sesar mayor( sebagai contoh sejajar terhadap arah dari transport tektonik). Di bebrapa polyphase terranes dimana dijumapai lebih dari satu arah dari
perlipatan mayor, itu mungkin cocok untuk membuat penampang tambaha tegak lurus terhadap sumbu dari bentuk lipatan yang lain. Di daerah yang ekstensional atau thrust
faulting yang kommplek mungkin lebih sesuai menggambar penampng sejajar terhadap strike dari struktur mayor—sebagai contoh tegak lurus terhadap transport tektonik dalam
keadaan untuk menerangkan variasi sepanjang strike.
2. Selalu gambar penampang anda diseluruh daerah dalam peta yang mengandung data litologi dan struktur yang bagus (sebagai contoh tidak seluruhnya kenampakan geologi
tersingkap). Data pada garis sayatan harus diproyeksikan bawah plunge (lihat 9.2.2 dan Fig. 9.6) didalam bidang penampang sayatan dengan pengoreksian untuk dip
semu(apparent dip)(Appendix I) dan untuk perubahan ketebalan (Appendix II).
3. Selalu gambar penampang dengan skala horisontal dan vertikal yang sama. Dimana mungkin penampang tersebut harus pada skala yang sama seperti peta tapi dibeberapa kasus
mungkin diperlukan perbesaran untuk mengambarkan struktur yang komplek.
4. Plot semua S surfaces (S0, S1, S2 dan seterusnya) dalam penampang. Tandai dalam arah pergerakan dari semua sesar.
5. Plot arah younging, vergence dan facing dalam penampang.
6. Gambar penampang anda untuk mencerminkan model struktur dari suatu daerah (lihat Table 1.1, bagian 3.9 dan 8.4). Model struktur ssering dicerminkan di struktur minor atau
mesoscale dalam singkapan.
Dimana bagian yang mungkin akan di balanced (Dahlstrom, 1969)—lihat bagian 9.2.3. Section balancing tidak selalu mungkin digunakan tapi harus selalu dipertimbangkan.

9.2.1 Penampang sayatan vertikal

Penampang sayatan vertikal merupakan penampang yang pada umumnya dibuat. Didaerah dimana lipatan yang non-plunging penampang struktur ini memberikan gambaran profil
lipatan, meskipun demikian, di daerah lipatan menunjam penampang struktur vertikal memberikan gambaran lipatan yang berbeda bentuknya. Dalam kasus ini proyeksi down plunge
diperlukan untuk memberikan penampang struktur inclined yang normal terhadap sumbu lipatan—didalam bidang profil lipatan.
Untuk suatu daerah dengan lipatan non-plunging (Fig. 9.5), garis penampang sayatan berada tegak lurus terhadap arah dari sumbu lipatan dimana ada struktur lipatan yang menarik
dan informasi orientasinya relatif melimpah. Sekali garis sayatan telah dibuat, A-A’ dalam Fig. 9.5, profil topografi juga harus dibuat pada skala yang sama seperti peta
menggunakan control elevasi dari garis kontur. Kontak formasi dan dip-dipnya ditandai dalam profil orientasi data (strike dan dip) dan diproyeksikan kedalam garis penampang,
menggunakan dip semu (apparent dips) jika diperlukan (Lampiran I). Penampang yang dibuat kemudian ditarik didalam perkiraan model struktur yang telah diobservasi di
lapangan—misalnya perlipatan paralel (ketebalan lapisannya konstan) atau model perlipatan similar. Bentuk garis dari yang lain seperti bidang permukaan S (S 1, S2 dan lain
sebagainya) seperti layaknya perlapisan dan kontak formasi juga harus diplotkan ke dalam penampang (Fig. 9.4).
9.2.2 Penampang inclined structure

Dimana ada lipatan yang menunjam, penampang sayatan harus dibuat normal terhadap garis sumbu lipatan—seperti contoh didalam bidang profil lipatan. Ini merupakan penampang
struktur inclined. Berikut merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membuat penampang struktur inclined dimana orientasi data dan batasnya diproyeksikan kebawah
penunjaman dari lipatan:
(1) Tentukan arah(trend) dan penunjaman (plunge) dari garis sumbu lipatan biasanya menggunakan suatu π pole diagram.
(2) Gambar garis penampang dalam peta pada 900 terhadap penunjaman garis sumbu lipatan sebagai contoh garis X-Y. (Fig. 9.6). Bidang penampang akan diorientasikan pada 900
terhadap garis sumbu lipatan.

