Anda di halaman 1dari 29

PENJUALAN ANGSURAN

KELOMPOK 6

DISUSUN OLEH :

1. Geulis Rachmawati P (16.0102.0076)


2. Srimaya Indah S (16.0102.0087)
3. Susmita Zaen (16.0102.0096)
4. Nur Muhammad Ikhsan (16.0102.0120)
5. Dika Merlina (16.0102.0125)
PENJUALAN ANGSURAN

Penjualan angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana


pembayarannya dilaksanakan secara bertahap, yaitu:

1. Pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli, penjual menerima pembayaran


pertama sebagian dari harga penjualan (down payment).
2. Sisanya dibayar dalam beberapa kali angsuran.

Beberapa bentuk perjanjian (kontrak) penjualan angsuran yaitu sebagai berikut:

1. Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales contract), dimana barang telah


diserahkan tetapi hak atas barang masih berada ditangan penjual sampai seluruhnya
pembayaran sudah lunas.
2. Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama telah dilakukan, hak
milih diserahkan kepada pembeli tetapi dengan menggadaikan/menghipotikkan untuk
bagian harga penjualan yang belum dibayar kepada penjual.
3. Hak milik atas barang sementara diserahkan kepada suatu badan “trust” (trustee)
sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah lunas, trustee menyerahkan ha k
atas barang ke pembeli.
4. Beli sewa (lease-purchase) dimana barang yang telah diserahkan ke pembeli.
Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dilunasi,
setelah itu hak milik berpindah ke pembeli.

Untuk menghindari kemungkinan kerugian, faktor yang diperhatikan oleh penjual yaitu:

1. Besarnya pembayaran pertama (down payment) harus cukup menutup semua


kemungkinan penurunan harga barang dari semula barang baru menjadi bekas.
2. Jangka waktu pembayaran diantara angsuran satu dengan yang lain hendaknya tidak
terlalu lama, atau tidak lebih dari 1 bulan.
3. Besarnya angsuran periodic harus diperhitungkan cukup menutup kemungkinan
penurunan nilai barang yang ada selama jangka pembayaran yang satu dengan
pembayaran berikutnya.
Pengakuan Laba Kotor dalam Penjualan Angsuran

Yaitu dengan dua cara:

1. Laba kotor diakui untuk periode di mana penjualan dilakukan


2. Laba kotor dapat dihubungkan dengan periode di mana realisasi pembayaran telah
terjadi sesuai dengan perjanjian

Laba Kotor Diakui untuk Periode Terjadinya Transaksi Penjualan

Transaksi penjualan angsuran diperlakukan seperti halnya transaksi penjualan kredit.


Laba kotor yang terjadi diakui pada saat penyerahan barang dengan ditandai oleh timbulnya
piutang/tagihan kepada pelanggan.

Pengakuan Laba Kotor Dihubungkan dengan Periode-periode Terjadinya Realisasi


Penerimaan Kas

Laba kotor yang terjadi diakui sesuai dengan jumlah uang kas dari penjualan angsuran
yang direalisasikan dalam periode-periode yang bersangkutan. Dalam hal ini ada beberapa
prosedur yang dapat menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan
angsuran pada perjanjian penjualan angsuran :

1. Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai pengembalian harga pokok (cost)


dari barang-barang yang dijual, setelah seluruh harga pokok (cost) kembali, maka
permintaan selanjutnya baru dicatat sebagai keuntungan.
2. Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai realisasi keuntungan yang
diperoleh sesuai dengan kontrak penjualan, sesudah seluruh keuntungan yang ada
terpenuhi, maka penerimaan-penerimaan selanjutnya dicatat sebagai pengumpulan
kembali/pengembalian harga pokok (cost).
3. Setiap penerimaan pembayaran yang sesuai dengan perjanjian dicatat baik sebagai
pengembalian harga pokok (cost) maupun sebagai realisasi keuntungan di dalam
perbandingan yang sesuai dengan posisi harga pokok dan keuntungan yang terjadi
pada saat perjanjian penjualan angsuran ditanda tangani.

Metode-metode tersebut memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan


proporsional dengan tingkat penerimaan pembayaran angsuran.
Penjualan Angsuran untuk Barang-barang Tak Bergerak

Perbedaan antara harga penjualan dengan harga pokoknya dicatat sebagai “Laba
Kotor yang Belum Direalisasi”. Diakui dengan memindahkan sebagian saldo rekening “Laba
Kotor yang Belum Direalisasi” ke dalam rekening “Realisasi Laba Kotor”.

