Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Penemuan insulin lebih dari 90 tahun yang lalu merupakan salah satu

penemuan terbesar dalam dunia kedokteran pada abad ke-20. Saat ini, penggunaan

insulin mengalami kemajuan yang pesat. Beberapa kemajuan itu antara lain dalam

hal jumlah penggunaan insulin per pasien, perbaikan mutu insulin, dan cara

penggunaan insulin. Penemuan insulin dimulai dari jenis yang belum dapat dibuat

dengan murni, kemudian insulin manusia yang dibuat dengan rekayasa genetika,

sampai insulin analog dengan farmakokinetik menyerupai insulin endogen.

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus

merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas

dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema

anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana

didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia.

WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup

besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi

kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta

pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia

1
yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2

antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil

penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam.

Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti

akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi

prevalensi dm pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12

juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.

Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit progresif dengan

karakteristik penurunan fungsi sel beta pankreas. Seiring meningkatnya angka

kejadian DMT2, terutama pada orang berusia relatif muda dan kemungkinan usia

hidup masih panjang, maka semakin banyak pasien DMT2 dengan defisiensi

insulin.

Pada kasus-kasus tersebut, akan dibutuhkan insulin dalam

penatalaksanaannya. Keuntungan yang mendasar dari penggunaan insulin

dibandingkan obat antidiabetik oral dalam pengobatan diabetes melitus adalah

insulin terdapat di dalam tubuh secara alamiah. Selain itu, pengobatan dengan

insulin dapat diberikan sesuai dengan pola sekresi insulin endogen. Sementara itu,

kendala utama dalam penggunaan insulin adalah pemakaiannya dengan cara

menyuntik dan harganya yang relatif mahal. Namun demikian, para ahli dan

peneliti terus mengusahakan penemuan sediaan insulin dalam bentuk bukan

suntikan, seperti inhalan sampai bentuk oral agar penggunaannya dapat lebih

sederhana dan menyenangkan bagi para pasien.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Diabetes Melitus1

Definisi

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia kronis akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.4

a. Klasifikasi1,2

Tabel 1.1. Klasifikasi dan etiologi DM

3
B. Insulin

a. Proses Pembentukan dan sekresi insulin2,3

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan

oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel

beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh

untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang

baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar

pankreas. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk

insulin manusia. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, satu sama lain

dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sebelum insulin dapat berfungsi, insulin harus

berikatan.2,3

Pankreas mengandung dua tipe kelenjar kelenjar esokrin mengsekresikan

enzim-enzim digestif dan HCO3- kedalam lumen intestinal. Kelenjar endokrin

merupakan kelompok sel yang kaya akn pembuluh darah dan memproduksi

hormon. Kelenjar ini dikenal dengan istilah pankreatik islet (pulau-pulau

langerhans). Produksi kelenjar eksokrin pankreas membantu mencernakan

makanan untuk membebaskan substrat energy yang kemudian di absorbs

sementara sekret kelenjar endokrin mengontrol ketersediaan serta pengguanaan

substrat energy ini sesudah terjadi absorbs.2

Pulau-pulau Langerhans mengandung empat jenis sel endokrin yang

penting dan masing-masing jenis sel ini memproduksi hormone spesifik. Sel-sel

alfa mensekresikan hormone glukagon, sel-sel beta menghasilkan insulin, sel-sel

4
delta menghasilkan somatostin, dan sel-sel F mensekresikan polipeptida pankreas.

Sel-sel yang mensekresikan insulin memiliki jumlah yang sangat banyak dan

terletak di bagian sentral sementara sel-sel yang mengsekrasikan glukagon berada

di bagian yang perifer. sel-sel yang berdekatan di dalam pulau Langerhans

dihubungkan lewat sambungan sela (gap Junction) sehingga memungkinkan

komunikasi langsung antar sel.2,3

Gambar 1.1 : Komposisi seluler pulau langerhans3

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon

insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,

preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang

kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel

tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai

menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk

disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.3

5
Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme

secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses

utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat,

merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam

memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-

obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.

Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin

setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum

sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.3

Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah

adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa

melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan

bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino

yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme

glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar

kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam

sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah,

melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya

yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam

sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk,

dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K

channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion

K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel,

6
yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang

memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion

Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme

yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan (gambar 1.1).2

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak

hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel,

tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun

senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja

pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang

disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.2

Ca2+
Glucose
K+ channel Channel Insulin
GLUT-2 Release
shut Opens


Glucose K+ 

Glucose-6-phosphate Insulin + C peptide
Depolarization Cleavage

ATP of membrane enzymes


Proinsulin
Glucose signaling
preproinsulin
Preproinsulin
B. cell Insulin Synthesis

Gambar 1.2 : Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi Glukosa2

7
b. Dinamika Sekresi Insulin2

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan

tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk

biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan

terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau

minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah

agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat

beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara

sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal,

sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin

yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan

berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif

tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa

darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang

cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena

pada gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah

postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk

mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis.

AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya

hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial

(postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk

hiperinsulinemia kompensatif.

8
Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained

phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan

dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas

pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi

insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya

(secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di

akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam

mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya.

Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk

peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut

pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa

darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan

penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Biasanya,

dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga

normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung

normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra ) sintesis maupun

sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan

normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang memang ideal karena tanpa

peninggian kadar glukosa darah yang dapat memberikan dampak glucotoxicity,

juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai dampak negatifnya.2

9
Gambar 1.3.: Gangguan sirkuit pengaturan endokrin sederhana4

Gangguan sirkuit sederhana endokrin : 1. Peningkatan kosentrasi glukosa dalam plasma darah
merangsang pelepasang insulin, pengaruhnya pada organ target, misalnya di hati
(meningkatkan glikolisis, menghambat gluconeogenesis dan pembentukan glikogen),
menyebabkan penurunan kadar glukosan dalam plasma darah. 2: hiperinsulinemia hal ini
menyebabkan hiperglikemia. Selain tumor penghasil insulin, penyebab mungkin sirkiut
pengaturan yang saling tumpang –tindih, karena beberapa asam amino juga merangsang
pelepasan insulin dan beberapa pengaruh insulin (merangsang sintesis protein menghambat
proteolisis) dan menurubkan kosentrasi asam amino didalam plasma. Gangguan pemecahan
asam amino, missal akibat kelainana enzim, dapat memicu hipoglikemik melalui peningktan
asam amino di dalam darah yang kemudian dengan ransangan pelepasan insulin. 3: jika terjadi
kerusakan pada kelenjar hormone, kadar hormon dan pengaruh hormone akan berkurang. 4:
jika respon organ target berkurang pengaruh hormone akan menurun. Terjadi gagal hati dapat
menyebabkan hiperglikemmi yang selanjutnya akan meningkatkan kosentrasi insulin dalam
plasma.4

Gambar nomor 3 adalah keadaan pada pasien dengan diabetes melitus

10
Delapan Organ Yang Berperan Dalam Patogenesis Hiperglikemia Pada DM :5

Gambar 1.5. Delapan Organ Yang Berperan Dalam Patogenesis Hiperglikemia Pada DM 5

Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious

octet) berikut :

1. Kegagalan sel beta pancreas:

Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat

berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,

meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.

2. Liver:

Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu

gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver

(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini

adalah metformin,yang menekan proses gluconeogenesis.

11
3. Otot:

Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di

intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan

transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan

oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan

tiazolidindion.

4. Sel lemak:

Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan

peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)

dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan

mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu

sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai

lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.

5. Usus:

Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau

diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan

oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent

insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada

penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.

Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,

sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat

12
kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga

mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-

glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian

diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat

yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.

6. Sel Alpha Pancreas:

Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan

sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam

keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini

menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding

individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glucagon atau menghambat

reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-

4 inhibitor dan amylin.

7. Ginjal:

Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.

Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari

glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium

Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%

sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan

asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM

terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT 2

ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga

13
glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah

SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.

8. Otak:

Pada individu yang obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan

hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin.

Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi

insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1

agonis, amylin dan bromokriptin.

c. Farmakokinetik insulin1

Insulin merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan diabetes,

yakni sejak tahun 1922. Awalnya insulin dibuat dari ekstrak binatang, seperti babi

dan sapi. Kemudian dengan kemajuan teknologi berhasil dibuat insulin manusia

dengan teknologi rekayasa genetikyang kemudian di pasarkan pada thn 1980-an.

