Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Balqin Hanun H ( 170342615566)
2. Gusti Bagus W (170342615565)
3. Lina Anjarwati (170342615523)
Offering G
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oktober 2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Perkembangan Embrio Amphibi” ini dalam bentuk maupun isinya
yang masih sangat sederhana.
Semoga makalah ini bisa dipergunakan sebagai salah satu media
pembelajaran. Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran guna
untuk memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih baik kedepannya.
Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
2
3. Menjelaskan proses pembentukan blastula katak.
4. Menjelaskan proses pembentukan gastrulasi katak.
5. Menjelaskan proses pembentukan neuralasi.
1.3 Manfaat
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Fertilisasi merupakan peleburan sperma dengan sel telur atau lebih dikenal
juga dengan pembuahan. Fertilisasi terdiri dari fertilisasi internal dan fertilisasi
eksternal. Fertilisasi eksternal banyak ditemui pada beberapa species dari kelas
Pisces dan Amfibia (misalnya katak). Fertilisasi eksternal biasanya sel telur
(ovum) dibentuk dalam jumlah besar/banyak, karena kemungkinan terjadinya
fertilisasi lebih kecil dari pada pembuahan secara internal dan dapat pula terjadi
karena hewan tersebut tidak memiliki alat kelamin luar. Fertilisasi eksternal
memerlukan media air atau tempat yang basah (Tenzer, 2001).
Pada katak, saat akan melakukan fertilisasi, katak jantan akan menempel
pada punggung betina sambil menekan perut betina dengan menggunakan kaki
bagian depan dan merangsang pengeluaran telur kedalam air. Setiap telur yang
dikeluarkan diseliputi oleh selaput telur (membran vitelin). Hal tersebut dikenal
dengan amplexus. Bersamaan dengan itu, katak jantan akan mengeluarkan sperma
untuk membuahi sel telur tersebut, sehingga terjadilah fertilisasi (Tenzer, 2001).
Berdasarkan jumlah dan penyebaran yolk, tipe sel telur vertebrata
dibedakan menjadi : isolesital (yolk sedikit dan tersebar merata, misalnya telur
mamalia), telolesital (yolk banyak dan tersebar tidak merata, terutama tertimbun
di kutub vegetal, misalnya telur amphibi), dan megalesital ( yolk sangat banyak
dan tersebar merata, misalnya telur aves) (Tenzer, 2001).
4
2.2 Mekanisme Pembelahan Zigot (Embrio) pada Amphibi
5
Gambar 2.3 Pembelahan Zigot
(Sumber : Kotpal, 2009)
Pembelahan blastomer terdiri atas pembelahan inti (kariokinesis) yang
kemudian diikuti oleh pembelahan sel (sitokinesis), dan alur pembelahannya sama
dengan bidang metafase dari fase mitosis yang telah dialaminya. Pada suatu waktu
tertentu, embrio yang aktif membelah akan membuat suatu rongga tengah (rongga
blastula) dan memasuki stadium blastula (Sudarwati, 1990). Setelah stadium
blastula, embrio tidak berhenti membelah, melainkan meneruskan pada tahap
selanjutnya yaitu gastrulasi. Tahap gastrulasi akan berlanjut pada tahap neurulasi.
6
mm/menit, maka pada kutub vegetal melambat menjadi 0,02-0,03 mm/menit
(Surjono, dkk., 2001).
