Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Debu

2.1.1. Definisi Debu

Menurut Suma’mur (2013) debu adalah partikel zat kimia padat yang

disebabkan oleh kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,

pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari benda, baik

organis, maupun anorganis.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) dalam Rahardjo (2010) debu

ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi pada

dasarnya pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari

proses alami maupun mekanis.

Debu sering disebut juga sebagai partikel yang melayang di udara

(Suspended Particulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500

mikron. Kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor

and Out Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran

yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan

maupun terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Debu yang terdiri atas

partikel-partikel padat dapat dibagi menjadi 3 macam :

a. Dust

Universitas Sumatera Utara


Dust atau debu terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang

submikroskopik sampai yang besar. Debu yang berbahaya adalah ukuran yang

bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100 mikron

dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru.

b. Fumes

Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena

kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang

dipijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi sehingga

terjadi zat-zat seperti logam Cadmium dan timbale (Plumbum).

c. Smoke

Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak

sempurna dan berukuran sekitar 0,5 mikron.

2.1.2. Sifat-sifat debu

Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu

fisik (debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik)

dan debu biologis (virus, bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah

terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium, tutonium), debu inert (debu

yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain). Debu di atmosfer lingkungan kerja

biasanya berasal dari bahan baku atau hasil produksi. Sifat-sifat debu tidak

berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan turun karena

tarikan gaya tarik bumi. Debu memiliki beberapa sifat yaitu (Mengkidi, 2006) :

a. Sifat Pengendapan

Universitas Sumatera Utara


Yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi.

Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari

debu yang terdapat di udara.

b. Sifat Permukaan Cenderung selalu Bersih

Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena

permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi

penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.

c. Sifat Penggumpalan

Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka

debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan.

Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara

mempermudah debu membentuk gumpalan.

d. Sifat Listrik Statis

Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang

berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya

penggumpalan.

e. Sifat Opsis

Debu atau partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang

dapat terlihat dalam kamar gelap.

Berdasarkan sifat kimianya dibedakan atas 3 golongan yaitu:

a. Inert Dust

Universitas Sumatera Utara


Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada

paru-paru. Efeknya sangat sedikit sekali pada penghirupan normal. Reaksi

jaringan pada paru-paru terhadap jenis debu ini adalah :

1) Susunan saluran nafas tetap utuh

2) Tidak terbentuk jaringan parut ( fibrosis ) di paru-paru

3) Reaksi jaringan potensial dapat pulih kembali dan tidak menyebabkan

gangguan paru-paru.

b. Profilferative Dust

Golongan debu ini di dalam paru-paru akan membentuk jaringan parut

(Fibrosis). Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga

mengganggu fungsi paru. Contoh debu ini yaitu debu silika, kapur, asbes dan

sebagainya.

c. Debu Asam atau Basa Kuat

Golongan debu yang tidak ditahan dalam paru namun dapat menimbulkan

efek iritasi. Efek yang ditimbulkan bisa efek keracunan secara umum misalnya

debu arsen dan efek alergi, khususnya golongan debu organik.

2.1.3. Klasifikasi Debu

a. Klasifikasi debu berdasarkan pengendapannya

Berdasarkan kemudahan mengendapnya, debu industri yang terdapat

dalam udara terbagi dua yaitu (Pudjiastuti, 2002) :

1) Deposit Particulate Matter

Partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini

segera mengendap karena daya tarik bumi.

Universitas Sumatera Utara


2) Suspended Particulate Matter

Partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap.

Debu dapat mengakibatkan gangguan pernafasan bagi pekerja pada

industri-industri yang berhubungan dengan debu yang dihasilkan proses

produksinya.

b. Klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya

Klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya, yaitu :

1) Debu fibrogenik (bahaya terhadap sistem pernapasan) Contoh : silika

(kwarsa, chert), silicate (asbestos, talk, mica, silimate), metal fumes,

biji berillium, biji timah putih, beberapa biji besi, carborundum, batu

bara (anthracite, bituminous).

2) Debu karsinogenik (penyebab kanker)

Contoh : debu hasil peluruhan radon, asbestos, arsenik.

3) Debu-debu beracun (toksik terhadap organ/jaringan tubuh). Contoh :

biji berillium, arsen, timbal, uranium radium, torium, chromium,

vanadium, mercury, cadmium, antimony, selenium, mangan, tungsten,

nikel dan perak.

4) Debu radioaktif (berbahaya karena radiasi alfa dan beta) Contoh : biji-

biji uranium, radium, torium.