Dan pada tahun 1990-an diperkenalkan insulin analog pertama dengan kerja cepat.

Saat ini di pasaran tersedia berbagai jenis insulin. Ditinjau dari asalnya,

terdapat insulin manusia dan insulin analog (sudah direkaayasa dengan kerja yang

lebih baik dari insulin manusia). Sedangkan bila ditinjau dari asalnya, terdapat

insulin kerja pendek (insulin manusia) atau cepat (insulin analog), kerja menengah

(insulin manusia), dan kerja panjang (insulin analog). Insulin kerja pendek atau

cepat seringkali disebut insulin prandial karena digunakan untuk menurunkan

glukosa darah setelah makan. Sementara itu insulin kerja menengah dan panjang

sering disebut juga insulin basal karena digunakan untuk menekan produksi

glukosa hati sehingga menurunkan sehingga menurunkan glukosa darah puasa

14
sebelum makan. Selain itu dipasaran juga tersedia insulin campuran (premixed).

Insulin campuran ini merupakan campuran antara insulin kerja pendek dan

menengah (insulin manusia) atau insulin kerja cepat dan kerja menengah (insulin

analog). Umumnya campuran tersedia dengan perbandingan tetap antara insulin

kerja pendek atau cepat dan kerja menengah (25%:75% atau 30%:70%).

15
Tabel 1.2. Karakteristik sediaan insulin1,6,7

16
Gambar 1.3. : Perkiraan Profil Farmakokinetik dari Insulin Manusia dan
Insulin Analog.1,6,7

C. Indikasi dan alur Terapi Insulin1,2

Berikut ini akan dibahas mengenai insulin basal, insulin prandial, insulin

basal-plus dan basal-bolus dan insulin premixed.1

Insulin basal

Pada keadaan puasa atau sebelum makan, sel beta mensekresi

insulin pada kadar tertentu yang hampir sama sepanjang waktu puasa dan

sebelum makan yang disebut insulin basal. Tujuan dari insulin ini adalah

untuk mempertahankan kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan

selalu dalam batas normal (dibawah 100 mg/dl). Insulin yang dapat

digunakan sebagai insulin basal yaitu:

o Insulin NPH manusia (kerja menengah atau intermediet)

o Insulin analog glargine dan determir (kerja panjang)

Berdasarkan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)

2011, dosis insulin basal pada awal pemberiannya adalah 10 unit per hari,

yang dapat diberikan saat sebelum tidur (kerja menengah dan panjang)

17
atau pagi hari (kerja panjang). Cara praktis untuk penyesuaian dosis

insulin basal yaitu:

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Dosis insulin basal

< 70 Turunkan dosis 2 unit

70 – 130 Pertahankan dosis

> 130 Naikkan dosis 2 unit setiap 3 hari

> 180 Naikkan dosis 4 unit setiap 3 hari

Insulin prandial

Pada setiap kali makan, ketika glukosa darah naik akibat asupan

dari luar, dibutuhkan sejumlah insulin yang disekresikan secara cepat oleh

sel beta dalam kadar yang lebih tinggi untuk menekan kadar glukosa darah

setelah makan agar tetap dalam batas normal (tidak lebih dari 140 mg/dl).

Konsep ini disebut sebagai insulin prandial (setelah makan) yang

bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah setelah makan tetap

dalam batas normal.

Insulin basal-plus dan basal-bolus

Seperti telah disebutkan diatas, jika sasaran glikemik belum

tercapai dalam waktu 2-3 bulan, maka diberikan terapi insulin intensif.

Dalam pemahaman ini, insulin tambahan diberikan untuk memperbaiki

kendali glikemik dengan pemberian insulin prandial. Kondisi ini dikenal

dengan nama basal-plus dan basal-bolus.

18
Yang dimaksud dengan basal-plus adalah penambahan insulin

prandial untuk menurunkan glukosa darah setelah makan ketika pemberian

insulin basal dan obat oral gagal mencapai sasaran glikemik. Insulin

prandial dapat diberikan satu, dua atau tiga kali mengikuti pola makan.

