Anda di halaman 1dari 40

1

BAGIAN OBSTETRI-GINEKOLOGI LAPORAN KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017
UNIVERSITAS PATTIMURA

INFERTILITAS

Disusun Oleh:
Nabila Malawat
2017-84-032

Pembimbing :
dr. Novy,Sp.OG

PADA BAGIAN OBSTETRI-GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia kedokteran.

Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50% pasangan

infertil untuk memperoleh anak. Perkembangan ilmu infertilitas lebih lambat

dibanding cabang ilmu kedokteran lainnya, kemungkinan disebabkan masih

langkanya dokter yang berminat pada ilmu ini.1


2

Sesuai dengan definisi fertilitas yaitu kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil

dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya, maka pasangan

infertil haruslah dilihat sebagai satu kesatuan. Penyebab infertilitas pun harus dilihat

pada kedua belah pihak yaitu isteri dan suami. Salah satu bukti bahwa pasangan

infertil harus dilihat sebagai satu kesatuan adalah aadanya faktor imunologi yang

memegang peranan dalam fertilitas suatu pasangan. Faktor imunologi ini erat

kaitannya dengan faktor semen/sperma, cairan/lendir serviks dan reaksi imunologi

isteri terhadap semen/sperma suami. Termasuk juga sebagai faktor imunologi adanya

autoantibodi.1

Pada pasangan yang normal yang berhubungan seksual secara teratur untuk

memperoleh anak, maka persentase untuk dapat hamil dalam satu bulan adalah 20%,

57% dalam 3 bulan, 75% dalam 6 bulan, 90% dalam 1 tahun.2

Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin kondisi

infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut

dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan

lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri.

Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua faktor yang harus dipenuhi adalah:

(1) suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu

menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) ke dalam organ

reproduksi istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat

sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat

dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat
3

perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan.

Apabila salah satu dari dua faktor yang telah disebutkan tersebut tidak dimiliki oleh

pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak.1

Infertilitas merupakan kondisi medis yang mempunyai efek tidak hanya secara medis

bagi penderitanya, tapi juga secara psikologi terutama pada wanita. Wanita seringnya

menjadi menderita karena beban hal ini, apalagi ada budaya-budaya tertentu yang

menganggap wanita merupakan sumber masalah bagi pasangan infertil. Hal ini akan

meningkatkan angka kekerasan yang terjadi pada wanita dan juga angka perceraian.

Bagi sang suami yang menganggap wanita sebagai sumber masalah infertilitas, akan

berubah perilaku seksualnya, mereka akan sering berganti-ganti pasangan seksual

walaupun sudah bercerai dengan istrinya yang mana akan meningkatkan risiko

terjangkit HIV/AIDS. Beberapa penelitian dalam 10 tahun terakhir, walaupun

etiologinya belum diketahui, mulai mengetahui bahwa infertilitas mungkin dapat ikut

menjadi faktor yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.3
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sistem Reproduksi Manusia

Setiap bayi perempuan lahir dengan rata-rata 400 ribu sel telur imatur pada

ovariumnya. Ketika perempuan sudah mencapai menarche, maka setiap bulan

ketika haid, wanita akan kehilangan 1 sel telurnya. Setiap siklus menstruasi

dimulai dengan pelepasan Gonadothropin Releasing Hormones (GnRH),

Folicle Stimulating Hormones (FSH), dan Lutenizing Hormones (LH).

Hormon–hormon ini akan mempersiapkan ovarium untuk melepaskan sel

telur dan memberi sinyal untuk uterus agar endometrium mempersiapkan diri
5

untuk sebuah implantasi. Kemudian ketika di pertengahan siklus, adanya

peningkatan hormon akan membuat pelepasan sel telur oleh ovarium, hal ini

disebut ovulasi. Sel telur itu kemudian ditangkap oleh fimbrae dan berjalan

melalui tuba fallopi menuju uterus. Apabila sel telur ini kemudian bertemu

dengan sel sperma, maka sel telur dan sel sperma akan bertemu dan terjadi

fertilisasi, hal ini paling sering terjadi di ampulla tuba fallopi. Sel telur yang

telah difertilisasi ini akan menjadi zigot, terus berjalan ke arah uterus, dan

akhirnya akan terjadi implantasi pada endometrium uterus dalam bentuk

blastula. Apabila sel telur ini tidak dibuahi maka akan hormon akan memberi

sinyal agar endometrium meluruhkan lapisan-lapisan yang tadinya

dipersiapkan untuk implantasi bayi. Hal inilah yang disebut dengan

menstruasi, dan siklus ini akan berlanjut sampai masa menopause.2


6

Gambar 1.1 Reproduksi Wanita

Pada bayi laki-laki, mereka lahir dengan 2 testis. Setiap testis mempunyai

kemampuan untuk membuat dan menyimpan sperma secara berkelanjutan.