Contoh 1:
PT SENTANA bergerak dalam bidang jual beli harta tak bergerak, menjual rumah
kepada Tn. Hartono seharga Rp 2.500.000, harga pokoknya Rp 1.500.000.
Pembayaran pertama(down payment) sebesar Rp 500.000. PT SENTANA dan Tn.
Hartono sepakat menghipotikkan rumah tersebut dari Tn. Hartono kepada PT
SENTANA sebesar Rp 2.000.000. Akte hipotik ditanda-tangani pada 1 September
1980 dibayar dalam jangka 5 tahun, pembayaran tiap ½ tahun @Rp 200.000 dengan
bunga hipotik 12% setahun. Biaya lain untuk menyelesaikan akte sejumlah Rp
50.000. Jurnal yang diperlukan untuk mencatat transaksi yaitu:
Jurnal
Transaksi Laba diakui secara proporsional dengan
Laba diakui pada periode penjualan
jumlah penerimaan angsuran
1 September 1980 : Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00 Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00
1) Dijual sebuah rumah dengan harga Rp Rumah 1.500.000,00 Rumah 1.500.000,00
2.500.000,00 harga pokok rumah Laba penjualan 1.000.000,00 Laba kotor yang belum
sebesar Rp 1.500.000,00 direalisasi 1.000.000,00
2) Penerimaan pembayaran pertama (down Kas 500.000,00 Kas 500.000,00
payment) sebesar Rp 500.000,00 dan Hipotik U/K 2.000.000,00 Hipotik U/K 2.000.000,00
Hipotik U/K untuk saldo yang belum Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00 Piutang (Tn Hartono) 2.500.000,00
dibayar sebesar Rp 2.000.000,00
3) Pembayaran biaya-biaya, komisi dan Ongkos penjualan 50.000,00 Ongkos penjualan 50.000,00
pengurusan akte hipotik dan lain-lain Kas 50.000,00 Kas 50.000,00
Rp 50.000,00
31 Desember 1980 : Bunga hipotik yang akan Bunga hipotik yang akan
4) a) Bunga yang masih harus diterima diterima 80.000,00 diterima 80.000,00
atas Hipotik-UK. 12% untuk jangka Pendapatan bunga 80.000,00 Pendapatan bunga 80.000,00
waktu 4 bulan = (4/12 x 12% x Rp
2.000.000,00 = Rp 80.000,00)
b) Laba kotor yang direalisasi adalah Laba kotor yang belum
sebagai berikut : laba kotor = 40% atau direalisasi 200.000,00
1.000.000/2.500.000 x 100%. Realisasi laba kotor
Penerimaan kas tahun 1980, sebesar : 200.000,00
Rp 500.000,00 (down payment). Jadi
laba kotor yang direalisasi 40% x
500.000,00 = Rp 200.000,00
5) Menutup rekening nominal ke Rugi Laba penjualan rumah 1.000.000,00 Realisasi laba kotor 200.000,00
Laba Pendapatan bunga 80.000,00 Pendapatan bunga 80.000,00
Ongkos penjualan 50.000,00 Ongkos penjualan 50.000,00
Rugi-laba 1.030.000,00 Rugi-laba 230.000,00
1 Januari 1981 : Pendapatan bunga 80.000,00 Pendapatan bunga 80.000,00
6) Reversal entries untuk bunga yang akan Bunga hipotik yang Bunga hipotik yang
diterima pada akhir 1980. akan diterima 80.000,00 akan diterima 80.000,00
1 Maret 1981 : Kas 320.000,00 Kas 320.000,00
7) Diterima pembayaran angsuran hipotik Hipotik U/K 200.000,00 Hipotik U/K 200.000,00
sebesar Rp 200.000,00 dan bunga Pendapatan bunga 120.000,00 Pendapatan bunga 120.000,00
hipotik sebesar Rp 120.000,00
1 September 1981 : Kas 308.000,00 Kas 308.000,00
8) Diterima pembayaran angsuran hipotik Hipotik U/K 200.000,00 Hipotik U/K 200.000,00
Rp 200.000,00 dan bunga dari pokok Pendapatan bunga 108.000,00 Pendapatan bunga 108.000,00
hipotik Rp 1.800.000,00 @12% untuk
jangka waktu 6 bulan = Rp 108.000,00.
31 Desember 1981 : Bunga hipotik yang akan Bunga hipotik yang akan
9) Adjustment bunga hipotik dari pokok diterima 64.000,00 diterima 64.000,00
Rp 1.600.000,00 @12% untuk jangka Pendapatan bunga 64.000,00 Pendapatan bunga 64.000,00
waktu 4 bulan = Rp 64.000,00.
Laba kotor yang direalisasi 40% dan Laba kotor yang belum
pembayaran angsuran yang diterima tahun direalisasi 160.000,00
1981 sebesar Rp 400.000,00 atau Rp Realisasi laba kotor 160.000,00
160.000,00
10) Menutup rekening nominal ke rugi-laba Pendapatan bunga 212.000,00 Pendapatan bunga 212.000,00
Rugi-laba 212.000,00 Realisasi laba kotor 160.000,00
Rugi-laba 372.000,00
Apabila pembayaran angsuran hipotik dari Tn Hartono dapat diterima sesuai dengan
perjanjian yang ada, maka kedua metode pengakuan laba kotor atas transaksi penjualan
angsuran tidak berakibat perbedaan jumlah “Pendapatan Bunga” yang diperoleh dalam setiap
tahun bukunya. Akan tetapi laba (rugi) bersih yang diakui pada setiap tahun buku diantara
kedua metode itu akan tetap berbeda.

Apabila laba diakui dalam periode dimana penjualan itu terjadi, maka atas transaksi
penjualan rumah itu PT Sentana akan melaporkan labanya sebesar Rp 950.000,00 (Rp
1.000.000,00 – Rp 500.000,00) dalam tahun buku 1980 dan oleh karenanya tidak ada
pengakuan laba untuk 5 tahun kemudian saat berakhirnya transaksi tersebut. Di lain pihak
menurut metode angsuran laba penjualan rumah sebesar Rp 950.000,00 akan dianggap
direalisasikan sebesar Rp 150.000,00 (Rp 200.000,00 – Rp 50.000,00) pada tahun 1980 dan
Rp 800.000,00 sisanya akan diakui dalam masa 5 tahun kemudian sesuai dengan jangka
waktu penyelesaian transaksi masing-masing sebesar Rp 160.000,00 setiap tahun.

Apabila kontrak dibatalkan berarti tidak selruh laba yang diperhitungkan dapat
direalisasikan. Di samping itu harus diperhitungkan pengaruh penurunan harga barang yang
bersangkutan karena dengan demikian barang hanya dapat dijual kembali dalam bentuk
barang bekas pakai.

Apabila dari contoh tersebut, Tn Hartono tidak dapat memenuhi kewajibannya pada
tanggal 1 Maret 1982, maka PT Sentana akan menarik kembali saldo hipotiknya sebesar Rp
1.600.000,00 dan memiliki kembali rumah, sedangkan jumlah pembayaran yang telah
dilakukan Tn Hartono tidak dapa ditarik kembali dan menjadi haknya PT Sentana.

Diumpamakan penilaian kembali atas rumah tersebut pada tanggal 1 Maret 1982
adalah sebesar Rp 1.200.000,00. Dengan demikian pencatatan pada masing-masing metode
sebagai berikut :

Transaksi Laba diakui pada periode Laba diakui secara


berjalan proporsional dengan
penerimaan angsuran
Dimiliki kembali rumah yang Rumah Rumah
dibeli Tn Hartono dinilai 1.200.000,00 1.200.000,00
kembali sebesar Rp Rugi pemilikan kembali Laba kotor yang belum
1.200.000,00. Hipotik yang 400.000,00 direalisasi
berjalan ditarik kembali Hipotik U/K 640.000,00
dengan saldo Rp 1.600.000,00 Hipotik U/K
1.600.000,00 1.600.000,00
Laba pemilikan kembali
240.000,00

Laba atau rugi pemilikan kembali pada masing-masing metode tersebut diatas, dapat
dibuktikan dengan perhitungan berikut :

Laba diakui pada periode Laba diakui secara


berjalan proporsional dengan
penerimaan angsuran
Jumlah pembayaran yang Rp 900.000,00 Rp 900.000,00
telah diterima
Rugi karena penurunan harga
:
Harga pokok - (Rp 300.000,00) (Rp 300.000,00)
1.500.000,00
Harga penilaian - Rp 600.000,00 Rp 600.000,00
1.200.000,00 Rp 1.000.000,00 Rp 360.000,00
(Rp 400.000,00) Rp 240.000,00

Laba bersih
Laba yg diakui sebelum
pemilikan kembali
Laba (rugi) dalam pemilikan
kembali
Penjualan Angsuran untuk barang-barang (bergerak)

Prosedur akuntansi untuk penjualan barang dagangan dengan perjanjian angsuran,


pada dasarnya sama dengan cara-cara yang berlaku bagi harta tetap (barang-barang tak
bergerak). Dalam mencatat transaksi-transaksi penjualan perlu untuk membedakan antara
penjualan regular (regular sales) dan penjualan angsuran (installment sales). Hal ini sangat
penting artinya untuk memberikan data bagi perhitungan laba kotor yang diakui sebagai hasil
penerimaan pembayaran piutang dari penjualan angsuran.