5) Debu eksplosif

Contoh : debu-debu metal (magnesium,aluminium, zinc, timah putih,

besi), batu bara (bituminous,lignite), bijih-bijih sulfida, debu-debu

organik.

Universitas Sumatera Utara


6) Debu-debu pengganggu/nuisance dusts (mengakibatkan kerugian yang

ringan terhadap manusia).

Contoh : gypsum, koalin, batu kapur.

7) Inert dust/debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain (tidak

mempunyai akibat pada paru-paru).

8) Respirable dust (debu yang dapat terhirup oleh manusia yang berukuran

dibawah 10 mikron).

9) Irrespirable dust (debu yang tidak dapat terhirup oleh manusia yang

berukuran diatas 10 mikron).

2.1.4. Ukuran Partikel Debu

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada

saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target

organ sebagai berikut :

a. 5-10 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian atas.

b. 3-5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah.

c. 1-3 mikron, sampai di permukaan alveoli.

d. 0,5-1 mikron, hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga

menyebabkan fibrosis pada paru-paru.

e. 0,1-0,5 mikron, melayang di permukaan alveoli dan berdifusi dengan gerak

brown keluar masuk alveoli, bila membentur maka dapat tertimbun di tempat

tersebut (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan lamanya partikel tersuspensi di udara dan rentang ukurannya,

partikel dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu dust fall (setteable particulate)

Universitas Sumatera Utara


dan suspended particulate matter (SPM). Dust fall adalah partikel berbentuk lebih

besar dari 10 µm. SPM adalah partikel yang ukurannya lebih kecil dari 10 µm dan

keberadaannya terutama berasal dari proses industri dan pembakaran. Masalah

pencemaran udara yang disebabkan oleh partikel padat TSP (Total Suspended

Particulate) atau total partikel melayang dengan diameter maksimum sekitar 45

mm, partikel PM10 (particulate matter) dengan diameter kurang dari 10 mm dan

PM2,5 dengan diameter kurang dari 2,5 mm. Partikel-partikel tersebut diyakini

oleh para pakar lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagai pemicu timbulnya

infeksi saluran pernapasan, karena partikel padat PM10 dan PM2,5 dapat

mengendap pada saluran pernapasan daerah bronkiolus dan alveoli, sedang TSP

tidak dapat terhirup ke dalam paru, tetapi hanya sampai pada bagian saluran

pernapasan atas (Wardhana, 2001).

2.1.5. Nilai Ambang Batas Debu di Tempat Kerja

Nilai ambang batas merupakan alat atau pedoman yang mengikat untuk

diperhatikan dari segi kesehatan dan keselamatan kerja. Bila NAB sudah

diterapkan, bukan berarti para pekerja tersebut terbebas dari semua resiko yang

mungkin timbul di lingkungan kerja. Berdasarkan Permenakertrans No. 13 Tahun

2011 kadar debu yang diizinkan terdapat di udara dan tidak mengganggu

kenikmatan kerja adalah dibawah NAB jika kadar debu ≤ 3 mg/m3. Nilai ambang

batas debu pada udara ambien di Indonesia diatur juga dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, sebesar 10

mg/m3.

Universitas Sumatera Utara


2.1.6. Mekanisme Masuknya Debu ke Dalam Paru-Paru

Debu masuk ke dalam paru-paru dengan menarik napas. Partikel debu

yang dapat dihirup oleh pernapasan manusia mempunyai ukuran 0,1 mikron

sampai 10 mikron. Terdapat silia pada hidung dan tenggorokan yang menahan

benda-benda asing seperti debu dengan ukuran 5-10 mikron yang kemudian

dikeluarkan bersama sekret waktu napas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron

ditahan pada bagian tengah jalan pernapasan. Penumpukan dan pergerakkan debu

pada saluran napas dapat menyebabkan peradangan jalan napas. Peradangan yang

terjadi dapat menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga akhirnya dapat

menurunkan fungsi paru. Untuk partikel 1-3 mikron dapat masuk ke alveoli paru–

paru dan partikel 0,1-1 mikron tidak mudah hinggap di permukaan alveoli karena

adanya gerakan Brown, tetapi akan membentur permukaan alveoli dan dapat

tertimbun di alveoli. Debu yang masuk ke alveoli dapat menyebabkan pengerasan

pada jaringan (fibrosis) dan bila 10% alveoli mengeras akibatnya mengurangi

elastisitasnya dalam menampung volume udara. Kemampuan elastisitas alveoli

yang berkurang akan menyebabkan kemampuan untuk mengikat oksigen juga

menurun. Fibrosis yang terjadi ini dapat menurunkan kapasitas vital paru

(Suma’mur, 2009).

Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama

paparan berlangsung, maka jumlah partikel yang mengendap di paru-paru juga

semakin banyak. Setiap inhalasi 500 partikel per millimeter kubik udara, setiap

alveoli paling sedikit menerima 1 partikel dan apabila konsentrasi mencapai 1000

partikel per millimeter kubik, maka 10% dari jumlah tersebut akan tertimbun di

Universitas Sumatera Utara


paru-paru. Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel per millimeter kubik sering

dihubungkan dengan terjadinya pneumokoniosis (Mangkunegoro, 2003).

2.1.7. Dampak Debu Terhadap Kesehatan

Penyakit-penyakit pernapasan dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi,

letak anatomis, sifat kronik dan perubahan-perubahan struktur serta penyakit

pernapasan yang diklasifikasikan berdasarkan disventilasi dibagi dalam dua

kategori yaitu penyakit-penyakit yang terutama menyebabkan gangguan ventilasi

obstruktif dan penyakit-penyakit yang menyebabkan ventilasi restriktif.

Klasifikasi ini dipilih karena uji spirometri dan uji ventilasi lain, hampir dilakukan

secara rutin dan kebanyakan penyakit-penyakit pernapasan akan mempengaruhi

kapasitas paru.

Kelainan paru karena adanya deposit debu dalam jaringan paru disebut

pnemokoniosis. Menurut definisi dari International Labour Organization (ILO)

pnemokoniosis adalah akumulasi debu dalam jaringan paru dan reaksi jaringan

paru terhadap adanya akumulasi debu tersebut. Bila pengerasan alveoli telah

mencapai 10% akan terjadi penurunan elastisitas paru yang menyebabkan

kapasitas vital paru akan menurun dan dapat mengakibatkan berkurangnya suplai

oksigen ke dalam jaringan otak, jantung dan bagianbagian tubuh lainnya.

Debu yang non fibrogenik adalah debu yang tidak menimbulkan reaksi

jaringan paru, contohnya adalah debu besi, kapur dan timah. Debu ini dahulu

dianggap tidak merusak paru yang disebut debu inert, tetapi diketahui belakangan

bahwa tidak ada debu yang benar-benar inert. Dalam dosis besar, semua debu

bersifat merangsang dan dapat menimbulkan reaksi walaupun ringan. Reaksi ini

Universitas Sumatera Utara


berupa produksi lendir berlebihan, bila ini berlangsung dapat terjadi hiperplasi

kelenjar mukus. Jaringan paru juga dapat berubah dengan terbentuknya jaringan

ikat retikulin. Penyakit paru ini disebut pneumokoniosis non kolagen. Debu

fibrogenik dapat menimbulkan reaksi jaringan paru sehingga terbentuk jaringan

parut (fibrosis). Penyakit ini disebut dengan pnemokoniosis kolagen. Termasuk

jenis ini adalah debu silika bebas, batu bara dan asbes. Debu yang masuk saluran

napas menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan non spesifik berupa

batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot

polos disekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan.

Keadaan ini biasanya terjadi bila kadar debu melebihi nilai ambang batas. Sistem

musikuler juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir

bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak

sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas

meningkat. Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan fokus dan berkumpul

di bagian awal saluran limfe paru.

Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik

terhadap makrofag seperti silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru.

Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi autolysis,

keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang

terus menerus penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan

hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru yaitu

pada dinding alveoli dan jaringan intertestial. Akibat fibrosis paru akan menjadi

Universitas Sumatera Utara


kaku dan menimbulkan gangguan pengembangan paru yaitu kelainan paru yang

restriktif.

2.1.8. Metode Pengendalian Debu

Adapun metode pengendalian debu di lingkungan kerja adalah sebagai

berikut :

a. Metode pencegahan terhadap transmisi, ada dua yaitu :

1) Memakai metode basah, lantai disiram supaya debu tak beterbangan di

udara.

2) Memakai alat (Scrubber, electropresipitator, dan ventilasi umum).

b. Pencegahan terhadap sumber

1) Menggunakan local exchauster, supaya debu tidak keluar dari sumber.

2) Substitusi, yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang

kurang atau tidak berbahaya sama sekali.

3) Isolasi, yaitu memisahkan proses yang berbahaya dari pekerja ke unit

lainnya.

c. Perlindungan diri terhadap pekerja antara lain berupa tutup hidung atau

masker.

d. Semua debu apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan untuk jangka

waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan patologis pada manusia.

e. Mengurangi kadar debu dengan jalan memasang tabir (shielding) pada

sumber debu.

