Anda di halaman 1dari 263

SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012

Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan


Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

2-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

KATA PENGANTAR

Seminar dengan tema “Meningkatkan Daya Saing Penelitian dengan Konsep Monozukuri”
dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2012 di Universitas Darma Persada, bertujuan untuk
menghimpun hasil penelitian dosen yang diharapkan dapat menghasilkan inovasi teknologi tepat
guna, menyampaikan hasil penelitian kepada khalayak dan antara peneliti/dosen. Prosiding ini
disusun untuk mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hasil seminar pada semester ganjil
tahun akademik 2011/2012. Pada prosiding kali ini dimuat dua puluh lima makalah dengan rincian
sebagai berikut : enam belas makalah dari bidang Humaniora, empat makalah dari bidang Teknik
dan dua makalah dari bidang Ekonomi-Manajemen.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada para penyaji dan penulis
makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama sehingga prosiding ini dapat diterbitkan.
Kami berharap prosiding ini bermanfaat bagi pihak–pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 14 Maret 2012


Lembaga Penelitian Pemberdayaan
Masyarakat dan Kemitraan
Kepala

Ttd.
Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.

2i - 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

2-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

PERGESERAN MAKNA DALAM TERJEMAHAN 咪(MĪ)咪(MĪ) 踢(TĪ) 足(ZÚ) 1–1


球(QIÚ) ’MIMI BERMAIN BOLA’ KARYA HUALI XIONG’
Febi Nur Biduri
ANALISIS PUISI SINGGAH DI BAWAH GUNUNG BEIGU (CÌ BĔIGÙ SHĀN XIÀ 2–1
次北固山下)
Emiyasusi Susanti
PENGARUH RATA-RATA NILAI UJIAN AKHIR NASIONAL UNTUK MATA 3–1
PELAJARAN BAHASA INGGRIS SMU TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN
KOSA KATA MAHASISWA SEMESTER I DI UNSADA
Rusydi M. Yusuf
THE PHONOLOGICAL MODEL OF SOUND PERCEPTION 4–1
Irna N. Djajadiningrat
KINERJA DOSEN FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS DARMA PERSADA 5–1
TAHUN 2011
Albertine S. Minderop

TEORI DINAMIKA TEKS DALAM PENERJEMAHAN : SEBUAH KAJIAN 6–1


TEORETIS APLIKATIF
Tommy Andrian
PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING DAN SMALL GROUP 7–1
DISCUSSION DALAM PERKULIAHAN TEACHING ENGLISH AS A FOREIGN
LANGUAGE (TEFL)
Kurnia Idawati
MODALITAS STUDI そうだ/SOUDA、ようだ/YOUDA、DAN らしい/RASHII 8–1
YANG MENYATAKAN PERTIMBANGAN DALAM BAHASA JEPANG, SEBUAH
ANALISIS FUNGSI DAN PENGAJARAN
Rini Widiarti
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK CAMPUR KODE DALAM PERCAKAPAN DOSEN 9–1
DAN MAHASISWA (STUDI KASUS DI LINGKUNGAN BAHASA DAN SASTRA
JEPANG UNIVERSITAS DARMA PERSADA)
Hermansyah Djaya
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN BAHASA JEPANG 10 – 1
MELALUI METODE SQ3R
Kun Permatasari

ANALISIS KONTRASTIF DARI MAKNA KAUSATIF BAHASA JEPANG DAN 11 – 1


BAHASA INDONESIA, STUDI KASUS PADA MATA KULIAH SAKUBUN
Riri Hendriati

2ii- 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ANALISIS POLA PENGAJARAN KATA GANTI ORANG PERTAMA “WATASHI” 12 – 1


PADA BUKU AJAR BAHASA JEPANG TINGKAT DASAR – FOKUS PADA
BUKU MINNA NO NIHONGO I & II -
Hari Setiawan

ANALISIS PEMAKAIAN UNGKAPAN PENGANDAIAN TO, BA, TARA, DAN 13 – 1


NARA
Irawati Agustine

PENGGUNAAN XING (NAMA KELUARGA) DI KALANGAN ANAK MUDA 14 – 1


KETURUNAN TIONGHOA SEBAGAI IDENTITAS SOSIAL, STUDI KASUS
MAHASISWA JURUSAN SASTRA CINA UNIVERSITAS DARMA PERSADA.
C. Dewi Hartati

MASALAH PENERJEMAHAN UNSUR LEKSIKAL BAHASA MANDARIN KE 15 – 1


BAHASA INDONESIA DALAM BUKU AJAR BAHASA MANDARIN TINGKAT
SMA/MA
Gustini Wijayanti

儿化ERHUA : SUATU TELAAH MORFOFONEMIK DALAM BAHASA 16 – 1


MANDARIN
Yulie Neila Chandra

UNJUK KERJA MESIN PENGERING SURYA HIBRID ICDC TIPE RESIRKULASI 17 – 1


Kamaruddin Abdullah

DESAIN SEPEDA YANG ERGONOMIS 18 – 1


Ade Supriatna

IMPLEMENTASI DATAMINING UNTUK MENDAPATKAN POLA 19 – 1


PENGUNDURAN DIRI MAHASISWA STUDI KASUS MAHASISWA TEKNIK
INFORMATIKA UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Suzuki Sofyan

MESIN PENGERING TENAGA SURYA ICDC HYBRID TIPE PANCURAN 20 – 1


Yefri Chan

KONSEP PERANCANGAN ENERGI DI DUSUN TANGSI JAYA-GUNUNG 21 – 1


HALU, BANDUNG BARAT SEBAGAI MODEL DESA MANDIRI ENERGI (DME)
Aep Saepul Uyun

BIOREFINERY SKALA RUMAH TANGGA : INTEGRASI ENERGI DAN PANGAN 22 – 1


Roy Hendroko

DATA BASE ALUMNI UNSADA ANGKATAN 1990 – 2010 23 – 1


Firsan Nova

PENGARUH MEDIA INTERNET TERHADAP MOTIVASI BELAJAR 24 – 1


MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNSADA
Sukardi

1iii- 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

PERGESERAN MAKNA DALAM HASIL PENERJEMAHAN


m ī m ī t ī z ú qiú

咪咪 踢足球
‘MIMI BERMAIN BOLA’ KARYA HUALI XIONG

Febi Nur Biduri


Jurusan Sastra Cina - Fakultas Sastra
Febinur@Yahoo.Com

ABSTRACT

Pergeseran makna didasarkan pada data empiris, data empiris tersebut akan dikelompokkan, dibeda-
bedakan,dihubung-hubungkan,secara rasional sehingga lahirlah pernyataan yang bersifat teoritis mengenai
pergeseran makna. Pergeseran makna adalah gejala perluasan, penyempitan, pengonotasian, penyinestesiaan
dan pengasosiaan sebuah makna kata yang masih hidup dalam medan makna.Penelitian ini bertujuan untuk 1.
Lebih jelasnya pergeseran makna dalam proses penerjemahan, 2. Dapat meminimaliskan pergeseran makna
yang mungkin terjadi dalam proses penerjemahan. Metode penelitian yang dipakai ialah metode kualitatif
yaitu meneliti pergeseran makna dalam hasil penerjemahan atau dapat disebutkan dengan content analysys.
Hasil dari hasil penelitian ini ialah terdapat faktor penyebab terjadinya pergeseran makna, penyebab
terjadinya pergeseran makna ialah (1) sebab-sebab linguistik (2) Sebab-sebab kesejarahan,(3) Penciptaan dan
penemuan benda baru, (4) Penamaan institusi, (5) Penemuan ide-ide baru, (6) Konsep-konsep ilmu
pengetahuan, (7) Sebab-sebab sosial, (8) sebab-sebab Psikologis.

Key words: Each language must have a shift of meaning in process of translation.

1. PENDAHULUAN
Ada dua macam pergeseran makna yang terjadi dalam penerjemahan. Yang pertama adalah
obligatory shift (pergeseran tetap) dan optional shift (pergeseran tidak tetap). Obligatory shift
meliputi pergeseran dalam tata bahasa yang terjadi dari teks sumber ke teks sasaran. Pergeseran ini
harus dilakukan karena tata bahasa dari teks sumber ke teks sasaran berbeda, dan tentu saja hal ini
harus dilakukan agar teks sasaran dapat diterima oleh masyarakat di bahasa sasaran. Optional shift
meliputi pergeseran yang terjadi dalam pemaknaan, referensi, dan teks sumber ke teks sasaran.
Penerjemah dapat memilih bagaimana dia akan menerjemahkan suatu ekspresi dari teks sumber ke
teks sasaran yang sesuai dan dapat diterima oleh masyarakat dari teks sasaran tersebut. dalam
optional shift, tidak ada aturan yang menyebutkan bagaimana penerjemah harus menerjemahkan
suatu ekspresi karena penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah disesuaikan dengan bahasa,
budaya, dan bidang pembelajaran dari teks yang akan diterjemahkan (Benny Hood 2007).

Masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah pergeseran makna terjadi
dalam proses penerjemahan Bahasa Mandarin ke dalam Bahasa Indonesia ?, 2. Apakah hanya
pergeseran struktur leksikal dan tata bahasa yang terjadi dalam proses penerjemahan Bahasa

12 - 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Mandarin ke dalam bahasa Indonesia ?, 3. Apa yang dimaksud dengan pergeseran makna dalam
proses penerjemahan ?

Penulispun mengharapkan manfaat dari penelitian ini adalah agar seorang penerjemah
tidak mengulang kesalahan-kesalahan yang telah terjadi sebelumnya. Dan penelitian ini bermanfaat
agar penerjemah yang melakukan proses penerjemahan dapat meminimalisasikan pergeseran
makna dan membuat hasil makna penerjemahan yang mendekati makna sebenarnya dibahasa
sumber.

Fokus penelitian ialah berfokus pada Kompetensi sumber daya manusia dalam
menerjemahkan khususnya menerjemahkan bahasa Mandarin ke bahasa Indonesia. Kompetensi
sendiri berfokus pada peningkatan dari kemampuan yang ada di dalam diri masing-masing
manusia, yaitu kemampuan berbahasa Mandarin, kemampuan berbahasa Indonesia serta
kemampuan dalam menguasai teori terjemahan dan kaidah-kaidah berbahasa yang baik.

2. PENGERTIAN PERGESERAN MAKNA

Pergeseran makna adalah gejala perluasan, penyempitan, pengonotasian, penyinestesiaan


dan pengasosiaan sebuah makna kata yang masih hidup dalam medan makna. Dalam pergeseran
makna rujukan awal tidak berubah atau diganti, akan tetapi rujukan awalnya akan mengalami
perluasan rujukan atau penyempitan rujukan. Pergeseran makna dapat tercatat sebagai historis dan
dapat pula terjadi secara sinkronis berdasarkan oleh pemakainya. Seperti contohnya kata Ibu dan
Bapak dalam bahasa Indonesia yang telah bergeser maknanya dari makna keluarga menjadi yang
lebih luas dan besar.

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah pergeseran makna yaitu Bahasa yang
diturunkan secara turun-temurun dari satu generasi kegenerasi lainnya baik dengan secara langsung
maupun tidak langsung. Persepsi serta tanggapan yang terjadi oleh seorang pembaca terhadap
makna bahasa pada konteks pemakainya. Kedua adalah kekaburan dan ketidakpastian makna
menjadi salah satu sumber pergeseran makna. Batas antar makna kata tidaklah jelas.
Ketidakakraban pemakai bahasa akan makna sebuah kata menjadi sumber kekaburan makna yang
berakibatkan pergeseran makna. Ketiga adalah kehilangan motivasi, dimana sebuah kata tetap
berpegang teguh pada makna dasar awalnya saja dan pada medan makna yang sama. Akan tetapi,
sekali hal tersebut diabaikan maka makna itu akan bergulir lebih jauh dari asalnya dan berkembang
tak terkendali (Yusuf Suhendra 1994).

1 - 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Keempat ialah faktor salah kaprah maksudnya adalah kesalahan yang terjadi karena
kelaziman atau kebiasaan dengan sesuatu yang salah dan dibiarkan terus berjalan tanpa usaha
perbaikan oleh pemakai, dimana usaha perbaikan datang terlambat sehingga kelaziman pemakaian
makna kata menjadi tumpukan walaupun maknanya tersebut telah salah. Terakhir adalah struktur
kosakata yang memegang peranan utama dan penting dalam pergeseran makna. Struktur fonologi,
morfologi dan sintaksis lebih bersifat tertutup, sedangkan struktur kosakata bersifat terbuka. Setiap
makna kosakata dapat berkembang, bertambah, berubah, bergeser atau malah menghilang dari
peredaran pemakaian karena tidak diperlukan lagi (Benny Hood 2007).

Penyebab terjadinya pergeseran makna ialah (1) sebab-sebab linguistik yaitu kebiasaan
memunculkan dua makna kata bersama-sama dapat menyebabkan terjadinya pegeseran makna.
Makna dari sebuah kata dialihkan begitu saja ke dalam makna kata yang sering muncul bersama,
kebiasaan kolokasi merambatkan makna kata yang satu ke dalam makna kata yang lain. (2) Sebab-
sebab kesejarahan, yang dimaksud ialah dimana bahasa pada umumnya lebih konservatif daripada
teknologi, dan politik. Benda, lembaga, pikiran, konsep-konsep ilmu pengetahuan berkembang
terus sesuai dengan zamannya. Semua perkembangan tersebut memerlukan bahasa sebagai sarana
komunikasi dan perekam kemajuan kebudayaan. (3) Penciptaan dan penemuan benda baru, setiap
benda yang baru harus memiliki nama baru pula. Nama baru tersebut tercipta dengan inovasi baru,
menghidupkan kata lama yang tidak terpakai lagi, menggabungkan makna baru, menerjemahkan
dari bahasa yang lain, menyerap dari bahasa yang lain. Hal ini memungkinkan terjadi pergeseran
makna. (4) Penamaan institusi, dalam perkembangan masyarakat muncul berbagai macam institusi
yang memerlukan nama dan perlu dibedakan, hal ini membawa pergeseran makna. (5) Penemuan
ide-ide baru, ide-ide baru pasti memerlukan kata untuk mendukung makna ide baru tersebut. Proses
inipun akan menyebabkan pergeseran makna. (6) Konsep-konsep ilmu pengetahuan, perkembangan
ilmu pengetahuan banyak memerlukan penambahan kosakata, baik dengan ciptaan baru maupun
dengan kata yang telah dan pernah hidup ditengah masyarakat, makna kata dalam ilmu
pengetahuan bersumber dari kata umum ditengah masyarakat yang mengalami pereduksian atau
pembatasan dan penyempitan makna sesuai dengan bidang ilmunya, konsep ilmu pengetahuan
itulah kelak disebut dengan istilah. (7) Sebab sosial, dua gejala dalam hubungan dengan pengaruh
sosial terhadap pergeseran makna ialah generalisasi dan spesifikasi. Generalisasi muncul
berdasarkan pengalaman masyarakat ketika mereka hendak mengidentifikasi yang berlaku dimana
saja dan kapan saja. Spesifikasi makna dilakukan masyarakat berdasarkan pengalaman awal
pemakai bahasa. Disamping generalisasi dan spesifikasi akibat pengaruh masyarakat, perlu dicatat
pula ‘penghidupan’ dan ‘pemurnian’ kembali makna kata oleh masyarakat pemakai. (8) sebab

11--31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Psikologis, pergeseran makna sering mempunyai akar pada keadaan mental pemakai bahasa atau
pada ciri tertentu yang permanen dalam pembentukan mental pemakai bahasa (Benny, Hood 2007).

3. IMPLIKASI PENERJEMAHAN

Dalam penerjemahan yang berhubungan dengan pergeseran makna ialah adanya


penambahan dan penghilangan kata. Penambahan leksikan dalam teks bahasa sumber biasanya
diperlukan, apabila maksud dari isi teks bahasa sasaran diungkapkan dengan sarana lain termasuk
dengan sarana tata bahasa. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan penambahan kata
tertentu ialah tanpa menambahkan maksud yang ada dalam teks bahasa sasaran karena dalam teks
bahasa sumber sudah tersampaikan informasi yang sama, Penghilangan merupakan gejala yang
langsung bertentangan dengan teknik penambahan. Teknik penghilangan dalam proses terjemahan
ialah membuang kata yang berlimpah. Biasanya kata yang berlimpah ditemukan dalam kalimat
yang mengandung pasangan sinonim atau kesamaan kata. Gejala seperti ini merupakan ciri khas
ragam dokumentasi resmi dalam bahasa Inggris yang mungkin tidak cocok untuk Bahasa
Indonesia, maka dari itu proses penerjemahannya menggunakan teknik penghilangan ( Rochaya
Machali, 2000).

4. METODE PENELITIAN YANG DIPAKAI

Metode penelitian yang dipakai ialah metode kualitatif yaitu meneliti pergeseran makna
di dalam hasil penerjemahan mahasiswa atau dapat disebutkan dengan content analysys. Analisis
data yang dilakukan ialah analisis makna dari sudut bahasa atau yang biasa disebut dengan
Hermenetik. Yaitu dengan menganalisa kaidah-kaidah tata bahasa dari kedua dua buah bahasa
yaitu bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bagaimanakah
seharusnya penerjemahan yang berlangsung didalamnya. Dan Latar penelitian ini adalah hasil
m ī m ī t ī z ú qiú

penerjemahan sebuah cerita anak-anak yang berjudul 咪咪 踢 足球 Mimi bermain bola yang ditulis

oleh Huali Xiong dan diterjemahkan oleh Andrew wood.

5. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pergeseran makna seperti yang telah dijelaskan di atas dapat pula terjadi dalam proses
penerjemahan seperti contoh – contoh beberapa kutipan berikut ini :

11 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

t ā kàn l e y í zhèn z i yáo yáo tóu shuō dà jiā róng y ì dé mǎntóu dà hàn duō xīnkǔ ā
a. Kutipan : 她 看 了 一 爷 子, 爷 爷 爷 爷 :“大家 容 易 得 爷 爷 大 汗 , 多 辛苦啊!”

Terjemahan : setelah beberapa saat, dia menggeleng kepala ya dan berkata :” permainan ini pastilah
sangat sulit. Lihat semuanya berkeringat sangat banyak.”
Kutipan diatas terdapat pada paragraf 2 secara komunikatif penerjemahan tersebut tidaklah salah
duō xīn k ǔ ā

akan tetapi terjadi penghilangan yaitu dibuangnya kalimat 多 辛苦啊! yang berarti ’banyak

kegembiraan’, apabila kata tersebut tidak dihilangkan pada saat proses penerjemahan maka hasil
penerjemahan yang ada akan menjadi ’ setelah beberapa saat, dia menggeleng kepala ya dan
berkata :” permainan ini pastilah sangat sulit. Lihat semuanya berkeringat sangat banyak.” Banyak
kegembiraanya.
t ā z ǒ u d à o q i ú chǎng b ǎ y í g è kuāng z ǐ l ǐ d e q i ú quán d ǎ o l e c h ū l á i z h ǐ j i à n q i ú chǎngshàng d à o c h ù d ō u s h ì q i ú

b. Kutipan : 她走到球 爷 ,把一个 筐 子里的球全倒了出来,只爷 球 爷 上 到爷都是球!。

Terjemahan : mimi berjalan ke lapangan bola dan menumpahkan semua bola ke tanah, sekarang
semua bola ada dilapangan.
Kutipan diatas terdapat pada paragraf 3 secara komunikatif penerjemahan tersebut tidaklah salah
b ǎ y í g è kuāng z ǐ

akan tetapi terjadi penghilangan yaitu dibuangnya kalimat 把 一个 筐 子 yang berarti ’membawa

sekeranjang’, apabila kata tersebut tidak dihilangkan pada saat proses penerjemahan maka hasil
penerjemahan yang ada akan menjadi ’Mimi berjalan ke lapangan bola membawa sekeranjang bola
dan menumpahkan semuanya ke tanah, sekarang semua bola ada dilapangan.
mīmīshuō wèishénme d à j i ā dōu z à i qiǎng y í g è q i ú n e m ě i g è qiúyuán dōu t ī z ì j ǐ d e q i ú b ú s h ì gèng h ǎ o m a

c. kutipan : 咪咪爷:“爷什爷 大家都在 爷 一个 球 呢? 爷个 球爷 都 踢 自己 的 球不是 更 好爷”。

Terjemahan : Mimi berkata: “kenapa kalian semua berkelahi hanya karena satu bola? Kenapa
kalian tidak dapat satu persatu?”

Kutipan diatas terdapat pada paragraf 5 secara komunikatif penerjemahan tersebut tidaklah salah
gèng h ǎ o m a

akan tetapi terjadi penyempitan yaitu dibuangnya kalimat 更 好爷 yang berarti ’bukankah lebih

baik’, apabila kata tersebut tidak dihilangkan pada saat proses penerjemahan maka hasil
penerjemahan yang ada akan menjadi ‘Mimi berkata: “kenapa kalian semua berkelahi hanya karena
satu bola? Kenapa kalian tidak dapat satu persatu bukankah akan lebih baik?’.
dāng shǒuményuán d e xióng fēicháng s h ē n g q ì b ǎ m ī m ī l ā g u ò q ù shuō n à n ǐ l á i dāng shǒu ményuán b a

d. Kutipan : 当 守爷爷 的 熊 非常 生气,把 咪咪 拉爷去爷:“那 你 来 当 守爷爷 吧!” 。

11- -51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Terjemahan : penjaga gawang merasa sangat marah terhadap Mimi. Dia menarik Mimi dan
berkata, “ baik, sekarang kamulah penjaga gawangnya”.
Kutipan di paragraf 6 diatas terdapat pergeseran makna dan juga proses penghilangan kata dalam
n à n ǐ lái

penerjemahannya. Pergeseran makna yang terjadi adalah “那 你 来 “yang secara harfiah berarti ”

sini kamu datang ” tetapi dalam proses penerjemahan diatas di utarakan dengan menyuruh agar
sesuai dengan konteks yang dimaksudkan oleh penutur aslinya sehingga makna sebenarnya dapat
tersampaikan kepada pembaca. Kemudian terjadi pula penghilangan secara leksikal yaitu berupa
dāng

kosakata ” 当 ” yang berarti ’menjadi’ hal tersebut dimaksudkan agar kalimat tersebut dapat

dimengerti maknanya oleh pembaca dengan menghilangkan sebuah kosakata.


m ī m ī h á i m é i zhàn h ǎ o q ī b ā g è q i ú j i ù xiàng t ā f ē i l e guòlái xià d é t ā bào t ó u d à j i à o jiùm ìng ā

e. Kutipan : 咪咪 还没 站好,七八个 球 就 向 她 飞了过来,吓 得 她 抱 头 大叫:“ 救命 啊.”

Terjemahan : sebelum Mimi dapat berdiri dengan tegak, banyak bola yang melayang
kearahnya, Mimi sangat ketakutan dan berteriak : ”tolong...”.
Kutipan di paragraf 7 diatas terdapat perubahan makna dalam penerjemahannya. Perubahan makna
q ī b ā g è qiú

yang terjadi adalah 七 八 个 球 yang secara harfiah berarti ” 7 8 buah bola ” tetapi dalam proses

penerjemahan diatas di utarakan dengan ’banyak’ agar sesuai dengan konteks yang dimaksudkan
oleh penutur aslinya.
z h è s h í h ò u m ī m ī zhēngkāi y ǎ n j ī n g f ā x i à n z ì j ǐ zhèng tǎng z à i c ǎ o dìshàng h á i h ǎ o z h è z h ǐ s h ì y í g è mèng

f. Kutipan : 这 时候,咪咪 睁开 眼睛,发现 自己 正 躺 在 草 地上,“还好,这只是 一个 梦 !”

Terjemahan : Mimi membuka matanya dan menemukan dirinya terbaring diatas rumput. ”
Terimakasih Tuhan, ini hanyalah sebuah mimpi”.
Kutipan di paragraf 8 diatas terdapat perubahan makna dan juga proses penyempitan dalam
h á i hǎo

penerjemahannya. Perubahan makna yang terjadi adalah “还好” yang secara harfiah berarti ” masih

baik ” tetapi dalam proses penerjemahan diatas di artikan dengan ” Terimakasih Tuhan” agar sesuai
dengan konteks yang dimaksudkan oleh penutur aslinya. Kemudian terjadi pula penyempitan
zhè s h í hòu

secara leksikal yaitu 这时候 ’waktu ini’ oleh penerjemah hal tersebut dimaksudkan agar kalimat

tersebut dapat dimengerti maknanya oleh pembaca.


zhàn z à i y ìp á n g d e xiǎo xióng jiào dào h á i b ú kuài q ǐ l á i w ǒ m e n b ú s h ì yuē hǎo y ì q ǐ q ù t ī q i ú m a

g. Kutipan : 站 在 一旁 的 小 熊 叫 道:“还 不 快 起来,我们 不 是 约 好 一起 去 踢球 吗!”

11 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Terjemahan :” Bangun, Mimi. Bukankah kamu mau bermain bola dengan kami?” kata si
Beruang kecil.
Kutipan di paragraf 9 diatas terdapat proses penyempitan dalam penerjemahannya. Penyempitan
zhàn zài y ì páng d e xiǎo xióng jiào dào

secara leksikal yaitu 站 在 一旁 的 小 熊 叫 道’ Si Beruang kecil berdiri disamping dan

membangunkan’ satu kalimat itu dihilangkan oleh penerjemah hal tersebut dimaksudkan agar
kalimat tersebut dapat dimengerti maknanya oleh pembaca dan tidak bertele-tele.
z à i liǎo j i ě l e t ī q i ú d e g u ī z é z h ī hò u m ī m ī wán d é fēicháng k ā i x ī n z h ī s h ì t ā b ú xiǎng y ì z h í dōu dāng shǒuményuán

h. Kutipan : 在了解了踢球的 规则 之后,咪咪 玩 得 非常 开心。只 是 她 不 想 一直 都 当 守 门 员 。

Terjemahan : Setiap orang mengikuti aturan. Mereka mempunyai waktu yang senang.
Bagaimanapun, Mimi tidak ingin menjadi penjaga gawang terus menerus.
Kutipan di paragraf 11 diatas terdapat penyempitan dalam penerjemahannya. Penyempitan secara
m ī m ī wán d é f ē i cháng kāixīn

leksikal yang dilakukan yaitu 咪咪 玩 得 非 常 开心’Mimi bermain dengan bahagia’ oleh

penerjemah kalimat tersebut tidak diterjemahkan, hal tersebut dikarenakan penerjemah hanya
menerjemah inti dari kalimat saja.

6. KESIMPULAN

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah pergeseran makna yaitu Bahasa yang
diturunkan secara turun-temurun dari satu generasi kegenerasi lainnya baik dengan secara langsung
maupun dengan tidak langsung. Kedua adalah kekaburan dan ketidakpastian makna menjadi salah
satu sumber pergeseran makna. Ketiga adalah kehilangan motivasi, Keempat ialah faktor salah
kaprah. Terakhir adalah struktur kosakata yang memegang peranan utama dan penting dalam
pergeseran makna. Terdapat faktor pemudah dan faktor penyebab terjadinya pergeseran makna ,
beberapa penyebab terjanya pergeseran makna ialah (1) sebab-sebab linguistic (2) Sebab-sebab
kesejarahan, (3) Penciptaan dan penemuan benda baru, (4) Penamaan institusi, (5) Penemuan ide-
ide baru, (6) Konsep-konsep ilmu pengetahuan, (7) Sebab-sebab sosial, (8) sebab-sebab Psikologis.

7. DAFTAR PUSTAKA

Beijing University. 1995. Kamus Besar China-Indonesia. Pustaka Bahasa asing : Beijing.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1997. Kamus besar bahasa Indonesia. Balai Pustaka:
Jakarta

11- -71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Drs. Yusuf, Suhendra, M.A.1994. Teori terjemah pengantar ke arah pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik. Mandar maju, Bandung.
Hoedoro Hoed, Benny.2006. Penerjemahan dan Kebudayaan.Jakarta: Pustaka Jaya.
Kentjono, Djoko. 1997. Dasar – dasar Linguistik umum. Jakarta : Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia.
Machali, Rochayah. 2000.Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Newmark, Peter. 1981.Approaches to Translation. Oxford London: Pergamon Press.
Newmark, Peter.1988. A Textbook of Translation. London: Prentice Hall.
Yusuf, Suhendra. 1994. Teori terjemah pengantar ke arah pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik.Bandung : Mandar maju.
Xiong, Huali. 2003. Mimi plays soccers ‘bilingual with hanyu pinyin’. Singapore: Pan Asia
Publishing.

11--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ANALISIS UNSUR FONETIS DALAM PUISI SINGGAH


DI BAWAH GUNUNG BEIGU
(CI BEIGU SHAN XIA)
Emiyasusi Susanti
Sastra Cina – Fakultas Sastra
esusanti5u51@yahoo.co.id

ABSTRACT

This research analysis phonetic elements in poem of Drop in under Beigu Mountain, a Wuyan lüshi
form of classic poem that popular in Tang Dynasty (618-907). In doing this research, writer use intrinsic
approach. Through intrinsic approach, writer apply concept of syllable compotition, rhythm harmony,
rhyme naturity, and easy pronunciation. This research is analytical description, and bibliographic research,
that interpretative or analytical with method of data collection in the form of literature text from a poem of
Drop in under Beigu Mountain by Wang Wan as primary resource, and be supported by some literature
about theory, concept, and relevant definition as secondary resource.

Key words: phonetic elements, syllable compotition, rhythm harmony, rhyme naturity, and easy
pronunciation.

1. PENDAHULUAN

Bentuk puisi klasik Wuyan lüshi sangat menarik. Wuyan lüshi adalah puisi delapan baris
yang tiap barisnya terdiri dari lima huruf dan memiliki pola ritme tertentu. Bentuk puisi ini populer
pada jaman dinasti Tang (618-907). Salah satu penyair dinasti Tang yang menulis puisi bentuk
Wuyan lüshi adalah Wang Wan (王湾). Sayang sekali data kelahiran dan kematiannya tidak
tercatat. Unsur fonetis karya sastra mencakup komposisi suku kata, keharmonisan ritme, kealamian
rima, pengucapan mudah, pengucapan sulit, dan lain-lain.

Komposisi suku kata mencakup gabungan kata dengan suku kata proposional dan simetris.
Keharmonisan ritme adalah yang menghasilkan nada yang tinggi-rendah, seimbang, atau sama.
Pengucapan mudah adalah ketrampilan retorik yang menggambarkan suatu gejala secara ringkas
dengan menggunakan bagian yang rimanya lebih rapih. Sedangkan pengucapan sulit adalah suatu
permainan bunyi yang memanfaatkan perulangan persilangan kata yang bunyi, rima, dan nadanya
sangat rentan keliru dalam kalimat atau paragraf; dibaca sekali lontar dengan cepat atau berulang-
ulang (Han Lihua, 2005).

22--11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Sesuai dengan judul penelitian penulis, yaitu Analisis Unsur Fonetis dalam Puisi Singgah
di Bawah Gunung Beigu (Ci Beigu Shan Xia), maka penulis akan membahas apa dan bagaimana
unsur-unsur fonetis puisi tersebut.

Penulis belum menemukan bahwa masalah dan objek penelitian ini sudah pernah dilakukan
oleh penelitian lain.

Tujuan penelitian penulis meneliti puisi ini adalah untuk memahami unsur-unsur
fonetisnya.

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif analisis.
Metode penelitian deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang
kemudian disusul dengan analisis. Mula-mula data dideskripsikan, dengan maksud untuk
menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan diperbandingkan (Ratna, 2010).

Teori yang penulis gunakan adalah teori struktural atau strukturalisme. Strukturalisme
menganalisis teks dan memperhatikan hubungan di antara tiap satuan bahasa (Nan Fan, 2002).

2. TEKS PUISI DAN PEMBAHASAN

次北固山下
Cì Bĕigù Shān xià

客路青山下,
Kè lù qīng shān xià,
行舟綠水前。
Xíng zhōu lǜ shuĭ qián.
潮平兩岸闊,
Cháo píng liăng àn kuò,
風正一帆懸。
Fēng zhèng yì fān xuán.
海日生殘夜,
Hăi rì shēng cán yè,
江春入舊年。
Jiāng chūn rù jiù nián.
鄉書何處達?
Xiāng shū hé chù dá?
歸雁洛陽邊。
Guī yàn Luòyáng biān.

21--21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

2.1. Komposisi suku kata


Dalam setiap larik yang terdiri dari 5 huruf sekaligus kata, penyair memilih gabungan
pasangan kata yang bersuku genap dan ganjil:
Larik 1: “kè lù” (genap), “qīng shān” (genap), dan ” xià” (ganjil).
Larik 2: “xíng zhōu” (genap), “lǜ shuĭ” (genap), dan “qián” (ganjil).
Larik 3: “cháo píng” (genap), “liăng àn” (genap), dan “kuò” (ganjil).
Larik 4: “fēng zhèng” (genap), “yì fān” (genap), dan “xuán” (ganjil).
Larik 5: “hăi rì” (genap), “shēng” (ganjil), dan “cán yè” (genap).
Larik 6: “jiāng chūn” (genap), “rù” (ganjil), “jiù nián” (genap).
Larik 7: “xiāng shū” (genap), “hé chù” (genap), dan “dá” (ganjil).
Larik 8: “guī yàn” (genap), “Luòyáng” (genap), “biān” (ganjil).

2.2. Pola ritme


Ritme puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu (Ci Beigu Shan Xia) adalah sebagai berikut:
(1)     
Kè lù qīng shān xià,
(2)     
Xíng zhōu lǜ shuĭ qián.
(3)     
Cháo píng liăng àn kuò,
(4)    
Fēng zhèng yì fān xuán.
(5)     
Hăi rì shēng cán yè,
(6)     
Jiāng chūn rù jiù nián.
(7)     
Xiāng shū hé chù dá?
(8)     
Guī yàn Luòyáng biān.

Tetapi Menurut Zhang Youzhi (1992), ritme puisi klasik bentuk Wuyan lüshi
memiliki pola tertentu. Berikut adalah perbandingan pola ritme puisi Singgah di Bawah
Gunung Beigu dengan pola ritme puisi klasik bentuk Wuyan lüshi yang jika huruf-
hurufnya ditulis dari atas ke bawah atau format klasik:

21--31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Pola ritme Wuyan lüshi: Pola ritme puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu:

   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   

Pola ritme puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu memiliki 4 buah yang tidak sesuai dengan
pola ritme Pola ritme Wuyan lüshi, yaitu pada larik 3, 4, 7, dan 8.

2.3. Rima akhir

Rima akhir puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu adalah Ouyun (偶韵Rima
berpasangan). Ouyun yaitu pasangan larik yang satu berada di 2 larik berikutnya.
Rima akhir puisi tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Kè lù qīng shān xià,
(2) Xíng zhōu lǜ shuĭ qián. (an)
(3) Cháo píng liăng àn kuò,

21 - 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

(4) Fēng zhèng yì fān xuán. (an)


(5) Hăi rì shēng cán yè,
(6) Jiāng chūn rù jiù nián. (an)
(7) Xiāng shū hé chù dá?
(8) Guī yàn Luòyáng biān. (an)

2.4. Pengucapan mudah

Penyair puisi ini memanfaatkan pengucapan mudah dengan menggunakan bagian


yang rimanya lebih rapih. Ia tidak memanfaatkan pengucapan sulit berupa perulangan
persilangan kata yang bunyi, rima, dan nadanya sangat rentan keliru dalam kalimat atau tiap
dua larik. Jika disusun per dua larik, puisi tersebut adalah sebagai berikut:
Kè lù qīng shān xià, xíng zhōu lǜ shuĭ qián. (an)
Cháo píng liăng àn kuò, fēng zhèng yì fān xuán. (an)
Hăi rì shēng cán yè, jiāng chūn rù jiù nián. (an)
Xiāng shū hé chù dá?Guī yàn Luòyáng biān. (an)

3. PENUTUP

Unsur fonetis puisi Singgah di Bawah Gunung Beigu (Ci Beigu Shan Xia) karya Wang
Wang ini cukup bagus. Dalam setiap larik yang terdiri dari 5 huruf sekaligus kata, penyair memilih
gabungan pasangan kata yang bersuku genap dan ganjil, menyesuaikan jumlah 5 huruf di tiap
lariknya.

Pola ritme puisi tersebut juga cukup banyak menyesuaikan ketentuan pola ritme Wuyan
lüshi. Dari jumlah 8 larik yang seluruhnya memiliki 40 huruf sekaligus kata, hanya terdapat 4 huruf
yang tidak sesuai dengan pola ritme pola ritme Wuyan lüshi.

Rima akhir puisi ini pun cukup bagus, yaitu pasangan larik yang satu berada di 2 larik
berikutnya, membentuk rima akhir an di larik ke-2, dan di 2 larik berikutnya. Keindahan rima
akhir di tiap 2 larik puisi ini dipermudah dengan pengucapan per dua larik tersebut, sehingga
pembaca mudah membacanya dengan lancar.

Harapan penulis, semoga keindahan rima dan kemudahan pengucapan puisi ini me
penciptaan puisi atau syair lagu Indonesia.

12 - 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

DAFTAR PUSTAKA

Chen Fuhua. (1991). Gudai Hanyu cidian. Beijing: Shangwu Yinshuguan.


Han Lihua. (2005). Hanyu xiuci jiqiao jiaocheng. Beijing: Huawen Chubanshe.
id.wikipedia.org/wiki/Luoyang
Kamus elektronik besta®CID-508.Jakarta: PT. Besta Indonesia.
Nan Fan. (2002). Wenxue lilun. Hangzhou: Zhejiang Wenyi Chubanshe.
Ratna, Nyoman Kutha. (2010). Teori, metode, dan teknik penelitian sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Siswanto. (2010). Metode penelitian sastra: analisis struktur puisi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wu Qizhu. (2003). Xiandai hanyu jiaocheng. Hunan: Hunan Shifan daxue Chubanshe.
Zhang Youchi. (1992). Shici xinshang. Taibei: Zhiyang Chubanshe.

21 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

KORELASI NILAI RATA-RATA UJIAN AKHIR NASIONAL (UN)


UNTUK MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SMU
TERHADAP PROSES PEMBELAJARAN KOSA KATA
MAHASISWA SEMESTER I JURUSAN SASTRA INGGRIS UNSADA
Rusydi M. Yusuf
(er_em_ye@yahoo.com--rusydi_m_yusuf@fs.unsada.ac.id)
Fakultas Sastra - Jurusan Sastra Inggris

ABSTRACT

I conducted an empirical research regarding the correlation between National Examination school
grade in Senior High School and the grade of teaching and learning process of Vocabulary Building in
Semester I of English Department students. To analyze the correlation between National Examination school
grade in Senior High School and the grade of teaching and learning process of Vocabulary Building, I used
data from National Examination and the grade of teaching and learning process in the classroom. The
analysis is conducted by using SPSS 17 program. first, I compute the average points of National Examination
and the average points of teaching and learning process. Next, I tried to obtain “r square value” in model
summary matrix by using SPSS 17. After comparing between “r square value” and “interval value” of
bivariat Parametric Pearson Product Moment I plotted the graph, from the graph, I discover some important
information to be concluded.

Key words: correlation, National Examination, r square value, model summary, graph.

1. LATA BELAKANG

Bahasa merupakan alat komun ikasi yang paling ampuh untuk menjalin hubungan antara satu
dengan yang lain, antara bangsa dengan bangsa lain. Salah satu bahasa yang paling banyak dipakai dalam
berkomunikasi di dunia ini adalah Bahasa Inggris yang dipakai hampir pada setiap peristiwa
internasional. Di Indonesia Bahasa Inggris sudah dipelajari seorang siswa sejak dia duduk di bangku
sekolah menengah pertama, dan dilanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dalam pedoman Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Inggris Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah yang ditetapkan Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2003 bahwa lulusan SMA
diharapkan dapat mencapai tingkat informational dimana seorang siswa diharapkan mampu untuk
mengemukakan atau mengkonstruksi gagasan atau informasi, karena mereka dipersiapkan untuk
memasuki dunia perguruan tinggi.

Dari hasil belajar yang telah mereka lakukan selama lebih kurang 3 tahun tersebut, maka oleh
pemerintah dilakukan suatu pengukuran atau penilaian dalam bentuk Ujian Akhir Nasional, namun
apakah hasil nilai yang diperoleh selaras dengan tujuan pembelajaran bahasa itu sendiri atau tidak, maka
perlu dilakukan penelitian.

32 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Untuk mengetahui hal tersebut saya bermaksud melakukan penelitian mengenai apakah hasil
Ujian Akhir Nasional dalam mata pelajaran bahasa Inggris berpengaruh terhadap kemampuan mereka
dalam mengembangkan, memahami dan menempatkanfungsi masing masing kata dalam kalimat
sederhana?

2. PERUMUSAN MASALAH

Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris diperlukan suatu pengetahuan awal tentang
bahasa itu sendiri, selama 6 tahun sejak dari sekolah menegah pertama seorang anak didik telah
dibekali dengan ketrampilan berbahasa, namun berdasarkan pengamatan di kelas ketika mereka
sudah duduk di bangku perguruan tinggi, sebagian dari mahasiswa tersebut masih saja mengalami
kesulitan dalam membedakan fungsi dari masing-masing kata dalm pemakaiannya (usage),
Berdasarkan hal tersebutlah saya merumuskan masalah bahwa masih terdapat kesulitan bagi
mahasiswa untuk mengembangkan, memahami dan menempatkan fungsi masing masing kosa kata
dalam membuat kalimat secara sederhana. Kesulitan ini terjadi mungkin karena selama mereka
belajar di sekolah menengah hanya diperkenalkan kepada kalimat secara langsung sehingga mereka
tidak dapat membedakan masing masing fungsi dari setiap komponen kalimat. Padahal untuk dapat
membuat kalimat dengan benar setiap komponen kalimat harus dikenali fungsinya agar tidak salah
dalam penempatan masing masing fungsi yang sebenarnya.

3. HIPOTESIS

Dari identifikasi masalah di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:


Ho Diduga terdapat korelasi dan pengaruh nilai rata rata ujian akhir Nasional untuk Mata
Pelajaran Bahasa Inggris SMU terhadap Proses Pembelajaran Kosa Kata Mahasiswa
Semester I di Unsada.
H1 Diduga tidak terdapat korelasi dan pengaruh nilai rata rata ujian akhir Nasional untuk Mata
Pelajaran Bahasa Inggris SMU terhadap Proses Pembelajaran Kosa Kata Mahasiswa
Semester I di Unsada

4. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester 1 jurusan sastra Inggris
Unsada tahun Akademik 2011-2012 kelas pagi (A dan B) yang mengikuti proses pembelajaran
selama 3 bulan dan test secara berkesinambungan sebanyak 3 kali test.

31 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

5. TEKIK ANALISA DATA

Analisa data menggunakan statistic deskriptif yaitu dengan cara mengolah data dengan
menggunakan software SPSS 17 yang berhubungan dengan statistic deskriptif, kemudian
mendeskripsikan dan menyimpulkan hasil dari data yang telah diolah tersebut.

6. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh nilai Ujian Akhir
Nasional dalam mata pelajaran bahasa Inggris terhadap kemampuan pengembangan kosa kata pada
tahap awal mereka memasuki perguran tinggi.
Untuk mencapai tujuan tersebut saya akan melakukan beberapa tahapan berupa:
1. Mengumpulkan dan menganalisis hasil dari Nilai UN.
2. Menganalisis kalimat kalimat yang dikembangkan pada semester pertama di perguruan
tinggi.

8. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam mengetahui kemampuan seorang calon


mahasiswa yang akan memasuki perguruan tinggi khususnya jurusan sastra Inggris di UNSADA,
sehingga memberikan kemudahan kepada ketua jurusan dan dosen pengajar untuk menyampaikan
materi ajar yang akan disampaikan.

9. LANDASAN TEORI

Teori yang dipergunakan adalah teori korelasional yang kegunaannya adalah untuk
mendeteksi sejauh mana variasi variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi variasi pada satu
atau lebih faktor lain berdasarkan pada koofesien korelasi. (Subrata : 24)

Arikunto (247-248) dilain hal juga mengatakan bahwa penelitian korelasional adalah
penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa
variable. Dengan teknik korelasi seorang peneliti dapat mengetahui hubungan variasi sebuah
variable dengan variasi yang lain. Besarnya atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam
bentuk koefesien korelasi.

31 - 31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Dalam penelitian korelasional ini, menurut Donald Ari yang dikutip oleh Arikunto tidak
menuntut subjek yang terlalu banyak. Dalam penelitian korelasi ini juga tidak selalu menunjukkan
adanya hubungan sebab akibat antara dua variable yang diteliti.

Ada beberapa teori korelasi yang dapat dipergunakan untuk menalisis penelitian, namun
yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah “Korelasi bivariat Parametrik Pearson Product
Moment”. Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan dua variable.,
yaitu variable bebas dan variable tergantung yang berskala interval (parametric) yang dalam SPSS
disebut “scale” Analisis korelasional juga digunakan untuk melihat kuat lemahnya hubungan antar
variable bebas dan variable tergantung. Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) atau
negative (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif, hubungan kedua variable bersifat searah
yang bermakna bahwa jika variable bebas besar, maka variable tergantungya juga besar. Jika
korelasi menghasilkan angka negative, hubungan kedua variable bersifat tidak searah yang
bermakna bahwa jika variable bebas besar, maka variable tergantungnya kecil. Angka korelasi
berkisar antara 0 s/d 1. Dengan ketentuan jika angka mendekati 1, hubungan kedua variable
semakin kuat, jika angka korelasi mendekati 0, hubungan kedua variabel semakin lemah.
(Sarwono:37).

Dilain hal menurut Supranto dan Nandan (statistika ekonomi dan bisnis : 124) apabila dua
variable X dan Y berkorelasi, maka bentuk hubungan bisa poisitif dan bisa juga bisa negative, yang
berarti pengaruh yang ditimbulkan oleh X terhadap Y bisa positif bisa juga negative. Hubungan X
dan Y disebut positif kalau pada umumnya kenaikan/penurunan X menyebabkan
kanaikan/penurunan Y yaitu (X↑↓→Y↑↓). sebaliknya hubungan X dan Y disebut negative kalau
pada umumnya kenaikan/penurunan X menyebabkan penurunan/kanaikan Y yaitu (X↑↓→Y↓↑). X
dan Y dinyatakan tidak berkorelasi kalau naik turunya X tak secara teratur diikuti oleh naik turunya
Y. (lihat lampiran diagram pencar). Pada pernyataan lain Supranto dan Nandan (129) berpendapat
bahwa apabila ternyata nilai r mendekati 1 (0,9) maka hubungan X dan Y dinyatakan kuat sekali
sehingga analisis akan dilanjutkan dengan analisis regresi linear sederhana untuk memperkirakan
besarnya pengaruh X terhadap Y, dan jika ternyata nilai r mendekati 0 (0,09) maka hubungan X
dan Y dinyatakan sangat lemah sekali sehingga analisis tidak dapat dilanjutkan dengan analisis
regresi linear.

31 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

9. METODE PENELITIAN

Penelitian ini memakai metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah metode
penelitian untuk membuat gambaran mengenai suatu situasi atau kejadian. (Nazir, 2005 : 57)
Sedangkan studi yang dilakukan adalah studi korelasional, dalam masalah ini peneliti akan
melakukan analisis data hasil UN, dari hasil data UN tersebut akan mengkorelasikan dengan
pemakaian dan fungsi dari masing kata yang dilakukan oleh mahasiswa semester 1 Sastra Inggris
Universitas Darma Persada Jakarta angkatan tahun 2011-2012. Selanjutnya akan dilakukan
pengambilan data sebanyak lebih kurang 3 kali dalam rentang waktu 3 bulan. Dari ketiga kali
pengambilan data tersebut, akan dilihat apakah ada korelasi antara hasil Un terhadap hasil proses
pembelajaran vocabulary, dan seberapa besar pengaruh nilai UN terhadap hail proses pembelajaran
vocabulary tersebut.

Data dikumpulkan berdasarkan keseluruhan jumlah populasi atau sampel total (Husaini
Usman, 2008:42) mahasiswa semester I Jurusan Sastra Inggris yang kuliah di kelas pagi, dan nilai
UN yang diteliti adalah mereka yang lulus Sekolah Menengah Umum (SMU) tahun 2010 dan 2011.

10. HASIL PENELITIAN

Dalam bagian ini akan dibahas mengenai hasil olah data penelitian penelitian Korelasi atau
asosiasi (hubungan antara variable-variabeli. Di sini akan disoroti dua aspek untuk analisis korelasi,
yaitu apakah data dari responden berupa nilai rata rata hasil Ujian Nasional yang ada menyediakan
bukti cukup bahwa ada kaitan antara variabel-variabel yang bersangkutan, dan yang kedua, jika ada
hubungan,seberapa kuat hubungan antar variabel tersebut.

Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris tahun angkatan 2011-2012 yang mengikuti perkuliahan
untuk mata kuliah “Vocabulary Building” adalah sebanyak 36 orang mahasiswa. Dari 36 orang
mahasiswa ini yang aktif mengikuti perkuliahan adalah 31 orang mahasiswa. Dari ke 31 orang
mahasiswa inilah diperoleh data nilai hasil Ujian Nasional yang dikeluarkan oleh kementerian
Pendidikan Nasional Indonesia. Hasil pengumpulan data tersebut diperoleh data rata rata nilai nya
adalah: 7,83 (tujuh koma delapan tiga). (lihat tebel pada lampiran 1), karena nilai rata rata hasil
Ujian Nasional cukup besar maka saya berasumsi bahwa diduga terdapat korelasi dan pengaruh
antara nilai rata rata ujian akhir Nasional untuk Mata Pelajaran Bahasa Inggris SMU terhadap
Proses Pembelajaran Kosa Kata Mahasiswa Semester I di Unsada.

31 - 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Pada tahap selanjutnya untuk membuktikan dugaan tersebut maka dilakukan pengambilan
tes pengembangan kosa kata terhadap ke 31 responden di atas. Tes dilakukan sebanyak 3 kali
dengan hasil sebagai berikut: tes I yang dilakukan pada tanggal 29.9.2011. untuk sepuluh kosa kata
yang diberikan untuk membuat kalimat sederhana nilai rata ratanya adalah: 4,45 (empat koma
empat puluh lima). Tes II yang dilakukan pada tanggal 11.10.2012, nilai rata ratanya adalah: 3,90
(tiga koma Sembilan puluh), tes III yang dilakukan pada tanggal 29.11.2012, nilai rata ratanya
adalah: 5,05 (lima koma nol lima). (lihat tabel pada lampiran 1).

Untuk mengolah data tersebut maka dipergunakanlah program pengelohan data SPSS 17.
Dari pengelolahan data tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :
Model Summaryb

Adjuste Std. Error Change Statistics


R dR of the R Square F Sig. F Durbin-
Model R Square Square Estimate Change Change df1 df2 Change Watson
1 .313a .098 -.002 .69768 .098 .976 3 27 .419 1.652

Dari model summary yang diperoleh bahwa R square yang menunjukkan data korelasi antara
kedua variable yaitu variable Ujian Nasional yang merupakan Variabel bebas dan variable tes
vocabulary yang merupakan variable terikat adalah : 0,098.

Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Supranto dan Nandan (129) bahwa apabila ternyata
nilai R square lebih besar atau mendekati 1 (0,9) maka hubungan X dan Y dinyatakan kuat sekali
sehingga analisis akan dilanjutkan dengan analisis regresi linear sederhana untuk memperkirakan
besarnya pengaruh X terhadap Y, dan jika ternyata nilai R square lebih kecil atau mendekati 0
(0,09) maka hubungan X dan Y dinyatakan sangat lemah sekali.

Dilihat dari hasil analisis korelasi dengan memakai program SPSS 17 diperoleh hasil R
square adalah: 0.098 yang mendekati 0.09 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada
korelasi antara nilai rata rata hasil Ujian Nasional terhadap proses pembelajaran mata kuliah
Vocabulary Building I pada semester 1 Jurusan Sastra Inggris Unsada.

Dari diagram pencar (scatter diagram) yang dikemukan oleh Suprapto dan Nandan (124)
bahwa X dan Y dikatakan tidak berkorelasi kalau naik turunnya X tak secara teratur diikuti oleh
naik turunnya Y. (lihat lampiran diagram pencar).

3
1-6
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Pada hasil analisis korelasi dengan memakai program SPSS 17 (lihat gambar di bawah ini)
maka terlihat bahwa naik dan turunnya antara X dan Y tidak beraturan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak ada korelasi antara nilai rata rata hasil Ujian Nasional terhadap proses
pembelajaran mata kuliah Vocabulary Building I pada semester 1 Jurusan Sastra Inggris Unsada

11. KESIMPULAN

Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai rata rata hasil
UN untuk mata pelajaran bahasa Inggris pada tingkat sekolah menengah atas belum secara
signifikan berkorelasi langsung dengan mata kuliah pengembangan kosa kata (vocabulary building)
untuk semester I di Unsada tahun angkatan 2011.

12. DAFTAR PUSTAKA

Arikuto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitia. Cetakan ke 7. Jakarta: Rineka Cipta,.


Hill, LA. 1982. Word power 1500- Vocabulary Test and Exercises in American English. Tokyo:
Oxford University Press.
Mas’ud, Fuad. 1992. Essentials of English Grammar-A practical guide. Edisi 2. Yogyakarta:
BPFE.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Redman, Stuart. 1997. English Vocabulary in Use. Australia:Cambridge University Press.
Sarwono, Jonathan. 2006. Panduan Cepat dan Mudah SPSS14. Yogyakarta. Penerbit Andi.
Supramono, SE., dan Sugianto, Ir., 1993.Satistika. Yogyakarta. Andi Offset.

31--71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Supranto, Prof., Dr., MA., APU. Dan Nandan limakrisna. Dr., H.,Ir., MM., CQM. 2010. Statistika
ekonomi dan Bisnis. Mitra Wacana Media.
Suryabrata, Sumadi, BA. 1983. Metodologi Penelitian. Universitas Gajah Mada, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 2008. Metodologi Penelitian sosial. Jakarta: Buni
Aksara,.

31--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

LAMPIRAN-LAMPIRAN :

Lampiran 1

32 -- 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Lampiran 2

Gambar diagram pencar (scatter diagram)

31 -- 10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

31 -- 11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Lampiran 3
Grafik hasil analisis kesalahan kalimat oleh mahasiswa
Tes Pertama

Tes kedua

31- -12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Tes ketiga

31- -13
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Lampiran 4
Contoh contoh kesalahan kalimat yang dibuat

3 1- 14
-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

THE PHONOLOGICAL MODEL OF SOUND PERCEPTION


Irna Nirwani Djajadiningrat, Fridolini
irnadjajadiningrat@yahoo.com
Sastra Inggris – Fakultas Sastra

ABSTRACT

Perception may have a role to play in shaping phonological systems but that it should not be
included in the linguistic component of language-specific sound structure The research concerned with the
two basic possibilities for modeling speech perception, namely as a general auditory or language-specific
process. That is, speech perception could be regarded as a mapping performed by the human auditory system,
something that would imply that no linguistic knowledge is involved. Alternatively, it could be considered
part of linguistic knowledge, which would imply that experience with a language results in abstract,
systematic, and language-specific speech decoding. The research found that sound perception can be viewed
as a single perceptual mapping from the acoustic signal onto abstract representations that constitute the
phonological structure of a given language. However, both phonetic and phonological facts need to be
conveyed to lead to a more adequate model for explaining and describing the knowledge underlying speech
perception. This is because the nature of the speech signal requires some kind of phonetic mapping that could
also be encoded as phonological knowledge, given the language specificity of perceptual mappings.

This research also concluded that there are at least three models of sound categorization, mainly
first,.it involves abstract representations and perceptual mappings. Second, it is language specific and
language dependent, i.e., the decoding of the speech signal is developmentally shaped by a language
environment, and therefore it is only appropriate for such an environment. third, it involves phonological
representations whose degree of abstraction should depend on the acoustic properties of the signal and the
way in which such properties are encoded in the perceptual mappings.

Key words: Sound Perception, speech perception, model, mapping

1. INTRRODUCTION

Speech perception has commonly been modeled within phonetics or psycholinguistics. As


it is through speech perception that the decoding of the speech signal into meaningful linguistic
units occur. Thus, speech perception is the act by which listeners map continuous and variable
speech onto linguistic targets. Such ‘mapping’ of the speech signal is represented by the auditory
continuum, and the linguistic units represent the targets of the perceptual mapping.

This linguistic model for speech perception has two mapping components, and three levels
of representation. The first mapping is Phonetic Form to Surface Form, and the second mapping
is Surface Form to Underlying Form. Meanwhile, the first level representation is Phonetic Form
(PF), refers to the phonetic description of a word, i.e., a detailed specification of how speech is
actually pronounced, which is commonly written between brackets. The second level presentation
is the phonological structure of a word, i.e., the discrete, abstract, and invariant aspects that

42--11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

listeners extract from the signal, which is commonly written between slashes, as in /ðiz/. The third
form, the Underlying Form (UF) represents a word as it is stored in the listener’s mental lexicon,
i.e., the abstract and word-sized phonological form of a word paired with its meaning. This is
commonly written between slashes together with its semantic meaning.

In this research, we will focus on two basic possibilities for modelling speech
perception, namely as a general auditory or language-specific process. That is, speech
perception could be regarded as a mapping performed by the human auditory system, something
that would imply that no linguistic knowledge is involved. Alternatively, it could be considered
part of linguistic knowledge, which would imply that experience with a language results in
abstract, systematic, and language-specific speech decoding. Based on the stated above, we assume
that the two basic possibilities for modeling speech perception, namely as a general auditory or
language-specific process. That is, speech perception could be regarded as a mapping performed by
the human auditory system, something that would imply that no linguistic knowledge is involved.
Alternatively, it could be considered part of linguistic knowledge, which would imply that
experience with a language results in abstract, systematic, and language-specific speech decoding

2. THEORETICAL FRAMEWORK

Based on Hyman (2001), linguistic model for speech comprehension has two mapping
components, as depicted by the arrows, and three levels of representation. The first representation,
the Overt Form (OF) or Phonetic Form (PF), refers to the phonetic description of a word, i.e., a
detailed specification of how speech is actually pronounced, which is commonly written between
brackets. For example, the word breathe is represented as [bri∂]. The second representation, the
Surface Form (SF), refers to the phonological structure of a word, i.e., the discrete, abstract, and
invariant aspects that listeners extract from the signal, which is commonly written between slashes,
as in /bri∂/. The last form, the Underlying Form (UF), represents a word as it is stored in the
listener’s mental lexicon, i.e., the abstract and word-sized phonological form of a word paired with
its meaning. This is commonly written between slashes together with its semantic meaning, which
is itself commonly written between quotes, as in /bri∂/ ‘connect or reduce the distance between’.
That speech perception refers to the mapping of the signal onto phonological structure, it is
considered to occur in the first mapping, i.e., OF to SF. With respect to the perceptual mapping, the
writers discuss the two basic possibilities for modeling speech perception, namely as a general
auditory or language-specific process. That is, speech perception could be regarded as a mapping
performed by the human auditory system, something that would imply that no linguistic knowledge

41--21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

is involved. Alternatively, it could be considered part of linguistic knowledge, which would imply
that experience with a language results in abstract, systematic, and language-specific speech
decoding.

3. FINDING AND DISCUSSION

English listeners could perceive the difference between dental and retroflex stops when the
inter-stimulus interval between tokens was short enough to enable auditory perception. As the
linguistic nature of the decoding of continuous speech into language-specific sound categories that
differentiate between general auditory perception and speech perception where it is argued that the
perception of sound segments is shaped by language experience and guided by perceptual
mappings that are specific to the language at hand. The decoding of the speech signal into vowels
and consonants, i.e., sound categorization is language-specific. The language-specificity of sound
categorization is demonstrated with the cross-linguistic differences in the classification of the same
acoustic continua found in the speech signal.

Speech perception does not work in the same way for all listeners. Rather it gets warped or
attuned to best cope with the acoustic-phonetic properties of a particular language environment.
This language specificity of speech perception can be illustrated with the differences found
between the perception of sounds as acoustic reality and their interpretation as the speech of one’s
native language. When the listeners heard the acoustic dimension that differentiates two tokens in a
speech context, their language-specific knowledge guided their discrimination between such
tokens, whereas when the auditory difference was placed within a non-speech context, general
auditory processing guided their discrimination. Nevertheless,. speech perception theories that are
embedded in phonetics such as the Motor Theory (Liberman & Mattingley 1985) claim that
listeners perceive either articulatory gestures or the neural commands underlying such gestures.

Most psycholinguistic models distinguish between the mapping from the acoustic signal
onto speech perception and the mapping performed for lexical access.. Several psycholinguistic
studies have shown that listeners process the signal through an intermediate pre-lexical level that
mediates between the raw acoustic information in the signal and the words in the lexicon
(McQueen 1998). Thus, many psycholinguistic models, an overview of which can be found in
abstract pre-lexical categories rather than being directly mapped onto the lexicon. Below illustrates
a psycholinguistic model for word comprehension with two levels of representation and two
processes or mappings as illustrated below:

41 -3
-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Lexicon Lexical map:

Recognition

Perceptual units Pre-lexical map:

Perception

The main body of the pre-lexical decoding of the speech signal is derived from the
listener’s compensatory effects that result from the processing of co-articulation and speech rate,
which have been shown to have a pre-lexical locus. Likewise, the normalization of between-
speaker variation has been shown to occur through abstract pre-lexical processing and
representations. Merge model, which specifically addresses sound perception is not affected by
lexical feedback during online speech processing, at the time a phonemic categorization response is
given, lexical and perceptual information can merge. In addition, the lexicon can influence
perception during offline perceptual learning. It is important to mention that the Merge model
assumes that perceptual units or representations are abstract symbolic segments i.e., phonemes.
Representation of the Merge model: Pre-lexical bottom-up processing, off-line lexical intervention,
merge..

As discussed above, most phonological proposals model perceptual mappings as universal


or extralinguistic. With respect to sound representations, phonological models consider the
representation of sounds as a phonological structure which is ‘discrete’ and ‘highly abstract’
because it has no relation to the acoustic- phonetic properties of the signal. Also, phonological
categories are considered ‘distinctive’ because they exist only if they convey a difference in
meaning, i.e., if they form minimal pairs. Thus, phonological theory views the representation of a
sound as a contrastive unit because it contains only features that distinguish it from the
representations of other sounds. This means that phonological categories do not contain other non-
contrastive acoustic-phonetic properties with which sounds are produced. Going back to perceptual
mappings, another option within phonological modeling would be to assume that speech perception

14- -14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

is a single linguistic mapping between the acoustic signal and abstract phonological
representations. The single linguistic mapping option not only refers to speech perception as a
language-specific phenomenon, just like in phonetic and psycholinguistic modeling, but it also
incorporates a processing or mapping phenomenon into the domain of honology, i.e., it interprets it
as linguistic knowledge.

As previously noted, the present research aims to provide a sound perception model for
foreign language speakers. The choice for this type of model is based on the language specificity of
the perceptual mapping of the speech signal which renders this phenomenon a subject matter of
linguistic modeling. That attempts at modeling speech perception through linguistic means have
been made and that it is possible to provide a phonological account of so-called phonetic
phenomena, such as the production and perception of the sounds of a language as the nature of
perceptual mappings and sound representations differs between phonological and phonetic
modelling because while several phonological proposals regard it as universal, most phonetic
proposals assume their language-specific nature. According to most phonologists and phoneticians,
the study of sound segments within each of these disciplines refers to different phenomena so that
these disciplines constitute different but complementary subjects of study. However, the nature of
perceptual mappings suggests that phonetics and phonology may describe a single phenomenon
because universal speech perception is a highly unlikely concept, as was shown in Cho &
Ladefoged (1999) for speech production, and because of the issues discussed.. Therefore, sound
perception can be viewed as a single perceptual mapping from the acoustic signal onto abstract
representations that constitute the phonological structure of a given language. With respect to the
nature of abstract representations and perceptual mappings, it seems that phonetic, phonological,
and psycholinguistic models do not fully concur on the precise level of abstraction that
phonological categories have. Although most models typically make use of phonemic-like
representations when modeling sound perception, other less abstract categories have also been
proposed. In the next section, I summarize the proposed possibilities for sound representations and
provide an attempt to resolve the nature of the targets of speech perception.

If categories have some level of abstraction and if that level of abstraction depends on the
extraction of language-specific linguistic properties from the signal, perceptual mappings must
mediate between the continuous and variable acoustic signal and sound representations. What sort
of perceptual mappings could provide such mediation? Given the auditory properties of the speech
signal, perceptual mappings should be able to process a variety of auditory values that are shared
between production environments but that have different distributions and are used in distinctive

14 -- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

ways in these different environments. That is, perceptual mappings across languages may behave
similarly in that they need to process the same auditory dimensions given the common properties of
the speech signal across languages.

However, they also convey the specific ways in which the sounds of a particular language
should be optimally perceived. The question, then, is how we can model such a universal and
language-specific interaction of the mappings involved in sound perception. Given that the
perceptual mapping from acoustics to the abstract representation of sounds is also language-
specific, and therefore represents linguistic knowledge, it should undergo phonological modeling.
However, both phonetic and phonological facts need to be conveyed to lead to a more adequate
model for explaining and describing the knowledge underlying speech perception. This is because
the nature of the speech signal requires some kind of phonetic mapping that could also be encoded
as phonological knowledge, given the language specificity of perceptual mappings. Kingston
argues that because the forces that underlie speech perception are regulatory and evaluative, they
are “in the mind and not in the vocal tract or ear”, adding that “nothing stands in the way of their
incorporation into other mental constructions or operations, such as the grammar of a particular
language”. This means that the linguistic grammar not only helps speech perception,

The research found that sound perception can be viewed as a single perceptual mapping
from the acoustic signal onto abstract representations that constitute the phonological structure of a
given language. However, both phonetic and phonological facts need to be conveyed to lead to a
more adequate model for explaining and describing the knowledge underlying speech perception.
This is because the nature of the speech signal requires some kind of phonetic mapping that could
also be encoded as phonological knowledge, given the language specificity of perceptual mappings

This research also concluded that there are at least three models of sound categorization,
mainly first,.it involves abstract representations and perceptual mappings. Second, it is language
specific and language dependent, i.e., the decoding of the speech signal is developmentally shaped
by a language environment, and therefore it is only appropriate for such an environment. third, it
involves phonological representations whose degree of abstraction should depend on the acoustic
properties of the signal and the way in which such properties are encoded in the perceptual
mappings.