Pemberian satu kali insulin prandial, diberikan untuk menurunkan glukosa

darah dua jam sesudah makan pada porsi makan yang menaikkan glukosa

darah prandial tertinggi. Dalam praktek sehari-hari, jika kadar glukosa

darah tidak dapat diukur setiap saat, maka insulin prandial ini bisa

diberikan pada saat makan dengan jumlah makanan terbanyak. Jika ada

dua kadar glukosa darah setelah makan yang belum mencapai sasaran,

maka insulin prandial dapat diberikan dua kali. Jika diperlukan pemberian

terapi insulin prandial sebanyak tiga kali dalam sehari maka ini disebut

dengan konsep basal-bolus (insulin basal + tiga prandial).

Berdasarkan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)

2011, insulin prandial diberikan dimulai dengan dosis 4 unit dalam 1 hari

dan dapat disesuaikan ( dinaikkan dosisnya sebanyak 2 unit) setiap 3 hari

jika sasaran glukosa darah setelah makan belum tercapai. Penggunaan

konsep basal bolus ini harus disertai dengan perencanaan makan yang

tepat dan pemantauan glukosa darah yang ketat. Basal bolus dapat juga

digunakan lebih awal pada keadaan tertentu seperti DM tipe 1, kontrol

glukosa darah yang buruk, dimana dibutuhkan penurunan kadar glukosa

darah secara cepat. Berikut akan dijabarkan mengenai langkah-langkah

19
pendekatan terapi pasien dengan DM tipe 2 dengan konsep insulin basal,

basal-plus dan basal-bolus:

o Terapi pola hidup + obat oral tunggal / kombinasi

o Insulin basal satu kali dalam satu hari dengan obat oral tetap

dilanjutkan

o Insulin basal + satu kali insulin prandial untuk menurunkan glukosa

darah tertinggi

o Insulin basal + dua kali insulin prandial untuk menurunkan glukosa

darah tertinggi

o Insulin basal + tiga kali insulin prandial

Insulin premixed

Saat ini tersedia beberapa sediaan insulin premixed (insulin

campuran antara insulin kerja pendek/cepat dan kerja menengah; insulin

manusia dan analog). Insulin ini kurang dianjurkan diberikan pada

penderita DM tipe 1 karena adanya kesulitan dalam pengendalian glukosa

darah dan kurang fleksibel dalam pengaturan dosis insulin basal dan

prandial sesuai dengan kebutuhan. Hal ini berbeda dengan penderita DM

tipe 2 yang masih memiliki insulin endogen (bukan kekurangan mutlak).

Menurut Unnikrishnan et al, pemberian insulin premixed dapat diberikan

pada penderita DM tipe 2 yang gagal dengan obat oral atau dengan insulin

basal.

20
1. Diabetes Melitus Tipe 1 :Pada pasien ini, ditemukan kekurangan insulin

secara mutlak (baik basal maupun prandial), maka kebutuhan insulin tubuh

harus diganti dari luar. Agar pemberian insulin sesuai dengan pola sekresi

insulin endogen, maka pemberian insulin wajib diberikan multipel yaitu

untuk menurunkan kadar glukosa setelah makan digunakan insulin

prandial dan untuk mempertahankan kadar glukosa puasa atau sebelum

makan, diberikan insulin basal. Berdasarkan Joslin’s Diabetes Mellitus,

dosis insulin yang diberikan pada pasien baru adalah 0.5 unit/kgBB/hari.

Kemudian dosis insulin harian total berdasarkan perhitungan ini, dibagi

menjadi 60% yang diberikan dalam bentuk insulin prandial (selanjutnya

dibagi tiga, diberikan sebelum makan pagi, makan siang dan makan

malam) dan 40% bagian diberikan dalam bentuk insulin basal. Insulin

basal yang bekerja intermediet dapat diberikan satu kali pada malam hari

atau dua kali yaitu pada pagi dan malam hari. Sedangkan untuk insulin

basal yang bekerja panjang (mendekati 24 jam) dapat diberikan pagi hari

Berikut ini adalah contoh penghitungan pemberian untuk berat badan 60

kg dari Joslin’s Diabetes Mellitus:1,2

21
Bagan 1.2 : contoh penghitungan pemberian untuk berat badan 60 kg dari Joslin’s

Diabetes Mellitus1,2

2. Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2)

Tidak semua pasien dengan DMT2 membutuhkan insulin. Hal ini sangat

tergantung derajat glikemik dan kepatuhan pasien dalam melaksanakan

prinsip pengelolaan diet (perbaikan pola hidup disamping konsumsi obat).