2.2. Tinjauan Umum tentang Infeksi Saluran Napas Akut (ISPA)

2.2.1. Definisi ISPA

Universitas Sumatera Utara


ISPA (Infeksi Saluran napas Akut) adalah penyakit infeksi yang

menyerang salah satu atau lebih saluran pernapasan, mulai dari saluran

pernapasan atas (hidung) sampai ke saluran pernapasan bawah (alveoli) termasuk

jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Istilah ISPA

meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan, dan akut (Depkes RI, 2005).

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan

bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru)

dan organ adneksa saluran pernapasan.

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14

hari diambil untuk menunjukkan proses akut, untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan menjadi ISPA prosesnya dapat berlangsung lebih dari 14

hari.

2.2.2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri dan virus. Bakteri

penyebabnya antara lain genus Streptokokus, Staphilokokus, Pneomokokus,

Hemofilus, Bordetella, dan Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain

golongan Mikovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, dan

Herpesvirus. ISPA dapat ditularkan dari air ludah, darah, bersin, udara pernapasan

yang mengandung kuman yang terhirup orang sehat dalam saluran pernpasannya.

Selain itu, polusi udara juga dapat menyebabkan ISPA.

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Klasifikasi ISPA

Pengklasifikasian ISPA menurut Ditjen P2MPL (2009), adalah sebagai

berikut :

1. ISPA ringan

Gejala ISPA ringan adalah adanya satu atau lebih tanda dan gejala seperti

batuk, pilek, serak, sesak yang disertai atau tidak panas/demam, keluarnya cairan

dari telinga yang lebih dari 2 minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.

2. ISPA Sedang

Gejala ISPA sedang adalah adanya gejala ISPA ringan ditambah satu

atau lebih tanda dan gejala seperti pernapasan cepat lebih dari 50 kali per menit

atau lebih (tanda utama) pada umur di bawah 1 tahun dan 40 kali per menit pada

umur 1-5 tahun, panas 30°C atau lebih, wheezing, keluar cairan dari telinga dan

campak.

3. ISPA Berat

Gejala ISPA Berat adalah adanya gejala ISPA ringan dan sedang

ditambah satu atau lebih tanda dan gejala seperti penarikan dada ke dalam saat

penarikan napas (tanda utama), adanya stidor atau pernapasan ngorok, dan tidak

mampu atau tidak mau makan. Tanda dan gejala lainnya adalah kulit kebiru-

biruan, cuping hidung bergerak kembang kempis saat bernapas, kejang,

dehidrasi, atau tanda-tanda kekurangan cairan, keadaran menurun dan terdapat

saluran difteri.

2.2.4. Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem

kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Bakteri

Universitas Sumatera Utara


dan virus penyebab ISPA di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran

pernafasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Pada stadium awal,

gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian

diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam

dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.

Akhirnya terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan

tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena

bakteri dan virus di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah

semakin besar dan cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan

sesak atau pernafasan terhambat, oksigen yang dihirup berkurang. Infeksi lebih

lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila

tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi

yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi

saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (Halim, 2000).

Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang

pada dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi

lendir yang berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua

penelitian dan kegiatan program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama.

Misalnya untuk menentukan infeksi saluran pernafasan, WHO menganjurkan

pengamatan terhadap gejala-gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorokan, pilek

dan penyakit pada telinga dengan atau tanpa disertai demam. Efek pencemaran

terhadap saluran pernafasan memakai gejala-gejala penyakit pernafasan yang

Universitas Sumatera Utara


meliputi radang tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak nafas (Robertson,

1984 dalam Purwana, 1992).

Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa

kadar debu berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala

batuk. Di dalam saluran pernafasan, debu yang mengendap menyebabkan oedema

mukosa dinding saluran pernafasan sehingga terjadi penyempitan saluran.

Menurut Putranto (2007), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit

pernafasan :

1. Batuk

Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan

pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial,

sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul

sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran

pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak

disertai bunyi khas.

2. Dahak

Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel

goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen

dan mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak

dalam saluran pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian

jaringan yang berdegenerasi.

3. Sesak nafas

Universitas Sumatera Utara


Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam

saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena

saluran pernafasan menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi

arus udara. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan

dalam satu menit.

4. Bunyi mengi

Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut

diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

2.2.5. Mekanisme Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Penyakit ISPA disebabkan masuknya mikroorganisme atau terpajannya

polutan ke tubuh manusia. Akan tetapi, terjadinya ISPA tergantung pada

pertahanan fisik dan pertahanan kekebalan tubuh manusia (Halim, 2012).