14 -- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

4. SUMMARY

Three main properties of the perception of speech sounds are, first, it involves abstract
representations and perceptual mappings. Second, it is language specific and language dependent,
i.e., the decoding of the speech signal is developmentally shaped by a language environment, and
therefore it is only appropriate for such an environment. Third, it involves phonological
representations whose degree of abstraction should depend on the acoustic properties of the signal
and the way in which such properties are encoded in the perceptual mappings.

The nature of categories depends on the signal and the mappings The input generates the
mappings and they, in turn, generate sound representations. The first model would integrate
phonetic and phonological approaches to speech perception. This means that the speech signal is
parsed in a bottom-up fashion without feedback from the lexicon which is at a higher level. In other
words, there is no top-down processing. Thus, within psycholinguistic modeling, speech perception
is viewed as the decoding of the speech signal prior to the access of lexical items.

REFERENCES

Cho, T and P. Ladefoged, “Variation and Universals in VOT: Evidence from 18 Languages,”
Journal of Phonetics, 27, 1999, pp. 207-229.
Hyman, L. M. (2001). The limits of phonetic determinism in phonology: *NC revisited. In E.
Hume & K. Johnson (eds.), The Role of Speech Perception in Phonology, 141-186. New
York: Academic Press.
Liberman AM, Mattingly IG. (1985). The motor theory of speech perception revised. Cognition.
21(1):1-36.
McQueen, J. M., & Cutler, A. (1998). Spotting (different types of) words in (different types of )
context. In Proceedings of ICSLP 98 (pp. 2791–2794). Adelaide, Australia: Causal
Productions.
Norris, D., McQueen, J. M., & Cutler, A. (1995). Competition and segmentation in spoken-word
recognition. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory, and Cognition, 21,
1209–1228.

41- -71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KINERJA DOSEN


FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS
DARMA PERSADA TAHUN 2011
Albertine Minderop, Swany Chiakrawaty, Agustinus H.
aminderop@yahoo.com
Sastra Inggris - Fakultas Sastra

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul: PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KINERJA DOSEN FAKULTAS


SASTRA UNIVERSITAS DARMA PERSADA TAHUN 2011 ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
memaksimalkan kinerja dosen Fakultas Sastra (FS) agar menghasilkan kualitas akademik dan non-akademik
para dosen FS dan mahasiswa serta para lulusan FS. Penelitian mencakup penelusuran persepsi mahasiswa
tentang: kepribadian dosen, konten matakuliah dan diktat yang disajikan oleh para dosen.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan
menyebarkan kuesioner berisi 43 pertanyaan kepada mahasiswa dengan target responden berjumlah 1413
responden terdiri dari: 28 pertanyaan tentang kepribadian dosen, 8 pertanyaan dan pernyataan tentang konten
matakuliah serta 7 pertanyaan tentang penyediaan diktat oleh dosen. Jumlah dosen yang disurvey sebanyak
92 orang terdiri dari dosen: MKPK/MKDK, jurusan Jepang, jurusan Cina dan jurusan Inggris.

Pertanyaan bersifat closed ended (pilihan ganda). Nilai dari tiap pertanyaan bersifat diskret antara 1
hingga 5, berskala Likert (skala pengukuran psikometrik dan berjenjang). Pilihan disajikan: A = 5 = sangat
setuju dengan nomor terkait, B = 4 = setuju dengan nomor terkait, C = 3 = netral atas pertanyaan nomor
terkait, D = 2 = tidak setuju dengan nomor terkait dan E = 1 = sangat tidak setuju dengan pertanyaan nomor
terkait.

Kesimpulan yang diperoleh, pada umumnya semua dosen memiliki perbedaan score yang nyata
berdasarkan evaluasi mahasiswa, namun terdapat 3 variabel yang tidak berbeda nyata antar dosen, yaitu:
evaluasi dosen yang menyediakan diktas selain buku teks (Q5) rata-rata score dari mahasiswa 3,5 (abstain –
setuju), artinya mayoritas dosen tidak menyediakan diktat. Evaluasi dosen selalu mengembalikan hasil
test/tugas kepada mahasiswa dengan catatan dan komentar (Q17) rata-rata score mahasiswa 3,2 (cenderung
abstain), artinya mayoritas dosen tidak mengembalikan tugas kepada mahasiswa. Evaluasi dosen
meninggalkan kelas tepat waktu (Q11) rata-rata score 4,0, artinya mahasiswa setuju.

Saran kepada semua dosen agar menyediakan diktat selain buku teks dan mengembalikan hasil
test/tugas dengan komentar. Terdapat beberapa dosen disarankan agar: selalu hadir pada tiap perkuliahan,
hadir di kelas tepat waktu, mengajar dengan metode yang efektif, lebih siap mengajar dan menghormati
mahasiswa.

Kata kunci: dosen, skala Likert, Mean, Pvalue, uji F.

1. PENDAHULUAN

Fakultas Sastra memiliki jumlah mahasiswa terbanyak di lingkungan UNSADA. Minat


calon mahasiswa memilih fakultas ini tentunya dilandasi oleh berbagai alasan antara lain, kualitas
dan suasana akademik, pelayanan, sarana dan prasarana serta kualitas akademik para staf pengajar.
Salah satu dari unsur di atas yang menjadi perhatian kami adalah kualitas para dosen yang

52 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

mencakup: kepribadian dosen, mata kuliah, dan buku teks/ buku ajar/diktat. Permasalahan dosen
perlu kami teliti sehubungan dengan usaha kami untuk terus meningkatkan jumlah calon
mahasiswa yang memilih fakultas sastra UNSADA.

Uraian secara kualitatif: terkait dengan upaya peningkatan jumlah calon mahasiswa, kami
ingin mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa tentang para dosen fakultas yang mencakup hal-
hal di atas. Asumsi kami apabila mahasiswa memberikan penilaian positif terhadap kinerja dosen,
maka jumlah calon mahasiswa yang memilih fakultas sastra UNSADA akan meningkat.
Sebaliknya, apabila persepsi mahasiswa terhadap kinerja dosen bersifat negatif, maka kami akan
melakukan pembenahan secara komprehensif dan berkesinambungan.

Persepsi mahasiswa diukur secara kuantitatif melalui survey dengan menyebarkan


kuesioner. Pertanyaan yang diajukan pada kuesioner merinci peubah (variable) yang spesifik akan
kinerja Dosen. Pengukuran secara kuantitatif akan memberikan indikator-indikator terukur
sehingga memudahkan pihak Fakultas Sastra UNSADA sebagai penyelenggara penelitian untuk
menelaah dan mengenal kelebihan dan kekurangan dari Dosen, Konten Mata Kuliah yang diajarkan
serta Buku Diktat dan Ajar sebagai alat bantu ajar mengajar.

Hasil dari penelitian secara kuantitatif juga akan diperkuat oleh penejelasan secara
kualitatif untuk menginterpretasikan hasil-hasil analisis kuantitatif.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Dasar bidang keilmuan yang digunakan pada penelitian ini adalah bidang ilmu Psikologi
Pendidikan. Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu Psikologi yang mempelajari perilaku
individu dalam dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta,
generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan,yang diperoleh melalui metode
ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektifitas proses pendidikan. (Woolfolk, A.E., Winne,
P.H. & Perry, N.E. 2006.Educational Psychology. Toronto, Canada: Pearson).

Penelitian dilakukan dengan pendekatan Analisis Persepsi dari Statistika kuantitatif. Data
yang dikumpulkan adalah data kategorik yang berskala ordinal, sehingga dianalisis dengan
menggunakan Statistika Non-Parametrik. Statistika Non-Parametrik tidak memprasyaratkan
sebaran data mengikuti sebaran Normal/ Parametric. Uji statistik didasarkan kepara ranking atau
order(Corder, G.W. & Foreman, D.I. 2009. Nonparametric Statistics for Non-Statisticians: A Step-
by-Step Approach, Wiley).

5
1-2
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Berdasarkan Tinjauan Pustaka di atas, tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan dan
memaksimalkan kinerja dosen fakultas sastra UNSADA agar menghasilkan kualitas akademik anak
didik dan lulusan yang lebih bermutu. Dengan asumsi apabila Kepribadian Dosen, Konten Mata
Kuliah serta penyediaan Buku Ajar dan Diktat yang berkualitas akan memiliki nilai yang positif
menurut persepsi mahasiswa, maka akan berdampak positif terhadap minat publik/ calon mahasiwa
untuk mendaftar di Fakultas Sastra UNSADA.

3. METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas UNSADA


terhadap Kepribadian Dosen, Kualitas Konten Mata Kuliah serta Buku Ajar dan Diktat adalah
dengan menyebarkan kuesioner atau angket.Target responden dari survey ini adalah semua
mahasiswa Fakultas Sastra UNSADA. Pertanyaan yang tercantum pada kuesioner sebanyak 43
pertanyaan yang terbagi atas:
- Tentang Kepribadian Dosen sebanyak 28 pertanyaan/ pernyataan
- Tentang Konten Mata Kuliah sebanyak 8 pertanyaan/ pernyataan
- Tentang Buku Teks/ Buku Ajar/ Diktat sebanyak 7 pertanyaan/ pernyataan.

Pertanyaan pada kuesioner bersifat Closed ended atau pilihan ganda. Nilai dari setiap
pertanyaan akan bersifat diskret antara 1 hingga 5, berskala Likert. Skala Likert adalah skala
pengukuran psikometrik, diskret berjenjang atau ber-ranking yang dikenalkan oleh Likert, dimana
masing-masing pilihan bersifat disjoint (Likert, Rensis. 1932. A Technique for The Measurement of
Attitudes. Archives of Psychology 140: 1-55). Pilihan yang disajikan untuk setiap pertanyaan
adalah:
1 = E = Sangat Tidak Setuju atas penyataan pada nomor terkait
2 = D = Tidak Setuju atas penyataan pada nomor terkait
3 = C = Netral atas pernyataan pada nomor terkait
4 = B = Setuju atas penyataan pada nomor terkait
5 = A = Sangat Setuju atas pernyataan pada nomor terkait

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai self assessment bagi Fakultas Sastra
UNSADA untuk memahami kualitas dari kepribadian dosen, kualitas konten mata kuliah yang
diajarkan dan penyediaan Buku Ajar dan Diktat yang berkualitas. Dengan demikian Fakultas Sastra
UNSADA dapat mengetahui indikator apa saja yang harus diperbaiki dan ditingkatkan agar
mampu meningkatkan image dan kualitas Fakultas Sastra UNSADA.

1-1
5-3
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut. Kuesioner dibagikan kepada
mahasiswa sebagai responden yang merupakan klien dari setiap dosen. Pengisian kuesioner bersifat
self-administered artinya mahasiswa yang mengikuti kelas dari setiap dosen mengisi kuesioner
secara sendiri-sendiri dalam waktu yang bersamaan dengan membaca pertanyaan/ pernyataan
langsung yang tercantum pada kuesioner secara sekaligus.

4. HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini ditemukannya nilai rataan kinerja dosen jurusan: Jepang, Cina,
Inggris dan dosen MKPK/MKDK menurut persepsi mahasiswa. Pembahasan berdasarkan jumlah
pertanyaan yang diajukan kepada mahasiswa dalam bentuk kuesioner dan dinilai oleh mahasiswa
dalam bentuk nilai rata-rata dan nilai rataan sebagai berikut ini.

TOTAL RESPONDENTS = 1413 (MAHASISWA)

P r o g r a m S t u d i D o s e n R e s p o n d e n
M K P K 1 4 1 8 6
S a s t r a C i n a 1 6 2 1 6
S a s t r a I n g g r i s 1 8 3 0 6
S a s t r a J e p a n g 4 4 7 0 5
T o t a l 9 2 1 4 1 3

Skala pengukuran yang digunakan adalah pengujian berskala Likert antara1 hingga 5.
Score pengujian ini memiliki ordo: 1 berarti sangat tidak setuju, 2 berarti tidak setuju, 3 berarti
abstain, 4 berarti setuju, dan 5 sangat setuju menjadi.

Hasil dan Pembahasan dosen dari ketiga jurusan dan dosen MKPK/MKDK dilakukan
melalui Summary dosen. Pada umumnya semua dosen memiliki perbedaan score yang nyata
berdasarkan evaluasi mahasiswa. Namun ada 3 variabel evaluasi yang tidak berbeda nyata antara
dosen yaitu pada:

Evaluasi dosen yang menyediakan diktat kuliah selain buku teks (Q5). Rata-rata score yang
diberikan mahasiswa senilai 3.5 (abstain – setuju). Hal ini cenderung sama antara semua
dosen, oleh karenanya variable ini masih perlu ditingkatkan.
Evaluasi pada dosen yang meninggalkan kelas tepat waktu (Q11). Nilai rata-rata yang
diberikan oleh mahasiswa mendekati 4 (setuju) dan ini berlaku umum dan tidak berbeda nyata
bagi semua dosen.

51- -41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Evaluasi bahwa dosen selalu mengembalikan hasil tes/tugas kepada mahasiswa dengan
catatan komentar Q17. Rata-rata untuk semua dosen sebesar 3.2 (abstain - setuju) dan tidak
berbeda nyata, artinya mahasiswa pada umumnya menilai hampir semua dosen tidak
mengembalikan hasil tes/ tugas dengan catatan atau pun komentar.

Nilai terbaik dari semua variabale yang diuji adalah pada evaluasi:

Pada evaluasi kewibawaan dosen (Q27a) dengan pertanyaan evaluasi yang berbunyi apakah
dosen tidak berwibawa di mata mahasiswa, nilai rata-rata yang diberikan oleh mahasiswa
adalah 2.1 (tidak setuju), artinya mahasiswa tidak setuju akan pernyataan bahwa dosen tidak
berwibawa.
Evaluasi pada kesempatan bertanya bagi mahasiswa (Q26) dengan pertanyaan “Dosen tidak
memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya” memiliki hasil yang baik yaitu bernilai 2.1
(tidak setuju). Artinya mahasiswa setuju bahwa pada umumnya dosen memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya.

Namun ditemukan ada beberapa variable yang relatif mencolok yang didominasi oleh dosen-
dosen tertentu untuk pertanyaan dan pernyataan (Q) berikut ini. Penilaian diperoleh dari hasil
summary.

a. Q1: Dosen sangat siap mengajar di kelas:


Untuk jurusan Jepang dan Cina: variabel ini memiliki nilai rataan 4.3 artinya
mahasiswa sepakat bahwa dosen memiliki kesiapan untuk mengajar di kelas.
Untuk jurusan Inggris: memiliki nilai tengah score 4.17; namun di saat yang
bersamaan nilai uji F dari variable ini relatif tinggi 10.96, artinya ada dosen-dosen
yang cenderung memiliki nilai jauh berbeda dari nilai rataan kelompok. Dosen
tersebut berinitial SC, bernilai 2.88 dan dosen RMY dengan nilai 2.93; artinya kedua
dosen tersebut tidak siap untuk mengajar. Sementara dosen S dan TAh memiliki nilai
yang paling tinggi, yaitu sebesar 4.92; artinya kedua dosen ini sangat siap mengajar.
b. Q2: Dosen memperlihatkan penguasaan materi matakuliah:
Variabel ini memiliki nilai tinggi sebesar 4.3, artinya dosen memperlihatkan
penguasaan materi matakuliah.
c. Q4: Dosen selalu hadir saat memberikan matakuliah setiap pertemuan:
Untuk dosen MKPK/MKDK: variabel di atas memiliki nilai rataan 3.9, namun
terdapat nilai evaluasi yang mencolok dari dosen dengan initial BT dengan nilai 2.6;
artinya dosen ini tidak selalu hadir di kelas.

5
1 -- 5
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

d. Q5: Dosen menyediakan diktat kuliah selain buku teks:


Rata-rata score dari mahasiswa 3,5 (abstain – setuju), artinya mayoritas dosen
Fakultas Sastra tidak menyediakan diktat.
e. Q7: Dosen mengajarkan materi dengan metode yang efektif:
Untuk jurusan Cina: variabel ini dengan nilai F 13.05 dengan rataan 3.8, namun
terdapat dua orang dosen dengan initial AS dan E memiliki nilai terkecil 2.0, yang
artinya mahasiswa tidak setuju bahwa kedua dosen tersebut telah mengajarkan dengan
metode yang efektif; sedangkan dosen dengan initial JW memiliki nilai tertinggi 4.7,
artinya, mahasiswa sepakat bahwa dosen ini mengajar dengan metode yang efektif.
f. Q9: Dosen sangat komunikatif:
Untuk jurusan Jepang: variabel ini memiliki nilai rataan 4.2; artinya dosen jurusan
Jepang sangat komunikatif dalam mengajar.
Untuk jurusan Cina: variabel ini memiliki variasi yang tinggi F = 12.7, nilai rataan
kelompok 4.11; namun dosen dengan initial AS memiliki nilai paling rendah yaitu
2.0; artinya dosen ini tidak komunikatif. Dosen dengan initial JW memiliki nilai
4.7,artinya dosen ini sangat komunikatif.
g. Q10: Kehadiran dosen di kelas yang tepat waktu:
Untuk jurusan Jepang: variabel ini memiliki variasi tinggi, F = 8.28 dengan rataan
3.7; namun dosen dengan initial RM memiliki nilai terendah, 2.0; artinya dosen ini
tidak hadir di kelas tepat waktu; sedangkan dosen dengan initial YM memiliki nilai
4.9 dan SO dengan nilai 5.0, artinya mahasiswa sangat setuju bahwa dosen-dosen
tersebut hadir tepat waktu.
Untuk jurusan Inggris: variabel ini memiliki nilai F 11.203 (tertinggi dari semua
variabel yang diuji), rata-rata kelompok bernilai 3.75; namun dosen dengan initial SC
memiliki nilai 1.75; artinya dosen ini tidak hadir di kelas tepat waktu; sedangkan di
ekstrim tinggi dimiliki oleh dosen dengan initial TAh, 4.92; artinya dosen ini hadir di
kelas tepat waktu.
Untuk dosen MKPK/MKDK: memiliki nilai rata-rata kelompok 4.0; namun dosen
dengan initial NS memperoleh nilai 2.9; artinya dosen ini tidak hadir di kelas tepat
waktu.
h. Q11): Dosen meninggalkan kelas tepat waktu:
Rata-rata score 4,0, artinya mahasiswa Fakultas Sastra setuju dengan pernyataan di
atas.
i. Q12: Dosen memperlihatkan sikap menghormati mahasiswa dan mendorong atau
memotivasi mahasiswa:

51 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Untuk jurusan Jepang: Variable ini memiliki nilai rata-rata 4.2, artinya dosen di
jurusan Sastra Jepang memotivasi dan menghormati mahasiswa saat mengajar.
Untuk jurusan Cina: variabel ini memiliki variasi tinggi, F = 11.32 dengan nilai
rataan 4.02; namun dosen dengan initial AS memiliki nilai terendah 2.2; artinya
mahasiswa tidak setuju dengan pernyataan di atas untuk dosen ini; sedangkan dosen
dengan initial JW memiliki nilai 4.7, artinya mahasiswa setuju dengan pernyataan di
atas untuk dosen ini.
Untuk jurusan Inggris variabel ini memiliki nilai tinggi, 4.13; artinya mahasiswa
setuju dengan pernyataan di atas.
j. Q17: Evaluasi dosen selalu mengembalikan hasil test/tugas kepada mahasiswa dengan
catatan dan komentar:
Rata-rata score mahasiswa 3,2 (cenderung abstain), artinya mayoritas dosen Fakultas
Sastra tidak mengembalikan tugas kepada mahasiswa.
k. Q25: Dosen sangat lambat dalam mengajar sehingga membosankan anda:
Untuk jurusan Cina dan Inggris, variabel ini bernilai rata-rata 2.3 dan untuk
jurusan Jepang bernilai 2.1; artinya mahasiswa Fakultas Sastra sepakat bahwa dosen
mengajar tidak terlalu lambat dan tidak membosankan.
l. Q26: Dosen tidak pernah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya:
Untuk jurusan Inggris variabel ini bernilai 1.94, untuk jurusan Jepang dan
MKPK/MKDK bernilai 2.0. Evaluasi variabel ini memiliki hasil yang baik, artinya
mahasiswa setuju bahwa pada umumnya dosen tersebut di atas memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya.
m. Q27a: Dosen tidak berwibawa di mata anda:
Evaluasi variabel ini, nilai rata-rata yang diberikan oleh mahasiswa adalah 2.1 (tidak
setuju); artinya, umumnya dosen Fakultas Sastra berwibawa di mata mahasiswa.
n. Q27b: Dosen itu menjadi favorit anda:
Untuk jurusan Jepang, nilai tertinggi 4.9 dimiliki oleh dosen dengan initial M.
o. Q28: Materi matakuliah telah menambah/memperluas pengetahuan dan wawasan
mahasiswa:
Untuk jurusan Jepang dan Cina, variabel ini memiliki nilai 4.2,artinya mahasiswa
sepakat bahwa materi kuliah memperluas pengetahuan dan wawasan mahasiswa.
Untuk jurusan Jepang nilai tertinggi 5.0 dimiliki oleh dosen dengan initial J dan SO.
p. Q35: Matakuliah yang yang diajarkan sulit dipahami:

51 -- 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Untuk dosen MKPK/MKDK, rata-rata nilai kelompok 2.6; namun dosen dengan
initial YS memiliki nilai 3.8 dan dosen BT dengan nilai 3.6, di atas rata-rata
kelompok; artinya matakuliah yang diajarkan oleh kedua dosen ini sulit dipahami.
q. Q40: Isi diktat sulit dipahami:
Score yang diberikan mahasiswa antara 2.6 – 2.76 (antara tidak setuju dan abstain);
tidak berbeda nyata secara statistik antar satu dosen dan lainnya; artinya semua
mahasiswa sepakat bahwa isi diktat tidak sulit dipahami.
r. Q41: Isi buku teks sulit dipahami:
Variabel ini memiliki nilai rataan 2.9 dan tidak berbeda nyata secara statistik, artinya
bahwa mahasiswa cenderung setuju bahwa isi buku teks tidak sulit dipahami.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pada umumnya semua dosen
memiliki perbedaan score yang nyata berdasarkan evaluasi mahasiswa, namun terdapat 3 variabel
yang tidak berbeda nyata antar dosen sebagaimana dijelaskan di atas.

Saran kepada semua dosen agar menyediakan diktat selain buku teks dan mengembalikan
hasil test/tugas dengan komentar. Saran untuk beberapa dosen agar: selalu hadir pada tiap
perkuliahan, hadir di kelas tepat waktu, mengajar dengan metode yang efektif, lebih siap mengajar
dan lebih menghormati mahasiswa.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan terlaksananya penelitian ini, kami peneliti dari Program Studi Sastra Inggris
Universitas Darma Persada mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Yang
terhormat: Universitas Darma Persada karena telah menyediakan fasilitas melalui Kontrak No.
003/LP2MK/UNSADA/XI/ 2011 sehingga kami dapat melaksanakan penelitian ini; Prof. Dr.
Kamaruddin Abdulah yang pertama kali menyarankan kepada saya, waktu itu selaku Dekan
Fakultas Sastra, untuk melakukan penelitian tentang persepsi mahasiswa terhadap kinerja dosen
Fakultas Sastra; Dra. Irna Nirwani Djajadiningrat, M.Hum yang selalu membantu kami sehingga
penelitian ini dapat terlaksana dan kepada mereka yang terkait dengan penelitiaan ini termasuk para
mahasiswa dan rekan-rekan yang membantu.

Penelitian ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun selalu
kami harapkan agar penelitian selanjutnya dapat memperoleh hasil yang lebih baik.

51--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, Wayne W, 1989, Statistika Nonparametrik Terapan (terj.), Jakarta, P.T. Gramedia.
Ferguson, George A, 1981, Statistical Analysis in Psychology and Education, Washington, Fifth
Edition, Mc.Graw-Hill International Book Company.
Freeman, Daniel H., Jr., 1987, Applied Categorical Data Analysis, New York, Marcel Dekker, Inc.

15 - 19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

TEORI DINAMIKA TEKS DALAM PENERJEMAHAN:


SEBUAH KAJIAN TEORETIS APLIKATIF
Tommy Andrian
tommy_andrian@yahoo.com
Sastra Inggris – Fakultas Sastra

ABSTRACT

The process of translating a written text from one language to another, particularly from Indonesian
to English and vice versa, needs practical knowledge of both source language and target language. It is due
to the fact that, between the two languages, there lieshighly inherent socio-cultural features or sui
generis.Words, for instance, are bound by their syntactic, collocational, situational, cultural and individual
idiolectal context. The uniqueness of socio-cultural factors that contributes significant influence to
translation is reflected on what Newmark calls ‘the Dynamics of Translation’.The objective of this study are
to find the dynamic equivalence through the discourse analysis on the pursue of the real meaning intended by
the author and expected by the readers, and to give accurate examples.

Key words: the dynamics of translation, discourse analysis, audience design and need analysis, and
methods and techniques of translation.

1. PENDAHULUAN

Saat seseorang mempelajari bahasa asing sebagai bahasa keduanya, sebenarnya dia sudah
siap untuk menerjemahkan kedua bahasa yang terlibat dalam kehidupannya, yaitu bahasa ibu dan
bahasa asing yang dipelajarinya tadi. Namun, pertanyannya apakah dia juga mempelajari budaya
yang melatari bahasa asing tersebut? Memahami budaya teks sumber (TSu) menjadi faktor krusial
dalam penerjemahan. TSu dapat diibaratkan sebagai sebuah fenomena gunung es bagi penerjemah,
dimana masalah pemaknaan sebetulnya jauh lebih besar dan perlu diselami agar terlihat, ketimbang
teks itu sendiri.

Penerjemahan adalah kegiatan yang dapat membuktikan dengan jelas tentang peran bahasa
dalam kehidupan sosial (Hatim & Mason 1990). Melalui kegiatan penerjemahan, seorang
penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan
sekadar kegiatan penggantian karena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi
baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada, yakni dalam bentuk teks, tetapi dengan
memperhatikan aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam
kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya apa yang disebut Machali
(2009:27) membangun ”jembatan makna” antara produsen TSu dan pembaca TSa.

Penerjemah melihat penerjemahan sebagai sebuah proses, tidak seperti pembaca yang
melihatnya sebagai sebuah produk. Seorang penerjemah harus melalui tahap-tahap tertentu hingga
terciptanya hasil akhir penerjemahan. Penerjemah senantiasa menanyakan kepada dirinya sendiri

26 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

prosedur apa yang harus dilewatinya, metode apa yang digunakan dan mengapa memilih metode
itu, mengapa memilih suatu istilah tertentu untuk menerjemahkan suatu konsep dan bukannya
memilih istilah lain dengan makna yang sama, dan sebagainya.

Buku teori penerjemahan yang beredar di Indonesia sangat sedikit untuk tidak dikatakan
langka. Belum lagi buku-buku tersebut sangat miskin contoh aplikasi teorinya. Oleh karena itu
penulis merasa berkewajiban untuk mengupas teori terjemahan yang berhubungan dengan hal yang
teramat penting dalam penerjemahan, yaitu pemaknaan teks. Dalam menganalisis teks untuk
mencari makna sesungguhnya diinginkan oleh penulis TSu, penulis akan menggunakan Teori
Dinamika Penerjemahan (the Dynamics of Translation) yang dikemukakan Peter Newmark dalam
bukunya yang berjudul A Textbook of translation. Aplikasi teori tersebut tentunya akan
bersinggungan dengan teori-teori penerjemahan lainnya, seperti: prosedur, metode, teknik, dan
lain-lain. Yang menjadi kekuatan, penelitian ini tidak hanya memberikan teori yang relevan tetapi
juga memberikan contoh-contoh aplikatif yang bisa menjadi garis tegas pemahaman pemaknaan
teks dalam penerjemahan, khususnya bagi penerjemah pemula seperti mahasiswa. Contoh-contoh
diambil dari budaya terdekat masyarakat pembacanya sehingga diharapkan lebih mudah dicerna
dan mengakar.Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam hal ini data-data
tertulis dianalisis secara kualitatif; teori dijabarkan secara rinci dan diberikan contoh aplikatif yang
pekat sebagai pembeda.

2. TEORI DINAMIKA PENERJEMAHAN MENURUT NEWMARK

Dalam melakukan penerjemahan, Newmark (1988:5) mengajak kita memandang teks


sebagai sesuatu yang dinamis dan bukan sekadar sesuatu yang statis. Teorinya itu digambarkan
dalam sebuah bagan yang dinamainya The Dynamics of Translation seperti berikut ini:

9. Kebenaran

1. Penulis TSu 5. Pembaca TSa

2. Norma TSu 6. Norma TSa

TEKS

3. Budaya TSu 7. Budaya TSa

4. Latar dan Tradisi TSu 8. Latar dan Tradisi TSa

10. Penerjemah

61 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Pada dasarnya, sebuah TSu memiliki makna yang dimaksudkan oleh penulisnya. Namun,
penerjemahan sebuah teks sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar teks itu.
Newmark mengemukakan ada 10 faktor yang mempengaruhi pemaknaan sebuah teks, yaitu: (1)
Penulis TSu, (2) Norma TSu, (3) Budaya TSu, (4) Latar dan Tradisi TSu, (5) Pembaca TSu, (6)
Norma TSa, (7) Budaya TSa, (8) Latar TSa, (9) Kebenaran, (10) Penerjemah. Dalam sub judul
berikutnya, penulis akan membahas bagaimana 10 faktor tersebut di atas menjadi penentu bagi
penerjemah dalam menentukan padanan.

3. TEORI DINAMIKA PENERJEMAHAN DALAM ANALISIS TEKS

Penerjemahan adalah upaya untuk mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam
teks suatu bahasa atau Teks Sumber (TSu) ke dalam bentuk teks dalam bahasa lain atau Teks
Sasaran (TSa). Dengan demikian, teks adalah bahasa. Seperti kita ketahui, bahasa merupakan
sistem tanda-tanda yang masing-masing terdiri atas aspek ‘bentuk’ (signifiant) dan aspek ‘makna’
(signifié) (de Saussure, 1916). Dalam bahasa yang berupa tulisan (teks), aspek bentuk adalah apa
yang terbaca dan diserap oleh pikiran, dan aspek makna adalah apa yang berada di balik yang
terbaca itu yang ditafsirkan oleh pembaca. Dalam teori penerjemahan, aspek makna dilihat secara
lebih luas dan disebut ‘pesan’ (message). Pesan ditentukan oleh apa yang dimaksud oleh penulis
teks. Masalahnya, apakah ‘pesan’ yang dimaksudkan oleh penulis teks dipahami sama oleh
pembaca teks? Teks dalam penerjemahan tidak pernah steril dari penafsiran. Selalu ada yang
disebut de Saussure dengan signifiant dan signifié, atau yang disebut Bühler (2004:11) dengan form
dan function, atau yang disebut awam dengan ‘bentuk’ dan ‘makna’.

TSu Analisis Teks TSa


1. Pertanyaan 1. “Is this yours?”
“Ini punya kamu?” 2. Penegasan 2. “Is this really yours?”
3. Penyanggahan 3. “This can’t be yours!”

TSu di atas merupakan sebuah kalimat ujaran yang tentu saja pemaknaannya tidak semata
bergantung pada unsur gramatika. Ada unsur non gramatika, yaituprosodi(irama, tekanan, dan
intonasi), yang terlibat di dalamnya. Dengan mengubah irama, tekanan, dan intonasi pengujaran
sebuah kalimat, kita bisa dengan mudah mengubah makna atau pesan yang disampaikan melalui
kalimat tersebut tanpa perlu mengubah struktur gramatikanya. Namun perlu kita ingat kembali jika
dalam sebuah teks tertulis, prosodi hanya memiliki fungsi,prosodi tidak pernah memiliki bentuk
lahiriah. Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus mengubah struktur gramatika TSa untuk
membedakan makna yang diakibatkan oleh fungsi prosodi tadi. Jika hanya dilihat dari bentuknya,
maka TSu di atas ditafsirkan sebagai sebuah ‘pertanyaan’ yang sepadan dengan TSa (1). Namun

1-3
6 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

dengan adanya prosodiyang terlibat (meskipun tentunya tidak terlihat), maka TSu di atas dapat
ditafsirkan sebagai sebuah ‘penegasan’ yang sepadan dengan TSa (2) atau dapat ditafsirkan sebagai
sebuah ‘penyanggahan’ yang sepadan dengan TSa (3).

TSu Analisis Teks TSa


Budaya Nasional A: “How did you get here?”
A: “Naik apa kau kemari?” 1. 1.
Indonesia B: “Of course by train”.
B: “Ya, naik kereta lah
A: “How did you get here?”
Bang”. 2. Budaya Batak 2.
B: “Of course by motorcycle”.

TSu di atas ditafsirkan penerjemah melibatkan dua budaya, yaitu: budaya Nasional
Indonesia dan budaya Batak. Kecermatan penerjemah dalam menafsirkan sangat menentukan
keberterimaan makna dalam TSa. Dalam konteks budaya Nasional Indonesia, kereta artinya adalah
‘kereta api’, yang tentunya dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan train. Namun dalam
konteks budaya Batak, kereta artinya adalah ‘sepeda motor’, yang tentunya dalam bahasa Inggris
diterjemahkan menjadi motorcycle. Bisa dibayangkan jika dalam hal ini kita sebagai penerjemah
gagal menafsirkan kata yang secara semantis menjadi kata kunci, yaitu kereta.

Nida dan Taber (1969:2) menggambarkan penerjemahan sebagai suatu proses komunikasi.
Penerjemah berdiri di antara dua bahasa. Ia menjadi penerima TSu dan kemudian menjadi pengirim
dalam TSa. Dalam hal ini, Hoed (2006: 29) menambahkan bahwa penerjemah juga berada di antara
dua kebudayaan. Pada bagian ini saya akan menerjemahkan teks dari bahasa Indonesia ke dalam
bahasa Inggris dan sebaliknya, dengan memperhatikan faktor-faktor di luar teks seperti yang
termaktub dalam bagan The Dynamics of Translation yang dikemukakan Newmark di atas.
Masing-masing faktor tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk menganalisis Teks Sumber (TSu)
dalam pencarian makna sebenarnya sebelum dituangkan kembali dalambentuk Teks Sasaran (TSa).
The Dynamics of Translation (Dinamika Penerjemahan) selalu melahirkan dynamic equivalence
(kesepadanan dinamis). Kesepadanan dinamis itu penulis artikan sebagai padanan bersyarat, artinya
baik dan benar manakala tepat guna. Oleh karena itu, dalam analisis penulis sengaja memberikan
beberapa TSa (termasuk TSa yang kurang tepat atau bahkan salah) untuk sebuah TSa dengan
tujuan pembaca dapat dengan jelas membedakan langkah-langkah strategi pemaknaan teks dan
hasilnya.

a. Penulis TSu & Pembaca TSa

Penulis atau pemroduksi teks biasanya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dalam hal
ini penulis TSu sangat dipengaruhi oleh idioleknya dalam menyampaikan pesan. Newmark

61 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

(1988:5) menegaskan bahwa penerjemah dihadapkan dua pilihan, mempertahankan atau


menghilangkan idiolek penulis TSu dalam TSa.

TSu Analisis Teks TSa


Penghilangan idiolek
1. melalui metode 1. “Tutup mulutmu!”
penerjemahan idiomatik
Pemertahanan idiolek
“Talk to the hand!” 2. melalui metode 2. “Ngomong ama tangan!”
penerjemahan harafiah
Pemertahanan idiolek
3. melalui metode 3. “Ngomong ama ember!”
penerjemahan idiomatik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), idiolek adalah keseluruhan ciri
perseorangan dl berbahasa. Setiap individu memiliki ciri khas dalam berbahasa atau
menyampaikan pesan. Nida dan Taber (1974:12) mendefinisikan bahwa penerjemahan merupakan
pengungkapan kembali di dalam bahasa penerima padanan yang terdekat dan wajar dari pesan
dalam bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua dalam hal gaya. Berdasarkan definisi
tersebut, terutama berkenaan dengan ‘gaya’, TSa (1) menjadi kurang berterima karena ada gaya
atau idiolek yang dihilangkan, walau kemaknawiannya tetap sama. Sedangkan berkenaan dengan
‘terdekat’ dan ‘wajar’, TSa (2) menjadi salah terutama pada pemadanan hand dengan ‘tangan’.
Seperti kita ketahui talk to the hand merupakan salah satu ungkapan rasa marah atau kesal
masyarakat TSu. Mereka mengatakan itu karena tidak mau mendengarkan lawan bicaranya. Di
samping itu, kita juga tahu benar bahwa dengan kondisi yang sama, yaitu: marah, kesal, dan tidak
mau dengar, masyarakat TSa yang notabene orang Indonesia tidak mengungkapkannya dengan
mengatakan “Ngomong ama tangan”. Mereka cenderung mengungkapkannya dengan mengatakan
seperti TSa (3), “Ngomong ama ember!” atau “Ngomong ama tembok!”

b. Norma TSu dan TSa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:787), norma adalah 1 aturan atau
ketentuan yg mengikat warga kelompok dl masyarakat, dipakai sbg panduan, tatanan, dan
pengendali tingkah laku yg sesuai dan berterima; 2 aturan, ukuran atau kaidah yg dipakai sbg
tolok ukur untuk menilai atau memperbandingkan sesuatu. Norma TSu adalah kaidah gramatikal,
tekstual, dan sosial bahasa yang bersangkutan. Penggunaan gramatika dan kosa kata dalam hal ini
sangat bergantung pada topik dan situasinya.

61--51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

TSu Analisis Teks TSa


“Indonesian Anthem. Ladies
Situasi informal atau semi
1. 1. and Gentlemen, please
“Lagu Kebangsaan formal
stand up”.
Indonesia Raya. Para hadirin
“Indonesian Anthem. Ladies
sekalian dimohon berdiri”.
2. Situasi formal 2. and Gentlemen, please
rise”.

Melalui intuisinya, seorang penerjemah yang baik akan langsung bisa menangkap konteks
TSu di atas, yakni dalam sebuah upacara resmi kenegaraan. Secara sintaktis, klausa please stand up
sepadandengan please rise. Namun, secara semantis keduanya berbeda. Bahasa yang digunakan
dalam upacara resmi kenegaraan dikategorikan ke dalam laras bahasa beku (frozen). Penggunaan
frasa please stand up dalam konteks ini tidaklah tepat karena bisa bermakna kurang sopan.

c. Budaya TSu dan TSa

Implikasi budaya dalam terjemahan bisa muncul dalam berbagai bentuk berkisar dari
lexical content dan sintaksis sampai ideologi dan pandangan hidup (way of life) dalam budaya
tertentu. Oleh karena itu penerjemah harus menentukan tingkat kepentingan yang diberikan pada
aspek-aspek budaya tertentu dan sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut perlu atau diinginkan
untuk diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain sangat penting bagi penerjemah
untuk mempertimbangkan tidak saja dampak leksikal pada pembaca bahasa sasaran tetapi juga cara
bagaimana aspek budaya tersebut dipahami sehingga akhirnya menerjemahkan merupakan suatu
keputusan yang harus diambil penerjemah.Sejatinya penerjemah tidak sekadar menguasai bahasa
sumber dan bahasa sasaran, tetapi juga hendaknya memahami dengan baik budaya yang melekat
pada keduanya. Dengan kata lain, penerjemah idealnya adalah seorang dwibahasawan sekaligus
juga seorang dwibudayawan, sebab ia tidak saja memainkan peran sebagai pengalih bahasa, tetapi
juga sebagai pengalih budaya.

TSu Analisis Teks TSa


In our tiny cabin, I usually
Di pondok kami yang 1. Kesejajaran bentuk 1.
sleep with my little brother.
mungil itu, saya biasa
In our tiny cabin, I usually
tidurdengan adik laki-laki
2. Kesejajaran semantik 2. share a bed (room) with my
saya.
little brother.

Keunikan bahasa membuat penerjemah harus mengubah sudut pandang TSu ke dalam
sudut pandang TSa yang berterima. Penerjemah tidak boleh melihat kesejajaran bentuk antara TSu
dan TSa saja tetapi juga harus melihat kesejajaran semantiknya. Kesalahan menganalisis teks bisa
sangat berbahaya karena akan menghasilkan makna yang berbeda. Frasa ‘tidur dengan’ dan frasa

61 - 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

sleep with memiliki yang sejajar berdasarkan bentuknya, namun tidak semantiknya. Makna frasa
verbal ‘tidur dengan’ dalam bahasa Indonesia ditentukan oleh objeknya.Jika objek yang
melekatinya berkonotasi seksual maka artinya dalam bahasa Inggris adalahsleep with (atau to have
sex with),yang jika diterjemahkan balik (back translation) menjadi ‘bercinta dengan’ atau
‘bersetubuh dengan’. Namun, jika berkonotasi aseksual maka artinya to share a bed (room) with,
yang jika diterjemahkan balik menjadi‘berbagi kamar’ atau ‘berbagi tempat tidur’. Maka jelas,
‘tidur dengan’ dalam konteks ini tidak sepadan dengan sleep with tetapi share a bed (room) with.

TSu Analisis Teks TSa


My finger was cut when
1. Kesejajaran bentuk 1.
Jari saya terpotong saat chopping salad yesterday.
mengiris salada kemarin I cut my finger when
2. Kesejajaran semantik 2.
chopping salad yesterday.

Pengubahan sudut pandang teks dari pasif ke aktif dengan teknik modulasi juga terjadi
pada TSu dan TSa di atas. Dengan terjemahan balik, My finger was cut artinya adalah ‘Jari saya
dipotong’, yang tentunya tidak sepadan dengan TSu.

TSu Analisis Teks TSa


He enjoyed himself
Metode penerjemahan
1. 1. watching Kuda Lumping
harafiah
eating rice.
Dia asyik menonton Kuda
• Culture word
Lumping makan gabah. He enjoyed himself
• Ketidakterjemahan
2. 2. watching Kuda Lumping
• Teknik penerjemahan eating unhulledrice.
deskriptif

Ada beberapa masalah dalam penerjemahan TSu di atas. Pertama adalah masalah kata
budaya (culture word). Gabah menurut KBBI (2002:324) artinya adalah butir padi yg sudah lepas
dr tangkainya dan masih berkulit. Jika diterjemahkan secara harafiah maka artinya adalah rice.
Padahal rice bermakna polisemis jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; rice artinya adalah
‘nasi’, ‘beras’, ‘gabah’, atau ‘padi’. Itu artinya, ‘gabah’ dalam TSu merupakan kata budaya yang
tidak ada padananya dalam TSa. Oleh karena itu, penerjemah menyiasatinya dengan melakukan
teknik penerjemahan deskriptif, yakni melakukan uraian yang berisi makna kata yang
bersangkutan; ‘Gabah’ dipadankan dengan unhulled rice (terjemahan baliknya adalah ‘beras yang
belum dikupas kulitnya’). Kedua adalah masalah ketidakterjemahan. Kata ‘dia’, yang sebenarnya
juga merupakan kata budaya, tidak mendeskripsikan jenis kelamin seperti he atau she dalam bahasa
Inggris. Pemadanan ‘dia’ dengan he pada konteks di atas merupakan salah satu bentuk
ketidakterjemahan dalam penerjemahan karena terdapat redundansi jenis kelamin. Bentuk

1
6 -- 1
7
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ketidakterjemahan menjadi wajar asalkan usaha-usaha penerjemahan telah dilakukan sampai batas-
batas tertentu.

d. Latar TSu dan TSa

Latar TSu dalam hal ini berhubungan dengan tempat dan waktu produksi, dan format teks
yang khas pada TSu. Format teks tentunya berbeda-beda berdasarkan ragamnya; format ragam teks
hukum akan berbeda dengan ragam teks jurnalistik, ragam fiksi, dan lain-lain.

TSu Analisis Teks TSa


1. Latar temporal 1980-1990 1. “Jauhin tuh perek!”
2. Latar temporal 1990-1996 2. “Jauhin tuh bispak!”
“Stay away from that bitch!”
3. Latar temporal 1996-2006 3. “Jauhin tuh pecun!”
4. Latar temporal 2006-sekarang 4. “Jauhin tuh jablay!”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:264), diksi adalah pilihan kata yg tepat
dan selaras (dl penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu
(spt yg diharapkan). Diksi dalam konteks ini sangat dipengaruhi oleh latar tempat dan latar waktu.
Jarak waktu kerap berujung pada jarak budaya antara TSu dan TSa. Oleh karena itu, jarak waktu
perlu mendapat perhatian khusus dari penerjemah. Padanan kata bitch dalam “Stay away from that
bitch!” sangat beragam bergantung latarnya, terutama latar waktu atau latar temporal. Untuk latar
temporal 1980-1990, bitch sepadan dengan ‘perek’, yang artinyamenurutKamus Besar Bahasa
Indonesia (2002:1332) adalahperempuan eksperimen ‘wanita tuna susila’; untuk latar temporal
1990-1996, bitch sepadan dengan ‘bispak’ yang merupakan singkatan dari ‘bisa (di)pakai’ atau
‘bisa diajak tidur’; untuk latar temporal 1996-2006, bitch sepadan dengan ‘pecun’yang merupakan
singkatan dari ‘perek cuma-cuma’; dan untuk latar temporal 2006-sekarang, bitch sepadan dengan
‘jablay’ yang merupakan singkatan dari ‘jarang dibelai’ atau ‘wanita haus seks’.

TSu Analisis Teks TSa


Kontraknya telah
Metode penerjemahan
1. 1. ditandatangani, distempel,
harafiah
The contract has been dan dikirimkan.
signed, sealed, and Metode penerjemahan
Kontraknya telah
delivered by both parties. setia untuk teks hukum
2. 2. ditandatangani oleh kedua
(legalese) dengan
belah pihak.
penerapan transposisi

TSu di atas merupakan ragam teks hukum. Teks hukum memiliki kekhasan karena banyak
dipengaruhi oleh struktur, gramatika, dan kosa kata bahasa Prancis, Belanda, dan Latin. Kalimat
TSu di atas sangatlah sederhana untuk diterjemahkan. Namun, jika seorang penerjemah gagal

1-8
6 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

menganalisis TSu untuk memperoleh makna yang sesungguhnya, maka ia bisa saja menerjemahkan
seperti TSa (1). Dalam analisis (1), penerjemah menganggap tidak ada format atau bentuk khusus
yang harus dicermati. Padahal ada frasa signed, sealed, and delivered yang sebenarnya merupakan
sebuah istilah dalam bahasa hukum. Penerjemah yang berhasil dengan analisisnya akan
menerjemahkan seperti TSa (2), di mana signed, sealed, and delivered diterjemahkan dengan
teknik transposisi menjadi ‘ditandatangani’. Kata ‘ditandatangani’, yang sudah menjadi istilah
dalam budaya masyarakat TSa, merupakan dynamic equivalence (kesepadanan dinamis) untuk
signed, sealed, and delivered. Kesepadanan dinamis dalam konteks ini melibatkanpergeseran sudut
pandang. Budaya masyarakat TSu, Inggris, masih menganggap ‘stempel’ dan ‘pengiriman’
sangatlah penting untuk dimunculkan bersama ‘tanda tangan’ sebagai satu paket istilah.
Masyarakat TSu melihat surat yang sudah ditandatangani tetap menjadi tak berarti jika tidak
distempel dan dikirimkan. Sedangkan masyarakat TSa melihat surat yang distempel dan dikirimkan
tetap tak berarti apa-apa tanpa tanda tangan. Dengan demikian masyarakat TSa hanya memadankan
TSu dengan ‘ditandatangani’.

TSu Analisis Teks TSa


Tsunami meluluhlantakkan 1. Ragam teks umum. 1. Tsunami devastated Aceh.
Aceh. 2. Ragam teks jurnalistik. 2. Tsunami devastates Aceh.

Format penulisan teks memiliki kekhasan berdasarkan ragamnya. Pada analisis (1),
penerjemah menangkap TSu sebagai teks umum. Dalam penerjemahan teks umum, gramatika
berperan absolut. Kata ‘meluluhlantakkan’ dipadankan dengan kata devastatedkarenaberdasarkan
prinsip umum penandaan waktu, Tsunami tersebut dipahami sebagai sesuatu yang telah terjadi
sehingga kala atau tenses yang digunakan adalah bentuk lampau atau simple past tense. Sedangkan
pada analisis (2), penerjemah menangkap TSu sebagai teks jurnalistik, yakni sebagai salah satu
judul artikel dalam sebuahsurat kabar. Penulisan judul artikel surat kabar memiliki format sendiri;
gramatika tidak berperan absolut. Yang paling unik dari penulisan judul artikel ragam teks
jurnalistik adalah semua bentuk kala atau tenses dibuat dalam bentuk kala kini atau simple present.
Jadi, meskipun Tsunami di Aceh telah terjadi, penerjemah tetap menggunakan bentuk kala kini
atau simple present untuk kata kerjanya, yakni devastates.

e. Kebenaran dan Penerjemah

Penerjemah dengan segala pandangan dan prasangkanya sangat mungkin bertindak


memihak dan subjektif. Namun terlepas dari semua itu, penerjemah harus bisa mengungkapkan

61 -- 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

kebenaran (baca: keberterimaan) dalam terjemahannya. Menurut Newmark (1988:189),


keberhasilan penerjemah dapat dinilai dengan 4 cara:
(1) Translation as a Science (Terjemahan sebagai Ilmu)
Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat kebahasaan murni.
Gramatika berperan sangat dominan dan menentukan. Kesalahan pada tahap ini sifatnya mutlak
sehinggamengakibatkan terjemahan menjadi ‘salah’.
TSu TSa Keterangan
Bentuk verba salah, tidak
At first, Fivien works very
1. 1. sesuai penanda waktu At
deligently.
Awalnya, Fivien bekerja first (= lampau)
sangat rajin. Bentuk verba betul, sesuai
At first, Fivien worked
2. 2. penanda waktu At first (=
very deligently.
lampau)

(2) Translation as a Craft (Terjemahan sebagai Kiat)


Kebenaran dalam hal ini dipandang sebagai suatu kiat atau usaha untuk mencapai padanan
yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam TSa. Rekayasa penerjemah sangat penting
perannya. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan baik-buruk.
TSu Latar TSa Keterangan
Penerjemahan betul
tetapi buruk, diksi
The lambs of
1. 1. berdasarkan
Domba-domba God
Orang Eskimo konteks/latar kurang
Allah(*dalam Kitab
di Antartika tepat
Injil)
Penerjemahan betul dan
2. The seals of God 2. baik, diksi berdasarkan
konteks/latar tepat
(Newmark, 1988)
(3) Translation as an Art (Terjemahan sebagai Seni)

Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat estetis. Penerjemah tidak

hanya menyampaikan pesan tetapi juga gaya penulisan. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara

betul-salah melainkan baik-buruk.

TSu TSa Keterangan


Penerjemahan betul tetapi
Far from the sight but
1. 1. buruk, pemadanan idiomatik
near by the heart
Jauh di mata namun dekat di tidak tepat
hati Penerjemahan betul dan
Out of sight but near by
2. 2. baik, pemadanan idiomatis
the heart.
tepat

6
1 - 10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

(4) Translation as a Taste (Terjemahan sebagai Selera)


Kebenaran dalam hal ini dilihat sebagai sesuatu yang bersifat pribadi atau berdasarkan
selera masing-masing penerjemah. Dalam konteks ini kita kita tidak bicara betul-salah melainkan
baik-buruk; pilihan bersifat sangat subjektif.
TSu TSa Keterangan
The lady is pretty but very
1.
talkative.
Ketiga TSa betul dan baik
Wanita itu cantik tetapi The lady is pretty yet very
2. berdasarkan selera atau
sangat cerewet. talkative
pilihan.
The lady is pretty. However,
3.
she is very talkative

4. KESIMPULAN

Terjemahan antarbahasa pada dasarnya merupakan perbandingan dinamis yang melibatkan


dua bahasa dan dua budaya sekaligus. Perbandingan ini pada kenyataanya malah seringkali
mempertegas perbedaan yang ada di antara keduanya. Cluver dalam Osimo (2004) mengatakan
bahwa sebuah teks terjemahan sudah barang tentu tidak ekuivalen dengan teks aslinya. Bisa
dipastikan, sebuah teks terjemahan mengandung sesuatu yang kurang (loss) atau sesuatu yang
berlebih (redundant) bila dibandingkan dengan teks sumber. Dalam kaitan inilah penerjemah yang
baik pada akhirnya harus menentukan bagian mana yang harus ‘dibongkar’ dari sebuah teks
sumber.

DAFTAR PUSTAKA

Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.
Hasibuan, Sofia Rangkuti. 1991. Teori Terjemahan dan Kaitannya dengan Tata Bahasa Inggris.
Jakarta: Dian Rakyat.
Hatim, Basil dan Ian Mason. 1992. Discourse and the Translator. London: Longman.
Hatim, Basil dan Ian Mason. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge.
Hatim, Basil. 2001. Teaching and Researching Translation. London: Longman.
Hervey, Sándor dan Ian Higgins. 1992. Thinking Translation. New York: Routledge.
Hoed, Benny H. 2006. Teori dan Masalah Penerjemahan. Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
ProDC.
Hoed, Benny H., Tresnati S. Solichin, dan Rochayah M. 1993. Pengetahuan Dasar Tentang
Penerjemahan. Jakarta: Pusat Penerjemahan FSUI.
Hoed, Benny. Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.

61--11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Hornby, Marry Snell. 1995. Translation Studies. An Integrated Approach. Amsterdam: Jon
Benjamin Publishing Co.
Larson, Mildred L. 1989. Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language Equivalence.
Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: Penerbit Arcan.
Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Mizan Pustaka.
Moentaha, Salihen. 2008. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc
Nababan, Rudolf M. 2003. Teori Menerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. New York: Pergamon.
Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall.
Nida, E.A. dan Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill.
Venuti, Lawrence. 2004. The Translation Studies Reader. New York: Routledge.
Widyamartaya, A. 1989. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Williams, Henny dan Andrew Chesterman. 2002. The MAP. A beginner’s Guide to Doing Research
in Translation Studies. Manchester: St. Jerome Publishing.

61 - 12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

PENERAPAN METODE DISCOVERY LEARNING DAN


SMALL GROUP DISCUSSION DALAM PERKULIAHAN
TEACHING ENGLISH AS A FOREIGN LANGUAGE (TEFL)

Kurnia Idawati
kurniaidawati@rocketmail.com
Sastra Inggris – Fakultas Sastra

ABSTRACT

The study titled The Application of Discovery Learning and Small Group Discussion Methods in
Teaching English as a Foreign Language (TEFL) Class is related to the effectiveness of learning methods
using Discovery Learning (DL) in combination with Small Group Discussions (SGD) in TEFL classes for VI
semester students. DL is a method of learning that is focused on the utilization of the available information,
whether provided by a lecturer or is sought by the students, to build knowledge by independent learning.
While SGD is one element of active learning and is a part of the learning models of SCL (Student Centered
Learning), such as CL (Cooperative Learning), CBL (Collaborative Learning), PBL (Problem Based
Learning) and others. The students were asked to create a small group (4-6 people) to discuss materials that
can be provided by the lecturer or material obtained by the members of the group. This method is used to
explore the idea, to sum up an important point, to access the skills and knowledge level of the students, to
review the topics in previous class, to compare theories, issues and interpretation, even to solve the problem.

The results using the t-test showed that there was a significant difference in the effectiveness of
application of SGD and DL learning methods compared to the classical lecturing method of studying, where
the calculated t-value 3.98 is greater than the value of -t table at alpha 0.01 = 2.04 and alpha 0.05 = 2.75.
Thus, the null hypothesis (Ho) is rejected and the alternative hypothesis (Ha) is accepted that the difference
in scores is the result of experimental treatments and not the result of coincidence (chance variation).
Experimental class achievement is higher than the control class with a mean difference of 79.1750 - 70.2950
= 8.88 so that it can be interpreted that the TEFL classroom performance using learning methods DL and
SGD is better than the TEFL classes that do not use these learning methods.

Keywords: Learning Methods, Discovery Learning, Small Group Discussion, TEFL, t-test

1. PENDAHULUAN

Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam proses pembelajaran di


perguruan tinggi menuntut pendekatan belajar yang berpusat pada mahasiswa atau Student
Centered Learning (SCL). SCL merupakan disiplin yang melibatkan interaksi kelompok-kelompok
mahasiswa dalam rangka melaksanakan pembelajaran secara kreatif sebagaimana kelak di
kemudian hari akan dijumpai di dunia nyata/profesinya (Thornburg, 1995). SCL juga diperlukan
untuk mengantisipasi dan mengakomodasi perubahan dalam bidang sosial, politik, ekonomi,
teknologi dan lingkungan, yang menyebabkan informasi dalam buku teks dan artikel-artikel yang
ditulis lebih cepat kadaluarsa. Selain itu, di masa mendatang, dunia kerja membutuhkan tenaga
kerja yang berpendidikan baik, yang mampu bekerja sama dalam tim, memiliki kemampuan
memecahkan masalah secara efektif, mampu memroses dan memanfaatkan informasi, serta mampu
memanfaatkan teknologi secara efektif dalam pasar global, dalam rangka meningkatkan

27 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

produktivitas. Oleh sebab itu, proses pembelajaran harus difokuskan pada pemberdayaan dan
peningkatan kemampuan mahasiswa dalam berbagai aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Mahasiswa sebagai subyek pembelajaran, perlu diarahkan untuk belajar secara aktif membangun
pengetahuan dan keterampilannya dengan cara bekerjasama dan berkolaborasi dengan berbagai
pihak terkait.

SCL bukanlah sebuah pendekatan belajar yang baru sama sekali. Ia adalah turunan dari
pendekatan belajar Konstruktivisme, yang pada intinya menyatakan bahwa sesungguhnya para
pembelajar telah memiliki prior knowledge yang harus diaktifkan dalam situasi pembelajaran yang
baru. Pengetahuan, dengan demikian, dibangun secara khas dan individual, dengan berbagai
macam cara, dengan menggunakan berbagai alat, sumber, pengalaman, dan konteks. Oleh sebab itu
pembelajaran merupakan proses aktif dan reflektif. Pembelajaran merupakan suatu proses
pengembangan, melalui asimilasi, akomodasi, atau penolakan terhadap informasi baru. Interaksi
sosial mengenalkan adanya berbagai macam perspektif pembelajaran Secara internal, pembelajaran
dikendalikan dan dimediasi oleh pembelajar itu sendiri. Sejalan dengan konsep SCL di atas, saya
mencoba mengaplikasikan metode belajar dalam SCL, yaitu Discovery Learning (DL) dan Small
Group Discussion (SGD).

DL adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia, baik
yang diberikan dosen maupun yang dicari sendiri oleh mahasiswa, untuk membangun pengetahuan
dengan cara belajar mandiri. DL mengacu ke berbagai disain pengajaran yang mendorong
pembelajar, dalam hal ini mahasiswa, untuk belajar melalui penemuan. Model pembelajaran seperti
ini bertujuan mengantarkan pada pembelajaran yang dalam, mengembangkan keterampilan meta-
kognitif yakni mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, kreatifitas, dan sebagainya,
dan mendorong keterlibatan mahasiswa untuk belajar.

Menurut van Joolingen (1999:385), DL adalah model belajar dimana para pembelajarnya
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dengan bereksperimen dengan suatu ranah, dan
menyimpulkan hasil eksperimen tersebut. Pemikiran dasar DL adalah bahwa karena para
pembelajar mendisain eksperimen mereka sendiri dalam suatu ranah dan menyimpulkan aturan
yang berlaku dalam ranah tersebut, maka sesungguhnya mereka tengah membangun pengetahuan
mereka. Karena aktifitas konstruktif ini, di asumsikan bahwa mereka akan memahami ranah itu
pada tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan bila informasi atau pengetahuan terkait ranah itu
disajiikan oleh pengajar.

71 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Menurut Borthick & Jones (2000:181), dalam DL, para pembelajar belajar mengenali suatu
masalah, mencermati jalan keluar seperti apa yang bisa dilakukan, mencari informasi yang relevan,
mengembangkan strategi pemecahan masalah, dan menjalankan strategi yang dipilih. DL memberi
peluang bagi pembelajar untuk mengembangkan hipotesis guna menjawab pertanyaan-pertanyaan
dan berkontribusi bagi pengembangan a lifelong love of learning.

Sedangkan SGD merupakan salah satu elemen belajar secara aktif dan merupakan bagian
dari banyak model pembelajaran SCL yang lain, seperti CL (Cooperative Learning), CbL
(Collaborative Learning), PBL (Problem Based Learning) dan lain-lain. Di dalam kelas, kita dapat
meminta para mahasiswa untuk membuat kelompok kecil (misalnya 4 – 6 orang) untuk
mendikusikan bahan yang dapat diberikan oleh dosen ataupun bahan yang diperoleh sendiri oleh
anggota kelompok tersebut. Metode ini dapat digunakan ketika akan menggali ide, menyimpulkan
poin penting, mengakses tingkat skill dan pengetahuan mahasiswa, mengkaji kembali topik di kelas
sebelumnya, membandingkan teori, isu dan interpretasi, dapat juga untuk menyelesaikan masalah.
Menurut Cuseo (susan.ledlow@asu.edu), SGD merupakan bentuk dari cooperative learning yang
diterapkan dalam pendidikan tinggi. Cooperative learning itu sendiri didefinisikan sebagai proses
instruksional yang berpusat pada pembelajar dimana para pembelajar bekerja berkelompok secara
independen untuk tugas belajar yang sudah tersusun jelas. Setiap individu pembelajar diberi
tanggung jawab untuk unjuk kerja mereka sendiri dan instruktur atau dosen bertindak sebagai
fasilitator atau konsultan dalam proses belajar berkelompok tersebut.

Vanessa B (2005) menyebutkan bahwa secara operasional anggota SGD harus mampu
berkomunikasi secara bebas dan terbuka dengan semua anggota lain dari kelompok. Kelompok
akan mengembangkan norma-norma tentang diskusi dan anggota kelompok akan mengembangkan
peran yang akan memengaruhi interaksi kelompok. Kelompok harus memiliki tujuan umum dan
mereka harus bekerja sama untuk mencapai tujuan tersebut. Kelompok secara bersama-sama
melalui konflik dan ketegangan.

Kagoda (http://maxwellsci.com/print/crjss/) mengutip pernyataan Nicio-Brown et al.


mengatakan bahwa ketika dua orang atau lebih berinteraksi satu sama lain secara lisan, mereka
terlibat dalam sebuah diskusi. Kelompok diskusi sebagai metode mengajar/belajar dikembangkan
sebagai reaksi terhadap metode ekspositori stereotip lama yang membuat peserta didik menerima
pengetahuan secara pasif. Pendekatan baru ini menyiratkan bahwa mahasiswa sendiri memiliki
sesuatu untuk diutarakan kepada teman-temannya satu sama lain dan penekanannya lebih pada
hubungan kelompok di kelas. Di sisi lain SGD ini memberi peluang bagi perkembangan intelektual

71- -31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

(kognitif) dan personal (afektif) yang tidak bisa dicapai dengan mudah dalam situasi belajar yang
standar (Kelly dan Stafford,1993). Karena situasi belajarnya yang lebih personal, SGD memberikan
kesempatan berinteraksi yang lebih banyak antara dosen dan mahasiswa, dan di antara para
mahasiswa itu sendiri. Interaksi seperti itu dapat mendorong pembelajaran aktif pada tingkat
konsep yang tinggi, dan dapat membantu mahasiswa mencapai kemandirian dan tanggung jawab
bagi proses belajar mereka sendiri.

Dapat disimpulkan di sini bahwa metode belajar DL dan SGD memiliki beberapa
kelebihan antara lain : (1) menambah pemahaman dan daya tangkap materi kuliah, (2)
meningkatkan motivasi dan keterlibatan mahasiswa yang lebih besar, (3) mengembangkan prilaku
yang positif terhadap penerapan materi yang dipresentasikan dikemudian hari, (4) mengembangkan
keterampilan memecahkan masalah yang spesifik terkait materi perkuliahan, (5)memberikan
latihan mengaplikasikan konsep dan informasi yang diperoleh untuk masalah-masalah praktis, (6)
memunculkan ide-ide di antara para mahasiswa menyangkut cara mengaplikasikan pengetahuan
yang diperoleh, dan (7) mengembangkan komitmen mahasiswa terhadap cara-cara yang
diperbolehkan dalam menangani masalah.

Berdasarkan paparan di atas, metode DL dan SGD ini saya coba terapkan dalam
perkuliahan TEFL (Teaching English as a Foreign Language). TEFL adalah matakuliah yang
bertujuan membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang konsep pengajaran dan pembelajaran
bahasa Inggris bagi penutur non Inggris dan membekali mereka dengan pemahaman tentang aspek-
aspek ilmiah yang menjadi landasan bagi proses belajar mengajar bahasa. Penerapan metode DL
dan SGD ini dilakukan untuk melihat seberapa efektif kedua metode tersebut dalam berkontribusi
meningkatkan kualitas hasil belajar mahasiswa. Untuk tujuan tersebut, saya melakukan penelitian
kecil dalam rentang tahun akademik 2010/2011 – 2011/2012 pada kelas TEFL semester VI tahun
2010/2011 dan kelas TEFL semester VI tahun 2011/2012. Kelas pertama diperlakukan sebagai
kelas kontrol terhadap kelas kedua yang mendapatkan perlakuan eksperimen penerapan metode DL
dan SGD.