(3) Jika ada sedikit atau tidak ada topografi kemudian titik masing-masing penanda dapat diproyeksikan kedalam bidang penampang sayatan—menggunakan rumus:
di=dm(sin α) (Fig. 9.6c), dimana di=jarak turun/kebawah bidang inclined, dm=jarak peta dan α=penunjaman(plunge) dari garis sumbu lipatan. Proyeksi ini digunakan untuk setiap
titik misalnya titik P sampai P’ dalam peta sampai suatu penunjaman kebawah dari lipatan yang telah dibuat (Fig. 9.6d).
(4) Jika ada topografi yang jelas (Fig. 9.6c) kemudian kontur struktur harus digambar untuk garis penampang diatas peta dan juga dalam penampang struktur inclined(Fig. 9.6c).
Kemudian rumus diatas (Fig. 9.6c) dapat diapikasikan menggunakan jarak dm seperti jarak antara titik peta pada suatu elevasi tertentu dan kontur struktur dalam penampang struktur
inclined pada elevasi yang sama (Fig. 9.6e). jarak di kemudian diproyeksikan kebawah bidang penampang dan penampang sayatan dibuat sebelumnya.

Sekali suatu proyeksi penunjaman kebawah telah dibuat profil penampang sesungguhnya akan terbukti. Penampang sayatan dapat diseimbangkan(balanced) atau dip isogons dapat
dibuat.

9.2.3 Balanced cross-sections

Balanced cross-sections umumnya dibuat untuk batuan sedimen yang sudah terdeformasi dimana urutan stratigrafinya menerus dan sudah diketahui—sebagai contoh di daerah
foreland fold and thrust belts. Di daerah polyphase deformation kuat dengan penetrative foliations pembuatan dari balanced section sangat susah bahkan tidak mungkin.

Asumsi dasar untuk balancing cross-sections

(1) Penampang dibuat tegak lurus terhadap sumbu lipatan—sebagai contoh proyeksi sudut penunjaman.
(2) Penampang dibuat sejajar terhadap arah transport tektonik.
(3) Kita mengasumsikan tidak ada volume yang hilang(atau bertambah) selama deformasi.
(4) Kita mengasumsikan bahwa ada sedikit elongation atau contraction pada arah strike—tegak lurus terhadap arah transport tektonik—sebagai contoh tidak ada pergerakan dalam
atau luar bidang penampang sayatan.
Sebagai konsekuensinya kita mengasumsikan bahwa di penampang ada suatu keadaan dari bidang strain 2D yang sejajar terhadap arah tranport tektonik.
(5) Penampang dari daerah yang terdeformasi sama seperti daerah yang belum terdeformasi—tidak ada daerah yang berubah.

Hasil akhirnya merupakan suatu penampang yang secara geometri sesuai dengan situasi yang dapat dikembalikan seperti keadaan semula. Penampang yang dikembalikan seperti
keadaan semula menunjukkan stratigrafi yang aslinya dan lintasan-lintasan sesar.
Ada dua metode dasar dalam penggambaran balanced cross-sections:(a) mengasumsikan panjang garis yang konstan, dan (b) mengasumsikan daerah yang konstan. Di daerah
dimana perlipatan paralel terjadi sebagai contoh flexural slip folding—ketebalan lapisannya konstan kemudian kita gunakan line length balancing. Didaerah dimana ada model
lipatan similar dan cleaved rocks kita gunakan area balancing.
Kasus sederhana dari penampang balancing, line length balancing, dapat dicoba di kamp. Untuk pengukuran panjang dari garis konstannya kita dapat gunakan suatu benang tali atau
kurvimeter (Fig. 9.7)—kita mengasumsikan bahwa ketebalan lapisannya konstan.
Dalam membuat suatu balanced section yang kita perlukan:
(1) Kumpulkan data lapangan dalam profil topografi untuk penampang sayatan—proyeksikan data di bidang penampang sayatan dimana diperlukan (Fig. 9.8a)(garis penampang
sayatan harus normal dari penunjaman lipatan dari struktur-struktur mayor);
(2) Tentukan ketebalan dari satuan stratigrafi daerah pemetaan dan buatlah suatu pola pedoman stratigrafi (Fig. 9.8b).
(3) Tetapkan suatu garis batas(pin line)—dimana tidak ada pergeseran antar lapisan dan lapisan-lapisan tersebut dibatasi secara bersamaan. Garis batas biasanya berada di foreland
(Fig. 9.8b), dimana tidak ada deformasi, atau dalam bidang sumbu permukaan dari suatu antiklin.
(4) Ukurlah kearah garis batas yang lain yang menghasilkan suatu penampang yang dikembalikan seperti keadaan semula pada waktu yang sama seperti membuat balanced section.
Penampang yang dikembalikan kedalam keadaan semula harus tidak ada celah atau saling menindih dan lintasan sesar harus dapat dipertanggungjawabkan. (Fig. 9.8c). Untuk
geometri sesar menanggga sudut landaian dari sesar harus kurang dari atau sama dengan 30 0. Penampang syatan harus berakhir pada suatu garis batas seperti ditunjukkan di Fig.
9.8c.
9.3 Penulisan laporan

