Oleh :
Cindy Nur A. R 3612100009
Amalia Puspasari 3612100019
Yuliastika M 3612100030
Fonita A 3612100069
2015
i
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal
terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral”. Makalah ini disusun dengan
tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan. Dalam
menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
Perencanaan Wilayah.
2. Vely Kukinul Siswanto, ST,MT,MSc. selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
Perencanaan Wilayah.
3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
ii
Daftar Isi
Daftar Gambar
Gambar1. Ilustrasi Keterkaitan Antara Perencanaan Perdesaan dengan RTRW ................ 20
Daftar Tabel
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari
berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai
tujuan tertentu di masa mendatang. Perencanaan berhubungan dengan masa yang akan
datang, implikasi: perencanaan sangat berkaitan dengan: proyeksi/prediksi, penjadwalan
kegiatan, monitoring dan evaluasi. Merencanakan berarti memilih: memilih berbagai
alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik, dan memilih cara/kegiatan untuk
mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan; (2) untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; (3) yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Dalam melaksanakan
pembangunan nasional/daerah, ada 2 (dua) acuan yaitu Rencana Pembangunan dan
Rencana Tata Ruang Wilayah. Kedua rencana tersebut sering tidak sinergi, salah satunya
akan menyebabkan pembangunan antar sektor tidak sinergis.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas keterkaitan atau integrasi antara
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal
terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral.
BAB III KESIMPULAN berisi tentang kesimpulan dari penulisan makalah ini.
1
BAB II PEMBAHASAN
Selain itu terdapat pula pendapat beberapa ahlo terkait dengan kebijakan diantaranya :
2
mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yang
memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan.
Menurut Budiardjo (1988): kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil
oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Carter V. Good (1959): kebijakan adalah sebuah pertimbangan yang
didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang
bersifat situasional, untuk mengoperasikan perencanaan yang bersifat umum dan
memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan.
Menurut Indrafachrudi (1984): kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang
menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau
pengelolaan.
Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.
Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman (untuk)
bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas
tertentu atau suatu rencana.
Menurut KBBI: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara
bertindak (tetang perintah, organisasi, dan sebagainya).
Menurut Anderson: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang
dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu
masalah.
Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang
dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk
mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan
pedoman perilaku dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus
dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan, (2)
penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam
hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran
yang dimaksudkan.
3
2.1.1 Pengertian Kebijakan Perencanaan Wilayah
a. Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah
4
menggerakkan suatu perubahan dalam sekala yang paling kecil atau sekala yang paling
besar. Kebijakan terkait wilayah akan menjadi aturan legal yang mengikat.
Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia adalah Undang-Undang
No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Ruang Lingkup
Perencanaan (UU25/2004):
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-Nasional)
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional)
3. Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL) Peraturan Pimpinan KL
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres
5. Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (Renja KL) Peraturan Pimpinan KL
5
Terhadap kelompok yang homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa
digunakan untuk kelompok tersebut. Misalnya, untuk menganalisis sektor pertanian, sektor
tersebut dapat dibagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan rakyat,
subsektor perkebunan besar, dan seterusnya.
Untuk masing-masing subsektor dapat lagi diperinci atas dasar komoditi, misalnya
untuk subsektor bahan makanan dapat diperinci atas komoditi beras, kacang-kacangan,
sayur-sayuran, dan sebagainya. Analisis atas masing-masing komoditi lebih mudah baik dari
aspek produksi maupun aspek pemasarannya karena literatur ilmiah maupun penyampaian
informasi sering dilaksanakan atas dasar komoditi/sektor. Setelah komoditi per komoditi
diketahui dengan jelas, dengan metode agregasi (pertambahan), akhirnya dapat
disimpulkan tentang keadaan per subsektor dan selanjutnya keadaan keseluruhan sektor.
Pendekatan sektoral dengan metode agregasi memiliki risiko kehilangan gambaran latar
belakang yang mendukung produksi sektoral tersebut. Misalnya dalam proyeksi produksi,
bisa jadi masing-masing komoditi diproyeksi secara terpisah tanpa memperhatikan proyeksi
komoditi lainnya. Dapat terjadi bahwa hasil proyeksi itu tidak realistic karena input yang
mendukung proyeksi tersebut dapat dipakai oleh berbagai komoditi/kegiatan sekaligus. Ada
kemungkinan bahwa proyeksi untuk berbagai komoditi tersebut tidak dapat tercapai karena
apabila input untuk seluruh komoditi/kegiatan dijumlahkan maka jumlahnya sudah lebih dari
apa yang tersedia (terutama untuk input yang persediaannya terbatas seperti lahan, tenaga
kerja, dan modal). Untuk menghindari hal ini maka harus juga dibuat analisis berbagai sektor
sekaligus, terutama kebutuhan input-nya.
Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total
dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan
antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis
masukan-keluaran (input-output analysis). Dalam analisis ini terlebih dahulu dibuat tabel
masukan-keluaran (input-output table) antara sektor-sektor (biasanya antar kelompok
industri). Perubahan pada satu sektor (industri) secara otomatis akan mendorong perubahan
pada sektor (industri) lainnya. Perubahan ini memiliki sifat pengganda (multiplier) karena
akan terjadi beberapa kali putaran perubahan, dimana putaran yang terakhir sudah begitu
kecil pengaruhnya, sehingga bisa diabaikan. Analisis masukan-keluaran ini baru bisa
digunakan apabila tabel masukan-keluaran untuk daerah tersebut sudah tersedia.
Pembuatan tabel yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya cukup rumit,
pengumpulan data memerlukan biaya besar serta diperlukan analisis yang komprehensif.
Tabel masukan-keluaran untuk ekonomi nasional sudah ada, pertama sekali dibuat tahun
1971 dan sudah direvisi beberapa kali. Untuk wilayah Sumatra Utara maka tabel input-
output dibuat pertama kali untuk tahun 1990 dan kembali dibuat untuk tahun 2000.
6
Apabila tabel koefisien input dari berbagai sektor yang saling terkait dapat dibuat,
selanjutnya dapat diolah untuk menghasilkan tabel matriks pengganda. Setelah tabel
matriks pengganda tersedia, apabila kita dapat memproyeksikan permintaan akhir sektor-
sektor yang dominan, dengan proses tertentu, pertumbuhan keseluruhan sektor dapat
diproyeksikan. Hal yang sama dapat juga dilakukan untuk kebutuhan tenaga kerja, modal,
dan lahan. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa input-input yang dibutuhkan masih
cukup tersedia atau sudah tidak mencukupi lagi sehingga proyeksi perlu direvisi.
Perencanaan ekonomi regional di Indonesia masih jarang yang menggunakan metode
masukan-keluaran karena membutuhkan data yang banyak dan rumit dan belum tentu
akurat. Lagi pula perencana wilayah masih sedikit yang berpengalaman untuk
menggunakan metode tersebut.
Metode ini jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan analisis masukan-
keluaran dan dapat dilakukan oleh tiap-tiap daerah yang telah memiliki perhitungan
pendapatan regional bagi daerahnya. Kelemahan metode ini adalah bahwa pada
kenyataannya kadang-kadang ada sektor jasa yang merupakan faktor pendorong
7
pertumbuhan daerah termasuk pendorong pertumbuhan sektor barang. Apabila peranan
sektor pariwisata cukup menonjol di suatu daerah, sektor ini harus diperhitungkan sebagai
sektor dasar dan dikelompokkan ke dalam sektor yang menunjang pertumbuhan sektor
lainnya. Demikian pula, apabila sektor perdagangan di suatu perkotaan merupakan pusat
perdagangan daerah-daerah sekitarnya maka perkembangannya tidak ditentukan oleh
perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu saja melainkan juga oleh
perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu dan di daerah sekitarnya. Jadi, dari
sektor jasa yang ada perlu dilihat apakah memang tergantung dari sektor penghasil barang
di daerah itu atau dapat dianggap independen dan harus diramalkan secara terpisah. Selain
itu dalam pemakaian metode ini, perlu berhati-hati dalam meramalkan pertumbuhan sektor
penghasil barang, terutama kemungkinan telah berkelebihan dalam penggunaan input yang
terbatas (penggunaan input melebihi dari apa yang tersedia) seperti modal, lahan, dan
tenaga kerja.
Atas dasar berbagai criteria tersebut di atas, dapat ditetapkan skala prioritas tentang
sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan sasaran
yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan
pembangunan wilayah, karena keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran
pemerintah.
8
desa, sehingga seakan-akan faktor ruang telah terpenuhi. Hal ini belum memenuhi
pendekatan regional karena pendekatan regional memiliki segi-segi tersendiri.