Untuk dapat memberikan gambaran tentang proses akuntansi dalam penjualan


angsuran untuk barang-barang bergerak. Diberikan contoh seperti tersebut dibawah ini:

Contoh 2 :

PT Karya Bhakti menjual barang dagangannya sebagian atas dasar kontrak penjualan
angsuran untuk masa ± 3 tahun di samping penjualan secara kredit, sejak beberapa tahun
terakhir. Berikut ini neraca PT Karya Bhakti pada akhir tahun buku 1980.

PT KARYA BHAKTI, SEMARANG

Neraca, per 31 Desember 1980

Aktiva Pasiva

Kas Rp 625.000,00 Hutang Dagang Rp 650.000,00

Piutang Dagang (regular) Rp 100.000,00 Wesel Byr Rp 100.000,00

Piutang penjualan angsuran Rp 300.000,00 Laba kotor yg blm Rp 90.000,00

1979 direalisasi thn 1979


Lanjutan

Piutang penjualan angsuran Rp 80.000,00 Laba kotor yg blm Rp 20.000,00

tahun 1979 direalisasi thn 1979

Pers. Barang2 Rp 600.000,00 Modal Saham Rp 1.500.000,00

AT lainnya Rp 1.175.000,00 Laba yg ditahan Rp 140.000,00

Akm,penyusutan Rp 380.000,00

Rp 795.000,00

Jml aktiva Rp 2.500.000,00 Jumlah Pasiva Rp 2.500.000,00

Terhadap barang dagangan yang dijual atas dasar kontrak penjualan angsuran.
Perusahaan memperhitungkan tingkat laba kotor masing-masing 35% untuk tahun 1981,
30% untuk tahun 1980 dan 25% untuk tahun 1979 dari harga jual yang bersangkutan.
Diumpamakan perusahaan menggunakan metode fisik terhadap administrasi barang-barang
dagangannya. Atas dasar transaksi-transaksi yang terjadi dalam tahun buku 1981 berikut ini,
maka pencatatannya yang diperlukan oleh PT Karya Bhakti adalah sebagai berikut :

Penjualan Angsuran untuk barang-barang dagangan (barang-barang bergerak).

Transaksi – transaksi Jurnal


1 januari – 31 Des 1981 Kas 1.000.000,00
1) Penjualan : Piutang Dagang 850.000,00
Tunai Rp 1.000.000,00 Penjualan 1.850.000,00
Kredit Rp 850.000,00 Piutang Penjualanan
Angsuran Rp 600.000,00 Angsuran thn 1981 600.000,00
Jumlah Rp 2.450.000,00 Penjualan Angsuran 600.000,00
2) Pembelian barang-barang secara Pembelian 2.500.000,00
kredit sebesar Rp 2.500.000,00 Hutang Dagang 2.500.000,00
3) Penerimaan Kas dan : Kas 1.360.000,00
- Piutang Dagang Rp 800.000,00 Piut.Dagang 800.000,00
- Piutang penj. Ang Piut.penj angsuran 1981 300.000,00
Suran 1981 Rp 300.000,00 Piut.penj angsuran 1980 200.000,00
1980 Rp 200.000,00 Piut.penj angsuran 1979 60.000,00
1979 Rp 60.000,00
Jumlah Rp 1.360.000,00
4) Pengeluaran Kas dan Biaya-biaya
Pengeluaran Kas untuk :
- Pembyrn Htg Rp 100.000,00 Hutang Dagang 2.550.000,00
Dagang Macam-macam
Jumlah Rp 2.450.000,00 Biaya Usaha Rp 500.000,00
- Macam-macam Rp 405.000,00 Potongan pembelian 100.000,00
Biaya usaha Kas 2.855.000,00
Jumlah penge Rp 2.855.000,00
luaran kas Akm.penyusutan AT 95.000,00
- Biaya penyusu Rp 95.000,00
nan AT
31 Desember 1981, tutup buku :
5) Mencatat harga pokok barang- HPP Angsuran 390.000,00
barang yg dijual secara angsuran Pengiriman barang”
Rp 390.000,00 Penjualan Angsuran 390.000,00
6) Menutup rekening-rekening Penjualan Angsuran 600.000,00
penjualan angsuran & harga HPP angsuran 390.000,00
pokoknya serta mencatat laba Laba kotor penj. yg blm
kotor penjualan selama tahun Direalisasi 1981 210.000,00
1981
35% x 600.000,00 = 210.000,00
7) Mencatat realisasi laba kotor Laba kotor penjualan
penjualan angsuran dalam tahun angsuran yg blm
buku 1981 : direalisasi 1981 105.000,00
Penjualan Angsuran : Laba kotor penjualan
Th. 1981 = 35%x300.000 = 105.000,00 angsuran yg blm
Th. 1980 = 30%x200.000 = 60.000,00 direalisasi 1980 60.000,00
Th. 1979 = 25%x 60.000 = 15.000,00 Laba kotor penjualan
angsuran yg blm
Jumlah Rp 180.000,00 direalisasi 1979 15.000,00
Realisasi Laba kotor penj.
angsuran 180.000,00
8) Menutup persediaan awal barang Rugi-laba 2.610.000,00
dagangan pembelian barang- Pengiriman barang”
barang, potongan pembelian dan penjualan angsuran 390.000,00
pengiriman barang-barang yang Pot.pembelian 100.000,00
dijual dengan perjanjian angsuran Pers.barang dagangan (per
ke rekening rugi-laba 1-1-1981) 600.000,00
Pembelian 2. 500.000,00
9) Mencatat persediaan akhir barang Persediaan barang
dagangan, sesuai dengan stock dagangan (per
opname pada tanggal 31 31-12-1981) 1.210.000,00
Desember 1981 sebesar harga Rugi-laba 1.210.000,00
pokok Rp 1.210.000,00
10) Menutup saldo rekening Penjualan 1.850.000,00
penjualan regular ke rekening Rugi-laba 1.850.000,00
rugi-laba
11) Menutup laba kotor yang Realisasi Laba
direalisasi dari hasil penjualan kotor penjualan
angsuran tahun ini dan tahun- angsuran 180.000,00
tahun sebelumnya ke rekening Rugi-laba 180.000,00
rugi-laba
12) Menutup rekening-rekening biaya Rugi-Laba 500.000,00
usaha ke rekening Rugi-Laba Macam” Biaya
usaha 500.000,00
13) Mencatat taksiran pajak perseroan Pajak perseroan 26.000,00
yang akan dibayar sebesar 20% x Taksiran hut.P.Ps. 26.000,00
laba sebelum dipotong P.Ps. (20%
x 130.000,00 = 26.000,00)
14) Menutup rekening pajak Rugi-laba 26.000,00
perseroan ke rekening rugi-laba Pajak perseroan 26.000,00
15) Memindahkan laba bersih ke Rugi-laba 104.000,00
rekening laba yang ditahan Laba yg ditahan 104.000,00