Dalam blastula, para blastomers yang harus membentuk lapisan germinal
yang berbeda dan berbagai organ katak dewasa memiliki perwakilan mereka di
permukaan luar blastula. Nasib setiap jenis blastomere telah diamati dengan
metode pewarnaan buatan vital Voght dan daerah organ calon peta atau peta nasib
telah disiapkan untuk katak blastula. Peta-peta ini baru saja dikonfirmasi oleh
pemindaian mikroskop elektron dan pewarna teknik injeksi. Seluruh area
berpigmen di sekitar tiang hewan ektoderm calon terdiri dari dua bidang
epidermal, ektodermyang menjadi epidermis kulit menempati sisi antero ventral
blastula, neural ektoderm bersama sisi dorsal masa embrio berkembang menjadi
sistem saraf pusat. Bahan untuk organ-organ indera juga terkandung di kedua
daerah. Di dalam area ectodermsaraf terjadi suatu subarea kecil yang berkembang
menjadi mata embrio. (K,V.sastry,1997)
Pada saat pembelahan pertama masih berlangsung, pembelahan kedua
sudah dimulai pada daerah animal dengan bidang meridional tegak lurus dengan
bidang pembelahan pertama. Pembelahan ketiga bersifat horizontal dekat ke kutub
animal, sehingga terbentuk 4 mikromer di kutub animal dan 4 makromer di kutub
vegetal (Gambar 2.2C) (Surjono, dkk., 2001).
Pembelahan selanjutnya berjalan cepat dan terjadi secara sinkron. Namun
di kutub animal sel-sel membelah lebih daripada di kutub vegetal. Hal ini
menyebabkan daerah animal sel-selnya lebih padat daripada di kutub vegetal
(Gambar 2.2F). Embrio terdiri atas 16-64 blastomer berbentuk morula dan 128
blastomer berbentuk blastula, karena embrio sudah mulai berongga. Stadium
blastula ini bertahan sampai embrio tersusun atas 10.000-15.000 blastomer,
dimana proses blastrulasi mulai terjadi (Surjono, dkk., 2001).
7
Gambar 2.4 Pembelahan dan Blastulasi Embrio Amfibia
(Sumber : Surjono, dkk., 2001).
Rongga blastula (blastosoel) terbentuk pada saat pembelahan pertama
terjadi, alur pembelahan di kutub animal melebar dan membentuk rongga antar sel
yang berukuran sempit dan dibatasi oleh tight junction. Rongga ini semakin
membesar pada proses pembelahan lebih lanjut dan pada akhirnya akan
membentuk rongga blastula (blastosoel) (Surjono, dkk., 2001).
8
Tipe telur katak adalah telolesithal, sehingga pembelahannya adalah total
dan tidak ekual. Blastomeryang dihasilkan tidak sama besar. Setelah telur katak
difertilisasi, maka terbentuklah daerah yang berwarna lebih muda atau kelabu
yang disebut daerah kelabu atau grey crescent (pada gambar2.5) yang
bentuknya seperti bulan sabit. Hal ini terjadi karena ada pigmen yang terbawa
masuk dengan masuknya sperma, sehingga lapisan pigmen yang berada
bertentangan dengan tempat masuknya sperma akan bergeser ke atas (Yatim,
1994).
Pada gambar 2.5, telah terjadi proses pembelahan pertama, yaitu
pembelahan regional melalui kutub animal dan vegetatif dan membelah daerah
kelabu. Daerah kelabu sangat penting dalam proses pembelahan. Para ahli telah
melakukan beberapa riset mengenai pembelahan pada telur katak dengan
membelah telur yang telah difertilisasi di daerah di luar daerah kelabu, dan
hasilnya pembelahan tidak terjadi.Pada pembelahan kedua, pembelahan lewat
bidang meridian juga, tapi tegak lurus pada bidang pembelahan pertama (Yatim,
1994).
9
Gambar 2.7 Pembelahan Ketiga
(Sumber : Puja, 2010)
Pembelahan ke 4 lewat bidang-bidang meridian, yang serentak membagi
dua kedelapan sel sehingga terbentuk 16 sel yang terdiri dari 8 mikromer dan 8
makromer. Setelah itu terjadi pembelahan ke 5 (pada gambar 2.2.3E) terjadi
secara ekuatorial pada bidang atas dan bawah secara serempak. Akhirnya pada
pembelahan ke 5 terbentuklah blastomer yang terdiri dari 32 sel. Sel-sel mikromer
dan makromer kini terdiri dari dua lapis masing-masing. Sel-sel makromer lapis
bawah lebih besar dari pada lapis atas (Yatim, 1994).