Berikut adalah algoritma pengelolaan DM tipe 2 :

o Langkah 1 : terapi pola hidup + metformin

o Langkah 2 : pola hidup + metformin + insulin basal

o Langkah 3 : pola hidup + metformin + insulin intensif (basal-plus

atau basal-bolus)

3. Ketoasidosis Metabolik : terapi insulin segera dimulai sesaat setelah

diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan

segera menurunkan kosentrasi hormone glukagon, sehingga dapat

menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari

jeringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkat

utilisasi glukosa oleh jaringan. Tujuan pemberian insulin di keadaan ini

bukan hanya untuk mencapai kosentrasi glukosa normal, tetapi untuk

mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu bila kosentrasi glukosa

kurang dari 200mg%, insulin diteruskan dan untuk mencegah

hipoglikemia diberi cairan mengandung glukosa sampai asupan kalori oral

pulih kembali.

22
4. Koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik : hal yang penting dalam

pemberian insulin adalah perlunya pemberian cairan yang adekuat terlebih

dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan maka cairan akan

berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan pernurukan hipotensi,

kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan bolus awal

0,15U/kgBB secara intravena, diikuti dengan drip 0,1U/kgBB per jam

sampai kosentrasi glukosa darah turun antara 250mg/dl sampai 300mg/dl.

Jika kosentrasi glukosa dalamm darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam

dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika kosentrasi glukosa darah

mencapai di bawah 300mg/dl, sebaiknya dibrikan dekstrosa secara

intravena dan dosis insulin di titrasi secra sliding scale sampai pulihnya

kesadran dan keadaan hyperosmolar.

5. Diabetes mellitus dalam pembedahan : semua pasien yang menggunakan

insulin sebelum pembehan perlu meneruskan setelah pembedahan. 4 cara

pemberian insulin pada anestesi dan pembedahan : 1. Infus insulin dan

glukosa terpisah, 2. Infus glukosa insulin kombinasi kalium, 3. Secara

intermiten bolus insulin kerja pendek i.v. atau subkutan, 4. Kombinasi

insulin kerja pendek dan intermittent subkutan dengan dosis 30-50% di

bawah dosis sehari bila pasien makan. Pasca bedah infus glukosa dan

insulin dilanjutkan sampai pasien dapat makan lagi dan kembali ke cara

pengobatan sebelumnya. Bila infus insulin akan dihentikan, insulin

subkutan harus segera disuntikkan, karena insulin i.v tidak berperan lagi

sejak 30 menit setelah penghentian infus. Cara gavin: hitung jumlah

23
insulin selama 24 jam (=dosis lama), dosis baru ialah 80-100% jumlah ini

diberikan sebagai insulin regular sebelum makan pagi (25%),sebelum

makan siang (25%),sebelum makan malam (25%), sebelum tidur malam

(25%),. Tujuan GD 120-220mg/dl, diteruskan untuk mendapat dosis

insulin tepat, atau dosis sebelum pembedahan.

6. DMG (Diabetes mellitus Gestasional) : sasaran glukosa darah yang ingin

dicapai adalah kosentrasi glukosa plasma puasa <105mg/dl dan dua jam

setelah makan <120 mg/dl. Apabila sasaran tersebut tidak tercapai maka

perlu ditambahkan insulin. Jika kosentrasi glukosa plasma puasa

>130mg/dl segera dimulai terapi insulin.

Bagan 1.1. : Alogaritma penetalaksaan medik kehamilan dengan DM 2

24
D. Jenis sedian insulin1

Pembagian insulin atas dasar durasi waktu kerja isulin sebagai berikut :

1. Insulin basal misalnya neutral potamine hagedorn (NPH) atau Isophane

insulin, ultralente (extended insulin zinc suspension), dan insulin analog

glargin.

2. Insulin bolus atau meal time misalnya insulin regular, insulin analog

aspartlispro dan insulin glulisin.

3. Insulin kombinasi misalnya insulin premixed NPH dan insulin regular atau

analog, merupakan insulin kombinasai basal dan bolus.