Dengan asumsi bahwa metode belajar DL dan SGD lebih baik dalam meningkatkan
prestasi belajar mahasiswa dibandingkan dengan metode belajar classical lecturing (perkuliahan
klasikal yang lebih menitikberatkan pada ceramah dan tanya jawab), maka hipotesis kerja (Ha)
untuk penelitian ini adalah bahwa ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa kelas TEFL yang
menggunakan metode belajar Discovery Learning dan Small Group Discussion dibandingkan
dengan yang menggunakan metode belajar klasikal.

71 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh jawaban atas manfaat metode Discovery
Learning dan Small Group Discussion dalam perkuliahan TEFL dan diharapkan bermanfaat bagi
penerapan dan pengembangan Student Centered Learning sebagai sebuah pendekatan dalam proses
belajar mengajar di Unsada, melalui berbagai macam metode belajar sebagai turunannya. Melalui
hasil penelitian ini, diharapkan pula metode DL dan SGD bisa digunakan pula dalam perkuliahan
mata kuliah yang lain.

Penelitian ini masuk dalam kategori penelitian kaji tindak. Data-data tertulis dianalisis
secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan uji t. Responden berjumlah 40 dan dibagi
dalam dua kelompok yang sama jumlahnya. Kelompok satu dijadikan kelas eksperimen dan
kelompok dua sebagai kelas kontrol. Penelitian dilakukan terhadap mahasiswa semester VI.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Penerapan DL dan SGD dalam Kelas Experimen

Metode DL dan SGD diterapkan secara terpadu dan simultan dalam satu semester
perkuliahan TEFL pada para mahasiswa semester VI tahun akademik 2011/2012. Saat perkuliahan
pertama dosen memberikan cakupan materi pembelajaran (silabus) TEFL dengan pokok-pokok
pembahasan meliputi: konsep dan makna belajar mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing (the
nature of learning and teaching); teori belajar dan dampaknya pada pengajaran dan pembelajaran
bahasa (teori belajar behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, dan implikasinya terhadap
pembelajaran bahasa); ciri-ciri berbagai metode belajar bahasa sebagai turunan dari teori belajar
(pendekatan) behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme, berikut kelebihan dan kelemahan
tiap-tiap metode belajar; konsep communicative competence dalam pembelajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa kedua/asing beserta elemen bahasa yang tercakup dalam kompetensi tersebut;
kompetensi dan peranan guru; deskripsi karakteristik pembelajar berdasarkan usia, gaya belajar,
dan perbedaan individu; faktor motivasi pembelajar dalam keberhasilan belajar bahasa; dan
kurikulum berbasis kompetensi dalam pengajaran bahasa Inggris dan metode pengajaran bahasa
komunikatif terkini (Rincian tentang 4 kompetensi komunikatif dalam dalam KBK bahasa Inggris
untuk pendidikan menengah di Indonesia).

71 -- 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Dosen menjelaskan kepada kelas tujuan dan manfaat pembelajaran TEFL, serta kompetensi
apa saja yang harus mereka peroleh dalam kelas TEFL. Selanjutnya kelas dibagi dalam kelompok-
kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 anggota. Setiap kelompok diberi tugas yang sama
untuk mencari informasi dan data (Discovery Learning), misalnya terkait dengan teori belajar
behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme, hakikat ketiga teori tersebut, perbedaannya dan
cara ketiga teori tersebut dalam melihat hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa. Tiap-tiap
kelompok diminta untuk menuliskan dalam bentuk makalah yang baku dan secara bergiliran
mempresentasikannya dalam diskusi yang diikuti oleh kelompok lain (Small Group Discussion).
Susunan kursi belajar dibentuk setengah melingkar sehingga masing-masing individu dapat melihat
langsung antar teman mereka tanpa terhalang sesuatupun dalam berinteraksi. Untuk
mengoptimasikan berlangsungnya kegiatan tersebut, dosen berperan baik sebagai subject matter
expert maupun sebagai group manager dan merencanakan tugas-tugas kelompok terkait isi
(content to be covered) dan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
kelompok.

Masing-masing anggota kelompok penyaji wajib berpartisipasi aktif dalam menjelaskan


temuan mereka dan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh anggota kelompok lain. Jika
jawaban yang diberikan anggota kelompok tidak memuaskan, kelompok lain dapat menyanggah
atau memberikan pendapat. Seandainya pemecahan masalah dianggap menemui jalan buntu, dosen
pada akhir diskusi memberikan penjelasan sebagai jalan keluar dan merupakan informasi yang bisa
ditambahkan pada makalah akhir kelompok untuk diserahkan pada minggu berikutnya.

Proses pembelajaran dengan metode DL dan SGD berlangsung terus pada setiap
perkuliahan TEFL dengan topik-topik bahasan sesuai dengan silabus. Mahasiswa sudah diberitahu
urutan topik bahasan diskusi yang harus mereka cari, temukan dan susun materinya sampai akhir
program pembelajaran TEFL. Selama proses pembelajaran tersebut berlangsung, mahasiswa
tampak sangat berkepentingan untuk menyajikan temuan mereka sebaik mungkin karena dosen
terlebih dahulu menginformasikan kepada mereka bahwa partisipasi aktif mereka baik sebagai
penyaji, penanya dan pemberi jawaban akan dinilai. Dengan cara demikian, diharapkan DL dan
SGD berjalan konsisten.

Penilaian pencapaian prestasi belajar TEFL mereka mengikuti standar baku Unsada.
Artinya unsur-unsur penilaian akhir mengikursertakan nilai tugas dan nilai tiap kegiatan proses
belajar mereka di kelas, nilai ujian tengah semester dan akhir semester, serta kehadiran mereka di
kelas.

71 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

b. Kelas Kontrol

Kelas kontrol yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kelas di mana proses belajar
mengajar TEFL menggunakan metode perkuliahan klasikal (classical lecturing). Dosen
menjelaskan materi dan diakhiri dengan tanya jawab antara dosen dan mahasiswa pada setiap
pertemuan perkuliahan. Prestasi belajar mahasiswa diperoleh dalam tes sebagaimana prosedur ujian
pada umumnya di Unsada. Kelas kontrol sebagai pembanding terhadap kelas eksperimen ini
adalah para mahasiswa kelas TEFL tahun akademik 2010/2011.

c. Data Skor Prestasi TEFL dan Hasil Perhitungan Statistik

Kedua data dari kelas eksperimen dan kelas kontrol ini memang diambil dalam waktu yang
berbeda mengingat jumlah peserta kuliah TEFL setiap angkatannya relatif kecil. Data yang
diambil secara acak dari tiap-tiap kelas adalah sama yakni masing-masing berjumlah 20 (dua
puluh).

Berikut ini adalah data skor dari kelas eksperimen (label 1) dan kelas kontrol (label 2)
seperti yang dapat dilihat pada tabel 1:
NO. SKOR KELAS
1 85.00 1.00
2 85.00 1.00
3 85.80 1.00
4 70.60 1.00
5 68.70 1.00
6 80.80 1.00
7 68.00 1.00
8 78.80 1.00
9 87.00 1.00
10 72.50 1.00
11 70.60 1.00
12 86.00 1.00
13 78.00 1.00
14 77.20 1.00
15 73.20 1.00
16 88.50 1.00
17 91.50 1.00
18 80.20 1.00
19 80.80 1.00
20 75.30 1.00
21 65.30 2.00
22 76.20 2.00
23 74.50 2.00
24 73.60 2.00
25 65.60 2.00
26 80.00 2.00
27 82.00 2.00
28 67.80 2.00
29 69.20 2.00
30 76.50 2.00

71 -- 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

31 68.20 2.00
32 73.50 2.00
33 61.50 2.00
34 69.80 2.00
35 81.20 2.00
36 53.10 2.00
37 67.80 2.00
38 66.60 2.00
39 67.20 2.00
40 66.30 2.00
Tabel 1. Rekapitulasi Skor Kelas Eksperimen (1.00) dan Kelas Kontrol (2.00)

Data kelas dan skor nya secara deskriptif dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3 berikut ini:
Kelas
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
Kelas N Percent N Percent N Percent
Skor Eksperimen 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Kontrol
20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
Tabel 2. Case Processing Summary

Descriptives

Kelas Statistic Std. Error


Skor Eksperimen Mean 79.1750 1.57874
95% Confidence Lower Bound 75.8707
Interval for Mean Upper Bound 82.4793
5% Trimmed Mean 79.1111
Median 79.5000
Variance 49.848
Std. Deviation 7.06033
Minimum 68.00
Maximum 91.50
Range 23.50
Interquartile Range 12.93
Skewness -.035 .512
Kurtosis -1.134 .992
Kontrol Mean 70.2950 1.57267
95% Confidence Lower Bound 67.0034
Interval for Mean Upper Bound 73.5866
5% Trimmed Mean 70.6000
Median 68.7000
Variance 49.466
Std. Deviation 7.03319
Minimum 53.10
Maximum 82.00
Range 28.90
Interquartile Range 9.40
Skewness -.298 .512
Kurtosis .599 .992
Tabel 3. Deskripsi Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

71 - 81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Data dari dua jenis sampel tersebut dibandingkan untuk melihat ada tidaknya perbedaan
setelah sampel-sampel tersebut diberi perlakuan berbeda. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan,
dilakukan uji perbedaan dua rata-rata (uji -t). Namun sebelum itu, dilakukan dulu uji tes normalitas
untuk melihat apakah kedua sampel berdistribusi normal. Dengan menggunakan SPSS 15.0 for
Windows, diperoleh data uji normalitas pada tabel 4 sebagai berikut:

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Kelas Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor Eksperimen .145 20 .200(*) .956 20 .471
Kontrol .139 20 .200(*) .953 20 .414
* This is a lower bound of the true significance a Lilliefors Significance Correction
Tabel 4. Uji Normalitas.

Kedua data baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol pada tabel 4 berdistribusi normal
secara signifikan yakni p> 0.05 (Kolmogorov-Smirnov 0.145 dan 0.139) seperti yang dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Normal Q-Q Plot of Skor

for Kelas= Eksperimen


2

1
Expected Normal

-1

-2

65 70 75 80 85 90 95
Observed Value

Normal Q-Q Plot of Skor

for Kelas= Kontrol


2

Gambar
1
1. Distribusi Normal Skor Kelas Eksperimen
Expected Normal

-1

-2

50 60 70 80 90
Observed Value

71 -- 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Setelah dipastikan kedua sampel berdistribusi normal, langkah selanjutnya adalah


melakukan uji homogenitas variansi. Uji homogenitas variansi dimaksudkan untuk menentukan uji
–t yang sesuai. Uji –t yang dilakukan bila variansi kedua kelas sama adalah uji –t dengan asumsi
variansi skor nilai kedua kelas sama atau homogen. Melalui SPSS, diperoleh homogenitas Levene
sebagai berikut:

Test of Homogeneity of Variances


Skor
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.089 1 38 .767
Tabel 5. Tes Homogenitas Variansi

Statistik Levene untuk homogenitas variansi menunjukkan nilai signifikan 0.089 > 0.05.
Dengan demikian, uji perbedaan dua rata-rata dapat dilakukan dengan uji –t menggunakan SPSS.
T-Tes

Std. Std. Error


Kelas N Mean Deviation Mean
Skor Eksperimen 20 79.1750 7.06033 1.57874
Kontrol 20 70.2950 7.03319 1.57267
Tabel 6. Group Statistics

Independent Samples Test

Tabel 7. Statistik Parametrik


Levene's Test for 2 Sampel Independen
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Mean Std. Error Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper
Skor Equal variances
.089 .767 3.985 38 .000 8.88000 2.22839 4.36887 13.39113
assumed
Equal variances
3.985 37.999 .000 8.88000 2.22839 4.36887 13.39113
not assumed

Dari data perhitungan statistik SPSS di atas terlihat bahwa nilai –t hitung adalah 3.985,
lebih besar dari nilai –t tabel pada df (derajat kebebasan) 38 dengan tingkat signifikansi 0.05 = 2.04
dan signifikansi 0.01= 2.75. Jika –t hitung > -t tabel, maka hipotesis nol (Ho): ‘tidak ada
perbedaan prestasi antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol’ ditolak; dan hipotesis
kerja/alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa
kelas TEFL yang menggunakan metode belajar Discovery Learning dan Small Group
Discussion dibandingkan dengan yang menggunakan metode belajar klasikal, diterima. 95%

71--10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

confidence interval of the difference adalah rentang nilai perbedaan yang ditoleransi. Toleransi ini
menggunakan taraf kepercayaan 95%, dengan demikian rentang selisih prestasi kelas eksperimen
dan kelas kontrol dalam kisaran 4.36887 sampai 13.39113.

Rata-rata skor prestasi kelas eksperimen adalah 79.175 dan rata-rata skor prestasi kelas
kontrol adalah 70.295 sehingga selisih keduanya 8.88. Angka selisih ini cukup signifikan untuk
membedakan prestasi kedua kelas tersebut. Jika skor rata-rata kelas eksperimen dikonversikan ke
nilai huruf, maka kelas tersebut nyaris mendapat nilai A dengan hanya kekurangan skor 0.824 saja.
Skor 79.175 menempatkan rata-rata individu sampel kelas eksperimen pada posisi nilai huruf B
‘gemuk’.

4. KESIMPULAN

Setelah pengolahan data (analisa kuantitatif) dengan uji –t dilakukan dan analisa kualitatif
atas hasil perhitungan dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan di sini bahwa:
1. Metode belajar Discovery Learning (DL) dan Small Group Discussion (SGD) dinilai efektif
berkontribusi terhadap peningkatan prestasi mahasiswa dalam belajar TEFL.
2. Metode belajar DL dan SGD yang diterapkan secara terpadu dalam kelas TEFL tidak hanya
meningkatkan prestasi kognitif saja melainkan juga mampu meningkatkan kompetensi softskill
mahasiswa, diantaranya : kepercayaan diri, tanggung jawab, kerjasama, kemampuan
mengekspresikan dan keberanian mengungkapkan pendapat.
3. Tidak bisa dipungkiri bahwa dinamika individu dalam kelompok adalah bervariasi dan dengan
sendirinya berpengaruh dalam mencapai tujuan belajar secara individu, namun penilaian atas
penerapan DL dan SGD tidak semata dititik beratkan pada kognisi melainkan juga pada proses
itu sendiri: proses menjadi individu yang semakin percaya diri, berani mengungkapkan
pendapat secara ilmiah, dan seterusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Borthick, A. Faye & Donald R. Jones (2000). The Motivation for Collaborative Discovery
Learning Online and Its Application in an Information Systems Assurance Course, Issues
in Accounting Education, 15 (2)
Colton, Simon, Theory Formation Applied to Discovery, Learning and Problem Solving, Division
of Informatics, University of Edinburgh 80 South Bridge, Edinburgh EH1, 1HN, United
Kingdom

71--11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Joolingen, Wouter van (1999), Cognitive tools for discovery learning, International Journal of
Artificial Intelligence in Education, 10, 385-397
Kelly, Mavis and Ken Stafford, Managing Small Group Discussion, Workshop Series No. 9, July
1993
Kagoda, Small Group Discussion, http://maxwellsci.com/print/crjss/, diunduh 9/13/2011 11:19 AM
Kirschner, P. A., Sweller, J., and Clark, R. E. (2006). "Why minimal guidance during instruction
does not work: an analysis of the failure of constructivist, discovery, problem-based,
experiential, and inquiry-based teaching". Educational Psychologist 41 (2): 75–86.
Leading Small Group Discussion, Prepared by Lee Haugen, Center for Teaching Excellence, Iowa
State University, March, 1998, http://www.celt.iastate.edu/teachingindex/small_group.
html , diunduh 9/27/2011 10:19 PM
Mayer, R. (2004). "Should there be a three-strikes rule against pure discovery learning? The case
for guided methods of instruction". American Psychologist 59 (1): 14–19.
Olmstead, Joseph A. Small-Group Instruction: Theory and Practice, Human Resources Research
Organization, Alexandria, VA, 1974.
Roblyer, Edwards, and Havriluk, 1997, “Discovery Learning” in Instructional Method,
http://slate.it.utk.edu/~bobannon/in_strategies.html diunduh 11/17/2011 10:30 PM
Smith, Reesa, Student Centered Learning, http:// jtp.ipgkti.edu.my/ppy/resosbestari/…/scl/1,
diunduh 10/21/2011 09:23 AM

71--12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

MODALITAS STUDI そうだ/SOUDA、


そうだ 、 ようだ/YOUDA、
ようだ 、
DAN らしい/RASHII
らしい YANG MENYATAKAN PERTIMBANGAN
DALAM BAHASA JEPANG, SEBUAH ANALISIS FUNGSI
DAN PENGAJARAN
Rini Widiarti, Yuliasih Ibrahim, Zainur Fitri, Julia Pane
riniwidiarti07@yahoo.co.jp
Sastra Jepang – Fakultas Sastra

ABSTRAK

Dalam modalitas bahasa Jepang terdapat bentuk そうだ/souda、 ようだ/youda、 らしい/rashii


yang merupakan ekspresi untuk mengungkapkan dugaan terhadap suatu kondisi berdasarkan hal yang dilihat,
didengar maupun berdasarkan pengalaman. Dari segi makna, そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii
ini , memiliki dua arti, yaitu, “kelihatannya” dan “kabarnya/katanya”. Dalam penelitian ini, penulis hanya
membatasi pada そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashiiyang memiliki arti “kelihatannya”
(様態/youtai). Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengajarkan modalitas tersebut melalui
identifikasi fungsi-fungsi bentukそうだ/souda、ようだ/youda、dan らしい/rashiiyang mencakup
persamaan maupun perbedaan penggunaan.

Hasil dari identifikasi fungsi adalah そうだ/souda digunakan untuk fungsi kesan yang dirasakan
pembicara mengenai hal yang dilihat dan fungsi menunjukkan sesaat sebelum kondisi tersebut terjadi
sedangkanようだ/youdadigunakan pada fungsi yang menunjukan naluri/perasaan mengenai kondisi diri
sendiri. Modalitasようだ/youdadan らしい/rashiibisa saling menggantikan hanya pada
ようだ/youdamenunjukkan tingkat kepastiannya tinggi dan melibatkan perasaan pembicara sedangkan bila
menggunakan らしい/rashii tingkat kepastian dugaan rendah ada kesan tidak bertanggung jawab terhadap
pernyataan yang diungkapkan. Dugaan dengan tingkat kepastian yang paling tinggi adalah そうだ/souda lalu
ようだ/youda, dan yang paling rendah adalah らしい/rashii.

Untuk memberikan pemahaman yang jelas mengenai ketiga bentuk modalitas tersebut, model
pengajaran dapat menggunakan gambar maupun dialog yang diberikan konteks. Pada saat menggunakan
gambar/foto perlu dijelaskan situasi dan konteksnya sehingga pembelajar dapat memahami penggunaan
modalitas tersebut.

Kata kunci : modalitas, そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii, pertimbangan, tingkat kepastian.

1. PENDAHULUAN

Dalam modalitas bahasa Jepang terdapat bentuk そうだ/souda、 ようだ/youda、


らしい/rashii yang merupakan ekspresi untuk mengungkapkan suatu kondisi berdasarkan hal yang
dilihat, didengar maupun berdasarkan pengalaman. Dari segi makna, そうだ/souda、
ようだ/youda、 らしい/rashiiini, memiliki dua arti, yaitu, “kelihatannya” /様態dan
“kabarnya/katanya”/伝聞. Berikut ini beberapa contoh mengenai modalitas tersebut.

82 -- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Contoh 1, situasi : apabila kita menduga seseorang memiliki anak.


1. 田中さんにはどうやら子供がいるらしい/Tanaka-san ni wa douyara kodomo ga iru rashii.
Kelihatannya orang itu memiliki anak.
2. 田中さんにはどうやら子供がいるようだ/Tanaka-sanni wa douyara kodomo ga iru youda.
Kelihatannya orang itu memiliki anak.
3. 田中さんには子供がいるそうだ/Tanaka-sanni wa douyara kodomo ga iru souda.
Kabarnya/katanya orang itu memiliki anak.

Kalimat butir 1,digunakan apabila si pembicara berasumsi dari informasi seseorang,


misalnya, ada seseorang yang mengatakan kepada si pembicara bahwa dia melihat Tanaka sedang
bermain dengan anak kecil.Butir 1 ini, merupakan dugaan dengan tingkat kepastian yang
rendah.Kalimat butir 2, digunakan apabila si pembicara menduga berdasarkan pada kondisi yang
dilihat langsung olehnya, misalnya, terdapatnya jemuran baju anak kecil yang tergantung di
beranda Tanaka.Sedangkan kalimat butir 3, digunakan bila si pembicara menyatakan hal yang dia
dengar dari seseorang, misalnya dari saudara perempuan Tanaka.

Contoh 2, situasi : apabila kita ingin menyatakan bahwa tidak ada lagi cara lain lagi setelah
mencoba berbagai hal.
1. いろいろ試してみたが、もうほかに方法がないようだ
Iro iro tameshitemitaga, mou hokani houhou ga naiyouda.
Saya sudah mencoba berbagai hal tapi kelihatannya sudah tidak ada cara lain lagi.
2. いろいろ試してくれたが、もう他に方法がないそうだ。
Iro iro tameshitemitaga, mou hokani houhou ga naisouda.
(seseorang) sudah mencoba berbagai hal untuk saya tapi kabarnya sudah tidak ada cara lain
lagi.
3. いろいろ試したようだが、もう他に方法がないらしい。
Iro iro tameshitayoudaga, mou hokani houhou ga nairashii.
(seseorang) kelihatannya sudah mencoba berbagai hal tapi kabarnya sudah tidak ada cara
lain lagi.

Contoh 2 diatas memberikan gambaran mengenai pemakaian modalitas そうだ/souda,


ようだ/youda、 らしい/rashii yang memiliki makna “kelihatannya” /様態dan “kabarnya/
katanya”/伝聞 dalam kalimat yang sama.

81 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Penulis membatasi penelitian ini pada そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashiiyang


memiliki arti “kelihatannya” (様態/youtai). Arti “kelihatannya” pada そうだ/souda、
ようだ/youda、らしい/rashiiini, merupakan dugaan pembicara yang melihat suatu kondisi atau
keadaan.Terdapat dua macam dugaan terhadap suatu keadaan, yaitu dugaan melalui intuisi dan
dugaan melalui pengalaman atau keadaan yang dapat dilihat di depan mata
(セルフ・マスターシリーズ文の述べ方:41). Berikut contoh yang menggambarkan arti
“kelihatannya”.

Contoh 3 :
1. あの店のラーメンはおいしいようです/Ano mise no ramen wa oishii you desu.
“ramen (sejenis mie) di toko itu kelihatannya enak”
2. このラーメンはおいしそうです/ Kono ramen wa oishi sou desu.
“ramen (sejenis mie) ini kelihatannya enak”

Dalam kalimat butir 1 dan butir 2 memiliki makna “ramen (sejenis mie) (di toko) ini/itu
kelihatannya enak”. Pada kalimatbutir 1, pembicara mengatakan “kelihatannya enak” berdasarkan
pertimbangan misalnya, melihat di toko tersebut banyak orang yang antri hendak membeli ramen,
sedangkan pada kalimat butir 2 pembicara menyatakan “kelihatannya enak” karena melihat
langsung seporsi ramen di depan matanya yang membangkitkan selera. Penggunaan ようだ/youda
dan そうだ/soudadalam kalimat butir 1 dan butir 2 menunjukkan kesan yang dirasakan oleh
pembicara mengenai ramen dengan pertimbangan yang berbeda.

Teori dalam referensi yang digunakan penulis, menyebutkan bahwa bila kita
membandingkan penggunaanようだdan そうだ dapat dijelaskan bahwaようだ merupakan
pertimbangan diri sendiri dari informasi tak langsung sedangkanそうだ merupakan pertimbangan
secara langsung dari informasi yang dilihat atau didengar.Sedangkan bila kita membandingkan
penggunaan ようだdanらしい dapat dijelaskan bahwa ようだ merupakan pertimbangan subjektif
dari berbagai informasi tak langsung dan らしいmerupakan pertimbangan berdasarkan informasi
tetapi tingkat kepastiannya rendah.

Dengan kata laindalam hal menggunakan bentuk そうだ/souda、 ようだ/youda、


らしい/rashiiperlu diperhatikan, pertimbangan yang digunakan saat mengungkapkan kalimat
tersebut. Apakah dugaan tersebut berdasarkan pertimbangan kondisi yang tidak langsung yang

81 -- 31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

terlihat (pengalaman) atau berdasarkan kondisi langsung yang terlihat (panca indera).Selain poin
pertimbangan yang perlu diperhatikan, dalam初級日本語文法と教え方のポイントdisebutkan
bahwa ada beberapa kesulitan yang sering muncul dari pembelajar dalam penggunaan modalitas
tersebut. Untuk modalitas そうだ/soudapermasalahan yang kerap muncul adalah kebingungan
membedakan penggunaan bentuk pertimbangan (様態), misalnya 雨が降りそうだdan
penyampaian informasi (伝聞)雨が降るそうだ, kemudian selain perubahan bentuk kata
sifat dan kata kerja yang mengikuti modalitas, bentuk ingkar dari modalitas ini pun cukup
menyulitkan karena ada lebih dari satu bentuk yang memungkinkan seperti kalimat yang
berpredikat kata kerja,「雨が降りそうだ」dapat memiliki bentuk ingkar
:「雨が降りそうに(も)ない」maupun「雨が降らなさそうだ」sedangkan kalimat yang
berpredikat kata sifat, 「この料理はおいしそうだ」dapat memiliki bentuk ingkar :
「この料理はおいしくなさそうだ」maupun「この料理はおいしそうじゃ/ではない」.
Selain makna pertimbangan dan penyampaian informasi terdapat juga makna yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya sesuatu, penggunaan makna terakhir termasuk hal yang membingungkan
pembelajar. Untuk modalitas ようだ/youdahal yang menyulitkan pembelajar diantaranya adalah
pada saat ingin menyatakan perasaan orang ketiga modalitas ini sering terlewati, kemudian hal
yang cukup membingungkan adalah makna “kelihatannya” yang dimiliki baik oleh modalitas
そうだ/soudamaupun ようだ/youda. Pada modalitas らしい/rashiihal yang membingungkan
pembelajar adalah perbedaannya dengan modalitas ようだ/youda yang sama-sama mengandung
makna dugaan. Selain itu pada saat menyatakan perasaan orang ketiga, modalitas inipun sering
terlewati oleh pembelajar.

Berdasarkan uraian mengenai kesulitan yang kerap muncul dalam pemakaian modalitas
そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii di atas, karena itu dalam pengajarannya perlu
dipikirkan strategi agar pembelajar dapat dengan tepat menggunakan modalitas tersebut sesuai
dengan konteks dan situasinya. Identifikasi fungsi-fungsi bentukそうだ/souda、 ようだ/youda、
dan らしい/rashii perlu dilakukan untuk menemukan persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi
tersebut.Identifikasi fungsi modalitas yang dilakukan merupakan bagian dari tahapan dalam
menemukan cara pengajaran maupun bahan ajar yang perlu digunakan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi pembelajar maupun bagi
pengajar bahasa Jepang di Universitas Darma Persada, yaitu memberi pengetahuan mengenai
persamaan serta perbedaan penggunaan そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii. Khususnya

81 -- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

bagi para pengajar bahasa Jepang, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ide dan wawasan
baru mengenai pengajaran modalitasそうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii.

2. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif melalui studi
pustaka menggunakan teori dari beberapa referensi seperti “Self Master Series Bun no Nobekata”,
“Minna no Nihongo Chuukyuu 1” (kaisetsu), “Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no pointo”,
“Nihongo Bunkei Ziten”.

Tahap pertama yang dilakukan adalah mengedarkan angket (lihat lampiran 1) yang berisi
soal-soal yang didalamnya mencakup penggunaan そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii.
Responden angket tersebut adalah mahasiswa sastra Jepang Universitas Darma Persada semester
VII dengan pertimbangan telah mempelajari bentuk inisebanyak 64 orang. Tujuan penyebaran
angket ini adalah untuk mengetahui pemahaman pembelajar bahasa Jepang mengenai bentuk
そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii,serta kesalahan yang terjadi dalam menjawab
pertanyaan pada angket.

Tahap ke dua adalah menganalisis hasil angket dan kesimpulan atas hasil angket.
Selanjutnya tahap ke tiga, menyajikan persamaan maupun perbedaanpenggunaan
そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashiiyang sesuai dengan kebutuhan pembelajar maupun
pengajar Bahasa Jepang, serta cara pengajaran yang efektif mengenai bentuk そうだ/souda、
ようだ/youda、らしい/rashii.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil jawaban responden terhadap angket yang disebar kepada 64 orang mahasiswa
sastra Jepang semester VII, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa mahasiswa belum paham
benar mengenai penggunaanそうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii.Ketidakpahaman
tersebut kemungkinan disebabkan karena pada saat belajar ada persepsi bahwa
modalitasそうだ/souda hanya digunakan untuk menyampaikan kabar yang diperoleh dari sumber
informasi yang jelas. Kemudian modalitasそうだ/souda dalam buku “Minna no nihongo” di bab
47 bermakna “katanya” dan secara bersamaan modalitasようだ/youdapada bab yang sama
bermakna “kelihatannya”, menunjukkan kedua modalitas tersebut diajarkan dalam bab yang sama

81 - 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

dengan fungsi yang berbeda. Oleh karena itu pembelajar agak kesulitan memahami modalitas
そうだ/soudadanようだ/youdayang memiliki fungsi sama.Selain itu fungsi らしい/rashii sama
sekali tidak ada dalam buku bahasa Jepang tingkat dasar, melainkan dalam buku bahasa Jepang
tingkat menengah sedangkan modalitas そうだ/souda danようだ/youda diajarkan pada tingkat
dasar.Terdapatnya rentang waktu pengajaran ketiga modalitas tersebut diduga merupakan salah
satu penyebab pembelajar sulit memahami penggunaannya.

Berikut ini adalah uraian mengenai fungsi modalitas そうだ/souda、 ようだ/youda、


らしい/rashii dan uraian mengenai persamaan maupun perbedaan maknanya. Bagian ini ditutup
dengan beberapa model pengajaran yang diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
pembelajar tentang modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii

3.1 Fungsi そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii


3.1.1 Fungsi そうだ/souda
a. Bila menempel pada 無意志動詞atau Verba potensial menunjukkan sesat sebelum kondisi
tersebut terjadi atau kemung kinan terjadi nya tinggi.
A: かばんからお財布が落ちそうですよ
B: ああ、ありがとう
b. Kesan yang dirasakan pembicara mengenai hal yang dilihat atau di dengar dari pihak
ketiga
やあ、久しぶり。元気そうですね。
c. Dugaan berdasarkan pengetahuan umum
この分だと、約束の時間には間に合いそうだね。
3.1.2 Fungsi ようだ/youda.
a. Menyatakan dugaan melalui panca indera, pengalaman
隣の部屋にだれかいるようです
b. Menunjukkan naluri/perasaan mengenai kondisi diri sendiri
熱があるようです。すみません先に帰らせてください。
c. Asumsi yang diambil dari pernyataan orang ketiga
今日、先生はいらっしゃらないようです。山田さんがそう言っていました。
d. Menyatakan pikiran, perasaan dan tindakan orang ketiga
彼は合格していれしいようだ
3.1.3 Fungsiらしい/rashii

81 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

a. Menunjukkan dugaan berdasarkan asumsi dari pihak luar


いいにおいがしてくる。隣の晩ご飯、カレーらしい。
b. Menyatakan pikiran, perasaan dan tindakan orang ketiga
A:テレサちゃんは水泳の時間になると、おなかが痛いと言うんですよ。
B:そうですか。
A:テレサちゃんは水泳が苦手らしいです。

Fungsi-fungsi modalitas yang telah disebutkan di atas tidak mutlak membedakan


penggunaan masing-masing modalitas secara tegas. Terdapat perbedaan yang tipis diantara
そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii. Ada bentuk yang bisa dipakai bersamaan dengan
perbedaan yang tipis.Berikut ini uraian beberapa persamaan dan perbedaan di antara bentuk
そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii.

3.2 Perbedaan dan persamaan modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii

3. 2.1 Perbedaan そうだ/soudadan ようだ/youda


Untuk fungsi kesan yang dirasakan pembicara mengenai hal yang dilihat dan fungsi
menunjukkan sesaat sebelum kondisi tersebut terjadi atau kemungkinan terjadinya tinggi hanya
bisa digunakan そうだ/souda
• 雨が降りそうです
Sedangkan untuk fungsi menunjukan naluri/perasaan mengenai kondisi diri sendiri hanya bisa
menggunakan
ようだ/youda
• 熱があるようです。先に帰らせてください

3.2.2 Persamaan そうだ/soudadan ようだ/youda


Baik そうだ/soudadan ようだ/youda bisa digunakan bersamaan pada fungsi dugaan
berdasarkan pengetahuan umum/pengalaman maupun dalam fungsi menyatakan perasaan, pikiran
dan tindakan orang ke tiga.Berikut contoh kalimat yang menunjukkan fungsi dugaan berdasarkan
pengetahuan umum/pengalaman.
• この分だと約束の時間に間に合うようです。
• この分だと約束の時間には間に合いそうです。

81 - 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Sebagai catatan, untuk fungsi tersebut di atas, modalitasそうだ/souda hanya bisa


しゅんかんどうし
menggunakan 瞬 間 動 詞 , seperti : 間に合う、死ぬ、落ちる、開く、閉まる、止まる、 倒れる、 転ぶ、滑る
dan sebagainya. Pada contoh di atas meskipun kedua modalitas tersebut bisa dipakai bersamaan
terdapat perbedaan nuansa makna yaitu pada bagian ようだ/youdapembicara berasumsi ketepatan
waktu berdasarkan pengalaman saja tapi belum bisa dipastikan ketepatannya sedangkan pada
bagian そうだ/souda tingkat ketepatan waktunya lebih tinggi, misalnya sudah terlihat gedung yang
akan dituju dan waktunya bisa diperkirakan.

Contoh berikut adalah fungsi yang menyatakan perasaan, pikiran dan tindakan orang ke tiga
• 彼女は合格して、うれしそうです。
• 彼女は合格して、うれしいようです。

Pada contoh di atas, bagian yang menggunakan そうだ/soudapembicara berasumsi


mengenai kegembiraan orang lain dengan melihat secara langsung ekspresi muka orang tersebut
yang menunjukkan kegembiraan sedangkan pada bagian yang menggunakan ようだ/youda,
pembicara berasumsi berdasarkan beberapa hal seperti melihat orang tersebut meloncat-loncat
karena rasa bahagia atau melihat orang tersebut memeluk seseorang di dekatnya sambil tertawa.

3. 2.3 Perbedaanようだ/youdadan らしい/rashii.


Terdapat satu hal yang membedakan penggunaan ようだ/youdadan らしい/rashii, yaitu
pada fungsi menunjukan naluri/perasaan mengenai kondisi diri sendiri. Pada fungsi ini hanya bisa
digunakan modalitas ようだ/youda.
• 熱があるようです。先に帰らせてください。

3. 2.4 Persamaanようだ/youdadan らしい/rashii.


Pada dasarnya ようだ/youdadanらしい/rashii bisa saling menggantikan, hanya ada sedikit
perbedaan nuansa makna. Apabila menggunakan modalitas ようだ/youda maka menunjukkan
tingkat kepastiannya tinggi dan melibatkan perasaan pembicara sedangkan bila menggunakan
らしい/rashii tingkat kepastian dugaan rendah ada kesan tidak bertanggung jawab terhadap
pernyataan yang diungkapkan serta tidak melibatkan perasaan pembicara.
Contoh :
• 隣の部屋に誰かがいるようです。
• 隣の部屋に誰かがいるらしいです。

81--81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

3. 2.5 Perbedaanそうだ/soudadan らしい/rashii.


Modalitas らしい/rashiitidak bisa digunakan untuk fungsi yang menyatakan kesan yang
dirasakan pembicara mengenai hal yang dilihat.
• このラーメンはおいしそうです。
• このラーメンはおいしいらしい。(Ⅹ)
Selain itu juga tidak bisa digunakan untuk fungsi yang menunjukkan sesaat sebelum
kondisi tersebut terjadi atau kemungkinanterjadi nya tinggi.
• 雨が降りそうです。
• 雨が降るらしいです。(Ⅹ)

3.2.6 Persamaan そうだ/soudadan らしい/rashii


Baik そうだ/soudadan らしい/rashii dapat digunakan untuk fungsi yang menunjukkan
dugaan berdasarkan pengetahuan umum/pengalaman maupun fungsi yang menyatakan perasaan,
pikiran dan tindakan orang ke tiga. Bahwa modalitas そうだ/soudatingkat kepastiannya lebih
tinggi menunjukkan nuansa makna yang sedikit berbeda dibandingkan dengan らしい/rashii.
そうだ/soudaTerlihat dalam contoh berikut :
• この分だと約束の時間には間に合いそうです。
• この分だと約束の時間に間に合うらしいです。

Perbedaan Nuansapada そうだ/souda menggambarkan kemungkinan ketepatan


waktunya sangat tinggi (sebentar lagi terjadi) sedangkan padaらしい/rashii tidak terdapat nuansa
yang menunjukkan sebentar lagi terjadi, dan tingkat kapastian dugaannya sangat kecil.

Hal yang sama dapat dilihat pada contoh berikut


• 彼女は合格して、うれしそうです。
• 彼女は合格して、うれしいらしいです。(Ⅹ)
• 彼女は最近、落ち込んでいるらしいです。

Perbedaan nuansa padaそうadalah pembicara menduga berdasarkan apa yang dilihatnya


sedangkan pada らしい/rashii, pembicara menduga tidak secara langsung tapi berdasarkan bukti-
bukti atau informasi dari orang lain dan tingkat kepastiannya rendah bila dibandingkan dengan

81 - 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

そうだ/souda. Sebagai catatan pada modalitas らしい/rashii tidak dapat digunakan adjektiva yang
berkaitan dengan perasaan seperti うれしい、楽しい、悲しい dan sebagainya.

Berdasarkan uraian perbedaan dan persamaan modalitas そうだ/souda、 ようだ/youda、


らしい/rashii di atas, apabila pembicara ingin mengungkapkan dugaan atau pertimbangan
terhadap suatu hal perlu diperhatikan tingkat kepastiannya, siapa yang dibicarakan dan sebagainya.
Oleh karena itu dalam pengajarannya pun perlu dipikirkan strategi yang tepat agar pembelajar
dapat dengan tepat menggunakan modalitas tersebut sesuai dengan konteks dan situasinya.

Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa model pengajaran untuk memudahkan
pembelajar memahami dan menggunakan modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii

I. Bahan ajar そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii

Pemahaman pembelajaran dapat dicapai melalui stimuli yang beraneka ragam,


menggunakan bahan ajar yang menarik seperti foto atau gambar, menciptakan situasi komunikasi
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

1.1 Foto atau gambar


Berikut ini adalah contoh pengajaran dengan menggunakan gambar yang memperlihatkan
dompet yang nyaris jatuh, modalitas yang digunakan adalah そうだ/souda

T :財布が。。。。。。。
S:財布が落ちそうです

81- -10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

1.2 Gabungan gambar dan dialog


Selain itu pengajar juga dapat menstimulasi mahasiswa dengan menggabungkan
pemakaian gambar dengan dialog yang mengarahkan pada pemahaman pemakaian modalitas
tersebut, seperti pada contoh di bawah ini :

Pengajar dapat memberikan penjelasan dengan bantuan gambar microwave, bahwa


pemakaian modalitas ようだ/youdadigunakan apabila pembicara berasumsi berdasarkan timer dan
aroma ayam yang sudah matang. Lalu modalitas そうだ/soudadigunakan apabila pembicara
melihat langsung ayam yang sudah dikeluarkan dari microwave sehingga bisa berasumsi bahwa
ayam tersebut kelihatannya enak meski belum mencobanya.

1.3 Konteks dan situasi


Strategi pengajaran yang lainnya adalah memberikan konteks pada situasi tertentu seperti contoh
berikut :
Contoh 1 :
「ドアにかぎをかけて、買い物に出かけました。うちへ帰ったら、窓が開いていました
。部屋の中の様子がおかしいです。あなたはこれを見て、どう思いますか。」
窓から泥棒が入ったようです。
窓から泥棒が入ったらしいです。

Contoh 2 :
Pada contoh ini pembelajar diberikan stimuli tanda-tanda keadaan seseorang, sehingga dapat
memahami bahwa modalitas yang digunakan adalah ようだ/youdabukan そうだ/souda

81- -11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

II. Pengajaran modalitas そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii

Seperti telah diuraikan pada bagian persamaan dan perbedaan modalitas そうだ/souda、
ようだ/ youda、 らしい/rashii di atas, berikut ini beberapa model pengajaran untuk memberikan
pemahaman mengenai masing-masing modalitas.

Contoh 2.1 :そうだ/soudadan ようだ/youda


Gambar a mengarahkan pembelajar bahwa yang bisa digunakan hanya そうだ/soudasaja karena
pembicara berasumsi bahwa donat itu enak dengan melihat langsung.

Gambar a :

Gambar 2 mengarahkan pembelajar bahwa yang bisa digunakan hanyaようだ/youdakarena


pembicara berasumsi bahwa kepiting di restoranitu enak melalui bukti banyaknya antrian di depan
toko dan tidak melihat secara langsung hidangan kepiting tersebut.

Gambar b :

Contoh 2.2 :ようだ/youdadan らしい/rashii


Pada contoh di bawah ini mengarahkan pembelajar bahwa yang bisa digunakan
hanyaようだ/youda karena seorang dokter pada saat memeriksa pasien harus memiliki keyakinan

81- -12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

pada saat memberikan diagnosa berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki. Apabila menggunakan
らしい/rashii ada kesan bahwa dokter tidak yakin dengan diagnosanya sendiri.
Gambar c :

Contoh 2.3 berikut ini bentuknya merupakan dialog antara dua orang. Dialog ini mengarahkan
pembelajar untuk membedakan penggunaan modalitas ようだ/youda danらしい/rashii.
2.3.1 (お酒をすすめられて)
A :「もう一杯いかがですか」
B :「いや、もう結構です。少しよったようです」

Pada contoh 2.3.1, modalitas yang bisa digunakan hanya ようだ/youda sesuai dengan
fungsi yang dimilikinya yaitu menggambarkan kondisi diri sendiri.
2.3.2 A: 高西さんから手紙が来たんだけど
B: 高西さんは元気ですか。
A: うん、元気らしいよ

Pada contoh 2.3.2 modalitasらしい/rashii lebih tepat digunakan karena A menduga


bahwa高西 /saudara Takanishi sehat berdasarkan informasi melalui surat saja. Meskipun begitu
apabila A memiliki perhatian terhadap高西/saudara Takanishi melalui frekuensi surat-menyurat
yang tinggi, A dapat menggunakan modalitas ようだ/youda untuk menggambarkan kondisi 高西
/saudara Takanishi.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk mengajarkan そうだ/souda、 ようだ/
youda、らしい/rashii ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

81--13
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

1. Pada saat mengajarkan modalitas そうだ/souda, terdapat makna yang berbeda apabila diikuti
oleh adjektiva menggambarkan kesan yang dilihat oleh pembicara sedangkan pada kata kerja
menggambarkan makna hampir/nyaris. Selain itu pada makna yang menggambarkan
kemungkinan terjadinya tinggi, perlu diberikan latihan yang berulang-ulang agar pembelajar
terbiasa menggunakannya. Konjugasi modalitas そうだ/souda cukup bervariasi karena itu
perlu diajarkan sekaligus dengan latihan penggunaan secara berulang.
2. Pada saat mengajarkan modalitas ようだ/youda perlu diperhatikan perbedaannya dengan
modalitas そうだ/souda yang memiliki makna sama, hanya kemungkinan terjadinya lebih
cepat/segera pada modalitas そうだ/souda. Contoh 雨が降りそうですdan
雨が降るようです, kemungkinan hujan segera turun ditunjukkan pada modalitas そうだ.
3. Pada saat mengajarkan modalitas らしい/rashii, perlu dijelaskan bahwa baik ようだ/youda
maupunらしい/rashii bisa saling menggantikan, hanya saja apabila menggunakan modalitas
ようだ/youda maka menunjukkan tingkat kepastiannya tinggi dan melibatkan perasaan
pembicara sedangkan bila menggunakan らしい/rashii tingkat kepastian dugaan rendah ada
kesan tidak bertanggung jawab terhadap pernyataan yang diungkapkan serta tidak melibatkan
perasaan pembicara.
4. Apabila menggunakan bahan ajar gambar/foto atau dialog, perlu dipertimbangkan ketepatan
pemilihan gambar/foto juga konteks dan situasi agar mahasiswa dapat menggunakan modalitas
そうだ/souda、ようだ/youda、らしい/rashii dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Chuukyuu kara manabu tema betsu nihongo


Minna no Nihongo shokyuu II
Minna no Nihongo Chuukyuu 1, 3anet, Japan, 2008.
Minna no Nihongo Chuukyuu 1 (kaisetsu), 3anet, Japan, 2008.
Nihongo Bunkei Ziten, Kurisio Publishers, 1998
Nihongo chuukyuu dokkai nyuumon, Introduction to Japanese Reading Skills, Alc Publishers,
2001.
New Approach chuukyuu Nihongo,
Shokyuu Nihongo Bunpo to Oshiekata no pointo
Self Master Series Bun no Nobekata.

81- -14
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Lampiran

82 -- 15
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK CAMPUR KODE


DALAM PERCAKAPAN DOSEN DAN MAHASISWA
(STUDI KASUS DI LINGKUNGAN BAHASA DAN SASTRA JEPANG
UNIVERSITAS DARMA PERSADA)

Hermansyah Djaya
Sastra Jepang – Fakultas Sastra

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Campur Kode digunakan dan
perkembangan penggunaan campur kode dalam percakapan baik antar sesama pengajar, antara pengajar
dengan mahasiswa dan antar sesama mahasiswa dilingkungan Fakutas Sastra Universitas Darma Persada.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang menganalisis adanya campur kode luar
(out code mixing) dalam percakapan baik antar sesama pengajar di Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang,
antara pengajar dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa.

Hasil penelitian ini adalah (1) Dalam dialog percakapan terlihat pemakaian campur kode pada
tingkat social dan pendidikan yang sama sehingga penutur dapat dengan leluasa menggunakan campur kode
baik diantara sesama dosen maupun antara sesama mahasiswa. (2) Perkembangan campur kode dalam
percakapan dilingkungan kampus terjadi tidak hanya dalam bentuk percakapan lisan saja, tetapi dalam bentuk
tulisan seperti Foster pada majalah dinding kampus, SMS dan Email.

Kata Kunci : Out code-mixing, Tingkat Sosial dan Pendidikan, Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang
Universitas Darma Persada.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya masyarakat di dunia pada zaman sekarang ini memiliki bilingualisme
(kedwibahasaan) untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Jarang sekali kita temui masyarakat
yang masih monolingual pada saat ini. Masyarakat monolingual biasanya, masyarakat tutur yang
tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur yang lain. Maksudnya, kontak bahasa
masyarakat tuturnya sangat terbatas, mungkin disebabkan oleh letaknya jauh terpencil atau karena
sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka masyarakat tutur itu akan tetap
menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat yang monolingual. Sebaliknya,
masyarakat tutur yang inklusif, dalam arti ia memiliki hubungan dengan masyarakat lain, tentu
akan mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan
sebagai akibatnya. Peristiwa-peristiwa tersebut yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak
bahasa itu, di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme, multilingualisme, diglosia, alih kode,
campur kode, interferensi, integrasi, konfergensi dan pergeseran bahasa.

29 - 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Khususnya, lingkup kajian yang akan dibahas dalam makalah ini adalah campur kode
dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa.

Gejala sosial dalam pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik,
tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik, antara lain faktor-faktor sosial dan faktor-faktor
situasional. Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa antara lain tingkat
ekonomi, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan sebagainya. Pemakaian bahasa yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor situasional yaitu siapa yang berbicara dengan bahasa apa, kepada
siapa, kapan, di mana dan mengenai masalah apa. Hal tersebut dirumuskan secara singkat oleh
Fishman (Suwito, 1985) yaitu who speak, what language to whom and when ‘siapa yang berbicara
dengan bahasa apa, kepada siapa, dan kapan’.

Dari berbagai macam dimensi tersebut, penulis coba menganalisa dalam lingkungan
kampus. Pemakaian bahasa yang digunakan oleh para mahasiswa universitas Darma Persada
Jakarta mempunyai keunikan menggunakan campur kode dalam berinteraksi dengan lingkungan
kampus khususnya pada Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Jepang, semula penulis merasa
pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Jepang dalam percakapan sebagai sebuah kesengajaan tapi
setelah melakukan pendekatan dan pengamatan selama ini pemakaian campur kode lebih kepada
bentuk mengakrabkan diri dalam kelompoknya, juga untuk menunjukkan identitas kelompoknya.

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah Campur Kode digunakan dalam percakapan baik antar sesama pengajar,
antara pengajar dengan mahasiswa dan antar sesama mahasiswa dilingkungan Fakultas
Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada.
1.2.2 Bagaimanakah Perkembangan Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa Indonesia dan
Bahasa Jepang dalam Komunitas kecil mahasiswa Fakultas Sastra Program Studi Bahasa
dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana Campur Kode digunakan dalam percakapan baik antar
sesama pengajar, antara pengajar dengan mahasiswa dan antar sesama mahasiswa
dilingkungan Fakultas Sastra Universitas Darma Persada.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana Perkembangan Campur Kode dalam Pemakaian Bahasa

91 -- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Indonesia dan Bahasa Jepang Dalam Komunitas kecil mahasiswa Fakultas Sastra Program
Studi Bahasa dan Sastra Jepang Universitas Darma Persada.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan untuk menjadi sumbangan pemikiran bagi perkembangan


pembelajaran Sosiolinguistik khususnya yang berhubungan dengan masalah-masalah alih kode dan
campur kode pada sebuah komunitas kecil mahasiswa di Perguruan Tinggi.

Dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana Campur Kode digunakan dan
perkembangan Campur Kode dalam lingkungan yang kecil seperti di Fakultas Sastra Program Studi
Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma Persada Jakarta.

Penelitian ini juga dapat membuka cakrawala pemikiran bagi pengajar bahasa Jepang
khususnya dan pengajar bahasa asing pada umumnya bahwa lingkungan kebahasaan harus
diciptakan dimulai dari tahap yang sederhana seperti penggunaan campur kode dalam percakapan
baik percakapan antar sesama pengajar maupun antar sesama mahasiswa karena dengan
membiasakan menggunakan Bahasa Jepang, mahasiswa akan terbiasa dan tidak canggung lagi
dalam menggunakan bahasa Jepang baik dalam konteks kecil seperti salam atau aisatsu yang benar
(Reigi Tadashii) maupun pada penggunaan bahasa Jepang sehari-hari (Nichijou Kaiwa) sehingga
pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan berbahasa asing khususnya Bahasa Jepang pada
sebuah komunitas kecil seperti di Perguruan Tinggi.

2. LANDASAN TEORI

2.1 Hakikat Kedwibahasaan (Bilingualisme)

Beberapa ahli yang menerangkan tentang pengertian kedwibahasaan atau bilingualisme.


Salah satunya adalah Weinrich (Aslinda dkk., 2007:23), Weinrich menyebutkan bahwa,
kedwibahasaan sebagai ‘The practice of alternately using two language’, yaitu kebiasaan
menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Dalam penggunaan dua bahasa atau lebih,
jika melihat pengertian menurut Weinrich, penutur tidak diharuskan menguasai kedua bahasa
tersebut dengan kelancaran yang sama. Artinya bahasa kedua tidak dikuasai dengan lancar seperti
halnya penguasaan terhadap bahasa pertama. Namun, penggunaan bahasa kedua tersebut kiranya
hanya sebatas penggunaan sebagai akibat individu mengenal bahasa tersebut.

19 - 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Hal di atas tidak sejalan dengan pengertian bilingualisme menurut Bloomfield (Aslinda
dkk., 2007:23) yang mengemukakan bahwa kedwibahasaan adalah native like control of two
languages. Menurut Bloomfiled mengenal dua bahasa berarti mampu menggunakan dua sistem
kode secara baik. Pendapat Bloomfiled tersebut tidak disetujui atau masih banyak dipertanyakan
karena syarat dari native like control of two languages berarti setiap bahasa dapat digunakakn
dalam setiap keadaan dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti bahasa pertama yang
digunakan penuturnya.

Berbeda dengan Bloomfield, Lado dan Haugen mengemukakan konsep yang berbeda
tentang pengertian bilingualisme. Menurut Lado, seorang bilingual tidak perlu menguasai B1 dan
B2 dengan derajat yang sama baiknya, tetapi kurang baik pun boleh, sedangkan bagi Haugen,
seseorang yang mengetahui dua bahasa atau lebih sudah dapat dikatakan sebagai bilingual
meskipun dia tidak dapat menggunakan B2-nya secara aktif. Yang terpenting menurut Haugen
adalah pemahaman terhadap bahasa kedua yang digunakan olehnya itu.

2.2 Pengertian Kode

Seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode pada lawan


bicaranya. Pengkodean ini melalui suatu proses yang terjadi pada pembicaraan tanpa suara yang
sudah disepakati sebelumnya oleh lawan bicara. Kode-kode ini harus dimengerti oleh kedua belah
pihak, jika yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, ia pasti akan
mengalami keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang harus dilakukan (Pateda, 1992).

Beberapa pakar bahasa menerjemahkan kode sebagai bahasa, ada yang menyatakan
sebagai ragam, ada yang menyatakan sebagai suatu gaya bahasa. Menurut Suwito (1985) istilah
kode dimaksudkan untuk menyebutkan salah satu varian dalam hirarki kebahasaan. Selain kode
dikenal beberapa varian lain misalnya varian regional, varian kelas sosial, varian kegunaan,ragam.

Varian kegunaan sering disebut dialek geografis yang dapat dibedakan menjadi dialek
regional dan dialek lokal. Varian kelas sosial sering disebut dialek sosial atau sosiolek. Ragam dan
gaya dirangkum dalam laras bahasa, sedangkan varian disebut register. Masing-masing merupakan
tingkat tertentu dalam hirarki kebahasaan dan semuanya termasuk dalam cakupan kode.

19 -- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

2.3 Campur Kode

2.3.1 Pengertian Campur Kode

Bernstein dalam (Suwito: 1985), menyatakan bahwa konsep kode sosiolinguistik


mengacu pada penstrukturan makna secara sosial dari pada keragaman realisasi linguistik
yang kontekstual. Sosiolinguistik berusaha mengupas sistem-sistem simbolik, baik
perwujudannya maupun pengaturan struktur hubungan sosial. Sistem simbolik khusus itu
adalah sistem ujaran, bukan sistem bahasa.

Berdasarkan pendapat di atas, diperoleh gambaran bahwa dalam sosiolinguistik ditelaah


bagaimana sistem ujaran yang digunakan oleh penutur bahasa. Penutur bahasa terkait dengan
aspek sosial. Jadi sosiolinguistik mengkaji tuturan-tuturan atau kode-kode bahasa dalam
lingkungan sosial.

Menurut Thelander dan Fasold campur kode dapat berupa pencampuran serpihan
kata, frase dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya ada suatu
bahasa yang digunakan tetapi didalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain.

2.3.2 Jenis-Jenis Campur Kode

Pemakaian Campur Kode oleh penutur memiliki latar belakang tertentu.. Menurut
Pateda (1992: 86) mengutip pendapat Rene Appel, faktor-faktor yang mempengaruhi
peralihan kode dalam percampuran kode adalah (1) siapa yang berbicara dan siapa
pendengar, (2) pokok pembicaraan, (3) konteks verbal, (3) bagaimana bahasa dihasilkan,
apakah lisan atau tertulis, dan (5) lokasi. Sama halnya dengan Pateda, Suwito (1985) juga
mengatakan bahwa campur kode dilatarbelakangi oleh faktor subyektif atau ego komunikan.
Jika dalam melakukan campur kode komunikan mencampur bahasa pertama atau bahasa ibu,
bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari,misalnya di daerah Sumatera Barat
menggunakan bahasa Minangkabau, lalu dalam pembelajaran digunakan bahasa kedua
misalnya bahasa Indonesia, berarti campur kode yang dilakukan disebut campur kode ke
dalam atau inner code-mixing. Sebaliknya, jika dalam melakukan campur kode komunikan
mencampur bahasa utama dilaksanakan dalam pembelajaran yaitu bahasa Indonesia dengan
bahasa kedua yaitu bahasa Inggris, berarti campur kode yang dilakukan disebut campur kode
ke luar (out code-mixing).

91--51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, jenis campur kode ada dua. Pertama campur
kode ke dalam (inner code-mixing) dan campur kode luar (out code-mixing).

2.3.3 Penyebab Terjadinya Campur Kode

Menurut Suwito (1985) latar belakang terjadinya campur kode dapat dikategorikan atas
tipe, yaitu (1) tipe yang berlatar belakang pada sikap, dan (2) tipe yang berlatar belakang pada
kebahasaan. Berdasarkan tipe tersebut dapat diidentifikasikan beberapa alasan atau penyebab
yang mendorong terjadinya campur kode, diantaranya (a) identifikasi peranan, (b) identifikasi
ragam, dan (c) keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tujuan Operasional Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data faktual tentang bagaimana Campur Kode
digunakan dan perkembangannya dalam percakapan baik antara sesama pengajar, antara pengajar
dengan mahasiswa dan antara sesama mahasiswa dilingkungan Fakultas Sastra Program Studi
Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma Persada.

3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dilingkungan Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang.
Universitas Darma Persada Jakarta selama satu semester, yaitu dari bulan September 2011 sampai
bulan Januari 2012.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah percakapan yang terjadi dilingkungan Fakultas Sastra Jurusan
Bahasa dan Sastra Jepang yang dilakukan oleh sesama pengajar, antara pengajar kepada mahasiswa
dan antara sesama mahasiswa.

Dalam percakapan sehari-hari penulis menyadari bahwa seringkali terjadi percakapan alih
kode dan campur kode dalam lingkungan Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Budaya Jepang baik
yang dilakukan oleh pengajar Native Speaker (Morita Sensei, Sumiko Sensei, Hide Sensei,

91 -- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Matsumoto Sensei, Chizuru Sensei) dengan pengajar lainnya, maupun kecenderungan yang terjadi
dalam percakapan antara sesama mahasiswa.

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan campur
kode, sehingga data yang berhasil dicatat dan direkam hanya pada sebuah dialog percakapan yang
didalamnya terdapat unsur campur kode luar (out code-mixing) saja. Seperti dialog Percakapan
diruang dosen menjelang makan siang yang di catat penulis.
Sumiko : Hermansan mou gohan tabemashitaka?.
(Herman sudah makan siang)
Herman : Belum sensei, demo korekara katte kimasu.
(belum sensei, tapi sekarang baru mau beli makanan)
Sumiko : Aa soudesuka. Saya juga burum makan.
(ooh begitu. Saya juga belum makan)
Nanka, menyu ga sukunai nee, saya jadi bosan.
(Menu nya terlalu sedikit yah, saya jadi bosan)
Herman, mata ayam punyetto chuumonsuru no? tidak bosan yah. Kore bakkari taberu
no?.
(Herman mau pesan ayam penyet lagi yah, memangnya tidak bosan makan setiap hari
dengan menu yang sama)

4. HASIL PENELITIAN

4.1 Paparan Data

Dalam hal ini penulis tertarik untuk meneliti fenomena campur kode yang muncul dalam
percakapan di lingkungan Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma
Persada baik yang dilakukan antara sesama pengajar, antara pengajar dengan mahasiswa dan antara
sesama mahasiswa.

Dalam dialog percakapan ini, para dosen dan mahasiswa seringkali melakukan campur
kode dengan menggunakan bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia secara berganti-ganti dengan
maksud untuk mengakrabkan diri sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam komunitas ini di
fakultas sastra jurusan bahasa dan budaya Jepang.

91 - 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Dalam penelitian ini, penulis ingin menjelaskan mengenai bagaimana campur kode luar
(out code-mixing) digunakan dan perkembangan campur kode dalam lingkungan kecil seperti di
Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Budaya Jepang Universitas Darma Persada Jakarta.

Berikut ini adalah beberapa contoh dialog percakapan yang dicatat dan direkam penulis
yang berkaitan dengan campur kode dalam sebuah percakapan :

a. Dialog Percakapan Antara Sesama Dosen


Dialog diruang dosen untuk persiapan mengawas ujian Bahasa Jepang Internasional
(Nihongo Nouryoku Shiken)
Tia : minasan, chotto onegai ga arun desuga, asatte jangan terlambat yah. Soalnya kita
susah cari pengganti untuk petugas pengawas ujian nouryoku shiken. (minta tolong
sebentar para dosen, untuk besok lusa…..)
Sumiko : Wakarimashita. Demo Tia Sensei, watashi wa puraturannya masih banyak burum
mangarti, nanka IndonesiaGo bakkari kaite arundesuyo. Nihongo ba-shion
arimasuka.
(saya mengerti Tia Sensei, tapi peraturannya semua tertulis dalam bahasa
Indonesia, saya pusing bacanya. Apakah ada yang versi Bahasa Jepang).
b. Dialog Percakapan Antara Dosen dan Mahasiswa
Dialog diruang Dosen ketika mahasiswa datang untuk menyerahkan tugas.
Karina : Konnichiwa, chotto ojamaitashimasu ga, Purwani sensei irasshaimasuka. Saya
ingin menyerahkan tugas.
(selamat siang, mohon maaf mengganggu, apakah ada Ibu Purwani….)
Chizuru : Konnichiwa, watashi wa mada mite imasen ga, mungkin masih mungajaru yah.
Sirakan taro situ aja.
(selamat siang, saya belum lihat Ibu Purwani, tapi mungkin masih mengajar di
kelas, tugasnya silahkan taruh di meja Ibu Purwani saja)
c. Dialog Percakapan Antara Sesama Mahasiswa
Dialog di Lab Bahasa Lantai 3 ruang S 304, antara sesama mahasiswa mengenai materi
kuliah yang akan di photo copy.
Laura : Minasan mohon maaf ada bahan yang mau di photo copy, hoshikattara sanzen
rupiah onegaishimasu.
(teman-teman semua ada materi yang harus diphoto copy, kalau butuh tolong
keluarkan uang 3000 rupiah)
Karyadi : Laurasan, chotto copy wa nanji ni dekimashitaka.

91- -81
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

(Laura Hasil photo copynya jam berapa selesai)


Laura : Nanti selesai, choukai juugyou yah, 1 ji han.
(nanti selesai matakuliah listening, jam setengah dua)
Wita : Laurasan, elisasan sama ade…., byoukidesu. Copy shite onegai yah (Laurasan hari
ini Elisa dan Ade sakit tidak bisa masuk kuliah tolong copy-in juga yah)
Laura : Minasan semuanya jadi 28nin yah, ja 28nin no bun copy shimasu. (temen-temen
semuanya jadi 28 orang yah, saya copy untuk 28 orang yah)

4.2 Analisis Data

4.2.1 Bagaimana Campur Kode ke Luar (out code-mixing) digunakan

Dari contoh dialog percakapan diatas dapat dilihat campur kode keluar (out code mixing),
penggunaan bahasa asing (bahasa Jepang) dilakukan dalam lingkungan kampus menunjukkan
adanya campur kode yang ditandai adanya peralihan dalam percakapan antara bahasa Indonesia
ke bahasa Jepang dan sebaliknya.

Dalam dialog percakapan diatas tingkat sosial dan pendidikan yang sama sehingga
penutur dapat dengan leluasa menggunakan campur kode baik diantara sesama dosen maupun
antara sesama mahasiswa.

4.2.2 Perkembangan Campur Kode ke Luar (out code-mixing) dalam Percakapan


Dilingkungan Kampus

Perkembangan campur kode dalam percakapan dilingkungan kampus terjadi tidak hanya
dalam bentuk percakapan lisan saja, penulis melihat dalam aksi tulisan seperti foster pada majalah
dinding kampus yang dilakukan mahasiswa kecenderungannya makin tinggi seperti foster yang
tertempel pada mading (majalah dinding) kampus mahasiswa banyak menggunakan gaya bahasa
campuran seperti beberapa tulisan mahasiswa berikut ini oshirase (pengumuman), ayo gabung
nihongo kaiwa kurabu (klub conversation Bahasa Jepang), nihongo de hanasou (let’s speak
Japanese). disamping itu perkembangan campur kode dalam bahasa tulis juga semakin sering
digunakan diantaranya melaui SMS dan Email yang dikirimkan oleh sesama dosen dan juga
Mahasiswa dengan gaya bahasa campur kode.

91- -91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 2010. Language, Culture, and Education; A Portrait of Contemporary


Indonesia. Andira, Bandung.
Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Kedwibahasaan, Dwibahasawan, dan Diglosia. Bandung:
Refika Aditama
Bloomfield, Leonard. 1933. Language. Diterjemahkankan oleh Sutikno. I. 1995. Jakarta:
Gramedia.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Cipta.
----------------. 2004. Sosialinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Hymes, Dell. 1964. Culture and Society. Harper and Row Ltd, London.
Nababan, PWJ. 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Pateda, Mansoer. 1992. Sosiolinguistik. Bandung : Angkasa.
Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suwito. 1983. Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta : Henry Offset.
-----------.1985. Sosiolinguistik : Pengantar Awal. Surakarta : Henri Offset.
Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics. Fifth Edition Cambridge: Blackwell
Publishers.