10
Pembelahan ke 6 dan selanjutnya gumpalan sel-sel membesar berbentuk
seperti buah pir, disebut morula. Bagian dalam morula tak berongga. Sedangkan
pada tahap blastula, telah memiliki rongga yang disebut blastocoel (Yatim, 1994).
11
lembaga ectoderm). Bagian dalam daerah marginal atau tengah akan menjadi
lapisan mesoderm dan bakal notokord. Notokord merupakan sumbu tubuh embrio.
Notokord berfungsi sebagai penyokong embrio, yang ketika dewasa notokord ini
akan hilang. Daerah kutub vegetal akan merupakan bakal endoderm. (Lestari,
Umie., et al. 2013)..
12
Gambar 2.11 Grey crusent pada blastula
(Sumber : Champbell, A., et al. 2008)
13
selanjutnya adalah sel sel bakal lempeng prekorda(bakal mesoderm kepala) yang
diikuti sel sel kordamesoderm, yang kemudian menjadi notokord.
Dengan masuknya sel-sel ke dalam embrio, blastosoel bergeser kearah
berlawanan dengan bibir dorsal blastoporus. Selain itu bibir blastoporus meluas ke
lateral dan ventral. Meluasnya bibir blastoporus ke arah lateral dan ventral
menyebabkan terbentuknya bibir lateral dan bibir ventral blastoporus , tempat
lewatnya bakal mesoderm dan endoderm. Terbentuknya bibir ventral blastoporus
menjadi berbentuk cincin yang mengelilingi sel-sel endoderm yang tetap diluar
pada daerah vegetal yang disebut sumbat yolk. Dan akhirnya seluruh bakal
endoderm berada di dalam tubuh embrio yang sebelah luar dibungkus oleh
ektoderm dan mesoderm berada diantaranya.
14
Gambar 2.14 Epiboli Ektoderm
(Sumber : Gilbert. 2010)
Ket : (A) pembentukan bibir dorsal, lateral dan ventral blastoporus.
Ketika bibir ventral blastoporus selesai terbentuk, sel-sel endoderm masuk ke
dalam embrio (B) epiboly sel-sel ectoderm dan involusi sel-sel mesoderm ke
blastoporus dan selanjutnya dibawah permukaan. Endoderm dibawah bibir
blastoporud (yolk pulg) tidak mengalami pergerakan.
15
2.5 Pembentukan Aksis
Neurulasi berasal dari kata “neuro” yang berarti saraf. Neurulasi adalah
proses pembentukan canalis neuralis atau bumbung neural yang berasal dari
ektoderm neural (Lestari, et al., 2013). Neurulasi sering disebut sebagai proses
16
awal pembentukan sistem saraf yang melibatkan perubahan sel-sel ektoderm
bakal neural, dimulai dengan pembentukan keping neural atau neural plate,
lipatan neural atau neural folds serta penutupan lipatan ini untuk membentuk
neural tube, yang terbenam dalam dinding tubuh dan berdesiferensiasi menjadi
otak dan korda spinalis dan berakhir dengan terbentuknya bumbung neural
(Surjono, 2003).