Analisis regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atas
aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk penggunaan
ruang di masa yang akan dating. Analisis regional (spasial) didasarkan pada anggapan
bahwa perpindahan orang dan barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan
bahwa orang (juga modal) akan berpindah berdasarkan daya tarik (attractiveness) suatu
daerah yang lebih kuat dari daerah lain. Pendekatan regional adalah pendekatan yang
memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan
potensi dan daya tariknya masing-masing. Hal inilah yang membuat mereka saling menjalin
hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Jadi, perlu dilihat dan
dianalisis dinamisme pergerakan dari faktor-faktor produksi (kecuali alam), yaitu bergerak
dari suatu daerah ke daerah lain. Daya tarik ittu sendiri berupa potensi dan peluang-peluang
yang lebih tinggi di suatu daerah disbanding dengan daerah lain. Memang analisis sektoral
yang diperinci menurut satuan daerah yang lebih kecil diperlukan sebagai masukan dalam
analisis regional untuk menentukan daya tarik masing-masing bagian wilayah tersebut.
Dalam analisis regional misalnya, tidak diramalkan bahwa pertambahan penduduk secara
alamiah di kecamatan X akan tetap tinggal disitu sampai batas jangka perencanaan
(misalnya sampai lima tahun mendatang) dan tidak aka nada penduduk luar yang akan
pindah ke kecamatan tersebut.
9
Analisis regional berusaha meramalkan penduduk berdasarkan daya tarik setiap
satuan wilayah. Pada dasarnya pergeseran penduduk sekaligus menggambarkan
pergeseran faktor-faktor produksi karena pergeseran penduduk selalu disertai atau
disebabkan oleh pergeseran modal dan keahlian. Jadi, pertambahan riil suatu daerah
adalah pertumbuhan faktor-faktor produksi yang ada di daerah ditambah faktor produksi
yang datang dari luar daerah dikurangi faktor produksi yang keluar dari daerah tersebut.
10
Pendekatan ruang adalah pendekatan dengan memperhatikan :
1. Struktur ruang saat ini;
2. Penggunaan lahan saat ini; dan
3. Kaitan suatu wilayah terhadap wilayah tetangga.
Perubahan struktur ruang atau penggunaan lahan dapat terjadi karena investasi
pemerintah atau investasi pihak swasta. Keberadaan dan lokasi swasta perlu mendapat izin
pemerintah. Hal ini penting agar pemerintah dapat mengarahkan struktur tata ruang atau
penggunaan lahan yang menguntungkan dan mempercepat tercapainya sasaran
pembangunan. Sasaran pembangunan dapat berupa peningkatan pendapatan masyarakat,
penambahan lapangan kerja, pemerataan pembangunan wilayah, terciptanya struktur
perekonomian yang kokoh, terjaganya kelestarian lingkungan, serta lancarnya arus
pergerakan orang dan barang ke seluruh wilayah, termasuk ke wilayah tetangga.
Pada sisi lain, seandainya ada pihak swasta yang ingin menanamkan investasinya
maka dapat diperkirakan pengaruhnya terhadap wilayah sekitarnya dan menetapkan
fasilitas apa yang perlu dibangun dalam mengantisipasi perkembangan yang ditimbulkan
oleh investasi tersebut.
11
3. Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang perlu dibangun
untuk mendukung perubahan struktur ruang tersebut.
4. Perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial (sekolah, rumah sakit, jaringan listrik,
jaringan telepon, dan penyediaan air bersih) yang seimbang pada pusat-pusat
permukiman dan pusat berbagai kegiatan ekonomi yang berkembang.
5. Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan mode transportasi) yang akan
menghubungkan berbagai pusat kegiatan atau permukiman secara efisien.
Perlu dicatat bahwa pada waktu pendekatan sektoral, kebutuhan berbagai fasilitas
sosial seperti : sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, jaringan telepon, penyediaan air bersih,
dan lain-lain telah dibahas sesuai dengan sektornya masing-masing. Namun, pada waktu itu
yang dibahas adalah permasalahan dan perkiraan kebutuhan (berupa proyeksi), sedangkan
mengenai dimana lokasi proyek yang akan dibangun, dibahas secara lebih konkret pada
waktu pendekatan regional.
Pendekatan regional saja juga tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro
wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor per sektor apalagi komoditi per
komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan mampu menjelaskan, misalnya komoditi apa
yang akan dikembangkan, berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan
komoditi tersebut, apakah input untuk pengembangannya masih cukup, serta bagaimana
tingkah laku para pesaing. Atas dasar alasan tersebut, pendekatan pembangunan wilayah
haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional.
12
Tabel 1. Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral
13
perencanaan wilayah adalah pola tata ruang wilayah yang digambarkan dalam suatu peta
penggunaan lahan.