91- -10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN BAHASA


JEPANG MELALUI METODE SQ3R

Kun Permatasari, Juariah, Tini Priantini, Dilla Rismayanti,


Sastra Jepang – Fakultas Sastra

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul penerapan metode SQ3R dalam pembelajaran dokkai (Penelitian
eksperimen Penelitian Eksperimen pada Mahasiswa Semester III Jurusan Bahasa Jepang Universitas Darma
Persada Tahun Akademik 2011/2012) ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa sebelum dan
sesudah penerapan metode SQ3R. Peneliti berpendapat bahwa dengan menerapkan metode SQ3R (Survey,
Question, Read, Recite, Review) dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen murni. Subyek dari
penelitian adalah mahasiswa semester III sebanyak 40 terdiri dari 20 mahasiswa kelas control dan 20
mahasiswa kelas eksperimen. Instrument yang digunakan adalah tes dan tehnik analisis yang dipakai rata-rata
dan prosentase.

Kemampuan membaca pemahaman mahasiswa setelah diterapkan metode SQ3R terbukti


mengalami peningkatan. Hasil rata-rata prates 54,5 yang meningkat menjadi 79,5 pada pascates. penelitian
ini menunjukkan bahwa (1) penerapan SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) dapat meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman mahasiswa dengan menerapkan metodeSQ3R (2) memberikan dampak
positif bagi mahasiswa. Hal tersebut antara lain memudahkan pemahaman mahasiswa membaca isi bacaan,
perbendaharaan kosa kata bahasa Indonesia siswa bertambah, lebih terampil merangkai kata dalam kalimat,
mampu mengerjakan evaluasi dengan benar, menjawab pertanyaan dosen dan mampu menceritakan kembali
isi bacaan.

Berdasarkan pada perhitungan diperoleh thitung sebesar 2.85 dengan derajat kebebasan 38. Taraf
signifikansi yang digunakan 1 %, maka diperoleh t tabel yaitu 2.43. dengan demikian thitung > ttabel (2.85 >
2.43). Maka penerapan metode SQ3R dapat meningkatkan kemampuan pemahaman bahasa Jepang. Dengan
demikian hipotesis yang peneliti ajukan diterima yaitu penerapan metode SQ3R dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman bahasa Jepang semester III FSJ Unsada tahun akademik 2011/2012.

Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti memberikan rekomendasi kepada (1) pengajar untuk
menggunakan metode SQ3R sebagai alternative metode pengajaran membaca pemahaman (2) peneliti yang
lain untuk mencoba mengembangkan penelitian lanjutan menggunakan metode SQ3R yang mencakup jenis-
jenis membaca lain, karena penelitian ini masih terbatas pada membaca pemahaman.

Kata kunci: SQ3R , Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman, Dokkai

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pengajaran bahasa asing adalah agar pembelajar bahasa memiliki empat
keterampilan berbahasa yaitu berbicara, menulis, mendengar dan membaca. Mata kuliah dokkai
pada jurusan bahasa Jepang adalah salah satu mata kuliah yang mengembangkan ketrampilan
membaca.

10
2 --11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Dalam silabus pembelajaran mata kuliah dokkai disebutkan tujuan dari pembelajaran mata
kuliah dokkai adalah mahasiswa memiliki kemampuan berbahasa Jepang dalam hal ini adalah
membaca dan menanamkan ketrampilan berbahasa Jepang dengan menerapkan pola kalimat tingkat
dasar bahasa Jepang. Namun kenyataan membuktikan bahwa mahasiswa sering dihadapkan pada
masalah dan kesulitan dalam memahami bacaan bahasa Jepang. Hal ini bisa terlihat dari soal-soal
yang diberikan tidak mencapai sasaran pada jawaban mahasiswa.

Catatan kami selama memegang mata kuliah dokkai di Universitas Darma Persada
membuktikan bahwa (1) kemampuan mahasiswa dalam mata kuliah ini jauh dari kategori baik,
padahal semua tata bahasa, kanji dan yang berkaitan dengan bacaan sudah diberikan materinya. (2)
hal ini bisa diperkuat pula dengan adanya keluhan-keluhan yang disampaikan mahasiswa kepada
peneliti, bahwa mereka kesulitan dalam memahami bacaan bahasa Jepang Rendahnya kemampuan
mahasiswa dalam memahami bacaan bahasa Jepang yang mereka pelajari pada mata kuliah dokkai
tidak bisa dilepaskan dengan strategi pembelajaran yang selama ini diterapkan di jurusan bahasa
Jepang.

Berdasarkan permasalahan di atas, kami berupaya untuk mengupayakan pemecahan


terhadap masalah tersebut. Salah satunya yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
memahami bacaan bahasa Jepang dengan menerapkan metode pembelajaran SQ3R.

Masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sbb :


1) Kemampuan memahami bacaan bahasa Jepang mahasiswa masih rendah.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan memahami bacaan bahasa Jepang.
3) Strategi pembelajaran yang dilaksanakan sampai saat ini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah ada perbedaan kemampuan
membaca mahasiswa sebelum menggunakan metode SQ3R dengan kemampuan membaca
mahasiswa sesudah menggunakan metode SQ3R dalam pembelajaran dokkai ?

1 -- 12
10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

1.3 Tinjauan Pustaka

1.3.1 Membaca

Ada pakar yang membatasi membaca sebagai suatu proses (dengan tujuan tertentu)
pengenalan, penafsiran, dan menilai gagasan yang berkenaan dengan bobot mental atau kesadaran
total sang pembaca. Itu semua merupakan suatu proses yang rumit yang bergantung pada
perkembangan bahasa pribadi, latar belakang pengalaman, kemampuan kognitif dan sikap terhadap
bacaan. Kemampuan membaca merupakan akibat dari penerapan faktor-faktor tersebut
sebagaimana pribadi berupaya mengenali, menginterpretasi dan mengevaluasi gagasan dari bahan
tertulis (Mc Ginnis & Smith, 1982:14).

Menurut Smith, (1986:235) membaca pemahaman adalah sejenis kegiatan membaca


yang berupaya menafsirkan pengalaman; menghubungkan informasi baru dengan yang telah
diketahui; menemukan jawaban pertanyan-pertanyaan kognitif dari bahan (bacaan) tertulis.

West (1962) yang mengajar Bahasa Inggris di India, berpendapat bahwa belajar
membaca secara lancer jauh lebih penting bagi orang india yang belajar bahasa Inggris daripada
berbicara. West menganjurkan penekanan pada membaca bukan hanya karena dia menganggap hal
itu sebagai keterampilan yang paling bermanfaat yang harus diperoleh dalam bahasa asing, tetapi
juga karena hal itulah yang paling mudah, suatu keterampilan dengan nilai tambah yang paling
besar bagi siswa pada tahap awal pembelajaran bahasa.

Orang dapat melihat dengan jelas pemisahan fase-fase aktif dan pasif pembelajaran
bahasa, pendekatan analitis terhadap tata bahasa bagi tujuan membaca pemahaman, penekanan
pada pengalaman membaca yang meningkat, baik tipe membaca intensif maupun tipe membaca
ekstensif , penundaan pelatihan berbicara dan menulis, dan perhatian yang berkesinambungan
terhadap kata lisan, dan perhatian terhadap pembelajar secara individual, yang merupakan cirri
pokok metode membaca’ (Bond, 1953: 29-30)

Tujuan metode membaca secara tegas dibatasi hanya untuk melatih para siswa agar
terampil dalam membaca pemahaman. Metode membaca merupakan suatu teori pengajaran bahasa
yang secara tegas membatasi tujuan pengajaran bahasa pada salah satu kegunaan praktis yang
dapat dicapai.

10
1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Teknik-teknik metode membaca menurut Stern (1987: 461)


1. Penggunaan B1 tidak dilarang
2. Pengalaman B2 diadakan secara lisan
3. Ucapan dan inti ajaran sangat penting
4. Beberapa teknik terambil dari pengajaran membaca bahasa asli
5. Kontrol kosa kata dalam teks bacaan sangat penting
6. Kontrol kosa kata merupakan pembeda membaca ekstensif

1.3.2 Memahami bacaan

Kegiatan membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena
dengan membaca dapat memperkaya dan memperluas wawasan kehidupan, sehingga pembaca
semakin mampu untuk mendewasakan diri. Proses pendewasaan diri melalui membaca merupakan
pengejawantahan dari konsep humaniora. Dengan demikian, sesungguhnya kegiatan membaca
membawa misi humaniora (Koendjono, 1987: 86)

Hal ini juga ditekankan oleh Tarigan (1986) bahwa membaca merupakan salah satu
keterampilan bahasa yang harus dikuasai. Apabila seseorang mampu menangkap ide secara tepat di
dalam bacaan maka ia dikatakan telah memahami isi bacaan. Untuk memahami isi bacaan
diperlukan kemampuan penguasaan kosakata (Tarigan, 1986:14). Berkaitan dengan itu, Aswandi
(1991: 42) mengatakan bahwa bagaimanapun baiknya penguasaan kosakata dan cara membaca
tidak ada artinya, kecuali pembaca tahu maknanya. Jika tidak demikian, mereka akan mengalami
kesuliatan dalam memahami isi bacaan. Senada dengan itu, Tarigan (1986: 9) mengemukakan
bahwa tujuan utama membaca adalah untuk mencari informasi menyangkut isi dan memahami
makna bacaan.

Nuttal (1982) mengartikan reading comprehension sebagai interpretasi symbol verbal


yang bermakna. Ini berarti bahwa membaca merupakan suatu hasil interaksi antara persepsi simbul
graphic yang merepresentasikan ketrampilan bahasa. Dalam proses ini penulis suatu teks bacaan
mengharapkan pembacanya untuk mampu memahami ide yang tersirat dan tersurat didalamnya.

Comprehension atau pemahaman dalam membaca memegang suatu peranan penting.


Menurut Wirama Jaya (2002: 6) inti dari aktivitas membaca adalah kemampuan untuk
mendapatkan suatu makna yang tepat dari informasi tertulis yang dibaca, maka dari itu pembaca
memerlukan pengetahuan sebagai elemen dasar dari comprehension. Berkaitan dengan hal ini,

10
1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Carnine, et.al (1984) menyatakan bahwa reading comprehension adalah suatu proses berpikir
melalui membaca. Suatu proses yang berdasar pada ketrampilan intelektual kognitif, pengalaman,
dan ketrampilan bahasa si pembaca.

Greenwood (1985) juga menyatakan bahwa ketrampilan yang diperlukan oleh siswa
untuk memahami teks bacaan adalah (1) mereka mampu mengidentifikasi ide pokok, yaitu siswa
mampu menemukan informasi umum dari suatu teks, (2) mereka mampu mengetahui dan
mengungkapkan kembali informasi spesifik yang mereka dapat pada teks bacaan, (3) mereka
mengetahui hubungan antara ide-ide pokok beserta dengan pengembangannya, (4) mereka mampu
memahami apa yang tersirat didalam teks bacaan, atau reading between the line dan terakhir
mereka dapat menarik kesimpulan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Carnine, dkk (1984:145) menyatakan bahwa membaca
pemahaman adalah suatu aktivitas untuk mengerti dan mendapatkan ide dibalik sebuah kalimat
atau paragraph, tidak hanya sekedar merangkai makna setiap kata yang tersusun. Membaca
pemahaman memerlukan beberapa keterampilan, yaitu: membaca sepintas kilas (scanning),
menafsirkan (previewing and predicting), pengetahuan kosakata untuk membaca efektif
(vocabulary knowledge for effective reading), membaca sepintas dengan tujuan (skimming),
membuat kesimpulan tentang informasi yang implisit (making inference), dan meringkas
(summarizing).

Lebih jauh, Dubin (1982) menyatakan bahwa dalam memahami teks tertulis, para siswa
diharapkan mampu menyerap informasi dengan menggunakan keterampilan membaca pemahaman.
Mereka membutuhkan kemampuan untuk menghubungkan informasi yang mereka dapatkan
dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.

Shepherd (1979) juga meyakini bahwa membaca pemahaman merupakan kemampuan


siswa memahami informasi yang disampaikan oleh penulis. Ia juga mengemukakan bahwa
membaca pemahaman ditandai dengan kemampuan siswa menjawab pertanyaan tentang bacaan
tersebut. Dengan demikian, dalam kelas membaca guru bahasa Inggris harus memiliki kemampuan
mengajar. Memiliki kemampuan mengajar sangatlah penting, sebagaimana yang dinyatakan oleh
Dubin (1982) sorang guru hanya bisa membantu siswa memahami bacaan apabila dia mampu
mengajar siswa dengan baik.

10
1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Keberhasilan memahami suatu bacaan sangat bergantung pada tingkat kemampuan


bahasa siswa dan tingkat kesulitan bahasa yang digunakan penulis. Dengan demikian, materi atau
bahan bacaan haruslah dipilih sehingga sesuai dengan tingkat kemampuan bahasa siswa. Hal ini
sangat penting, mengingat siswa akan lebih termotivasi untuk membaca teks yang bisa mereka
pahami. (Dubin, 1982:127)

Berbahasa pada dasarnya adalah proses interaktif komunikatif yang menekankan pada
aspek-aspek bahasa. Kemampuan memahami aspek-aspek tersebut sangat menentukan
keberhasilan dalam proses komunikasi. Aspek-aspek bahasa tersebut antara lain keterampilan
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Secara karakteristik, keempat keterampilan itu berdiri
sendiri, namun dalam penggunaan bahasa sebagai proses komunikasi tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain.

Membaca, terutama membaca pemahaman bukanlah sebuah kegiatan yang pasif.


Sebenarnya, pada peringkat yang lebih tinggi, membaca itu, bukan sekedar memahami lambang-
lambang tertulis, melainkan pula memahami, menerima, menolak, membandingkan dan meyakini
pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan. Membaca pemahaman inilah yang dibina dan
dikembangkan secara bertahap pada sekolah (Tompubolon: 1987).

1.3.3 Tujuan Membaca

Secara umum, tujuan membaca adalah (1) mendapatkan informasi, (2) memperoleh
pemahaman, (3) memperoleh kesenangan. Secara khusus, tujuan membaca adalah (1) memperoleh
informasi faktual, (2) memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis, (3)
memberikan penilaian kritis terhadap karya tulis seseorang, (4) memperoleh kenikmatan emosi,
dan (5) mengisi waktu luang (Nurhadi, 1987:11).

Lebih lanjut Nurhadi (1987) yang mengutip pendapat Waples (1967) menuliskan bahwa
tujuan membaca adalah :
1) mendapat alat atau cara praktis mengatasi masalah
2) mendapat hasil yang berupa prestise yaitu agar mendapat rasa lebih bila dibandingkan dengan
orang lain dalam lingkungan pergaulannya;
3) memperkuat nilai pribadi atau keyakinan;
4) mengganti pengalaman estetika yang sudah usang;
5) menghindarkan diri dari kesulitan, ketakutan, atau penyakit tertentu.

10
1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Hal menarik diungkapkan oleh Nurhadi (1987) bahwa tujuan membaca akan
mempengaruhi pemerolehan pemahaman bacaan. Artinya, semakin kuat tujuan seorang dalam
membaca maka semakin tinggi pula kemampuan orang itu dalam memahami bacaannya.

Memahami bacaan merupakan suatu kegiatan membaca yang tujuan utamanya adalah
memahami bacaan secara tepat dan cepat. Sejumlah aspek yang perlu diperlukan pembaca dalam
membaca pemahaman adalah:
a) memiliki kosa kata yang banyak;
b) memiliki kemampuan menafsirkan makna kata, frasa, kalimat, dan wacana;
c) memiliki kemampuan menangkap ide pokok dan ide penunjang;
d) memiliki kemampuan menangkap garis besar dan rincian;
e) memiliki kemampuan menangkap urutan peristiwa dalam bacaan (Kamidjan,1996).

1.3.4 Metode SQ3R (Survey – Question – Read - Recite – Review)

Metode SQ3R memberi kemungkinan kepada para mahasiswa untuk belajar secara
sistematis, efektif, dan efisien dalam menghadapi berbagai materi ajar. Metode ini lebih efisien
dipergunakan untuk belajar (Nur, 1999) karena mahasiswa dapat berulang-ulang mempelajari
materi ajar dari tahap : meneliti bacaan atau materi ajar (Survey), bertanya (Question),
membaca/mempelajari (Read), menceritakan/menuliskan kembali (Recite) dan meninjau ulang
(Review). Pembelajaran dengan menggunakan metode SQ3R ini membutuhkan waktu yang lebih
lama dibandingkan pembelajaran yang dilakukan secara konvensional, namun metode ini lebih
produktif karena mahasiswa terlibat aktif secara mental yang merupakan kunci belajar yang efektif
(Fisher, 1990). Metode membaca ini juga dapat mengembangkan metakognitif mahasiswa, yaitu
dengan menugaskan mahasiswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan
sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question
dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan
ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang
diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh.

1.4 Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah
untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan mahasiswa

10
1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

dalam memahami bacaan bahasa Jepang melalui metode pembelajaran SQ3R, dimana mahasiswa
dituntut untuk dapat memahami bacaan bahasa Jepang secara cepat dan terarah.

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

a. Bagi Universitas Darma Persada


Hasil kegiatan penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam rangka pelaksanaan Tri
Dharma Perguruan Tinggi khususnya pada bidang pendidikan dan pengajaran. Melalui
penelitian ini akan dikembangkan suatu metode pembelajaran SQ3R yang mampu
meningkatkan kemampuan memahami bacaan bahasa Jepang mahasiswa.
b. Bagi Dosen
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga
bagi dosen pemegang mata kuliah Dokkai tentang metode pembelajaran yang perlu
dikembangkan guna mengoptimalkan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan
kemampuan memahami bacaan mahasiswa.
c. Bagi Mahasiswa
Hasil kegiatan penelitian ini akan bermanfaat bagi mahasiswa terutama dalam usaha
meningkatkan partisipasi mereka dalam proses pembelajaran. Melalui kegiatan penelitian
ini mereka dituntut bukan hanya memahami bacaan bahasa Jepang saja tetapi juga
mereka mampu memahami bacaan secara cepat dan terarah/terorganisir.

2. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain pre-
test dan post-test. Dalam penelitian ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum
eksperimen dan sesudah eksperimen. Sumber data adalah mahasiswa semester III tahun ajaran
2011/2012 jurusan Bahasa Jepang Universitas Darma Persada. Penelitian ini dilaksanakan di
Universitas Darma Persada, Jakarta

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian eksperimen murni yang
memenuhi persyaratan. Yang dimaksud persyaratan dalam eksperimen adalah adanya kelompok
lain yang tidak dikenai eksperimen dan ikut mendapatkan pengamatan. Dengan adanya kelompok
lain yang disebut kelompok pembanding atau kelompok control ini akibat yang diperoleh dari
perlakuan dapat diketahui secara pasti karena dibandingkan dengan yang tidak mendapat
perlakuan. (arikunto, 2006:86)

10
1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, tes diberikan sebanyak dua kali yaitu pre-test dan post-test. Test
dilakukan di kelas Fakultas sastra Jepang, lantai 1 ruang 103. Tes diberikan kepada sample
penelitian yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok eksperimen sebanyak 20 orang mahasiswa tahun ajaran 2011/2012 semester III dari
kelas C dan keompok control sebanyak 20 orang mahasiswa semester III dari kelas B.

Adapun pengolahan hasil tes dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pengolahan Data Pre-test

Berikut ini adalah table hasil perolehan mahasiswa dalam pre-test. Data X dan Y diperoleh
dari dua sample yang berbeda yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control.
Data Hasil Perolehan Siswa dalam Pre-test
NO X Y x y x2 y2
1 80 80 25.5 20 650.25 400
2 80 75 25.5 15 650.25 225
3 75 75 20.5 15 420.25 225
4 60 75 5.5 15 30.25 225
5 60 70 5.5 10 30.25 100
6 55 65 0.5 5 0.25 25
7 55 60 0.5 0 0.25 0
8 55 60 0.5 0 0.25 0
9 55 60 0.5 0 0.25 0
10 55 60 0.5 0 0.25 0
11 50 60 -4.5 0 20.25 0
12 50 55 -4.5 -5 20.25 25
13 50 55 -4.5 -5 20.25 25
14 45 55 -9.5 -5 90.25 25
15 45 55 -9.5 -5 90.25 25
16 45 50 -9.5 -10 90.25 100
17 45 50 -9.5 -10 90.25 100
18 45 50 -9.5 -10 90.25 100
19 45 45 -9.5 -15 90.25 225
20 40 45 -14.5 -15 210.25 225
∑ 1090 1200 0 0 1782.5 1200
M 54.5 60

1 -–19
10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Berdasarkan tabel data di atas maka pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :

1. Mencari mean dari kedua variable dengan menggunakan rumus :


Mx = ∑x = 1090 = 54.5
N1 20

My = ∑y = 1200 = 60
N2 20
2. Mencari standar deviasi dari variable X dan Y dengan menggunakan rumus :
__ ______ ______
SDx = √ x² = √ 1782.5 = √ 89.13 = 9.44
N1 20
___ ______ ___
SDy = √ y² = √ 1200 = √ 60 = 7.75
N2 20

3. Mencari standart error mean kedua variable tersebut dengan menggunakan rumus :

SEMx = SDx = 9.44 = 9.44 = 9.44 = 2.17


√n1-1 √ 20-1 √1 9 4.36

SEMy = SDy = 7.75 = 7.75 = 7.75 = 1.78


√n2-1 √ 20-1 √ 19 4.36

4. Mencari standart error perbedaan mean X dan Y dengan menggunakan rumus :


_____________ __________ _________ _____
SEMx-SEMy = √ SEMx²+ SEMy² = √ 2.17²+ 1.78²= √4.71 + 3.17 = √ 7.88

= 2.81

Dari proses pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa hasil
perolehan data di atas adalah sebagai berikut:

101–- 10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Hasil Perolehan Data Pre-test

Kelompok Kelompok
Eksperimen Kontrol
Rata-rata 54.5 60.0
Standar Deviasi 9.44 7.75
Standar Error 2.17 1.78
SEMx - SEMy 2.81 2.81

Sebagai penafsiran data yang diperoleh, penelitian ini menggunakan standart penilaian
Unsada, yaitu:

Penafsiran Standar Penilaian Unsada


Angka Keterangan
100 - 80 Sangat baik
79 - 68 Baik
67 - 56 Cukup
55 - 46 Kurang
45 - 0 Buruk

Berdasarkan keterangan diatas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan dokkai
mahasiswa pada kelompok eksperimen adalah 54.5 dan nilai rata-rata pada keompok control adalah
60. Menurut table penafsiran, maka kemampuan dokkai mahasiswa baik pada kelompok
eksperimen dikategorikan kurang mendekati cukup dan kelompok kontrol dikategorikan cukup
tetapi mendekati kurang.

Selanjutnya untuk menguji hipotesis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mencari nilai t hitung dengan menggunakan rumus:

t 0= Mx-My = 54.5 - 60.0 = -5.5 = -1.95


SEMx-SEMy 2.81 2.81

2. Mencari signifikansi dengan derajat kebebasan (df/db)


df atau db = (N1+N2)-2 = (20+20)-2 = 38
Nilai ttabel untuk db 38 adalah sebagai berikut:
- Pada taraf signifikansi 1% ttabel = 2.43
Dengan demikian, t hitung jauh lebih kecil daripada ttabel dan hipotesa diterima. Hal ini
berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok eksperimen

101 –- 111
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

dan nilai rata-rata kelompok control sebelum diberikan perlakuan berupa pembelajaran dokkai
dengan menggunakan metode SQ3R.

b. Pengolahan Data Post-test

Berikut ini adalah table hasil perolehan mahasiswa dalam post-test pada kelompok
eksperimen dan kelompok control setelah diberikan pembelajaran dokkai dengan menerapkan
metode SQ3R.

Data Hasil Perolehan Mahasiswa dalam Post-test


NO X Y x y x2 y2
1 100 100 20.5 30.5 420.25 930.25
2 100 85 20.5 15.5 420.25 240.25
3 95 85 15.5 15.5 240.25 240.25
4 90 75 10.5 5.5 110.25 30.25
5 90 75 10.5 5.5 110.25 30.25
6 85 70 5.5 0.5 30.25 0.25
7 85 70 5.5 0.5 30.25 0.25
8 85 70 5.5 0.5 30.25 0.25
9 80 70 0.5 0.5 0.25 0.25
10 80 65 0.5 -4.5 0.25 20.25
11 80 65 0.5 -4.5 0.25 20.25
12 75 65 -4.5 -4.5 20.25 20.25
13 75 65 -4.5 -4.5 20.25 20.25
14 75 65 -4.5 -4.5 20.25 20.25
15 70 65 -9.5 -4.5 90.25 20.25
16 70 60 -9.5 -9.5 90.25 90.25
17 65 60 -14.5 -9.5 210.25 90.25
18 65 60 -14.5 -9.5 210.25 90.25
19 65 60 -14.5 -9.5 210.25 90.25
20 60 60 -19.5 -9.5 380.25 90.25
∑ 1590 1390 0 0 2645 2045
M 79.5 69.5

Berdasarkan tabel data diatas maka pengolahan data dilakukan sama dengan pengolahan
pre-test diatas. Dari proses pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa
hasil perolehan data diatas adalah sebagai berikut :

10
1 –- 112
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Hasil Perolehan Data Post-test


Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Rata-rata 79.5 69.5
Standar Deviasi 11.5 10.11
Standar Error 2.64 2.32
SEMx - SEMy 3.51 3.51

Berdasarkan table ini, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kemampuan dokkai
mahasiswa pada kelompok eksperimen adalah 79.5 dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol
adalah 69.5 . Menurut table penafsiran penilaian Unsada, maka nilai rata-rata kemampuan dokkai
mahasiswa pada kelompok eksperimen setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan
strategi SQ3R dikategorikan baik. Sedangkan nilai rata-rata kemampuan dokkai pada kelompok
kontrol dikategorikan cukup.

Selanjutnya untuk menguji hipotesis dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:


1. Mencari nilai t hitung dengan menggunakan rumus:
t 0= Mx-My = 79.5- 69.5 = 10 = 2.85
SEMx-SEMy 3.51 3.51
2. Mencari signifikansi dengan derajat kebebasan (df/db)
df atau db = (N1+N2)-2 = (20+20)-2 = 38
Nilai ttabel untuk db 38 adalah sebagai berikut:
- Pada taraf signifikansi 1% ttabel = 2.43

Dengan demikian, t hitung sebesar 2,85 > ttabel yang berarti H0 diterima. Artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelompok eksperimen dan nilai rata-rata kelompok
kontrol setelah dilaksanakan dengan menggunakan metode SQ3R.

4. KESIMPULAN

Pada akhir penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut:
1. Sebelum diberi perlakuan tidak terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata kemampuan
dokkai kelompok eksperimen dan kelompok control. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata yang
diperoleh dari hasil pre-test kelompok eksperimen sebesar 54.5 dan kelompok control sebesar
60. Dan menurut standar penilaian Unsada, maka hasil pre-test kelompok eksperimen kurang
dan kelompok control dikategorikan cukup.
2. Setelah diberikan perlakuan, terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan dokkai
mahasiswa yang menggunakan metode SQ3R dengan mahasiswa kelompok control. Hal ini

101–- 13
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ditunjukkan dengan post-test, rata-rata yang diperoleh kelompok eksperimen sebesar 79.5 dan
kelompok control sebesar 69.5. Hal ini berarti bahwa metode SQ3R dapat meningkatkan
kemampuan dokkai.

Berdasarkan pembahasan penelitian diatas, maka rekomendasi yang bisa disampaikan


adalah (1) penerapan metode SQ3R dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai alternative
pembelajaran bahasa Jepang khususnya dokkai sehingga terdapat variasi dalam pengajaran di kelas
yang membuat motivasi belajar mahasiswa semakin meningkat. (2) peneliti yang lain untuk
mencoba mengembangkan penelitian lanjutan menggunakan metode SQ3R yang mencakup jenis-
jenis membaca lain, karena penelitian ini masih terbatas pada membaca pemahaman.

DAFTAR PUSTAKA

Husna, Asmaul. 2011. Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas VII SMPN 2
Bojong Kabupaten Tegal melalui Penggunaan Model Jigsaw, (Online),
(http://farichinfarich.blogspot.com/2011/03/peningkatan-kemampuan-membaca-
pemahaman.html, diakses 26 Juni 2011).
Edelsky, C. & Altwelger, B.(1994).Whole Language, What’s the Difference?. N.H: Heinemann
Muchlisoh, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.
Nurhadi, 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung : Sinar Baru.
________, 2004. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Rosenblatt, L.M. (1988). Writing and Reading: The Transactional Theory, Technical Report No.
416. Cambridge: Bolt, Beranek, and Newman Inc.
Spada, N & Lightbown, P.M. (1993). How Languages Are Learned. Oxford: Oxford Univ. Press
Sujana, A.S.H. 1988. Modul materi pokok membaca UT. Jakarta: Karunika.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa
___________. Metodologi Pengajaran bahasa 2. Angkasa bandung, 2009
Weaver, C. (1994). Reading Process and Practice from Socio-Psycholinguistics to Whole
language. N.H : Heinemann
Nur, Mohamad. 1999. Teori Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Slavin, Robert E. 2010 .Cooperative Learning : Teori, Aplikasi dan Praktek. Cetakan kedelapan.
Bandung: Nusa Media.

1 -–114
10
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

ANALISIS KONTRASTIF MAKNA KAUSATIF BAHASA JEPANG


(SHIEKI) DAN BAHASA INDONESIA
STUDI KASUS PADA MATA KULIAH SAKUBUN
Riri Hendriati, Indun Roosiani, Sari Kartika, Dinny Fujiyanti
Sastra Jepang – Fakultas Sastra

ABSTRAK

Fokus penelitian ini adalah makna kata kerja bentuk kausatif dalam bahasa Jepang (shieki) pada
karangan mahasiswa dengan tujuan mengidentifikasi ragam makna yang digunakan oleh mahasiswa jurusan
sastra Jepang Universitas Darma Persada. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
cara meminta mahasiswa Sastra Jepang semester 3 dan semester 5 membuat karangan dengan tema kenangan
masa anak-anak. Hasil analisis menunjukkan makna kalimat shieki yang muncul pada karangan mahasiswa
cukup bervariasi, namun ditemukan juga adanya beberapa kesalahan atau yang pemakaiannya tidak tepat.
Meskipun masih ada kekeliruan pada pemakaian kalimat bentuk shieki, namun jumlah kalimat yang benar
masih lebih banyak dari pada kalimat yang salah. Adanya kekeliruan mahasiswa ketika membuat kalimat
dengan kata kerja shieki ini karena banyak struktur kalimat bahasa Indonesia yang diterjemahkan secara
otomatis ke dalam bahasa Jepang. Dengan kata lain ada pengaruh bahasa ibu.

Kata Kunci: Makna, kata kerja, kausatif, karangan, menyuruh

1. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari peran bahasa. Bahasa
digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada
orang lain (Dedi Sutedi, 2004:2). Menurut Keraf, ada dua pengertian bahasa, pengertian pertama
menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia, pengertian kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang
mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.

Bahasa adalah aspek terpenting dalam kebudayaan. Setiap bahasa memiliki karakter dan
cara pemakaiannya yang berbeda-beda di setiap bangsa. Ketika mempelajari bahasa asing
khususnya bahasa Jepang, kita akan menemui kata kerja kausatif atau yang juga disebut dengan
shieki.

Pada penelitian ini kami bermaksud membuat suatu perbandingan makna kausatif bahasa
Jepang (shieki) dengan bahasa Indonesia menggunakan analisis kontrastif.

11
2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

2. PERUMUSAN MASALAH

Makna shieki dalam bahasa Jepang tidak sesederhana makna kausatif dalam bahasa
Indonesia. Pada Kamus Linguistik, makna kausatif dalam bahasa Indonesia hanya mempunyai satu
makna, yaitu “menyebabkan/membuat jadi” sementara bentuk shieki mempunyai lebih dari satu
makna yang tidak bisa dipadankan dengan mudah dalam bahasa Indonesia.

3. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Analisis Kontrastif

Analisis kontrastif adalah perbandingan struktur antara dua bahasa yaitu bahasa ibu atau
bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) yang dipelajari oleh para mahasiswa dan
menghasilkan indentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut. Perbedaan antara dua bahasa
merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan
kesalahan berbahasa yang dihadapi para mahasiswa.

Pendapat lain menyatakan bahwa analisis kontrastif adalah suatu metode analisis
pengkajian kontrastif, menunjukkan kesamaan dan perbedaan antara dua bahasa dengan tujuan
untuk menemukan prinsip yang dapat diterapkan pada masalah praktis dalam pengajaran bahasa
atau terjemahannya.

Perbandingan kontrastif dapat dilakukan melalui empat bidang tata bahasa, yaitu:
(1). Bidang tata bunyi
(2). Bidang kosa kata
(3). Bidang tata bahasa
Fungsi gramatikal
Satuan gramatikal; kata, frase, klausa, kalimat
Kategori gramatikal
Kalimat dasar dan kalimat perluasan
Ragam bahasa
(4). Bidang makna
Pada penelitian ini kami akan membuat perbandingan kontrastif melalui bidang makna,
dengan kata lain kami akan membuat perbandingan dengan tinjauan semantik. Semantik adalah
cabang dari linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau
jenis representasi lain.

1 -–12
11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

3.2 Shieki

Dalam buku Nihongo Bunpou Enshuu :Jidoushi / Tadoushi, Shieki-Boisu, shieki


mempunyai empat makna yaitu:
(a) Kyousei
Shieki yang menunjukkan makna paksaan/perintah dimana pihak pertama tidak
mengindahkan keinginan pihak kedua. Pihak pertama adalah orang, sedangkan pihak kedua
bisa orang atau binatang.
(1) 部長は課長
部長 課長を会議に出席させました。
課長 (MN II : 188)
P-1 P-2
‘Buchou menyuruh Kachou menghadiri rapat.’
(b) Kyoka/Hounin
Kyoka/Hounin menunjukkan makna pemberian ijin dimana pihak pertama menyetujui
apa yang diinginkan oleh pihak kedua. Pihak pertama dan kedua adalah orang.
(2) わたしはこども
わたし こどもに好きな仕事をさせました。
こども
P-1 P-2
‘Saya mengijinkan anak-anak bekerja yang sesuai dengan keinginannya.’
(c) Yuuhatsu
Yuuhatsu menunjukkan makna terpicunya perubahan perasaan pihak kedua akibat
tindakan atau keadaan pihak pertama. Biasanya kata yang digunakan menunjukkan perasaan,
seperti : warau, yorokobu, shinpai suru,dan lain-lain. Pihak pertama adalah orang, binatang, atau
benda mati, sedangkan pihak kedua adalah orang.
(3) 田中さんはじょうだんを言って、みんな
田中さん みんなをわらわせました。
みんな
P-1 P-2
‘Karena Tanaka berkelakar, membuat semua tertawa.’
(d) Sekinin
Sekinin menunjukkan rasa tanggung jawab yang disebabkan oleh kelalaian atau
ketidakmampuan pihak pertama yang menyebabkan sesuatu yang buruk terjadi pada pihak
kedua. Pihak pertama adalah orang dan pihak kedua adalah orang, binatang, atau benda mati.
(4) わたしは娘
わたし 娘をにけがをさせてしまいました。
P-1 P-2
‘Saya membuat anak perempuan saya terluka.’

1 -–13
11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

4. TUJUAN PENELITIAN

Dengan pengertian analisis kontrastif diatas maka kami memaknai analisis kontrastif yaitu
sebuah kajian bahasa yang memperbandingkan dua bahasa antara bahasa sumber dan bahasa target
agar dosen mengetahui letak kesalahan dan kekeliruan siswa dalam mempelajari bahasa target.

Penelitian ini mempunyai tujuan utama, Menganalisis perbedaan pemakaian kata kerja
kausatif (shieki) antara bahasa Jepang dengan bahasa ibu agar pengajaran berbahasa berhasil
dengan baik.

5. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa


mahasiswa dan membantu mahasiswa untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga dengan
mahasiswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari.

6. METODOLOGI PENELITIAN

Sasaran penelitian adalah mahasiswa S1 semester 3 dan semester 5 Universitas Darma


Persada fakultas Sastra jurusan Bahasa Jepang. Para mahasiswa tersebut diminta membuat
karangan dalam bahasa Jepang dengan tema 子どもの思いで (kodomo no omoide). Lalu agar
peneliti dapat memahami maksud mahasiswa, mereka juga diminta menuliskannya dalam bahasa
Indonesia.

Cara analisis adalah dengan mengutip kalimat-kalimat yang diperkirakan mengandung


katakerja kausatif (shieki) dari karangan yang ditulis oleh mahasiswa.

7. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1 Perbandingan Makna Shieki dengan Bahasa Indonesia


7.1.1 Makna Kyousei dalam Bahasa Indonesia

Kalimat dengan Makna Kyousei dalam Bahasa Indonesia adalah:


Menyuruh + kata kerja

1 –- 14
11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Contoh:
(1). Saya menyuruh anak minum obat
(2). Guru menyuruh murid-murid belajar

Contoh kalimat tersebut di atas adalah kalimat yang mempunyai fungsi


memberitahukan sesuatu kepada orang lain, kalimat jenis ini termasuk kalimat berita. Dalam
bahasa Indonesia ada kalimat suruh tetapi berbeda dengan kalimat bentuk shieki yang artinya
menyuruh dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia kalimat suruh adalah kalimat langsung
yang berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang
berupa tindakan dari orang yang diajak bicara.

Menurut Prof. Drs. M. Ramlan, Berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat


digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:
1). Kalimat suruh yang sebenarnya
Contoh:
- Beristirahatlah!
- Duduk!
2). Kalimat persilahan
Contoh:
- Silahkan Bapak duduk di sini!
- Silahkan datang ke rumahku!
3). Kalimat ajakan
Contoh:
- Mari kita berangkat sekarang
- Ayo kita bermain sepak bola
4). Kalimat larangan
Contoh:
- Jangan baca buku itu!
- Jangan suka menyakiti hati orang

Untuk jenis kalimat suruh no. 1 dan 2 dapat dijadikan kalimat berita dengan memakai kata
menyuruh.
Contoh:
- Beristirahatlah!

111 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Menjadi → saya menyuruh B (orang lain) beristirahat.


Dalam bahasa Jepang: わたしはBさんをやすませました。

Kalimat tersebut bisa jadi tidak hanya mempunyai makna kyousei, mungkin saja menjadi
bermakna kyoka. Apabila B merasa terpaksa beristirahat maka kalimat tersebut masuk dalam
makna kyousei, tetapi bila B merasa senang dan memang ingin beristirahat, maka masuk ke dalam
makna kyoka. Jadi, tidak semua kalimat dalam bahasa Indonesia yang menggunakan kata
“menyuruh” mempunyai makna kyousei.

7.1.2 Makna Kyoka dan Hounin dalam Bahasa Indonesia


Kalimat dengan Makna Kyoka dan Hounin dalam bahasa Indonesia adalah:

Membiarkan + kata kerja

Mengijinkan + kata kerja

Memperbolehkan + kata kerja

Contoh kalimat shieki dengan makna kyoka dan hounin yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia:
自由に意見を言わせます。
→ membiarkan mengemukakan pendapat dengan bebas.
② 部長は鈴木さんを3時間休ませます。
→ Kepala bagian mengijinkan Tn. Suzuki beristirahat 3 jam.

Seperti halnya kalimat bermakna kyousei, kalimat ini juga merupakan kalimat berita,
menyampaikan informasi kepada orang lain. Maka apabila pemelajar bahasa Jepang membuat
kalimat dengan bentuk “KK te mo ii” untuk menerjemahkan makna “memperbolehkan” atau
“mengijinkan” adalah tidak tepat. Karena “KK te mo ii” merupakan kalimat langsung kepada lawan
bicara.

7.1.3 Makna Yuuhatsu dalam Bahasa Indonesia


Kalimat dengan Makna Yuuhatsu dalam Bahasa Indonesia adalah:

Menyebabkan/membuat jadi + kata kerja

11
1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Contoh:
① わらわせます
→ menyebabkan/membuat jadi tertawa
② なかせます
→ menyebabkan/membuat jadi menangis

Kata kerja yang digunakan dalam kalimat shieki dengan makna ini adalah kata kerja yang
berhubungan dengan emosi dan perasaan.

Bahasa Indonesia juga mempunyai kata yang bermakna “menyebabkan/membuat jadi.”


Yaitu dengan memberikan imbuhan ME------KAN pada kata dasarnya. Tetapi dalam bahasa
Indonesia bukan hanya kata kerja saja yang dapat diberikan imbuhan sehingga bermakna
“menyebabkan/membuat jadi,” kata sifat dan kata keterangan pun dapat diberi imbuhan seingga
menjadi bermakna “menyebabkan/ membuat jadi.”

Contoh:

ME+kata sifat+KAN
Kepala sekolah akan melebarkan jalan di depan sekolah kami.
Melebarkan artinya membuat jadi lebar.

ME+kata kerja keadaan+KAN


Angin kencang merontokkan bunga kesayanganku.
Merontokkan artinya menyebabkan/membuat jadi rontok.

ME+kata kerja yang punya ciri khas+KAN


Kami akan membukukan hasil seminar.
Membukukan artinya membuat jadi buku.

ME+kata keterangan yang menyatakan derajat+KAN


Tim Kami berhasil menyamakan kedudukan.
Menyamakan artinya membuat jadi sama.

Bila kita lihat dari beberapa contoh di atas tidak semua bahasa Indonesia yang bermakna
“menyebabkan/membuat jadi” itu dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dengan

1 -–17
11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

menggunakan kata kerja bentuk shieki, kecuali untuk beberapa kata kerja saja yang menyatakan
sikap, emosi atau perasaan. Misalnya: kaget atau khawatir.

7.2 Hasil Analisis pada Karangan Mahasiswa


7.2.1 Objek Penelitian

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil karangan mahasiswa
Universitas Darma Persada program S1 semester 3 dan 5 yang ditulis pada bulan Nopember 2011.

Tabel 1. Rincian Responden


Jumlah Karangan Jumlah Karangan mengandung KK Shieki

Semester III 42 2

Semester V 61 44

7. 2. 2 HasilAnalisis

Hasil karangan mahasiswa yang telah diterima kami baca satu persatu, kemudian apabila
ada kalimat yang mengandung kata kerja bentuk shieki diberi tanda. Setelah itu kami
mengklasifikasikannya ke dalam kelompok makna. Makna kalimat shieki yang muncul pada
karangan mahasiswa cukup bervariasi, namun ditemukan juga adanya beberapa kesalahan atau
yang pemakaiannya tidak tepat. Hal ini diketahui setelah membaca karangan dan menangkap
maksud dari mahasiswa tersebut.

Kesalahan yang umum adalah pada pemakaian kata bantu は (wa) atau に (ni) yang
tidak tepat, sehingga mempengaruhi makna kalimat secara keseluruhan. Atau ada juga kesalahan
responden dengan menggunakan kata kerja bentuk shieki padahal seharusnya tidak perlu. Seperti
contoh berikut ini:

末っ子から、私は両親に甘えさせた。(NR V.30)

Maksud responden adalah ingin mengatakan, “karena anak bungsu, saya jadi manja
kepada orang tua” . Jadi kalimat yang tepat adalah:
末っ子から、私は両親に甘えた.

11
1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Meskipun ada kekeliruan pada pemakaian kalimat bentuk shieki, namun jumlah kalimat
yang benar masih lebih banyak dari pada kalimat yang salah.
Tabel 2. Jumlah Pemakaian Kata Kerja Shieki pada Tiap-tiap Makna
Kyousei Kyoka/Hounin Yuuhatsu Sekinin *Salah
jumlah 25 6 14 - 12

Tabel 3. Makna Shieki pada hasil karangan mahasiswa

Makna Contoh Kalimat

Kyousei いつも彼女にごはんを食べさせて、シャワーをあびさせて、テレビをみさせた。(NRV.8)
“itsumo kanojo ni gohan o tabesasete, shawa- o abisasete, terebi o misaseta”
= saya selalu menyuruhnya makan, mandi dan menonton televisi.

母は私に外で待たせた。(NR V.46)
“haha wa watashi ni soto de mataseta”
= ibu menyuruh aku menunggu di luar.

先生はお母さんに電話をかけて、私に一人で帰らせた。(NR V.47)
“sensei wa okaasan ni denwa o kakete, watashi ni hitoride kaeraseta”
= bu Guru menelepon Ibu, lalu menyuruh saya pulang sendirian.

Kyoka/ 両親が私を自由に遊ばせましたので、子どもの時はとても楽しかったです。(NR III.20)


Hounin “ryoushin ga watashi o jiyuu ni asobasemashita node, kodomo no toki wa totemo
tanoshikatta desu”
= Masa anak-anak saya sangat menyenangkan karena orang tua saya membiarkan saya
bebas bermain.

ある日、母は私に自転車に乗らせなかったが...(NR V. 42)
“ aruhi, haha wa watashi ni jitensha ni norasenakatta ga…”
= suatu hari ibu tidak mengijinkan saya naik sepeda, tapi…
Yuuhatsu 夜寝る前に父は私たちに面白い物語を話したから、みんなに笑わせた。(NRV.7)
“yoru neru mae ni chichi wa watashitachi ni omoshiroi monogatari o hanashita kara,
minna ni warawaseta”
= karena malam hari sebelum tidur ayah menceritakan cerita yang lucu, membuat
semua orang tertawa.

そしてその友達を泣かせてしまった。(NR V.32)
“soshite sono tomodachi o nakasete shimatta”
= dan saya membuat teman itu menangis.

とつぜんびっくりさせることがあった。(NR V.24)
“totsuzen bikkuri saseru koto ga atta”
= tiba-tiba ada yang membuat terkejut.
Sekinin Tidak ada
Ket: NR = Nomor Responden

1 -–19
11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

8. KESIMPULAN DAN SARAN

Mahasiswa Semester 5 sudah dapat membuat karangan dalam bahasa Jepang dengan
menggunakan kata kerja bentuk Shieki dan lebih bervariasi. Walaupun pelajaran mengenai kata
kerja bentuk shieki telah dipelajari pada semester 3, tapi ternyata masih belum cukup membuat
mahasiswa semester 3 percaya diri membuat kalimat dengan menggunakan kata kerja bentuk shieki
tersebut. Sementara itu bagi mahasiswa semester 5, selain sudah mempelajari kata kerja bentuk
shieki pada buku Minna no nihongo II, di semester 5 mereka juga mempelajarinya pada buku New
Approach Chuukyuu Nihongo.

Adanya kekeliruan mahasiswa ketika membuat kalimat dengan kata kerja shieki ini karena
banyak struktur kalimat bahasa Indonesia yang diterjemahkan secara otomatis ke dalam bahasa
Jepang. Dengan kata lain ada pengaruh bahasa ibu.

DAFTAR PUSTAKA

-Alieva, N.F. et. Al. 1991. Bahasa Indonesia Deskripsi dan Teori.Kanisius, Jakarta.
-Alwi, Hasan., Darjowidjoyo,Soedjono., Lapoliwa,Hans., dan Moeliono, Anton
M.2003.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.Edisi ketiga.Balai Pustaka, Jakarta.
- Ando, Setsuko. 2001. Nihongo Bunpou Enshuu: Jidoushi/Tadoushi, Shieki, Ukemi –
Boizu-. Tokyo: 3A Corporation.
-Chaer, Abdul.1998.Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia.Edisi Revisi Rineka
Cipta, Jakarta.
-Ramlan, M.2001.Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis.CV.Karyono,Yokyakarta.
-Sutedi, Dedi.2003.Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang (日本語学の基
礎). Humaniora, Bandung.
- Tanaka, Yone. 2002.Minna no Nihongo II. Tokyo: 3A Corporation.
- Tjandra, Sheddy N., 2009. Materi kuliah Kajian Linguistik Jepang. Kajian Wilayah
Jepang, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

111 –- 110
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

ANALISIS POLA PENGAJARAN KATA GANTI ORANG PERTAMA


“WATASHI” PADA BUKU AJAR BAHASA JEPANG TINGKAT
DASAR – FOKUS PADA BUKU MINNA NO NIHONGO I & II -
Hari Setiawan
Sastra Jepang – Fakultas Sastra

ABSTRAK

Perkenalan diri atau “Jikoshoukai” merupakan pokok bahasan yang diperkenalkan di awal pelajaran
bahasa Jepang. Dalam memperkenalkan diri, pembelajar bahasa Jepang orang Indonesia kerap kali
menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi” pada kalimat perkenalannya namun hal tersebut
merupakan hal yang tidak alami karena penutur asli bahasa Jepang tidak menggunakan kata ganti orang
pertama “Watashi” pada kalimat perkenalannya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada suatu faktor yang
menimbulkan penggunaan tersebut. Kali ini penulis ingin mencari kemungkinan adanya faktor penyebab
tersebut pada buku ajar bahasa Jepang tingkat dasar, dalam hal ini buku ajar yang digunakan sebagai objek
penelitian adalah buku Minna no Nihongo I dan II. Buku ajar dipilih sebagai objek penelitian karena
dianggap sebagai media yang dominan yang digunakan oleh pembelajar bahasa Jepang di Indonesia untuk
belajar sehingga diperkirakan memiliki potensi untuk menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya
kesalahpahaman dalam penggunaan.

Data diambil dari bagian utama (Honbun) dan bagian latihan A (Renshu A) karena bagian tersebut
dianggap sebagai bagian yang paling menonjolkan materi yang sedang dibahas dalam setiap babnya. Data
yang diambil dari bagian buku ajar di atas adalah kalimat yang di dalamnya terdapat kata “Watashi”. Partikel
yang muncul setelah kata “Watashi” pun memiliki makna gramatikal yang mempengaruhi posisi kata ganti
orang pertama “Watashi”, jadi membatasi hanya kalimat yang diawali dengan pola “Watashi wa” saja yang
diambil sebagai data. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan jenis
kalimatnya.

Dari proses analisis didapatkan hasil bahwa ditemukan beberapa faktor yang dianggap memiliki
potensi menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam penggunaan kata ganti orang pertama
“Watashi”. Faktor-faktor tersebut adalah, pola kemunculan contoh kalimat yang menggunakan kata ganti
orang pertama, kemudian pola latihan yang mengarah ke penggunaan kata ganti orang pertama yang
berlebihan, lalu adaanya contoh kalimat yang tidak alami dan yang terakhir adalah tidak adanya penjelasan
yang detail mengenai penggunaan kata ganti orang tersebut.

Kata kunci : Jikoshoukai, Watashi, pola kemunculan kalimat

1. PENDAHULUAN

Dalam pendidikan bahasa Jepang dasar ada bagian pelajaran yang dinamakan
Jikoshoukai「自己紹介」, yang berarti perkenalan diri. Kegiatan ini merupakan langkah awal
komunikasi dan dalam pendidikan Jepang dasar menjadi bagian terdepan dalam proses belajar-
mengajar.

Dalam memasuki ruang lingkup sosial Jepang, pekenalan diri merupakan salah satu
faktor yang dianggap penting, karena dengan melakukan perkenalan diri dengan baik secara tidak
langsung kita bisa mendapatkan kesempatan yang relatif lebih besar untuk masuk lebih jauh ke

12
2 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ruang lingkup sosial masyarakat Jepang. Perkenalan diri dalam masyarakat Jepang terkadang
menjadi media yang menunjukan karakter dan impresi dari si pembicara yang akan berpengaruh ke
kehidupan sosialnya di tempat yang baru, karena itu tidaklah berlebihan jika perkenalan diri dalan
bahasa Jepang dikatakan sebagai salah satu kunci utama untuk memasuki ruang lingkup sosial
Jepang.

Berdasarkan pengalaman penulis di dalam dunia pendidikan bahasa Jepang baik sebagai
pembelajar maupun sebagai pengajar, penulis sering menemukan pola perkenalan diri seperti di
bawah ini :

初めまして。

(Hajimemashite/Perkenalkan)
わたしはXXです。

(Watashi wa XX desu/Saya XX)


XXから来ました。

(XX kara kimashita/Saya berasal dari XX)


どうぞよろしくお願いします。

(Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)

初めまして。

(Hajimemashite/Perkenalkan)
わたしはXXです。

(Watashi wa XX desu/Saya XX)


今XX才です。XXに住んでいます。

(Ima XX sai desu. XX ni sunde imasu/Umur saya XX tahun. Tinggal di XX)


どうぞよろしくお願いします。

(Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)

Sebatas observasi yang dilakukan secara acak oleh penulis, pola di atas adalah pola yang
kerap kali dilakukan oleh kebanyakan pembelajar bahasa Jepang di Indonesia termasuk penulis
pada masa awal proses belajar. Fenomena tersebut tidak hanya tampak di kalangan pembelajar
tingkat dasar, penulis juga kerap mendengar pola perkenalan di atas digunakan oleh pembelajar
dengan masa belajar yang relatif cukup lama atau pembelajar tingkat menengah ke atas.

Sekarang penulis merupakan pengajar aktif bahasa Jepang Jurusan Sastra Jepang
Universitas Darma Persada. Pada pertemuan pertama dengan mahasiswa biasanya penulis meminta

12
1 -–12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

para mahasiswa untuk memperkenalkan diri. Dari kegiatan tersebut, penulis dapat melihat
penggunaan pola di atas pada kalimat perkenalan diri mahasiswa. Sebagai perbandingan, mari kita
lihat pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang.

初めまして

(Hajimemashite/Perkenalkan)
XXです。/XXと申します。

(XX desu/ XX to moushimasu/Saya XX)


どうぞよろしくお願いします。

(Douzo yoroshiku onegai shimasu/Senang berkenalan dengan anda)

Jika dibandingkan, perbedaannya adalah pada penggunaan kata ganti orang pertama
“Watashi”. Di dalam pola perkenalan diri pembelajar orang Indonesia terlihat penggunaan kata
ganti orang pertama sementara di dalam pola penutur asli tidak ada. Selain itu, pembelajar bahasa
Jepang orang Indonesia juga kerap kali menambahkan informasi yang terkadang dipikir tidak
terlalu penting dalam konteks komunikasi bahasa Jepang terutama pada saat perkenalan diri, seperti
usia, tempat tinggal dan sebagainya.

Dilihat dari sisi makna, tidak ada yang salah dengan pola perkenalan diri yang dilakukan
pembelajar orang Indonesia di atas, jika melakukan perkenalan diri dengan pola tersebut
komunikasi akan tetap terjalin. Namun secara pragmatis penggunaan kata ganti orang pertama
merupakan hal yang tidak lazim dan tidak muncul dalam pola perkenalan diri penutur asli bahasa
Jepang. Hal ini bisa penulis tegaskan berdasarkan pengalaman penulis selama tinggal di Jepang.
Selama penulis tinggal di lingkungan masyarakat Jepang, penulis hampir tidak pernah melihat
ataupun mendengar penggunaan pola perkenalan diri nomor ① dan ② pada penutur asli bahasa
Jepang. Dalam pola perkenalan diri penutur asli bahasa Jepang, setelah mengucapkan
Hajimemashite「初めまして」tidak ada pengucapan “Saya” namun langsung menyebutkan nama.

Selain pada perkenalan diri, penggunaan kata ganti orang pertama juga kerap muncul
pada awal kalimat pembelajar orang Indonesia yang berisikan identifikasi lingkungan pembelajar.
Sebagai contoh adalah ketika pembelajar akan memberikan informasi berkisar tentang tempat
tinggalnya, ketika akan berbicara pembelajar akan memulainya dengan terlebih dahulu mengatakan
“Saya” atau dalam bahasa Jepang “Watashi”. Sama halnya pada pola perkenalan diri, di dalam pola
komunikasi penutur asli bahasa Jepang tidak terlihat adanya penggunaan kata ganti orang pertama
dengan frekuensi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kata ganti orang pertama “Saya” atau

121 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

“Watashi” merupakan informasi yang lama jika diucapkan pada kalimat ke-2 dan dianggap sebagai
informasi yang tidak diperlukan. Demikian juga pada pola perkenalan diri, karena konteksnya
sudah merupakan perkenalan dirinya maka penutur yang bersangkutan tidak perlu lagi
mengucapkan kata “Watashi”.

Faktor penyebab yang paling dekat dan yang paling bisa terprediksi pada saat ini adalah
pengaruh dari bahasa Ibu. Karena kita dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia cukup
banyak bergantung pada kata “Saya”. Namun dengan keadaan pembelajar Indonesia yang memiliki
keterbatasan dalam bersinggungan dengan bahasa Jepang yang alami penulis berasumsi tentang
adanya faktor penyebab lain selain pengaruh bahasa ibu. Kali ini penulis akan melihat
kemungkinan adanya pengaruh yang berasal dari buku ajar.

Dalam proses pembelajaran bahasa Jepang jika dilihat dari pengaruh lingkungannya
dibagi menjadi 2 kondisi, yaitu proses pembelajaran bahasa Jepang sebagai bahasa asing (Japanese
as a Foreign Language, untuk selanjutnya disebut JFL) dan proses pembelajaran bahasa Jepang
sebagai bahasa ke-2 (Japanese as a Second Language, untuk selanjutnya disebut JSL) (Sakoda,
2008). Proses belajar bahasa Jepang sebagai bahasa asing adalah kondisi dimana pembelajar
mempelajari bahasa Jepang di negara asalnya dan bukan di negara Jepang, sedangkan proses
belajar bahasa Jepang sebagai bahasa ke-2 adalah kondisi dimana pembelajar mempelajari bahasa
Jepang di Jepang dan menggunakan bahasa Jepang sebagai alat komunikasi sehari-hari. Jika kita
melihat 2 proses tersebut dari sudut pandang input bahasa, proses pembelajaran JSL lebih
menguntungkan dibanding JFL karena pembelajar JSL memiliki akses yang lebih luas terhadap
input bahasa Jepang baik langsung maupun tidak langsung. Selain input dengan jumlah yang tak
terbatas, pembelajar JSL juga menerima input yang berkualitas karena input tersebut berasal dari
penutur asli yang memiliki tingkat kealamiahan bahasa yang tinggi. Dari hal tersebut, tanpa
melakukan penelitian mendetail pun kita bisa menyimpulkan bahwa tingkat pencapaian hasil
belajar dari pembelajar JSL akan jauh lebih tinggi dibanding dengan pembelajar JFL.

Dibanding dengan pembelajar JSL, pembelajar JFL memiliki keterbatasan dalam


menerima input bahasa. Selain itu, lingkungan pembelajar JFL juga tidak mengizinkan pembelajar
untuk memaksimalkan output yang mereka hasilkan.

Input utama yang digunakan oleh pembelajar JFL adalah buku ajar. Walaupun buku ajar
menyediakan berbagai macam informasi yang bisa digunakan pembelajar untuk menguasai bahasa
Jepang namun banyak buku ajar yang tidak menuliskan penjelasan yang detail mengenai latar

12
1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

belakang dan petunjuk penggunaan informasi tersebut. Kalaupun ada penjelasan yang tertulis
adakalanya penjelasan itu terlewatkan oleh pengajar atau pembelajar sehingga akhirnya
mempengaruhi hasil belajar.

Pendidikan bahasa Jepang di Indonesia sudah mulai sejak zaman revolusi, tepatnya pada
masa pendudukan militer Jepang. Kini pendidikan bahasa Jepang berkembang lebih pesat dari
sebelumnya dikarenakan adanya dorongan kebutuhan masyarakat terhadap bahasa ini. Faktor yang
paling mendominasi munculnya kebutuhan itu adalah bertambahnya perusahaan-perusahaan Jepang
di Indonesia yang menyebabkan kebutuhan akan tenaga kerja berbahasa Jepang meningkat. Sampai
saat ini, walaupun pendidikan bahasa Jepang di Indonesia sudah didukung dengan bertambahnya
jumlah native speaker, pendidikan bahasa Jepang di Indonesia masih sangat bergantung dengan
buku ajar sebagai media belajar. Dengan berkembangnya internet, media belajar bahasa Jepang pun
semakin meluas, namun tetap belum bisa menggeser dominasi penggunaan buku ajar sebagai
media yang terdekat dengan pembelajar. Bertolak belakang dengan fakta tersebut, ada penelitian
yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan cara penyajian pelajaran di buku ajar justru
dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam proses belajar (Noda, 2001).

Dari latar belakang tersebut di atas, penulis akan melakukan analisis terhadap pola
pengajaran kata ganti orang pertama “Watashi” pada buku ajar bahasa Jepang dasar untuk melihat
ada atau tidaknya kemungkinan bagi pola pengajaran tersebut menjadi penyebab terjadinya
kesalahpahaman penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi”.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, objek yang diteliti adalah buku ajar bahasa Jepang tingkat dasar.
Kali ini penulis mengangkat buku Minna no Nihongo I dan II sebagai objek penelitian. Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa buku ini merupakan buku yang memiliki penggunaan terluas
khususnya di wilayah Asia. Selain itu buku ini juga merupakan buku ajar yang digunakan sebagai
buku ajar utama dalam proses belajar –mengajar di instansi di mana penulis bekerja, sehingga
diharapkan hasil penelitian ini bisa segera diaplikasikan.

Data diambil dari bagian utama (Honbun) dan bagian latihan A (Renshu A) karena bagian
tersebut dianggap sebagai bagian yang paling menonjolkan materi yang sedang dibahas dalam
setiap babnya. Data yang diambil dari bagian buku ajar di atas adalah kalimat yang di dalamnya
terdapat kata “Watashi”, sedangkan kalimat yang memiliki kata ganti orang pertama selain

121 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

“Watashi”, seperti Boku, Ore dan lain-lain tidak diambil sebagai data. Partikel yang muncul setelah
kata “Watashi” pun memiliki makna gramatikal yang mempengaruhi posisi kata ganti orang
pertama “Watashi”, jadi untuk dapat fokus ke satu makna saja, penulis membatasi hanya kalimat
yang diawali dengan pola “Watashi wa” saja yang diambil sebagai data.

Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan jenis kalimatnya.
Lalu untuk menarik kesimpulan, dilakukan analisis terhadap kalimat-kalimat di tiap klasifikasi dan
melihat pola penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi” sembari mencerminkan hal tersebut
dengan penjelasan yang ada di buku ajar yang dianggap sebagai pola pengajaran buku ajar tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari proses pengumpulan data terhadap buku ajar Minna no Nihongo I dan II didapatkan
data sejumlah 167 buah kalimat yang berawalan “Watashi wa”. 167 buah kalimat tersebut jika
diklasifikasikan ke dalam jenis kalimat berdasarkan jenis katanya dapat dibagi menjadi 3 jenis
yaitu, kalimat nominal (Meishi Bun), kalimat adjektival (Keiyoushi Bun) dan kalimat verbal
(Doushi Bun). Dari ketiga jenis kalimat tersebut, yang paling mendominasi jumlah data adalah
kalimat verbal dengan mendominasi jumlah data hingga lebih dari 80%, kemudian disusul oleh
kalimat adjektival sebanyak 13% dan kalimat nominal yang hanya 4%.

Kemudian untuk distribusi penyebaran kalimat-kalimat tersebut, jika dilihat secara


keseluruhan, kalimat-kalimat dengan awal “Watashi wa” memiliki kecenderungan muncul dengan
jumlah yang relatif banyak pada bab-bab awal (Minna no Nihongo I) dengan frekuensi kemunculan
yang konstan, kemudian pola tersebut berubah ketika memasuki buku Minna no Nihongo II. Di
buku Minna no Nihongo II, frekuensi kemunculan kalimat tidak sekonstan dan seintens pada buku
Minna no Nihongo I. Distribusi penyebaran data perbab dapat dilihat di diagram berikut.

Diagram 1. Distribusi penyebaran data perbab

121 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Data yang dikumpulkan adalah kalimat yang berada di bagian utama buku ajar, dalam hal
ini adalah bagian pola kalimat (Bunkei), bagian contoh kalimat (Reibun) dan bagian latihan A
(Renshu A). Pada bab-bab awal, data muncul di setiap bagian baik Bunkei maupun Renshu, namun
di pertengahan dan di akhir, data lebih cenderung muncul di bagian Renshu. Jika dilihat
persentasinya, data yang muncul di Bunkei adalah 18%, kemudian ada sebagian kecil di bagian
Reibun, yaitu sekitar 1% lalu di bagian Renshu yang memiliki presentasi kemunculan paling tinggi
yaitu 81%.

Dari hasil di atas kita bisa menilai bahwa kalimat yang berawalan “Watashi wa” selalu
dimunculkan walaupun tidak berturut-turut. Di bab-bab awal kalimat tersebut dimunculkan secara
intens dan dimunculkan di tempat yang dianggap paling strategis dalam proses pembelajaran yaitu
bagian Bunkei. Di bagian Bunkei ini, berisi contoh-contoh kalimat yang di dalamnya terdapat
pelajaran yang akan dipelajari di setiap babnya, sehingga muncul kemungkinan bahwa dengan
seringnya kalimat “Watashi wa” ini muncul di bagian Bunkei, secara tidak langsung menanamkan
dibenak pembelajar bahwa kalimat ini wajar dan bisa digunakan. Khususnya di bab pertama,
contoh kalimat yang muncul pertama adalah sebagai berikut.

わたしはマイク・ミラーです。(Minna I, p. 6)
(Watashi wa Maiku Miraa desu/Saya Mike Miller.)

Contoh kalimat di atas di munculkan di bagian Bunkei yang merupakan bagian awal sebuah bab.
Pada masa awal pembelajaran siswa diajarkan bagaimana memperkenalkan diri, dengan adanya
contoh kalimat di atas, ada kemungkinan pembelajar menangkap ini sebagai pola yang umum
dalam memperkenalkan diri. Setelah contoh kalimat di atas, masih di bab yang sama, muncul
beberapa contoh kalimat dengan pola yang sama di bagian Reibun. Contoh kalimatnya adalah
sebagai berikut.

・・・はい、[わたしは] マイク・ミラーです。(Minna I, p. 6)
(…Hai, {Watashi wa} Maiku Miraa desu/…Ya, saya Mike Miller.)