Pada amphibi, neurulasi diawali dengan terbentuknya notochord dari
mesoderm bagian dorsal diatas arkenteron. Adanya induksi bakal notocord
(sebagai induktor) terhadap ektoderm yang terletak tepat di atasnya yaitu
ektoderm neural yang berperan sebagai jaringan. Induksi paling awal disebut
sebagai induksi primer yang akan membentuk neural plate atau keping neural. Sel
ektoderm berubah menjadi panjang dan tebal daripada sel disekitarnya atau
disebut juga dengan proliferasi menjadi neural plate. sel-sel ektoderm neural
meninggi menjadi silindris dan berbeda dari sel-sel ektoderm bakal epidermis
yang berbentuk kubus. Perubahan sel-sel melibatkan pemanjangan mikrotobul
yaitu salah satu komponen sitoskeleton. Meningginya sel-sel keping neural
menyebabkan keping neural menjadi sedikit terangkat dari ektoderm di
sampingnya. Sebagai respon terhadap induksi, sel-sel keping neural mensintesis
RNA baru untuk berdifferensiasi menjadi bakal sistem saraf pusat. Pembentukan
ini terletak pada bagian dorsal embrio tepatnya di daerah kutub animal
(Sugiyanto, 1996)
17
Setelah neural plate terbentuk diikuti dengan penebalan bagian neural
plate. Karena pertumbuhan dan perbanyakan sel ektoderm epidermis lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan ektoderm neural, mengakibatkan lapisan
neural plate menjadi tertekan dan mangalami pelekukan ke bagian dalam
(invaginasi). Kedua bagian tepi keping neural melipat menjadi lipatan neural,
mengapit keping yang melekuk yaitu lekuk neural. Bagian Pelekukan inilah yang
disebut sebagai neural fold (Sugiyanto, 1996). Terbentunya neural fold atau lebih
sederhananya adalah pematang neural yang merupakan lipatan dari kedua sisi
lempeng neural secara bersamaa akan didiringi dengan terbentuknya neural
groove, atau parit neural. Yaitu bagian paling dasar dari lipatan ektoderm neural
itu sendiri. Kedua lipatan neural akan bertemu dan berfusi di bagian mediodorsal
embrio sehingga terbentuk bumbung neural seperti tampak pada tahap-tahap
pembentukan bumbung neural (Surjono, 2003).
18
alas menjadi baji (wedge saped) yang disebut “median hinge” (MH) atau engsel.
sehingga terjadi pelekukan di bagian atas tersebut. Pada sisi dorsolateral terdapat
dorsolateral hinge (DLH) atau engsel dorsolateral juga menyebabkan pelekukan
dan membantu bersatunya kedua lipatan hingga terbentuk bumbung neural.
Rongga didalam bumbung neural dinamakan neurosoel. Saluran ini untuk
sementara berhubungan dengan arkenteron melalui satu saluran pendek yang yang
disebut kanalis neurenterikus.
Kedua saluran pada kanalis neurenterikus yang masih terbuka disebut
neurophorus anterior dan neurophrus superior. Neurophorus anterior akan
membentuk otak dan bagian- bagiannya dan neurophrus superior akan
membentuk fleksura atau lipatan yang terdapat dalam otak, dan berperan dalam
menentukan daerah-daerah otak. Saluran ini kemudian akan menutup rongga
saluran neural dan rongga arkenteron terpisah satu sama lain (Surjono, 2003).
Pada akhir pembentukan bumbung neural, embrio sudah memanjang dan dapat
dibedakan menjadi bagian kepala dan badan. Pemisahan bumbung neural dengan
ektoderm di atasnya disebabkan karena E-chaderin yang dihasilkan oleh ektoderm
permukaan dan bumbung neural terhenti. Pada bumbung neural akan digantika
oleh N-chaderin yang mengikat antarsel bumbung neural (Lestrari, et al., 2013).
Nerulasi pada katak merupakan neurulasi primer (Lestrari, et al., 2013).
Dimana neural tube terbentuk akibat adanya proses pelekukan atau invaginasi dari
lapisan ektoderm neural yang diinisiasi oleh nothocord. Cara ini paling umum
ditemukan diantara berbagai kelompok hewan, yaitu amfibia, reptilia, aves dan
mamalia termasuk manusia.
Diferensiasi dari bumbung neural membentuk sistem saraf pusat terjadi
secara bersamaan dalam tiga cara yang berbeda. (1) Pada tingkat anatomis,
bumbung neural menonjolan dan penyempittan lumen untuk membentuk bilik
otak dan sumsum tulang belakang. (2) Pada tingkat jaringan, populasi sel dalam
dinding tabung saraf mengatur ulang sel-selnya untuk membentuk wilayah
fungsional yang berbeda dari otak dan sumsum tulang belakang. Akhirnya, (3)
pada tingkat sel, sel neuroepithelial berdiferensiasi menjadi berbagai jenis neuron
dan sel pendukung (glia) dalam tubuh (Sugiyanto, 1996).