Hal ini dimulai ketika masa pubertas, stok sperma yang baru akan dibuat

setiap 72 jam, akibat respon terhadap hormon testosteron, GnRH, LH, dan

FSH. Saluran epididimis merupakan tempat untuk pematangan sperma yang

kemudian akan berjalan melalui vas deferens dan duktus ejakulatorius.

Selama dalam perjalanan ini, sperma akan bercampur dengan sekret dari

epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, dan prostat untuk membentuk


7

semen. Ketika sudah diejakulasikan, sperma harus berenang melalui serviks

untuk bertemu dengan sel telur.2

Gambar 1.2 Reproduksi Pria

II.2 Definisi

Fertilitas adalah kemampuan seorang isteri untuk menjadi hamil dan

melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. (1)

Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk


8

memperoleh anak setelah berhubungan seksual secaa teratur selama 1 tahun

dan tanpa menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder adalah

ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah

berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan

kontrasepsi, dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.1

II.3 Etiologi

1. Etiologi Infertilitas Pria

Laki-laki menyebabkan infertilitas sekitar 50% pada pasangan infertil.

Apabila hanya ada faktor tunggal, maka pasangannya yang subur dapat

mengimbangi pasangan yang kurang subur. Namun dalam banyak pasangan,

baik laki-laki maupun perempuan mempunya faktor infertilitas secara

bersamaan. Infertilitas biasanya menjadi nyata jika kedua pasangan subfertile

atau atau kurang subur.4

Kurangnya kesuburan pada pria dapat terjadi akibat dari kelainan urogenital

bawaan dan dapatan, infeksi pada saluran sperma, peningkatan suhu skrotum

(varikokel), gangguan endokrin, kelainan genetik dan faktor imunologi. Pada

60-75% kasus, tidak ditemukan adanya faktor penyebab (infertilitas idiopatik

pria). Pria seperti ini biasanya datang tanpa ada riwayat yang berkaitan

dengan masalah kesuburan sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan laboratorium endokrin memiliki temuan yang normal. Pada


9

Analisis semen ditemukan penurunan jumlah spermatozoa (oligozoospermia),

penurunan motilitas (asthenozoospermia) dan banyak bentuk morfologi yang

abnormal (teratozoospermia). Kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dan

dapat dikatakan sebagai sindrom oligoastheno teratozoospermia atau sindrom

OAT.4

Sedangkan Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi

lingkungan, dan kelainan genetik.4

Selain itu infertilitas pada pria juga dapat disebabkan oleh impotensi. Pada

impotensi, penis pria tidak dapat ereksi sehingga tidak mungkin dapat

melakukan koitus. Penyebab impotensi sendiri bermacam-macam, bisa karena

penyakit DM, hiperprolaktinemia, atauriwayat pembedahan sebelumnya, atau

mungkin juga faktor psikologis.5

Varikokel pada pria juga salah satu penyebab infertilitas. Varikokel

merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah yang

terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh darah disekitar testis membesar

sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada akhirnya akan berpengaruh

pada produksi sperma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa saluran dari

testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini
10

maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa berakhir pada

infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik, namun yang

paling sering adalah akibat adanya infeksi atau vasektomi.5

Tabel 1. Persentase Etiologi Infertilitas pada Pria

2. Etiologi Infertilitas Wanita

Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa

golongan penyebab, yaitu:6

1. Kegagalan Ovulasi

Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling sering kenapa

wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari seluruh wanita infertil.

Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Gangguan Hormonal
11

Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan

ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang

kompleks dari interaksi hormon-hormon.

b. Scar pada ovarium

Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi. Sebagai

contoh, adanya operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan beruang-ulang

pada kista ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium menjadi rusak,

sehingga folikel tidak dapat menjadi matur dengan bennar dan ovulasi tidak

terjadi. Selain itu infeksi juga dapat berakibat seperti ini.

c. Menopause prematur

Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ni

mempengaruhi ovulasi.

d. Masalah Folikel

e. Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)

Pada penyakit ini, tubuh memproduksihormon androgen yang terlalu

banyak, sehingga dapat mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan

dengan resistensi insulin dan obesitas.

2. Fungsi Tuba Fallopi yang Menurun

Penyakit tuba terjadi pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat

bervariasi, mulai dariadesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi.

Penyebab utama kelainan tuba ini antara lain:6


12

a. Infeksi

Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya

ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan

inflamasi pada tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan pada tuba. Sebagai

contoh adalah hydrosalphing, sebuah kondisi dimana tuba fallopi menjadi

tertutup pada kedua ujungnya sehingga cairan terkumpul dituba.

b. Penyakit Abdominal

Penyakit abdominal yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah

apendisitis dan kolitis. Penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi pada

cavum abdominal yang dapat mempengaruhi tuba fallopi yang dapat

berakibat timbulnya skar dan penutupan saluran tuba.

c. Riwayat Operasi

Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada terjadinya

kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat menyebabkanb

terjadinya adhesi yang dapat merubah tuba sehingga sel telur tidak dapat

melewatinya.

d. Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran tuba,

sehingga dapat terjadi kerusakan tuba.

e. Kelainan kongenital

Hal ini sangat jarang terjadi, pada beberapa kasus, wanita dapat dilahirkan

dengan tuba yang abnormal.


