Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.

Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi telah berkembang pesat
selama beberapa dekade.Sedasi, analgesia atau keduanya mungkin diperlukan untuk banyak prosedur
intervensi dan diagnostik. Perawatan individual penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan
sedasi analgesia prosedural (PSA). Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri,
imobilisasi.Manajemen sedasi dapat berkisar dari sedasi minimal, sejauh anestesi minimal.
Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan mempertimbangkan
tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien tertentu memerlukan intervensi farmakologis
untuk memenuhi tujuan selama prosedur.
2. TUJUAN
2.1. Tujuan Umum :

Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di IGD, radiologi,
kedokteran gigi.
2.2. Tujuan Khusus :

Ada beberapa tujuan daripada sedasi :


- Keselamatan pasien
- Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur
- Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
- Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali sadar secepat mungkin

Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan tingkat kecemasan dan
rasa sakit yang terkait dengan prosedur.Perawatan individual penting ketika menentukan apakah pasien
membutuhkan sedasi prosedural.Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.
Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :
(1) Sedasi Minimal (anxiolysis). Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan mungkin
memiliki beberapa gangguan kognitif, tetapi tidak ada efek pada status kardiopulmoner.
(2) Sedasi Moderat. Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan in dapat merespons dengan tepat
perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya. Pasien mampu mempertahankan
jalan nafas secara independen, ventilasi yang cukup dan fungsi jantung biasanya terpengaruh oleh obat
yang diberikan.
(3) Sedasi Dalam. Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan sengaja (tidak
hanya menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin memerlukan bantuan
menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status kardiovaskuler normal dipertahankan selama
ventilasi.

PENGERTIAN
Sedasi adalah anestesi mana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode yang dapat
membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan kepada pasien segera sebelum
pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan sistem saraf pusat dari
pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari sistemsaraf pusat sehingga
memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap
terjaga.Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang
dilakukan dapat didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkanpasien dapat
dipertahankan jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep 'sedasi dalam', akan tetapi
definisi terhadap hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi pada anak
memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau menyakitkan. Namun,
sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan regimen sedativa pada bidang pediatri. Hal ini
disebabkan karenakurang invansif dibandingkan dengan anestesi umum serta lebih murah.Mungkin lebih
sulit untukmenentukan tingkat sedasipada anak serta kemungkinan bahaya teranestesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And Dentistry telah
merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal anestesi, sisanya untuk
keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.Jika pemilihan pasien dilakukan secara
cermat, dan dengan prosedur yang sesuai,penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.
BAB II
TATA LAKSANA
1. KUALIFIKASI DAN KETRAMPILAN KHUSUS.

Semua penggunaan sedasi harus mempunyai:


Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawatdan personil operasi lain
dalam Instalasi ini, yang semuanya harus terlatih dalam aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-
masing mengerti jelas tentangperan serta mereka.
Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai 'operator' dan orang yang terlatih secara terpisah
mengelola sedasi dan merawat anak selama prosedur,disebut „anestetist‟.
Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk:
o Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi
o Protokol puasa.
o Pemberian informed consent.
Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi tingkat kesadaran,
nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi
merupakan prosedur standar dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan
darah,elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunakan secara rutin.
Fasilitas resusitasi.
Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life support.
Pelatihan keterampilan resusitasi secara reguler.
Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis.
Rekam medis.
Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :
Ektraksi gigi Radiologi : CT Scan
Penjahitan minor Penggantian/pengangkatan plester
Pengangkatan jahitan
Dressings seperti luka bakar

KONTRAINDIKASI.
Kontraindikasi untuk sedasi :
Pasien menolak / keluarga menolak.
Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi, biasanya dapat dengan
pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga bayinya bisa tidur selama prosedur. Mereka tidak
harus dibius.
Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko terjadinyadepresi pernapasan serta
sedasi berlebihan.
Gangguan perilaku berat.
Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea, abnormalitas
kraniofasial.
Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi oksigen.
Adanya ketidakstabilan jantung yang signifikan.
Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat sedasi.
Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
Peningkatan tekanan intrakranial.
Epilepsi berat atau tidak terkontrol.
Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya nitrogen oksida harus
dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
Prosedur lama atau menyakitkan.

3. PENGGUNAAN OBAT.

Obat yang digunakan untuk sedasi :


Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak sementara dalam keadaan
mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan yang minimal. Penggunaan anestesi lokal dan
analgesik sederhana sangatlah penting, dan terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna. Orang tua
sering dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko menghasilkan
ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, hiperkapnia dan berpotensi terjadi
aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi non-anestesi, maka harus mempunyai margin of safety
lebar.

Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama ahli radiologi,
gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi, semuanya harus benar-benar terlatih
untuk memberikan pelayanan yang aman dan efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat. Beberapa pusat pediatrik melatih
sedationists yang biasanya berasal dari perawat spesialis (nurse-lead sedation). Namun, tanggung jawab
untuk pelatihan dan pengembangan idealnya harus terletak pada departemen anestesi dengan konsultan
yang membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum.
Mereka harus:
Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan tindakan.
Dipuasakan.
Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir, dan diidentifikasi faktor-faktor risiko potensial seperti
alergi atau kondisi medis lainnya.

3.1. Obat Oral


Penilaian dosis obat oral dalam bentuk kombinasi mungkin agak sulit, dimana kemungkinanakan
meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi meningkatkan kejadian efek samping (lihat Kotak
2).
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan ginjal, hati atau fungsi
neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi (lihat Kotak3 dan 4).
4. PEMULIHAN DAN REVERSAL.

Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia. Gunakan rejimen obat dengan
waktu kerja yang paling pendek. Namun, reversal benzodiazepin mungkin diperlukan. Flumazenil 1-2
mcg/kg IV sering digunakan, Sekali-kali nalokson diperlukan untuk antagonis efek opioid persisten.
Nalokson 4 mcg / kg IV dapat diberikan.
Kotak 2. Agen sedasi oral
Obat Dosis sedasi oral (mg/kg) Detail
Chloral hydrate 100 Metabolit aktif =
trichlorethanol
Dapat diberikan melalui
rektal kadang - kadang
menimbulkan rasa malu
Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif =
trichlorethanol
Trimeprazine 2 Dosis besar dapat
meyebabkan “grey baby
syndrome”
Midazolam 0,5 – 1,0 Umum digunakan
Dosis berhubungan dengan
efek samping (ataksia,
pandangan ganda, sedasi)
Dapat juga diberikan melalui
nasal
Dosis rektal dapat bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui
rektal
Ketamin 5-10 Dapat diberikan melalui nasal
juga rektal
Halusinasi mungkin terjadi
Pada umumnya terjadi mual
dan muntah
Apnue kemungkinan dapat
terjadi

Efek potensiasi dengan obat sedasi lainnya


Ketamin 0,5 – 1,0 Dapat diberikan melalui
IM, oral, IV
Sering digunakan dengan
benzodiazepam
Propopol Dalam evaluasi Beresiko apnue
Beresiko menginduksi
anestesi

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka
bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa anestesia
anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan anestesia karena itu
anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah
berpengalaman.

PEMBAGIAN PEDIATRI BERDASARKAN PERKEMBANGAN BIOLOGIS.


1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari
2. Bayi ( infant) usia 1 bulan - 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun

Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah psikologi, anatomi,
fisiologi, farmakologi dan patologi.
Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa. 1. Pada anak-anak, kepala
lebih besar, dan lidah jug alebih besar 2. Laring yang letaknya lebih anterior 3.Epiglottis yang lebih
panjang 9
4.Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa 5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan
dengan airway

FREKUENSI DAN MONITORING.


Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan usia tidak selalu paralel
dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat
pengobatan yang banyak, dan kurangnya cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek
sedatif dan depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko
untuk efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari hipotensi atau
desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama pada pasien usia lanjut dapat
mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan iskemia jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan pasien yang lebih muda.
Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi pasien.Individu ini tidaklah melakukan
prosedur melainkan harus terus memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.Karena
pasien yang tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu
metode pemantauan yang paling berharga.

Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :

1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia


2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya
3. Kesulitan memposisikan pasien
4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal
5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah
6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi
7. Demensia dan disfungsi kognitif 3
KUNJUNGAN PRA ANESTESI/PRA SEDASI
7.1. ANAMNESIS
Anamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui keluarga pasien. Yang
harus diperhatikan pada anamnesis :
(1) Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll.
(2) Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam
anesthesia, antara lain :
Penyakit alergi.
Diabetes mellitus
Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis.
Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris, dekompensasi kordis)
Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
Penyakit hati.
Penyakit ginjal.
Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
(3) Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan intereaksi (potensiasi,
sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya, obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik,
antibiotik golongan aminoglikosida,obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino oxidase
inhibitor, bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum anestesi
tergantung dari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan
tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat atau
dihentikan untuk sementara waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan
sampai waktu untuk dilakukan pembedahan.
(4) Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan kurangnya
dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai. Beratnya berkisar dari asimptomatik
hingga reaksi anfilaktik yang mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena
intoleransi obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan tentang
kemungkinan terjadinya respon alergi
yang serius, termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat
penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin, atau
kortikosteroid.
(5) Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali dan selang waktunya.
Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca
bedah.
(6) Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga yang lain
sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya ditanyakan tentang kemungkinan
mengandung. Pada kasus yang meragukan, pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu indikasi.
(7) Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi karena merangasang batuk ,
sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya
dihentikan minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.
Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya golongan barbiturat.
Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic.
Meminum obat-obat penenang atau narkotik.
(8) Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi).
8. PEMERIKSAAN FISIK.
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan pemeriksaan neurologik
.Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu dilakukan pemeriksaan extremitas dan
punggung.
Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :
(1) Keadaan umum : gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas.
(2) Tanda-tanda vital
Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan pengeluaran urine yang adekuat
selama operasi .
Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan bermakna mungkin
memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau cabang-cabang besarnya).

Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah denyutnya. Denyutan ini
mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta blok dan cepat pada pasien dengan demam,
regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat
tetapi lemah.
Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola pernapasannya selama
istirahat.
Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
(3) Kepala dan leher
Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi, kelainan ortodontik lainnya
Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari), Pergerakan (baik/kurang baik), sikatrik, fraktur,
trismus, dagu kecil
Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher (mobilitas sendi servical) pada
fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar getah bening.
Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue, Temporo mandibula joint,
Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor, Trakea.
(4) Thoraks
a. Prekordium. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau
perikardial rub.
b. Paru-paru.
Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum, kifosis, skoliosis) Frekwensi
(bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan ( torakal, torako abdominal/abdominal torako), irama pernafasan
(reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy), Kelainan lain (stridor,
hoarseness/serak, sindroma pancoas)

Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)


Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler, amporik), bunyi nafas
tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion)
Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup
(5) Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa (teraba/tidak, batas, ukuran,
per-mukaan), distensi, massa atau asites (dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).
(6) Urogenitalia.Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20 cc/24 jam),
oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda
sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal).
(7) Muskulo Skletal - Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik /kelemahan otot (parese,
paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time,
keringat) , Clubbing fingger, sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi
vaskuler atau blok saraf regional)

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN UJI LAIN.


Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
1. Pemeriksaan laboratorium rutin :
Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa perdarahan.
Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai klinis.
EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai klinis.
2. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
EKG pada anak.
Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.
Fungsi hati pada pasien ikterus.
Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.
Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah mayor.

Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau kateterisasi jantung
diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga persiapan dan penilaian pasien dapat
dilakukan lebih baik.
PERENCANAAN ANESTESI.
Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara umum.
Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :
1. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik sehubungan dengan
penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan bersamaan dengan beberapa daftar masalah
yang digunakan oleh dokter yang merawat.
2. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik khusus (seperti intubasi
fiberoptik, monitoring invasif ).
3. Perencanaan penanganan nyeri post operasi bila perlu.
4. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).
5. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.
6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan bahwa semua pertanyaan
telah dijawab.
7. Klasifikasi status fisik dan penilaian singkat.

PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN.


Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus dilakukan secara
periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang tertinggi adalah 15 (sadar
penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan komponen yang paling objektif. Dan
sebaiknnya penilaian untuk satu penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama. Untuk penderita
dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata harus disesuaikan dengan respon
motorik.Demikian pula untuk penderita

yang afasia, atau terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan untuk itu
perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan terganggu jika cedera hanya
terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat,
atau jika ada proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang otak.
Penilaian GCS berdasarkan ≥ 1 tahun 0 – 1 tahun
reaksi yang didapatkan sesuai
dengan umur penderita. Mata
4 Membuka mata spontan Membuka mata spontan
3 Membuka mata oleh perintah Membuka mata oleh teriakan
2 Membuka mata oleh nyeri Membuka mata oleh nyeri
1 Tidak membuka mata Tidak membuka mata
Motorik ≥ 1 tahun 0 – 1 tahun
6 Mengikuti perintah Belum dapat dinilai
5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri
4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri
3 Fleksi Abnormal (dekortikasi) Fleksi Abnormal (dekortikasi)
2 Ektensi abnormal (deserebrasi) Ektensi abnormal (deserebrasi)
1 Tidak ada respon Tidak ada respon
Verbal >5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun
5 Orientasi baik dan Menyebutkan kata Menagis kuat
mampu ber-komunikasi yang sesuai
4 Disorientasi tapi Menyebutkan kata Menagis lemah
mampu ber-komunikasi yang tidak sesuai
3 Menyebutkan kata-kata Menagis dan menjerit Kadang menagis /
yang tidak sesuai menjerit lemah
2 Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara
lemah lemah
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

Anda mungkin juga menyukai