1. Yang dibahas
dalam RTRW
Nasional Undang-
Penetapan
diantaranya : Undang
strategi dan
Penataan
arahan
1. Penggambaran Ruang (UUPR)
RTRW NASIONAL kebijaksanaan
struktur tata No. 24 Tahun
pemanfaatan
ruang nasional 1992 Tentang
ruang wilayah
2. Penetapan Penataan
nasional
kawasan yang Ruang
perlu
dilimndungi
14
3. Pemberian
indikasi
penggunaan
ruang budidaya
dan arahan
permukiman
dalam skala
nasional
4. Penentuan
kawasan yang
diprioritaskan
5. Penentuan
kawasan
tertentu yang
memiliki bobot
nasional
6. Perencanaan
jaringan
penghubung
dalam skala
nasional
2. Yang dibahas
dalam RTRW
Provinsi diantaranya
:
Undang-
Penetapan
Undang
strategi dan 1. Arahan
Penataan
arahan pengelolaan
Ruang (UUPR)
RTRW PROVINSI kebijaksanaan kawasan lindung
No. 24 Tahun
pemanfaatan dan budidaya
1992 Tentang
ruang wilayah 2. Arahan
Penataan
provinsi pengelolaan
Ruang
kawasan
perdesaan,
kawasan
perkotaan, dan
15
kawasan
tertentu
3. Arahan
pengembangan
kawasan
permukiman,
kehutanan,
pertanian,
pertambanhan,
perindustrian,
pariwisata, dan
kawasan
lainnya.
4. Arahan
pengembangan
sistem pusat
permukiman
perdesaan dan
perkotaan
5. Arahan
pengembangan
sistem
prasarana
wilayah
6. Arahan
pengembangan
kawasan yang
diprioritaskan
7. Araha kebijakan
tata guna tanah,
tata guna air,
tata guna udara,
dan tata guna
sumber daya
alam lainnya.
16
KABUPATEN/KOTA penggunaan dalam RTRW Undang
ruang pada Kabupaten/Kota Penataan
tingkat provinsi dian” Ruang (UUPR)
disertai strategi No. 24 Tahun
1. Penetapan
pengelolaan 1992 Tentang
Kawasan
kawasan Penataan
Lindung
tersebut. Ruang
2. Penetapan
kawasan
budidaya yang
diatur
3. Penetapan
kawasan
budidaya yang
diarahkan
4. Kawasan
budidaya yang
dibebaskan
5. Hirarki
Perkotaan
6. Pengelolaan
Wilayah
Perdesaan
7. Sistem
Prasarana
Wilayah
8. Kawasan yang
diprioritaskan
pengembangan
nya
9. Penatagunaan
tanah, air,
udara, dan
sumberdaya
alam lainnya
17
pembangunan dalam RUTRK Menteri PU No.
kota untuk diantaranya : 640/KPTS/1986
mencapai tata BAB III
1. Kebijaksanaan
riang kota yang
pemanfaatan
diinginkan dalam
ruang kota
kurun waktu
2. Rencana
tertentu
pemanfaatan
ruang kota
3. Rencana
struktur
pelayanan
kegiatan kota
4. Rencana sistem
transportasi
5. Rencana sistem
jaringa utilitas
kota
6. Rencana
kepadatan
bangunan
7. Rencana
ketinggian
bangunan
8. Rencana
pemanfaatan air
baku
9. Rencana
penanganan
lingkungan kota
10. Tahapan
pelaksanaan
pembangunan
11. Indikasi unit
pelayanan kota
18
PEMBANGUNAN memberikan terbagi menjadi 3 Undang Nomor
JANGKA MENENGAH) arahan dan buku yang saling 25 Tentang
kebijakan terkait. Buku I Sistem
penyelenggaraan RPJMN memuat Perencanaan
pemerintahan Prioritas, Fokus Pembangunan
dan menjamin Priorias, dan Nasional
keterpaduan dan Kegiatan Prioritas
Dan Undang –
kesinambungan yang bersifat
Undang Terkait
pembangunan Nasional. Buku II
Lainnya
berkelanjutan RPJMN memuat
Prioritas, Fokus
Prioritas, dan
Kegiatan Prioritas
Bidang. Buku III
berisi rencana
pengembangan
wilayah pulau, dan
keterkaitan
Nasional-Regional
yaitu melihat
strategi kebijakan
pembangunan
Bidang
19
Begitu juga dengan Penyusunan RPJMD harus memperhatikan dan
mempertimbangkan struktur dan pola penataan ruang yang sesuai dengan RTRW sebagai
dasar untuk menetapkan lokasi program pembangunan yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang pada wilayah perencanaan.
Dalam hal ini yang akan dibahas adalah keterkaitan antara perencanaan perdesaan
dengan RTRW. Perencanaan perdesaan terdapat pada setiap tingkatan RTRW. Berikut ini
gambar yang mengilustrasikan keterkaiatan antara perencanaan perdesaan dengan RTRW :
20
BAB III KESIMPULAN
21
Daftar Pustaka
22