13

3. Endometriosis

Sekitar 10% dari pasangan infertil disebabkan oleh endometriosis. Dan pada

kenyataannya, 30-40% pasien dengan endometriosis didiagnosis infertil.

Endometriosis merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan adanya

pertumbuhan jaringan endometrium pada daerah lain selain cavum uteri, yang

paling sering terjadi pada cavum pelvis, termaduk ovarium.6 Diagnosis pasti

dari penyakit ini hanya bisa ditegakkan dengan laparoskopi untuk melihat

uterus, tuba fallopi, ovarium, danperitoneum pelvis secara langsung. Gejala

pada endometriosis antara lain adanya menstruasi yang lama, banyak dan nyeri,

bercak premenstrual, perdarahan rectal, dan urgensi urin.6

4. Kelainan pada mukus serviks

Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma yang masuk ke

dalam vagina. Spematozoa memerlukan cairan mukus untuk melindunginya

dari keasaman vaginadan membantunya bergerak masuk kedalam uterus. Oleh

karena itu adanya kelainan pada mukus ini dapat menghambat pergerakan

sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel telur.Pada beberapa kasus, mukus

serviks juga dapat mengandung antibodi antisperma, yang juga dapat

mengganggu sperma.7

5. Kelainan Uterus
14

Kelainan uterus seperti adhesi dan polips dapat menyebabkan infertilitas. Selain

itu variasi posisi uterus, sumbatan kanalis servikalis juga dapat menyebabkan

infertilitas.7

3. Etiologi Infertilitas dalam Pasangan

1. Hubungan Seksual

Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi,

posisi, dan melakukannya tidak pada masa subur.1

2. Frekuensi

Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang

dilakukan setiap hari akan mengurangi jumlah dan kepadatan sperma.

Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu sehingga memberi waktu

testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.1

3. Posisi

infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu

dilakukan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa

kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya penis ke vagina sehingga sperma

dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang “menunggu” di

saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena

itu gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas.

Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di

bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat wanita diberi bantal agar sperma
15

dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima sperma, wanita

berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada

sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.1

II.4 Pemeriksaan

Setiap pasangan infertil harus diperlakukan secara satu kesatuan. Itu berarti,

kalau istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu

tidak diperiksa. Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah

sebagai berikut: (1)

1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha

untuk mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan

lebih dini apabila:

a. Pernah mengalami keguguran berulang

b. Diketahui mengidap kelanan endokrin

c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut

d. Pernah mengalami bedah ginekologik

2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan

pertama pasangan itu datang ke dokter.

3. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan

pemeriksaan infertilitas kalau belum punya anak dari perkawinan ini.


16

4. Pemeriksaan infertiitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah

satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan

kesehatan istri dan anaknya.

1. Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menemukan bukti kelainan yang

dapat menyebabkan menyebabkan infertilitas. Pada pemeriksaan fisik

pasangan wanita, perhatian khusus harus diberikan untuk mengidentifikasi

tanda-tanda kelebihan androgen, yaitu hirsutisme, kebotakan, dan jerawat.

Ukuran dan mobilitas organ reproduksi dan adanya nodul endometriosis dapat

dinilai selama pemeriksaan bimanual. Jika ada kecurigaan infeksi PMS,

spesimen serviks dapat diperiksa untuk dikultur. Pada pemeriksaan terhadap

pasangan laki-laki, defisiensi androgen harus dicari, seperti rambut tubuh

berkurang, dan ginekomastia. Pada pemeriksaan genital, yang harus dinilai

adalah OUE untuk menyingkirkan adanya epispadia atau hipospadia, yang

dapat mengganggu deposisi sperma di vagina. Oleh karena tubulus seminiferus

menyusun sekitar 80% sampai 85% dari seluruh massa testis, maka evaluasi

ukuran testis dengan orchidometer Prader dapat memberikan penilaian global

mengenai fungsi testis. Pemeriksaan pada skrotum untuk menyingkirkan

varikokel harus dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan kemudian

dilakukan manuver Valsava. Selain itu, tanda-tanda peradangan epididimis


17

seperti penebalan epididimis atau nyeri tekan dapat ditemukan pada palpasi

skrotum.9

2. Pemeriksaan infertilitas

Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab yang

berpotensi dapat menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut dengan tes laboratorium khusus atau studi

pencitraan. Pada pasangan infertil, pendekatan diagnosa secara sistematis

diperlukan untuk evaluasi diagnostik infertilitas.9

a. Faktor Pria: Analisis Semen

Setiap laki-laki dalam semua pasangan infertil harus menjalani analisis air

mani, terlepas dari riwayat kesuburannya. Sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya, penyebab infertilitas pria banyak sekali, termasuk eksposur