Apabila perusahaan mempergunakan metode “perpetual inventory” maka pembelian-


pembelian harus dicatat langsung ke rekening persediaan (inventory). Pencatatan untuk harga
pokok penjualan angsuran dan penjualan regular harus disusun up to date. Rekening “Harga
Pokok Penjualan Angsuran” dan “Harga Pokok Penjualan: (Reguler), segera didebit dan
rekening “Persediaan Barang Dagangan” segera dikredit pada saat barang dikirim kepada
pembeli.

Alternatip prosedur untuk menghitung Realisasi Laba Kotor Penjualan Angsuran

Cara menghitung laba kotor yang direalisasikan pada contoh PT Karya Bhakti
tersebut di muka, dapat dilakukan dengan menentukan terlebih dulu jumlah sisal aba kotor
yang belum direalisasi, pada akhir tahun buku (akhir periode) yang bersangkutan.

Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut :

Penjualan Angsuran Tahun


1981 1980 1979
Saldo laba kotor yang belum 210.000,00 90.000,00 20.000,00
direalisasi (sebelum adjustment)
Laba kotor yang belum
direalisasi pada akhir periode :

Untuk penjualan angsuran tahun


105.000,00 - -
1981 : 35% x saldo yang belum
dibayar (Rp 300.000,00)

Untuk penjualan angsuran 1980:


- 30.000,00 -
(30% x Rp 100.000,00)

Untuk penjualan angsuran 1979:


(25% x Rp 20.000,00) - - 5.000,00
Realisasi laba kotor sesuai
dengan penerimaan pembayaran
piutang penjualan angsuran
selama tahun 1981.
105.000,00 60.000,00 15.000,00

Untuk memperoleh klasifikasi penjualan-penjualan regular (tunai dan kredit) ataupun


penjualan angsuran, maka perlu dibuatkan jurnal khusus (special journals) untuk penjualan
regular dan penjualan angsuran. Biasanya pada buku jurnal penjualan disediakan kolom-
kolom khusus untuk penjualan tunai, penjualan kredit (yang regular) dan penjualan angsuran.
Demikian pula pada buku jurnal penerimaan kas (Cash receipt journal), untuk kepentingan
analisa perlu disediakan kolom-kolom khusus untuk penerimaan piutang penjualan regular
(regular account receivable) dan (installment contract receivable) dalam tahun yang berjalan
ataupun untuk periode-periode sebelumnya.

Untuk kepentingan analisa umur piutang (aging accounts receivable) perlu dibuat
klasifikasi ataupun perincian daripada piutang penjualan angsuran dan laba kotor yang belum
direalisasi. Perincian tersebut dibuat atas dasar tanggal dan tahun terjadinya penjualan
angsuran tersebut. Bentuk perinciannya dapat berupa buku-buku tambahan (sub-sidiary
ledger) yang diselenggarakan untuk tiap-tiap langganan/pembelian.

Penyajian Laporan Keuangan pada Metode Angsuran

Didalam neraca akan terdapat rekening “Piutang Penjualan Angsuran” dan “Laba Kotor yang
Belum Direalisasi” yang hubungannya dengan pelaksanaan penjualan angsuran tertentu.
Apabila Piutang Penjualan Angsuran dicatat sebagai aktiva lancar, maka posisinya sama
dengan piutang biasa sehingga dapat diinterpretasikan sebagai aktiva yang dapat
dikonversikan menjadi uang kas dalam siklus operasi normal perusahaan. Untuk “Laba Kotor
yang Belum Direalisasi” didalam neraca dengan dicantumkan kedalam salah satu dari
kelompok tersebut dibawah ini:

1. Sebagai hutang (liability) dan dilaporkan dibawah kelompok “Pendapatan Yang


Masih Akan Diterima” (deferred revenue).
2. Sebagai rekening penilaian (valuation account) dan mengurangi rekening “Piutang
Penjualan Angsuran”.
3. Sebagai rekening modal dan dicatat sebagai bagian dari “Laba Yang Ditahan”
(retained earnings).
Dari laba kotor, harus dikecualikan terhadap laba yang belum dapat diakui sehubungan
dengan penentuan pajak pendapatan perusahaan (Pajak Perseroan) atau laba yang belum bisa
dibagikan sebagai deviden sampai laba dari penjualan angsuran benar-benar direalisasikan.
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi dapat dikelompokkan kedalam 3 elemen sebagai berikut:

1. Cadangan untuk menutup biaya-biaya penagihan piutang penjualan angsuran yang


belum dibayar, termasuk biaya yang timbul karena pembeli gagal melunasi
kewajibannya. Cadangan demikian harus dikurangkan dari saldo piutang penjualan
angsuran.
2. Hutang/kewajiban yang akan dibayar untuk pajak perseroan sesuai dengan bagian
laba kotor yang belum diakui untuk ditarik pembayaran pajaknya. Hutang pajak ini
tidak boleh digabung dengan saldo pajak perseroan yang telah terhutang untuk laba
yang sudah direalisasi dalam periode bersangkutan. Apabila laba kotor yang
bersangkutan sudah direalisasi maka pajak diperhitungkan pada tahun buku tersebut.
3. Sisanya merupakan laba bersih yang berasal dari transaksi penjuala angsuran tersebut.
Jumlah ini dapat dilaporkan sebagai bagian dari Laba Yang Ditahan secara khusus
yang tidak bisa dipakai sebagai dasar pembagian deviden sampai piutang penjualan
angsuran itu direalisasikan.