Di dalam contoh kalimat di atas, kata “Watashi” diposisikan di dalam kurung yang
mengindikasikan ada niatan dari penulis untuk menyampaikan bahwa keberadaan kata “Watashi”
tersebut bukan sebuah kewajiban. Namun hal tersebut tidak didukung dengan penjelasan karena
tidak ada sama sekali penjelasan mengenai hal tersebut baik di buku utama maupun di buku ajar

1 –- 17
12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

pendukungnya (Terjemahan). Hal ini juga memungkinkan untuk menjadi penyebab terjadinya
kesalahpahaman dalam pemakaian kata ganti orang “Watashi”.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, contoh kalimat yang diambil sebagai data
berasal dari 3 bagian yaitu, Bunkei, Reibun dan Renshu. Jika dilihat dari penempatannya maka
gambaran distribusi data akan terlihat seperti di diagram berikut.

Diagram 2. Distribusi data per bagian

Dari diagram tersebut kita bisa melihat distribusi contoh kalimat yang besar di bagian
Renshu. Contoh kalimat yang diambil dari bagian ini adalah hanya pada bagian Renshu A yang
merupakan latihan pola dengan mengisi bagian yang kosong dengan kata yang sedang dipelajari.
Dengan melihat kondisi ini berarti secara tidak langsung pembelajar diarahkan untuk memproduksi
kalimat dengan pola yang sudah disediakan atau dengan kata lain pembelajar diarahkan untuk
banyak memproduksi kalimat yang berawal “Watashi wa”, sehingga tidaklah mengherankan jika
dalam sistem bahasa pembelajar tertanam pola penggunaan kata ganti orang pertama “Watashi”
yang bisa kita observasi sekarang ini.

Dalam bukunya yang berisi penjelasan mengenai tata bahasa Jepang tingkat menengah ke
atas, Iori dkk menegaskan bahwa penggunaan kata ganti orang pertama dalam bahasa Jepang bukan
dihilangkan namun lebih tepat jika dikatakan dipastikan waktu penggunaannya. Kata ganti orang
pertama akan terdengar janggal pada jawaban untuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan
jawaban ya atau tidak (yes/no question). Kemudian kata ganti orang pertama juga akan terdengar
janggal pada kalimat yang mengekspresikan perasaan dari alat indera, contohnya sebagai berikut :

1 -–18
12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ああ、{私は}頭が痛い。薬、ありませんか?
(Aa, {Watashi wa} atamaga itai. Kusuri, arimasen ka/Aduh, kepala (saya) pusing. Ada obat
tidak.)

Namun pada buku Minna no Nihongo I terdapat contoh kalimat yang merupakan Yes/no
question yang jawabannya justru memunculkan kata ganti orang pertama “Watashi”. Conoth
kalimat tersebut adalah.

・・・はい、[わたしは]マイク・ミラーです。(Minna I, p. 8)
(Watashi wa Maiku Miraa desu/Saya Mike Miller.)

・・・いいえ、[わたしは]学生じゃありません。(Minna I, p. 8)
(…Iie, {Watashi wa} gakusei ja arimasen/…Bukan, {Saya} bukan pelajar.)

Walaupun kata ganti orang pertamanya berada di dalam kurung, tidak ada penjelasan
yang menegaskan bahwa keberadaan kata ganti tersebut bukanlah suatu kewajiban, karena itu hal
ini bisa menjadi pemicu terjadinya kesalahpahaman dalam penggunaan kata ganti orang pertama
“Watashi”.

Selanjutnya adalah waktu komunikasi yang mengizinkan kemunculan kata ganti orang
pertama. Kata ganti orang pertama akan terdengar alami ketika mengekspresikan perbandingan,
sebagai contoh :

ゴールデンウィークに私は沖縄に行きます。
(Goorden wiiku ni watashi wa Okinawa ni ikimasu/Golden week kali ini saya akan ke
Okinawa.)

Dalam kalimat tersebut terkandung makna perbandingan bahwa “kalau jadwal liburan
milik saya selama golden week adalah pergi ke Okinawa (mungkin jadwal orang lain akan berbeda)
”. Hal ini juga merupakan hal yang dianggap terabaikan dalam buku Minna no Nihongo I dan II
karena tidak ada bagian yang menjelaskan bahwa penggunaan partikel “Wa” akan memunculkan
atau memperkuat makna perbandingan sehingga akan terdengar tidak alami ketika pembelajar
menggunakan pola kalimat “Watashi wa” ketika dia memaparkan informasi yang tidak menuntut
untuk diperbandingkan dengan informasi yang dimiliki orang lain.

121 –- 19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

4. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang dapat menjadi faktor penyebab
timbulnya kesalahpahaman dalam pemakaian kata ganti orang pertama “Watashi”. Hal-hal tersebut
adalah sebagai berikut:
Kemunculan di bab pertama
Contoh kalimat yang menggunakan kata “Watashi” muncul di bab pertama dimana pola
perkenalan diri dalam bahasa Jepang juga diperkenalkan. Contoh kalimat tersebut muncul di
bagian teratas dalam alur pengajaran, yaitu di bagian Bunkei bagian dimana pokok utama
dalam setiap bab diuraikan dalam bentuk contoh kalimat. Hal tersebut bisa menjadi faktor
penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam penggunaan kata ganti orang pertama karena
pembelajar dapat menyimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi dirinya sendiri dia bisa
menggunakan kata ganti orang pertama tersebut karena pembelajar mengaitkannya dengan
pola perkenalanan diri yang diajarkan di waktu yang sama.
Pola kemunculan contoh kalimat pada bagian Renshu
Di bagian ini contoh kalimat dengan pola “Watashi wa” sangat sering dimunculkan sehingga
membuat pembelajar untuk memproduksi kalimat dengan pola tersebut dan akibatnya pola
tersebut bisa tertanam pada sistem bahasa pembelajar sebagai suatu pola yang baik dan benar.
Hal tersebut bisa berujung pada penggunaan kata ganti orang pertama yang berlebihan dan
menimbulkan ketidakalamian dalam tuturan pembelajar. Kemudian, jika dilihat secara
keseluruhan contoh kalimat yang menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi” banyak
muncul di bab-bab awal buku ajar yang merupakan masa kritis pembelajar dalam memahami
bahasa Jepang dengan kondisi demikian, pembelajar bisa menyerap pemahaman yang salah
dan pemahaman yang salah tersebut bisa tertanam dalam sistem bahasa sebagai sesuatu yang
benar.
Contoh kalimat yang tidak alami
Kata ganti orang pertama “Watashi” tidak akan terdengar alami jika hal tersebut muncul dari
pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban ya atau tidak (Yes/no question), namun pada
buku Minna no Nihongo ada contoh kalimat yang merupakan jawaban dari Yes/no question
yang menggunakan kata ganti orang pertama “Watashi”. Selain itu, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, partikel “Wa” jika digunakan akan menimbulkan atau memperkuat
unsur perbandingan dalam kalimat, namun hal tersebut tidak dihiraukan dan hal tersebut
dibuktikan dengan banyaknya kemunculan contoh kalimat dan latihan yang menggunakan kata
ganti orang pertama “Watashi”.

121–- 10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Tidak adanya penjelasan


Faktor yang terakhir adalah tidak adanya penjelasan mengenai penggunaan kata ganto orang
pertama “Watashi”. Hal ini merupakan bagian yang diprediksi sebagai faktor yang dominan
penyebab kesalahpahaman penggunaan kata ganti orang tersebut.

5. SARAN

Dalam laporan ini sudah dibahas hasil analisis pengajaran kata ganti orang pertama
“Watashi” dengan objek penelitian buku ajar bahasa Jepang tingkat dasar, Minna no Nihongo I dan
II. Dari kesimpulan yang didapat kita bisa berpikir bahwa hal yang berpotensi menjadi faktor
terjadinya kesalahpahaman adalah faktor yang berasal dari buku ajar itu sendiri. Dari hal ini kita
bisa melakukan pola-pola pencegahan agar kesalahpahaman tidak terjadi dan bahkan sampai
tertanam di sistem bahasa pembelajar. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah memperhatikan
komposisi contoh kalimatnya, kemudian untuk penggunaan kata ganti orang pertama, khususnya
pada kalimat perkenalan diri, kita bisa memperhatikan percakapan yang ada di bab pertama
sehingga pemahaman pembelajar terhadap cara memperkenalkan diri dalam bahasa Jepang tidak
salah. Kemudian karena kata ganti orang pertama “Watashi” ini muncul banyak di bagian latihan,
maka kita bisa menjelaskan penggunaanya pada saat berlatih.

6. DAFTAR PUSTAKA

Iori Isao dkk. 2000. Shokyu wo Oshieru Hito no tame no Nihongo Bunpo Handbook. 3A Network.,
Jepang
Ito Kosuke. 1997. Nihongo no Shukaku wo Hyouji suru Joshi no Kaisouteki Bunseki. Ishikawa
Nou Tankidaigaku Hou 27: 13-26
Ishizawa Hiroko. 2005. Minna no Nihongo I. 3A Network., Jepang
Ichikawa Yasuko. 2009. Shokyu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo. 3A Network., Jepang
Kudo Hiroshi. 1996. Nihongo Yousetsu. Hitsuji Shobo., Jepang
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Gadjah Mada University Press., Indonesia
Tanaka Hiroshi. 2006. Hajimete no tame no Nihongo no Oshiekata Handbook. Kokusaigogakusha.,
Jepang
Yoshioka Hideyuki dkk. 1992. Nihongo Kyouzai Gaisetsu Handbook of Japanese Language
TeachingMaterials. Hokuseido Shoten., Jepang

121–- 11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Lampiran Data Penelitian

Minna no Nihongo I Honsatsu


No Kalimat Halaman Bab Letak
1 わたしはマイク・ミラーです。 6 1 文型
2 ・・・はい、[わたしは]マイク・ミラーです。 6 1 例文
3 ・・・いいえ、[わたしは]学生じゃありません。 6 1 例文
4 わたしはマイク・ミラーです。 8 1 練習
5 わたしはカール・シュミットじゃありません。 8 1 練習
6 わたしは9時から5時まで働きます。 30 4 文型
7 わたしは朝6時に起きます。 30 4 文型
8 わたしはあさからばんまで働きます。 32 4 文型
9 わたしはげつようびからきんようびまで働きます。 32 4 練習
10 わたしは毎朝7じはんに起きます 32 4 練習
11 わたしはまいにち勉強します。 32 4 練習
12 わたしはあした勉強します。 32 4 練習
13 わたしはきのう勉強しました。 32 4 練習
14 わたしはおととい勉強しました。 32 4 練習
15 わたしは東京へ行きます。 38 5 文型
16 わたしはタクシーでうちへ帰ります。 38 5 文型
17 わたしは家族と日本へ来ました。 38 5 文型
18 わたしはスーパーへ行きます。 40 5 練習
19 わたしはかいしゃへ行きます。 40 5 練習
20 わたしはとうきょうへ行きます。 40 5 練習
21 わたしはバスで会社へ行きます。 40 5 練習
22 わたしはちかてつで会社へ行きます。 40 5 練習
23 わたしはじてんしゃで会社へ行きます。 40 5 練習
24 わたしはミラーさんと日本へ来ました。 40 5 練習
25 わたしはともだちと日本へ来ました。 40 5 練習
26 わたしはかぞくと日本へ来ました。 40 5 練習
27 わたしはらいしゅう国へ帰ります。 40 5 練習
28 わたしはにちようびに国へ帰ります。 40 5 練習
29 わたしは7がつ15にちに国へ帰ります。 40 5 練習
30 わたしはジュースを飲みます。 46 6 文型
31 わたしは駅で新聞を読みます。 46 6 文型
32 わたしはパンを食べます。 48 6 練習
33 わたしはくだものを食べます。 48 6 練習
34 わたしはにくとやさいを食べます。 48 6 練習
35 わたしは何もかいません。 48 6 練習

121–- 12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

36 わたしは何もたべません。 48 6 練習
37 わたしは何もしませんでした。 48 6 練習
38 わたしはデパートで時計を買いました。 48 6 練習
39 わたしはあのみせで時計を買いました。 48 6 練習
40 わたしはとうきょうでで時計を買いました。 48 6 練習
41 わたしはワープロで手紙を書きました。 56 7 文型
42 わたしは木村さんに花をあげました。 56 7 文型
43 わたしはカリナさんにチョコレートをもらいました。 56 7 文型
44 わたしはにほんごでレポートを書きました。 58 7 練習
45 わたしはえいごでレポートを書きました。 58 7 練習
46 わたしはちゅうごくごでレポートを書きました。 58 7 練習
47 わたしはさとうさんに電話をかけます。 58 7 練習
48 わたしはともだちに電話をかけます。 58 7 練習
49 わたしはちちに電話をかけます。 58 7 練習
50 わたしはワットさんに本を借りました。 58 7 練習
51 わたしはせんせいいに本を借りました。 58 7 練習
52 わたしはかいしゃのひとに本を借りました。 58 7 練習
53 わたしはイタリア料理が好きです。 72 9 文型
54 わたしは日本語が少しわかります。 72 9 文型
55 わたしはえいがが好きです。 74 9 練習
56 わたしはスポーツが好きです。 74 9 練習
57 わたしはかんこくりょうりが好きです。 74 9 練習
58 わたしはひらがながわかります。 74 9 練習
59 わたしはかんじがわかります。 74 9 練習
60 わたしは日本語がわかります。 74 9 練習
61 わたしはカメラがあります。 74 9 練習
62 わたしはくるまがあります。 74 9 練習
63 わたしはやくそくがあります。 74 9 練習
64 わたしはようじがあります。 74 9 練習
65 わたしは日本に1年います。 88 11 文型
66 わたしは国で5しゅうかん日本語を勉強しました。 90 11 練習
67 わたしは国で6かげつ日本語を勉強しました。 90 11 練習
68 わたしは国で1ねんぐらい日本語を勉強しました。 90 11 練習
69 わたしは1年で夏がいちばん好きです。 96 12 文型
70 わたしはパソコンが欲しいです。 104 13 文型
71 わたしはてんぷらが食べたいです。 104 13 文型
72 わたしはフランスへ料理を習いに行きます。 104 13 文型
73 わたしはくるまが欲しいです。 106 13 練習
74 わたしはうちが欲しいです。 106 13 練習

121–- 13
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

75 わたしはともだちが欲しいです。 106 13 練習
76 わたしはカメラをかいたいです。 106 13 練習
77 わたしは家族にあいたいです。 106 13 練習
78 わたしは外国ではたらきたいです。 106 13 練習
79 わたしは神戸へあそびに行きます。 106 13 練習
80 わたしは神戸へロシア料理をたべに行きます。 106 13 練習
81 わたしは神戸へかいものに行きます。 106 13 練習
82 わたしは神戸へびじゅつのべんきょうに行きます。 106 13 練習
83 わたしはトモです。 111 13 練習
84 わたしは毎朝奥さんと散歩に行きます。 111 13 練習
85 わたしは朝から晩まで忙しいです。 111 13 練習
86 わたしは猫といっしょに休みたいです。 111 13 練習
87 わたしは奥さんと散歩や買い物に行きます。 111 13 練習
88 わたしは京都にすんでいます。 124 15 練習
89 わたしはマリアさんをしっています。 124 15 練習
90 わたしはとても寒い所にすんでいます。 129 15 練習
91 わたしは赤い服が好きです。 129 15 練習
92 わたしは1年に1日だけ働kます。 129 15 練習
93 わたしは独身ですから子どもがいません。 129 15 練習
94 わたしはこの仕事がとても好きです。 129 15 練習
95 わたしは沖縄へいったことがあります。 156 19 練習
96 わたしは富士山にのぼったことがあります。 156 19 練習
97 わたしはすしをたべたことがあります。 156 19 練習
98 わたしはあした東京へいく。 166 20 練習
99 わたしは毎日いそがしい。 166 20 練習
100 わたしは相撲が好きだ。 166 20 練習
101 わたしはサラリーマンだ。 166 20 練習
102 わたしは富士山にのぼりたい。 166 20 練習
103 わたしは大阪にすんでいる。 166 20 練習
104 わたしは市役所へいかなければならない。 166 20 練習
105 わたしはレポートをかかなくてもいい。 166 20 練習
106 わたしはドイツ語をはなすことができる。 166 20 練習
107 わたしはドイツへいったことがない。 166 20 練習
108 わたしは駅からちかいうちが欲しいです。 182 22 練習
109 わたしは広い庭があるうちが欲しいです。 182 22 練習
110 わたしはカラオケ・パーティーができるうちが欲しいです。 182 22 練習
111 わたしは手紙をかく時間がありません。 182 22 練習
112 わたしは本をよむ時間がありません。 182 22 練習
113 わたしは朝ごはんをたべる時間がありません。 182 22 練習

12 – 14
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

114 わたしは木村さんに本を貸してあげました。 198 24 文型


115 わたしは山田さんに病院の電話番号を教えてもらいました。 198 24 文型
116 わたしはカリナさんにCDをかしてあげました。 200 24 練習
117 わたしはカリナさんに電話番号を教えてあげました。 200 24 練習
わたしはカリナさんにことばの意味をせつめいしてあげました
118 200 24 練習

119 わたしは山田さんに大阪城へつれていってもらいました。 200 24 練習
120 わたしは山田さんに引越しをてつだってもらいました。 200 24 練習
121 わたしは山田さんに旅行の写真をみせてもらいました。 200 24 練習
122 わたしはイーさんにプレゼントをもらいました。 201 24 練習
123 わたしはおじいさんに道を教えてもらいました。 201 24 練習
124 わたしは佐藤さんに傘を貸してもらいました。 201 24 練習

121–- 15
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Minna no Nihongo II Honsatsu


No Kalimat Halaman Bab Letak
1 わたしは運動会に参加しません。福岡へ出張するんです。 4 26 練習
2 わたしは運動会に参加しません。用事があるんです。 4 26 練習
3 わたしは運動会に参加しません。都合が悪いんです。 4 26 練習
4 わたしは日本語が少し話せます。 10 27 文型
5 わたしははしがつかえます。 12 27 練習
6 わたしはきものがきられます。 12 27 練習
7 わたしはにほんごしかわかりません。 12 27 練習
8 わたしは日本語が少ししか話せます。 12 27 練習
9 わたしはきのう日本語を1じかんしか勉強しませんでした。 12 27 練習
10 わたしはずっと日本にすむつもりです。 46 31 練習
11 わたしは将来大学でけんきゅうするつもりです。 46 31 練習
12 わたしは国へ帰らないつもりです。 46 31 練習
13 わたしは来年の試験をうけないつもりです。 46 31 練習
14 わたしは部長にほめられました。 96 37 練習
15 わたしは部長に仕事をたのまれました。 96 37 練習
16 わたしは星を見るのが好きです。 102 38 文型
17 わたしはクラシック音楽をきくのが好きです。 104 38 練習
18 わたしは絵をかくのが下手です。 104 38 練習
19 わたしはあるくのが速いです。 104 38 練習
20 わたしはたべるのが遅いです。 104 38 練習
21 わたしはワット先生に本をいただきました。 128 41 文型
22 わたしは課長に手紙のまちがいを直していただきました。 128 41 文型
23 わたしは息子に紙飛行機を作ってやりました。 128 41 文型
24 わたしはしゃちょうにお土産をいただきました。 130 41 練習
25 わたしはせんせいにお土産をいただきました。 130 41 練習
26 わたしはやまださんにお土産をいただきました。 130 41 練習
27 わたしは息子にお菓子をやりました。 130 41 練習
28 わたしはいもうとにお菓子をやりました。 130 41 練習
29 わたしはいぬにお菓子をやりました。 130 41 練習
30 わたしは先生に京都へつれていっていただきました。 130 41 練習
31 わたしは先生に日本語をおしえていただきました。 130 41 練習
32 わたしは先生に大学をあんないしていただきました。 130 41 練習
33 わたしは娘に英語を教えてやりました。 130 41 練習
34 わたしは娘を学校までむかえにいってやりました。 130 41 練習
35 わたしは娘の宿題をみてやりました。 130 41 練習
36 わたしはこどもにぎゅうにゅうをのませます。 188 48 練習
37 わたしはむすめにがいこくごをべんきょうさせます。 188 48 練習

121–- 16
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

38 わたしはこどもにすきなしごとをさせます。 188 48 練習
39 わたしはむすこにほしいものをかわせます。 188 48 練習
40 私はアメリカから参りました。 202 50 文型
41 私はミラーともうします。 204 50 文型
42 私はアメリカから参りました。 204 50 文型
43 私はIMCにつとめております。 204 50 文型

12 – 17
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ANALISIS PEMAKAIAN UNGKAPAN PENGANDAIAN


TO, BA, TARA, dan NARA
Irawati Agustine, Metty Suwandany, Hani Wahyuningtias, Tia Martia
Sastra Jepang - Fakultas Sastra
agustineira @yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan studi kasus penggunaan bentuk kalimat pengandaian to, ba, tara, nara.
Studi kasus dilakukan pada mahasiswa semester 3 jurusan Jepang program S1 di mana pada semester
sebelumnya mereka telah mempelajari bentuk kalimat pengandaian to, ba, tara, nara. Dalam penelitian ini
kami menyebarkan angket sebanyak 37 responden. Berdasarkan pada angket pertama ditetapkan untuk
mengujikan kembali soal yang sama pada peserta yang sama. Namun sebelum diberikan soal tersebut
dilakukan penjelasan terlebih dahulu oleh tim kami. Hal itu dikarenakan kedua data tersebut akan digunakan
untuk membandingkan hasil test pertama dan kedua untuk mengetahui alasan yang menjadi penyebab
kesalahan pada mahasiswa jurusan bahasa Jepang terhadap pemakaian kalimat pengandaian.

1. PENDAHULUAN

Penggunaan ungkapan pengandaian dalam bahasa Jepang berbeda dengan yang ada dalam
bahasa Indonesia. Sebagai contoh, pada kalimat yang mengandung makna “jika, kalau, andaikan”
yang dalam bahasa Jepang diekspresikan dalam bentuk “to, ba, tara, nara” Dalam bahasa Jepang
penggunaan “to, ba, tara, nara” memiliki aturan yang khusus. Oleh karenanya siswa pembelajar
perlu memahami dengan baik aturan pemakaiannya secara benar.
Contoh : 春になると、花が咲きます。 (Kalau musim semi, bunga bermekaran)

Contoh kalimat di atas hanya bisa diisi dengan “to” dan tidak bisa dipertukarkan dengan
“ba, tara, dan nara”. Namun demikian apabila pembelajar bahasa Jepang tidak menguasai
pemakaian keempat ungkapan tersebut, kemungkinan salah dalam pemakaian dirasa cukup tinggi.

Dengan adanya peraturan/kaidah khusus pada keempat bentuk ungkapan pengandaian


tersebut, maka dirasa perlu untuk mengkaji kembali dalam bentuk tes tertulis yang akan diikuti
dengan analisa kesalahan berdasarkan jawaban yang diterima dari pembelajar tersebut. Dengan
menganalisa kesalahan tersebut, maka dapat dijadikan parameter bagi pengajar untuk menciptakan
metode pengajaran yang lebih efektif, dengan harapan siswa tidak salah lagi dalam pemakaiannya.

Fokus penelitian ini adalah mengenai penggunaan ungkapan pengandaian dalam bahasa
Jepang.

13
2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah bentuk kesalahan dalam
penggunaan ungkapan pengandaian bahasa Jepang yang dibuat oleh mahasiswa sastra Jepang
(S1)Universitas Darma Persada.

Penelitian ini bertujuan memetakan kesalahan penggunaan ungkapan pengandaian dalam


bahasa Jepang mahasiswa sastra Jepang.

1.1 Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data bersumber dari hasil kerja mahasiswa Unsada program studi
Jepang S1 semester 3 yang berjumlah 39 orang selaku informan dalam mata kuliah dokkai 3.
Sumber data diambil dari buku berjudul Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun, Mondai Shirizu 6
[Setsuzoku no Hyougen] yang ditulis oleh Yokobayashi Hisayo dan Shimomura Akiko. Selain itu
data juga bersumber dari buku-buku lainnya yang menunjang pada fokus penelitian ini.

1.2 Tinjauan Pustaka

Penelitian ini ditunjang oleh penggunaan analisis kesalahan berbahasa. Kesalahan


berbahasa adalah salah satu cabang ilmu linguistik terapan yang khusus mempelajari kesalahan
dalam pembelajaran bahasa yang sering terjadi termasuk penyebabnya. Menurut Yoshikawa dalam
Nihongo Goyou Bunseki (1997: 4) jenis-jenis kesalahan yang umumnya dilakukan oleh pembelajar
bahasa Jepang sebagai bahasa kedua, adalah (1) kesalahan fonologis yang meliputi aksen dan
intonasi , (2) kesalahan huruf, baik dalam menulis maupun membaca, (3) kesalahan pemahaman
kosa kata, (4) kesalahan bentuk gramatikal, dan (5) kesalahan dalam kesepadanan kata.

1.3 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Dengan
menggunakan metode analisis isi, penelitian ini menganalisis bentuk kesalahan pemakaian
ungkapan pengandaian yang terdapat pada hasil kerja mahasiswa.

1.4 Pengertian Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa (erorologi) adalah salah satu cabang ilmu lingustik terapan yang
khusus mempelajari kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran bahasa yang sering terjadi termasuk

1 -–12
13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

penyebabnya. Kesalahan/eror adalah kekeliruan-kekeliruan mengenai bahasa target yang dilakukan


oleh pembelajar suatu kemahiran bahasa asing. 1

Menurut Yoshikawa, jenis-jenis kesalahan yang umumnya dilakukan oleh


pembelajar bahasa Jepang sebagai bahasa kedua, adalah (1) kesalahan fonologis yang meliputi
aksen dan intonasi, (2) kesalahan huruf, baik dalam menulis maupun membaca, (3) kesalahan
pemahaman kosa kata, (4) kesalahan bentuk gramatikal, dan (5) kesalahan dalam kesepadanan
kata.2

Selanjutnya,Yoshikawa menyebutkan penyebab dari kesalahan berbahasa adalah, (1)


Adanya interferensi bahasa asing yang pertama kali dipelajari, (2) Adanya pemahaman yang
kurang terhadap bahasa yang dipelajari, (3) Adanya penjelasan yang kurang dari pengajar ketika
mempelajari bahasa tersebut, (4) Adanya penyimpangan analogi bahasa, (5) Adanya pemakaian
unsur kalimat yang berlebihan, dan lain sebagainya.3

Secara umum, analisis kesalahan bahasa merupakan proses penentuan munculnya sifat,
sebab, dan akibat kegagalan pembelajaran bahasa. Terdapat dua faktor penyebab munculnya
kesalahan bahasa, yaitu :
a). Kesalahan antarbahasa (interlingual)
Kesalahan antarbahasa disebabkan oleh interferensi bahasa sumber yang mengarah ke pengaruh
negatif terhadap bahasa sasaran. Dalam hal ini bahasa sumber dianggap suatu hal yang
mengganggu dalam upaya mempelajari bahasa sasaran.
b). Kesalahan intrabahasa (intralingual)
Kesalahan intrabahasa adalah kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar dalam tahap
pengembangan pemerolehan bahasa sasaran yang mengarah kepada karakteristik umum atau
kompleksitas dari aturan bahasa sasaran yang dipelajari. Kesalahan intrabahasa biasanya
muncul dalam bentuk kesalahan karena generalisasi berlebihan, mengabaikan pembatasan
kaidah bahasa sasaran, penerapan kaidah tidak sempurna dan perumusan konsep kaidah secara
keliru. Kesalahan ini disebabkan oleh : 1) penyamarataan berlebihan, 2) ketidaktahuan
pembatasan kaidah, 3) penerapan kaidah yang tidak sempurna, dan 4) salah menghipotesiskan
konsep.
c). Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna

1
Suenobu Mineo. Communicability within Errors, Kobe Unity of Commerce, Kobe, 1995/1996 dalam Seminar Gakkai oleh Sheddy N.
Tjandra, Erorologi Jepang Indonesia Tingkat Chuukyuu, UI Jakarta, 2003, h. 1
2
Yoshikawa Taketoki, dalam Nihongo Goyou Bunseki (Tokyo: Meiji Shoin, 1997), h. 4
3
Ibid, h. 11

13
1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Dalam klasifikasi kesalahan berbahasa terdapat kesalahan sebagai akibat dari interferensi pada
tataran fonologi, tataran morfologi, tatarn sintaksis, dan tataran semantik. Kesalahan-kesalahan
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Penghilangan butir-butir bahasa yang tidak memegang peranan yang penting untuk makna
sebuah kalimat. Butir-butir bahasa yang hanya berfungsi gramatikal dihilangkan atau
ditinggalkan karena butir bahasa tersebut tidak mempunyai fungsi semantik.
- Penandaan ganda pada bentuk-bentuk semantik yang tidak perlu
- Ketaat asasan pada kaidah yang ada
- Salah letak/tidak runtun
- Kesalahan keberkembangan/developmental error

Analisis kesalahan terhadap pembelajaran bahasa akan membawa dampak yang positif.
Bahasa sebagai perangkat kebiasaan, dimiliki setiap orang sebagai media komunikasi. Ada
kecenderungan setiap pemakai bahasa lebih sering mengikuti jalan pikirannya tanpa
mempertimbangkan kaidah-kaidah yang ada dalam tata bahasa. Sebaliknya, pemakai bahasa yang
selalu mempertimbangkan kaidah-kaidah tata bahasa berupaya menghasilkan konsep sesuai
dengan struktur bahasa yang dipelajari.

2. DASAR-DASAR PENGGUNAAN TO, BA, TARA, NARA

2.1 Penggunaan ~To

Berikut ini adalah pola kalimat penggunaan ~と, yang dikonjugasikan dengan kata kerja,
kata sifat I, kata sifat II, dan kata benda dalam bentuk positif dan negatif.
A とB = kalau/ saat A→ maka B
2.1.1 Pada saat kondisi A dilakukan, maka kondisi B akan terwujud segera secara otomatis
(biasanya berhubungan dengan kondisi yang tetap, kejadian alam, kebiasaan dan lain-lain).
Contoh :
a. 四月になると、東京では桜が咲きます。
Saat bulan April tiba, di Tokyo bunga Sakura bermekaran.
b. 教師だと、特別な割引があります。
Kalau anda seorang guru, maka akan ada potongan harga khusus.
Pada kalimat bagian B, tidak dapat memakai kalimat yang menyatakan keinginan,
maksud, kalimat perintah maupun kalimat ajakan.

1 –- 14
13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Contoh :
a. あさねぼう を すると、学校に遅れましょう。(*)
Kalau bangun kesiangan, mari terlambat ke sekolah.
b. 授業が早い終わると、映画を見ませんか。(*)
Kalau kuliah cepat selesai, maukah nonton film?
contoh kalimat 4,5 di atas tidak tepat, bila digunakan dengan と.

2.1.2 Pada bagian B (menggunakan bentuk lampau) untuk menyatakan suatu “hal yang tidak
diduga”.
Contoh :
a. 先生を見舞いに病院へ行くと、もう退院していました。
Saat( begitu) saya pergi menjenguk guru di rumah sakit, ternyata sudah pulang.
b. 停留場に着くと、バスも出発だった。
Saat( begitu ) saya tiba di terminal, bisnya sudah berangkat.

2.2 Penggunaan ∼ば

2.2.1 Bentuk pengandaian ∼ ば digunakan pada kalimat yang menggambarkan hubungan antara
dua kalimat dimana kalimat pertama (A) menggambarkan keadaan/kondisi sedangkan
kalimat selanjutnya (B) mengandung kebenaran.
Contoh :
a. これは 松本先生に 聞けば わかります。
Kalau ini kita tanyakan kepada Matsumoto Sensei, kita akan mengerti
b. その町は 車で 行けば 三十分で いける。
Kota itu kalau ditempuh dengan mobil, bisa dalam waktu 30 menit
(Nihongo Kihon Bunpo Jiten : 82)
2.2.2 Pada bentuk pengandaian ∼ ば、(B) tidak dapat menggambarkan keadaan waktu lampau,
seperti dalam contoh : 日本へ 行けば 日本語が上手に なった。( X )
Akan tetapi, pada (A) bisa mengandung makna lampau apabila menyatakan bentuk
“kebiasaan”.
Contoh :
a. もっと安ければ 買いました。
Kalau harganya lebih murah, saya selalu membeli.
b. 雨が 降れば よく家で 本を読んだ ものだ。

13
1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Saat hari hujan saya lebih sering di rumah membaca buku)


(Nihongo Kihon Bunpo Jiten : 83)

contoh kalimat 3,4 di atas tidak tepat, bila digunakan dengan ば. Dengan demikian aturan
dasar pemakaian ば, sama halnya dengan とdi atas, harus ditekankan sejak awal
pembelajaran joken hyogen. Seandainya aturan dasar ini tidak diajarkan dengan baik, ada
kecenderungan siswa mengalami kesalahan dalam pemakaian ば.

2.2.3 Kalimat bentuk pengandaian ∼ ば、umumnya pada bagian (B) mengandung bentuk
keinginan, harapan, perintah, atau permohonan dari pembicara.
Contoh :
a. 時間が あれば 京都へも 行きたい。
Kalau ada waktu, saya ingin juga ke Kyoto
b. 安ければ 買います。
Kalau murah, akan saya beli
(Nihongo Kihon Bunpo Jiten : 82)

2.2.4 「A も∼ば、Bも∼」
Contoh :
様々な料理がきれいに 並んでいる。フランス料理もあれば、中国
料理もすしもある。
Aneka jenis masakan tertata rapih. Ada masakan Perancis, ada juga masakan
Cina, juga sushi.

2.3 Penggunaan ~たら dirangkum seperti di bawah ini.

2.3.1 もしーたら
Pola diatas menyatakan pengandaian bersyarat yang ditambahkan もし. もし
menunjukkan syarat yang dipikirkan si pembicara
1. もし山田さんが来たらわたしは帰ります。
Kalau Yamada san datang, saya pulang.
(A Dictionary of Basic Japanese Grammer: 454)
2. もし雨が降ったら、ピクニックに行きません。

13
1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Kalau hujan turun, kita tidak akan pergi piknik.


(Shin Nihongo Kiso I: 64)
2.3.2 ―たらVた
Pola diatas menyatakan “sesudah/setelah” atau” kalau sudah” diikuti kata kerja bentuk た
pada akhir kalimat.
3. お酒を飲んだら寝てしまった。
Kalau sudah minum sake, saya mengantuk
(A Dictionary of Basic Japanese Grammar: 455)
4. 五月に入いたら急に暑くなった。
Kalau sudah bulan kelima udaranya panas
(Nihongo Bunkei Jiten: 209)
2.3.3 Kalimat bentuk pengandaian ∼∼たらdapat pula diartikan “kalau sudah selesai.....”
Biasanya bentuk ini diikuti oleh suatu ajakan, saran, harapan, atau permohonan dari
pembicara.
5. お風呂に入ったらすぐ寝なさい。
Kalau sudah selesai mandi segeralah tidur.
(Nihongo Bunkei Jiten: 205)
6. 仕事が早く終わったら僕のうちに来てください。
Kalau pekerjaannya cepat selesai, tolong datang ke rumah saya.
(A Dictionary of Basic Japanese Grammar: 454)
2.3.4 Bentuk ∼たら dapat pula berarti ketika atau jika
7. 十二時になったら帰ります。
Saya akan pulang jam 11.
8. A: あしたまでにレポートを出さなければなりませんか。
Apakah besok harus mengumpulkan laporan?
B: いいえ、無理だったら、金曜日に出してください。
Tidak, jika tidak memungkinkan, tolong kumpulkan pada hari Jumat.
(Minna no Nihongo I : 206)
2.3.5 Vたらいい
2.3.5.1 V―たらいい 〈勧め〉
Pola kalimat ini menunjukkan penggunaan bentuk たら yang berati memberi
saran atau rekomendasi berdasarkan topik pembicaraan lawan.
山田君に頼んだらいいよ。どんな仕事でもいやな顔しないよ。

13
1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Sebaiknya meminta tolong kepada Yamada. Pekerjaan apapun dia tidak pernah
memperlihatkan wajah tidak suka.
(Nihongo Bunkei Jiten: 212)
2.3.5.2 .. たらいい 〈願望〉
Bentuk kalimat ini biasanya berisi ungkapan permintaan atau keinginan
sipembicara Kalimat ini sering diikuti ungkapan のに atau なあatau のだが.
9. 生まれてくる子が男の子だったらいいのだが。
Anak yang lahir lebih baik anak laki-laki.
(Nihongo Bunkei Jiten: 212)
10. 明日、晴れたらいいなあ。
Besok seandainya cuaca cerah bagus ya.
(Nihongo Bunkei Jiten : 212)

2.4 Penggunaan ~なら dirangkum seperti di bawah ini.

2.4.1 KBなら、~
Bentuk ini digunakan untuk memberikan informasi atas topik yang diangkat oleh lawan
bicara.
Contoh:
A: 佐藤さん見ませんでしたか。
Apakah tidak melihat Sato?
B: 佐藤さんなら、図書館にいましたよ。
Kalau Sato, (dia) ada di perpustakaan.
(Nihongo Bunkei Jiten: 396)
Bentuk ini , bisa diikuti dengan bentuk permintaan dan kata kerja potensial, seperti contoh
di bawah ini:
a. 旅行のことなら当旅行社にお申し付けください。
Mengenai tamasya, bicarakan saja pada kantor travel yang bersangkutan.
b. ひらがななら 読める。
Kalau hiragana, saya bisa membacanya.
2.4.2 Nなら~Nだ
Nなら〕yang diikuti dengan Nだ〕atau 〔Nに限る〕〔Nが一番だ〕〔Nがいい〕
untuk menyatakan penilaian yang paling tinggi atas sesuatu yang diangkat sebagai topik.

13
1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Contoh:
a. 山ならやっぱり富士山だ。
Kalau mengenai gunung, tentu saja Gunung Fuji yang paling bagus.
b. ストレス解消法ならゴルフに限る。
Kalau menghilangkan stress, paling asyik main golf.
2.4.3(助詞)なら
Kata benda, kata keterangan yang diikuti dengan partikel+なら, digunakan untuk
menyatakan bahwa dalam kasus lain hal ini tidak berlaku, tapi jika ini menyangkut X, sudah
pasti Y akan terjadi .
Contoh:
a. あの人となら結婚してもいい。
Kalau dengan orang itu saya mau menikah.
b. あと一人だけなら入場できます。
Kalau hanya satu orang saja, bisa masuk.
2.4.4 ....(の)なら
Bentuk ini digunakan untuk menyatakan pendapat, permintaan, atau rekomendasi terhadap
topik pembicaraan yang diangkat oleh lawan bicara.
Contoh:
a. 行きたくない(の)ならやめておいたらどうですか。
Kalau tidak ingin pergi, bagaimana kalau diurungkan saja niat untuk itu?
b. 真相を知っている(の)なら私に教えてほしい。
Kalau tahu kebenarannya, beritahukanlah pada saya.
2.4.5 ~なら
ならyang melekat pada kata benda atau kata sifat II, menunjukkan arti pengandaian yang
dalam bahasa Indonesia bisa diartikan: “ kalau...”. Bentuk ~nara ini bisa digantikan dengan
~tara atau ~ba.
Contoh:
a. なっとう以外なら日本の食べ物はなんでも好きです。
Selain nattou, semua masakan Jepang saya suka.
b. そのアパート、学校に近くてやすいんならぜひ借りたいですね。
Kalau apartemen itu dekat dari sekolah dan juga murah, saya ingin menyewanya.
(Gaikoku jin no tame no nihongo reibun, mondai shirizu 6 “Setsuzoku no Hyougen”: 4)

13
1 –- 18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

2.4.6 Dalam bentuk ~(よ)うものなら, digunakan untuk mengandaikan jika hal yang
tersebut di kalimat sebelumnya itu terjadi, maka akan terjadi hal yang kurang baik di
kalimat berikutnya.
Contoh:
そんなことをしようものなら死んでしまう。
Seandainya kamu melakukan hal seperti itu, bisa mati.
2.4.7 ~ものなら
Bentuk ini menyatakan, untuk merealisasikan X memang sulit, tetapi ada harapan dari
pembicara jika hal tersebut bisa terealisasikan alangkah baiknya.
Contoh:
できるものなら、定年退職後はのんびりと好きなことをして暮らしたい。
Seandainya bisa, setelah pensiun berharap bisa santai dan melakukan hal-hal yang disukai.
(Gaikoku jin no tame no nihongo reibun, mondai shirizu 6 “Setsuzoku no Hyougen”:5)

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian


3.1.1 Praobservasi
Praobservasi dilaksanakan dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada mahasiswa
semester 3. Peserta responden sebanyak 37 responden. Kuesioner secara langsung disebarkan
kepada mahasiswa tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu karena dianggap pernah belajar
bentuk to, ba, tara, nara pada semester sebelumnya.

A. Hasil Tes Sebelum Penjelasan

13
1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Berdasarkan hasil tes yang diberikan kepada mahasiswa sebelum diberi penjelasan tabel
diatas terlihat jelas bahwa hasil kuesioner kurang memuaskan. Kami berasumsi hasil tes mahasiswa
akan baik karena dianggap mahasiswa pernah belajar bentuk to, ba, tara, nara pada semester
sebelumnya.
a) Contoh pemakaian と pada soal no1 – 4
そんなに食べる( )太りますよ。
Kalau makan seperti itu gemuk lho.

Pada contoh kalimat di atas, jawaban yang paling tepat adalah と. Hanya ada beberapa
yang menjawab benar selebihnya banyak siswa yang melakukan kesalahan dengan memilih
jawabanばdanたら. Jawaban kalimat diatas とdianggap paling tepat. Hal ini dikarenakan とdi atas
menunjukkan hasil.
b) Contoh pemakaian ば pada soal no 5- 8
父はわたしの顔を見る ( )「勉強しろ」と言う。
Ayah kalau melihat muka saya berkata “belajar!”
Pada contoh kalimat diatas jawaban yang paling tepat adalah ば karena menunjukkan kebiasaan.
c) Contoh pemakaian たら pada soal no 9 – 12
3時になる( )休憩しましょう
Kalau sudah jam 3 (tiga) ayo istirahat.

Pada contoh kalimat diatas jawaban yang paling benar adalah tara. Ada beberapa
mahasiswa yang menjawab to dan nara. Jawaban yang paling tepat adalah tara karena bentuk
pengandaian ∼∼たらdapat pula diartikan “kalau sudah selesai.....” Biasanya bentuk ini diikuti oleh
suatu ajakan, saran, harapan, atau permohonan dari pembicara.
d) Contoh pemakaian たら pada soal no 13 – 16
安い( )買ったほうがいいですよ。
Kalau murah sebaiknya membeli.

Pada kalimat diatas jawaban yang benar adalah nara. Jawaban yang tepat adalah nara
karena kalimat diatas menyatakan pendapat, permintaan, atau rekomendasi terhadap topik
pembicaraan yang diangkat oleh lawan bicara.

131 –- 110
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

B. Hasil Tes Setelah Penjelasan

Berdasarkan hasil tabel 2 di bawah ini dapat diketahui bahwa mahasiswa tidak melakukan
kesalahan sebanyak sebelumnya. Dengan adanya penjelasan dosen di kelas, siswa bisa mengingat
kembali materi yang dipelajari di semester sebelumnya, dan menerapkan pemahaman mereka
dalam lembar jawaban.

Tabel 2 Hasil Tes Setelah Penjelasan

Contoh kesalahan yang paling sering dilakukan oleh siswa, tertera pada contoh (4) berikut
ini:
そんなに食べる( )太りますよ。
Pada contoh kalimat di atas, jawaban yang paling tepat adalah と. Namun demikian,
banyak siswa yang melakukan kesalahan dengan memilih jawabanばdanたら. Mengapa jawaban
とdianggap paling tepat? Hal ini dikarenakan,とdi atas menunjukkan hasil.

Selanjutnya siswa juga banyak melakukan kesalahan pada nomor (6) seperti di bawah ini.
先生に聞く( )説明してもらいますよ。

Pada contoh kalimat di atas, jawaban yang paling tepat adalah ば. Kalimat ini
menunjukkan bahwa dengan melakukan X, maka ada kemungkinan bisa mendapatkan Y. Siswa

1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

banyak menjawab とdanたら.Dengan demikian siswa belum memahami bahwa untuk


menunjukkan adanya ‘kemungkinan’, hanya bisa digunakan ば.

Kesalahan yang juga banyak dilakukan siswa adalah pada contoh (7) di bawah ini.
父は私の顔を見る( )「勉強しろ」と言う。

Jawaban yang paling tepat adalah ば. Mengapa demikian, karena kalimat ini menunjukkan
adanya pengulangan atas kejadian yang berulang-ulang terjadi, sehingga bisa dikatakan sebagai
suatu kebiasaan. Sama halnya dengan contoh (6), ばdi atas menunjukkan adanya kecenderungan.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya kami berkesimpulan bahwa :


- Mahasiswa sudah jauh lebih memahami penggunaan dan perbedaan ungkapan pengandaian
と、ば、たら、ならdaripada sebelumnya. Hal itu terlihat dari hasil tes kedua yang lebih
memuaskan dibandingkan dengan hasil pertama. Ternyata asumsi peneliti terhadap
mahasiswa jauh berbeda dengan kenyataan yang terdapat pada hasil tes pertama. Meskipun
mahasiswa pernah mempelajari ungkapan pengandaian と、ば、たら、ならpada semester
sebelumnya bukan berarti mereka sudah memahami. Dengan demikian, sebagai pengajar
perlu menciptakan metode pengajaran pemakaian と、ば、たら、なら yang mudah
dipahami siswa.
- Pada saat dosen mengajarkan materi tersebut, perlu diberikan latihan yang variatif, dengan
harapan siswa bisa membedakan keempat bentuk pengandaian tersebut.

5. PERMASALAHAN YANG AKAN DATANG

Pokok permasalahan yang belum terbahas dalam penelitian ini adalah:

- Analisa Konjugasi Kata Sifat dan Kata Kerja


Di bab IV dibahas mengenai kesalahan yang terdapat pada 16 soal yang diberikan di kelas.
Namun demikian, pada jawaban yang dianggap bernilai setengah, di sana bukan hanya
kesalahan pemilihan jawabanと,ば,たら, dan なら, melainkan kesalahan konjugasi yang
dilakukan oleh siswa.

13
1 –- 111
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Contoh:
先生に聞く( )説明してもらいますよ。
Pada bagian yang digarisbawahi, kata kerja聞く, seharusnya berubah menjadi 聞けば.
Namun siswa tidak merubahnya, sehingga jawaban menjadi聞くば.
Apa yang menyebabkan mahasiswa tidak mengkonjugasikan kata kerja tersebut dan
menjawab dengan 聞くば? Hal ini perlu dicari penyebabnya, sehingga tidak akan terulang
kesalahan yang sama di masa yang akan datang.

- Memberi angket kepada siswa tentang apa penyebab kesalahan atau kesulitan pemakaian
と,ば,たら, dan なら.

DAFTAR ACUAN

Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Alwasilah, A. Chaedar. Linguistik: Suatu Pengantar,Bandung: Angkasa, 1993.
Gurupu Jamashii. Nihongo Bunkei Jiten. Kuroshio Shuppan, 1998.
Moentaha, Salihen. Bahasa dan Terjemahan, Bekasi: Kesaint Blanc,2006.
Sutedi, Dedi. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang,Bandung:Humaniora Utama Press, 2003.
Suwandi, Sarwiji. Semantik : Pengantar Kajian Makna, Yogyakarta: Media Perkasa, 2008.
Taketoki, Yoshikawa. Nihongo Goyou Bunseki, Tokyo: Meiji Shoin, 1997.
Yokobayashi, Hisayo. Gaikoku jin no tame no nihongo reibun, mondai sirizu 6 [Setsuzoku
no Hyougen], Tokyo: Aratake Shuppan, 1988.

13
1 -–112
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

PENGGUNAAN XING (NAMA KELUARGA) DI KALANGAN


ANAK MUDA TIONGHOA, STUDI KASUS MAHASISWA JURUSAN
SASTRA CINA UNIVERSITAS DARMA PERSADA

C. Dewi Hartati, Hin Goan Gunawan


Sastra Cina - Fakultas Sastra

ABSTRAK

Nama keluarga merupakan suatu identitas etnis atau identitas sosial yang dapat membentuk
identitas seseorang dan memperkuat kesadaran identitas etnis sebagai orang Tionghoa. Bagi sebagian
masyarakat dapat membentuk suatu jaringan sosial. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat tumbuh
kesadaran multikulturalisme dan pemahaman dalam hubungan antar etnis khususnya di dalam lingkungan
kampus Universitas Darma Persada .

Bagi sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa, nama keluarga dan nama Tionghoa tidak
menjadi perhatian karena mereka telah memakai nama Indonesia saja tetapi tidak tertutup kemungkinan di
masa reformasi ini di mana budaya Tionghoa dihidupkan kembali, nama keluarga dan nama Tionghoa
menjadi salah satu dari identitas sosial.

Kata Kunci : identitas sosial, jaringan sosial, multikulturalisme

1. PENDAHULUAN

Penelitian ini perlu dilakukan karena penelitian yang bertemakan masalah identitas
khususnya identitas sosial yang terwujud dalam penggunaan nama keluarga Tionghoa di kalangan
anak muda dirasakan belum terlalu banyak. Pada zaman modern, etnisitas yang tercermin dalam
penggunaan nama keluarga Tionghoa sangat jarang ditemukan atau malah bahkan hampir tidak
ditemui. Khususnya bagi golongan kaum muda Tionghoa yang memang sudah tidak menggunakan
nama keluarganya karena pengaruh Peraturan pada masa Orde Baru yang melarang penggunaan
nama Tionghoa. Akan tetapi seiring dengan perubahan zaman dan politik di saat ini, di mana
budaya Tionghoa dapat berkembang dan mendapat tempat dalam masyarakat Indonesia, penulis
melihat nama keluarga bagi golongan kaum muda Tionghoa tidak mendapat perhatian.

Nama keluarga merupakan suatu identitas etnis atau identitas sosial yang dapat
membentuk identitas seseorang dan memperkuat kesadaran identitas etnis sebagai orang Tionghoa.
Bagi sebagian masyarakat dapat membentuk suatu jaringan sosial. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat tumbuh kesadaran multikulturalisme dan pemahaman dalam hubungan antar
sukubangsa khususnya di dalam lingkungan kampus Universitas Darma Persada .

14
2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Bagi sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa, nama keluarga dan nama Tionghoa
tidak menjadi perhatian karena mereka telah memakai nama Indonesia saja tetapi tidak tertutup
kemungkinan di masa reformasi ini di mana budaya Tionghoa dihidupkan kembali, nama keluarga
dan nama Tionghoa menjadi salah satu dari identitas sosial.

Khususnya bagi Program Studi Sastra Cina di mana mahasiswa di jurusan ini terdiri dari
golongan keturunan Tionghoa dan non-Tionghoa, peneliti akan meneliti bagaimana para
mahasiswa keturunan Tionghoa memahami dan menggunakan nama keluarganya dalam kehidupan
mereka sehar-hari. Apakah kaum muda keturunan Tionghoa masih tetap memiliki nama keluarga,
menggunakannnya dan nama keluarga itu sendiri berfungsi sebagai hal-hal apa saja merupakan
suatu tujuan dari penelitian ini.

Sehingga diharapkan melalui penelitian ini diharapkan dapat terlihat fungsi suatu nama
keluarga dan nama Tionghoa di kalangan anak muda keturunan Tionghoa khususnya di Program
Studi Sastra Cina, Fakultas Sastra Universitas Darma Persada.

2. METODE PENELITIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini bersifat eksploratif dan deskriptif.
Penelitian eksploratif bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu
atau mendapat ide-ide baru mengenai gejala itu sehingga dapat merumuskan masalah secara lebih
terperinci. Penelitian ini juga bersifat deskriptif karena penelitian ini akan memberikan gambaran
yang secermat mungkin mengenai suatu keadaan, gejala atau kelompok tertentu.

Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan, wawancara, dan
observasi. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data, yaitu konsep-konsep.
Penelitian lapangan akan dilakukan melalui wawancara, penyebaran angket dan observasi.
Penelitian lapangan akan dilakukan di suatu organisasi marga dan klenteng untuk melihat aktivitas
kaum muda di tempat tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara dan observasi serta penelitian terhadap para mahasiswa Sastra
Cina Unsada, sebagian memiliki nama Tionghoa namun ada pula yang tidak. Mereka berasal dari

Sukubangsa Ke dan Hokkian. Dari sukubansa Ke yaitu Xu Guozhen (许 国真)dan Cai Mui Fung

1 -–12
14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

(蔡美鳯). Mereka mengetahui nama Tionghoa dari orang tua dan kakek (公公)gonggong. Mereka

menyatakan menggunakan nama marga Tionghoa jika ada acara berkumpul keluarga besar
khususnya dari pihak ayah karena ayah masih mempertahankan tradisi. Ada juga yang digunakan
jika sedang les privat karena guru pembimbing hanya memanggil dengan nama Tionghoa. Dalam
kehidupan sehari-hari nama Tionghoa tidak pernah dipakai.

Para anak muda keturunan Tionghoa mengetahui sedikit sekali tentang perkumpulan
marga, mereka hanya mengetrahui marga besar saja sementara perkumpulan nama marga sendiri
tidak tahu. Mengetahui perkumpulan nama marga saja juga hanya karena pernah melihat
perkumpulan tersebut.

Keyakinan religi anak muda tersebut sebagian besar Buddha, ada yang Kristen, yang
Kristen ini tidak mempunyai nama Tionghoa. Meskipun mereka beragama Budha namun masih
pergi ke Klenteng karena orangtuanya juga masih memeluk Konghuco. Kepercayaan mereka masih
Samkauw yaitu gabungan tiga ajaran Budha, Konghucu dan Taoisme.

Mereka masih mengikuti perayaan tradisional Tionghoa seperti Imlek, Cap Gomeh,
Pehcun, Cengbeng, Cioko, Sembahyang ce it cap go setiap bulannnya.

Mereka masih mengerti makna perayaan-perayaan tersebut. Untuk asal usul nama marga
mereka tidak tahu sama sekali, hanya mengerti jika marga Cai adalah marga besar dari Kalimantan.
Untuk asal tempat marga, mereka juga tidak tahu.

Hubungan dengan sesama marga hanya yang berasal dari keluarga saja dalam
kekerabatan, dan sebatas pada keluarga jauh.

Marga penting sebagai identitas, meskipun bagi kaum muda dirasakan tidak terlalu
signifikan tetapi bagi kaum muda jika berhubungan dengan kelompok yang lebih tua marga
dirasakan karena sangat penting karena kaum orang tua jika menanyakan marga anak muda, anak
muda tersebut tidak tahu maka hubungan tidak akan menjadi dekat. Akan tetapi jika si anak muda
tahu tentang marganya, maka hubungan dapat lebih dekat dan anak muda tersebut lebih dihargai.
Hal tersebut menunjukkan sangat perlunya nama marga Tionghoa.

14
1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Nama marga perlu dipertahankan untuk penerus, mengetahui asal usul keluarga.

沈爱丽(Ria),邓爱雪 (Agnes). 胡亚梅 (Hu sejenis kecapi alat musik Cina),黄香兰, 黄军容 Mereka

memiliki nama marga dan nama Tionghoa dan mengetahuinya dari orang tuanya. Mereka
mengatakan menggunakan nama Tionghoa hanya untuk keperluan tertentu misalnya mengikuti
ujian Kemampuan bahasa Mandarin (HSK/ Hanyu Shuiping Kaoshi) saja.

Untuk yang beragama Buddha nama Tionghoa masih digunakan untuk mendaftar di Vihara
sebagai data umat. Nama marga digunakan jika sedang dalam interaksi dengan keluarga. Ada
beberapa yang tahu tentang organisasi marga tetapi tidak menjadi anggota dalam perkumpulan
tersebut. Mereka hanya mengetahui kalau perkumpulan marga merupakan tempat berkumpulnya
orang-orang dalam marga yang sama.

Bagi yang beragama Buddha masih turut dalam perayaaan tradisional Cina, seperti Imlek,.
Cioko,Cengbeng, Pehcun, Sembahyang tangal satu dan 15 setiap bulannya. Bagi yang beragama
Kristen hanya merayakan Imlek untuk berkunjung ke saudara. Mereka rata-rata tidak mengetahui
arti dan asal usul nama marga tersebut, hanya mengetahui dari sub etnis mana seperti Hokkian, Ke,
Teochiu tetapi seseorang yang bermarga Shen tahu jika asala nama marganya berasal dari Hubei.
Mereka walaupun tidak bergabung dalam suatu perkumpulan marga tetapi sering berhubungan
dengan orang-orang semarga.

Fungsi nama marga adalah untuk mengenali mana yang semarga dan yang tidak semarga,
untuk keperluan khusus mengikuti ujian, juga agar tidak mendapatkan pasangan dari marga yang
sama. Nama marga dirasa perlu untuk mempertahankan budaya Cina.Ada yang berasal dari
Kalimantan Barat, nama masih digunakan karena Huang adalah marga terbesar di Kalimantan
barat. Ada yang mengatakan nama marga dan nama Cina belum dirasakan gunanya(Amel).

Buat sebagian anak perempuan nama marga tidak perlu karena nantinya akan mengikuti
nama marga suaminya. Nama marga digunakan di Litang, Vihara saja. Terlihat dari sini, nama
marga dan nama Tionghoa tidak terlalu penting dalam interaksi social mereka dalam kehidupan
sehari-hari tetapi juga menjadi sangat penting bila berhubungan dengan orang tua, pihak asing
dalam hal ini ujian HSK, dan data sebagai umat di suatu klenteng, atau Vihara.

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan tersebut di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

14
1 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

1. Sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa tidak menggunakan nama keluarga dan nama
Tionghoa.
2. Sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa mengetahui nama keluarga dan nama
Tionghoa dan dapat menuliskannnya dalam aksara Han.
3. Sebagian besar anak muda keturunan Tionghoa mengetahui asal-usul tempat nama keluarga
dan nama Tionghoa mereka tetapi tidak mengetahui sejarahnya.
4. Anak muda keturunan Tionghoa menggunakan nama marga dan nama Tionghoa hanya jika
berinteraksi dengan kalangan orang tua saja.
5. Dalam keseharian nama Tionghoa tidak digunakan hanya digunakan waktu ujian, dan dalam
lingkungan klenteng atau vihara saja.
6. Dalam situasi tertentu nama keluarga dan nama Tionghoa digunakan.
7. Nama keluarga dan nama Tionghoa akan terus dipertahankan sebagai suatu bentuk kesadaran
dan identitas sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Abdilah, Ubed S. 2002 . Politik Identitas Etnis Pergulatan Tanda Tanpa Identitas, Magelang,
Indonesiatera
Baker, Hugh DR. 1979. Chinese Family and Kinship, London: The Macmillan Press LTD
Barth, Fredrik. 1969. Ethnic Groups and Boundaries, Boston, Little Brown and Company
Cushman, Jennifer dan Wang Gungwu (ed), 1991, Perubahan Identitas Orang Cina di Asia
Tenggara, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Lash Scott& Jonathan Friedman (ed), 1991, Modernity and Identity, Oxford : Blackwell
Samovar, 2007, Communication Between Culture, Newyork Dobleday
Xie, Yue Xiang (ed), 2000, Baijiaxing Xinbian, Zhongzhou Guji Chubanshe, Beijing

141 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

MASALAH PENERJEMAHAN UNSUR LEKSIKAL


BAHASA MANDARIN KE BAHASA INDONESIA DALAM BUKU
AJAR BAHASA MANDARIN TINGKAT SMA/MA
Gustini Wijayanti
Sastra Cina – Fakultas Sastra
gustiniwijayanti_2001@yahoo.com

ABSTARCT

The title of this research is about the translation problems on translating lexical units.in the
Mandarin Textbook for Senior High School. Lexical unit is from the vocabulary of a language such as words
or phrases are listed in dictionaries as lexical items, where each word has a specific meaning. System of
meaning of words in one language is usually not completely the same as the system of meaning of words in
another language. Similarly, the idiom that is a series of words that has significance, which is different from
the meaning of each word in the circuit. Because it has a different meaning, the idiom is often a problem in
translation. Translating is an inter language activities which have an important role in the transfer of
information, communication, and culture. Therefore, the translation does not simply involve two different
languages, but also two different culture that shape the text are involved in translation. in the idiomatic
translation, before translating , we should always consider the context. If we find idiomatic expressions, we
must try to translate with idiomatic translation method, but if we can not find an equivalent idiomatic
expression, we can use the method of semantic interpretation or communicative translation.

Keyword: translation, lexical units, idiom, translation method

1. PENDAHULUAN

Terjemahan merupakan salah satu bentuk komunikasi, oleh karena itu, penerjemah harus
mampu mencari kesepadanan antara teks yang diterjemahkan dengan terjemahannya, sehingga
pembaca atau pendengar dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis atau penutur.
Menurut Hoed, untuk menghasilkan pesan yang sepadan, penerjemah harus memahami dan
menyesuaikan terjemahannya dengan (calon) pembaca atau pendengarnya.4

Kegagalan terjemahan bahan ajar seperti dalam instruksi latihan, penjelasan tata bahasa,
kosakata akan mengakibatkan buku ajar menjadi tidak komunikatif karena makna atau pesan yang
disampaikan tidak dipahami baik oleh guru maupun siswa, sehingga buku ajar tersebut kurang
dapat membantu dan pada akhirnya kurang dapat memotivasi guru dan siswa dalam proses
pembelajaran.

Indikator keberhasilan suatu terjemahan adalah, pesan atau informasi yang disampaikan
melalui bahasa sasaran dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar.

4
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan. (Jakarta:Dunia Pustaka Jaya, 2006) hlm. 24

152–- 11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Untuk mendapat hasil penerjemahan yang dapat diterima, penerjemah dituntut untuk
menguasai beberapa aspek seperti leksikal, gramatikal, keterampilan membaca dan analisis
wacana. Selain dituntut menguasai beberapa aspek tersebut , untuk memecahkan permasalahan
dalam penerjemahan, seorang penerjemah juga dituntut untuk menguasai teori , metode serta
teknik dan strategi penerjemahan.

Masalah penerjemahan adalah persoalan pengalihan makna, baik secara leksikal, semantik
atau secara pragmatik dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Dalam proses pengalihan seringkali
mengalami hambatan yang antara lain ketidaktersediaannya kosakata dalam bahasa sasaran dan
pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas hasil terjemahan.

Dalam studi semantik, terdapat beberapa istilah, salah satunya yaitu leksikal. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, leksikal berkaitan dengan kata, leksem dan kosakata. Sedangkan
unsur leksikal adalah satuan dari kosakata bahasa seperti kata atau frasa yang didaftarkan dalam
kamus.

Sebagai unsur leksikal, kata memiliki makna. Sistem makna kata dalam satu bahasa
biasanya tidak sepenuhnya sama dengan sistem makna kata dalam bahasa lain. Demikian pula
dengan idiom. Idiom merupakan rangkaian kata yang memiliki makna tersendiri, yang berbeda dari
makna tiap kata dalam rangkaian tersebut. Karena memiliki perbedaan makna tersebut, seringkali
idiom menjadi masalah dalam penerjemahan.

Menurut Larson, faktor kesulitan bagi seorang penerjemah adalah selain mampu
menggunakan struktur gramatikal dan leksikon yang sesuai dengan bahasa sasaran dan konteks
budayanya, penerjemah juga mengalami kesulitan ketika mereka harus menerjemahkan kata-kata
yang berupa idiom dalam sumber ke dalam bahasa sasaran.5

Melihat fenomena penerjemahan dalam buku ajar Bahasa Mandarin tingkat SMA/MA,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masalah penerjemahan kata idiom yang
banyak terdapat dalam buku ajar tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan disampaikan adalah
metode apakah yang digunakan dalam menerjemahkan idiom bahasa sumber (Bsu) ke bahasa
sasaran (Bsa) dalam Buku Ajar Bahasa Mandarin Tingkat SMA/MA

5
Mildred Larson, Meaning Based Translation (Lanham:University Pres of America,1984) hlm.9

151 –- 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Penerjemahan

Penerjemahan adalah suatu upaya mengungkapkan kembali pesan dari suatu bahasa ke
dalam bahasa lain. Dalam terjemahan, isi teks bahasa sasaran harus sama dengan isi teks bahasa
sumber, atau bisa saja bentuknya berbeda namun makna tetap harus sama. Dengan demikian makna
atau pesan yang dimaksud dalam bahasa sumber dapat dipahami dan memiliki nilai yang sama
dengan bahasa sasaran.

Berbagai definisi telah diberikan oleh berbagai ahli mengenai istilah penerjemahan.
Catford memberikan definisi penerjemahan sebagai “suatu kegiatan dalam bahasa: sebuah proses
pengalihan teks suatu bahasa ke teks bahasa lain” Ia menekankan pada medium, yaitu melihat
penerjemahan sebagai pengalihan suatu bahasa ke bahasa lainnya.6

Definisi penerjemahan menurut Venuti adalah “.Proses pengalihan teks bahasa sumber ke
teks bahasa sasaran yang memerlukan kekuatan interpretasi penerjemah.”7 Pengalihan makna dari
bahasa sumber diperlukan kesepadanan makna dengan bahasa sasaran, dan untuk mendapatkan
makna yang sepadan, penerjemah harus memiliki kemampuan interprestasi untuk menemukan
padanan makna pada kata, frasa, klausa, maupun tingkat kalimat.

Dari definisi penerjemahan di atas, apabila dilihat lebih jauh kembali, dapat disarikan
sebagai berikut penerjemahan merupakan suatu proses, produk pengalihan makna suatu teks bahasa
sumber ke dalam teks bahasa sasaran, dengan menggunakan padanan yang sesuai dengan leksikon
dan struktur gramatikal.

Masalah perbedaan gramatikal antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran, biasanya akan
menghasilkan terjemahan yang dilakukan secara harfiah, seluruh konsep informasi yang
terkandung di dalam bahasa sumber tidak mungkin didapatkan. Namun, jika beberapa kategori
gramatikal tidak ada dalam bahasa sasaran, proses penerjemahan dapat dilakukan dengan mencari
padanan leksikal.