terhadap obat, racun, penyalahgunaan zat, trauma testis, infeksi, dan

riwayat operasi sebelumnya. Sedikitnya 2 atau 3 spesimen yang diambil

dalam interval 1-2 bulan direkomendasikan untuk analisis semen. Jika

mereka berbeda secara nyata dalam karakteristik fisik, spesimen tambahan

harus diambil lagi. Spesimen umumnya diperoleh dengan masturbasi dan

dimasukkan ke dalam wadah steril, tetapi juga dapat diperoleh melalui

hubungan seksual dengan menggunakan kondom khusus. Pengumpulan

spesimen dilakukan setelah berpuasa hubungan seksual (abstinensia)

selama 3-5 hari. Abstinensia yang terlalu lama sebelum pengambilan


18

spesimen akan menyebabkan bertambahnya volume semen namun

berkurang motilitas spermanya. Setelah diambil, spesimen harus disimpan

dalam suhu ruangan dan diperiksa oleh laboratorium maksimal dalam 1

jam kemudian.9

Pemeriksaan dasar pada analisis semen antara lain volume semen,

konsentrasi sperma, motilitas sperma, viskositas, aglutinasi dan

morfologinya sesuai yang sudah ditetapkan oleh WHO adalah:(6)

1. Volume : 2 ml atau lebih


2. pH : 7,2 sampai dengan 8,0
3. Konsentrasi spermatozoa: 20 juta spermatozoa / ml atau lebih
4. Jumlah total spermatozoa : 40 juta spermatozoa per ejakulasi atau
lebih

5. Motilitas spermatozoa : Dalam waktu 1 jam setelah ejakulasi,


sebanyak 50% dari jumlah total spermatozoa yang hidup, masih
bergerak secara aktif.
6. Morfologi permatozoa : 30% atau lebih memiliki bentuk yang
normal
19

7. Vitalitas spermatozoa : 75% atau lebih dalam keadaan hidup


8. Jumlah sel darah putih : lebih sedikit dari 1 juta sel/ml

Meskipun analisis semen adalah landasan utama dalam pemeriksaan

infertilitas, namun pemeriksaan ini adalah prediktor yang relatif buruk

untuk menilai kesuburan kecuali parameter semen sudah sangat

abnormal.9

Tabel 1. Nilai normal analisis semen


20

Apabila hasil analisis semen abnormal pada pasangan laki-laki, maka

perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan penyebab

infertilitasnya.9

Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakcocokan imunoligik antara suami

dan istri maka dapat dilakukan uji kontak air mani dengan lendir serviks

(sperm cervical mucus contact test atau SCMC test). Uji yang

dikembangkan oleh Kramer dan Jager ini dapat mempertunjukkan adanya

antibodi lokal pada pria atau wanita. Menurut Kremer dan Jager, pada

ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju spermatozoa akan berubah

menjadi terhenti, atau gemetar ditempat kalu bersinggungan dengan lendir

serviks. Perangai gemetar ditempat ini terjadi pula kalau air mani yang

normal bersinggungan dengan lendir serviks dari wanita yang serumnya

mengandung antibodi terhadap spermatozoa suami. Uji ini sangat berguna

untuk menyelidiki adanya faktor imunologik apabila ternyata uji pasca

senggama (postcoital test) selalu negatif atau kurang baik, sedangkan

kualitas air mani dan lendir serviks normal. Perbandingan banyaknya

spermatozoa yang gemetar ditempat, yang maju pesat, dan yang tidak

bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.8

b. Faktor Ovulasi

Gangguan ovulasi terdapat pada sekitar 15% dari seluruh pasangan infertil

dan 40% dari semua wanita infertil. Penyebab gangguan ovulasi ini
21

bermacam-macam, antara lain hipotiroidisme, hiperprolactinemia, PCOS,

obesitas, faktor umur ibu. Untuk melihat bagaimana fungsi ovulasi seorang

wanita, riwayat menstruasi merupakan tanda yang akurat. Wanita dengan

siklus reguler antara 25-35 hari dan ada gejala premenstrual ternyata lebih dari

95% bersifat ovulatoar. Untuk mngetahui terjadinya ovulasi ada beberapa tes

sederhana yang dapat dilakukan, seperti pengukuran serum progesteron dan

pembuatan grafik suhu basal tubuh.9

Tes serum progesteron merupakan tes yang murah dan banyak digunakan.

Pada tes ini memanfaatkan kenaikan serum progesteron setelah terjadi

ovulasi. Spesimen darah diambil di hari ke 21 pada siklus menstruasi reguler

28 hari. Adanya serum progesteron lebih dari 3 ng/ml menunjukkan telah

teradi ovulasi. Namun tes ini sering terjadi negative palsu karena perlu

pengambilan spesimen darah pada waktu yang tepat.9

Pengukuran suhu basal tubuh digunakan untuk mengukur secara tidak

langsung kenaikan level hormon progesteron yang mempunyai efek

termogenik. Peningkatan hormon progesteron sete;ah terjadi ovulasi akan

meningkatkan suhu basal tubuh 0,3o-0,6o C yang biasanya berlangsung selama

11-14 hari setelah ovulasi. Pengukuran suhu basal tubuh ini dilakukan pada

pagi hari setelah bangun tidur. Pengukuran pertama dilakukan pada hari

pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat untuk memastikan adanya ovulasi

namun kurang akurat untuk memastikan waktu terjadinya ovulasi.9


22

kedua tes diatas juga ada tes dengan menggunakan ovulation predictor kit.