Dari contoh no.2 dapat disusun Neraca dan Laporan Laba Rugi PT Karya Bhakti untuk tahun
yang berakhir pada tanggal 31 Desember 1981 sebagai berikut:

PT KARYA BHAKTI SEMARANG


Neraca per 31 Desember 1981
Aktiva Pasiva
Kas Rp 130.000 Hutang Dagang Rp 600.000
Piutang Dagang Rp 150.000 Wesel Bayar Rp 100.000
Piutang Penj. Taksiran hutang
Angsuran P.Ps Rp 26.000
Laba Kotor Yg Blm Direalisasi
Tahun 1981 Rp 300.000 (Pnj.Angsuran)
Tahun 1980 Rp 100.000 Tahun 1981 Rp 105.000
Tahun 1979 Rp 20.000 Tahun 1980 Rp 30.000
Rp 420.000 Tahun 1979 Rp 5.000
Persediaan Brg
dagang Rp 1.210.000 Rp 140.000
Aktiva Tetap lainnya Rp 1.175.000 Modal Saham Rp 1.500.000
Akumulasi Laba Yang
Penyusutan Rp 475.000 Ditahan Rp 244.000
Rp 700.000
Jumlah Aktiva Rp 2.610.000 Jumlah Pasiva Rp 2.610.000

PT KARYA BHAKTI SEMARANG


Perhitungan Rugi-Laba untuk periode tahun buku 1981
Penjualan Penjualan
Jumlah
Angsuran Regular
Penjualan 600.000 1.850.000 2.450.000
Harga Pokok Penjualan:
Persedian per 1 Jan 1981 Rp 600.000
Pembelian 2.500.000
Potongan Pembelian 100.000
Rp 2.400.000
Barang yg tersedia untuk dijual Rp 3.000.000
Persediaan Barang per 31 Des 1981 Rp 1.210.000 390.000 1.400.000 1.790.000
Laba Kotor Penjualan 210.000 450.000 660.000

Dikurangi:laba kotor penjualan angsuran tahun 1981


Yang belum direalisasi(lihat lampiran) 105.000 - 105.000
Laba kotor yang direalisasi untuk penjualan tahun 1981 105.000 450.000 555.000
Ditambah:Realisasi laba kotor penjualan angsuran th. 1980 dan
1979(lihat lampiran) 75.000
jumlah realisasi laba kotor tahun 1981 630.000
Macam-macam biaya usaha (termasuk penyusutan) 500.000
Laba bersih sebelum pajak perseroan 130.000
Pajak perseroan 26% 26.000
Laba bersih setelah P.Ps 104.000

PT KARYA BHAKTI SEMARANG

Lampiran : Perhitungan Rugi-Laba untuk periode tahun buku 1981.


Realisasi Laba Kotor Penjualan Angsuran

Tingkat laba kotor untuk Penjualan Angsuran 1981:


𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟 210.000
× 100% = × 100% = 35%𝑅
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 600.000

Laba Kotor Yang Belum Direalisasi untuk penjualan angsuran tahun 1981:
Piutang Penjualan Angsuran Rp 600.000
Penerimaan pembayaran dalam tahun 1981 Rp 300.000
Saldo per 31 Desember 1981 Rp 300.000
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi (35% x Rp 300.000) Rp 105.000

Realisasi Laba Kotor tahun 1981


1981 1980 1979

Penerimaan pembayaran
piutang penjualan angsuran 300.000 200.000 60.000

% Laba Kotor Penjualan


Angsuran 35% 30% 25%

Laba Kotor Yang Direalisasi 105.000 60.000 15.000

Masalah Pertukaran (Trade In) di Dalam Penjualan Angsuran

Pertukaran adalah apabila penjual menyerahkan barang-barang baru dengan perjanjian


angsuran, sedang pembayaran pertama (down payment) dari pembelian berupa penyerahan
barang-barang bekas. Barang bekas dinilai atas dasar perjanjian yang telah diadakan antara
pihak penjual dan pembeli.

Bagi penjual, meskipun sudah terikat dengan perjanjian penjualan angsuran yang telah
dibuat tetapi untuk lebih aman dan hati-hati, maka barang yang diterima dari pertukaran tadi
harus dinilai kembali dengan memperhatikan kemungkinan adanya revisi atau perbaikan-
perbaikan serta suatu tingkat laba pada umumnya yang diharapkan dari penjualan kembali
barang bekas tersebut. Dalam hal ini barang yang diterima harus dicatat sebagai “cost”
(estimated cost), sedangkan jumlah harga barang yang diterima menurut tawar menawar
dalam perjanjian (trade ins) bukan merupakan “cost” tetapi merupakan harga pertukaran.

Perbedaan antara estimated cost dengan harga pertukaran dicatat dalam rekening
“Cadangan Perbedaan Harga Pertukaran”
Contoh 3 :

Seorang pedagang mobil memiliki sebuah mobil baru dengan harga pokok Rp. 1.000.000
dijual kepada seorang pembeli dengan perjanjian penjualan angsuran seharga Rp. 1.500.000.

Sebagai pembayaran pertama (down payment) di pembeli menyerahkan sebuah mobil bekas
dan setuju dihargai Rp. 400.000.

Diperkirakan biaya-biaya yang diperlukan untuk perbaikan mobil bekas tersebut berjumlah
Rp. 50.000, sehingga harga penjualan normal setelah perbaiakan adalah Rp. 375.000.

Pedagang mobil tersebut mengharapkan laba normal sebesar 25% dari harga penjualan
mobil-mobil bekas.

Atas dasar perhitungan seperti tersebut di bawah ini, maka jurnal yang diperlukan untuk
mencatat transaksi pertukaran itu boleh pedagang mobil dapat disusun sebagai berikut:

Perhitungan-perhitungan:

Harga pertukaran mobil bekas ................................................................ Rp. 400.000

Harga penilaian terhadap mobil bekas :

Harga jual sesudah diperbaiki Rp. 375.000

Dikurangi :

Ongkos perbaikan Rp. 50.000

Laba normal yang diharapkan dalam penjualan

kembali mobil bekas (25% x Rp. 375.000) Rp. 93.750

Rp. 143.750

Rp. 231.250

Perbedaan harga pertukaran (terlalu tinggi) ............................................ Rp. 168.750

1) Persediaan Barang Dagang Mobil Bekas ................. Rp. 231.250


Cadangan Perbedaan Harga Pertukaran
(Over Allowances on installment Sales Trade Ins) .. Rp. 168.750
Piutang Penjualan Angsuran .................................... Rp. 1.100.000
Penjualan Angsuran ........................................................... Rp. 1.500.000
2) Harga Pokok Penjualan Angsuran ........................... Rp. 1.000.000
Persediaan Barang Dagang Mobil Bru .............................. Rp. 1.000.000

Masalah Pembatalan Kontrak dan Pemilikan Kembali

Apabila si pembeli gagal untuk mmenuhi kewajibannya seperti yang tercantum di dalam
surat perjanjian penjualan angsuran, maka barang-barang yang bersangkutan ditarik dan
dimiliki oleh si penjual.