Dalam terjemahan, isi teks sasaran harus sama atau mendekati dengan teks sumber, atau
bisa saja bentuknya berbeda, namun maknanya tetap harus sama. Dengan demikian makna atau
6
J.C. Catford, A Linguistic Theory of Translation. (London: Oxford University Press, 1965) hlm.1
7
Lawrence Venuti, The Translator’s Invisibility A History of Translation (London and New York: Routledge,1995) hlm.17

151–- 31
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

pesan yang dimaksud dalam bahasa sumber dapat dipahami dan memiliki nilai yang sama dengan
bahasa sasaran.

Salah satu kajian penerjemahan dalam teori penerjemahan adalah bertujuan untuk
mengembangkan teori penerjemahan sebagai landasan kajian dan bukan sekedar hubungan antar
bahasa, melainkan hubungan antar budaya.

Newmark mengemukakan cara menganalisis teks bahasa sumber dengan mendiskusikan


hubungan antar makna, bahasa, budaya, dan terjemahan. Menurutnya setiap kelompok bahasa
memiliki kultur yang spesifik, seorang penerjemah dituntut untuk dapat menghubungkan bahasa
dengan faktor budaya yang terkandung dalam teks bahasa sumber.8

2.2 Metode Penerjemahan

Menerjemahkan adalah proses reproduksi dalam bahasa sasaran, padanan yang secara
wajar paling mendekati pesan yang disampaikan oleh bahasa sumber. Salah satu cara untuk
mendapatkan padanan yang paling mendekati dengan bahasa sasaran adalah dengan menggunakan
metode penerjemahan. Metode dalam penerjemahan berkaitan dengan keseluruhan teks. Pemilihan
metode dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, berorientasi pada bahasa sumber dan prosedur
penerjemahan untuk mendapatkan kesepadanan. Newmark mengemukakan delapan metode
penerjemahan. Empat dari delapan metode tersebut berorientasi pada bahasa sumber, empat lainnya
berorientasi pada bahasa sasaran. Oleh Newmark kedelapan metode penerjemahan tersebut
digambarkan dalam suatu diagram yang dikenal dengan diagram V.9

Penekanan Bahasa Sumber Penekanan Bahasa Sasaran


Penerjemahan kata demi kata Penerjemahan adaptasi
Penerjemahan harfiah Penerjemahan bebas
Penerjemahan setia Penerjemahan idiomatik
Penerjemahan semantis Penerjemahan komunikatif

Penerjemahan kata demi kata (word for word translation) dilakukan dengan cara
menerjemahkan kata demi kata dan membiarkan susunan kalimat tetap seperti teks bahasa sumber.

8
Newmark, op.cit,hlm. 94
9
Newmark, loc.cit,hlm. 45

151 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Metode penerjemahan ini biasanya digunakan sebagai proses awal pengalihan bahasa sumber ke
bahasa sasaran.

Penerjemahan harfiah (liberal translation) lebih mementingkan bentuk bahasa sumber.


Struktur gramatikal bahasa sumber dicari padanannya yang paling dekat dengan bahasa sasaran,
penerjemahan leksikalnya atau katanya dilakukan terpisah dari konteksnya. Metode penerjemahan
ini juga dapat digunakan sebagai proses awal pengalihan.

Penerjemahan setia adalah metode penerjemahan yang berorientasi pada makna


kontekstual dengan berusaha mempertahankan bentuk bahasa sumber. Metode ini mengalihkan
kata-kata budaya dengan tetap mempertahankan bentuk gramatikal bahasa sumber.

Penerjemahan semantis. Metode penerjemahan semantis lebih memperhitungkan nilai


estetika keindahan dan kealamiahan teks sumber. Metode ini juga berkompromi dengan makna
yang sesuai selama masih dalam kewajaran.

Penerjemahan adaptasi. Metode ini merupakan bentuk terjemahan paling bebas, biasanya
digunakan untuk menerjemahkan teks drama, puisi.

Penerjemahan bebas merupakan metode penerjemahan yang tidak terikat struktur dan
ketentuan tertentu. Metode ini hanya menekankan pada pengalihan isi pesan.

Penerjemahan idiomatik. Metode penerjemahan yang menghasilkan kembali pesan bahasa


sumber dan menghasilkan makna dengan menggunakan kosakata dan idiom yang tidak terdapat
dalam bahasa sumber.

Penerjemahan komunikatif. Metode penerjemahan ini bertujuan menyampaikan makna


kontekstual pesan dalam bahasa sumber dengan cara sedemikian rupa sehingga isi diterima dan
dipahami oleh pembaca.

Menurut Newmark, metode penerjemahan semantis, idiomatis dan komunikatif yang


hasilnya dapat disebut penerjemahan. Tujuan menggunakan metode tersebut dalam penerjemahan
adalah untuk memperoleh hasil yang sepadan bagi pembaca atau pendengar bahasa sumber dan
bahasa sasaran.

15 – 5
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Dalam penerjemahan semantis, penerjemah sangat menekankan pada penggunaan istilah,


kata kunci, ataupun ungkapan yang harus dihadirkan dalam terjemahannya. Penerjemahan
idiomatis mengupayakan padanan istilah, ungkapan dan idiom dari apa yang tersedia dalam bahasa
sasaran. Sedangkan penerjemahan komunikatif dilakukan apabila dalam penerjemahan yang
dipentingkan pesannya, tanpa harus menerjemahkan secara bebas. 10

Sebagaimana telah disinggung di atas, seorang penerjemah harus mampu menerapkan


metode penerjemahan sebagai suatu strategi dalam mengatasi kendala dalam penerjemahan.
Pemilihan metode yang tepat pada akhirnya akan menghasilkan terjemahan yang baik.

2.3 Hakikat Leksikal dan Idiom

Leksikal merupakan bentuk adjektiva dari kata leksikon. Secara umum, leksikon
merupakan kumpulan leksem dari suatu bahasa, dengan demikian leksikon dapat disepadankan
dengan kosakata.

Kata sebagai salah satu unsur leksikal, mengungkapkan sebuah gagasan atau sebagai alat
penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain.

Menurut Abdul Chaer, idiom adalah satuan bahasa yang dapat berupa kata, frasa maupun
kalimat yang maknanya tidak dapat “ditarik dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam
bahasa tertentu, atau tidak dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang
membentuknya”.11 Dengan kata lain, idiom adalah rangkaian kata yang mengandung satu
pengertian sendiri.

Idiom tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa asing, karena idiom
merupakan persoalan pemakaian bahasa oleh penutur bahasa aslinya, sebagai contoh idiom dalam
bahasa Indonesia ‘meja hijau’ tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi green
table.

Dalam proses penerjemahan idiom, seorang penerjemah juga dituntut untuk mengenal dan
memahami bentuk. Terdapat dua bentuk idiom, yaitu:
1. Idiom penuh yaitu maknanya sama sekali tidak dapat diartikan berdasarkan unsur
leksikalnya (kata).
10
Newmark, loc.cit,hlm. 47-48
11
Abdul Chaer, Kamus Idiom Bahasa Indonesia (Ende Flores:Nusa Indah, 1984) hlm.7

151 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Contoh: ringan tangan, tinggi hati


2. Idiom sebagian yaitu maknanya masih dapat ditafsirkan dari salah satu unsur
pembentuknya. Idiom bentuk ini, salah satu unsurnya tetap memiliki makna leksikal.
Contoh: kabar burung, pusing tujuh keliling

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penerjemahan
idiom bahasa sumber ke bahasa sasaran dalam Buku Ajar Bahasa Mandarin Tingkat SMA/MA.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis, yaitu dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang penerjemahan idiom. Manfaat secara
praktis, yaitu dapat menjadi kontribusi dalam dunia pendidikan, terutama dalam pengajaran Bahasa
Mandarin agar buku ajar yang digunakan sebagai dasar penyampaian pelajaran bahasa Mandarin di
sekolah SMA dapat tersusun secara komunikatif termasuk dalam penerjemahan bahasa Mandarin
ke bahasa Indonesia.

4. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi dengan pendekatan kualitatif.

5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis data berupa idiom yang terdapat dalam sumber data, didapat
beberapa temuan permasalahan dalam penerjemahan.

Idiom dalam bahasa Mandarin 成爷 chéngyŭ biasanya terdiri atas empat kata yang masing-
masing memiliki referen yang berbeda, namun jika keempat kata tersebut dirangkai akan
melambangkan satu referen.

(01/BP /XII/78)
BSu : 大同小异 dà tóng xiăo yì
BSa : Besar sama kecil beda

15
1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

(02/BP/XII/07)
Bsu : 五光十色 wŭ guāng shí sè
Bsa : Lima cahaya sepuluh warna

(03/BP/XII//78)
Bsu : 爷天爷地 tán tiān shuō dì
Bsa : Bicara langit bicara bumi

Idiom pada data 1, 2, dan 3 jika diterjemahkan dengan menggunakan metode penerjemahan
harfiah, secara gramatika akan menghasilkan sebuah terjemahan yang berterima. Namun secara
leksikal hasil terjemahan ketiga idiom tersebut masih kurang terdengar alamiah. Untuk
menghasilkan sebuah terjemahan yang benar-benar berterima, cara terbaik untuk menerjemahkan
idiom 1, 2 dan 3 adalah dengan metode penerjemahan semantis, yang menekankan pada
penggunaan istilah, kata kunci dan ungkapan yang dihadirkan dalam terjemahan. Penerjemahan
dengan metode semantis akan menghasilkan padanan fungsional, yaitu padanan yang dapat
dipahami dengan mudah. Dengan demikian pemadanan fungsional pada data 1,2, dan 3 akan
menghasilkan terjemahan sebagai berikut :
1: Tidak berbeda jauh; berbeda tipis
2: Beraneka warna; beraneka ragam
3: Membicarakan topik apapun

(04/BP/XI/21)
Bsu : 胸有成竹 xiōng yŏu chéng zhú
Bsa : Di dada sudah ada bambu

(05/BP/X/59)
Bsa : 爷爷起舞 wén jī qĭ wŭ
Bsu : Terbangun dini hari saat mendengar ayam berkokok

(06/BP/XII/114)
Bsu : 爷翁失爷 sài wēng shī mă
Bsa : Kakek tua yang kehilangan kuda di suatu tempat yang strategis

Idiom pada data 4, 5, dan 6 jika diterjemahkan secara bebas, akan menghasilkan
terjemahan yang tidak berterima. Hasil terjemahan idiom 4, 5, dan 6 makna bahasa sumber berubah

151 –- 18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

bahkan cenderung seperti tidak bermakna dan hanya sedikit memiliki nilai komunikasi. Karena
bagian leksikalnya juga diterjemahkan secara harfiah, maka hasilnyapun tidak terdengar alami.
Untuk memecahkan masalah penerjemahan ketiga idiom tersebut dapat terlebih dahulu dengan
menggunakan metode penerjemahan idiomatik, namun dalam bahasa Indonesia tidak ditemui
padanan yang juga merupakan ungkapan atau idiom. Dengan demikian, cara terbaik untuk
menerjemahkan idiom pada data 4, 5, dan 6 adalah dengan menggunakan metode penerjemahan
komunikatif, yang bertujuan menyampaikan makna kontekstual bahasa sumber dengan cara
sedemikian rupa sehingga isi pesan dapat diterima dan dipahami oleh pembaca.

Dengan menggunakan metode penerjemahan komunikatif, akan menghasilkan terjemahan


Bsa sebagai berikut:
4: memiliki rencana yang sudah dipikirkan secara matang
5: orang yang rajin dan tekun berlatih
6: sesuatu yang tidak pasti; kemalangan dapat berubah menjadi keberuntungan dan sebaliknya.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam proses penerjemahan idiom, pertama kali yang harus diperhatikan adalah konteks
kalimatnya apakah mengandung ungkapan atau idiomatik. Jika kalimat tersebut mengandung
ungkapan, maka yang harus dilakukan adalah berusaha menggunakan metode penerjemahan
idiomatik, yaitu berusaha mencari padanan yang tepat berupa ungkapan dalam teks sasaran.

jika tidak ditemui padanan yang tepat, maka selanjutnya dapat menggunakan metode
penerjemahan semantik atau metode penerjemahan komunikatif , sehingga pesan atau makna yang
dimaksud dalam teks sumber akan sampai dan dapat diterima oleh pembaca teks sasaran.

DAFTAR PUSTAKA

Catford,J.C. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press, 1965


Chaer, Abdul. Kamus Idiom Bahasa Indonesia .Ende Flores:Nusa Indah, 1984
Chen Ronglan. Bahasa Tionghoa 爷爷 Buku Teks SMA/MA kelas X . China, Beijing: Jiaoyu
Kexue Chubanshe, 2007
Chen Ronglan. Bahasa Tionghoa 爷爷 Buku Teks SMA/MA kelas XI . China, Beijing: Jiaoyu
Kexue Chubanshe, 2007
Chen Ronglan. Bahasa Tionghoa 爷爷 Buku Teks SMA/MA kelas XII . China, Beijing: Jiaoyu

15
1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Kexue Chubanshe, 2007


Hatim, Basil. and Jeremy Munday. Translation An Advanced Resource Book.
London and New York: Routledge Taylor and Francis Group, 2004.
Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya, 2006.
Kamus Praktis Indonesia-Tionghoa Tionghoa-Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat,
2001
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:PT.Gramedia
Pustaka Utama, 2008
Larson, Mildred. Meaning Based Translation. Lanham:University Pres of America,1984
Li, Charles N dan Sandra A.Thompson, Mandarin Chinese A Functional Reference
Grammar. Berkeley,Los Angeles,London:University of California Press.1981
Machali, Rochayah Pedoman bagi Penerjemah;Panduan Lengkap Bagi anda Yang Ingin
Menjadi Penerjemah Profesional Bandung:PT Mizan Pustaka,2009.
Nababan, Rudolf. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009.
Nida, E.A dan Charles Taber, The Theory and Practice of Translation. Boston:E.J.Brill,
1982
Newmark, Peter. A Textbook of Translation. United Kingdom: Prentice Hall
International, 1988.
Simatupang, Maurits D.S. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 1999/2000.
Venuti, Lawrence. The Translator’s Invisibility A History of Translation. London and New
York: Routledge,1995
Wang Liti. Zhongguo Chengyu Dacidian. Shanghai: Shanghai Cishu Chubanshe, 1992

151–- 10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

儿化 érhuà: SUATU TELAAH MORFOFONEMIK


DALAM BAHASA MANDARIN
Yulie Neila Chandra
ync_phoenix@yahoo.com
Sastra Cina - Fakultas Sastra

ABSTRACT

Erhua (儿化), can be called as erhuayun(儿化韵), is one of morphophonemic phenomenon in


Mandarin, typical of the pronunciation of standard Chinese (putonghua) and some other Chinese dialect,
such as Peking dialect (north dialects). Many Mandarin language learners (especially students in Chinese
Department Darma Persada University) cannot comprehend the suffixation of morphemes –r, even though
the pronunciation and the meaning of erhua as a morphophonemics. The retroflex ending –r must not be
pronounced separately, causes the preceding phoneme to be retroflexed. The research of morphophonemic
erhua is also related to the functions or the meaning of the retroflex ending –r. Therefore, the analysis of the
phonological factors which affect the appearance of morphemes, or correspondingly, the gramatical factors
which affect the appearance of phonemes. Thus, through the deductive method and distributional analysis,
the analysis of morphophonemic erhua indicate the rules for pronunciation changes due to compatibility or
incompatibility finals of morphemes with retroflexion; incompatibility causes some alteration, for example
nasal endings are incompatible with erhua, therefore they must be eliminated. In addition to the analysis of
erhua, particularly function to express informal situation, affection, happiness, smallness, and also to form
nouns.

Key words: morphophonemic, morpheme, phoneme, retroflex ending, final.

1. PENDAHULUAN

Penggunaan ejaan 爷爷拼音 Hanyu pinyin sebagai standar fonetik Bahasa Mandarin
memengaruhi sistem fonem Bahasa Mandarin. Lazimnya, sebuah morfem dibentuk oleh beberapa
fonem. Namun, di dalam Bahasa Mandarin terdapat morfem yang hanya terdiri atas satu fonem,
khususnya fonem vokal, seperti fonem vokal laminal a pada morfem 阿 a, dan fonem vokal
retrofleks er [ɚ] pada morfem儿 er. Keadaan itu disebabkan oleh sistem tulisan Bahasa Mandarin
yang disebut aksara silabis atau aksara morfemis. Karena itu, setiap aksara mewakili sebuah silabis
atau dapat pula mewakili sebuah morfem dan kata.

Dalam Bahasa Mandarin Putonghua, dialek Beijing dijadikan standar bunyi Bahasa
Mandarin. Salah satu ciri Bahasa Mandarin Putonghua adalah banyaknya penggunaan 儿er di
dalam kosakatanya, terutama dalam ragam lisan. 儿er dalam kedudukannya sebagai sebuah fonem,
termasuk fonem vokal retrofleks. Vokal retrofleks ialah vokal yang dihasilkan dengan cara
melekukkan lidah tepat di tengah atau pusat rongga mulut. Sementara itu, di dalam kedudukannya
sebagai morfem, er memiliki makna leksikal ‘anak lelaki’; dan makna gramatikal sebagai ‘sufiks’

16
2 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

yang berfungsi sebagai pembentuk nomina. Er yang berfungsi sebagai sufiks disebut 儿化 erhua
atau 儿化韵erhuayun, yakni penambahan akhiran “-r” pada nomina, dan kadang-kadang verba,
yang menyebabkan adanya retrofleksi vokal di depannya. Karena itu, di dalam penulisan ejaan
Hanyu pinyin, 儿er yang berfungsi sebagai sufiks suatu morfem hanya ditulis “r”, tanpa e [ə];
sedangkan dalam International Phonetic Alphabet (IPA) ‘Alfabet Fonetik Internasional’ dapat
ditulis [ɚ] atau [r]. Contoh: 小孩儿 xiao hair, 孩hai + 儿er dalam penulisan Hanyu pinyin menjadi
hair. Dalam pengucapannya, fonem /i/ dilesapkan sehingga menjadi [xaɚ].

Keadaan di atas menunjukkan adanya gejala morfofonemik di dalam Bahasa Mandarin.


Pada umumnya, proses morfofonemik terjadi untuk mempermudah dan memperlancar ucapan.
Akan tetapi, di dalam Bahasa Mandarin proses tersebut tidak semata-mata untuk mempermudah
dan memperlancar ucapan, tetapi juga berkelindan dengan proses infleksi dan derivasi.
Berdasarkan hal itu, penulis ini tertarik untuk menelaah gejala tersebut. Disamping itu, gejala
morfofonemik erhua tersebut belum sepenuhnya dapat dipahami oleh pemelajaran Bahasa
Mandarin, khususnya mahasiswa pada Program Studi Sastra Cina Universitas Darma Persada.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut M. Ramlan (1967/1980), morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem


yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain. Sejalan dengannya, Anton M.
Moeliono, Hans Lapoliwa, Hasan Alwi, dan Soenjono Dardjowidjojo (1988) mengemukakan
bahwa proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem
yang mendahuluinya dinamakan proses morfofonemik. Dalam Bahasa Indonesia, proses
morfofonemik antara lain dapat dilihat dari proses pengimbuhan prefiks {ber-}, {men-}, dan {per-
}. Contoh: {ber-} + {ajar}, menjadi belajar; {men-} + {pukul}, menjadi memukul ; dan {per-} +
{kerja}, menjadi pekerja. Dari contoh di atas, tampak bahwa dalam proses morfofonemik Bahasa
Indonesia dapat terjadi perubahan, penambahan, atau pelesapan fonem.

Sementara itu, dalam Bahasa Inggris morfofonemik antara lain dapat dilihat pada afiksasi
morfem prefiks {in-}, dan sufiks {-ity}, contoh: {in-} + {possible} ‘mungkin’, menjadi impossible
‘takmungkin’; dan {divine} ‘bersifat ketuhanan; hebat; meramalkan’ + {-ity}, menjadi divinity
‘ketuhanan’.

Zhao Yuanren (1968/1985) dalam bukunya yang berjudul A Grammar of Spoken Chinese,
mengemukakan bahwa salah satu morfofonemik Bahasa Mandarin adalah afiksasi retrofleks er.

161–- 21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Kajiannya tidak menggunakan ejaan standar Bahasa Mandarin, yakni Hanyu Pinyin. Karena itu,
kajiannya kurang dapat dipahami sehingga menyulitkan untuk diikuti. Namun, yang membuat
kajian Zhao Yuanren menarik adalah ia mengungkapkan bahwa morfofonemik mengakibatkan
perubahan pada final dari morfem yang diikuti oleh sufiks er. Prinsip dasar perubahan tersebut
mengikuti kesesuaian artikulasi final morfem secara simultan.

Penelitian mengenai morfofonemik Bahasa Mandarin juga telah dilakukan oleh seorang
ahli Bahasa Mandarin dari Universitas Cambridge, bernama Paul Kratochvil (1968: 82-88) dalam
bukunya yang berjudul The Chinese Language Today: Features of an Emerging Standard.
Telaahnya tidak secara spesifik menguraikan erhua. Ia mengungkapkan bahwa keberadaan sufiks
儿er yang melekat di akhir sebuah morfem dapat mengubah bangun morfem tersebut, dan juga
maknanya.

Lü Shuxiang (1996/2010: 191-192) dalam bukunya yang berjudul 爷代爷爷八百爷


mengemukakan bahwa 儿 er merupakan 后爷 sufiks, yang diletakkan di belakang nominal atau
unsur lain sehingga membentuk 名爷 nomina. 儿er diucapkan menjadi satu dengan unsur (morfem
atau kata) di depannya. Er tersebut dinamakan 儿化 erhua. 儿化 Erhua merupakan salah satu ciri
khas dialek Beijing yang digunakan sebagai standar dalam ragam lisan. Karena itu, dalam ragam
tulis umumnya tidak dituliskan.

Struktur dan makna 儿 er sebagai sufiks:


1. Terletak di belakang nomina sehingga menunjukkan sesuatu yang kecil. Contoh: 穗儿 suir
‘butir-butir padi/gandum’, 爷儿 yur ‘ikan’,dan lain-lain.
2. Terletak di belakang nomina, tetapi tidak menunjukkan sesuatu yang kecil. Contoh: 核儿 her
‘nuklir’, 爷爷儿 wentir ‘masalah’,dan lain-lain.
3. Terletak di belakang nomina, yang mengakibatkan perubahan makna dari nomina tersebut.
Contoh: 皮儿 pir ‘benda yang berbentuk irisan tipis seperti kulit’,腿儿 tuir ‘benda yang
bagian bawahnya digunakan seperti tungkai’, dan lain-lain.
4. Terletak di antara dua buah nomina, yang menimbulkan makna baru. Contoh: 猫儿眼 maoryan
‘batu mulia’,片儿爷 pianrtang ‘sejenis makanan’,dan lain-lain.
5. Terletak di belakang kata penggolong, yang mengakibatkan perubahan kelas kata, yakni
nomina. Contoh: 个儿 ger,片儿 pianr,把儿 bar,dan sebagainya.

161 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

6. Terletak di belakang adjektiva, yang mengakibatkan perubahan kelas kata, yakni nomina.
Contoh: 空儿 kongr ‘kosong/waktu luang’, dan lain-lain.
7. Terletak di belakang verba, yang mengakibatkan perubahan kelas kata, yakni nomina. Contoh:
盖儿 gair ‘penutup’,爷耍儿zashua ‘pertunjukan,dan sebagainya.

Xu Shirong (1999: 133-136) mengemukakan erhua secara lebih komprehensif di dalam


bukunya yang berjudul 普通爷爷音常爷 Putonghua Yuyin Changshi. Menurutnya, di dalam
Bahasa Mandarin terdapat sejumlah kata, terutama nomina, yang diberi sufiks 儿er, dan dilafalkan
dalam satu kesatuan bunyi sehingga dapat menimbulkan perubahan bunyi.

Xu Shirong mengungkapkan 儿化erhua dari segi fonetiknya (1999: 28-29; 133). Dimulai
dengan menyatakan bahwa er termasuk salah satu vokal yang istimewa (特殊元音 teshu yuanyin)
dalam Bahasa Mandarin. Er [ɚ] atau ditulis [r] termasuk vokal retrofleks.

Sejalan dengan telaah fonetiknya, Xu Shirong juga mengungkapkan dalam telaah fonemik
sekaligus morfologi, bahwa er yang merupakan fonem retrofleks ini dilekatkan di belakang unsur
final sebuah sukukata atau morfem sehingga dapat menyebabkan perubahan pada final tersebut.
Perubahan final yang disebabkan oleh retrofleks er ini disebut 儿化韵 erhuayun. Selain
mengungkapkan berbagai perubahan tersebut, Xu Shirong juga melengkapi kajiannya dengan
memaparkan berbagai makna sufiks er, yang dikaitkan dengan kegunaan sufiks tersebut. Menurut
Xu Shirong (1990: 135-136), cara pengucapan erhuayun dapat dilihat berdasarkan kemudahan
retrofleksi dari unsur final suatu morfem atau kata sehingga membuat perbedaan tingkat perubahan
pengucapan.

3. TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses morfofonemik di dalam Bahasa Mandarin,
khususnya mengenai erhua. Tujuan lainnya adalah untuk memahami perubahan makna yang
diakibatkan oleh proses morfologis erhua tersebut, serta memahami kebertelingkahan
(ketidaksesuaian) final suatu morfem/kata dengan sufiks er. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman mengenai erhua atau erhuayun dalam proses morfofonemik, khususnya
bagi pemelajar Bahasa Mandarin di Universitas Darma Persada.

161–- 41
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

4. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian mengenai erhua ini bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode
induktif, yang dilakukan dengan tahapan, yaitu
1. Pengumpulan dan pengamatan data
Data yang digunakan adalah data lisan dan tulis. Data lisan diperoleh dari acara televisi
berbahasa Mandarin, seperti CCTV. Sementara itu, data tulis diperoleh dari kepustakaan,
yakni pelbagai buku, majalah, dan suratkabar berbahasa Mandarin. Setelah dikumpulkan, data
diklasifikasikan agar memudahkan dalam menganalisis. Selain itu, data mengenai pemahaman
儿化erhua pemelajar Bahasa Mandarin, diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada para
mahasiswa Program Studi Sastra Cina Semester I, III, dan V Universitas Darma Persada.
2. Analisis data
Pada tahap ini, data yang telah diamati/diklasifikasi mulai dianalisis. Analisis data
menggunakan metode distribusional, untuk mendapatkan kaidah-kaidah mengenai
morfofonemik erhua di dalam Bahasa Mandarin. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi
terhadap morfem yang bertemu dengan sufiks er sehingga dapat dipahami kebertelingkahan
morfem tersebut dengan erhua atau erhuayun.
3. Penyajian data
Pada tahap ini, dilakukan penyajian data, yakni berupa pemilahan, telaah, serta kaidah yang
ditemukan, serta kesimpulannya.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini diawali dengan mengamati hasil kuesioner para mahasiswa untuk mengetahui
tingkat pemahaman para mahasiswa sebagai pemelajar Bahasa Mandarin. Hasilnya menunjukkan
bahwa lebih dari separo mahasiswa semester satu tidak mengenal 儿 er sebagai 儿化atau 儿化韵.
Hampir separo mahasiswa kurang mengerti cara pengucapan erhua, begitu pula dengan perubahan
bunyi dari final yang diakibatkan oleh erhua tersebut. Kemudian, dalam hal pengetahuan mengenai
kegunaan 儿化 erhua, ditemukan banyak yang tidak mengetahui kegunaan 儿化erhua,
hubungannya dengan makna kata/morfem, termasuk perubahan makna tersebut.

儿化erhua atau 儿化韵 erhuayun di dalam data tulis hanya ditemukan sedikit. Pada
umumnya ditemukan dalam kata-kata yang sering digunakan sehari-hari. Sementara itu, dari data
lisan cukup banyak ditemukan 儿化erhua atau 儿化韵 erhuayun tersebut. Yang diperoleh dari data
tulis, umumnya juga digunakan secara lisan.

161 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Data lisan mengenai 儿化 erhua yang diperoleh dari tayangan drama serial televisi
(CCTV) kebanyakan muncul karena pengaruh dialek Beijing (dialek utara). Karena itu, erhua
tersebut tidak dituliskan di dalam teks tayangan tersebut. Namun, penggunaannya lebih
menunjukkan kedekatan, keakraban, dan ketidakformalan di antara penutur-penuturnya. Karena
itu, dalam tayangan berita yang umumnya bersifat formal tidak banyak dijumpai penggunaan
erhua.

Morfofonemik erhua (erhuayun) di dalam Bahasa Mandarin bertalian dengan keadaan final
suatu morfem. Hubungan tersebut bergantung pada ketakbertelingkahan atau kebertelingkahan
final itu (khususnya bunyi akhir) dengan sufiks er atau dapat ditulis menjadi {-r}. Keadaan
hubungan tersebut menyebabkan muncul berbagai proses, seperti proses pelesapan, penambahan,
atau perubahan.

Pertama-tama, penulis ini membahas final suatu morfem yang tidak bertelingkah dengan
sufiks 儿er. Final tersebut adalah
1. Final tunggal yang berupa fonem vokal rendah a, vokal tengah e, o, dan vokal tinggi u, tidak
bertelingkah dengan sufiks 儿er. Karena itu, tidak terjadi perubahan bunyi atau perubahan
bangun morfem/kata yang bertemu dengan sufiks 儿er tersebut. Contoh: 哪 na + 儿 er 哪儿
nar [naɚ] atau ditulis [nar] ‘mana’.
2. Final rangkap berupa diftong naik ou yang memiliki bunyi inti o dan bunyi akhir u; serta diftong
naik ao yang memiliki bunyi intinya a dan bunyi akhir o, tidak bertelingkah dengan sufiks 儿
er, maka tidak terjadi perubahan bunyi atau perubahan bangun morfemnya. Contoh : 老 lao +
儿 er 老儿laor [ laoɚ] atau ditulis [laor] ‘tua’.
3. Final rangkap berupa diftong turun ua yang memiliki bunyi inti a, diftong turun ia yang
memiliki bunyi inti a, dan diftong turun uo yang memiliki bunyi inti o; ketiga final tersebut
tidak memiliki bunyi akhir, dan tidak bertelingkah dengan sufiks 儿 er. Karena itu, keadaan
tersebut juga tidak mengalami perubahan bunyi atau perubahan bangun morfemnya. Contoh: 花
hua + 儿er 花儿 huar [xuaɚ] atau ditulis [xuar] ‘bunga’.
4. Final rangkap yang berupa triftong iao dan iou, juga takbertelingkah dengan sufiks 儿 er, maka
tidak terjadi perubahan bunyi atau perubahan bangun morfemnya. Contoh: 牛niu + 儿 er
牛儿 niur [niouɚ] atau ditulis [niour]; [niəur] ‘sapi’

161–- 61
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Keempat kondisi yang tidak bertelingkah dengan 儿化 erhua tersebut tidak mengalami
proses perubahan, baik itu proses penambahan maupun pelesapan pada morfem-morfemnya.
Karena itu, bangun morfem yang diikuti oleh sufiks 儿er sebagai 儿化erhua atau 儿化韵 erhuayun
dilafalkan utuh, hanya menambah –r di belakangnya.

Sebaliknya, final suatu morfem yang bertelingkah dengan sufiks 儿er sebagai 儿化erhua
atau 儿化韵 erhuayun, akan mengalami proses perubahan, baik penambahan maupun pelesapan.
Proses perubahan tersebut menimbulkan pola-pola yang teratur bila dilihat dari posisi final suatu
morfem. Pola-pola tersebut, yakni
1. Final tunggal yang berupa fonem vokal apikal depan –i [ ɿ ] dan belakang –i [ ʅ ] bertelingkah
dengan sufiks 儿 er, maka fonem vokal apikal tersebut dilesapkan, dan diganti oleh fonem
tengah [ə]. Contoh: 爷 zi + 儿 er 爷儿 zir [tsəɚ] atau ditulis [tsər] ‘modal’.
2. Final suatu morfem yang memiliki bunyi akhir konsonan nasal/sengau ng [ ŋ ] bertelingkah
dengan erhua. Final tersebut adalah ang, eng [əŋ], iang, uang, ong [uŋ] atau [oŋ], dan iong
[iuŋ] atau [ioŋ]. Karena itu, bunyi akhir tersebut dilesapkan, dan bunyi inti yang diduduki oleh
vokal di depan konsonan nasal itu mengalami nasalisasi sehingga dalam pengucapannya
berubah menjadi bunyi vokal nasal.
Contoh: 扛 kang + 儿er 扛儿 kangr [k’aɚ] atau ditulis [k’ar] ‘panggulan’
3. Final suatu morfem yang memiliki bunyi akhir i, yakni di dalam final yang berupa diftong
naik ai dan ei, serta yang berupa triftong uai dan uei (dalam ejaan Hanyu pinyin: ui) ,
bertelingkah dengan erhua. Karena itu, bunyi akhir i pada final tersebut dilesapkan.
Contoh: 眉 mei + 儿er 眉儿 meir [meɚ] atau ditulis [mer] ‘alis’.
4. Final suatu morfem yang memiliki bunyi akhir berupa konsonan nasal/sengau n, seperti di
dalam final an [ɑn], en [ən], ian [iɛn] atau [iæn], uan [uɑn], uen [uən], üan [yɛn], bertelingkah
dengan erhua. Karena itu, bunyi akhir n tersebut dilesapkan.
Contoh: 院 yuan + 儿er 院儿 yuanr [yaɚ] atau ditulis [yær] ‘taman’.
5. Morfem yang memiliki final berupa fonem vokal tinggi i [ i ] dan ü [ y ] bertelingkah dengan
erhua. Karena itu, terjadi proses penambahan vokal tengah e [ə] di belakangnya, tetapi
diucapkan sangat pendek dan lemah. Contoh: 米mi + 儿er 米儿 mir [mi:əɚ] atau ditulis
[mi:ər] ‘beras’.
6. Morfem yang memiliki final berupa in, un, dan ün [yn] yang memiliki bunyi inti vokal tinggi
i,u, dan ü, juga bertelingkah dengah erhua. Karena itu, bunyi akhir konsonan nasal n
dilesapkan. Selain proses pelesapan itu, juga terjadi proses penambahan vokal tengah e [ə] di

1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

belakang bunyi inti i atau ü. Vokal tersebut juga diucapkan sangat pendek dan lemah. Contoh:
棍 gun + 儿er 棍儿 gunr [ku:əɚ] atau ditulis [ku:ər] ‘tongkat’.
7. Morfem yang memiliki final berupa diftong turun ie [iɛ] dan üe [yɛ], yang memiliki bunyi inti
berupa vokal tinggi i dan ü, dan bunyi akhir berupa vokal tengah e [ɛ], bertelingkah dengan
erhua. Karena itu, bunyi akhir e [ɛ] berubah menjadi e [ə], namun diucapkan lebih panjang
dan kuat. Contoh: 爷 ye + 儿 er 爷儿 yer [i-əɚ] atau ditulis [i-ər] ‘kakek’.
8. Morfem yang memiliki final ing [iŋ] bertelingkah dengan erhua, maka bunyi akhir konsonan
nasal ng [ŋ] pada final tersebut dilesapkan, dan mendapat penambahan bunyi e [ə] yang
diucapkan sangat pendek dan lemah. Namun, bunyi vokal e tersebut mengalami proses
nasilisasi sebagai akibat pelesapan bunyi akhir pada morfem. Contoh: 明 ming + 儿 er
明儿 mingr [mi:əɚ] atau ditulis [mi:ər] ‘esok’.

Selain berfungsi untuk mempermudah dan memperlancar pengucapan, morfofonemik


erhua juga memiliki beberapa fungsi. Dari data yang penulis ini peroleh, fungsi erhua yang
dominan ada empat, yaitu
1. Untuk menunjukkan keakraban, kedekatan, keramahan, kehangatan, atau ketidakformalan di
antara penuturnya. Fungsi ini umumnya menunjukkan pengaruh dialek Beijing (dialek utara)
dari para penuturnya. Karena itu, erhua lebih sering muncul dalam ragam lisan pada suasana
santai, misalnya pada tayangan drama mengenai kehidupan sehari-hari.
2. Untuk menunjukkan suatu kesenangan atau kesayangan. Fungsi ini juga umumnya muncul
dalam ragam lisan.
3. Untuk menunjukkan suatu benda atau barang (baik bernyawa maupun tidak) berbentuk kecil.
Fungsi ini dapat muncul baik dalam ragam lisan maupun tulis.
Misalnya小孩儿 xiao hair ‘anak kecil’, 小爷儿 xiao niaor ‘burung kecil’, dan sebagainya.
4. Sebagai pembentuk nomina (nominalisasi). Misalnya 画hua ‘melukis/menggambar’ (verba)
花儿 huar ‘lukisan’ (nomina).

6. KESIMPULAN DAN SARAN

Telaah morfofonemik Bahasa Mandarin, khususnya pada erhua atau dapat juga disebut
erhuayun, sangat bergantung pada keadaan atau posisi final suatu morfem atau kata. Terlebih lagi,
bergantung pada jenis bunyi akhir di dalam final tersebut. Apabila final suatu morfem tidak
bertelingkah dengan erhua, maka tidak menimbulkan perubahan pengucapannya. Namun

161–- 71
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

sebaliknya, apabila final suatu morfem bertelingkah dengan erhua, maka akan terjadi proses
perubahan, baik pelesapan maupun penambahan fonem.
Pada umumnya erhua digunakan di dalam ragam lisan, khususnya percakapan sehari-hari.
Penggunaan di dalam ragam tulis dapat dikatakan cukup langka. Yang muncul di dalam ragam tulis
kebanyakan adalah kata-kata umum yang sering digunakan sehari-hari. Kata-kata tersebut juga
muncul di dalam ragam lisan.

Kenyataannya, masih banyak pemelajar Bahasa Mandarin yang kurang memahami erhua,
baik dari segi pelafalan maupun penggunaannya. Meskipun erhua atau erhuayun hanya merupakan
bagian yang sangat kecil dalam linguistik Bahasa Mandarin, kehadirannya menambah keunikan
Bahasa Mandarin. Karena itu, pemelajar Bahasa Mandarin dipandang perlu memahami erhua atau
erhuayun tersebut.

7. UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terlaksananya penelitian ini, penulis ini menghaturkan terima kasih kepada Rektor,
Wakil Rektor Universitas Darma Persada, Dekan, Wakil Dekan Fakultas Sastra, Ketua Jurusan dan
rekan-rekan dosen Sastra Cina Universitas Darma Persada.

Ucapan terima kasih juga secara khusus dihaturkan kepada kepala Lembaga Penelitian
Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan, serta Kepala Biro Administrasi dan Keuangan
Universitas Darma Persada, yang telah memfasilitasi, mewadahi, memotivasi, serta memberi
kesempatan kepada penulis ini sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, dan Soenjono Dardjowidjojo. 2000. Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistic Morphology. London: Edinburgh University Press.
Fang Yuqing. 1992. Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe
Guo Zhenhua. 2000. Jianming Hanyu Yufa. Beijing: Sinolingua.
Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: Macmillan Press.
Kratochvil, Paul. 1968. The Chinese Language Today: Features of an Emerging Standard.
London: Hutchinson University.
Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

161 –- 18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Li Zhenlin. 1957. Fayin Jichu Zhishi. Shanghai: Xin Zhishi Chubanshe.


Lü Shuxiang. 2010. Xiandai Hanyu Babai Ci. Beijing: Shangwu Yinshuguan.
Ramlan, M. 1980. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: UP. Karyono.
Xu Shirong. 1999. Putonghua yuyin Changshi. Beijing: Yuwen Chubanshe.
Zhang Wu. 2000. Jianming Xiandai Hanyu. Beijing: Zhongyang Guangbo Dianshi Daxue
Chubanshe.
Zhao Yuanren. 1968. A Grammar of Spoken Chinese. Berkeley: University California
Press.

16 – 9
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

UNJUK KERJA MESIN PENGERING SURYA HYBRID ICDC


TIPE RESIRKULASI
Kamaruddin A, Aep Saepul Uyun, Yefri Chan. dan Yendi Esye
Departemen Teknik Mesin/Laboratorium Teknik Konversi Energi Surya
/Program Studi Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada
kamaruddin@pasca.unsada.ac.id

ABSTRAK

Protoipe mesin pengering surya hybrid ICDC tipe resirkulasi dengan ukuran panjang 3m, lebar 3
m dan tinggi 3m telah berhasil dirancang dan di fabrikasikan. Mesin ini terdiri atas beberapa komponen
utama yaitu, ruang pengering yang juga berfungsi sebagai pengumpul panas tenaga surya, konveyor
pneumatic, distributor, vortex, hopper dan pemanas tambahan. Konveyor pneumatikselain berfungsi sebagai
alat angkut dengan menggunakan kipas sentrifugal juga berfungsi sebagai tempat proses pengeringan yang
berlangsung secara turbulen. Keunggulan dari sistempengering yang sedang diteliti ini terletak pada bentuk
dan konfigurasi rancangan yang memungkinkan terjadinya, proses pengeringan serentak pada tiga komponen
mesin yaitu selain dalam konveyor, juga terjadi pada ruang pengering utama, dan pada ruang di atas hopper
dan terjadinya proses tempering pada setiap siklus pengeringan. Hasil unjuk kerja untuk mengeringkan gabah
menghasilkan kesimpulan dimana dengan beban 200 kg dengan kadar air awal 26%bb menjadi 14% bb
memerlukan lama pengeringan 10.22 jam, dengan laju rata-rata pengeringan sebesar 1.17%/jam pada suhu
pengeringan dikonveyor antara 40 -60oC dan suhu ruang pengering antara 30.3-41.8 oC. Hasil pengeringan
menunjukkan kualitas hasil yang cukup baik dimana butir gabah yang retak hanya 2%. Daya kipas konveyor
penumatik selama pengeringan relatip konstan pada 500 W dengan konsumsi listrik 5.11 kWh , dimana
energy spesifik proses pengeringan terhitung 0.172 kWh/kg air yang diuapkan atau setara dengan 0,695
MJ/kg air yang diuapkan. Mesin pengering ini dapat di terapkan di daerah penghasil beras, seperti Jawa,
Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan di DME (Desa Mandiri Energi)/E3i yang mempunyai PLTMH atau di
pembangkit energy panas bumi, dan untuk meningkatkan keuntungan ekonominya perlu digabung dengan
mesin penampi (winnower) dan penggiling padi dalam bentuk Unit Pengolahan Skala Kecil (UPSK)

Kata kunci: pengering surya hibrid, tipe resirkulasi, konveyor pneumatik, unjuk kerja, UPSK, DME/Desa E3i.

1. PENDAHULUAN

Dalam Buku Putih Kementrian Negara Riset dan Teknologi tahun 2006 telah dirumuskan
peta jalan (road map) energi surya termal, dimana mulai pada tahun 2011 sudah dapat dihasilkan
produk seperti alat pengering dengan energi surya yang mempunyai kapasitas yang sesuai untuk
kegiatan produksi masyarakat pengguna sehingga mampu menghasilkan keuntungan penggunanya.
Salah satu penerapan dari hasil penelitian surya termal ini nanatinya adalah pemanfaatannya pada
UPSK di berbagai DME, apalagi saat ini beberapa PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro) dengan kapasitas 20 -100 kW yang dibangun diberbagai DME hanya digunakan untuk
penerangan malam hari sedangkan siangnya dibiarkan mubazir. Pada masing-masing DME
umumnhya sudah tersedia pengelola unit pembangkit energi ditingkat desa. Hal ini akan sangat
menguntungkan apabila hasil penelitian ini dapat diintegrasikan dengan sistem pemanfaatan listrik

17 – 1
2-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

dari PLTMH karena telah tersedia tenaga penuh waktu (full timer ) untuk mengelola penerapan
hasil penelitian ini di lokasi DME. Program DME ini sebenarnya sejalan dengan konsep desa
E3i(Energy, Economy, Environment) yang diajukan oleh penulis tahun 2007 dalam seminar
nasional dan pelatihan pemanfaatan sumber energy terbarukan setempat. Mesin pengering dengan
tenaga surya yang di sampaikan dalam makalah ini menggunakan konveyor pneumatic karena dari
hasil penelitian sebelumnya berhasil mengangkut bahan granular seperti gabah (Hosokawa, dkk,
1980, Bala,1997, Hanafi,2006).

Makalah ini bertujuan untuk mengenalkan teknologi pengering energy surya hybrid yang
diharapkan mampumemanfaatkan listrik PLTMH yang nantinya dapat diintegarsikan dengan mesin
pengolahan lain dalam bentuk Unit Pengolahan Skala Kecil (UPSK, Kamaruddin 2007) untuk
memacu terjadinya proses industrialisasi di DME /Desa E3i

2. PENGERING SURYA ICDC HIBRID TIPE RESIRKULASI

Pada gambar 1., ditunjukkan hasil rancang bangun mesin pengering surya ICDC hibrida
tipe resirkulasi.Mesin pengering ini mempunyai ukuran panjang 3 m, lebar 3 m dan tinggi total 3 m
juga. Komponen utama terdiri atas kolektor yang juga berfungsi sebagai ruang pengering (3), bak
penampung (hopper) (5), konveyor pneumatik (8), distributor (2), vortex (1) dan tungku biomassa
(7). Bentuk rancang bangun mesin memungkinkan terjadinya proses pengeringan di tiga lokasi
dalam komponen mesin secara serentak, yang merupakan keunggulan dari mesin ini. Proses
pengeringan dan pemanasan awal dapat terjadi pada bagian atas hopper (5) karena energy surya
dan udara dapat masuk dan lewat melalui kedua sisi jendela transparan yang diberi pintu udara
masuk dan keluar berbentuk louver.Proses pengeringan berikutnya terjadi dalam konveyor
pneumatic, dimana udara panas pasokan dari tungku (7) disamping berfungsi sebagai pengangkut
bahan (carrier) juga berfungsi untuk mengeringkan bahan yang mengalir secara turbulen.
Pengeringan berikutnya terjadi dalam ruang pengering-kolektor surya (PKS) dimana bahan jatuh
bebas sambil menggelinding diatas permukaan plat besi hitam yang panas yang merupakan lantai
dari ruang pengering-kolektor surya (PKS) tadi. Disamping keunggulan terjadinya proses
pengeringan serentak dalam tiga komponen mesin, dalam hopper terjadi proses pemerataan kadar
air dalam bahan (tempering) yang juga dapat mempercepat proses pengeringan. Pilihan mode
angkutan dengan sistem konveyor pneumatik, dikarenakan sistem ini ternyata hanya memerlukan
daya yang relatip kecil persatuan laju angkutan.

1 -–12
17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 1.Tampak samping dari mesin pengering hybrid ICDC tipe re-sirkulasi

3. TEORI

Proses pengeringan yang terjadi dalam komponen mesin dapat dihitung dengan
mengasumsikan bahwa bahan yang dikeringkan berbentuk bola dan difusi uap air berlangsung
secara merata dari dalam bahan. Perubahan kadar air dalam bahan M (%bk) dengan radius r yang
mempunyai difiusivitas massa Dv, dapat dinyatakan oleh persamaan berikut. (Crank, 1975)
∂M ∂2M 2 ∂M
= Dv { 2 . + . .}........ .......... .......... .......... ... (1)
dt ∂r r ∂r

Untuk kondisi awal, pada t=0, 0<Mo<R, dan untuk kondisi batas, t>0, pada r=R, M=Me,
pemecahan pers.(1) untuk kadar air rata-rata dalam bahan adalah (Henderson dan Perry, 1979).
M − Me 6 1 1
= 2 {exp( − Dv π 2 t / R 2 ) + exp( −9 Dv π 2 t / R 2 ) + exp( − 25 Dv π 2 t / R 2 )}..... (2)
M0 − Me π 9 25

Dan bila ruas kedua, ketiga dan seterusnya diabaikan maka proses perubahan kadar air
rata-rata dalam bahan yang diasumsikan berbentuk bola menjadi
M − M0 6
= 2 exp( − Dv π 2 t / R 2 )
Me − M 0 π (3)

171 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Pers, (2) dapat disederhanakan menjadi

M − M0
= exp(−kt ) (4)
Me − M 0
Dimana

k= Dv π 2 / R 2 (5)

4. PERCOBAAN

4.1. Besaran yang diukur dan instrumentasi

Mesin pengering yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada gambar. 1 dan
telah diterangkan sebelumnya mengenai cara kerjanya. Pada saat akan memulai percobaan semua
sensor untuk mengukur suhu, RH,daya kipas, iradiasi surya, penurunan tekanan dipasang pada
masing-masing lokasi yang tepat untuk menentukan:
a) Energi pengeringan pada konveyor dan ruang pengering dengan memasang termokopel cc,
pada masing-masing pintu masuk udara pengering pintu masuk dan pintu keluar pipa
konveyor ruang pengering, yang kemudian masing-masing dihubungkan dengan termometer
dijital merek Lutron tipe TM-903A dengan skala 0,1 0C.
b) Penurunan tekanan dua-fase, dengan memasang sensor berupa pipa kecil dikedua ujung pipa
konveyor pneumatic, dan diantara belokan untuk kemudian di sambung dengan pipa plastic
transparan dan dihubungkan dengan manometer pipa U alkohol .
c) Pasokan energi dari radiasi surya menggunakan piranometer digital merek Tenmarr tipe TM-
206 skala 1 W/m2
d) RH udara luar (lingkungan) dan RH diatas hopper dengan mengukur bola basah dan bola
kering dengan alat ukur merek Lutron tipe BG-UT-02P skala 1 %
e) Daya kipas dengan menggunakan Volt dan amper meter dengan merek Lutron tipe DW-6060
dengan skala 0,1 volt dan 0,1 ampere
f) Perubahan kadar air dengan menggunakan moisture tester merek Crown tipe TA-5 dan
perubahan massa gabah sebelum dan sesudah proses pengeringan dengan timbangan analog
merek Henherr Tipe H5-K dengan skala 0,5 kg.

4.2. Prosedur percobaan

Gabah yang baru dipanen dengan kadar air awal 26%bb, didapatkan dari petani sejumlah
200 kg. Gabah kemudian sekaligus dimasukkan kedalam hopper melalui jendela transparen (4)

1 -–14
17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

yang diberi louver (celah udara masuk) yang juga berfungsi jalkan masuk sinar matahari dan udara
luar agar diatas hopper dapat terjadi pemanasan dan pengeringan awal gabah. Jendela ini terletak
pada kiri kanan, bagian samping mesin pengering (4) pada gambar 1. Tungku kemudian
dioperasikan sampai tercapai suhu udara yang dalam pipa keluar tungku berada meningkat
mencapai suhu dan RH yang sesuai untuk proses pengeringan pada kondisi gabah mengalir dalam
kondisi mengalir. Suhu dan RH dipertahankan pada kondisi mantap (steady state). Pada saat
kondisi mantap data penurunan tekanan dalam pipa konveyor, perubahan suhu udara pada pintu
masuk dan keluar masing-masing komponen mesin mulai dicatat dengan data logger, begitu juga
halnya dengan suhu dan RH udara luar, daya blowerdari bacaan amper dan voltmeter, serta iradiasi
energi surya. Setelah itu klep pipa penghubung hopper dan pipa konveyor pneumatik dibuka dan
proses pengering akan berlangsung serentak dalam konveyor pneumatik, dalam PKS, dan diatas
hopper. Sementara itu proses tempering berlangsung dalam hopper dan setelah itu bahan akan jatuh
secara gravitasi kembali kedalam konveyor pneumayik untuk menyelesaikan satu siklus
pengeringan. Sambil pencatan data suhu, RH, penurunan tekanan udara dalam konveyor penumatik
dan iradiasi energy surya, perubahan kadar air gabah diukur secara berkala setiap satu jam dengan
mengambil sampel yang jatuh dari PKS.

Percobaan tahap awal dilakukan dengan beban 200 kg gabah dengan kadar air awal 25% bb
dan percobaan kedua dengan beban 380.5 kg dengan kadar air awal 27.1%bb.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data percobaan

Gambar 3, 4, 5 dan 6 menunjukkan hasil percobaan pertama dengan beban 200kg dan
kadar air awal 26%, dengan kebutuha daya rata-rata 500W dan laju gabah 583.5kg/jam. gambar 3
adalah perubahan iradisi surya, pada 4 jam 30 menit pertama dari percobaan pengeringan untuk
mencapai kadar air akhir 19.6%. Pada kondisi tsb.iradiasi surya berfluktuasi anatara 50 W/m2-700
W/m2, dengan persentasi iradiasi dibawah 500 W/m2 sangat tinggi yaitu mencapai 78.3 %. Gambar.
4 ditunjukkan perubahan suhu udara yang keluar dari tungku pemanas Tstove, dan perubahan suhu
ruang diatas hopper selama proses pengeringan.Suhu keluar tungku yang paling tinggi mencapai
suhu 80 oC, tetapi kemudian menurun selama pengeringan pada tingkat suhu antara 50oC – 60oC.
Pada beberapa grafik berikut data percobaan sengaja disambung untuk dapat dengan mudah
mengikuti kecenderungan perubahan dan bukan hasil pengukuran yang kontinyu.Terlihat pada

171–- 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

gambar. 3 kondisi cuaca saat percobaan pengeringan berada dalm kondisi mendung dan
berfluktuasi sehingga masukan energi matahari berkurang. Walaupun demikian suhu udara
pengeringan dapat dipertahankan tetap tinggi dengan dioperasikannya tungku biomassa.

Gambar 3. Perubahan iradiasi surya selama percobaan pengeringan 4 jam 30 menit pertama dengan
kadar air awal 26%bb.

Hal ini terlihat lebih jelas lagi pada gambar. 5, dimana suhu udara pengeringan pada pintu
masuk dan keluar pipa konveyor dapat dipertahankan stabil pada suhu sekitar 40oC-50oC, walaupun
pada awalnya mengalami fluktuasi. Perbedaan suhu pada pintu masuk keluar bervariasi antara 4.9 –
13.4 derajat Celcius.

Gambar 4. Perubahan suhu ruang dan suhu udara dari tungku

Gambar 5. Hasil percobaan perubahan suhu udara masuk dan keluar dari pipa konveyor pneumatik.

171 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 6. Perbadingan antara hasil percobaan dan teori untuk k=1.25 (1/jam) dan Me=5.0 %bk,
waktu tempering, 36.4 detik.

Gambar 6, menunjukkan perubahan kadar air dari 26%bb menjadi 19.6% bb, yang
berlangsung antara jam 11:10 – 16:10 WIB dengan waktu istirahat jam 30 menit antara jam 13:00 -
13:30. Karena itu total waktu pengeringan efektip tahap pertama adalah 4 jam 30 menit. gambar.7
dan 8, adalah hasil percobaan ke dua dengan kadar air awal 19.5%bb dan beban 192 kg.Disini
terlihat bahwa hasil perhitungan lebih besar disbanding data percobaan.

Gambar 7. Perubahan iradiasi surya pada 4 jam dan 30 menit pertama dari percobaan kedua
dengan kadar air awal 19.5%bb, dan beban 192 kg.

Pada gambar.7, ditunjukkan perubahan iradiasi surya selama percobaan dan seperti pada
percobaan sebelumnya berada pada kondisi mendung. Iradiasi surya pada saat percobaan tahap
kedua ini berkisar diantara 50 W/m2-700 W/m2, dimana iradisasi >500 W/m2 mendominasi dengan
nisbah sebesar 78.9%.

171 –- 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 7 dan 8, adalah hasil percobaan ke dua dengan kadar air awal 19.5%bb dan beban 192 kg.
Pada Gambar.7, ditunjukkan perubahan iradiasi surya selama percobaan dan seperti pada
percobaan sebelumnya berada pada kondisi mendung. Iradiasi surya pada saat percobaan tahap
kedua ini berkisar diantara 50 W/m2-700 W/m2, dimana iradisasi >500 W/m2 mendominasi dengan
nisbah sebesar 78.9%.Dengan mengoperasikan tungku biomassa suhu udara dalam pipa keluar
tungku biomassa sudah dapat menunjukkan kondisi yang lebih stabil pada suhu sekitar 65 oC,
walaupun masih berfluktuasi, bervariasi, begitu juga dengan suhu ruang diatas hopper berada pada
tingkat suhu yang relatip konstan pada kisaran 40 oC -50 oC.

Gambar. 8, menunjukkan perubahan suhu pada pintu masuk dan keluar dari pipa konveyor
yang bervariasi sekitar antara 51.1 – 53.8 oC pada pintu masuk dan antara 41.1 - 45.3 oC pada pintu
keluar dengan perbedaan keduanya berkisar antara 6.2 – 10.3 derajat Celcius. Gambar 9
menunjukkan perubahankebutuhan daya angkut konveyor pneumatik selama percobaan ke-2 hari
pertama. Besarnya daya relatip konstan sebesar 500 W dan total konsumsi energi listrik selama 2
hari percobaan adalah 5.75 Wh.

Gambar 8. Perubahan suhu udara masuk dan keluar dari pipa konveyor pneumatik.
.

Gambar 9. Perbandingan antara data dan teori pada pengeringan tahap kedua. Disini nilai k, Me
dan waktu tempering sama dengan pada Gambar.6.

17 – 8
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar. 9 berikut menunjukkan perubahan kadar air dari kondisi awal 19.5% bb menjadi
14% basis basah serta perbandingannya dengan hasil perhitungan, dengan total lama pengeringan 7
jam. Dari jumlah siklus resirkulasi sebesar 20 siklus dapat dihitung lama pengeringan yaitu 20
(siklus) x 0.347 (jam/siklus) = 6.94 jam, sesuai dengan pengamatan. Dengan demikian total lama
pengeringan untuk 200 kg gabah (k.a.26%bb) menjadi 11 jam 30 menit. Umumnya para petani
memerlukan lebih dari satu hari untuk mendapatkan kadar air 14% bb. Selain itu petani
memerlukan hamparan luas untuk menjemur beban dengan massa yang sama.

Gambar 10. Perbandingan antara hasil perhitungan dan data pada beban 380.5kg, k.a. awal
27.2%bb. Disini nilai k=1.0 )1/jam) Me=6%bk dan waktu tempering 0.095 jam

Gambar 10 menunjukkan perbandingan antara data dan teori dimana disini teori sudah
lebih mendekati data hasil percobaan. Nilai,k data difusivitas massa pada kondisi pengeringan
dengan bahan mengalir cenderung lebih besar dibanding data pada pengeringan stasioner seperti
data Bala (1997) dikarenakan pada sistem resirkulasi perpindahan massa dan kalor berlangsung
secara lebih intens.

5.2. Energi spesifik

Energi spesifik adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk proses penguapan air dari
bahan yang dikeringkan. Dari hasil percobaan dapat dihitung nilai energi spesifik berdasarkan
energi listrik yang dipakai atau energi biomassa yang digunakan yang merupakan energi
“komersial”.

17
1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Untuk nilai energi spesifik berdasarkan energi listrik dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut.
( X i − X f )W
Es = Pw t D / } (6)
(1 − X f )

Dari data percobaan diketahui jumlah air yang diuapkan adalah 29.79 kg sedangkan jumlah
energi listrik yang dikonsumsi adalah 5.75 kWh sehingga nilai energi spesifik menjadi Es = 0.193
kWh/kg air yang diuapkan (setara dengan 0.695 MJ/kg air yang diuapkan) dan bila diperhitungkan
konsumsi energi tungku maka energi spesifik mesin pengering menjadi 5.806 kJ/kg air yang
diuapkan.

5.3. Kualitas hasil pengeringan

Hasil akhir pengeringan relatip merata yaitu 14%bb ± 1.36% dengan 2% gabah yang retak.
Dengan demikian dapat dianjurkan penggunaan konveyor penumatik untuk pengeringan tipe
resirkulasi.

6. KESIMPULAN

1) Pengeringan dengan beban 200 kg gabah, 26% bb., memerlukan waktu 11,22 jam untuk
mencapai kadar air akhir 14%bb dengan kebutuhan daya 500W untuk menggerakkan
konveyor pneumatik (setara dengan energy 5,75 kWh), sedangkan untuk beban 380.5 kg (k.a.
27.1%bb) lama pengeringan untuk mencapai 14% diperkirakan 8.5 jam.
2) Energi spesifik pengeringan adalah 0.193 kWh (0.695 MJ)/kg air yang diuapkan.
3) Penerapan teori difusi dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan kadar air selama
pengeringan, dimana nilai k antara 1.0-1.25 (1/jam), Me=5-6%b.

7. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,


Kementrian Pendidikan Nasional atas dana Penelitian Hibah Kompetensi,Surat Penugasan
Penelitian No:413/SP2H/PP/DP2M/VI/2010.

171–- 10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

KEPUSTAKAAN

Akira Hosokawa, et.al,. 1980. Nosan Kikai Gaku, Bunko-Do.Japan.


Bala,B.K, 1997. Drying and storage of cereals, India Book House, LTD.
Crank, J., 1975,The Mathematics of Diffusion,2nd Ed.Oxford Sceince Publications, 2n
Hanafi, 2006. Skripsi, Jurusan Teknik Pertanian, Fateta, IPB
S.M. Henderson and Perry,R.L., 1976, Agricultural Process Engineering, 3rd Edition, Wiley, New
York.
Kamaruddin, A., 2007.Teknologi Berbasis Sumber Energy Terbarukan untuk Pertanian.CREATA-
IPB.

171–- 11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

DESAIN SEPEDA KELUARGA YANG ERGONOMIS


Ade Supriatna
Teknik Industri – Fakultas Teknik

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji aspek ergonomis dari sepeda Tandem. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian adalah antropometri yang digunakan untuk menentukan ukuran sepeda yang ergonomis.
Tujuannya adalah menentukan desain sepeda tandem yang ergonomis. Penentuan desain berdasarkan pada
keluhan pengguna sepeda yang didapat dengan melakukan sampling purposive. Keluhan yang banyak terjadi
adalah pegal/nyeri pada bokong 20% dan kaki dan tangan 18%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain
sepeda ergonomis adalah dengan merubah tinggi stang dan juga mengurangi jarak dari sadel ke stang.

Pengukuran berdasarkan antropometri dihasilkan tinggi stang 114.05 cm hal ini lebih tinggi
dibanding tinggi stang awal 100.5 cm dan jarak dari stang ke sadel dari 71.5cm dikurangi menjadi 37.24cm,
hal ini membuat posisi tubuh saat bersepeda lebih tegap, sehingga beban tubuh merata dibanding desain
awal.

Kata Kunci :Ergonomi, Sepeda Tandem, Desain sepeda, antropometri.

1. PENDAHULUAN

Beberapa produk sepeda yang ada di pasaran ada juga yang telah memperhatikan aspek
kenyamanan tetapi belum memperhatikan aspek ergonominya, misalkan saja jarak antara stang
dengan jok yang terlalu jauh, jarak antara sadle dengan jok yang tidak proporsional dan lain
sebagainya, dengan kata lain disain sepeda tersebut tidak memperhatikan ukuran tubuh manusia
(antrophometri). Hal ini dapat mengakibatkan beban kerja yang tidak merata dan pada umumnya
bagian lengan, pinggang dan kaki mendapatkan beban yang paling besar.

Dengan mengkaji dalam aspek ergonomi penelitian ini menoba merancang sepeda
tandem. Pedekatan yang dilakukan adalah dengan antropometri. Untuk mendapatkan ukuran tubuh,
dilakukan pengukuran sample yang dilakukan pada 51 orang mahasiswa yang dipilih secara
purposive yang diuji dengan validitas data agar mendapatkan rancangan sepeda tandem yang
ergonomis.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Profile Responden

Survei ini dilakukan di Fakultas Teknik Industri terhadap merk sepeda X. peneliti
mengambil 51 responden. Berikut ini adalah profile responden tersebut :

18
2 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Jenis Kelamin

Berdasarkan data responden dari 51 orang, laki-laki berjumlah 29 orang atau 57%
sedangkan perempuan 22 orang atau 43%.

Tabel 1 Jumlah & Persentase jenis kelamin responden

Jenis Kelamin Jumlah %


laki 29 57
perempuan 22 43
51 100

R es ponden
P erempuan
43%
L elaki
57%

Gambar 1 Persentase jenis kelamin responden

Usia Responden

Komposisi responden berdasarkan usia, untuk usia paling tua adalah 1 orang (2%) dan
paling muda 18 tahun sebanyak 4 orang (8%), sedangkan responden terbanyak adalah yang berusia
19 tahun (37%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :

Tabel 2 Usia Responden

Jenis Kelamin Umur


Umur 18 19 20 21 22 23 24 Jumlah
laki 1 11 6 4 5 1 1 29
perempuan 3 8 8 3 22
Jumlah 4 19 14 7 5 1 1 51

18
1 -–12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Umur, 1, 2%
Umur, 1, 2%
Umur, 5, 10% Umur, 4, 8%
Umur, 7, 14%

Umur, 14, 27% Umur, 19, 37%

Gambar 2. Persentase Usia Responden

2.2 Validasi, Reliabiltas

Suatu penelitian dapat dikatakan valid apabila hasil dari butir-butir pertanyaan yang
diajukan ke responden pada kolom corrected item-total correlation menujukan hasil yang positif
dan lebih besar dari 1,677 (r hitung > r tabel). Begitu pula dengan reliabilittasnya, reliabilitas
instrumen lebih besar dari tabel (0,863>0.6 maka varaibel-variabel tersebut valid.

2.3 Keluhan

Beberapa keluhan yang kerap terjadi saat bersepeda adalah bokong, dari 51 responden 10
orang atau 19% menjawab merasa sakit pada bagian tersebut, 9 orang pegal/nyeri pada tangan dan
kaki, dan bagian lainnya yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Hal ini dapat disebabkan karena
stang yang terlalu pendek hingga posisi tubuh akan membungkuk saat bersepeda.