Alat ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi adanya

peningkatan LH yang diketahui merupakan pemacu terjadinya ovulasi.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan urin pasien untuk

mendeteksi adanya LH, yang akan menghasilkan perubahan warna pada

indikator alat ini. Pemeriksaan dilakukan pertama kali pada hari ke sepuluh

setelah awal menstruasi dan diperiksa pada hari keberapa terjadi perubahan

warna indikator pada alat. Positif palsu dapat terjadi bila urin yang dipakai

adalah urin pagi karena urin pagi cenderung lebih pekat. Pada pemeriksaan ini

juga bisa didapatkan LH pada urin yang persisten selama satu bulan penuh, ini

biasanya menunjang untuk dicurigai PCOS.9

3. Faktor Cervical

Infertilitas karena faktor serviks biasanya disebabkan oleh kelainan produksi

mukus atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma dan mukus

serviks. Secara tradisional, hal ini dapat dideteksi dengan melakukan

postcoital test (PCT). PCT dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum ovulasi

diprediksikan terjadi, kemudian pasangan yang dilakukan tes diminta untuk

melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes. Setelah itu wanita

kemudian datang ke petugas medis, yang akan mengambil mukus serviksnya.

Lendir kemudian ditempatkan pada kaca slide dimana spinnbarkheitnya

(stretchability) dinilai. Jumlah sperma yang motil juga dihitung per bidang
23

high power mikroskopis. Namun PCT ini tidak direkomendasikan oleh

American Society for Reproductive Medicine, karena 3 alasan, yaitu:9

1. Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitif, tidak spesifik, dan tidak

prediktif.

2. Faktor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya faktor yang

menyebabkan infertilitas.

3. Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang tidak

dapat dijelaskan dapat mengaburkan keterlibatan faktor serviks dalam

infertilitas.

4. Faktor uterus dan tuba

Kelainan uterus seperti mioma submukosa dan polip endometrium dapat

menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Namun untuk kelainan tuba

merupakan penyebab paling sering terjadinya infertilitas. Penyakit yang

paling sering pada kelainan tuba adalah pelvic inflammatory disease (PID)

karena infeksi penyakit menular seksual yang disebabkan bakteri Chlamydia

trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. Penyakit yang melibatkan uterus dan

tuba dapat dilihat dengan menggunakan histerosalfingogram (HSG). HSG

merupakan suatu studi pencitraan yang menggunakan pewarna radioopak

untuk melihat kavitas uterus dan tuba fallopi melalui fluoroskopi. Ada pula

suatu data yang menyebutkan bahwa fluoroskopi juga dapat berefek sebagai

terapeutik pada infertilitas yang tak diketahui, terutama bila menggunakan


24

pewarna radioopak dengan bahan dasar minyak. Prosedur pemeriksaan harus

dilakukan kira-kira 2-3 hari setelah menstruasi berhenti untuk memastikan

bahwa pasien tidak dalam keadaan hamil dan untuk meminimalisasikan aliran

balik darah menstruasi.9

Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaian HSG adalah adanya infeksi

pelvis iatrogenik, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat PID. Pada

wanita ini sebelum dilakukan pemeriksaan HSG harus diperiksa laju endap

darahnya terlebih dahulu, dan bila didapatkan peningkatan maka pemeriksaan

dengan HSG harus ditunda terlebih dahulu. Dan bila LED nya normal,

pemeriksaan HSG bisa dilakukan dengan memberikan antibiotik profilaksis

terlebih dahulu dengan doksisiklin selama 5 hari dengan dosis 2x100

mg/hari.9

Selain itu ada pula cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu dengan

pertubasi. Pertubasi. Atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan

jalan meniupkan gas CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang dipasang

pada kanalis servikalis. Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua

tubanya paten, maka gas akan mengalir bebas ke dalam kavn peritonei.

Patensi tuba akan dinilai dari catatan tekanan aliran gas sewaktu dilakukan

peniupan. Insuflator apapun yang dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan

bertahan sampai 200 mmHg, maka dikatakan ada sumbatan tuba, kalau
25

naiknya hanya 80-100, salah satu atau kedua tubanya dianggap paten. Tanda

lain yang menyokong patensi tuba adalah terdengarnya pada auskultasi

suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei seperti “bunyi jet”

atau nyeri bahusegera setelah pasien dipersilahkan duduk sehabis

pemeriksaan, akibat terjadinya pengumpulan gas di bawah difragma.8

5. Faktor peritoneum

Penyakit peritoneum seperti endometriosis dan adesi dapat ikut meberikan

kontribusi terhadap terjadinya infertilitas. Endometriosis ditemukan ada

sekitar 25%-40% wanita yang infertil, yang jumlahnya kira-kira 10 kali dari

populasi umum. Dalam hal ini, laparoskopi bisa dilakukan untuk mendeteksi

penyebab infertilitas bila alat diagnostik lain gagal.9

II.5 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Infertilitas Pada Wanita

A. Pengobatan

Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk mengobati

wanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak teratur.