Dalam hal ini pencatatan, yang harus dilakukan dalam buku-buku si penjual, akan
menyangkut:

- Pencatatan pemilikan kembali barang dagangan


- Menghapuskan saldo Piutang Penjualan Angsuran atas barang-barang tersebut
- Menghapuskan saldo Laba Kotor Yang Belum Direalisasikan atas penjualan angsuran
yang bersangkutan dan,
- Pencatatan keuntungan atau kerugian karena pemilikan kembali barang-barang
tersebut
Sebagaimana halnya dengan persoalan pertukaran seperti diterangkan di muka, maka
dalam pemilikan kembali barang dagangan juga diperlukan penilaian kembali harga barang
yang bersangkutan. Penilaian kembali harga barang tersebut, harus mempertimbangkan juga
sejumlah keuntungan normal yang dapat diharapkan apabila barang itu dijual kembali.

Contoh 4 :
Pada tahun 1982, seorang langganan PT Karya Bhakti pada contoh No. 2, telah gagal dan
tidak dapat memenuhi kewajibannya. Langganan tersebut membeli barang-barang pada tahun
1981 seharga Rp. 20.000. dari jumlah harga tersebut telah dibayar oleh langganan yang
bersangkutan sebesar Rp. 10.000.
Barang-barang kemudian ditarik dan dimiliki kembali oleh PT Karya Bhakti dan nilainya
ditaksir sebesar Rp. 9000 dengan sudah memperhitungkan cadangan untuk perbaikan-
perbaikan dan keuntungan normal diharapkan apabila dijual lagi.
Pencatatan yang dilakukan dalam buku-buku PT Karya Bhakti Semarang adalah seagai
berikut :

Persediaan Barang Dagangan Pemilikan Kembali .............. Rp. 9000


Laba Kotor Yang Belum Direalisasi Tahun 1980................ Rp. 3.500
Laba karena pemilikan kembali .................................... Rp. 2.500
Piutang Penjualan Angsuran tahun 1981 ...................... Rp. 10.000
Perhitungan:
Jumlah kas yang diterima ...................................... Rp. 10.000

Dik. : Rugi penurunan harga

Harga pokokbarang dagangan (65% x 20.000)= ........ Rp. 13.000

Nilai pada saat pemilikan kembali ............................. Rp. 9000

Rp. 4000

Laba atas barang yang ditarik kembali ..................................... Rp. 6000

Laba yang telah diakui sebelumnya (35% x Rp. 10.000) .............. Rp. 3500

Laba Pemilikan Kembali .......................................................... Rp. 2500

Masalah Bunga pada Penjualan Angsuran

Di dalam perjanjian penjualan angsuran, biasanya di penjual di samping


memperhitungkan laba juga memperhitungkan beban bunga terhadap jumlah harga dalam
kontrak yang belum dibiayai oleh pembeli.

Beban bunga biasanya bersama-sama dengan pembayaran angsuran atas harga menurut
kontrak.

Kebijaksanaan pembayaran bunga secara periodik pada umumnya dilakukan dalam


bentuk seperti dibawah ini:

1. Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak selama jangka waktu angsuran.
Cara semacam ini sering disebut sebagai “long end interest”
2. Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar, yang dihitung
sejak tanggal perjanjian ditanda-tangani sampai tanggal jatah tempo setiap
angsuran yang bersangkutan.
Cara semacam ini sering disebut “short end interest”
3. Pembayaran angsuran periodik dilakukan dalam jumlah yang sama, dimana di
dalamnya termasuk angsuran pokok dan bunga yang diperhitungkan dari saldo
harga kontrak selama jangka waktu perjanjian.
Cara semacam ini lebih dikenal dengan “metode annuitet”
4. Bunga secara periodik diperhitungkan berdasarkan dari (sisa) harga kontrak.

Contoh 5 :

Misalnya pada tanggal 1 Januari 1980 telah dijual sebuah mesin dengan harga Rp.
1.250.000 atas dasar perjanjian penjualan angsuran. Uang muka (down payment) ditetapkan
sebesar Rp. 350.000 sedang sisanya dibayar dalam waktu 1 tahun dengan 6 kali angsuran
(setiap 2 bulan) dan bunga ditetapkan sebesar 12% setahun. Harga pokok mesin tersebut
adalah Rp. 750.000.pembayaran yang akan dilakukan sesuai dengan 4 (empat) cara seperti
diterangkan di depan, akan tertera seperti perhitungan dan pencatatan berikut ini.

Perhitungan:

Harga jual mesin .................................................................. Rp. 1.250.000

Uang muka (down payment) ................................................ Rp. 350.000

Dibayar 6 kali angsuran tiap-tiap 2 bulan ............................ Rp. 900.000

Besarnya pembayaran setiap kali angsuran ......................... Rp. 150.000

1. Bunga Periodik diperhitungkan dari sisa harga kontrak pada setiap awal periode
angsuran
Pada cara ini beban bunga diperhitungkan berdasarkan jangka waktu yang sama untuk
setiap angsuran, yaitu 2 bulan. Akan tetapi sebagai titik tolak perhitungan bunga dipakai
saldo harga kontrak pada setiap awal periode angsuran yang bersangkutan, sehingga
jumlahnya akan semakin berkurang dari angsuran yang satu dengan angsuran berikutnya.
Atas dasar perhitungan demikian dapat disusun suatu tabel pembayaran sebagai berikut:
Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak padasetiap awal periode angsuran yang
bersangkutan.
Bunga atas
saldo harga
Tanggal Angsuran atas Jumlah Sisa harga
kontrak pada
pembayaran harga kontrak pembayaran kontrak
awal periode
angsuran
1 Januari 1980 - - - Rp. 1.250.000
1 Januari 1980 - Rp. 350.000 Rp. 350.000 Rp. 900.000
1 Maret 1980 Rp. 18.000 Rp. 150.000 Rp. 168.000 Rp. 750.000
1 Mei 1980 Rp. 15.000 Rp. 150.000 Rp. 165.000 Rp. 600.000
1 Juli 1980 Rp. 12.000 Rp. 150.000 Rp. 162.000 Rp. 450.000
1 September Rp. 9.000 Rp. 150.000 Rp. 159.000 Rp. 300.000
1980
1 Nopember 1980 Rp. 6.000 Rp. 150.000 Rp. 156.000 Rp. 150.000
31 Desember Rp. 3.000 Rp. 150.000 Rp. 153.000 NIHIL
1980
Jumlah Rp. 63.000 Rp. 1.250.000 Rp. 1.313.000