4. Insulin inhalasi, transdermal.

5. Insulin utralong, jenis insulin yang terbaru adalah insulin yang memiliki

profil kerja yang sangat panjang.

E. Karakteristik farmakokinetik insulin1

Jenis insulin yang beredar di pasaran dibedakan berdasarkna

farmakokinetiknya, dapat di kelompokan atas perbedaan onset of action serta

lamanya efek kerja insulin tersebut.

1. Insulin aspart, lispro, dan glulisin

Sediaan yang termasuk insulin kerja cepat : glulini, lispro dan insulin

aspart. Insulin lispro adalah bentuk insulin reguler yang mengalami

rekayasa secara genetic dengan pembalikan lisin asam prolin pada rantai B

di B28, B29. Perubahan ini menghasilkan sedian apabila diberikan

subkutan akan ebih mudah berdisosiasi menjadi bentuk monomer sehingga

cepat di absorbsi dengan onset kerja 5 menit dan bisa mencapai puncak

25
dalam waktu 1 jam. Insulin glulisin dibentuk dengan mengganti asam

dengan lisin pada rantai B di posisi B29. Sedangkan insulin aspart dibenuk

denga cara melakukan penggantian asam aspartate pada posisi 28 dan

rantai B. jenis insulin lebih cepat diserap, sehingga memiliki onset kerja

yang cepat juga (5-10 menit). Demikian juga untuk peak interval 45-75

menit, dan memiliki duration of action yang lebih singkat (2-4jam)

Keuntungan dari insulin jenis adalah kemampuanya menurukan resiko late

hipoglicemia diabandingan denagn insulin regular.

2. Insulin regular

Memiliki onset kerja yang agak lambat, sehingga dalam pemberiaannya

memerlukan jeda yang lebih awal 30-45 menit sebelum makan. Meskipun

insulin ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan insulin pada saat makan,

umunya harus diinjeksinya 30-45menit sebelum makan. Oelh karena

onset kerja yang agak lambat ini, maka efek jenis insulin ini kurang dapat

diprediksikan dan berefek lebih lama, akibatnya mungkin terjaadinya suatu

waktu senjang lag time anatara injeksi dan mulai terjadimya efek

penurunan glukosa darah.

3. NPH (neutral protamine hagedorn)

Termasuk insulin kerja menengah atau intermediet acting insulin, suatu

sediaan human insulin yang mengandung protamine dan zink. Pada

pemberian subkutan, NPH menghasilkan onset of action lebih lambat dan

durasi of action yang lebih lama di bandingkan insulin regular.

26
4. Insulin kombinasi atau campuran

Untuk mendapatkan efek terapi yang adekuat insulin intermediate

membutuhkan waktu kerja beberapa jam, sehingga terutama pada DM tioe

1 membutuhkan insulin prandial (insulin reguler). Untuk dapat

mengendalikan glukosa darah prandial, sedaangkan intermediate insulin

bertujuan untuk menegendalikan glukosa darah basal.

G. Insulin Inhalan8,9,10

Ditemukan penyampaian cara terbaru penggunaan insulin yaitu secara

inhalan dan bekerja langsung melalui paru-paru. Karena paru-paru adalah organ

mikrovaskular terbesar, molekul dapat menjangkau alveoli. Distribusi yang efektif

memerlukan partikel yang berdiameter 1µm sampai dengan 5µm.

Interval waktu antara pemberian insulin dan puncak kerjanya menurunkan

gula darah lebih cepat 10 – 20 menit dibandingkan dengan pemberian insulin

reguler secara subkutan dan sama seperti interval pada insulin analog, seperti

aspart, glusine dan lispro. Sehingga insulin inhaler sesuai untuk diberikan secara

preprandial.8

Pada September 2006, insulin inhalasi yang disetujui oleh FDA (Food and

Drug Administratio) adalah alat penyemprot yang berisikan bubuk kering yang

diformulasikan dari insulin manusia dengan teknologi rekombinan DNA,

contohnya Exubera. Setiap satu dosis dari insulin yang dihirup dan masuk ke

paru-paru, kira-kira 40% dari dosis mencapai paru-paru dalam dan hanya 10%

27
dari dosis yang diserap oleh tubuh. Hal ini menyebabkan insulin terkonsentrasi

pada jaringan alveolus dan bronkiolus.