Adapun jenis-jenis pengobatan yang bisa diberikan adalah:7

1. Anti-Estrogen

Clomifen sitrat dapat membantu untuk menstimullasi terjadinya

ovulasi pada wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur.

Clomifen dapat digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tak


26

diketahui dan PCOS. Clomifen bekerja dengan berkompetisi dengan

hormon estrogen untuk menempati reseptornya di otak. Oleh karena

jumlah estrogen yang terikat dengan reseptornya sedikit maka tubuh

akan memberikan sinyal ke otak bahwa mereka kekurangan estrogen

dan hal ini akan merangsang pelepasan hormon FSH dan LH ke dalam

pembuluh darah. Tingginya kadar FSH akan menstimulasi ovarium

untuk membentuk folikel yang berisi sel telur, dan tinginya kadar LH

akan menyebabkan pelepasan sel telur dari folikel matur dalam sebuah

proses yang disebut ovulasi. Pengobatan ini efektif untuk membantu

meningkatkan fertilitas pada wanita dengan PCOS, terbukti sekitar

70%-80% penderita PCOS akan berovulasi dengan pemberian

klomifen sitrat.

2. Gonadotropin

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan

dalam ovulasi adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin.

Ada beberapa jenis sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk

meningkatkan fertilitas, antara lain:

a. hMG (human menopausal gonadotropin) mengandung FSH dan

LH alami yang diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita

postmenopause yang mempunyai kadar hormon tinggi.

b. uFSH (urinary folicle stimulating hormone) mengandung FSH

yang berasal dari purifikasi urin wanita postmenopause.


27

c. rFSH (recombinant folicle stimulating hormon) mengandung FSH

yang diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.

d. rLH (recombinant luteinizing hormon) mengandung LH yang

diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.

Selain untuk menstimulasi ovarium, gonadotropin juga ada yang

digunakan untuk merangsang pelepasan sel telur dari folikel matur.

Pemberian gonadotropin jenis ini dilakukan ketika kita sudah

mendeteksi bahwa folikel benar-benar matur dan berisi sel telur

didalamnya baik dengan menggunakan tes darah maupun USG

ovarium. Obat-obat tersebut adalah:

a. uhCG (urinary human chorionic gonadotropin) mempunyai

aktivitas biologi yang sama dengan LH, walaupun juga

mengandung FSH. Hormon ini diekstraksi dan dipurifikasi dari

urin wanita hamil.

b. rhCG (recoombinant human chorionic gonadotropin) yang

dihasilkan dari teknologi DNA dilaboratorium.

c. uLH (urinary luteinizing hormon) mengandung LH yang

diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenoause.

d. rLH

3. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil

GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval antara 60-120 menit

selama fase folikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi GnRH
28

secara pulsatil dari hipotalamus di otak ke aliran darah akan

menstimulasi kelenjar pituitari untuk mensekresikan LH dan FSH.

Pemberian medikasi ini melalui pompa yang dipasang pada ikat

pinggang dan dipakai sepanjang waktu. pompa ini akan memberikan

dosis kecil yang teratur kepada pasien melalui sebuah jarum yang

ditempatkan dibawah kulit atau didalam pembuluh darah. Namun hal

ini bisa menimbulkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum

tersebut.

4. Gonadotropin releasing hormone analogue (GnRH agonist)

5. Dopamin Agonist

Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan

hormon prolactin yang berlebihan dari kelenjar pituitari yang biasa

disebut hiperprolactinemia. Kelebihan hormon prolaktin ini akan

mencegah terjadinya ovulasi pada wanita dan hal ini akan

menyebabkan terjadinya menstruasi yang tidak teratur dan bahkan

hingga berhenti sama sekali. Dopamin agonist seperti bromokroptin

dan cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan

menurunkan produksi prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja

dengan baik.

6. Aromatose Inhibitor

Inhibitor aromatose digunakan terutama pada kanker payudara pada

wanita postmenopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar


29

estradiol dalam sirkulasi dan mengurangi umpan balik negatif yang

menstimulasi peningkatan sekresi dari kelenjar pituitari dan sebagai

akibatnya akanmeningkatkan kerja ovarium. Jenis obat penghambat

aromatose ini adalah letrozole dan anastrozole.

B. Terapi Bedah

Kadang-kadang penyebab infertilitas dapat ditangani dengan pembedahan.