Suatu elemen penting dari program pemetaan struktur adalah penulisan suatu laporan yang memberitahukan hasil-hasil dari analisis pemetaan anda secara jelas, tidak bermakna
ganda dengan mode yang ringkas. Sebelum anda meninggalkan lapangan pastikan yang anda punya (juga ditambahkan deskripsi dan interpretasi dari stratigrafi, sedimentologi,
metamorfisme dan batuan beku) sebagai berikut:
1. Deskripsi dari kenampakan struktur mayor—pola lipatan dan sesar.
2. Deskripsi dari setiap elemen strukur dan distribusi lipatan dan sesar secara geografis—misalnya struktur minor dan S0, S1, S2, L1, L2 dan lain sebagainya—Di beberapa kasus
penambahan peta mungkin dibutuhkan (misal Fig. 9.1).
3. Umur relatif dari struktur didasarkan atas superposisi dan hubungan saling memotong.
4. Justifikasi untuk bagian dari daerah dalam peta kedalam sub-areas dari homogenitas strukur (bagian 8.3).
5. Hubungan antara deformasi dan metamorfisme; secara khusus deskripsi dari mineral-mineral metamorfik dan hubungannya terhadap fabrik-fabrik tektonik dan batuan produk
sesar(lihat Fry,1984).
6. Hubungan struktur regional dengan suatu sintesa dari evolusi struktur daerah pemetaan.
7. Analisis stress dan strain berdasarkan atas pengukuran dari pola rekahan dan objek yang terdeformasi.
8. Analisis kinematik—arah transport tektonik dan evolusi struktur (misalnya pola pergerakan dominan dari thrust faults dan lain sebagainya).
Laporan anda harus penuh dengan peta yang diilustrasi, kolom stratigrafi, penampang sayatan, diagram-diagram penjelasan dan foto dokumentasi.

Semoga berhasil!!!.
Lampiran III
Pengukuran strain

Petunjuk untuk mengidentifikasi dan mengukur keadaan dari strain di singkapan atau conto sampel akan digarisbesarkan secara singkat. Penentuan finite strain di batuan mungkin
berhasil dengan mengukur distorsi/pemutarbalik dalam suatu tanda-tanda yang berbeda dimana geometri pra-deformasi telah diketahui, misalnya ooliths, fosil, dan kerikil.
Tipe utama dari penanda strain adalah:
1. Objek-objek yang pada mulanya berbentuk bola (spherical)—misalnya ooliths, Accretionary lapili, reduction spots.
2. Objek-objek yang pada mulanya berbentuk ellipsoidal—misalnya kerikil atau butiran sedimen yang lain.
3. Mengetahui sudut antar garis pada mulanya—misal fosil yang sudah duketahui hubungan menyudut, trilobites, graptolites, brachiopods dan lain sebagainya.
4. Mengetahui panjang atau rasio panjang garis pada mulanya, misalnya belemnites, crinoid stems, struktur boudin.
Penentuan strain mungkin dibuat menggunakan:
(a) pengukuran langsung dilapangan—sebagai contoh rasio sumbu kerikil-kerikil yang terdeformasi.
(b) Pemotretan objek-objek yang terdeformasi dan kemudian menganalisa foto-fotonya di laboratorium.
(c) Pengumpulan sampel yang terorientasi dan kemudian menganalisanya di laboratorium.
Jumlah keseluruhan dari teknik-teknik di laboratorium untuk penentuan finite strain dalam batuan dijelaskan di Ramsay dan Huber (1983) dan Ragan (1985). Setiap ahli geologi
yang mengharapkan untuk melakukan analisis strain lebih detail harus familiar dengan teks ini sebelum memulai kegiatan dilapangan.