Pada suatu penelitian pada tikus, insulin inhalan dapat menginduksi

peningkatan mitosis. Dan pada tahun 2008, FDA menyatakan bahwa Exubera

berkaitan dengan kejadian toksisitas dan keganasan paru-paru.9,10 Besar absorbsi

insulin inhalan pada setiap orang dapat berbeda bergantung pada fungsi paru.

Sehingga saat ini insulin inhalan jarang digunakan lagi.

Penggunaan Klinis

Insulin inhalasi mempunyai cara kerja yang cepat, sehingga sangat cocok

digunakan pada saat sebelum makan (bolus) dan tidak cocok digunakan dalam

keadaan basal. Insulin inhalasi sangat cocok digunakan untuk pasien yang

mengalami phobia jarum dan suntikan. Merokok merupakan kontraindikasi dari

penggunaan insulin inhalasi karena pada perokok aktif, absorbsi insulin

meningkat. Sebaliknya pada perokok pasif, absorbsi insulin menurun. Pada pasien

dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis), penggunaan insulin inhaler tidak

dianjurkan karena absorbi insulin tidak dapat diprediksi.

Pasien diabetes yang menggunakan insulin inhaler harus memeriksakan

kadar gula darahnya sebelum makan dan melakukan pengukuran kapasitas

pernafasan pada paru (spirometry). Terapi ini tidak bisa dilakukan bila kapasitas

volume pernafasan dalam 1 detik dibawah 70% dari batas normal.

Takaran dosis yang digunakan yaitu 0,05 mg per kilogram berat badan.

Insulin inhalasi mempunyai 2 dosis yaitu 1 mg dan 3 mg, kira-kira sama dengan

28
dosis insulin injeksi 3 unit dan 8 unit. Satu blister hanya dapat digunakan untuk

satu kali inhalasi. Inhalasi dapat dilakukan berkali-kali jika dosis yang dibutuhkan

lebih dari 1 dan 3 mg. Penggunaan dosis 1 mg berbeda dengan 3 mg. Inhalasi

yang dilakukan berkali-kali menggunakan tiga blister yang masing – masing

dosisnya 1 mg, lebih cepat penyerapannya 30% - 40% dibandingkan dengan 1

blister berisi dosis 3 mg. Pasien tidak dianjurkan mengganti dosis 3 mg dengan

tiga buah blister 1 mg.

Cara penggunaan insulin inhaler, yaitu pertama kita membuka alat inhalasi yang dalam keadaan tertutup
dengan memperpanjang chamber, setelah dosis ditentukan kita tepat satu blister yang berisikan bubuk insulin
di celah yang ada di bagian depan alat. Bubuk ini kemudian akan masuk ke dalam chamber, dari luar relihat
berwarna keruh seperti mengembun. Kemudian pasien mencipatakan tekanan udara dengan menekan handle,

. Ketika alt aktif, bubuk dilepaskan berbentuk suspnsi menjadi molekul yang kesil, insuin dapat dihirup. Insulin
sampai di paru-paru 5 detik setelah dihirup.

29
H. EFEK SAMPING TERAPI INSULIN7

a. Hipoglikemia

Komplikasi terapi insulin yang paling penting adalah hipoglikemia.

Terapi insulin intensif untuk mencapai sasaran kendali glukosa darah

yang normal atau mendekati normal cenderung meningkatkan risiko

hipoglikemia. Edukasi terhadap pasien dan penggunaan rejimen terapi

insulin yang mendekati fisiologis dapat mengurangi frekuensi

hipoglikemia.

b. Peningkatan berat badan

Pada pasien dengan kendali glukosa yang buruk, peningkatan berat

badan tidak dapat dihindari karena terapi insulin memulihkan massa

otot dan lemak (pengaruh anabolik insulin). Penyebab peningkatan

berat badan yang lain adalah makan yang berlebihan serta kebiasaan

mengudap untuk menghindari hipoglikemia. Pasien yang menjalani

terapi insulin umumnya melakukan diet yang lebih longgar

dibandingkan dengan diet ketat saat terapi dengan obat antidiabetik

oral. Hal tersebut juga dapat menyebabkan peningkatan berat badan.

c. Edema insulin

Edema dapat muncul pada pasien yang memiliki kendali glukosa darah

buruk (termasuk pasien KAD) akibat retensi garam dan air yang akut.