Sebagai contoh, operasi merupakan pilihan terapi untuk beberapa kelainan

tuba, PCOS, adhesi, endometriosis, dan kelainan uterus. Terapi bedah untuk

infertilitas antara lain:7

1. Ovarian Drilling

Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi. Ovulasi

dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut ovarian

drilling atau ovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita dengan

PCOS yang resisten terhadap pengobatan dengan klomifen sitrat. Ovarian

drilling dilakukan secara laparoskopi melalui lubang insisi kecil, kemudian

beberapa insisi kecil dilakukan pada ovarium dengan menggunakan panas

atau laser. Proses ini akan membantu kelainan hormon dan mmemacu

terjadinya ovulasi.
30

Gambar 2.1 Ovarian Drilling

2. Pembedahan pada tuba fallopi

Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan berbagai

macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan jenis

kerusakannnya.

a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi.

HSG menggunakan sinar x dan cairan radioopak yang dimasukkan ke

traktus reproduksi dari uterus sampai ke tuba fallopi melalui kateter dari

serviks.

b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan laparotomi

yang diiringi dengan penggunaan microscope untuk memperluas area.

Salpingolisis dilakukan dengan membebaskan tuba fallopi dari adhesi

dengan memotong perlengketan tersebut, biasanya menggunakan

electrosurgery dengan memakai elektrokauter.


31

c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang baru

pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy ataupun

laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan

ektopik dan infeksi pada tuba fallopi.

d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil

jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-

ujung tuba yang terpotong tersebut.

e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif

terbatas. Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter

melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan

dengan dipandu fluoroskopi.

2. Penatalaksanaan Infertilitas Pada Pria

a. Air mani abnormal

Air mani disebut abnormal kalau pada 3 kali pemeriksaan berturut-turut

hasilnya tetap abnormal. Pada pasien dengan air mani abnormal kita hanya

bisa memberikan nasihat agar melakukan senggama berencana pada saat-

saat subur istri untuk meningkatkan persentasi terjadinya pembuahan.8

b. Varikokel

Pada pria dengan varikokel, motilitas sperma terjadi penurunan. Menurut

MacLeod, penurunan motilitas sperma itu terjadi pada 90% pria dengan

varikokel, sekalipun hormon-hormonnya normal. Varikokelektomi hampir


32

selalu dianjurkan untuk semua varikokel dengan penurunan motolitas

spermatozoa. Kira-kira 2/3 pria dengan varikokel yang dioperasiakan

mengalami perbaikan dalam motilitas spermatozoanya.8

c. Infeksi

Infeksi akut traktus genitalis dapat menyumbat vas atau merusak jaringan

testis sehingga pria yang bersangkutan menjadi steril. Akan tetapi, infeksi

yang terjadi kronik mungkin hanya akan menurunkan kualitas sperma, dan

masih dapat diperbaiki menjadi seperti semula. Air mani yang selalu

mengandung banyak leukosit, apalagi kalau disertai gejala disuria, nyeri

pada waktu ejakulasi, nyeri punggung bagian bawah, patut diduga karena

infeksi kronik traktus genitalis. Antibiotika yang terbaik adalah yang akan

terkumpul dalam traktus genitalis dalam konsentrasi yang besar, seperti

eritromisin, tetrasiklin, dan kotrimoksazole.8

d. Defisiensi Gonadotropin

Sama halnya dengan wanita, kurangnya hormon gonadotropin pada pria

juga dapat menyebabkan infertilitas walaupun hal ini jarang terjadi. Pria

dengan defisiensi gonadotropin bawaan sering kali mengalami pubertas

yang terlambat. Pengobatannya sama seperti pada wanita, yaitu dengan

pemberian preparat hormon seperti LH dan FSH, ataupun GnRH.8

e. Hiperprolaktinemia

Hiperprolaktinemia pada pria dapat mengakibatkan impotensi, testikel yang

mengecil, dan kadang-kadang galaktorea. Analisi air mani biasanya normal


33

atau sedikit berkurang. Pengobatan dengan menggunakan bromokriptin

dilaporkan dapat memperbaiki spermatogenesisnya.8

II.6 Assisted Reproductive Technology

1. Intrauterine Insemination (IUI)

IUI merupakan sebuah proses memasukkan sperma melalui serviks kedalam

uterus. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung plastik yang

melewati serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan

waktu terjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk melakukan teknik ini, sang

wanita harus mempunyai uterus dan tuba fallopi yang normal. IUI ini

digunakan pada wanita yang mempunyai kelainan mukos serviks,

endometriosis, atau ada faktor infertilitas pada laki-laki.7


34

Gambar 2.2 Intrauterine Insemination

2. In Vitro Fertilisation (IVF)

IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF, pasien

juga termasuk mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium untuk

memproduksi lebih banyak sel telur. Ketika sel telur sudah terbentuk, sel

telur tersebut akan diambil melalui operasi kecil. Sel telur kemudian akan

dicampur dengan sperma dilaboratorium dan diinkubasikan selama 2-3 hari.