19
Pembentukan bumbung neural dimulai dari anterior dan berbentuk lurus.
Ketika bagian anterior ini mulai membentuk otak , pada posteriornya belum
mmbentuk bumbung neural. Otak ini akan berkembang menjadi prosensefalon
yang akan terbentuk penonjolan menjadi vesikula optik yang disertai proses
penutupan bagian posterior bumbung neural. Prosenfalon akan menjadi
telensefalon di bagian arterior, berkembang menjadi otak besar (serebrum) dan
diensefalon di bagian posterior, berkembang menjadi epifise. Metensefalon dan
mielensefalon sulit dibedakan pada katak. Rhombensefalon akan menjadi
serebelum (otak kecil) (Lestari, et al., 2013)
20
KESIMPULAN
1. Perkembangan embrio diawali dengan fertilisasi. Fertilisasi adalah
penggabungan spermatozoon dengan sel telur membentuk zigot.
Fertilisasi katak merupakan fertilisasi eksternal (terjadi di luar tubuh).
2. Berdasarkan tipe yolk, pembelahan zigot pada katak termasuk telolesital.
Tahapan pembelahan pada amphibia dimulai dari pasca fertilisasi masuk
tahap blastulasi, kemudian gastrulasi, dan terakhir organogenesis.
3. Blastulasi merupakan proses pemebentukan blastula yang menghasilkan
sel-sel blastoderm akan terdiri dari neural,epidermal dan mesodermal.
4. Gastrulasi merupakan fase yang mengasilkan tiga lapisan lembaga yaitu
ectoderm sebagai lapisan paling luar, endoderm sebagai lapisan dalam
dalam dan mesoderm yang merupakan lapisan diantara keduanya melalui
proses invaginasi sel-sel botol dan involusi pada bibir blastoporus
5. Tahapan neurulasi pada amphibi primer. Bumbung neural bagian depan
akan berkembang menjadi otak dan bagian belakang akan menjadi sum-
sum tulang belakang.
21
DAFTAR RUJUKAN
Campbell, Neiil .A., J.B. Reece., L.A. Urry., dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan
Jilid 3. Erlangga : Jakarta
Gilbert, S.F. 2010. Developmental Biology. 6ed Sinauer Associates, Inc.
Massachusetts
Jessell, dan Sanes. 2002. Principles of Neuroscience 4th edition. New York : E.
Kandel editorKotpal, R.L. 2009. Modern Text Book Of Zoology
Vertebrates (Animal Diversity). New Delhi : Rastogi Publications
Lestari, U., Tenzer, A., Handayani, N., dan Gofur, A. 2013. Struktur dan
Perkembangan Hewan II. Malang : Universitas Negeri Malang.
O’day, D. H. 2010. Neurulation: making the brain and spinal cord. Toronto :
University of Toronto.
Puja, I Ketut et al. 2010. Embriologi Modern. Denpasar: Udayana
University Press.
Reece, J.B., Taylor, M.R., Simon, E.J., dan Dickey, J.L. 2012. Campbell Biology
Concepts & Connections Seventh Edition. Sun Francisco : Pearson
Education, Inc.
Sastry, K.V.1997. Embryogenesis of Frog. Developmental biology.
Sudarwati, Sri & Lien A. Sutasurya. 1990. Dasar-Dasar Perkembangan Hewan.
Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Teknologi Bandung.
Sugiyanto. 1996. Perkembangan Hewan. Yokyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Surjono, Dr. Tien Wati, M.S, dkk.,. 2001. Buku Materi Pokok
Perkembangan Hewan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Surjono, W. T. 2003. Perkembangan Hewan. Malang : Universitas Terbuka.
Tenzer, Amy., Judani, Titi., Handayani, Nursasi., dan Lestari, Umie. 2001.
Petunjuk Praktikum Struktur Hewan. Malang: FMIPA UM
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embyologi. Bandung: Tarsito.
22