Penanda spherical atau elliptical strain pada mulanya

Jika anda dapat mengidentifikasi bidang utama dari finite strain ( bidang XY, XZ, YZ—Fig. III.1) di lapangan, kemudian pengukuran langsung dari objek yang terdeformasi di
bidang ini akan memberikan anda untuk mengestimasi dari finite strain. Sebagai contoh, hal tersebut umumnya disetujui, sebagai suatu pendekatan, foliasi atau slaty cleavage sejajar
terhadap bidang XY dari finite strain ellipsoid, kemudian pengukuran dari perbandingan sumbu deformed reduction spot (Fig. III.2a) di bbidang belahan dan dalam bidang kekar
normal terhadap belahan (Fig. III.2b) akan memberikan perbandingan sumbu dari finite strain ellipsoid yang akan dihitung dilapangan 9Fig. III.2c).
Dengan metode yang sama anda mungkin menentukan kerikil-kerikil yang terdeformasi di suatu konglomerat dengan mengukur (di lapangan) perbandingan sumbu kerikilnya dalam
bidang foliasi/belahan, dan dalam kekar serapat mungkin terhadap bidang utama dari finite strain. Oolith, kerikil dan lain-lain yang terdeformasi mungkin sudah tidak spherical pada
mulanya, oleh karena itu anda butuh potret atau sampel menjelaskan keadaanya unuk membuat penetuan strain lebih akurat di laboratorium.

Penanda cylindrical strain pada mulanya

Dikebanyakan kasus penanda cylindrical tidak dapat dengan sukses digunakan untuk pengukuran strain kecuali di kasus dari ’Skolithos’ atau ’Monocraterion’ galian cacing di
kuarsit. Di batuan sedimen yang tidak terdeformasi ini mempunyai skema melingkar dalam bidang perlapisan dan sumbu galian terpanjangnya biasanya 900 terhadap bidang
perlapisan. Pada deformasi, menjadi elliptical di bidang perlapisan—oleh karena itu mengijinkan pengukuran dari pemendekan layer-parallel di bidang perlapisan (Fig. III.3a).
Perbandingan sumbu ini dapat diukur secara langsung dilapangan, bersama dengan orientasi dari sumbu panjang dari strain ellipse dan sumbu dari bekas galian cacing yang
menyerupai bentuk tabung dimana sudah menjadi tergeruskan di bidang perlapisan (Fig. III.3b) oleh karena itu mengijinkan penentuan dari angular shearing strain.

Memahami hubungan menyudut

Untuk bentuk-bentuk fosil tunggal dari angular shear strain dapat dihitung dari hubungan menyudut yang terdeformasi (Fig. III.4) misalnya brachiopods, bivalves, graptolites dan
lain-lain yang sudah terdeformasi. Untuk garis-garis yang pada mulanya pada 900 dan sekarang pada suatu sudut φ, dan the angular shear strain γ maka dapat dihitung γ=tan(900- φ).
Mengetahui panjang garis semula
Struktur-struktur boudin atau fosil-fosil yang terdeformasi seperti belemnites (Fig. III.5) dapat dengan mudah diukur untuk menghitung jumlah/total dari ektension di suatu bidang
dari suatu struktur. Perbandingan strain secara sederhana (panjang akhir-panjang semula/panjang semula). Pengukuran dapat dibuat dilapangan atau dari sampel-sampel yang
dikumpulkan untuk analisis laboratorium. Catatan meskipun demikian, bahwa strain yang terukur mungkin menjadi minimum finite strain, karena keterdapatan struktur seperti
boudinage dimana suatu unit kompeten yang terdeformasi, dalam suatu deformasi yang kebih kuat, ductile atau matrik yang kurang kompeten.
Untuk penetuan setiap data strain lapangan yang tepat harus ditambah dengan analisis laboratorium (a) pemotretan dari penanda(marker) yang terdeformasi, (b) pengumpulan dari
sample-sampel yang terorientasi (bagian 2.7) atau (c) analisis dari pengukuran yang lebih lanjut di laboratorium.
Table III.1 meringkaskan teknik-teknik terapan yang umumnya digunakan untuk penentuan finite strain dibatuan.
MC. Clay K.R
!987

Anda mungkin juga menyukai