Tabel 3 Keluhan saat bersepeda

KELUHAN PADA Tangan Punggung Leher Lengan Bokong Paha Kaki


JUMLAH RESP. 9 8 2 6 10 7 9 51

Kaki, 18% Tangan, 18%

Paha, 14%
Punggung ,
16%

Leher, 4%
Bokong, 20% Lengan, 12%

Gambar 3 Persentase keluhan pada anggota badan

18
1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

2.4 Dimensi Ukuran Tubuh

Berikut ini adalah desain sepeda tandem yang ergonomis dimana terdapat perubahan
beberapa bagian dari desain sebelumnya. Perubahan ini yaitu pada bagian :

42 cm
37.24 cm

11.22 cm 107 cm
39.42 cm
7.30 cm
65 cm 161
9.79 cm cm
15 cm
35 cm
45.96 cm
44.11 114.05
cm

80.58 cm

45.44 cm
9.75cm

Gambar 4 Dimensi Desain Sepeda

Tabel 4 Hasil Ukuran Antropometri Sepeda


Dimensi Desain Dimensi Nyata
No. Dimensi Sepeda
Ergonomis (cm) (cm)
1 Tinggi Sadel 80.58 87,5
2 Lebar Sadel 39.42 20
3 Tinggi Pedal 44.11 54
4 Jarak dari Sadel ke Pedal 45.44 54.5
5 Lebar pedal 9.79 9.5
6 Panjang Stang 45.96 49
7 lebar stang 11.22 11
8 Diameter stang 7.30 11
9 Tinggi stang 114.05 100.5
10 Jarak dari Sadel ke stang 37.24 71.5

3. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan pada pengendara sepeda
saat mengendarai sepeda lipat yaitu posisi tinggi stang, posisi sadel, jarak antara sadel dan
stang, serta Pedal.

181 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

b. Perbedaan yang cukup signifikan adalah pada tinggi stang menjadi 114.05 cm dari 100.5 cm
dan jarak dari stang ke ke sadel dari 71.5cm dikurangi menjadi 71.5cm, hal ini membuat posisi
tubuh saat bersepeda lebih tegap, sehingga beban tubuh merata dibanding desain awal.

4. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada Universitas Darma Persada atas peran aktif berupa
dukungan materi maupun moril guna selesainya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Averill, 2007, Simulation Modeling & Analyssis, Edisi Empat, LAW


Muslim, Erlinda, 2009, Analisis Ergonomi Sepeda Lipat Terhadap Pengendara Pria Dengan
Posture E valuation Index Dalam Virtual Environment M odeling, Prosiding Seminar Nasional
TIMP IV , ITS, Surabaya
Nurmianto, Eko, , 2003, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Pertama,
Guna Widya, Surabaya.
Sutalaksana., 2006, Teknik Tata Cara Kerja, Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi
Bandung, Guna Widaya, Surabaya,.
Wigjosoebroto, Sritomo, 2003, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja, Edisi Pertama, PT. Gunawidya.

181–- 51
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

IMPLEMENTASI DATAMINING UNTUK MENDAPATKAN POLA


PENGUNDURAN DIRI MAHASISWA STUDI KASUS
MAHASISWA TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Suzuki Syofian, Wahyudi
Teknik Informatika - Fakultas Teknik
suzukiunsada@gmail.com , ude.hirosue@gmail.com

ABSTRAK

Program studi teknik informatika merupakan program studi yang baru berdiri di fakultas teknik.
Animo masyarakat cukup besar terhadap program studi ini, terbukti dari laporan bagian panitia pendaftaran
mahasiswa baru (PPMB). Minat calon mahasiswa urutan kedua setelah program studi sastra jepang yang ada
di Universitas Darma Persada.

Tahun akademik berjalan, ada kecenderungan mahasiswa tersebut mengundurkan diri tidak
melakukan registrasi ulang. Hal ini ada dua kemungkinan pertama mahasiswa tersebut cuti dan yang kedua
mahasiswa tidak melanjutkan kuliah.

Penelitian ini membahas mahasiswa yang tidak melanjutkan kuliah dengan kata lain mengundurkan
diri. Pola undur diri ini hampir terjadi tiap semester. Namun sangat di sayangkan mahasiswa yang mungkin
berpotensi tidak mampu dipertahankan untuk belajar di program studi teknik informatika.

Tujuan dari penelitian ini mengimplementasikan algoritma apriori untuk mendapatkan pola
pengunduran diri mahasiswa. Sebagai parameter tambahan yang dijadikan isian data kuesioner yaitu dari
variable-variabel salah mengambil jurusan, biaya, lokasi, dosen, hubungan antar mahasiswa dan sarana
perkuliahan yang dijadikan sebagai tolok ukur dari penyebaran informasi yang diolah. Hasil yang diharapkan
dalam penelitian ini adanya aplikasi datamining yang dapat menampilkan informasi pola pengunduran diri
mahasiswa teknik informatika.

Keywords : Datamining, Algoritma Apriori, registrasi, undur diri

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Awal berdiri program studi teknik informatika yang disingkat TIF di Universitas Darma
Persada mendapat animo yang baik dari masyarakat. Tahun 2002 penerimaan mahasiswa baru
sebanyak 49 orang. Sudah delapan tahun teknik informatika berdiri, tentunya berharap program
studi ini lebih maju hendaknya. Sampai saat ini prodi ini masih di minati oleh masyarakat, terbukti
tahun 2009 penerimaan mahasiswa baru sebanyak 110 orang.

Kalau dihitung sejak awal berdiri hingga sampai saat ini tahun 2010, jumlah mahasiswa
teknik informatika sebanyak 500 orang belum dikurangi dengan mahasiswa yang sudah lulus.
Namun dalam proses belajar mengajar mahasiswa yang aktif hanya mencapai 250 orang. Kurang

2 -–11
19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

lebih 50 % mahasiswa yang telah mendaftar bahkan sudah mengikuti perkuliahan di program studi
TIF ini mengundurkan diri tanpa diketahui penyebabnya.

Melihat referensi bagaimana suatu prodi berhasil dalam mengolah mahasiswa tentunya
rasio mahasiswa yang mendaftar dengan yang lulus minimal 5 berbanding 1, artinya mahasiswa
yang masuk 5 orang dan yang lulus hendaknya 1 orang.

Kontradiksi dengan ketentuan yang di atas. Dalam program studi tif mahasiswa yang tidak
registrasi kurang lebih 50%, bukan mahasiswa yang lulus. Untuk itu perlu dilakukan suatu
penelitian, bagaimana mendapatkan informasi dari masalah yang dihadapi oleh program studi TIF,
sehingga diharapkan dengan penemuan pola atau kecenderungan dari 50% data yang
mengundurkan diri dapat didefinisikan dengan jelas bagaimana bentuk informasi dari data
mahasiswa yang tidak melakukan registrasi ulang alias yang mengundurkan diri tersebut.

Salah satu cara untuk melakukan analisis kemungkinan pengunduran diri seorang
mahasiswa adalah dengan melakukan analisis asosiasi yang dikenal sebagai salah satu metode data
mining yang menjadi dasar dari berbagai metode data mining lainnya. Aturan asosiasi memberikan
informasi dalam bentuk hubungan if-then atau jika-maka. Aturan ini dihitung dari data yang
sifatnya probabilistik. [5]

1.2 Perumusan Masalah


• Bagaimana mendapatkan pola pengunduran diri mahasiswa?
• Parameter apakah yang digunakan untuk menentukan pola pengunduran diri?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini mengimplementasikan algoritma apriori untuk mendapatkan pola
pengunduran diri mahasiswa. Sebagai parameter tambahan yang dijadikan isian data kuesioner
yaitu dari variable-variabel salah mengambil jurusan, biaya, lokasi, dosen, biaya, hubungan antar
mahasiswa dan sarana perkuliahan yang dijadikan sebagai tolok ukur dari penyebaran informasi
yang diolah. Hasil dari penelitian ini berupa aplikasi datamining untuk mengetahui pola
pengunduran diri mahasiswa teknik informatika unsada.

1.4. Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data sebagai berikut:

191 –- 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

1. Metode wawancara : Melakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan langsung dengan
permasalahan yang dibahas. Metode ini dilakukan dengan panduan daftar pertanyaan yang
telah disiapkan.
2. Studi pustaka : Studi pustaka sumber yang dapat dijadikan sebagai rujukan data dan
literature.
3. Browsing internet : Browsing rujukan bersumber dari internet

2. TINJAUAN PUSTAKA

Datamining merupakan analisis dari peninjauan kumpulan data untuk menemukan


hubungan yang tidak diduga dan meringkas data dengan cara yang berbeda sebelumnya, yang dapat
dipahami dan bermanfaat bagi pemilik data.[2]

Hubungan atau pola yang dicari dalam datamining dapat berupa pola antara dua atau lebih
dalam satu dimensi. Sebagai contoh dalam dimensi produk kita dapat melihat keterkaitan
pembelian suatu produk dengan produk yang lain. Selain itu, hubungan dapat dilihat antara dua
atau lebih atribut dan dua atau lebih objek [3].

Datamining disebut juga knowledge discovery in database (KDD) adalah kegiatan yang
meliputi pengumpulan, pemakaian data historis untuk menemukan keteraturan, pola atau hubungan
dalam set data berukuran besar. Keluaran datamining dapat digunakan untuk memperbaiki
pengambilan keputusan di masa depan. [5]

Pengelompokan datamining berdasarkan tugas yang dapat dilakukan antara lain: deskripsi,
estimasi, prediksi, klasifikasi, pengklusteran, dan asosiasi [2].

Algoritma untuk menemukan frequent itemset yang menjadi dasar pembacaan data dalam
database adalah sebagai berikut: [4]
foreach item,
ckheck if it is afrequent itemset
k=1
repeat
foreach new frequent itemset Ik with k items
Generate all itemset I k+1 with k +1 items, Ik I k+1
Scan all transaction once and check if

19
1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

The generated k+1 itemset are frequent


k = k+1
until no new frequent itemsets are identified

Algoritma ini membagi beberapa tahap yang disebut iterasi. Tiap iterasi menghasilkan pola
frekuensi tinggi dengan panjang yang sama dimulai dari pass pertama yang menghasilkan pola
frekuensi tinggi dengan panjang satu. Di iterasi pertama ini, support dari setiap item dihitung
dengan membaca data.

Algoritma apriori termasuk jenis aturan asosiasi pada datamining. Aturan yang menyatakan
asosiasi antara beberapa atribut sering disebut affinity analysis atau market basket analysis.
Analisis asosiasi adalah teknik datamining untuk menemukan aturan asosiatif antara satu
kombinasi item. Dalam asosiasi terdapat istilah antecedent dan consequent, antecedent untuk
mewakili bagian “jika” dan consequent untuk mewakili bagian “maka”. Dalam analisis ini,
antecedent dan consequent adalah sekelompok item yang tidak punya hubungan secara bersama
[5].

Metodologi dasar analisis asosiasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap analisis pola
frekuensi tinggi dan tahap pembentukan aturan asosiasi. [2]

Tahap analisis frekuensi tinggi dengan mencari item yang memenuhi syarat minimum dari
nilai support dalam data. Nilai support dari sebuah item diperoleh dengan rumus:

Jumlah transaksi mengandung A


Support(A) = …………..…..…(1)
Total transaksi

Rumus untuk support dari 2 item yaitu :

Support (A,B) = P (A ∩ B)

∑ Transaksi mengandung A dan B


Support (A,B) = ………………(2)
∑ Transaksi

Tahap pembentukan aturan asosiasi dilakukan setelah semua pola frekuensi tinggi
ditemukan, barulah dicari aturan asosiasi yang memenuhi syarat minimum untuk confidence dengan

19 – 4
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Jakarta, 13 Maret 2012 Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

menghitung confidence aturan asosiasitif A → B. Nilai confidence dari aturan A → B diperoeh


dari rumus berikut:

∑ Transaksi mengandung A dan B


Confidence = P(B| A) = ……..(3)
∑ Transaksi mengandung A

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu cara untuk melakukan analisis kemungkinan pengunduran diri seorang
mahasiswa adalah dengan melakukan analisis asosiasi yang dikenal sebagai salah satu metode data
mining yang menjadi dasar dari berbagai metode data mining lainnya.

Analisis asosiasi dikenal sebagai algoritma apriori. Untuk menemukan pola frekuensi
tinggi digunakan algoritma apriori. Pola frekuensi tinggi adalah pola-pola item di dalam suatu data
yang memiliki frekuensi atau support di atas ambang batas tertentu yang disebut dengan istilah
minimum support atau threshold. Threshold adalah batas minimum transaksi. Jika jumlah transaksi
kurang dari threshold maka item atau kombinasi item tidak akan diikutkan pada perhitungan
selanjutnya. Penggunaan threshold juga dapat mempercepat perhitungan.

Tabel 1 berikut menjelaskan analisis pembentukan kategori yang diambil dari dari
database akademik yang ada. Penentuan kategori ini digunakan berdasarkan mahasiswa ada yang
hanya aktif semester satu, semester dua, semester tiga, semester empat, semester lima, semester
enam, lebih dari semester enam.

Tabel 1. Kategori
Kategori Keterangan
S1 Mahasiswa Aktif sampai semester satu
S2 Mahasiswa Aktif sampai semester dua
S3 Mahasiswa Aktif sampai semester tiga
S4 Mahasiswa Aktif sampai semester empat
S5 Mahasiswa Aktif sampai semester lima
S6 Mahasiswa Aktif sampai semester enam
S7 Mahasiswa Aktif sampai semester enam lebih

19 – 5
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Tabel 2. Hubungan Kategori dengan Data Kuesioner


NIM Kategori Salah Jurusan
2010230018 S1 Ya
2010230054 S1 ya
2010230024 S1 Ya
2010230105 S1 Tidak
2010230084 S1 Ya
2005230021 S4 Tidak
2005230018 S5 Tidak
2010230027 S2 Tidak
2005230901 S2 Tidak
2010230001 S2 Tidak

Dari data diatas didapat kandidat Pertama. Ditetapkan threshold= 3. Maka kandidat
dengan nilai kurang dari 3 akan dieliminasi seperti terlihat pada table 3.

Tabel 3. Hasil Eliminasi


Itemset Jumlah
S1 5
S2 3
Ya 4
Tidak 6

Dari data diatas didapat kandidat Pertama. Ditetapkan threshold= 3. Maka kandidat
dengan nilai kurang dari 3 akan dieliminasi.

Tabel 4. Kandidat kedua


Itemset Jumlah
S1, Ya 4
S1, Tidak 1
S2, Ya 0
S2, Tidak 3

Tabel 5. Tabel Setelah Dieliminasi Threshold = 3


Itemset Jumlah
S1, Ya 4
S2, Tidak 3

Dari tabel 5 diatas dapat dihitung dengan rumus support dan confidence
Support S1, Ya= 4 / 10
Support S2,Tidak = 3 / 10
Confidence S1, Ya = 4 / 5

19
1 - –1 6
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Confidence S2, Tidak = 3 / 3


Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa alasan memutuskan kuliah pada semester ke 2
(S2) “bukan pada pola salah mengambil jurusan.”

Pada gambar 1 berikut ini merupakan tampilan awal aplikasi datamining. Ada beberapa
fasilitas pada aplikasi ini antara lain: proses mining, sinkronisasi data, cleaning data,
pengelolaan user management.

Gambar 1. Tampilan awal aplikasi

Gambar 2 berikut merupakan tampilan aplikasi untuk pengelolaan user. Bagi pengguna
aplikasi ini wajib memasukkan user name dan password. Pada tampilan ini dapat juga
untuk mengubah password yang sudah ada.

Gambar 2. Tampilan user managemen

Gambar 3. berikut merupakan form yang disediakan untuk memasukkan data atribut
hasil kuesioner yang didapat.

19 – 7
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 3. Input Data Kuesioner

4. KESIMPULAN

Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa aplikasi datamining dapat digunakan


untuk menampilkan informasi pola pengunduran diri mahasiswa teknik informatika unsada.
Aplikasi datamining ini dapat digunakan sebagai kajian untuk mempertimbangkan keputusan yang
akan datang.

5. SARAN

Untuk pengembangan lebih lanjut aplikasi datamining dapat diarahkan untuk


mencari pola atribut-atribut lainnya yang ada dalam database akademik.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Connolly Thomas. (2005) “Database Systems: A Practical Approach to Design,
Implementation, and Management”, University of Paisley, Paisley, Addison Weslay.

[2] Kusrini, dan Emha Taufik Luthfi, 2009, “Algoritma Data Mining”, Penerbit Andi,
Yogyakarta.

19
1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

[3] Poniah, P, 2001, “Datawarehouse Fundamentals: A Comprehensive Guide for IT


Profesioanal”, John Willey & Sons, Inc.

[4] Ramakrisnan, Ragu, 2004, “Sistem Manajemen Database”, Edisi 3, Andi Offset, Yogyakarta.

[5] Santosa, Budi, 2007, “Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis”,
Graha Ilmu, Yogyakarta

191–- 91
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

ANALISIS TEORITIK PEMANASAN RUANG MESIN PENGERING


TENAGA SURYA ICDC HIBRID TIPE PANCURAN (FLUIDISASI)
Yefri Chan, Kamaruddin Abdullah
Teknik Mesin – Fakultas Teknik

ABSTRAK

Panas yang terjadi didalam ruang pemanas sebagai akibat dari energi gelombang pendek yang
dipancarkan oleh matahari yang dikenal dengan efek rumah kaca (Green House Effect), diserap benda yang
ada didalamnya, sebagian energi ini diserap dan dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang yang tidak
tembus penutup transparan.

Ruang pemanas yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tabung dengan diameter 2m dan
tinggi 2,7 m. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data awal suhu ruang pemanas untuk pengeringan
gabah.

Suhu ruang pengering tertinggi berdasarkan hasil perhitungan didapatkan 72 0C dan suhu lantai
0
70 C.

Keyword : Efek Rumah Kaca, Suhu, Ruang Pengering, ICDC, Fluidisasi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim akibat pemanasan global telah menyebabkan tidak menentunya musim
hujan. Musim hujan bisa saja terjadi pada saat panen sehingga penjemuran dapat tertunda. Hal ini
akan menyebabkan bahan akan berjamur atau berkecambah sehingga tidak dapat dikonsumsi
maupun dijual.

Saat ini sudah banyak dikembangkan mesin pengering berenergi surya di negara kita dan di
dunia. Beberapa tipe yang yang tersedia tsb. ada yang stasioner, dengan menggunakan bak, atau
rak, dan ada tipe dimana bahan yang dikeringkan bergerak secara kontinu seperti tipe drum dan tipe
rak bergetar.

Mesin pengering bertenaga surya hibrid ICDC tipe pancuran yang dibuat ini merupakan
tipe baru yang belum tersedia di negara kita ataupun di luar negeri. Perbedaan yang mendasar
antara mesin pengering sebelumnya dengan mesin pengering bertenaga surya ICDC hibrid tipe
pancuran ini, adalah bahwa daya listrik yang digunakan persatuan laju angkutan relatip kecil,
dimana bahan yang dikeringkan dipancarkan secara turbulen dalam ruang pengering yang juga

202–- 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

berfungsi sebagai pengumpul panas energy surya, sehingga proses pengeringan berjalan cepat dan
merata tanpa kerusakan kualitas yang berarti. Disamping itu mesin pengering bertenaga surya
hibrid ICDC tipe pancuran ini, dapat terjadi proses tempering berupa waktu tinggal dalam hopper
untuk meratakan kadar air dalam bahan Sistem terpadu yang diajukan pada invensi ini dapat
meningkatkan frekuensi pengeringan dalam setahun, tidak tergantung tenaga listrik PLN, mudah
dioperasikan dan mempunyai kapasitas yang cukup besar untuk mencapai nilai keekonomiannya
(>2-3 ton basah) untuk bahan seperti gabah, kopi, jagung, lada serta bahan granular lainnya. Agar
mendapatkan nilai tambah yang lebih besar invensi mesin pengering bertenaga surya hibrid ICDC
tipe pancuran ini perlu diintegrasikan tungku biomassa atau pemanas tambahan lain, dan dengan
mesin pengolahan lain sehingga dioperasikan sepanjang tahun tanpa tergantung cuaca dan akan
dapat dihasilkan produk akhir dengan nilai tambah tinggi seperti dalam bentuk beras, kopi bubuk,
tepung jagung, dll.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal suhu ruang pengering
berdasarkan hasil rancangan yang dibuat.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah


1. Mendapatkan data awal suhu ruang pengering dan suhu keluaran tungku gas atau biomassa
agar suhu ruang pengering diatas 60 oC dan bisa dipertahankan diatas suhu 60 0C.
2. Untuk sistem pengeringan dimana bahan mengalir pada suhu 60 oC tidak akan merusak gabah
yang sedang mengalami proses pengeringan

2. TEORI

Ruang pemanas efek rumah kaca yang digunakan untuk pengeringan (green house effect
solar dryer) diperkenalkan oleh Kamaruddin A. et al. Pada tahun 1990. Panas yang terjadi didalam
ruang pemanas merupakan efek rumah kaca (Green House Effect) sebagai akibat dari energi
gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari, diserap benda yang ada didalamnya, sebagian
energi ini diserap dan dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang yang tidak tembus penutup
transparan. Lapisan penutup transparan memungkinkan radiasi gelombang pendek dari matahari
masuk dan menyekat radiasi gelombang panjang.(Kamaruddin A.et al.,1990)

20 – 2
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Jika matahari mengenai bahan tembus cahaya, maka sebagian sinar itu diteruskan selain di
serap dan dipantulkan kembali. Oleh karena itu penutup transparan memerlukan bahan yang
memiliki daya tembus (transmissivity) yang tinggi dengan daya serap (absortivity) dan daya pantul
(reflectivity) yang rendah agar dapat memerangkap gelombang pendek sebanyak mungkin
.(Kamaruddin A.et al.,1990)

Tabel berikut ini menyajikan karakteristik beberapa bahan tembus cahaya.

Tabel 1. Karakteristik transmitivitas bahan tembus cahaya (Nelson, 1978)


Transmisi Cahaya Transmisi Panas
Jenis Bahan
(%) (%)
Udara 100 100
Kaca (double strength) 90 88
Polyetylene:
a. 1 lapisan 88 -
b. 2 lapisan 81 -
Fiberglass:
a. bening (clear) 92-95 63-68
b. warna jade 81 61-68
c. kuning 64 37-43
d. putih salju 63 30-34
e. hijau 62 60-68
f. merah kekuningan (coral) 61 57-66
g. jernih (canary) 25 20-23

2.1 Simulasi Temperatur Ruang

Perhitungan pada kondisi unsteady state dilakukan untuk menduga/ menggambarkan


berapa kebutuhan panas yang diperlukan untuk mencapai suhu/temperatur ruang yang diinginkan.
Persamaan unsteady state bisa memberikan gambaran perubahan suhu terhadap waktu, berikut ini
persamaan yang digunakan dalam simulasi :

Suhu ruangan (Tr) :


dTr
ma .cpa . = Cpa (m& ai .Tot − m& ro .Tr ) − U L . Aw (Tr − Ta ) + h f . A f (Tr − Ta )
dt
ma = Vr − Vh

Suhu lantai (Tf) :


dT f (T f − T fo )
(m.c p ) f = −( h. A) f (T f − Tr ) + τ .α .I . A f − K . A f
dt ∆x

20
1 -–13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

dimana :
(T f − Tr ) 0, 25
h f = 1,533{ }
L f .0.303
1 BTU = 5,678 W
dimana :
Tr = Temperatur ruangan (°C) Aw = Luas keseluruhan dinding (m2)
I = Intensitas surya (W/m²) Ta = Temperatur udara luar / lingkungan (°C)
Afw = Luas dinding carbonat yg terkena sinar Ta = Temperatur udara luar / lingkungan (°C)
matahari (m2)
h = Koefesien perpindahan panas konveksi Tf = Temperatur lantai (oC)
(W/m2.oC)
ṁ = Laju massa udara (kg/s) K = Koefesien perpindahan panas konduksi
(W/m.oC)
τ.α = Konstanta tranmisi dan absorbsi dari
o
cp = Panas spesifik udara (kJ/kg. C) polycarbonat
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh ∆x = Ketebalan lantai (m)
(W/m2)

3. METODOLOGI

3.1 Cara Kerja

Cara kerja mesin pengering surya ICDC hibrida tipe fluidisasi pada invensi ini secara
lengkap dapat diterangkan dengan menggunakan Gambar. 1,2,3 dan 4. Mesin pengering ini
mempunyai ukuran diameter 2 m dan tinggi total 3 m. Komponen utama terdiri atas kolektor yang
juga berfungis sebagai ruang pengering (3), hopper (5), konveyor pneumatic (8), distributor (2),
vortex (1) dan tungku biomassa (7). Bahan granular seperti gabah, jagung pipil, lada, kopi, kedele,
dll. pertama-tama dimasukkan kedalam hopper (5) melalui pintu transparan (4). Pintu dibuat
transpan dimaksudkan agar tenaga matahari dapat masuk kedalam hopper (5) sehingga akan terjadi
pemanasan/pengeringan pendahuluan dari bahan yang dikeringkan. Bagian bawah hopper (5)
mengerucut dengan sudut dengan bidang datar >30 derajat dan bersambung dengan pipa konveyor
pneumatik (8) dengan pipa (9), sehingga gabah dalam hopper akan jatuh secara gravitasi kedalam
pipa konveyor (8). Udara panas dari tungku pemanas (7) disalurkan melalui pipa pemanas (6)
masuk ke pipa konveyor (8) melalui pipa pemasok (10). Gabah akan terdorong dan terangkut
melalui pipa konveyor (8) akibat dorongan kipas sentrifugal (11), Gabah akan terdistribusi dalam

20 – 4
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

distributor (2) dan disebarkan secara merata kedalam kolektor surya-ruang pengering (KSP) (3).
Gabah yang tersebar kedalam KSP ini akan jatuh secara gravitasi kedalam hopper (5) dan untuk
seterusnya secara gravitasi masuk ke pipa konveyor melalui pipa (9) mengulangi siklus resirkulasi.
Dalam KSP ini terjadi proses pengeringan dimana udara pengering masuk dari pintu (12) berbentuk
segi empat yang akibat pemanasan oleh kolektor surya akan bergerak keatas disebabkan karena
kerapatannya menjadi ringan disamping daya hisap dari vortex (1) yang terletak diatas distributor
(2).Udara panas dari pipa pemanas (6) juga memasok udara panas kotak penukar panas yang
terletak di bagian bawah KSP (3) untuk memasok panas saat cuaca buruk atau saat matahari tidak
ada. Udara panas ini akan terbuang keluar dari cerobong dekat dibagian atas KSP (3) dibawah
distributor. Sumber panas dapat dipasok dari tungku pemanas (7) dengan bahan bakar arang,
limbah biomassa, batu bara, uap dari pembangkit panas bumi ataupun kompor minyak BBN
ataupun LPG.

Gambar 2. Gambar pengering surya ICDC tipe fluidisasi

Gambar 2. Foto alat pengering ICDC tipe fluidisasi

201 –- 15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

4. HASIL DAN ANALISA

4.1 Suhu Ruang Pengering

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan suhu ruang tertinggi yaitu 72,46 oC, suhu ruang
pengering sangat dipengaruhi oleh suhu keluaran dari tungku gas , massa udara, massa alat dan
suhu lantai .
80
70
Temperatur ruang (C)

60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu (jam)

Gambar 3. Grafik suhu ruang terhadap waktu

4.2 Suhu Lantai Ruang Pengering

Suhu lantai tertinggi didapatkan 70,13 oC, suhu lantai dipengaruhi oleh suhu ruang,
intensitas matahari dan suhu tungku gas atau biomassa. Dalam perhitungan ini intensitas matahari
dianggap konstan 150 W/m2 tujuannya agar dapat mengetahui kebutuhan tambahan energi panas
dari tungku gas atau biomassa.

80
70
Temperatur Lantai (C)

60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Waktu (Jam)

Gambar 4. Grafik suhu lantai terhadap waktu

20 – 6
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

5. KESIMPULAN

1. Suhu ruang pengering hasil perhitungan tertinggi adalah 72,6 oC dan suhu lantai tertinggi
didapat 70,7 oC.
2. Suhu tungku minimal yang dibutuhkan untuk mendapatkan temperature diatas 60 oC adalah
800C.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada LP2MK Universitas Darma Persada yang telah memberikan dana penelitian
ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akira Hosokawa, et.al,. 1980. Nosan Kikai Gaku.(Agricultural Process Engineering and
Machinery) Bunko Do.Japan.
Bala,B.K, 1997. Drying and storage of cereals, Oxforrd and IBH, Publishing Co.PVT, LTD.
Bird, R.B., Steward, W.E., and Lightfoot, E.N., 1960. Transport Phenomena, John Wiley and Sons,
Inc., London.Crank.J, 1986. Mathematics of Diffusion, Oxford Science Publications,
Clarendon Press, Oxfor
Hanafi, 2006. Skripsi, Jurusan Teknik Pertanian, Fateta, IPB
Kementrian Negera Riset dan Teknologi, 2006. Buku Putih. Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan IPTEK untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025
Kamaruddin Abdullah, , M. Adhitya, and Ashary,D.:,2007.Solar Recirculation Dryer, Regional
Workshop, UKM, Bangi, Malaysia
Meeso, N.; Soponronnarit, S.; Wetchacama, S. Evaluation of drying system performance in rice
mills. quality assurance in agricultural produce. In ACIAR Proceedings 100, Australia,
2000; pp. 286-291.
Mohammed Ahiduzzaman, and Abul K. M. Sadrul Islam,2009, Energy Utilization and
Environmental Aspects of Rice Processing Industries in Bangladesh, Energies, ISSN
1996-1073. (www.mdpi.com/journal/energies)
Spivakovsky, A.1982. PAHCПOPTИPУЮЩИE MAШИЬI. Terjemahan. Don Danemanis.
Conveyors and Related Equipment.Peace Publishers, Moscow, Rusia.
Stoecker,W.F.,1989. Design of Thermal Systems,McGraw Hill, inc.

201 –- 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Treybal, R.E, 1968. Mass Transfer Operations.Second edition. McGraw- Hill Book Company,
New York, St.Louis, San-Fransisco, London, Mexico,Panama, Sysdney, Toronto.
Vernamkhash,M.G. H.Mobli, A.Jafar,S.Rafiee,M.Heidarysoltanabadi and K, Kheiralipour, 2007.
Some Engineering Properties of Paddy (var. Sazan degi)/ Int. Journal of Agricultural
Biology, Vol.9, No.5.
Wijaya, 2011.Pengaruh kadar air gabah terhadap mutu fisik beras giling, Staf Pengajar Fakultas
Pertanian, Unswagati, Cirebon.http://www.scribd.com.doc40319990/kadar-air.
Dikunjungan 22 September 2011.

20
1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

BIOREFINERY SKALA RUMAH TANGGA :


INTEGRASI ENERGI TERBARUKAN - BIOGAS dan PANGAN
Roy Hendroko1), Tony Liwang2), Salafudin3), L.O. Nelwan4),
Praptiningsih, G.A.5), dan Satriyo K. Wahono6)
1 *)
UNSADA, Mahasiswa Pasca Sarjana – Energi Terbarukan, Jl. Raden Inten II, Jakarta 13450
2)
PT Smart Tbk., Plaza BII Menara II, Lantai 10, Jl. MH. Thamrin No. 51, Jakarta 10350
3)
Teknik Kimia ITENAS, Jl. PHH Mustafa No.23, Bandung 40123
4)
FATETA, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16002
5)
Universitas Merdeka Madiun, Jl. Serayu, PO. Box 12, Madiun 63131
6)
UPT BPPTK LIPI, Jl. Jogja-Wonosari km 31,5 Desa Gading, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta 55861
*)
Alamat korespondensi Telp : 062-8159555028 dan 062-8812555028
roy_hendroko@hotmail.com

ABSTRAK

Bioenergi sering dipertentangkan dengan ketersediaan pangan. Makalah ini melaporkan biogas
sebagai energi terbarukan yang dikelola secara terpadu dengan tanaman pangan dalam konsep biorefinery.
Biogas diperoleh dari digester berwujud septic tank toilet/ WC yang dimodifikasi. Sebagai bahan baku
adalah campuran tinja dan limbah pertanian, khususnya limbah pengolahan Crude Jatropha Oil berupa
bungkil (seed cake) dan daging buah (capsule husk) Jatropha curcas Linn, kultivar Jatromas. Limbah padat
digester berupa sludge digunakan sebagai campuran pakan ikan lele (Clarias gariepinus) dan pupuk organik
padat. Slurry sebagai limbah cair digunakan sebagai pupuk organik cair, pengisi air kolam lele, media
tumbuh paku-pakuan air Azolla microphylla, sayuran kangkung (Ipomea aquatica), dan mikroalga
Scenedesmus sp. Paku-pakuan aquatik, mikroalga, dan tanaman sayuran dikelola dalam sistem akuakultur
(aquaponik) dengan tujuan memurnikan air kolam lele. Khusus tanaman sayuran ditumbuhkan di rakit
apung (floating hydroponics). Penelitian dilakukan di kebun riset PT Bumimas Ekapersada, Bekasi, Jawa
Barat pada bulan Agustus 2011 sampai dengan Maret 2012. Pada makalah ini dilaporkan sebagian hasil
penelitian, khususnya modifikasi septic tank sebagai digester biogas. Simpulan penelitian menunjukkan
sistem ini mampu menghasilkan biogas sejumlah satu meter kubik per 72 jam, dengan kadar metana lebih
besar dari 70 persen. Namun tekanan biogas relatif rendah, sehingga dibutuhkan pompa/ blower yang bekerja
secara periodik untuk menarik biogas. Telaah dilakukan pula pada digester fibre glass sebagai biogas WC.
Kajian ekonomi menunjukkan kelayakan dibanding LPG. Saat ini kajian masih berlanjut pada optimasi
waktu kerja pompa/ blower. Masih sedang berlangsung pengamatan integrasi lele dengan slurry biogas serta
Azolla microphylla dan kangkung. Hal yang sama, pengamatan unjuk kerja mikroalga Scenedesmus sp yang
tumbuh di slurry untuk purifikasi gas bio.

Kata kunci : Biogas/bio-metana WC-Toilet, Biorefinery, Jatropha curcas Linn

1. PENDAHULUAN

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada acara G-20 di Pittsburgh - USA, tanggal
25 September 2009 menyatakan Indonesia akan mengurangi emisi CO2 pada tahun 2020
sejumlah 26 persen dengan dana dalam negeri. Apabila tersedia tambahan dana dari luar negri
maka Indonesia akan mampu menurunkan emisi CO2 sejumlah 41 persen (Sumiarso, L. 2011).
Dengan tujuan merealisasi pernyataan ini telah diterbitkan Peraturan Presiden No. 61/2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) dan Peraturan Presiden
No. 71/2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.

21
2 - –1 1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Gas karbon dioksida (CO2) merupakan bagian dari Gas Rumah Kaca (GRK) yang
menumpuk di troposefer dan berdampak pada global warming. Agustina, S.E. (2010) dan
Bongardt, D. (2009) menunjukkan dampak negatif GRK bagi bumi pada kenaikan suhu bumi,
pencairan es di kutub, kenaikan permukaan air laut dengan dampak sejumlah pesisir dan pulau
akan terbenam, perubahan iklim, penurunan produktivitas tanaman budi daya, berkembangnya
organisme pengganggu tanaman, penurunan ketersediaan air bersih, dan munculnya berbagai
penyakit pada manusia, antara lain kangker kulit, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas), dan lain-
lain.
Gas CO2 berperan negatif karena volumenya mencapai 70 persen dari GRK meskipun
memiliki GWP (global warming potensial) relatif lemah. Gas metana (CH4) yang menempati
volume terbesar kedua setelah CO2 sebenarnya lebih berbahaya. Gas CH4 digolongkan GWP 21,
artinya setiap molekul metana berpotensi memanaskan bumi 21 kali lipat dari molekul karbon
dioksida (Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, 2006; Iklim Carbon, tt; dan Sumiarso, L.2011).

Metana dilepaskan oleh membusuknya bahan-bahan organik seperti kayu, sampah


perkotaan atau pertanian / perkebunan, serta oleh gas buang atau kotoran makluk hidup. Salah satu
kotoran mahluk hidup adalah tinja manusia. Tinja yang dihasilkan dari BABS atau dikumpulkan
dalam ruang bawah tanah (septic tank) sebagai tempat penyimpan sementara akan memproduksi
metana. Meskipun metana adalah salah satu dari GRK, namun gas CH4 adalah energi seperti
terdapat pada LNG (Liquified Natural Gas), CNG (Compressed Natural Gas), dan biogas/bio-
metana. Aziz (1991), Kosaric dan Velikonja (1995) dalam Soerawidjaja, T.H. (2011) menyatakan
satu m3 biogas mencukupi untuk memasak 3 jenis masakan untuk satu keluarga terdiri 4 orang,
dapat menyalakan lampu kaos/petromax setara 60 watt selama 7 jam, dapat membangkitkan listrik
1,25 kWh listrik, dapat menjalankan mesin 2 PK (HP) selama satu jam, dan dapat menjalankan
lemari es kapasitas 300 liter selama tiga jam.

Sejumlah pakar mengemukakan bahwa tinja manusia mampu memproduksi biogas


sejumlah 20 – 70 liter/kg (Afro Biogas dalam W.,Andrias, 2011; GTZ, 2009; Mang, 2005;
Nagamani dan Ramasamy,1999; Sasse, L. 1988; dan UN, 1984 dalam FAO, 1996). Lebih lanjut,
Jha, P.K. (2005); Nagar, N.A. dan M. H. Panchani (2011); Werner, dkk. (1989) mengemukakan
setiap orang menghasilkan tinja setara 0,02 - 0,04 m3 biogas per hari. Estoppey, N (2010)
mengemukakan penelitiannya di Kochi, South India bahwa septic tank dengan 2 orang dewasa dan
2 anak mampu menghasilkan 690 liter biogas/hari. Hagan, B. (2009) dalam Mahama, A. dkk.
(2009) menyatakan dengan digester sebesar 35 m3 di Dodowa Senior High School di Ghana
mampu memproduksi 6 – 10 m3 biogas/hari. Bustare, A. dan A. Kimaro (2002) melaporkan 1.500

1 –- 12
21
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

orang di Lembaga Pemasyarakatan Cyangugu, Rwanda dengan digester 150 m3 mampu


menghasilkan 75.000 liter biogas/hari.

Pondok Pesantren Darul Quran, Kabupaten Gunung Kidul, dengan 400 santri melalui
biogas WC mampu menghemat bahan bakar kebutuhan dapur sebesar Rp 2,5 juta/bulan (Kumoro,
H.S., 2009). Yayasan Pondok Pesantren SPMAA (Sumber Pendidikan Mental Agama Allah) di
Desa Turi, Kecamatan Turi, Lamongan, Jawa Timur dengan biogas WC dari 450 santri mampu
menghemat bahan bakar berupa 2 truck kayu seharga Rp 1,5 juta/ bulan (Hidayat, N. dkk., 2008).
Pondok Pesantren Putra-Putri dan Madrasah Nurul Furqon, Desa Kenteng, Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan digester berbahan baku campuran kohe sapi sejumlah
20 ekor dan tinja dari 70 orang santri mampu menghidupkan dua lampu petromax sepanjang malam
dan tidak lagi disibukkan dengan pembelian 7 tabung elpiji, 30 liter minyak tanah dan mencari
kayu bakar (Sulaeman, D., 2009). Pondok Pesantren Saung Balong, Majalengka, Jawa Barat
menikmati ribuan watt listrik dari jamban komunal (Saepudin, A, 2012, dalam Tunggal, N. 2012).

Disamping mencegah pelepasan metana dan memperoleh energi terbarukan, teknologi


biogas WC diharapkan akan meminimasi pencemaran air sungai/ air tanah. Prihantono, W. (2011)
menyatakan air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi dan PDAM Jaya
Jakarta tercemar bakteri escherichia coli (E-Coli) yang diduga berasal dari pembuangan tinja
secara serampangan ke Kali Bekasi. Bakteri Coli adalah penyebab terjadinya infeksi melalui air
seperti diare, tifus, kolera dan hepatitis (Sumengen, S., 2011). Ambang batas maksimal kandungan
bakteri E Coli dalam air 50/ 100 mililiter, namun dijumpai kandungan bakteri E Coli dalam air Kali
Bekasi pernah mencapai 100 ribu/ 100 mililiter. Lebih lanjut, Badan Badan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta menyatakan hampir 90 persen air tanah di DKI Jakarta
mengandung bakteri e-coli dan sudah termasuk dalam kategori mengkhawatirkan. Banyaknya air
tanah di Jakarta yang mengandung bakteri e-coli disebabkan karena baru tiga persen warga Jakarta
yang dilayani Intalansi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), sementara 97 persen lainnya masih
menggunakan septic tank yang mengakibatkan air tanah menjadi tercemar air limbah (BPLHD,
2011). Bustare, A. dan A. Kimaro (2002) menunjang Sumengen, S. (2011) dengan mengemukakan
data WHO bahwa 80% kematian di negara berkembang adalah akibat dari kontaminasi air oleh
tinja manusia.

Feachem, B., dkk. (1983) dan Theilen (1990) mengemukakan teknologi biogas WC
berdampak positif bagi kesehatan, karena sebagian besar patogen akan mati di proses fermentasi
anaerob. Bensah, E.C., dkk (2010) menyatakan bahwa mikroorganisme, antara lain Typoid, Para

211 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Typoid, Vibro Cholera, dan bakteri Dysentria akan mati dalam dua minggu, sedang Hookworm dan
Bilherzia akan mati dalam tiga minggu di proses anaerobik. Meynel, P.J. (1980) menambahkan
data bahwa pathogen E. Coli, Salmonellae, dan Shigellae akan mati di bulan kedua dalam proses
anaerobik.

MCK Plus-Plus di kelurahan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat yang
dihibahkan oleh USAID di April 2007 dan dikunjungi oleh Hilarry Clinton, Menteri Luar Negri
++
USA pada 19 Pebruari 2009, dibangun dengan biaya Rp 360 juta. “MCK “ ini terdiri dari 4
kamar mandi, 6 WC dan 1 kamar mandi dan WC untuk anak, melayani lebih kurang 80 kepala
keluarga RT 2, 3, 12, 13, dan 14 di RW 08 dilengkapi digester biogas berupa sebuah kubah
berdiameter 4,5 meter dan tinggi 1,75 meter (Hidayat, N., dkk. 2008; Sulistyawaty, A.R. 2011).
Memang relatif mahal untuk membangun sarana biogas WC dengan sistem DEWATS
(Decentralized Wastewater Treatment System) seperti Petojo. Apabila akan membangun biogas
WC individual, dengan teknologi anaerobik relatif sederhana dibutuhkan sebuah digester biogas
dari fibre glass 4 m3 dengan perlengkapannya senilai Rp 8 – 10 juta, franco di Jakarta (Wahyuni,
S. , 2011).

Dengan tujuan minimasi biaya maka diperlukan teknologi rekayasa unit biogas WC
dengan pemanfaatan septic tank yang telah ada/tersedia. Keluaran yang diharapkan dari rekayasa
ini adalah teknologi murah untuk membangun sebuah unit biogas WC guna mencegah pelepasan
metana ke troposefer, mencegah pencemaran air tanah, dan memperoleh biogas sebagai energi
terbarukan guna kebutuhan memasak.

2. BAHAN DAN METODA

Tempat kajian di kebun riset PT Bumimas Ekapersada, Bekasi, Jawa Barat. Septic tank
yang digunakan berukuran (panjang x lebar x tinggi) = 2,4 x 1,4 x 1,6 meter,. Dinding septic tank
terbuat dari batu bata tanpa di-aci.

3. HASIL REKAYASA DAN PEMBAHASAN

3.1. Biogas WC Dengan Blower

21
1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 1 menunjukkan kondisi septic tank sebelum rekayasa

Gambar 1. Kondisi Septic Tank Sebagai Bahan Kajian

Gambar 1 (kiri) menunjukkan bahwa pipa inlet ke septic tank dari jamban dalam posisi
menggantung. Dinding septic tank terbuat dari bata tanpa di-aci di gambar 1 (kanan). Perbaikan
dilakukan dengan mengaci dinding tersebut setinggi lebih kurang 50 persen, khususnya pada batas
antara dinding dan tutup septic tank. Pipa buangan udara dipotong dan tutup septic tank diganti
dengan beton untuk mencegah kebocoran agar proses anaerobik dapat berlangsung. Dengan
pertimbangan permukaan air tanah di lokasi kajian relatif tinggi khususnya di musim hujan (tanah
liat dengan draninase jelek), maka dibuat bak resapan berukuran 1,5 x 1,5 x 1 meter. Dari bak
resapan dipasang pula pipa pembuangan kelebihan air ke parit. Gambar skematik, rekayasa yang
telah dilakukan pada septic tank yang difungsikan sebagai digester tercantum di gambar 2.

Gambar 2. Skematik Rekayasa Septic Tank yang Difungsikan Sebagai Digester

Gambar 2 menunjukkan bak 2 - resapan yang berfungsi sebagai penampung air luapan dari
bak 1 - septic tank agar di bak 1 selalu terdapat ruang sebagai penampung gas bio. Apabila di bak 2
terjadi gas bio maka akan mengalir ke bak 1. Gambar 2 menunjukkan pula bak 1 – septic tank
disamping menerima tinja dari jamban, dimungkinkan pula menerima masukan limbah organik

21
1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

yang lain. Di PT Bumimas Ekapersada, dimasukkan bahan organik berupa limbah pengolahan CJO
(Crude Jatropha Oil) yakni bungkil (seed cake) dan daging buah (capsule husk). Tindakan ini
dilakukan dengan tujuan meningkatkan produksi biogas karena masukan berupa kuantitas tinja
relatif kurang dan menaikkan C/N rasio tinja yang relatif rendah. Teknik ini disarankan oleh
Dorothee , S. (2010); Nicolas, E. (2010), dan Tunggal, N. (2012).

Gambar 2 menunjukkan pula rekayasa yang dilaksanakan membutuhkan pompa penghisap/


blower untuk menarik gas bio dari septic tank ke holder penyimpan gas bio. Tindakan ini
dilakukan karena gas bio lebih mudah keluar lewat “leher angsa” jamban daripada masuk ke holder
penyimpan gas bio. Gambar 3 menjelaskan permasalahan ini.

Gambar 3a. Skematik “Leher Angsa” di Jamban Gambar 3b. Skematik Digester Biogas

Gambar 3b menunjukkan skema digester dengan persyaratan tinggi larutan/ substrat di


lubang pengeluaran sebesar 1.000 mm agar terdapat tekanan yang cukup untuk mendorong gas bio.
Namun pada rekayasa di PT Bumimas Ekapersada, tinggi air di “leher angsa” sebagai water trap
hanya 20-30 mm. Ketinggian air ini tidak mampu menahan gas bio untuk bertekanan cukup tinggi.
Dampak masalah ini, bila gas bio tidak ditarik secara periodik oleh blower maka gas bio akan
keluar lewat “leher angsa” jamban.

Dengan rekayasa biogas WC seperti tersebut di atas, dan biaya lebih kurang Rp 2 juta telah
dapat difungsikan sebuah septic tank sebagai digester biogas. Data menunjukkan rekayasa ini,
mampu menghasilkan purata gas bio sejumlah satu meter kubik per 72 jam.

3.2. Biogas WC Tanpa Blower

Namun dengan pertimbangan kesulitan operasi blower, dan biaya operasional berupa
listrik maka disarankan rekayasa untuk tindak lanjut sebagai tercantum di gambar 4.

211 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 4a. Gambar 4b.


Gambar 4. Skematik Penyempurnaan Biogas WC

Gambar 4a. menunjukkan biogas WC tanpa blower dengan persyaratan kemiringan pipa
inlet diatur sedemikian rupa agar ujung pipa masuk ke dalam air/ substrat di septic tank. Demikian
pula harus diupayakan tersedia ruang kosong setinggi 50-100 cm dengan mengatur ketinggian
substrat di dalam septic tank. Dengan rekayasa ini maka gas bio akan mampu masuk ke holder.
Gambar 4 b menunjukkan biogas WC tanpa holder. Teknologi ini dapat dilaksanakan dengan
mengatur ketinggian ruang kosong di atas permukaan substrat sebesar lebih dari 100 cm.

Rekayasa sesuai gambar 4 seyogianya dilengkapi dengan bak resapan untuk membuang
kelebihan substrat, khususnya pada daerah dengan permukaan air tanah tinggi. Tindakan ini harus
dilakukan agar ruang kosong setinggi 50 – 100 em atau lebih dari 100 cm dapat terbentuk.
Demikian pula dibutuhkan tukang batu yang handal, agar septic tank dapat kedap udara. Mengatasi
masalah kedap udara, ditampilkan rekayasa biogas WC dengan digester fibre glass (Wahyuni, S.
2011) di gambar 5.

Gambar 5. Rekayasa Biogas WC Dengan Digester dari Fibre Glass

211 –- 17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 5 menunjukkan sebuah digester dari fibre glass difungsikan sebagai septic tank.
Sedang septic tank yang telah tersedia digunakan sebagai bak resapan. Telaah ekonomi pada
rekayasa ini, tercantum di tabel 1.

Tabel 1. Analisa Ekonomi Biogas WC

Tabel 1 menunjukkan bahwa biogas WC layak dilaksanakan karena terdapat penghematan


dan keuntungan ekonomi dibanding pemakaian LPG. Perhitungan ekonomi menunjukkan NPV
dalam 15 tahun sebesar Rp 15.511.623,07; ROI sebesar 9,69 %, dan BEP pada tahun 9 – 10.
Sebagai catatan penjual/pembuat digester menyatakan umur digester fibre glass adalah 15 – 20
tahun, dengan masa garansi alat selama 5 tahun. Telaah di tabel 1, dihitung dengan harga digester
Rp 8 juta, dan ongkos pengangkutan dari Jakarta ke lokasi sebesar Rp 2 juta. Harga LPG dihitung
sebesar Rp 5.850 per kg sesuai ketentuan di Perpres No. 104/2007 dan Permen ESDM No.
28/2008 (pada saat makalah ini ditulis, 9 Maret 2012, harga LPG di Malang - Jatim = Rp 6.167/kg
atau Rp 74.000 di tabung biru – 12 kg, di Madiun – perbatasan Jatim-Jateng sebesar Rp 6.417/kg,
dan di Adepura – Papua = Rp 17.917 per kg atau Rp 145.000 di tabung biru – 12 kg).

3.3. Biorefinery – Integrasi Biogas dan Pangan.

Gambar 2 dan 5 menunjukkan outlet biogas WC ke bak resapan. Namun di PT Bumimas


Ekapersada, outlet digester biogas dimanfaatkan untuk sejumlah kegiatan terkait pangan. Tindakan
biorefinery ini dilakukan sebagai jawab atas sejumlah tentangan terhadap bioenergi yang
dikhawatirkan menghambat penyediaan pangan dan pakan. Gambar 6 menunjukkan kegiatan
biorefinery tersebut.

21
1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 6. Biorefinery – Integrasi Biogas Pangan dan Pakan

Gambar 6 menunjukkan pelaksanaan biorefinery yakni limbah suatu proses menjadi bahan
baku proses lain untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan, dengan perkataan lain “zero
waste”. Digester biogas mengelola limbah tinja, kotoran hewan, limbah CJO berupa bungkil dan
daging buah Jatropha curcas Linn. Limbah dari dari digester biogas berupa slury dan sludge
didayagunakan sebagai pupuk organik, air pengisi kolam lele (Clarias gariepinus), campuran
pakan lele, budi daya kangkung (Ipomea aquatica), mikroalga Scenedesmus sp dan Azolla
microphylla. Kangkung dikelola di rakit (floating hydroponics) yang mengapung di slury dan/ atau
air kolam lele. Tanaman paku-pakuan air Azolla microphylla dan mikroalga Scenedesmus sp
ditumbuhkan dalam sistem akuakultur (aquaponik) dengan tujuan memurnikan air kolam lele dan
meningkatkan kualitas kadar metana biogas, seperti tampak di gambar 7.

Gambar7. Biorefinery – Integrasi Kangkung, Lele, dan Azolla micropylla di PT Bumimas


Ekapersada

Azolla, mikro alga, dan sludge dikelola sebagai campuran pakan lele. Dengan tindakan
integrasi ini, diharapkan sebuah rumah tangga akan memperoleh energi terbarukan – biogas, dan

211 –- 19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

sayuran, serta protein hewani berupa ikan. Hasil pengamatan biorefenery ini sedang berlangsung,
dan akan dilaporkan lebih lanjut.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

a) Dengan biaya sebesar lebih kurang Rp 2 juta, sebuah septic tank mampu difungsikan
sebagai digester untuk menghasilkan energi terbarukan – biogas.
b) Dibutuhkan pompa/ blower untuk menarik produksi gas bio.
c) Purata produksi gas bio, sejumlah satu meter kubik per 72 jam.
d) Biogas WC dengan digester fibre glass layak dikembangkan di masyarakat karena
telaah menunjukkan keuntungan ekonomi bila dibanding dengan penggunaan energi
fosil LPG 12 kg - tabung biru.

4.2. Saran
a) Penyempurnaan lebih lanjut rekayasa biogas WC, khususnya pada penggunaan non blower.
b) Pengamatan rinci biorefinery – integrasi antara biogas – pakan – pangan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya di pedesaan.

5. DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S.E., 2010. Biomass and Other Renewable Energy in Indonesia. Engineering Fair –
BEM Fakultas Teknik, Univ.Indonesia. Jakarta, 2 November 2010
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian .2006: Varietas Padi Rendah Emisi Gas Rumah Kaca. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28 No. 4 tahun 2006.
Bensah, E.C., E. Atwi, and J.C. Ahiekpor. 2010. Improving Sanitation in Ghana – Role of Sanitary
Biogas Plants. Journal of Engineering and Applied Sciences 5 (2). 125 – 133, 2010
Bongart, D., F. Rudolph, W. Sterk, 2009. Transport in Developing Countries and Climate Policy :
Suggestions for a Copenhagen Agreement. Wuppertal Papers. No. 179. May 2009.
Wuppertal Institute for Climate Environment and Energy.
BPLHD, 2011. Air Tanah Jakarta Tercemar Bakteri E-Coli. Dikutip dari
http://www.jpnn.com/read/2011/06/08/94358/Foke-Ingatkan-Air-Tanah-Jakarta-
Tercemar-Bakteri-E-Coli. Tanggal 25 Desember 2011

211 –- 110
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Bustare, A. dan A. Kimaro.2002. Anaerobic Technology for Toilet Wastes Management: The Case
Study of The Cyangugu Pilot Project. World Transactions on Engineering and
Technology Education Vol.1, No.1, 2002
Estoppey, N. 2010. Evaluation of Small-Scale Biogas Systems for The Treatment of Faeces and
Kitchen Waste. Case Study Kochi, South India. Eawag (Swiss Federal Institute of
Aquatic Science and Technology) and Sandec (Department of Water and Sanitation in
Developing Countries)
FAO . 1996. Biogas Technology - A Training Manual for Extension. Consolidated Management
Services Nepal Ltd. and Food and Agriculture Organization of the United Nations
(FAO).
Feachen, R., D. Bradley, H. Garelick, and D. Mara 1983. Sanitation and Disease:Health Aspects
of Excreta and Wastewater Management. Chichester, England: John Wiley & Sons
GTZ. 2009. Biogas Sanitation for Blackwater or Brownwater, or Excreta Treatment and Reuse in
Developing Countries. Eschborn: German Agency for Technical Cooperation (GTZ)
GmbH and Sustainable Sanitation Alliance
Hidayat, N., B., Siregar, S., Hidayat, dan N. C., Zaein. 2008. Biogas – Dari Perut Kembali ke
Perut. Dikutip dari http://irdy74.multiply.com/links/item/77. Tanggal 25 Desember
2011
Iklim Carbon ( tt) . Gas-gas Rumah Kaca. Dikutip dari http://iklimkarbon.com/perubahan-
iklim/gas-gas-rumah-kaca/. Tanggal 25 Desember 2011
Jha. P.K. 2005. Recycling and reuse of human excreta from public toilets through biogas
generation to improve sanitation, community health and environment. International
Seminar on Biogas Technology for Poverty Reduction and Sustainable Development.
Ministry of Agriculture, PRC and Asian and Pacific Centre for Agricultural
Engineering & Machinery, Beijing, 17-20 October, 2005
Kumoro, H.S., 2009. Biogas Kotoran Manusia Terus Dikembangkan. Dikutip dari
http://sains.kompas.com/read/xml/2009/11/01/20535377/biogas.kotoran.manusia.terus.d
ikembangkan. Tanggal 20 Desember 2011.
Mahama, A., L. Millar, W. A. Togobo, J. Issah and M. Abdul-Kudus . 2009. Sustainable Energy
for Cooking for The Ghana School Feeding Programme. May 12-13, 2009, Tamale,
Ghana
Mang, H. P. 2005. Biogas Sanitation Systems. Chinese Academy of Agricultural Engineering,
Beijing.

211–-11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Meynell P. J., 1980, Feasibility Study for a Sanitation Scheme to Produce Biogas from Human
Waste in Kirillapone Shanty, Colombo, Sri Lanka, Intermediate Technology
Consultants Ltd., London UK
Nagamani, B., dan Rasamany, K. 1999. Biogas Technology –an Indian Perspective. Current
Science , Vol 77, pp. 44-55.
Nagar, N.A. dan M. H. Panchani .2011. Development of Complete Waste Management System at
Domestic Level for Rural Areas. International Journal of Earth Sciences and
Engineering , Volume 04, October 2011, pp. 434-437
Prihantono, W. 2011. Bakteri E-Coli Cemari Air Baku PDAM Bekasi dan Jakarta. Dikutip dari
http://www.tempo.co/read/news/2011/09/29/057359022/Bakteri-E-Coli-Cemari-Air-
Baku-PDAM-Bekasi-dan-Jakarta. Tanggal 20 Desember 2011.
Sasse, L. 1988. Biogas Plants. German Appropriate Technology Exchange (GATE) and German
Agency for Technical Cooperation (GTZ) GmbH.
Soerawidjaja, T.H. 2011 Prospek dan Potensi Teknologi Pencernaan Anaerobik di dalam
Perekonomian Berbasis Nabati. Seminar Nasional Green Productivity II “Desa
Produktif Berwawasan Lingkungan”. KADIN, Jakarta, 20 April 2011
Sulaeman, D., 2009. Kotoran Santri dan Sapi Bergabung Hasilkan Biogas.
Sulistyawaty, A.R. 2011. MCK Petojo, Riwayatmu Kini. Dikutip dari http://digilib-
ampl.net/detail/detail.php?row=0&tp=artikel&ktg=sanitasi&kd_link=&kode=2587.Tan
ggal 28 Desember 2011.
Sumengen, S., 2011. Jarak Septic Tank ke Sumur Tentukan Kualitas Air Bersih. Dikutip dari
http://www.today.co.id/read/2011/03/21/18704/jarak_septic_tank_ke_sumur_tentukan_
kualitas_air_bersih. Tanggal 15 Desember 2011.
Sumiarso, L. 2011, Global Energy Crisis and Solution Via Biogas Development. Green
Productivity Biogas Seminar. Kadin, Jakarta, 21 Pebruari 2011
Spuhler D. 2010. Anaerobic Digestion (Small Scale) dikutip dari www.ssmw.info. Tanggal 22
Desember 2011.
Theilen, U. 1990. Biogas - An Appropriate Technology for Third World Countries. Gate 2: 15-21
Tunggal, N. 2012. Teknologi Bioelektrik, LIPI Mengoptimalkan Biogas. Kompas, 2 Maret 2012.
Hal. 14.
Werner, U., Stoehr, U., Hees, N. 1989. Biogas Plants in Animal Husbandry. German Appropriate
Technology Exchange (GATE) and German Agency for Technical Cooperation (GTZ)
GmbH
Wahyuni, S. 2011. Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Kongres
Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke 10. Jakarta, 8 – 10 November 2011

211–- 12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Wiji, A, 2011. Menggagas Biogas Sebagai Energi Alternatif yang Ramah Biaya dan Ramah
Lingkungan. Seminar Nasional Green Productivity II “Desa Produktif Berwawasan
Lingkungan”. KADIN, Jakarta, 20 April 2011

211–- 13
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

KONSEP PERANCANGAN ENERGI DI DUSUN


TANGSI JAYA- GUNUNG HALU, BANDUNG BARAT SEBAGAI
MODEL DESA MANDIRI ENERGI (DME)
Aep Saepul Uyun, Kamaruddin Abdullah
Dosen di Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Program Pasca Sarjana Energi Terbarukan-UNSADA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model perancangan energi dengan menerapkan konsep
desa E3i (Energy, Economy and Environment) sebagai perwujudan desa mandiri energy (DME) di Dusun
Tangsi Jaya-Gunung Halu, Bandung Barat. Konsep perancangan energy yang digunakan dalam penelitian ini
dengan menerapkan model input-output (I/O Table) wilayah tersebut. I/O table digunakan dengan
mengidentifikasi sektor ekonomi yang utama dan produk lokal yang sangat berpengaruh dalam
pertumbungan ekonomi di wilayah tersebut. Long Range Energy Alternatives Planning System (LEAP
software) digunakan untuk membuat model skenario kebutuhan energi yang akan datang, biaya ekonomi
serta mitigasi lingkungan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

Keyword: I-O table, LEAP, Pertumbuhan Ekonomi

1. PENDAHULUAN

Lebih dari 20 juta penduduk Indonesia atau sekitar 13% dari populasi masih tergolong
masyarakat miskin yang sebagian besar tinggal di perdesaan. Untuk mengentaskan kemiskinan
tersebut salah satunya adalah dengan menjaga kesinambungan penyediaan energi dengan
memanfaatkan potensi energi setempat. Ketersediaan sumber energi dapat menggerakan kegiataan
ekonomi sehingga dapat memperluas lapangan kerja yang akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa tersebut.

Jumlah konsumsi energi di suatu wilayah juga menunjukan pertumbuhan ekonomi wilayah
tersebut. Sehingga dengan tersedianya sumber energi di perdesaan, maka konsep Desa Mandiri
Energi (DME) selaras dengan konsep E3i (Energy, Economy and Environment) yang diajukan oleh
Universitas Darma Persada pada tahun 2007. Pertumbuhan dalam ketersediaan, akses dan
keterjangkauan energi di tingkat desa dapat membantu tercapainya program MDG dengan sasaran
target pengentasan kemiskinan dan terjaganya lingkungan hidup.

Perencanaan energi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan konsep Input/Output
Table dan software LEAP (Long Term energy Alternatives Planning System) yang dikembangkan
oleh Stockholm Environment Institute (SEI). I/O table digunakan untuk melihat struktur ekonomi
pada saat ini dan selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mencari sektor ekonomi yang

1 -–11
22
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

potensial yang sesuai dengan penerapan teknologi energi terbarukan yang ada di wilayah tersebut.
LEAP model digunakan untuk mensimulasikan kondisi awal dari sosial-ekonomi serta penggunaan
energi saat ini dari setiap sektor di I/O table. Dengan mengidentifikasi setiap sektor ekonomi
dimana sumber energi terbarukan dapat dipakai pada sektor tersebut, LEAP software dapat
membuat skenario dan proyeksi kebutuhan energi yang mendukung proses industrilisasi pada desa
tersebut. I/O table dapat menunjukan pengaruh pemanfaatan teknologi energi terbarukan terhadap
GDP dari desa dan perubahaannya dari setiap tahun sesuai dengan skenario yang dibuat.

2. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:


1) Untuk membuat struktur ekonomi saat ini di dusun Tangsi Jaya dengan menggunakan konsep
I/O table.
2) Untuk melihat perubahan dalam I/O table setelah teknologi energi terbarukan diaplikasikan di
dusun tersebut.
3) Untuk melihat kemungkinan skenario pengembangan ekonomi dan perubahan yang terjadi di
I/O table dengan menggunakan LEAP software untuk 20 tahun yang akan datang.

3. METODOLOGI

Perancangan energi untuk pengembangan ekonomi untuk Dusun Tangsi Jaya ini akan
meneliti keberlanjutan dari proyek microhidro dalam pemanfaatan energi terbarukan setempat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, I/O table dan LEAP software digunakan sebagai alat analisis.
Model struktur pemanfaatan energi saat ini dapat ditentukan dan dengan data seluruh sumber
energi terbarukan yang tersedia dapat di rekomendasikan sebagai bagian dari kebijakan energi
setempat untuk mencapai target MDG yang menjamin keberlanjutan pengembangan wilayah
tersebut. Dari I/O table, pertumbuhan ekonomi dan perubahaan struktur ekonomi termasuk
perubahan dalam komposisi pemanfaatan beberapa sumber energi dapat diprediksi. Selain itu,
model LEAP dapat menjelaskan skenario pertumbuhan ekonomi dalam mengoptimalkan
pemanfaatan sumber energi terbarukan dan mengurangi kebutuhan energi berbasis energi fosil.

22
1 –- 12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

4. DATA DAN HASIL

Kondisi Geografi dari Dusun Tangsi Jaya

Peta lokasi Dusun Tangsi Jaya seperti terlihat di gambar 1. Dusun Tangsi Jaya terletak
pada ketinggian 1100 m diatas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 26-30 C dan curah
hujan 2500 mm/tahun. Dusun Tangsi Jaya termasuk ke wilayah Kecamatan Gunung Halu, provinsi
Bandung barat. Terdiri dari dua Rukun Tangga (RT) dengan luas wilayah 15 ha.

Dusun Tangsi Jaya dapat ditempuh dari Jakarta menggunakan angkutan darat melalui kota
Padalarang- Bandung. Kemudian perjalanan dilanjutkan menggunakan angkutan umum melalui
Sindangkerta-Cililing yang dapat ditempuh dalam dua jam perjalanan.