1. Pertahanan Fisik (physical defense)

Pertahanan Fisik (physical defense) merupakan baris pertama tubuh

yang dirancang untuk mengusir partikel debu. Sistem pernapasan yang

bermula dari hidung sampai alveoli dilengkapi dengan sistem pertahanan

tubuh dengan adanya bulu-bulu halus (silia), membran mukosa (selaput

lendir), dan lain-lain. Mikroorganisme dan partikel debu yang masuk ke

dalam saluran pernapasan akan ditangkap oleh bulu-bulu halus (silia) di

hidung yang dibantu oleh mukosa. Mukosa tersebut akan melapisi benda

asing tersebut dengan cairan untuk melumpuhkannya dan kemudian tubuh

akan mengeluarkannya melalui mekanisme batuk dan bersin. Namun, apabila

benda asing tersebut sampai di alveoli, maka pertahanan tubuh berupa fagosit

Universitas Sumatera Utara


akan melumat benda asing tersebut dan membawanya ke kelenjar limfe untuk

diproses lebih lanjut.

ISPA dapat terjadi apabila saluran pernapasan manusia sering terpajan

debu dengan jumlah yang semakin banyak sehingga silia akan terus menerus

mengeluarkan debu. Kejadian tersebut lama kelamaan akan membuat silia

teriritasi dan tidak peka lagi sehingga debu akan mudah masuk. Hal ini dapat

membuat manusia menjadi rentan terkena infeksi saluran pernapasan.

2. Pertahanan Kekebalan (immune defense)

Sistem kekebalan adalah sistem pertahanan manusia terhadap infeksi

dari makromolekul asing atau serangan organisme (termasuk virus, bakteri,

protozoa, dan parasite). Pada saluran pernapasan manusia, apabila agen

penyakit dapat lolos dari mekanisme pertahanan fisik tersebut dan membuat

koloni di saluran pernapasan atas, lini penting pertahanan kekebalan atau

sistem imun akan bekerja untuk mencegah agen penyakit tersebut ke saluran

pernapasan bawah. Respon ini diperantai oleh limfosit yang juga melibatkan

sel darah putih lainnya (misalnya makrofag dan neutrofil) yag tertarik ke

area tempat proses inflamasi berlangsung. Apabila terjadi gangguan

mekanisme pertahanan di sistem pernapasan atau apabila agen penyakit

sangat virulen, maka infeksi saluran pernapasan bawah bisa terjadi.

2.2.6. Faktor Risiko ISPA Pada Pekerja

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko seseorang terkena

ISPA dapat dibagi menjadi empat garis besar yaitu faktor pencemaran,

karakteristik individu, perilaku pekerja, ataupun karena faktor lingkungan. Faktor

Universitas Sumatera Utara


pencemaran yaitu akibat pencemaran di dalam maupun luar ruangan, kemudian

karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.

Selanjutnya perilaku pekerja yaitu seperti merokok atau penggunaan masker,

faktor lingkungan meliputi suhu, kelembapan curah hujan dan kecepatan serta

arah angina (Sormin, 2012).

2.3. Umur

ISPA diketahui dapat menyerang segala jenis umur. ISPA akan sangat

berisiko pada bayi berumur kurang dari 1 tahun, kemudian risiko tersebut akan

menurun pada kelompok umur 15-24 tahun. Setelah itu, risiko ISPA akan terus

meningkat ketika berumur 24 tahun keatas. Semakin tua umur seseorang, maka

semakin rentan terkena ISPA karena terjadi degenerasi otot-otot pernapasan dan

elastisitas jaringan menurun sehingga kekuatan otot-otot pernapasan menjadi

menurun untuk menghirup udara. Semakin tua umur seseorang, semakin banyak

alveoli yang rusak sehingga menyebabkan gangguan fungsi alveoli. Selain itu

daya tahan tubuh yang rendah, dan pajanan debu sebagai hasil dari penghirup

debu sehari-hari juga mempengaruhi untuk menyebabkan ISPA pada orang

dengan umur yang sudah tua (Nelson at al, 2005).

2.4. Masa Kerja

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja

di suatu tempat (Handoko, 2007). Semakin lama seseorang dalam bekerja maka

semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Pada pekerja di perusahaan fabrikasi semakin lama terpapar oleh debu

dan terus menerus dapat mempengaruhi kesetahan terutama saluran pernapasan.

2.5. Kebiasaan Merokok

Asap rokok dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran pernapasan.