Edema dapat menghilang secara spontan dalam beberapa hari. Kadang-

kadang dibutuhkan terapi diuretika untuk menatalaksana hal tersebut.

30
d. Reaksi lokal terhadap suntikan insulin

Lipohipertrofi merupakan pertumbuhan jaringan lemak yang

berlebihan akibat pengaruh lipogenik dan growth-promoting dari kadar

insulin yang tinggi di tempat penyuntikan. Hal itu dapat muncul pada

pasien yang menjalani beberapa kali penyuntikan dalam sehari dan

tidak melakukan rotasi tempat penyuntikan. Lipoatrofi adalah

hilangnya jaringan lemak pada tempat penyuntikan. Saat ini, dengan

penggunaan sediaan insulin yang sangat murni, lipoatrofi sudah sangat

jarang terjadi.

e. Alergi

Saat ini, dengan penggunaan sediaan insulin yang sangat murni, alergi

insulin sudah sangat jarang terjadi.

31
BAB III

KESIMPULAN

Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes

melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lainnya, dan diabetes melitus gestasional.1

Penatalaksanaan diabetes melitus bertujuan untuk meningkatkan kualitas

hidup penderita diabetes. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu pengelolaan

secara holistik dengan edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi

farmakologis. Insulin merupakan salah satu intervensi farmakologis yang

ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi insulin yang dialami

penderita diabetes.1

Pada penderita diabetes melitus, terjadi kekurangan insulin, baik insulin

basal maupun insulin prandial endogen. Berdasarkan konsep ini, sediaan insulin

eksogen disesuaikan dengan kebutuhan seperti halnya pada orang normal, yaitu

insulin basal (yang bekerja menengah atau panjang) dan insulin prandial (yang

bekerja pendek/cepat). Insulin basal eksogen umumnya diberikan sebanyak 1

sampai 2 kali sehari, sedangkan insulin prandial eksogen diberikan setiap kali

sebelum makan. 1

Ditinjau dari asalnya, terdapat jenis insulin manusia dan insulin analog

(insulin yang sudah direkayasa dengan kerja yang lebih baik). Sedangkan bila

ditinjau dari segi kerjanya terdapat insulin kerja pendek (insulin manusia) atau

32
cepat (insulin analog), kerja menengah (insulin manusia), dan kerja panjang

(insulin analog). Bila ditinjau dari cara penggunaannya, terdapat insulin oral,

insulin injeksi dan insulin inhaler. 1

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta:2011

2. Sudoyo W. Aru, Setiyohayadi Bambang, dkk. BUKU AJAR ILMU

PENYAKIT DALAM, Jilid : III, Edisi : V. InternalPublishing. Jakarta.

Tahun 2009. Hal : 1896-11981

3. Preston R. Robin, Wilson E. Thad. Lippincott’s Illustrated Reviews,

Ilustrasi Berwarna Fisiologi, Edisi : pertama, Jilid : dua. Binarupa Akasara

Publisher. Tahun 2016. Hal : 258-262

4. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.

Jakarta : EGC, tahun : 2006, Hal : 258-259

5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Terapi Insulin pada Pasien Diabetes

Melitus. Jakarta:2015

6. Cokro Prawiro A, Setiawan PB, Efendi C, Santoso J, Sugiarto G. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam : Fakultas kedokteran Airlangga RSUP dokter

Soetomo Surabaya. Edisi ke 2. Surabaya : pusat penerbitan dan percetakan

Unair. Tahun 2015. Hal 108-114

7. Konsensus Penggunaan Insulin Parenkim Tahun 2015. Available from :

http://pbperkeni.or.id/newperkeni/wp-content/plugins/download-

attachments/includes/download.php?id=102.

8. Hirsch IB. Drug Therapy Insulin Analogue. New England Journal of

Medicine. 2008;352:174-83

34
9. McMahon GT, Arky RA. Inhaled Insulin for Diabetes Mellitus. New

England Journal of Medicine. 2009;356(5):497–502.

10. Inhaled Insulin for Diabetes Mellitus. New England Journal of Medicine.

2012;356(20):2106–8.

35

Anda mungkin juga menyukai