*) 12% x 2/12 x Rp. 900.000 = Rp. 18.000

**) 12% x 2/12 x Rp. 150.000 = Rp. 3.000

Atas dasar perhitungan dalam daftar tersebut maka pencatatan di dalam buku-buku si
pembeli dan si penjual akan ternyata sebagai berikut:

Transaksi Buku-buku si pembeli Buku-buku si penjual

1 Januari 1980:
Penjuaan Angsuran 1) Mesin – mesin 1.250.000 1) Piutang Penjualan
sebuah mesin seharga Hutang Pembelian Angsuran 1.250.000
: Rp. 1.250.000 Angsuran Penjualan
dengan uang muka 1.250.000 Angsuran
:Rp. 350.000 2) Hutang pembelian 1.250.000
Angsuran 350.000 2) Kas 350.000
Kas 350.000 Piutang Penjulan
Angsuran
350.000
3) Harga Pokok
Penjualan Mesin 750.000
Persediaan
Mesin-mesin
750.000
1 Maret 1980 :
Pembayaran angsuran Hutang Pembelian Kas 168.000
pertama sebesar : Rp. Angsuran 150.000 Piutang Penjualan
150.000 bunga 12% Biaya Bunga 18.000 Angsuran
setahun dari saldo Kas 168.000 150.000
harga kontrak sebesar Pendapatan bunga
Rp. 900.000 18.000
1 Mei 1980 :
Pembayaran angsuran Hutang Pembelian Kas 165.000
kedua sebesar : Rp. Angsuran 150.000 Pitang Penjualan
150.000 bunga 12% Biaya Bunga 15.000 Angsuran
setahun dari saldo Kas 165.000 150.000
harga kontrak sebesar Pendapatan bunga
: Rp. 750.000 15.000

Pencatatan selanjutnya atas pembayaran cicilan yang terjadi diperlakukan sama seperti
pencatatan tersebut diatas.

2. Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar atas dasar jangka
waktu angsuran yang bersangkutan

Pada metode ini bunga diperhitungkan dari besarnya angsuran yang tetap
jumlahnya, sedang jangka waktunya selalu dihitung dipermulaan ditanda-tanganinya
atau berlakunya perjanjian sampai dengan saat pembayaran angsuran yang
bersangkutan.

Pembayaran yang harus dilakukan akan terlihat seperti di dalam daftar di bawah
ini :

Tanggal Bunga dari tanggal transaksi sampai Jumlah


Bagian pembayaran Sisa Harga Kontrak
pemabyaran tanggal pembayaran (1% per bulan) pembayaran
1 Januari 1980 Rp 1,750,000
1 Januari 1980 Rp 350,000 Rp 350,000 Rp 900,000
1 Maret 1980 Rp 3,000 *) Rp 150,000 Rp 153,000 Rp 750,000
1 Mei 1980 Rp 6,000 Rp 150,000 Rp 156,000 Rp 600,000
1 Juli 1980 Rp 9,000 Rp 150,000 Rp 159,000 Rp 450,000
1-Sep-80 Rp 12,000 Rp 150,000 Rp 162,000 Rp 300,000
1-Nov-80 Rp 15,000 Rp 150,000 Rp 165,000 Rp 150,000
31 Des 1980 Rp 18,000 **) Rp 150,000 Rp 168,000 nihil
jumlah Rp 63,000 Rp 1,250,000 Rp 1,313,000

2
*) 12% × 12 × 150.000 = 3.000

12
**) 12% × 12 × 150.000 = 18.000

Dalam hal ini hendaknya diperhatikan bahwa jumlah pembayaran bunga tidak sesuai dengan
beban bunga yang benar-benar terjadi terhadap sisa harga kontrak yang belum dibayar. Oleh
karena itu apabila metode ini akan dipakai, di dalam mencatat bunga yang akan diterima oleh
si penjual atau bunga yang akan dibayar oleh si pembeli harus dicatat adanya atau timbulnya
hutang atau piutang yang masih diperhitungkan.

Dengan kata lain, untuk pihak pembeli harus dicatat adanya hutang bunga (accrued interest
payable) yang sejalan dengan saldo Hutang Pembelian Angsuran jangka waktu yang
bersangkutan, sedang bagi pihak penjual harus mencatat adanya piutang bunga (accrued
interest receivable) pembayaran bunga yang riel dilakukan sesuai daftar di atas adalah
merupakan pengurangan dari hutang atau piutang bunga tersebut.

Pencatatan buku-buku si pembeli dan penjual adalah :

Transaksi Buku-buku si Pembeli Buku-buku si Penjual


Piutang penjualan angsuran 1.250.000
Penjualan angsuran 1.250.000
1 Januari 1980 Mesin-mesin 1.250.000
penjualan angsuran Hutang Pembelian angsuran 1.250.000
Kas 350.000
sebuah mesin seharga
Piutang penjualan angsuran 350.000
1.250.000 dg uang Hutang pembelian angsuran 350.000
muka : 350.000 Kas 350.000
HPP Penjualan mesin 750.000
Persediaan mesin-mesin 750.000
1 Maret 1980 Biaya bunga 18.000 Bunga yg akan diterima atas penj angsuran
Pencatatan bunga yg Bunga yg akan dibayar atas pembelian 18.000
masih harus angsuran 18.000 Pendapatan bunga 18.000
diperhitungkan selama
2 bulan dari sisa harga Hutang pembelian angsuran 150.000 Kas 153.000
kontrak sebesar Bunga yg akan dibayar atas pembelian Piutang penjualan angsuran 150.000
900.000 angsuran 3.000 Bunga yg akan diterima atas penj
Kas 153.000 angsuran 3.000
Pencatatan
pembayaran angsuran
pertama sebesar
150.000 dan 12%
setahun, selama 2
bulan dari angsuran yg
bersangkutan

1 Mei 1980
Pencatatan bunga yang
Biaya bunga 15.000 Bunga yg akan diterima atas penj angsuran
harus diperhitungkan
Bunga yg akan dibayar atas pembelian 15.000
selama 2 bulan dari sisa
angsuran 15.000 Pendapatan bunga 15.000
harga kontrak sebesar
750.000
Pencatatan Hutang pembelian angsuran 150.000
Kas 156.000
pemabayaran cicilan Bunga yg akan dibayarkan atas pembelian
Bunga yg akan diterima atas penjualan
kedua berserta bunga 4 angsuran 6.000
angsuran 6.000
bulan dari cicilan yg Kas 156.000
Piutang penjualan angsuran 150.000
dibayar

Pencatatan transaksi brikutnya pada prinsipnya sama dengan cara tersebut diatas.