Kemampuan bulu getar (silia) yang berguna untuk menyaring benda asing telah

berkurang sehingga debu lebih mudah masuk ke paru-paru. Interaksi antara

perokok dan debu merupakan faktor risiko bersinergi sehingga perokok lebih

berisiko mengidap ISPA. Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat

menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan. Asap rokok mengandung ribuan

bahan kimia beracun yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Kebiasaan

merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya ISPA sebanyak 2,2 kali (Suryo,

2010).

Adapun pengertian perokok menurut WHO dalam Depkes (2004) adalah

mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama

hidupnya dan masih merokok saat survei dilakukan. Sitepoe (2000)

mengkategorikan perokok berdasarkan jumlah konsumsi rokok harian yaitu: (a)

perokok ringan (1 – 10 batang/ hari), (b) perokok sedang (11 – 20 batang/ hari),

(c) perokok berat (> 20 batang/ hari).

2.6. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja

untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau

kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang

Universitas Sumatera Utara


dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal

dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri ini tidaklah

secara sempurna dapat melindungi tubuhnya tetapi akan dapat mengurangi tingkat

keparahan yang mungkin terjadi (Budiono, 2003).

Alat pelindung pernapasan adalah baagian dari alat pelindung diri yang

digunakan untuk melindungi alat pernapasan pekerja dari gas, uap, debu, atau

udara di tempat kerja yang mengandung kontaminasi, sifat racun, atau

menimbulkan ransangan.

Alat pelindung diri (APD) yang baik adalah APD yang memenuhi standar

keamanan dan kenyamanan bagi pekerja (Safety and acceptation), apabila pekerja

memakai APD yang tidak nyaman dan tidak bermanfaat maka pekerja enggan

memakai, hanya berpura-pura sebagai syarat agar masih diperbolehkan untuk

bekerja atau menghindari sanksi perusahaan (Khumaidah, 2009).

Menurut Budiono (2003), APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada

pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah

1) Masker

Masker berguna untuk melindungi debu atau partikel-partikel yang lebih

besar yang masuk dalam pernapasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-

pori tertentu. Macam-macam masker dibedakan atas:

1. Masker penyaring debu

Masker ini berguna untuk melindungi pernapasan dari serbuk logam,

penggerindaan, penggergajian atau serbuk kasar lainnya.

2. Masker berhidung

Universitas Sumatera Utara


Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron. Bila

kita sulit bernafas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti

karena filternya tersumbat oleh debu

3. Masker bertabung

Masker bertabung mempunyai filter yang lebih baik daripada masker

berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan

dari gas tertentu. Bermacam-macam tabungnya tertulis untuk macam-macam

gas yang sesuai dengan jenis masker yang digunakan.

4. Masker Kertas

Masker ini digunakan untuk menyerap partikel-pertikel berbahaya dari udara

agar tidak masuk ke jalur pernafasan. Pada penggunaan masker kertas, udara

disaring permukaan kertas yang berserat sehingga partikel-partikel halus yang

terkandung dalam udara tidak masuk ke saluran pernafasan

5. Masker Plastik

Masker ini digunakan untuk menyerap partikel-partikel berbahaya dari udara

agar tidak masuk jakur pernafasan.Ukuran masker ini sama dengan masker

kertas.namun ada lubang-lubang kecil dipermukaannya untuk aliran udara,

tetapi tidak bisa menyaring udara,fungsi penyaring udara terletak pada sebuah

tabung kecil yang diletakkan di dekat rongga hidung. Di dalam tabung ini

diisikan semacam obat yang berfungsi sebagai penawar racun.

2) Respirator

Respirator berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap,

logam, asap, dan gas. Alat ini dibedakan atas:

Universitas Sumatera Utara


1. Respirator pemurni udara

Membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan

dengan toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernapasan.

2. Respirator penyalur udara

Membersihkan aliran udara yang tidak terkontaminasi secara terus menerus.

Udara dapat dipompakan dari sumber yang jauh (dihubungkan denganselang

tahan tekanan) atau dari persediaan yang portable (seperti tabung yang berisi

udara bersih atau oksigen). Jenis ini biasa dikenal dengan SCBA (Self

Contained Breathing Apparatus) atau alat pernapasan mandiri. Digunakan di

tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen.

2.7. Tinjauan Umum tentang Sandblasting.

2.7.1. DefinisiSandblasting

Musuh abadi seluruh benda berbahan dasar metal/besi adalah karat/korosi.