Gambar 1. Lokasi Dusun Tangsi Jaya

Kondisi Sosial Ekonomi

Berdasarkan sensus 2010, populasi dari Dusun Tangsi Jaya sebanyak 272 orang dengan 77
rumah tangga dimana sebanyak 66 keluarga (71%) dikategorikan sebagai keluarga pra-sejahtera.
Mata pencaharian utamanya adalah bercocok tanam padi dengan rata-rata luas tanam 3 gawang

1 -–13
22
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

(0.12 Ha) per keluarga. Para petani bercocok tanam padi dengan varietas local yang dapat dipanen
setelah 7 bulan dengan rata-rata menghasilkan 0.6 ton/gawanga atau 1.8 ton/tahun. Kebanyakan
hasil panen padi untuk dikonsumsi sendiri.

Sekitar 20 keluarga selain bercocok tanam padi juga bertanam sayuran dengan rata-rata
waktu panen setiap 3 bulan. Pendapatan rata-rata dari bercocok tanam sayuran adalah sekitar 2
juta/keluarga/musim. Hampir semua hasil panen sayuran dijual ke pasar terdekat selain di
konsumsi sendiri.

Selain sebagai petani padi dan sayuran, sekitar 70 keluarga juga merupakan petani kopi.
Perkebunan kopi berada disekitar hutan dengan dengan sistem bagi hasil dengan pihak Perhutani
sebagai pemilik lahan. Setiap keluarga rata-rata memiliki 0,12 ha dengan 300 pohon kopi. Setiap
pohon kopi menghasilkan 600 kg biji kopi setiap panen dan dijual langsung ke penadah.
Pendapatan rata-rata dari bertanam kopi adalah sekitar 1,8 juta/keluarga/tahun.

Beberapa keluarga juga memiliki ternak peliharaan. Sebanyak 14 keluarga berternak


kambing/domba dengan kepemilikan rata-rata 5 ternak, selain itu sekitar 9 keluarga sebagi peternak
dengan sistim bagi hasil dengan pemilik ternak. Di Dusun Tangsi Jaya juga ada beberapa kios kecil
yang menyediakan keperluan sehari-hari penduduk selain pasar yang terletak sekitar 6 km ke kota
Kecamatan Gunung Halu.

Struktur Konsumsi Energi

Semua rumah tangga menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi utama untuk
memasak selain beberapa rumah tangga telah mengunaakn LPG. Rata-rata konsumsi kayu bakar
untuk memasak adalah 1 m3/hari yang dikumpulkan dari ranting-ranting sekitar hutan terdekat.

Di tahun 2008, pemerintah mencanangkan Desa Mandiri Energi (DME) dengan daya 18
kW mikrohidro yang bersumber dari aliran sungai Ciputri di dusun Tangsi Jaya. Mikrohidro
beroperasi rata-rata selama 16 jam/hari kecuali hari jumat dan minggu yang beroperasi 24 jam.
Dalam setahun menghasilkan listik 119 808 kWh dengan 6656 jam operasi. Berdasarkan survey
tahun 2010, keluarga pra-sejahtera menggunakan listrik 1 A dan dibebaskan dari biaya bulanan
untuk keluarga yang tidak mampu. Untuk keluarga sejahtera menggunakan daya maksimum 2 A
(450 W) dan ada 10 keluarga menggunakan listrik dari PLN (450 W).

221 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Table 1. Penggunaan Listrik di Dusun Tangsi Jaya


Kategori Kapasitas Iuran per-bulan Jumlah
Rp Keluarga
A 1 A (220 W) tanpa TV Bebas 5
B 1A (220 W) dengan TV 16,000 48
C 2A (450 W) 18,000. 14
D Fasilitas Umum, sekolah, sarana ibadah 0
dan lain-lain.
E PLN 450 W 10

Untuk keperluan memasak, setiap keluarga menggunakan kayu bakar yang dikumpulkan di
hutan sekitar Dusun Tangsi Jaya.Rata-rata konsumsi kayu bakar adalah rata-rata 12 m3/tahun untuk
keluarga pra-sejahtera dan 24 m3/tahun untuk keluarga sejahtera. Selain itu keluarga sejahtera juga
telah menggunakan LPG dengan rata-rata pemakaian 90 kg/tahun.

Table 1. Komposisi Konsumsi Energi Rumah Tangga di Dusun Tangsi Jaya


Kategori Deskripsi Jenis Tipe Unit Jumlah Intensitas
Energi Keluarga setiap
Keluarga
Sejahtera Penerangan Mikrohidro A Listrik kWh 0 0
1 A (220 W)
Mikrohidro B Listrik kWh 0 0
1 A (220 W)
Mikrohidro C Listrik kWh 12 1464.32
2 A (440 W)
PLN (450 W) Listrik kWh 10 2096
Memasak Tungku bakar Kayu bakar m3 22 24
Tradisional
Tungku kayu bakar Kayu m3 0 10
dng efisiensi tinggi bakar
Tungku LPG LPG Kg 6 90
Penggunaan TV, dan lain-lain Listrik kWh 22 210
lain

Pra- Penerangan Mikrohidro A Listrik kWh 5 585.73


Sejahtera 1 A (220 W)
Mikrohidro B Listrik kWh 48 732.16
1 A (220 W)
Mikrohidro C Listrik kWh 2 1464.32
2 A (440 W)
PLN (450 W) Listrik kWh 0 0
Memasak Tungku bakar Kayu bakar m3 55 24
Tradisional
Tungku kayu bakar Kayu m3 0 10
dng efisiensi tinggi bakar
Tungku LPG LPG Kg 0 0
Penggunaan TV, dan lain lain Listrik kWh 48 166
lain

221 –- 15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
SECTOR Paddy Vegetables Coffee Paddy Industry Coffee Industry Vegetable Industry Transportation Electricity Fuel Fuel Wood Shop

dari luar.
1 Paddy 6,930,000 0 0 -6,930,000 0 0 0 0 0 0 0
2 Vegetables 0 64,000,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Coffee 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Paddy Industry 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Coffee Industry 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Vegetables Industry 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Transportation 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Electricity 0 0 0 0 0 0 0 262,800 0 0 262,800
Analisi I/O Table dan LEAP

9 Fuel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Fuel wood 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
I/O Table dari Desa Tangsi Jaya

11 Shop 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Intermediate Input 6,930,000 64,000,000 0 -6,930,000 0 0 0 262,800 0 0 262,800


Intermediate Import 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Salary 485,100,000 207,900,000 138,600,000 0 0 0 43,800,000 32,850,000 0 54,750,000 109,500,000
Surplus -353,430,000 1,008,100,000 617,400,000 6,930,000 0 0 -43,800,000 4,740 0 130,050,000 -107,268,000

22
Primary Import 131,670,000 1,216,000,000 756,000,000 6,930,000 0 0 0 32,854,740 0 184,800,000 2,232,000

1 -–16
Total Household
Export final demand Total Demand Impor Total Output
SECTOR Intermediate Sector Consumption
Table 3. I/O Table (Year : 2010) of the Tangsi Jaya hamlet

1 Paddy 0 0 138,600,000 138,600,000 138,600,000 0 138,600,000


2 Vegetables 64,000,000 67,452,000 1,148,548,000 1,216,000,000 1,280,000,000 0 1,280,000,000
3 Coffee 0 0 756,000,000 756,000,000 756,000,000 0 756,000,000
4 Paddy Industry 0 249,480,000 0 249,480,000 249,480,000 249,480,000 0
5 Coffee Industry 0 49,183,750 0 49,183,750 49,183,750 49,183,750 0
6 Vegetables Industry 0 0 0 0 0 0 0
7 Transportation 0 144,144,000 0 144,144,000 144,144,000 144,144,000 0
8 Electricity 525,600 33,117,540 0 33,117,540 33,643,140 525,600 33,117,540
9 Fuel 0 693,000 0 693,000 693,000 693,000 0
10 Fuel wood 0 184,800,000 0 184,800,000 184,800,000 0 184,800,000
11 Shop 0 24,948,000 0 24,948,000 24,948,000 22,453,200 2,494,800

Intermediate Input 64,525,600 753,818,290 2,043,148,000 2,796,966,290 2,861,491,890 466,479,550 2,395,012,340


Intermediate Import 0
Salary 1,072,500,000
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan

I/O Table dari Dusun Tangsi Jaya seperti ditunjukan dalam Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012

Universitas Darma Persada

ditunjukan bahwa sektor ekonomi yang paling dominan adalah sektor pertanian. Dalam kondisi ini,
Jakarta, 13 Maret 2012

industri pengolahan kopi masih belum ada dan industri pengolahan beras masih tetap tergantung

Surplus 1,257,986,740
Primary Import 2,330,486,740
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

LEAP model digunakan untuk melihat pengaruh dari pembuatan unit pengolah skala kecil
(UPSK) padi terhadap struktur ekonomi di Dusun Tangsi Jaya. Hasil perhitungan seperti di lihat
dalam Tabel 4. Efek dari pembangunan UPSK dapat dilihat dengan membandingkan dengan total
PDRB dimana terjadi peningkatan PDRB sekitar 40 % dibandingkan dengan kondisi tanpa UPSK
pada tahun 2020.

Table 4. Perubahan PDRB dan Pendapatan/hari/orang


Dengan UPSK Dengan UPSK
Tanpa UPSK (Mengimpor padi sebesar 13%)
Tahun
PDRB Orang/ PDRB Orang/ PDRB Orang/hari
hari hari
2010 2,395,012,340 21,304 2,274,772,340 20,235 2,274,772,340 20,235
2011 2,428,877,246 21,605 2,483,377,246 22,090 2,488,777,246 22,138
2012 2,468,713,747 21,960 2,716,123,747 24,161 2,728,123,747 24,267
2013 2,511,171,643 22,337 3,277,142,300 29,151 3,493,696,643 31,077
2014 2,560,934,228 22,780 3,475,520,680 30,916 3,812,274,228 33,911
2015 2,602,903,492 23,153 3,688,452,000 32,810 4,182,028,492 37,200
2016 2,682,820,658 23,864 3,926,834,700 34,930 4,622,835,658 41,121
2017 2,770,193,181 24,641 4,186,606,760 37,241 5,141,453,181 45,734
2018 2,854,670,585 25,393 4,464,460,860 39,712 5,751,975,585 51,165
2019 2,955,358,750 26,289 4,769,880,680 42,429 6,482,488,750 57,663
2020 3,053,875,772 27,165 5,097,822,060 45,346 7,351,950,772 65,397
2021 3,158,852,041 28,099 5,415,896,400 48,176 8,359,147,041 74,356
2022 3,271,235,991 29,098 5,760,667,420 51,242 9,579,065,991 85,208
2023 3,390,813,314 30,162 6,130,578,620 54,533 11,059,953,314 98,381
2024 3,515,342,000 31,270 6,529,270,900 58,079 12,866,052,000 114,446
2025 3,648,148,087 32,451 6,958,747,700 61,900 15,077,968,087 134,122
2026 3,788,890,045 33,703 7,419,605,040 65,999 17,794,100,045 158,282
2027 3,937,782,326 35,027 7,915,934,400 70,414 21,142,742,326 188,069
2028 4,096,907,531 36,443 8,451,520,420 75,178 25,281,882,531 224,888
2029 4,261,668,741 37,908 9,025,652,860 80,285 30,409,413,741 270,498
2030 4,437,120,943 39,469 9,643,163,140 85,778 36,775,570,943 27,127

Tabel 4 juga menunjukan bahwa dari dari perhitungan dengan asumsi 13% merupakan padi
dari luar Dusun Tangsi Jaya. Hasil perhitungan menunjukan terjadi kenaikan sekitar 44.2 % dari
PDRB dibandingkan dengan hanya mengolah padi yang dihasilkan sendiri. Dengan kenaikan
PDRB menyebabkan tingkat penghasilan perkapita juga mengalami peningkatan menjadi 69.5 %
dibandingkan tanpa pembangunan SPU.

22
1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Analisis LEAP model untuk Tangsi Jaya hamlet

Pembuatan Skenario

a). Komposisi Penduduk


Laju pertumbuhan penduduk Dusun Tangsi Jaya diasumsikan 1.025 %/tahun berdasarkan
laju pertumbuhan rata-rata Provinsi Bandung Barat. Diasumsikan juga terjadi perubahan komposisi
jumlah keluarga sejahtera dan pra-sejahtera, dimana terjadi penurunan jumlah keluarga pra-
sejahtera yang disebabkan oleh peningkatan kesempatan kerja dengan dibangunnya UPSK. Jumlah
keluarga sejahtera diasumsikan 50% pada tahun 2020 dan 70% diakhir tahun 2030. Diasumsikan
juga tidak ada laju urbanisasi atau perpindahan penduduk dari dan ke Dusun Tangsi Jaya.
Komposisi penduduk dapat dilihat pada gambar 2.

140
120
100
House Hold

80
60
40
20
0
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
Year

Welfare HH Subsistent HH

Gambar 2. Perubahan komposisi jumlah populasi penduduk di Dusun Tangsi Jaya

b). Kebutuhan Konsumsi Beras


Berdasarkan hasil survey menunjukan hasil rata-rata panen padi adalah 3.3 ton/ha lebih
rendah dari rata-rata produksi padi di Jawa Barat sebesar 5.6 ton/ha. Diasumsikan dengan
menggunakan varietas baru yang menghasil panen tinggi dan konsumsi beras 135 kg/kapita/tahun,
maka diperlukan pertumbuhan produksi padi sebesar 7%/ tahun untuk dapat mempertahankan
swasembada beras sampai tahun 2020.

1 -–18
22
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 3. Perkiraan komposisi penduduk hasil perhitungan dengan menggunakan LEAP .

200
180
160
140
Paddy (Ton)

120
100
80
60 Paddy demand
40 Growth 7%
20
0
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030

Year

Gambar 4. Pertumbuhan produk beras dan kenaikan konsumsi beras yang disebabkan oleh
pertumbuhan jumlah penduduk di Dusun Tangsi Jaya.

c). Perubahan Konsumsi Listrik untuk Penerangan


Gambar 5 menunjukan perubahan konsumsi lisrik dimana konsumsi listrik keluarga pra-
sejahtera akan naik karena perubahan menuju keluarga sejahtera sehingga aka nada penambahan
daya dari 1 A menjadi 2 A. Jika mikrohidro terpasang saat ini sebesar 18 kW atau sebesar 119 808
kWh selama setahun, dengan kebutuhan konsumsi listrik tersebut diperkirakan pada tahun 2019
daya terpasang mikrohidro sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan listrik di dusun tersebut.
Sehingga direkomendasikan untuk mencari sumber energi listrik lainnya semisal dari PLN atau
membangun pembangkit listrik lainnya.

22
1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

160

Electricity Demand (x 1000 kWh)


140
120
100
80
60
40 Lighting (Micro-Hydro)
20 Capacity
0
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
Year

Gambar 5. Pertumbuhan kebutuhan listrik untuk penerangan

d). Penerapan Unit Pengolahan Skala Kecil (UPSK)


Saat ini terdapat satu UPSK kopi yang diberikan oleh kementrian energi dan sumber daya
mineral dibawah program pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan listrik yang dihasilkan
oleh mikrohidro. Akan tetapi, karena tidak ada modal pendukung dan daya listrik penggerak motor
sangat besar maka UPSK tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk dapat
meningkatkan taraf hidup penduduk setempat maka potensi energi yang ada harus dimanfaatkan
secara optimal dengan mengoperasikan mikrohidro 24 jam. Kelebihan energi listrik yang
dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menggerakan sektor ekonomi lain yang dapat meningkatkan
pendapatan penduduk.

Pembuatan unit pengolahan skala kecil untuk pengolahan padi dan kopi merupakan salah
satu opsi yang dapat digunakan untuk memanfaatkan sumber energi tersebut. Analisis yang
digunakan berdasarkan rencana pembuatan unit pengolahan beras pada tahun 2013 dan hasil
perhitungan panen dengan asumsi kenaikan rata-rata 6% / tahun untuk padi serta 7 % / tahun untuk
kopi. Gambar 6 menujukan perkiraan pertumbuhan beras dan kopi di dusun Tangsi Jaya,
sedangkan Gambar 7 menunjukan kenaikan permintaan energi yang diperlukan untuk penerangan
dan UPSK .

221 –- 110
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Gambar 6. Perkiraan pertumbuhan produksi beras dan kopi di Dusun Tangsi Jaya.

Gambar 7. Perkiraan pertumbuhan kebutuhan listrik total untuk rumah tangga dan
Estimated grow on electricity demand from house hold and SPUs

KESIMPULAN

I/O Table dan LEAP software dapat digunakan sebagai alat analisis dalam perancangan
dan pengembangan konsep Desa Mandiri Energi (DME) di Dusun Tangsi Jaya dengan
memanfaatkan sumber daya alam mikrohidro yang tersedia. Hasil kajian menggunakan alat analisis
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari hasil analisis I/O Table pada dusun Tangsi Jaya, terdapat dua sektor ekonomi yang dapat
dikembangkan dengan sumber energi yang tesedia untuk meningkatkan taraf hidup penduduk
yaitu industri pengolahan beras dan kopi. Terjadi peningkatan PDRB Dusun Tangsi Jaya

221–- 11
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

sebesar 40% dan kenaikan pendapatan per-kapita 69.5 % di tahun 2020 setelah pembangunan
industri pengolahan beras dan kopi.
2. Karena kenaikan jumlah permintaan listrik untuk penerangan dan industri pengolahan beras
dan kopi, maka listrik yang dihasilkan oleh mikrohidro terpasang saat ini tidak mencukupi
untuk kebutuhan tahun 2020. Sehingga perlu pembangunan unit mikrohidro lain atau sumber
energi lain semisal dari PLN.

DAFTAR PUSTAKA

Stockholm Environment Institute, 2005, Long-range Energy Alternative Planning System; User
Guide, SEI, Boston, USA.
Stockholm Environment Institute, 2010, Long-range Energy Alternative Planning System; Training
Exercise, SEI, Boston, USA.
Winarno, O.T., 2008, Long-range Energy Alternative Planning System; Panduan Perencanaan
Energi, Pusat Kajian Kebijakan Energi- Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia.
Badan Pusat Statistik, 2010. Laporan Bulanan-Data Sosial Ekonomi. Badan Pusat Statistik
Indonesia.
Badan Pusat Statistik, 2011. Berita Resmi Statistik-BPS Jawa Barat. http://jabar.bps.go.id
Ahmed, S.S., Muhammad, S., Shabbir, R., and Wahid, A. 2010. Predicting Future Energy
Requirements of Punjab (Pakistan) Agriculture Sector Using Leap Model. World Applied
Sciences Journal 8 (7): 833-838.

221–- 12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

PENGARUH MEDIA INTERNET TERHADAP MOTIVASI BELAJAR


MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI UNSADA

Sukardi, Fauzi Baisyir


Manajamen – Fakultas Ekonomi

ABSTRAK

Perkembangan teknologi jaringan Internet saat ini sudah merupakan kebutuhan pokok bagi siapa
saja yang membutuhkan informasi dengan cepat. Masalah pemanfaatan internet untuk meningkatkan
motivasi belajar mahasiswa masih rendah, umumnya mahasiswa mengakses internet tidak lebih untuk
jejaring social, download music, film dan game online. Peneliti mencoba mengukur besarnya pengaruh
media internet terhadap motivasi belajar mahasiswa di Fakultas Ekonomi Unsada. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara media internet terhadap motivasi belajar
mahasiswa. Penelitian dilakukan selama enam bulan di fakultas ekonomi Unsada. Variabel yang dikaji
dalam penelitian ini adalah variabel media internet dan motivasi belajar mahasiswa. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner dengan jumlah sampel 200 responden. Metode analisis dengan pendekatan korelasi
dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motiv responden akses internet adalah untuk jejaring social
sebesar 72%, sedangkan untuk mecari materi kuliah sebesar 62%. Sedangkan hubungan antara variabel
media internet dan motivasi belajar mahasiswa cukup kuat sebesar 50,4% dan variabel media internet
memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar sebesar 25%, sisanya sebesar 75% di pengaruhi factor lain
seperti halnya : lingkungan keluarga, lingkungan kampus, teman dekat maupun fasilitas belajar lainnya.
key

1. PENDAHULUAN

Internet merupakan jaringan global komputer dunia, besar dan sangat luas sekali dimana
setiap komputer saling terhubung satu sama lainnya dari negara ke negara lainnya di seluruh dunia
dan berisi berbagai macam informasi, mulai dari text, gambar, audio, video, dan lainnya. Internet
itu sendiri berasal dari kata Interconnection Networking, yang berarti hubungan dari banyak
jaringan komputer dengan berbagai tipe dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti
telepon, salelit, dan lainnya.

Dalam mengatur integrasi dan komunikasi jaringan komputer ini menggunakan protokol
yaitu TCP/IP. TCP (Transmission Control Protocol) bertugas untuk memastikan bahwa semua
hubungan bekerja dengan benar, sedangkan IP (Internet Protocol) yang mentransmisikan data dari
satu komputer ke komputer lain. TPC/IP secara umum berfungsi memilih rute terbaik transmisi
data, memilih rute alternatif jika suatu rute tidak dapat di gunakan, mengatur dan mengirimkan
paket-paket pengiriman data.

Internet memberikan banyak sekali manfaat, ada yang bisa memberikan manfaat baik dan
buruk. Baik bila digunakan untuk pembelajaran informasi dan buruk bila digunakan untuk hal yang

23
1 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

tidak memberikan nilai manfaat dan umumnya berbau pornografi, informasi kekerasan, dan lain-
lainnya yang negatif.

Zaman sekarang, internet merupakan kebutuhan bagi banyak orang kususnya anak muda
(mahasiswa) Fakta menunjukkan :

Tabel-1 Statistik Pengguna dan Populasi Internet di Indonesia (Tahun 2000-2010)


Tahun Pengguna Populasi % Percen
2000 2,000,000 206,264,595 1.0 %
2007 20,000,000 224,481,720 8.9 %
2008 25,000,000 237,512,355 10.5 %
2009 30,000,000 240,271,522 12.5 %
2010 31,000,000 242,968,342 12.3 %
sumber : http://www.internetworldstats.com/asia/id.htm, Nopember 2011

Saat ini Internet bukan teknologi asing lagi namun merupakan salah satu alat yang sangat
strategis dan penting di era informasi dan globalisasi ke depan. Dampak penggunaan internet yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan hal negatif. Oleh karena itu manusia dalam menggunakan
internet sebaiknya juga memahami kebutuhan informasi yang dapat memberikan manfaat posif.

Seiring dengan perubahan dan paradigma proses pembelajaran, maka keberhasilan kegiatan
belajar mengajar di perguruan tinggi tidak hanya ditentukan oleh faktor pengajar/dosen, melainkan
juga keaktifan mahasiswa. Kurikulum baru tahun 2004 mempertegas bahwa proses pembelajaran
harus berpusat pada peserta belajar, pengajar bukan sebagai satu-satunya sumber belajar atau
sumber informasi, melainkan berperan sebagai fasilitator, dinamisator, dan motivator dalam
pembelajaran.

Selain sumber belajar berupa perpustakaan yang tersedia di kampus, sekarang ini
berkembang teknologi internet yang memberikan kemudahan dan keleluasaan dalam menggali ilmu
pengetahuan. Melalui internet mahasiswa dapat mengakses berbagai literatur dan referensi ilmu
pengetahuan yang dibutuhkan dengan cepat, sehingga dapat mempermudah proses studinya.

Penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar pengaruh media internet terhadap motivasi
belajar mahasiswa fakultas ekonomi Universitas Darma Persada guna mendukung proses
pembelajaran di bangku kuliah.

23
1 -–12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pokok masalahnya :
a. Motif apa yang paling dominan mahasiswa menggunakan internet ?
b. Bagaimana pengaruh media internet terhadap motivasi belajar mahasiswa di Fakultas
Ekonomi Unsada ? .

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a. Prosentase motif mahasiswa menggunakan internet.
b. Kuat lemahnya hubungan dan pengaruhnya media internet terhadap motivasi belajar
mahasiswa fakultas ekonomi unsada.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
Bagi mahasiswa untuk belajar sendiri secara cepat, sehingga akan meningkatkan dan
memeperluas pengetahuan, belajar berinteraksi, dan mengembangkan kemampuan dalam
bidang penelitian
Bagi para dosen bermanfaat dalam mengembangkan profesinya seperti :
(a) meningkatkan pengetahuan,
(b) berbagi sumber diantara rekan sejawat,
(c) bekerjasama dengan pengajar di luar negeri,
(d) kesempatan mempublikasikan informasi secara langsung, (e) mengatur komunikasi secara
teratur, dan
(f) berpartisipasi dalam forum-forum lokal maupun internasional

2. TINJAUAN TEORI

Pengertian Internet
Secara harfiah, Internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah sistem global
dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite
(TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Manakala Internet (huruf 'I' besar)
ialah sistem komputer umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai
protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol)[12]

12
http://id.wikipedia.org/wiki/Internet

23
1 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Jaringan internet juga didefinisikan sebagai jaringan komputer yang mampu


menghubungkan komputer di seluruh dunia sehingga berbagai jenis dan bentuk informasi dapat
dikomunikasikan antar belahan dunia secara instan dan global. [13] Selain kedua pengertian di
atas, internet juga disebut sebagai sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan situs
akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan. Internet menyediakan akses
untuk layanan telekomunikasi dari sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar
di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (e-mail, chat), diskusi (usenet
news, milis, bulletin board), sumber daya informasi yang terdistribusi (World Wide Web, Ghoper),
remote login dan lalu lintas file (Telnet, FTP), serta berbagai layanan lainnya,[14].

Sejalan dengan perkembangan internet, telah banyak aktivitas yang dilakukan dengan
memanfaatkan jaringan internet, seperti e-Commerce, e-Banking, e-Government, e-Learning dan
lainnya. Salah satu aktivitas yang berkaitan dengan proses pembelajaran adalah e-Learning. E-
Learning adalah wujud penerapan teknologi informasi di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah
maya. E-Learning merupakan usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar
di sekolah dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet.

Internet dalam Kegiatan Belajar

Menurut Fred S Keller (2008), seorang teknolog pendidikan era tahun 1960-an mengkritik
penerapan metode-metode pembelajaran konvensional yang kurang menarik perharian peserta
didik. Fred menyatakan peserta didik harus diberi akses yang lebih luas dalam menentukan apa
yang ingin mereka pelajari sesuai minat, kebutuhan, dan kemampuannya. Dikatakannya pula
bahwa guru bukanlah satu-satunya pemegang otoritas pengetahuan di kelas. Siswa harus diberi
kemandirian untuk belajar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar [15]

Kekayaan informasi yang sekarang tersedia di internet telah lebih mencapai harapan dan
bahkan imajinasi para penemu sistemnya. Melalui internet dapat diakses sumber-sumber informasi
tanpa batas dan aktual dengan sangat cepat. Adanya internet memungkinkan seseorang di Indonesia
untuk mengakses perpustakaan di Amerika Serikat dalam bentuk Digital Library. Sudah banyak
pengalaman tentang kemanfaatan internet dalam penelitian dan penyelesaian tugas akhir
mahasiswa. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar dapat juga dilakukan melalui

13
www.jurnal-kopertis4.org
14
www.andhika.com
15
http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/13/09380069/Kunci.Sukses.Membuat.Motivation.Statement

23
1 -–14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

internet. Tanpa teknologi internet banyak tugas akhir dan thesis atau bahkan desertasi yang
mungkin membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikannya .[16]

Para akademisi merupakan salah satu pihak yang paling diuntungkan dengan kemunculan
internet. Berbagai referensi, jurnal, maupun hasil penelitian yang dipublikasikan melalui internet
tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Para mahasiswa tidak lagi kesulitan mencari informasi
maupun materi ajar di perpustakaan sebagai bahan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya.
Cukup memanfaatkan search engine, materi-materi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat.
Selain menghemat tenaga dan biaya dalam mencarinya, materi-materi yang dapat ditemui di
internet cenderung lebih up to date.

Bagi para dosen maun mahasiswa, internet bermanfaat dalam mengembangkan profesinya
seperti : (a) meningkatkan pengetahuan, (b) berbagi sumber diantara rekan sejawat, (c) bekerjasama
dengan pengajar di luar negeri, (d) kesempatan mempublikasikan informasi secara langsung, (e)
mengatur komunikasi secara teratur, dan (f) berpartisipasi dalam forum-forum lokal maupun
internasional. Di samping itu para pengajar juga dapat memanfaatkan internet sebagai sumber
bahan mengajar dengan mengakses rencana pembelajaran atau silabus online dengan metodologi
baru, mengakses materi kuliah yang cocok untuk mahasiswanya, serta dapat menyampaikan ide-
idenya.

Sementara itu mahasiswa juga dapat menggunakan internet untuk belajar sendiri secara
cepat, sehingga akan meningkatkan dan memeperluas pengetahuan, belajar berinteraksi, dan
mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian.[17]

Selanjutnya manfaat internet bagi pendidikan di Indonesia, yaitu : akses ke perpustakaan,


akses ke pakar, perkuliahan online, layanan informasi akademik, menyediakan fasilitas mesin
pencari data, menyediakan fasilitas diskusi, dan fasilitas kerjasama.

Pengertian Media Sumber Belajar

Menurut Association for Educational Communications and Technology sumber


pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara
terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan

16
ww.jurnal-kopertis4.org
17
http://re-searchengines.com/artikel.html

23
1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sumber pembelajaran dapat


dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :
- Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning resources by design), yakni semua
sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk
memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; dan
- Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni
sumber belajar yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun dapat
ditemukan, diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar-salah satunya adalah media
massa.

Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak
yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan
informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini
menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media
massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting ialah "The communicator is a social
organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of
people who are spartially separated”. Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua
jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik
(televisi dan radio, termasuk internet) [18 ]

Berdasarkan kajian pustaka di atas menunjukkan bahwa peningkatan kualitas pendidikan di


perguruan tinggi dapat ditempuh melalui berbagai cara, antara lain : peningkatan kompetensi
dosen, peningkatan muatan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan penilaian hasil
belajar, peningkatan bekal ketrampilan mahasiswa, penyediaan bahan ajar yang memadai, dan
penyediaan sarana belajar. Ketersediaan bahan ajar dan sarana belajar merupakan faktor penting
dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Namun demikian sering kali bahan ajar yang
ada di perpustakaan tidak mampu memenuhi kebutuhan belajar mahasiswa, sehingga perlu
memanfaatkan sumber belajar yang lain. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan oleh
mahasiswa secara mandiri adalah jaringan internet. Untuk itu, bekal ketrampilan mahasiswa
khususnya dalam memanfaatkan teknologi internet sangat diperlukan.

18
http://artikel.us/mangkoes6-04-2.html).

231 –- 16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Melalui internet, mahasiswa dapat mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan
sesuai kebutuhan yang relevan dengan subjek mata kuliah. Sehingga pemanfaatan jaringan internet
sebagai sumber belajar, akan membantu mempermudah dan mempercepat penyelesaian tugas-tugas
perkuliahan, termasuk penyelesaian tuga akhir.

Oleh karena itu, dosen sebagai motivator dan dinamisator dalam pembelajaran hendaknya
memberi dorongan serta menciptakan kondisi agar mahasiswa dapat secara aktif menemukan ilmu
pengetahuan baru melalui pemanfaatan teknologi internet.

3. MOTIVASI BELAJAR

Pengertian Motivasi

Huitt, W. (2004) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status internal (kadang-
kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang
untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang
pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu: 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan
memberi arah pada perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan
perilaku seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan
berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.

Thursan Hakim (2000 : 26) mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu dorongan
kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan
tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat
lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.

Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2007),
yaitu: Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara
untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti
imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan
nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan

23
1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

tugas, dimana tujuannya adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang
penguasaan keahlian.

Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu
sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata
pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang
menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang
mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan
pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini,
murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena
kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka
mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran
mereka.
2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi
ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta
terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.

4. METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat penelitian :


Waktu penelitian mulai awal semester ganjil 2011-2012 sampai akhir sementer ganjil
2011-2012 atau selama 6 (enam) bulan. Sedangkan tempat penelitian dilakukan di lingkungan
Universitas Darma Persada kususnya kepada mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ekonomi yang aktif
pada semester Ganjil 2011/2012.

Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian survai, yang dipakai untuk tujuan eksplorasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang hubungan internet dengan motivasi
belajar mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsada.

Media Internet (X) Motivasi Belajar (Y)


(Variabel dipenden) (Variabel Indipenden)

Gambar -2, Disain Penelitian

23
1 -–18
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2002:72).

Sasaran populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi yang
menggunakan media internet sebagai media belajar dan mampu meningkatkann motivasi
pembelajaran mahasiswa di Fakultas Ekonomi Unsada. Jumlah populasi dalam penelitian ini
belum dapat diketahui secara pasti karena tidak ada data yang menunjukkan berapa jumlah
mahasiswa yang memanfaatkan media internet untuk mendukung belajarnya.

Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono 2002:73). Populasi dan wilayah generalisasi penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa yang menggunakan internet sebagai media belajar yang meliputi seluruh mahasiswa
Fakultas Ekonomi Unsada. Sampel penelitian diambil dengan pendekatan tabel issac dan michale
dengan asumsi seluruh mahasiswa pernah menggunakan internet. Jumlah mahasiswa Fakultas
Ekonomi sebanyak N=465 dengan tingkat kesalahan 5% maka sampel di ambil sebanyak 200
responden.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran
kuesioner kepada responden yang telah ditentukan untuk diisi dan dikembalikan pada peneliti
sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Teknik Analisis Data


Teknik analisa data pengolahan data dibantu dengan Program SPSS Seri 17 dengan
menggunakan data yang terkumpul untuk dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi dan
persentase serta menggunakan pendekatan Regresi dan korelasi sederhana.
Y = a + bX
Dimana :
Y = Motivasi Belajar Mahasiswa (variabel terikat/dependent variabel)
X = Media belajar Internet, (variabel bebas/independent variabel)
a = konstanta
b= Koefisien

23
1 -–19
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Signifikasi regresi diuji dengan t test pada alpha 0,05


Sedangkan untuk mengihitung korelasi di gunakan rumus korelasi product moment sebagai
berikut :
r_xy=(∑xy)/√((∑x^2 )(∑y^2 ) )

Keterangan:
r_xy =Koefisiensi korelasi anatara variabel X dan variabel Y:dua variabel yang dikorelasikan
∑xy =Jumlah perkalian x dengan y
x^2 =Kuadrat dari x (deviasi x)
y^2 =Kuadrat dari y (deviasi y)

Nilai r terbesar adalah +1 dan r terkecil adalah 0. r = +1 menunjukkan hubungan positip


sempurna, sedangkan r = 0 menunjukkan tidak adanya hubungan. r tidak mempunyai satuan atau
dimensi. Tanda + atau - hanya menunjukkan arah hubungan.
Intrepretasi nilai r adalah sebagai berikut:

Tabel-2, Pedoman interprestasi Nilai r Korelasi


Nilai r Interprestasi
0 Tidak ada korelasi
0,00-0,20 Korelasi sangat lemah
0,21-0,40 Korelasi lemah
0,41-0,60 Korelasi cukup kuat
0,61-0,80 Korelasi kuat
0,81- 0.99 Korelasi sangat kuat
1 Korelasi sempurna

Sumber : J. Supranto dalam Statistik Bisnis

Definisi Operasional Variabel


Variabel Terikat (X)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Media belajar Internet yaitu merupakan salah
satu media belajar dengan perangakat elektronik yang dapat terhubung dengan jaringan secara luas.

Variabel Bebas (Y)


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar mahasisa yaitu motivasi yang
timbul dari diri mahasiswa yang di picu oleh factor-faktor lain dari lingkungannya, termasuk
media belajar internet.

231–- 10
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012
Jakarta, 13 Maret 2012

Internet
Adalah jaringan komputer yang mampu menghubungkan komputer di seluruh dunia
sehingga berbagai jenis dan bentuk informasi dapat diakses dari berbagai belahan dunia secara
cepat.

Media Belajar
Segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk menunjang
pembelajaran, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan
meningkatkan motivasi belajar secara efektiv dan efisien.

5. HASIL PENELITIAN

Pada bab ini merupakan pembahasan hasil penelitian dari tabulasi jawaban responden ke
dalam bentuk yang telah diolah dengan program excel sedemikian rupa sehingga dapat di analisis
sebagai berikut :

5.1 Profil Responden


Untuk mendapatkan gambaran kondisi dan profil responden berikut ini hasil olah data
dapat disajikan sebagaimana Tabel-2 berikut ini :
Tabel -3, Profil Responden
Profil Responden Variable pertanyaan Frekuensi Prosentase
1. Laki-laki 62 31%
Jenis Kelamin 2. Perempuan 138 69%
1. Manajemen 108 54%
Jurusan 2. Akuntansi 92 46%
1. 17-20 th 149 75%
Umur 2. 21-25 th 47 24%
3. >26 th 4 02%
Lama waktu akses 1.1 Jam 38 19%
internet 2.2 jam 53 26%
3.> 3 jam 109 55%
1. Di rumah 126 63%
Lokasi akses internet 2. Di Warnet 26 13%
3. Di kampus 71 36%
4. Di Kantor 6 03%
1. Mencari materi kuliah 124 62%
2. Mengirim/menerima e-mail 95 47%
Motif akses internet 3.Main games 63 37%
4.Untuk Jejaring Sosial 144 72%
5.Belanja online 18 09%
6.Mengisi waktu luang 102 51%

Sumber : Data Penelitian diolah 2012

231 –- 111
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Profil responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas berjenis kelamin
perempuan dari 200 responden 138 diantaranya responden perempuan atau sebesar 69%.
Sedangkan dari umur rata-rata responden berumur antara 17-20 tahun sebanyak 149 responden atau
sebesar 75%. Umumnya responden menggunakan waktu untuk akses internet rata-rata di atas 3 Jam
yaitu sebanyak 109 responden atau sebesar 55%. Tempat akses internet mayoritas responden di
rumah sebanyak 126 responden atau sebesar 63%. Jika di lihat dari motif responden akses internet
umumnya memiliki alasan yang berbeda-beda yaitu sebanyak 166 responden mencari informasi
materi kuliah atau sebesar 83%, dan sebanyak 144 responden akses internet untuk jejaring social
atau sebesar 72%, sedangkan 102 responden menyatakan hanya mengisi waktu luang atau sebesar
51%.

Uji Validitas Data

Uji validitas data variable (X) Media Internet


Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan
penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar
tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya data,
tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Pengujian instumen biasanya terdiri
dari uji validitas dan reliabilitas.

Validitas adalah tingkat keandalah dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen
dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid
atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono, 2004:137). Dengan
demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa
yang hendak di ukur.

Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada kuesioner
yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Teknik untuk mengukur validitas
kuesioner adalah sebagai berikut dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing
pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment. Berikut uji validitas
terhadap variable dependen (X) Media Belajar Internet dengan mengambil taraf significant 5%
pada N=200 Nilai r product moment.

231–- 12
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

Tabel -4, Nilai Uji validitas dependen dengan r table product moment
Pertanyaan r-hitung r-hitung r-tabel/r-kritis Keterangan
variable (X) variable (Y) n=200, α=0.05
P-1 0.52 0.49 Valid
P-2 0.60 0.65 Valid
P-3 0.57 0.57 Valid
P-4 0.61 0.63 Valid
P-5 0.51 0.51 Valid
P-6 0.54 0.24 0.14 Valid
P-7 0.49 0.56 Valid
P-8 0.53 0.48 Valid
P-9 0.57 0.69 Valid
P-10 0.65 0.63 Valid
P-11 0.60 0.61 Valid
P-12 0.50 0.50 Valid
P-13 0.54 0.60 Valid
P-14 0.50 0.55 Valid
P-15 0.55 Valid

Sumber : Data Penelitian diolah 2012


Uji validitas data variable (Y) Motivasi Belajar

Selanjutnya dilakukan pengujian validitas terhadap variabel (X) Media internet dan variable
(Y) Motivasi belajar mahasiswa. Berikut ini hasil uji validitas terhadap variabel (X) Media internet
dan variable dependen (Y) Motivasi belajar mahasiswa dengan mengambil taraf significant 5%
pada N=200 Nilai r product moment.

Analisis Korelasi
Berdasarkan data yang diolah menggunakan SPSS 17 di dapat hasil R, R square sebagai
berikut:
Tabel-5
Model Perhitungan SPSS Model Summaryb

Std. Error Change Statistics


Adjusted Durbin-
Model R R Square of the R Square Sig. F Watson
R Square F Change df1 df2
Estimate Change Change
1 .504a .254 .251 4.06606 .254 67.586 1 198 .000 1.729
a. Predictors: (Constant), X
b. Dependent Variable: Y

23 – 13
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Pada tabel-3 nilai R sebesar 0.504 atau sebesar 50,4%, hal ini menunjukkan hubungan
variable (X) Media belajar internet terhadap variable (Y) motivasi belajar mahasiswa memiliki
hubungan cukup kuat (skala 0.41-0.60). Nilai R Square = 0.254 atau sebesar 25, 4% yang
disesuaikan dengan Adjusted R Square = 0,251 artinya sebesar 25% variabel terikat (Y) motivasi
belajar mahasiswa dapat ditentukan atau dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu media belajar
internet (X). Sedangkan sebesar 75% ditentukan oleh variabel–variabel lain yang tidak termasuk
dalam penelitian ini.

Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,254, berarti bahwa variable dependen (X) media belajar
internet memberikan sumbangan sebesar 25% terhadap motivasi belajar mahasiswa fakultas
ekonomi Universitas Darma Persada.

Untuk mengetahui hubungan variable bebas (X) Media belajar Internet terhadap variable (Y)
Motivasi belajar mahasiswa digunakan analisis correlations

Tabel-6
Model Perhitungan SPSS dengan Model ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1117.381 1 1117.381 67.586 .000a

Residual 3273.499 198 16.533

Total 4390.880 199

a. Predictors: (Constant), X
a. Dependent Variable: Y

Pengaruh variabel dipenden (X) media belajar internet di dapat dari hasil analisis
dengan menggunakan SPSS 17 for windows. Nilai F-hitung nyata pada tingkat kepercayaan 95%,
menunjukkan nilai dari F hitung sebesar 67,599 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, artinya
media internet ada pengaruhnya terhadap motivasi belajar mahasiswa.

Selanjutnya dari hasil perhitungan SPSS dapat dilakukan uji hipotesis nyata model
regresi linier dengan mengambil hipotesis :
H0 = Diduga Variabel dipenden (X) tidak mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar
mahasiswa berupa garis linier.

231 –- 114
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

H1= Diduga variabel dipenden (X) mempunyai pengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa
berupa garis linier.

Jika F hitung < F tabel 0,01 H0 diterima atau sebaliknya.

Untuk menguji hipotesis tersebut ada hubungan atau tidak variabel dipenden (X)
terhadap variabel indipendek (Y) dapat dilihat dari hasil pengujian nilai F sebesar 67.586, dengan
mengambil taraf signifikansi (α) sebesar 1% maka dari tabel distribusi F di dapat nilai F sebesar
F,0.01,5,283 = 3.02. Dikarenakan F-hitung sebesar 67.586 > dari F-tabel 3.02, maka H0 ditolak,
artinya dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara linier antara variabel dipenden (X)
media belajar internet dengan variable indipenden (Y) motivasi belajar mahasiswa di Fakultas
Ekonomi Unsada.

Analisi Regreasi

Regresi linier sederhana adalah regresi yang melibatkan hubungan antara satu variable tak
bebas (Y) dihubungan dengan satu variabel bebas (X). Bentuk umum persamaan regresi linier
sederhana adalah:
y = a + bx

Dimana: y = variabel (Motivasi belajar mahasiswa)


a = intersep (titik potong kurva terhadap sumbu y)
b = kemiringan (slope) kurva linear
x = variabel (Media belajar internet)

Berikut ini hasil perhitungan SPSS sebagaimana ditunjukkan dalam table-6 berikut ini :
Tabel-7, Model Perhitungan SPSS Model Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients
Model Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 18.496 3.256 5.681 .000
Variabel (X) .522 .063 .504 8.221 .000
a. Dependent Variable: Y

231–- 15
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Hasil regresi linier berganda, di-formulasikan persamaan regresi untuk mengestimasi


variabel terikat dengan menggunakan variabel bebas ádalah sebagai berikut :
Y = 18.496 + 0.522 X

Dari persamaan regresi di atas diketahui bahwa variabel bebas : Media belajar Internet (X)
memiliki pengaruh yang searah terhadap variabel terikat Motivasi Belajar Mahasiswa (Y).
Pengaruh ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan pada variabel bebas seperti dosen dalam
memberikan tugas-tugas kuliah selalu dihubungan dengan media internet maka akan meningkatkan
pula variabel terikat.

Pembuktian Hipotesis
Pembuktian Hipótesis menggunakan Uji t (Parsial ) untuk melihat pengaruh secara parsial
dari variable bebas Media belajar internet (X), terhadap variabel terikat Motivasi belajar
mahasiswa (Y). Adapun kriteria pengujiannya adalah : H0 diterima : Sig t > 0,05 dan t hitung < t
tabel. Ho diterima : Sig t < 0,05 dan t hitung > t tabel. H0 : Variabel bebas secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Ha : Variabel bebas secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat.
H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas Media belajar Internet (X)
terhadap variabel terikat Motivasi belajar mahasiswa (Y).
H1 : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas Media belajar Internet (X)
terhadap variabel terikat Motivasi belajar mahasiswa (Y).

Dari analisis data yang sudah dilakukan maka dapat di buktikan hipotesis yang ada bahwa
dilihat dari tabel t hitung untuk variabel Media belajar internet (X) adalah 8.221 > t tabel sebesar
1.960 dan tingkat signifikan 0,000 (p<0,05) maka H0 di tolak dan H1 diterima, artinya ada
pengaruh yang signifikan antara variabel Media belajar internet terhadap Variabel Motivasi belajar
mahasiswa di Fakultas Ekonomi Unsada.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pengaruh media belajar internet terhadap motivasi belajar
mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
profil dari 200 responden menunjukkan secara umum responden berjenis kelamin perempuan

231 –- 116
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

sebanyak 138 responden atau sebesar 69%. Sedangkan dari segi umur umumnya berumur 17-20
tahun sebanyak 149 responden atau 74.6%. Waktu yang digunakan untuk akses internet sebanyak
109 responden dan umumnya lama akses internet di atas 3 jam di rumah sebesar 126 responden
atau 63%. Sedangkan motif mengakses internet digunakan untuk mencari materi kuliah sebanyak
166 atau 83%, untuk jejaring social sebanyak 144 responden atau 72%. Sedangkan dari 102
responden mengakses internet hanya mengisi waktu luang saja.

Selanjutnya hasil analisis statistic dengan pendekatan korelasi dan regresi menunjukkan
hasil bahwa hubungan antara media belajar internet terhadap motivasi belajar mahasiswa di
fakultas ekonomi menunjukkan 0.504 atau 50% yang berarti variabel (X) media internet memiliki
hubungan cukup kuat dengan variabel (Y) motivasi belajar mahasiswa. Sedangkan jika dilihat dari
besarnya pengaruh variabel (X) media internet terhadap variabel (Y) motivasi belajar mahasiswa
sebesar 0.254 atau sebesar 25.4% mampu memberikan kontribusi terhadap motivasi belajar
mahasiswa. Sedangkan sebesar 74.6% di di pengaruhi oleh factor lain seperti : Buku-buku
perpustakaan, lingkungan kampus, dosen serta factor keluarga yang tidak diteliti pada penelitian
ini.

Saran-saran

Untuk memanfaatkan fasilitas media internet dalam proses pembelajaran, sebaiknya para
dosen ketika memberikan tugas-tugas kepada para mahasiswa, mencari data-data agar selalu
menggunakan media tersebut. Perubahan informasi yang cepat dan instan adalah melalui media
internet. Saran lain yang konkrit saya sampaikan adalah sbb :
Dosen lebih menekankan tugas-tugas mahasiswa dengan menggunakan media internet
SAP Setiap mata kuliah sumber referensi selain buku2 perlu ditambah dengan
pemanfaatan internet.
Fasilitas internet di lingkungan kampus perlu di tingkatkan seperti sudut kampus yang
belum ada jaringan dengan wireless.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2005). Sekilas Perkembangan Internet di Indonesia.


Anonim. (2005). Kamus Istilah Internet.
Arif A Mangkoesapoetro. (2004). Pemanfaatan Media Massa Sebagai Sumber Pembelajaran IPS Di
Tingkat Persekolahan.

231–- 17
1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Fred S. Keller - 2008 Psychologists have been ardent professionals, an eager, easily
PRINTED IN THE UNITED STATES OF AMERICA E-50005 EDITORS INTRODUCTION
Andhika. (2005). Apa itu Internet ?
Huitt, W. (2004). Values. Educational psychology interactive. Valdosta, GA: Valdosta State
University.
J. Supranto (2001), Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi enam, Jilid 2 Erlangga.
Marsell Ruben Payong. (2005). Good Bye Teacher.
Philip Rechdalle.(2005). Internet dan Pendidikan.
Sugiyono 2002, Metode Penelitian Bisnis, Jakarta
Thursan Hakim (2000). Belajar secara efektif, Pustaka Swadaya Pembangunan Nusantara
http://id.wikipedia.org/wiki/Internet, Nopember 2011
www.jurnal-kopertis4.org, Nopember 2011
www.andhika.com, Desember 2011
http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/13/09380069/Kunci.Sukses.Membuat.Motivation.Stateme
nt, Nopember 2011
http://re-searchengines.com/artikel.html

23 – 18
1-1
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

DATA BASE ALUMNI UNSADA TAHUN 1991 – 2011


Firsan Nova, Jombrik dan Dini Rahayu,
Manajemen - Fakultas Ekonomi Unsada
firsan@nexusmitigation.com

ABSTRAK

Sebagai output universitas, alumni merupakan aset penting Unsada. Masalah penelitian ini adalah
bagaimana profil alumni Unsada tahun 1991-2011. Khususnya mengenai pengalaman kerja, posisi, industri,
kompetensi, lama bekerja, kesesuaian pendidikan dengan pekerjaan dan lain-lain. Analisa data yang
digunakan adalah statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi. Mayoritas responden adalah lulusan tahun
2007. Kesimpulan yang bisa diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut: posisi alumni saat ini
didominasi sebagai staf di tempat mereka bekerja, jenis perusahaan tempat alumni bekerja adalah swasta,
ruang lingkup industri yang digeluti alumni Unsada saat ini adalah pendidikan, pendidikan alumni sesuai
dengan pekerjaannya saat ini, alumni Unsada tidak memakan waktu lama untuk mendapatkan pekerjaan
pertamanya, dan ilmu yang diterima alumni saat di kuliah dapat diterapkan di tempat bekerjanya saat ini.

Kata Kunci: data base alumni

1. PENDAHULUAN

Setelah 25 tahun Unsada berdiri, data base tentang alumni Unsada tidak terdata dengan
baik. Hal ini merugikan ketika akreditasi dilakukan. Di luar akreditasi, bagaimanapun juga Unsada
harus memiliki database alumninya. Sebagai output universitas, alumni merupakan aset penting
Unsada.

Masalah penelitian ini adalah bagaimana profil alumni Unsada angkatan 1991-2011.
Khususnya mengenai pengalaman kerja, posisi, industri, kompetensi, lama bekerja, kesesuaian
pendidikan dengan pekerjaan dan lain-lain.

Alumni, kampus, dan dunia global dibutuhkan untuk saling mendukung satu sama lain.
Alumni menjadi penghubung kampus dengan dunia global, alumni juga berfungsi sebagai media
yang menyampaikan visi dunia kepada kampus. Dengan demikian, perlu kesiapan dari Universitas
untuk meningkatkan peran alumni terutama dalam mengembangkan rencana strategis universitas
ke depan.

Alumni Unsada sudah tersebar di ranah intelektual, bisnis, dan pemerintah. Ini merupakan
kekayaan tersendiri untuk dapat dijadikan sebagai penghubung kampus dengan dunia praktis.
Sementara itu, salah satu indikator tercapainya kinerja sebuah universitas menurut Times Higher
Education adalah terkait daya serap lulusan.

24
1 -–11
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

Sebagai Univesitas yang mempunyai komitmen tinggi untuk mencetak sumber daya
manusia berkualitas di Indonesia, diharapkan Unsada dapat menghasilkan lulusan yang mampu
bersaing dengan lulusan perguruan tinggi unggulan lain. Saingan dari lulusan Unsada bukan hanya
dari kampus yang terbaik di Indonesia, tetapi juga kampus-kampus terbaik di dunia.

Dengan demikian, Unsada harus mempersiapkan penyelenggaraan pendidikan yang


mampu bersaing dengan univrsitas lain. Kualifikasi lulusan yang dihasilkan pun harus berkualitas
internasional.

Peran alumni sangat strategis dalam penilaian kerja universitas. Akreditasi nasional dan
internasional ukurannya antara lain adalah keberhasilan alumni. Keberhasilan alumni adalah
keberhasilan Unsada. Alumni sukses, Unsada juga sukses.

2. METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh alumni Unsada dari angkatan pertama tahun
1991-2011 sebesar 5370 alumni dengan sampel sebesar 586 alumni. Namun kuesioner yang
terkumpul sebanyak 353 buah kuesioner. Kendala terbesar pada pengumpulan data adalah
kurangnya data sekunder mengenai nomer telepon yang bisa dihubungi, email ataupun alamat
rumah atau kantor. Sejumlah responden bisa dihubungi namun tidak mengembalikan kuesioner
yang kami kirimkan.

Teknik Pengumpulan Data


Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh
langsung dari sumber informasi yaitu alumni Unsada yang menjadi objek pada penelitian ini.
Pengumpulan data dilakukan dengan menghubungi alumni melalui telepon, email, faximilie,
pertemuan, jejaring sosial dan lainnya.

Teknik Analisa Data


Analisa data yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi.
Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali
tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar. Contoh
statistika deskriptif yang sering muncul adalah, tabel, diagram, grafik, dan besaran-besaran lain di

24
1 -–12
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

majalah dan koran-koran. Dengan Statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji
dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada.
Informasi yang dapat diperoleh dari statistika deskriptif ini antara lain ukuran pemusatan data,
ukuran penyebaran data, serta kecenderungan suatu gugus data.

Statistik deskriptif (descriptive statistic) secara umum merupakan ilmu statistik yang
mempelajari tata cara pengumpulan, pencatatan, penyusunan dan penyajian data penelitian dalam
bentuk distribusi frekuensi atau grafik dan selanjutnya dilakukan pengukuran nilai-nilai statistiknya
seperti rata-rata (mean), median, modus, deviasi standar, varians dan sebagainya.

Statistik deskriptif juga mencakup perhitungan-perhitungan sederhana, yang biasanya


merupakan statistik dasar, yang meliputi perhitungan frekuensi, frekuensi kumulatif, persentase,
persentase kumulatif, skor tertinggi, range dan lain-lain. Statistik deskriptif merupakan salah satu
ilmu statistik yang jamak dipergunakan dan dapat dengan mudah dimengerti oleh orang awam
sekalipun.

Jangka Waktu Penelitian


Jangka waktu penelitian ini sekitar 6 bulan dari bulan Oktober 2011 - Maret 2012.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data alumni yang mengisi kuesioner adalah dengan bertemu langsung
sebesar 43,8%, telepon sebesar 22,3%, e-mail sebesar 17,1%, jejaring sosial sebesar 16,2%,
dan yang tidak melalui kelimanya sebesar 0,6%.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin alumni yang mengisi kuesioner adalah laki-laki sebesar 51,9% dan perempuan
sebesar 48,1%.
c. Usia
Usia alumni yang mengisi kuesioner adalah < 25 tahun sebesar 29,3%, 31-35 tahun sebesar
21,4%, 26-30 tahun sebesar 20%, 36-40 tahun sebesar 19,7%, ≥ 40 tahun sebesar 6,1%, dan
yang tidak mengisi sebesar 3,5%.
d. Status
Status alumni yang mengisi kuesioner adalah belum menikah sebesar 50,4%, menikah sebesar
44,1%, yang tidak mengisi sebesar 3,8% dan janda/duda sebesar 1,7%.

24
1 –- 13
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

e. Fakultas
Fakultas alumni yang mengisi kuesioner adalah fakultas sastra sebesar 40,6%, fakultas
ekonomi sebesar 35,1%, fakultas teknik sebesar 24,1%, dan fakultas teknologi kelautan
sebesar 0,3%.
f. Jurusan
Jurusan alumni yang mengisi kuesioner adalah Manajemen 27%, Jepang S1 17,1%, Akuntansi
8,1%, Cina D3, Elektro, dan Industri 6,7%, Inggris S1 5,8%, Cina S1 4,9%, Jepang D3 4,1%,
Sistem Informasi dan Informatika 3,8%, Inggris D3 2% dan sistem perkapalan 0,3%.
g. Tahun Lulus
Tahun lulus alumni yang mengisi kuesioner adalah 2011 sebesar 27%, 1999 sebesar 9,6%,
1998 sebesar 9%, 2010 sebesar 8,1%, 2009 sebesar 6,7%, 2000 dan 2001 sebesar 5,2%, 2007
sebesar 4,9%, 2008 sebesar 4,6%, 2002 sebesar 3,5%, 2006 sebesar 2,6%, 1997, 2003 dan
2005 sebesar 2,3%, 1995 dan 2004 sebesar 1,7%, 1994 sebesar 1,2%, 1996 sebesar 0,9%,
1992 sebesar 0,6%, 1993 dan yang tidak mengisi sebesar 0,3%.
h. Status Masuk Kuliah
Status mahasiswa saat alumni masuk ke UNSADA yang mengisi kuesioner adalah mahasiswa
baru sebesar 94,8%, lanjutan D3 ke S1 sebesar 2,9%, pindahan sebesar 2%, dan yang tidak
mengisi sebesar 0,3%.
i. Lama Kuliah
Lama kuliah alumni di UNSADA yang mengisi kuesioner adalah 4 thn sebesar 38%, yang
tidak mengisi sebesar 24,1%, 5 th sebesar 18,8%, 3 th sebesar 8,4%, 6 thn sebesar 6,7%, 7 thn
sebesar 2,6%, 1 dan 9 thn sebesar 0,6%, dan 2 thn sebesar 0,3%.
j. IPK
IPK alumni yang mengisi kuesioner adalah IPK 2,50-2,99 sebesar 36,2%, IPK 3,00-3,50
sebesar 35,4%, IPK 3,51-4,00 sebesar 12,2%, yang tidak mengisi sebesar 10,7%, dan IPK
2,00-2,49 sebesar 5,5%.
k. Pencarian Kerja
Pencarian kerja (lama waktu yang dihabiskan untuk memperoleh pekerjaan pertama) alumni
yang mengisi kuesioner adalah 0-6 bulan sebesar 70,7%, 6-12 bulan sebesar 16,8%, yang tidak
mengisi sebesar 7,6%, 1-2 thn sebesar 3,2%, dan > 2 thn sebesar 1,7%.
l. Bekerja/Tidak Bekerja
Bekerja atau tidaknya alumni saat ini yang mengisi kuesioner adalah bekerja sebesar 88,4%,
tidak bekerja 9,9% dan yang tidak mengisi sebesar 1,7%.

24
1 –- 14
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

m. Kesesuaian Pendidikan
Kesesuaian bidang pendidikan dengan pekerjaan alumni yang mengisi kuesioner adalah sesuai
dan cukup sesuai sebesar 27,2%, sangat sesuai sebesar 22,6%, tidak sesuai sebesar 13,3%,
yang tidak mengisi sebesar 8,4%, dan sangat tidak sesuai sebesar 1,2%.
n. Prosentase Ilmu yang Dikuasai
Prosentase ilmu yang diterapkan alumni yang mengisi kuesioner adalah 51% - 100% sebesar
41,2%, 26% - 50% sebesar 32,2%, 1% - 25% sebesar 14,2%, yang tidak mengisi sebesar 9%,
0% sebesar 3,5%.
o. Jenjang Karir
Jenjang karir alumni yang mengisi kuesioner adalah mungkin sebesar 45,2%, sangat mungkin
sebesar 26,4%, cukup mungkin sebesar 16,8%, yang tidak mengisi sebesar 9,3%, tidak
mungkin sebesar 1,7%, dan sangat tidak mungkin sebesar 0,6%.
p. Jumlah Pindah Kerja
Jumlah pindah kerja alumni yang mengisi kuesioner adalah 1 kali sebesar 36,5%, yang tidak
mengisi sebesar 25,5%, 2 kali sebesar 19,1%, 3 kali sebesar 12,8%, 4 kali sebesar 4,1%, dan ≥
5 kali sebesar 2%.
q. Lama Bekerja
Lama bekerja alumni yang mengisi kuesioner adalah < 3 tahun sebesar 34,2%, yang tidak
mengisi sebesar 22,6%, 10-12 thn sebesar 14,5%, 4-6 thn sebesar 11%, 13-15 thn sebesar
7,5%, 7-9 thn sebesar 6,7%, dan ≥ 15 thn sebesar 3,5%.
r. Pengeluaran
Pengeluaran alumni yang mengisi kuesioner adalah > Rp 1 juta - Rp 3 juta sebesar 46,1%, >
Rp 3 juta - Rp 5 juta sebesar 18,3%, < Rp 1 juta sebesar 10,1%, > Rp 5 juta - Rp 7,5 juta
sebesar 8,1%, yang tidak mengisi sebesar 10,8%, > Rp 7,5 juta - Rp 10 juta sebesar 3,2%, >
Rp 10 juta - Rp 12,5 juta sebesar 2%, dan > Rp 15 juta sebesar 1,4%.
s. Studi Lanjut
Studi lanjut alumni yang mengisi kuesioner adalah tidak sebesar 42%, lanjut 39,7%, dan yang
tidak mengisi sebesar 18,3%.
t. Jenjang Studi Lanjut
Jenjang studi lanjut alumni yang mengisi kuesioner adalah yang tidak mengisi sebesar 60,9%,
S2 sebesar 33,9%, S1 sebesar 3,5%, dan S3 sebesar 1,7%.
u. Kesesuaian Studi Lanjut dengan Pendidikan Sebelumnya
Kesesuaian studi dengan pendidikan terakhir alumni yang mengisi kuesioner adalah yang
tidak mengisi sebesar 60,3%, sesuai sebesar 28,1%, dan tidak sesuai sebesar 11,6%.

24
1 -–15
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

v. Jenis Perusahaan
Jenis perusahaan tempat alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah swasta 63,5%, yang
tidak mengisi sebesar 11%, wiraswasta dan professional 7,2%, BUMN 4,9%, Ibu rumah
tangga 2,9%, PNS 2,6%, TNI dan lainnya sebesar 0,3%.
w. Ruang Lingkup
Ruang lingkup perusahaan tempat alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah pendidikan
26,1%, yang tidak mengisi sebesar 15,3%, financial 11,9%, lainnya 9,3%, otomotif industry
6,4%, informasi dan telekomunikasi 6,1%, properti dan retail 4,1%, transportasi, logistik dan
pergudangan 3,5%, jasa profesional (konsultan) 2,6%, hospitality industries 2,3%, food and
beverages 2%, entertainment (EO) 1,7%, electronics industries 1,4%, pertambangan 1,2%,
pertanian, kehutanan dan perikanan 0,9%, jasa kesehatan dan LSM sebesar 0,6%.
x. Posisi
Posisi alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah staff 60%, yang tidak mengisi 23,8%,
supervisor 9,9%, owner 7%, manajer 5,8%, pengajar 3,8%, general manajer dan direktur
0,9%.
y. Masa Kerja
Masa kerja alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah 1-3 thn 38%, yang tidak mengisi
14,8%, 8-10 thn 11,9%, 3-5 thn 11,3%, 10-13 thn 10,7%, 5-7 thn 9%, > 15 thn 2,3%, 13-15
thn 1,7%.
z. Pendapatan
Pendapatan alumni bekerja yang mengisi kuesioner adalah > Rp 1 - 3 jt sebesar 35,9%, > Rp
3 - 5 jt sebesar 26,1%, yang tidak mengisi sebesar 16,5%, > Rp 5 - 7,5 jt sebesar 6,7%, > Rp
15 jt sebesar 4,1%, < Rp 1 jt dan > Rp 7,5 - 10 jt sebesar 3,8%, > Rp 12,5 - 15 jt sebesar
1,7%, > Rp 10 - 12,5 jt sebesar 1,4%.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Posisi alumni saat ini didominasi sebagai staf di tempat mereka bekerja.
2. Jenis perusahaan tempat alumni bekerja adalah swasta.
3. Ruang lingkup industri yang digeluti alumni Unsada saat ini adalah pendidikan.
4. Pendidikan alumni sesuai dengan pekerjaannya saat ini.
5. Alumni Unsada tidak memakan waktu lama untuk mendapatkan pekerjaan pertamanya.
6. Ilmu yang diterima alumni saat di kuliah dapat diterapkan di tempat bekerjanya saat ini.

24
1 -–16
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012 SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012 Jakarta, 13 Maret 2012

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kami ucapkan kepada LP2MK dan Universitas Darma Persada atas kerjasama
dan kesempatan yang sudah diberikan kepada kami untuk melakukan penelitian ini. Semoga
kerjasama selama ini bisa diteruskan pada program penelitian berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Freddy Rangkuti. 1997. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


Sugiyono. 2002. Riset Bisnis.
Donald R. Cooper & Pamela S. Schindler. 2003. Metode Riset Bisnis. Media Global Edukasi,
Jakarta
Uma Sekaran. 2009. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Salemba Empat, Jakarta.
Ronald E.Walpole. Pengantar Statistika, halaman 2-5". 1993. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama. ISBN 979-403-313-8
Dergibson Siagian & Sugiarto. Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi, halaman 4-6". 2002.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 979-655-924-2
http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/statistik-deskriptif.html

24
1 -–17
SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2011/2012
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Universitas Darma Persada
Jakarta, 13 Maret 2012

1-1

Anda mungkin juga menyukai