Meskipun dalam pencatatan tersebut pembebanan bunga lebih besar daripada


pembayarannya, tetapi pembebanan tersebut akan turun secara periodic, sedang pembayaran
naik dari periode ke periode. Pada akhirnya nanti, jumlah pembayaran bunga akan sama
dengan jumlah pembebanan yang telah dicatat.

Perubahan-perubahan daripada saldo bunga yang masih diperhitungkan itu dapat


diikhtisarkan sebagai berikut (dipandang dari sudut pembeli)

Saldo bunga yg
Kenaikan bunga yg Pengurangan
Tanggal akan dibayar atas
diperhitungkan bunga yg dibayar
pembayaran pembelian
(kredit) (debit)
(angsuran)
1/3/1980 Rp 18,000 Rp 3,000 Rp 15,000
1/5/1980 Rp 15,000 Rp 6,000 Rp 24,000
1/7/1980 Rp 12,000 Rp 9,000 Rp 27,000
1/9/1980 Rp 9,000 Rp 12,000 Rp 24,000
1/11/1980 Rp 6,000 Rp 15,000 Rp 15,000
1/12/1980 Rp 3,000 Rp 18,000 NIHIL

3. Pembayaran angsuran periodic dilakukan dalam jumlah yang sama, di mana di


dalamnya sudah diperhitungkan angsuran pokok dan bunganya
Metode ini lebih dikenal dengan nama “metode anuitet”. Di sini jumlah angsuran dari
period eke periode jumlahnya tetap sama.

Dalam jumlah tersebut sudah diperhitungkan:

a. Pembayaran bunga atas sisa harga kontrak


b. Angsuran bunga atas harga kontrak itu sendiri

Cara menghitung jumlah anuitet ini mempergunakan bantuan rumus matematik


dengan terlebih dahulu mencari anuitetnya. Adapun rumus factor anuitet tersebut
adalah :
1
1−
(1+𝑖)𝑛
A=
𝑖

Keterangan :

A : Anuitet

i : tingkat bunga

n : jangka waktu berlangsungnya kontrak penjualan angsuran

1
: nilai tunai (present value)
(1+𝑖)𝑛

Setelah diketahui factor anuitetnya, maka jumlah pembayaran cicilan dihitung sebagi berikut
:
𝑆𝑖𝑠𝑎 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑘
Jumlah pembayaran angsuran = 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐴𝑛𝑢𝑖𝑡𝑒𝑡

Pada contoh di muka, maka dapat dicari factor anuitetnya sebagai berikut :
1
1−
(1+0,02)6
A= 0,02

1−0,8879.7135
A= = 5,601.431
0,02

Besarnya setiap kali angsuran


900.000
= 5,601.431 = 160.673

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dapatlah disusun daftar pembayaran angsuran dan
alokasi setiap pembayaran di antara beban bunga dan angsuran harga kontrak sebagai beriku
:
Bagian pembayaran yg
Bagian pembayaran yang
Tanggal merupakan beban
Pembayaran angsuran dipakai untuk melunasi Sisa Harga Kontrak
pembayaran bunga yg
Harga Kontrak
diperhitungkan

1-Jan-80 Rp 1,250,000
1-Jan-80 Rp 350,000 Rp 350,000 Rp 900,000
1-Mar-80 Rp 160,673 Rp 18,000 Rp 142,673 Rp 757,327
1-May-80 Rp 160,673 Rp 15,146.54 Rp 145,527 Rp 611,800
1-Jul-80 Rp 160,673 Rp 12,236 Rp 146,437 Rp 463,363
1-Sep-80 Rp 160,673 Rp 9,267 Rp 151,406 Rp 311,957
1-Nov-80 Rp 160,673 Rp 6,239 Rp 154,434 Rp 147,523
31-Dec-80 Rp 160,673 Rp 3,150 Rp 157,523
Jumlah Rp 1,314,038 Rp 64,039 Rp 1,250,000

Dari daftar tersebut, maka pencatatan pembayaran angsurannya akan tertera pada masing-
masing buku pembeli dan penjual antara lain sebagai berikut :

Transaksi Buku-buku si Pembeli Buku-buku si Penjual


Biaya bunga Kas
1 Maret 1980
18.000 160.000
Pembayaran angsuran
Hutang pembelian angsuran Pendapatan bunga
pertama sebesar : 160.673
142.673 18.000
untuk pembayaran bunga
Kas Piutang penjualan
18.000 dan pelunasan harga
160.673 angsuran 142.673
kontrak sebesar 142.673
Biaya bunga Kas
1 Mei 1980
15.146 160.673
Pembayaran angsuran kedua
Hutang pembelian angsuran Pendapatan bunga
sebesar 160.673 untuk bunga
145.527 15.146
15.146 dan pelunasan harga
Kas Piutang penjualan
kontrak sebesar 145.527
160.673 145.527

4. Bunga secara periodic diperhitungkan berdasar dari sisa harga kontrak


Pada cara yang terakhir ini tidak banyak menimbulkan persoalan perhitungan yang
terperinci atau jelimet.
Sebab besarnya bunga cukup ditentukan sekali saja, dan selanjutnya pembayaran
bunga pada setiap angsuran adalah sebagai berikut :
Bunga diperhitungkan atas dasar (sisa) harga kontrak

Bunga yg
Tanggal Angsuran atas Jumlah Sisa harga
didasarkan atas
pembayaran harga kontrak pembayaran kontrak
harga kontrak
1 Januari 1980 - - - 1.250.000
1 Januari 1980 - 350.000 350.000 900.000
1 Maret 1980 18.000 150.000 168.000 750.000
1 Mei 1980 18.000 150.000 168.000 600.000
1 Juli 1980 18.000 150.000 168.000 450.000
1 September
18.000 150.000 168.000 300.000
1980
1 November
18.000 150.000 168.000 150.000
1980
31 Desember
18.000 150.000 168.000 NIHIL
1980

Dipandang dari sudut penjual, cara terakhir ini yang paling menguntungkan, sebab
bunganya jauh lebih besar daripada ketiga metode yang terdahulu.
Prosedur pembukuan dalam hal ini berlaku sama dengan prosedur pembukuan
menurut metode-metode yang terdahulu.

Anda mungkin juga menyukai