Ada salah satu cara yang paling efektif dan cepat untuk mengusir karat/korosi

yaitu sandblasting. Sandblasting adalah proses penyemprotan abrasive material

biasanya berupa pasir silika atau steel grit dengan tekanan tinggi pada suatu

permukaan dengan tujuan untuk menghilangkan material kontaminasi seperti

Universitas Sumatera Utara


karat, cat, garam, oli, dan lain-lain. Selain itu juga bertujuan untuk membuat

profile (kekasaran) pada permukaan metal agar dapat tercapai tingkat perekatan

yang baik antara permukaan metal dengan bahan pelindung misalnya cat.

Tingkat kekasarannya diakibatkan oleh tembakan partikel-partikel kecil

yang keras dan tajam ke permukaan material dengan kecepatan yang relatif tinggi.

Akibat tumbukan oleh partikel-partikel tersebut pada permukaan material dengan

kecepatan yang relatif tinggi, material pada permukaan mengalami deformasi

plastis dan mengalami perubahan kekasaran material. Besarnya deformasi dan

kekasaran permukaan yang terjadi sangat bergantung pada ukuran, berat jenis,

kekerasan partikel blasting, kecepatan partikel, dan sudut tembak, serta lama

waktu tembakan. Semburan pasir sandblasting yang tidak terkena permukaan

dapat menyembur sejauh dua puluh meter dengan kondisi spray gun mengarah ke

arah horisontal. Maka dari itu penggunaan alat atau metode pembersihan dengan

cara sandblasting harus dioperasikan dengan sangat hati-hati.

Sandblasting merupakan proses yang diadaptasi dari teknologi yang biasa

digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang oil & gas,

industri, ataupun fabrikasi guna membersihkan atau mengupas lapisan yang

menutupi sebuah obyek yang biasanya berbahan dasar metal/besi dengan bantuan

butiran pasir khusus yang ditembakkan langsung dari sebuah kompresor

bertekanan tinggi ke objek.

Pekerjaan dibagian pembersihan karat yang menggunakan proses

sandblasting serta kondisi lingkungan yang terpapar langsung dengan pasir dan

debu dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dimana bahan tersebut masuk

Universitas Sumatera Utara


kedalam tubuh manusia melalu saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan

iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru (Risna, 2013).

2.7.2. Jenis-jenis Sandblasting

Sandblasting terbagi atas 2 jenis, yaitu

1. Dry Sandblasting

Dry Sandblasting biasa diaplikasikan ke benda-benda berbahan metal/besi

yang tidak beresiko terbakar, seperti tiang-tiang pancang, bodi dan rangka mobil,

bodi kapal laut, dan lain-lain

2. Wet Sandblasting

Wet Sandblasting diaplikasikan ke benda-benda berbahan metal/besi yang

beresiko terbakar atau terletak di daerah yang beresiko terjadi kebakaran, seperti

tangki bahan bakar, kilang minyak (offshore), ataupun pom bensin, dimana pasir

silica yang digunakan dicampur dengan bahan kimia khusus anti karat yang

berguna untuk meminimalisir percikan api saat proses sandblasting terjadi.

Namun begitu, alat yang digunakan tetaplah sama, terdiri dari kompresor,

tabung penyaring udara (Airblast Breathing Air Filters), tabung penampung pasir

(blast pot), selang, nosel, helm khusus untuk dikenakan oleh sang operator

sandblasting.

2.7.3. Tahap Tahap Pekerjaan Sandblasting

Pekerjaan sandblasting dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut:

1. Langkah pertama dalam pekerjaan sandblasting adalah menentukan jenis

material dan peralatan yang akan digunakan.

Universitas Sumatera Utara


2. Bersihkan permukaan objek yang akan dikerjakan untuk memastikan tidak ada

residu yang dapat merusak hasil pekerjaan. Pastikan juga bahwa menggunakan

peralatan keamanan dengan baik dan banar agar pekerja tetap aman dalam

melakukan pekerjaan.

3. Persiapkan daerah sekitar tempat kerja dari kekacauan yang tidak diinginkan.

Tempelkan lakban pada daerah yang tidak akan di-blasted, dan pastikan bila

semua permukaan halus telah dipindahkan atau dijauhkan dari tempat kerja

untuk menghindari kerusakan.

4. Hidupkan mesin blasting dengan menekan tombol ON yang terdapat di mesin.

Pastikan melakukan blasting dengan rata dan jaga jarak antara mesin dengan

objek sejauh enam hingga dua belas inci.

2.7.4. Keamanan dalam Melakukan Pekerjaan Sandblasting

Sandblasting merupakan metode surface preparation (persiapan

permukaan) paling efektif untuk membersihkan karat pada kendaraan, konstruksi

baja pada gedung, dan lain sebagainya.Proses sandblasting tersebut dapat menjadi

sangat berbahaya jika kita tidak menggunakan perlengkapan safety yang tepat.