Tujuannya agar sperma dapat membuahi sel telur dan membentuk embrio.

Embrio tersebut kemudian akan diletakkan didalam uterus wanita

menggunakan sebuah tabung plastik melalui vagina dan serviks. Kemudian

setelah embrio dimasukkan diperlukan beberapa tambahan hormon untuk

membantu implantasi embrio, dalam hal ini progesteron dan hCG. IVF

merupakan terapi yang sangat berguna bagi wanita dengan kerusakan tuba,

infertilitas yang tak diketahui, endometriosis, dan infertilitas pada laki-laki.7


35

Gambar 2.3 In Vitro Fertilization

3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer

(ZIFT)

Gamet merupakan sebuah sel telur atau sperma. Teknik pengambilan sel telur

dan sperma pada GIFT dilakukan dengan cara yang sama seperti pada IVF.

Sel telur dan sperma kemudian dicampur dan langsung dipindah tempatkan

ke tuba fallopi. Hal ini dilakukan secara laparoskopi melalui insisi kecil pada

abdomen, atau dengan menggunakan kateter kecil melalui serviks. Dengan

cara ini memungkinkan sperma secara natural membuahi sel telur di tuba

fallopi. Untuk itu tuba fallopi sang wanita haruslah sehat. Tidak berbeda jauh

dengan GIFT, ZIFT dilakukan dengan cara yang sama, tetapi pada ZIFT yang

dipindah ke tuba fallopi adalah dalam bentuk zigot bukan sel telur dan

sperma seperti pada GIFT. Kedua teknik ini sekarang sudah tergantikan
36

dengan IVF sehingga jarang dillakukan. Dengan teknik ini persentase

terjadinya kehamilan lebih tinggi sedikit daripada dengan teknik IVF, namun

prosedur pelaksanaannya lebih rumit dan tidak nyaman bagi pasien.7

Gambar 2.5 Cara melakukan GIFT

Gambar 2.6 ZIFT

4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma, dan ICSI merupakan suatu

tekknik reproduksi buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara


37

langsung ke sitoplasma dari sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan

menggunakan jarum mikro. Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini

kemudian ditempatkan di dalam uterus sama seperti IVF. Teknik ICSI ini

berguna untuk pasangan yang tidak berhasil dengan IVF, atau bila kualitas

sperma yang baik terlalu sedikit untuk dilakukan IVF. ICSI mempunyai

angka fertilisasi yang tinggi namun angka terjadinya kehamilan hampir sama

dengan teknik IVF.7

Gambar 2.7 ICSI

II. 7 Prognosis

Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada

umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan (frekuensi hubungan seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas

maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, kemudian menurun perlahan-

lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat.8
38

Menurut MacLeod, fertilitas maksimal pria dicapai pada umur 24-25 tahun.

Hampir pada setiap golongan umur pria proporsi terjadinya kehamilan dalam

waktu kurang dari 6 bulan meningkat dengan meningkatnya frekuensi

senggama.8

Jones dan Pourmand berkesimpulan bahwa pasangan yang telah dihadapkan

pada infertilitas selama 3 tahun, angka harapan terjadinya kehamilan adalah

sebesar 50% atau bisa dikatakan prognosisnya baik, sedangkan pada pasangan

yang infertilitasnya sudah mencapai 5 tahun maka angka harapan terjadinya

kehamilan adalah 30% dan bisa dikatakan prognosisnya buruk.8

BAB III

PENUTUP

Infertilitas dibagi menjadi 2, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Infertilitas primer merupakan ketidakmampuan pasangan suami istri untuk

memperoleh anak setelah berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun dan
39

tanpa menggunakan kontrasepsi. Sedangkan infertilitas sekunder adalah

ketidakmampuan pasangan suami istri untuk memperoleh anak lagi setelah

berhubungan seksual secara teratur selama 1 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi,

dimana sebelumnya pasangan ini telah mempunyai anak.

Infertilitas bisa disebabkan oleh faktor laki-laki, faktor wanita, dan faktor keduanya.

Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat menjadi pilihan bagi pasangan infertil

sesuai dengan masalah yang dialami, yaitu pemberian obat-obatan, pembedahan, dan

assisted reproductive technology.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, A. Bari dan Trijatmo Rachimhadhi. Ilmu


Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.
2. Speroff, Fritz A.M. Clinical Gynecology Endocrinology and Infertility. 7th
Edition. Baltimore Maryland: Williams and Wilkins.pp 2013-56. 2005
3. Hestiantoro, Andon. Tatalaksana Pemeriksaan Dalam Infertilitas. Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran 170/ vol.36. No 41.Juli-Agustus 2009.
40

4. Sheerwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2, Jakarta: EGC, 2001
5. Bates; Bickley, Lynn. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi
8, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009.
6. Sutedjo, AY. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi
Revisi. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Penerbit Asmara Books. 2009.
7. Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.

Anda mungkin juga menyukai