Sebagai contoh pasir silika atau garnet sand yang dipakai sebagai abrassive

material pada proses sandblasting menimbulkan debu. Dan bukan hanya partikel

debu yang terlihat yang kita khawatirkan tetapi justru partikel debu yang tidak

terlihat bisa jadi sangat berbahaya bagi kesehatan kita.Bekerja dilingkungan

dengan udara yang berdebu berbahaya untuk sistem pernafasan kita Oleh karena

itu kita perlu menggunakan helmet khusus untuk sandblasting untuk melindungi

kita.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Sandblasting Helmet
Pada saat pemilihan helmetsandblasting sebaiknya pilihlah yang memiliki

saluran dan dapat menyalurkan udara bersih kedalam helmet dengan lancar, pas,

dan nyaman dipakai. Selain aman ada beberapa ada beberapa hal lain yang juga

harus anda perhatikan seperti :

1. Jangan pernah menggunakan helmet sandblasting jika ada bagian-bagian

helmet yang hilang (tidak lengkap), meskipun masih terlihat layak untuk

dipergunakan.

2. Pastikan helmet sandblasting yang dipakai pas di kepala anda dan tidak

longgar. Jika longgar dapat menyebabkan partikel debu masuk melalui sela-

sela helm yang anda pakai.

3. Pastikan supply udara yang masuk ke dalam helmet lancar dan tidak

tersumbat. Gunakan filter breathing air filter (filter udara) yang bagus.

4. Jika anda mengerjakan sandblasting untuk perusahaan, crew anda harus

selalu memastikan tingkat debu (dust level) tidak terlalu tinggi.

Perlu diingat pada saat membersihkan debu (cleaning) setelah proses

sandblasting, helmet harus tetap dipakai karena partikel debu masih tetap ada dan

Universitas Sumatera Utara


menempel pada pakaian yang dikenakan. Untuk beberapa hal membasahi area

setelah proses sandblasting dapat mencegah kita dari bahaya partikel debu. Selain

helmet, headphone menjadi perlengkapan yang harus dipakai untuk melindungi

kita dari suara bising proses sandblasting dan respirator digunakan pada proses

pembersihan (cleaning) atau pada saat kita memindahkan barang yang di-

sandblasting.

Setiap melakukan pekerjaan sandblasting harap diperhatikan perlengkapan

safety dipakai agar kesehatan dapat terlindungi dengan baik. Tidak peduli

bagaimanapun kondisi pekerjaan sandblasting, pekerja harus memastikan hal

tersebut aman untuk pekerja dan lingkungan sekitar tempat kerja. Selalu gunakan

perlengkapan safety yang tepat karena itu merupakan hal yang penting dan harus

menjadi perhatian para pekerja di bidang sandblasting.

2.7.5. Keuntungan dari Sandblasting

Metode sandblasting memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Membersihkan permukaan material (besi) dari kontaminasi seperti karat, tanah,

minyak, cat, garam dan lainnya.

2. Mengupas cat lama yang sudah rusak atau pudar

3. Membuat profile (kekasaran) pada permukaan metal sehingga cat lebih

melekat.

2.7.6. Dampak Debu Sandblasting terhadap Kesehatan

Debu sandblasting adalah jenis debu fibrogenik, yaitu debu yang dapat

menimbulkan reaksi jaringan paru sehingga terbentuk jaringan parut (fibrosis).

Universitas Sumatera Utara


Debu sandblasting yang masuk saluran napas menyebabkan timbulnya reaksi

mekanisme pertahanan non spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport

mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos disekitar jalan napas dapat

terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini biasanya terjadi bila

kadar debu melebihi nilai ambang batas dan/atau keterpaparan yang terus

menerus.

Sistem musikuler juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi

lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak

sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas

meningkat. Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan fokus dan berkumpul

di bagian awal saluran limfe paru.Debu ini akan difagositosis oleh makrofag.

Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas merangsang

terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi

sehingga terjadi autolysis, keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan

destruksi makrofag yang terus menerus penting pada pembentukan jaringan ikat

kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi

pada parenkim paru yaitu pada dinding alveoli dan jaringan intertestial. Akibat

fibrosis paru akan menjadi kaku dan menimbulkan gangguan pengembangan paru

yaitu kelainan paru yang restriktif.

2.8. Kerangka Konsep

Variablel Bebas Variabel Terikat

1. Umur
2. Masa Kerja
3. Pemakaian APD Gejala ISPA

4. Kebiasaan Merokok

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai