Anda di halaman 1dari 25

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI

INDONESIA DALAM SKALA NASIONAL, WILAYAH,


DAN LOKAL TERKAIT DENGAN RTRW, RPJM,
RENCANA-RENCANA SEKTORAL

Oleh :
Cindy Nur A. R 3612100009
Amalia Puspasari 3612100019
Yuliastika M 3612100030
Fonita A 3612100069

Pereencanaan Wilayah Dan Kota


Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2015
i
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal
terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral”. Makalah ini disusun dengan
tujuan memenuhi tugas kelompok mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan. Dalam
menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg. selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
Perencanaan Wilayah.
2. Vely Kukinul Siswanto, ST,MT,MSc. selaku dosen pengajar dalam mata kuliah
Perencanaan Wilayah.
3. Pihak lain yang turut membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
perbaikan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan masyarakat pada umumnya.

Surabaya , April 2015

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ......................................................................................................................ii


Daftar Isi ............................................................................................................................... iii
Daftar Gambar ...................................................................................................................... iii
Daftar Tabel .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Kebijakan Perencanaan Wilayah ................................................................................. 2
2.1.1 Pengertian Kebijakan Perencanaan Wilayah ............................................................ 4
2.2 Pedekatan Sektoral Dan Pendekatan Regional ........................................................... 5
2.3 Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Sektoral................................... 12
2.4 Perbedaan Antara Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Kota ............................. 13
2.5 Persamaan antara Perencanaan Nasional, Perencanaan Wilayah, dan Perencanaan
Kota ................................................................................................................................. 13
2.6 Substansi dan keterkaitan antar dokumen perencanaan ........................................... 14
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................................... 21
Daftar Pustaka .................................................................................................................... 22

Daftar Gambar
Gambar1. Ilustrasi Keterkaitan Antara Perencanaan Perdesaan dengan RTRW ................ 20

Daftar Tabel

Tabel 1. Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral .................................................... 13


Tabel 2. Substansi dan Tujuan Penyusunan Dokumen Perencanaan ................................. 14

iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari
berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai
tujuan tertentu di masa mendatang. Perencanaan berhubungan dengan masa yang akan
datang, implikasi: perencanaan sangat berkaitan dengan: proyeksi/prediksi, penjadwalan
kegiatan, monitoring dan evaluasi. Merencanakan berarti memilih: memilih berbagai
alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik, dan memilih cara/kegiatan untuk
mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan; (2) untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam
jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; (3) yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Dalam melaksanakan
pembangunan nasional/daerah, ada 2 (dua) acuan yaitu Rencana Pembangunan dan
Rencana Tata Ruang Wilayah. Kedua rencana tersebut sering tidak sinergi, salah satunya
akan menyebabkan pembangunan antar sektor tidak sinergis.

Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas keterkaitan atau integrasi antara
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal
terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mahasisiwa mampu memahami Kebijakan
pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan
RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral.

1.3 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang, tujuan dan sistematilka


penulisan.
BAB II PEMBAHASAN berisi tentang kebijaka perencanaan wilaya, perencanaan
pendekatan sektoral dan refional, persamaan, perbedaan, subtansi dan keterkaitan antara
perencanaan nasional, wilayah dan kota.

BAB III KESIMPULAN berisi tentang kesimpulan dari penulisan makalah ini.

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Perencanaan Wilayah


Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak (Balai Pustaka,
2007). Menurut Ealau dan Pewitt (1973) (Edi Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah
ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang
membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) (Edi
Suharto,2008), kebijakan adalah prinsipprinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada
tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai
tujuan tertentu. Menurut Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah
pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya
mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh
seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan
tertentu yang dihadapi (Winarno,Budi,2002).

Selain itu terdapat pula pendapat beberapa ahlo terkait dengan kebijakan diantaranya :

 Menurut Lasswell (1970): kebijakan adalah sebagai suatu program pencapaian


tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals
values and practices).
 Menurut Anderson (1979): kebijakan adalah serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya
untuk memecahkan suatu masalah (a purposive corse of problem or matter of
concern).
 Menurut Heclo (1977): kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja dilaksanakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah.
 Menurut Eulau (1977): kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan
yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan
melaksanakan kebijakan.
 Menurut Amara Raksasa Taya (1976): kebijakan adalah suatu taktik atau strategi
yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
 Menurut Friedrik (1963): kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan
seseorang, group, dan pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan

2
mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yang
memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan.
 Menurut Budiardjo (1988): kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil
oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
 Menurut Carter V. Good (1959): kebijakan adalah sebuah pertimbangan yang
didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang
bersifat situasional, untuk mengoperasikan perencanaan yang bersifat umum dan
memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan.
 Menurut Indrafachrudi (1984): kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang
menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau
pengelolaan.
 Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.
 Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman (untuk)
bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas
tertentu atau suatu rencana.
 Menurut KBBI: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara
bertindak (tetang perintah, organisasi, dan sebagainya).
 Menurut Anderson: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang
dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu
masalah.
 Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang
dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk
mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan
pedoman perilaku dalam (1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus
dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan, (2)
penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam
hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran
yang dimaksudkan.

3
2.1.1 Pengertian Kebijakan Perencanaan Wilayah
a. Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah

Kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat ketergantungan daerah-daerah kepada


pusat semakin tinggi dan nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh
perangkat Pemerintah di daerah. Sementara itu dalam era desentralisasi, partisipasi
masyarakat dan azas keterbukaan cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi
bahwa pelaksanaan prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, terdapat rasa memiliki masyarakat terhadap
kebijakan yang ditetapkan dan muncul komitmen untuk melaksanakannya sehingga
pembangunan yang berkelanjutan dapat diwujudkan.

Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah, telah


memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan
penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah
memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan
kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan
pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya untuk sekedar mengejar
targetnya dalam lingkup “kacamata” masing-masing.

Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan satu


dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai
masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah
yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif.

Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong pengembangan wilayah


dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat ( city as engine of economic growth )
yang berkeadilan sosial ( social justice ) dalam lingkungan hidup yang lestari (
environmentaly sound ) dan berkesinambungan ( sustainability sound ) melalui penataan
ruang.

b. Kebijakan Perencanaan Wilayah


Suatu kebijakan dalam suatu daerah baik propinsi atau kabupaten merupakan suatu
aturan hukum yang diharapkan mampu menjadi acuan dalam pengambilan tindakan.
Kebijakan berupa Perda, Keputusan-keputusan Gubernur/Bupati menjadi acuan paling
detail dalam menjawab permasalahan di daerah.
Kebijakan mampu meberikan dampak positif bagi suatu wilayah, tidak memungkin juga
kebijakan akan memberikan dampak negatif. Sifatnya yang mengikat, mampu

4
menggerakkan suatu perubahan dalam sekala yang paling kecil atau sekala yang paling
besar. Kebijakan terkait wilayah akan menjadi aturan legal yang mengikat.
Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia adalah Undang-Undang
No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Ruang Lingkup
Perencanaan (UU25/2004):
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-Nasional)
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional)
3. Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL) Peraturan Pimpinan KL
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres
5. Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (Renja KL) Peraturan Pimpinan KL

Adapun Peraturan Perundang-undangan di dalam Perencanaan antara lain :

1. Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional (SPPN);
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;
4. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
5. Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional;
6. Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah No 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
8. Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

2.2 Pedekatan Sektoral Dan Pendekatan Regional


2.2.1 Pendekatan Sektoral

Pendekatan sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah


perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per
satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan
dan dimana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Caranya adalah masing-masing
sektor dipreteli (break-down) sehingga terdapat kelompok-kelompok yang bersifat homogen.

5
Terhadap kelompok yang homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa
digunakan untuk kelompok tersebut. Misalnya, untuk menganalisis sektor pertanian, sektor
tersebut dapat dibagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan rakyat,
subsektor perkebunan besar, dan seterusnya.

Untuk masing-masing subsektor dapat lagi diperinci atas dasar komoditi, misalnya
untuk subsektor bahan makanan dapat diperinci atas komoditi beras, kacang-kacangan,
sayur-sayuran, dan sebagainya. Analisis atas masing-masing komoditi lebih mudah baik dari
aspek produksi maupun aspek pemasarannya karena literatur ilmiah maupun penyampaian
informasi sering dilaksanakan atas dasar komoditi/sektor. Setelah komoditi per komoditi
diketahui dengan jelas, dengan metode agregasi (pertambahan), akhirnya dapat
disimpulkan tentang keadaan per subsektor dan selanjutnya keadaan keseluruhan sektor.
Pendekatan sektoral dengan metode agregasi memiliki risiko kehilangan gambaran latar
belakang yang mendukung produksi sektoral tersebut. Misalnya dalam proyeksi produksi,
bisa jadi masing-masing komoditi diproyeksi secara terpisah tanpa memperhatikan proyeksi
komoditi lainnya. Dapat terjadi bahwa hasil proyeksi itu tidak realistic karena input yang
mendukung proyeksi tersebut dapat dipakai oleh berbagai komoditi/kegiatan sekaligus. Ada
kemungkinan bahwa proyeksi untuk berbagai komoditi tersebut tidak dapat tercapai karena
apabila input untuk seluruh komoditi/kegiatan dijumlahkan maka jumlahnya sudah lebih dari
apa yang tersedia (terutama untuk input yang persediaannya terbatas seperti lahan, tenaga
kerja, dan modal). Untuk menghindari hal ini maka harus juga dibuat analisis berbagai sektor
sekaligus, terutama kebutuhan input-nya.

Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total
dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan
antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis
masukan-keluaran (input-output analysis). Dalam analisis ini terlebih dahulu dibuat tabel
masukan-keluaran (input-output table) antara sektor-sektor (biasanya antar kelompok
industri). Perubahan pada satu sektor (industri) secara otomatis akan mendorong perubahan
pada sektor (industri) lainnya. Perubahan ini memiliki sifat pengganda (multiplier) karena
akan terjadi beberapa kali putaran perubahan, dimana putaran yang terakhir sudah begitu
kecil pengaruhnya, sehingga bisa diabaikan. Analisis masukan-keluaran ini baru bisa
digunakan apabila tabel masukan-keluaran untuk daerah tersebut sudah tersedia.
Pembuatan tabel yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya cukup rumit,
pengumpulan data memerlukan biaya besar serta diperlukan analisis yang komprehensif.
Tabel masukan-keluaran untuk ekonomi nasional sudah ada, pertama sekali dibuat tahun
1971 dan sudah direvisi beberapa kali. Untuk wilayah Sumatra Utara maka tabel input-
output dibuat pertama kali untuk tahun 1990 dan kembali dibuat untuk tahun 2000.

6
Apabila tabel koefisien input dari berbagai sektor yang saling terkait dapat dibuat,
selanjutnya dapat diolah untuk menghasilkan tabel matriks pengganda. Setelah tabel
matriks pengganda tersedia, apabila kita dapat memproyeksikan permintaan akhir sektor-
sektor yang dominan, dengan proses tertentu, pertumbuhan keseluruhan sektor dapat
diproyeksikan. Hal yang sama dapat juga dilakukan untuk kebutuhan tenaga kerja, modal,
dan lahan. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa input-input yang dibutuhkan masih
cukup tersedia atau sudah tidak mencukupi lagi sehingga proyeksi perlu direvisi.
Perencanaan ekonomi regional di Indonesia masih jarang yang menggunakan metode
masukan-keluaran karena membutuhkan data yang banyak dan rumit dan belum tentu
akurat. Lagi pula perencana wilayah masih sedikit yang berpengalaman untuk
menggunakan metode tersebut.

Suatu metode pendekatan sektoral yang mengarah kepada analisis masukan-


keluaran telah pernah dicoba oleh Leknas dalam menyusun Pola Makro Repelita III Sumatra
Utara (Tamba, cs. 1978). Dalam metode ini, sektor-sektor dibagi atas sektor penghasil
barang (goods sector) dan sektor lainnya (service sector). Dalam metode ini dibuat suatu
anggapan bahwa perkembangan pada sektor-sektor penghasil barang akan mendorong
perkembangan sektor lainnya. Jadi, ada suatu korelasi yang nyata antara pertumbuhan
kelompok sektor penghasil barang dengan masing-masing sektor lainnya. Sektor penghasil
barang adalah sektor pertanian, sektor perindustrian, dan sektor pertambangan. Dari
perkembangan masa lalu dapat dicarikan persamaan regresi antara kelompok sektor
penghasil barang dengan masing-masing sektor lainnya. Untuk meramalkan pertumbuhan
ekonomi Sumatra Utara, terlebih dahulu diramalkan pertumbuhan masing-masing sektor
penghasil barang. Dalam peramalan ini, tiap-tiap sektor dipreteli sampai kepada masing-
masing jenis komoditi. Untuk tiap komoditi dilihat perkembangannya, potensi yang masih
bisa digarap dan faktor pembatas untuk pengembangannya. Dari data yang tersedia
kemudian diadakan proyeksi dalam berbagai scenario, masing-masing scenario disertai
dengan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mewujudkan proyeksi dalam skenario
tersebut. Dari tiap-tiap skenario kemudian dipilih yang paling mungkin untuk dilaksanakan
setelah memperhatikan keterbatasan yang dihadapi untuk sektor tersebut. Dengan metode
agregasi, perkembangan masing-masing sektor penghasil barang dapat diramalkan. Setelah
kelompok sektor penghasil barang dapat diramalkan, pertumbuhan masing-masing sektor
lainnya diramalkan berdasarkan persamaan regresi masa lalu.

Metode ini jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan analisis masukan-
keluaran dan dapat dilakukan oleh tiap-tiap daerah yang telah memiliki perhitungan
pendapatan regional bagi daerahnya. Kelemahan metode ini adalah bahwa pada
kenyataannya kadang-kadang ada sektor jasa yang merupakan faktor pendorong

7
pertumbuhan daerah termasuk pendorong pertumbuhan sektor barang. Apabila peranan
sektor pariwisata cukup menonjol di suatu daerah, sektor ini harus diperhitungkan sebagai
sektor dasar dan dikelompokkan ke dalam sektor yang menunjang pertumbuhan sektor
lainnya. Demikian pula, apabila sektor perdagangan di suatu perkotaan merupakan pusat
perdagangan daerah-daerah sekitarnya maka perkembangannya tidak ditentukan oleh
perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu saja melainkan juga oleh
perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu dan di daerah sekitarnya. Jadi, dari
sektor jasa yang ada perlu dilihat apakah memang tergantung dari sektor penghasil barang
di daerah itu atau dapat dianggap independen dan harus diramalkan secara terpisah. Selain
itu dalam pemakaian metode ini, perlu berhati-hati dalam meramalkan pertumbuhan sektor
penghasil barang, terutama kemungkinan telah berkelebihan dalam penggunaan input yang
terbatas (penggunaan input melebihi dari apa yang tersedia) seperti modal, lahan, dan
tenaga kerja.

Dalam pendekatan sektoral, untuk tiap sektor/komoditi, semestinya dibuat analisis


sehingga dapat member jawaban tentang :
1. Sektor/komoditi apa yang memiliki competitive advantage di wilayah tersebut,
artinya komoditi tersebut dapat bersaing di pasar global;
2. Sektor/komoditi apa yang basis dan nonbasis;
3. Sektor/komoditi apa yang memiliki nilai tambah yang tinggi;
4. Sektor/komoditi apa yang memiliki forward linkage dan backward linkage yang
tinggi;
5. Sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan minimal
wilayah tersebut;
6. Sektor/komoditi apa yang banyak menyerap tenaga kerja per satu satuan modal
dan per satu hektar lahan.

Atas dasar berbagai criteria tersebut di atas, dapat ditetapkan skala prioritas tentang
sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan sasaran
yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan
pembangunan wilayah, karena keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran
pemerintah.

2.2.2 Pendekatan Regional

Pendekatan regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral walaupun tujuan


akhirnya adalah sama. Pendekatan sektoral adalah pendekatan yang pada mulanya
mengabaikan faktor ruang (spasial). Memang pendekatan sektoral dapat diperinci atas
daerah yang lebih kecil, misalnya analisis sektoral per kabupaten, per kecamatan, atau per

8
desa, sehingga seakan-akan faktor ruang telah terpenuhi. Hal ini belum memenuhi
pendekatan regional karena pendekatan regional memiliki segi-segi tersendiri.

Pendekatan sektoral lebih dahulu memperhatikan sektor/komoditi yang kemudian


setelah dianalisis, menghasilkan proyek-proyek yang diusulkan untuk dilaksanakan. Setelah
proyeknya diketahui, barulah dipikirkan dimana lokasi proyek tersebut. Pendekatan regional
dalam pengertian sempit adalah memperhatikan ruang dengan segala kondisinya. Setelah
melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang yang belum dimanfaatkan atau
penggunaannya masih belum optimal, kemudian direncanakan kegiatan apa sebaiknya
diadakan pada lokasi tersebut. Dengan demikian, penggunaan ruang menjadi serasi dan
efisien agar member kemakmuran yang optimal bagi masyarakat. Dari uraian di atas
diketahui bahwa sasaran akhir kedua pendekatan tersebut adalah sama, yaitu menentukan
kegiatan apa pada lokasi mana. Perbedaannya hanya terletak pada cara memulai dan sifat
analisisnya. Pendekatan regional dalam pengertian lebih luas, selain memperhatikan
penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi
kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta
merencanakan jaringan-jaringan penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat
dihubungkan secara efisien.

Analisis regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis atas
aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas bentuk penggunaan
ruang di masa yang akan dating. Analisis regional (spasial) didasarkan pada anggapan
bahwa perpindahan orang dan barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan
bahwa orang (juga modal) akan berpindah berdasarkan daya tarik (attractiveness) suatu
daerah yang lebih kuat dari daerah lain. Pendekatan regional adalah pendekatan yang
memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan
potensi dan daya tariknya masing-masing. Hal inilah yang membuat mereka saling menjalin
hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Jadi, perlu dilihat dan
dianalisis dinamisme pergerakan dari faktor-faktor produksi (kecuali alam), yaitu bergerak
dari suatu daerah ke daerah lain. Daya tarik ittu sendiri berupa potensi dan peluang-peluang
yang lebih tinggi di suatu daerah disbanding dengan daerah lain. Memang analisis sektoral
yang diperinci menurut satuan daerah yang lebih kecil diperlukan sebagai masukan dalam
analisis regional untuk menentukan daya tarik masing-masing bagian wilayah tersebut.
Dalam analisis regional misalnya, tidak diramalkan bahwa pertambahan penduduk secara
alamiah di kecamatan X akan tetap tinggal disitu sampai batas jangka perencanaan
(misalnya sampai lima tahun mendatang) dan tidak aka nada penduduk luar yang akan
pindah ke kecamatan tersebut.

9
Analisis regional berusaha meramalkan penduduk berdasarkan daya tarik setiap
satuan wilayah. Pada dasarnya pergeseran penduduk sekaligus menggambarkan
pergeseran faktor-faktor produksi karena pergeseran penduduk selalu disertai atau
disebabkan oleh pergeseran modal dan keahlian. Jadi, pertambahan riil suatu daerah
adalah pertumbuhan faktor-faktor produksi yang ada di daerah ditambah faktor produksi
yang datang dari luar daerah dikurangi faktor produksi yang keluar dari daerah tersebut.

Dalam analisis regional sangat perlu diperhatikan kemungkinan munculnya proyek-


proyek besar yang baru atau perluasan proyek yang sudah ada dan kemudian
mengantisipasi perubahan yang ditimbulkannya terhadap lingkungan maupun terhadap
daerah tetangga di sekitarnya. Sebaliknya, perubahan besar di daerah tetangga dapat
mempengaruhi perekonomian di daerah sekitarnya. Perubahan itu dapat berakibat positif
maupun negatif. Faktor daya tarik ini kadang-kadang mendorong pemerataan pertumbuhan
antar daerah di satu wilayah tetapi di wilayah lain malah menimbulkan makin parahnya
kepincangan pertumbuhan antar daerah. Dalam perencanaan pembangunan hal ini perlu
dipertimbangkan sejak awal. Hal itu penting untuk menghindari makin pincangnya
pertumbuhan antar daerah maupun untuk menghitung kebutuhan riil suatu fasilitas di daerah
tertentu karena pertumbuhan penduduk bisa sangat jauh berbeda dengan pertumbuhan di
masa lalu.

Pendekatan regional adalah pendekatan ekonomi dan pendekatan ruang.


Pendekatan ekonomi terutama untuk cabang ekonomi regional dan dapat dipakai berbagai
peralatan analisis baik dari ekonomi umum/ekonomi pembangunan, atau lebih khusus
ekonomi regional untuk melihat arah perkembangan suatu daerah di masa yang akan
dating. Berbagai model analisis yang bisa diterapkan, antara lain teori yang menyangkut
pertumbuhan ekonomi daerah, analisis competitiveness dari sektor-sektor yang ada di suatu
wilayah, model gravitasi, hubungan kota dengan daerah belakangnya, berbagai teori lokasi,
hubungan interregional, dan lain-lain. Analisis ekonomi regional dapat memberi jawaban
atas sektor mana yang perlu dikembangkan serta tingkat prioritas pengembangannya. Akan
tetapi, belum mampu menjawab pertanyaan, seperti di lokasi mana sektor itu
dikembangkan, berapa luas lahan yang digunakan, serta besarnya prasarana atau fasilitas
sosial yang perlu dibangun dan berikut lokasinya.

Analisis ekonomi regional kemudian dikombinasikan dengan pendekatan tata ruang,


sehingga harus dibarengi dengan peta-peta untuk mempermudah dan memantapkan
analisis. Selain menggambarkan keadaan saat ini ada juga peta yang menggambarkan
proyeksi arah perpindahan faktor-faktor produksi dan peta perkiraan kondisi di masa yang
akan datang.

10
Pendekatan ruang adalah pendekatan dengan memperhatikan :
1. Struktur ruang saat ini;
2. Penggunaan lahan saat ini; dan
3. Kaitan suatu wilayah terhadap wilayah tetangga.

Unsur-unsur struktur ruang yang utama adalah :


1. Orde-orde perkotaan, termasuk di dalamnya konsentrasi permukiman;
2. Sistem jaringan lalu lintas, termasuk penetapan jaringan jalan primer, jaringan jalan
sekunder, dan jaringan jalan lokal;
3. Kegiatan ekonomi berskala besar yang terkonsentrasi, seperti kawasan industri, kawasan
pariwisata, kawasan pertambangan, dan kawasan perkebunan.

Struktur ruang merupakan pembangkit berbagai aktivitas di dalam wilayah dan


sangat berpengaruh dalam menentukan arah penggunaan lahan di masa yang akan datang.
Atas dasar kondisi struktur ruang dan penggunaan lahan saat ini serta kaitan suatu wilayah
terhadap wilayah tetangga, dapat diperkirakan arus pergerakan orang dan barang di wilayah
tersebut. Perencanaan wilayah adalah perencanaan mengubah struktur ruang atau
mengubah penggunaan lahan kea rah yang diinginkan dan memperkirakan dampaknya
terhadap wilayah sekitarnya termasuk wilayah tetangga.

Perubahan struktur ruang atau penggunaan lahan dapat terjadi karena investasi
pemerintah atau investasi pihak swasta. Keberadaan dan lokasi swasta perlu mendapat izin
pemerintah. Hal ini penting agar pemerintah dapat mengarahkan struktur tata ruang atau
penggunaan lahan yang menguntungkan dan mempercepat tercapainya sasaran
pembangunan. Sasaran pembangunan dapat berupa peningkatan pendapatan masyarakat,
penambahan lapangan kerja, pemerataan pembangunan wilayah, terciptanya struktur
perekonomian yang kokoh, terjaganya kelestarian lingkungan, serta lancarnya arus
pergerakan orang dan barang ke seluruh wilayah, termasuk ke wilayah tetangga.

Pada sisi lain, seandainya ada pihak swasta yang ingin menanamkan investasinya
maka dapat diperkirakan pengaruhnya terhadap wilayah sekitarnya dan menetapkan
fasilitas apa yang perlu dibangun dalam mengantisipasi perkembangan yang ditimbulkan
oleh investasi tersebut.

Pendekatan regional semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan yang belum


terjawab apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral seperti :
1. Lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang.
2. Penyebaran penduduk di masa yang akan datang dan kemungkinan munculnya pusat-
pusat permukiman baru.

11
3. Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang perlu dibangun
untuk mendukung perubahan struktur ruang tersebut.
4. Perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial (sekolah, rumah sakit, jaringan listrik,
jaringan telepon, dan penyediaan air bersih) yang seimbang pada pusat-pusat
permukiman dan pusat berbagai kegiatan ekonomi yang berkembang.
5. Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan mode transportasi) yang akan
menghubungkan berbagai pusat kegiatan atau permukiman secara efisien.

Perlu dicatat bahwa pada waktu pendekatan sektoral, kebutuhan berbagai fasilitas
sosial seperti : sekolah, rumah sakit, jaringan listrik, jaringan telepon, penyediaan air bersih,
dan lain-lain telah dibahas sesuai dengan sektornya masing-masing. Namun, pada waktu itu
yang dibahas adalah permasalahan dan perkiraan kebutuhan (berupa proyeksi), sedangkan
mengenai dimana lokasi proyek yang akan dibangun, dibahas secara lebih konkret pada
waktu pendekatan regional.

2.2.3 Memadukan Pendekatan Sektoral Dan Regional Dalam Perencanaan


Pembangunan Wilayah

Perencanaan pembangunan wilayah tidak cukup hanya menggunakan pendekatan


sektoral saja atau hanya pendekatan regional saja. Perencanaan pembangunan wilayah
mestinya memadukan kedua pendekatan tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan
mampu melihat adanya kemungkinan tumpang-tindih dalam penggunaan lahan, juga tidak
mampu melihat perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat
dilaksanakannya rencana sektoral tersebut. misalnya, tidak mampu melihat wilayah mana
yang akan berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari pergerakan
arus orang dan barang sehingga memerlukan perubahan kapasitas jaringan jalan, serta
apakah kegiatan sektoral bisa mengganggu kelestarian lingkungan atau bahkan tercipta
pusat wilayah baru.

Pendekatan regional saja juga tidak cukup karena analisisnya akan bersifat makro
wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor per sektor apalagi komoditi per
komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan mampu menjelaskan, misalnya komoditi apa
yang akan dikembangkan, berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan
komoditi tersebut, apakah input untuk pengembangannya masih cukup, serta bagaimana
tingkah laku para pesaing. Atas dasar alasan tersebut, pendekatan pembangunan wilayah
haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional.

2.3 Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Sektoral


Adapun perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral adalah sebagai berikut :

12
Tabel 1. Perbedaan Perencanaan Wilayah dan Sektoral

No. Perencanaan Sektoral Perencanaan Wilayah


1. Kepentingan untuk pengembangan sektor Kepentingan untuk wilayah secara
itu sendiri sehingga yang dimaksimalkan keseluruhan termasuk sektor-sektor sert
adalah pengembangan sektor itu sendiri sub-sub wilayah
misalnya sektor pertanian, pertambangan,
industri, dan sebagainya
2. Sektor-sektor jika diperlukan harus Rencana wilayah merupakan “payung”
“mengalah” demi kepentingan wilayah bagi rencana sektor
secara keseluruhan
3. Direncanakan oleh departemen atau dinas Direncanakan oleh badan perencana,
dan dilaksanakan oleh departemen atau dilaksanakan oleh dinas
dinas

2.4 Perbedaan Antara Perencanaan Wilayah dan Perencanaan Kota


Perencanaan nasional menekankan pada masalah-masalah serta tujuan-tujuan
ekonomi. Perencanaan nasional bertujuan mengendalikan inflasi seeta kebijakan stabilitas
ekonomi. Perencanaan wilayah menekankan pada masalah lokasi atau ruang dimana
aktivitas ekonomi tersebut berada. Perencanaan wilayah bertujuan untuk mengembangkan
ekonomi wilayah jangka panjang, distribusi penduduk dan kegiatan ekonomiyang efisien,
serta kualitas lingkungan yang baik dan berkesinambungan (Richardson, 1978:27)

Perencanaan kota menekankan pada masalah-masalah yang berada di dalam kota


karena secara definisi kota merupakan daerah pemusatan penduduk dan aktivitas serta
mempunyai fungsi sebagai pusat sehingga intensitas kegiatan serta penggunaan lahan
sangat tinggi. Di wilayah dan kota terdapat penggunaan lahan akan tetapi di kota skalanya
lebih rendah namun lebih padat, serta interaksi ruang di antaranya jauh lebih langsung serta
berdekatan. Di dalam perencanaan kota ada elemen perencanaan seperti pendidikan,
fasilitas dan utilitas umum, serta taman lingkungan. Titik terberat dalam perencanaan
penggunaan lahan harus mempertimbangkan juga aspek manajemen perkotaan.

2.5 Persamaan antara Perencanaan Nasional, Perencanaan Wilayah, dan Perencanaan


Kota
Perencanaan wilayah di tingkat nasional menekankan pada masalah-masalah
ekonomi tetapi tetap memperhatikan masalah ruang seperti masalah kesenjangan wilayah,
pemilihan lokasi investasi, dll. Perencanaan wilayah menekankan pada masalah lokasi atau
ruang dimana aktivitas ekonomi tersebut berada. Salah satu elemen terpenting dalam

13
perencanaan wilayah adalah pola tata ruang wilayah yang digambarkan dalam suatu peta
penggunaan lahan.

Di dalam perencanaan kota, perencanaan wilayah berperan dalam menentukan


fungsi kota di dalam struktur wilayah. Fungsi serta kedudukan kota menentukan
perkembangan kota yang akan terjadi kedepannya, dan fasilitas apa yang harus disediakan
kota tersebut. Perencanaan kota di dalam wilayah mempengaruhi sistem interaksi yang
mempengaruhi pembangunan prasarana dan lokasi investasi baik di dalam maupun luar
kota.

Ketiga perencanaan ini sangat berkaitan. Perencanaan wilayah mempengaruhi


perencanaan kota, perencanaan kota tidak dapat mengabaikan perkembangan kota itu
sendiri. Demikian dengan perencanaan nasional dan perencanaan kota yang saling
mempengaruhi sehingga disebut perencanaan ruang.

2.6 Substansi dan keterkaitan antar dokumen perencanaan


Banyaknya dokumen perencanaan yang merupakan produk dari berbagai peraturan
perundangan yang harus disusun oleh daerah dapat membingungkan karena
ketidakjelasan kedudukan masing-masing dokumen tersebut. Ketidakjelasan ini juga
mempengaruhi proses penyusunan RTRW karena banyak dari dokumen tersebut yang
juga terkait dengan RTRW.
Berikut ini beberapa dokumen perencanaan yang ada beserta substansi dan dasar
penyusunannya :
Tabel 2. Substansi dan Tujuan Penyusunan Dokumen Perencanaan

No. Rencana Tujuan Substansi Dasar

1. Yang dibahas
dalam RTRW
Nasional Undang-
Penetapan
diantaranya : Undang
strategi dan
Penataan
arahan
1. Penggambaran Ruang (UUPR)
RTRW NASIONAL kebijaksanaan
struktur tata No. 24 Tahun
pemanfaatan
ruang nasional 1992 Tentang
ruang wilayah
2. Penetapan Penataan
nasional
kawasan yang Ruang
perlu
dilimndungi

14
3. Pemberian
indikasi
penggunaan
ruang budidaya
dan arahan
permukiman
dalam skala
nasional
4. Penentuan
kawasan yang
diprioritaskan
5. Penentuan
kawasan
tertentu yang
memiliki bobot
nasional
6. Perencanaan
jaringan
penghubung
dalam skala
nasional

2. Yang dibahas
dalam RTRW
Provinsi diantaranya
:
Undang-
Penetapan
Undang
strategi dan 1. Arahan
Penataan
arahan pengelolaan
Ruang (UUPR)
RTRW PROVINSI kebijaksanaan kawasan lindung
No. 24 Tahun
pemanfaatan dan budidaya
1992 Tentang
ruang wilayah 2. Arahan
Penataan
provinsi pengelolaan
Ruang
kawasan
perdesaan,
kawasan
perkotaan, dan

15
kawasan
tertentu
3. Arahan
pengembangan
kawasan
permukiman,
kehutanan,
pertanian,
pertambanhan,
perindustrian,
pariwisata, dan
kawasan
lainnya.
4. Arahan
pengembangan
sistem pusat
permukiman
perdesaan dan
perkotaan
5. Arahan
pengembangan
sistem
prasarana
wilayah
6. Arahan
pengembangan
kawasan yang
diprioritaskan
7. Araha kebijakan
tata guna tanah,
tata guna air,
tata guna udara,
dan tata guna
sumber daya
alam lainnya.

3. RTRW Penjabaran Yang dibahas Undang-

16
KABUPATEN/KOTA penggunaan dalam RTRW Undang
ruang pada Kabupaten/Kota Penataan
tingkat provinsi dian” Ruang (UUPR)
disertai strategi No. 24 Tahun
1. Penetapan
pengelolaan 1992 Tentang
Kawasan
kawasan Penataan
Lindung
tersebut. Ruang
2. Penetapan
kawasan
budidaya yang
diatur
3. Penetapan
kawasan
budidaya yang
diarahkan
4. Kawasan
budidaya yang
dibebaskan
5. Hirarki
Perkotaan
6. Pengelolaan
Wilayah
Perdesaan
7. Sistem
Prasarana
Wilayah
8. Kawasan yang
diprioritaskan
pengembangan
nya
9. Penatagunaan
tanah, air,
udara, dan
sumberdaya
alam lainnya

4. RUTRK Perencanaan Yang dibahas Keputusan

17
pembangunan dalam RUTRK Menteri PU No.
kota untuk diantaranya : 640/KPTS/1986
mencapai tata BAB III
1. Kebijaksanaan
riang kota yang
pemanfaatan
diinginkan dalam
ruang kota
kurun waktu
2. Rencana
tertentu
pemanfaatan
ruang kota
3. Rencana
struktur
pelayanan
kegiatan kota
4. Rencana sistem
transportasi
5. Rencana sistem
jaringa utilitas
kota
6. Rencana
kepadatan
bangunan
7. Rencana
ketinggian
bangunan
8. Rencana
pemanfaatan air
baku
9. Rencana
penanganan
lingkungan kota
10. Tahapan
pelaksanaan
pembangunan
11. Indikasi unit
pelayanan kota

5. RPJM (RENCANA Bertujuan untuk RPJM Nasional ini Undang-

18
PEMBANGUNAN memberikan terbagi menjadi 3 Undang Nomor
JANGKA MENENGAH) arahan dan buku yang saling 25 Tentang
kebijakan terkait. Buku I Sistem
penyelenggaraan RPJMN memuat Perencanaan
pemerintahan Prioritas, Fokus Pembangunan
dan menjamin Priorias, dan Nasional
keterpaduan dan Kegiatan Prioritas
Dan Undang –
kesinambungan yang bersifat
Undang Terkait
pembangunan Nasional. Buku II
Lainnya
berkelanjutan RPJMN memuat
Prioritas, Fokus
Prioritas, dan
Kegiatan Prioritas
Bidang. Buku III
berisi rencana
pengembangan
wilayah pulau, dan
keterkaitan
Nasional-Regional
yaitu melihat
strategi kebijakan
pembangunan
Bidang

Selain itu, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tentang


Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJMD harus mengacu dan selaras dengan
RPJP dan RPJM Nasional karena keberhasilan pembangunan di daerah seperti yang
direncanakan akan menjadi bagian dari keberhasilan pembangunan nasional.

Rencana Pembangunan Nasional dalam kurun waktu 5 tahun (2010-2014) yang


tertuang dalam RPJM Nasional menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Sleman dalam
merancang pembangunan di daerah sesuai kondisi daerah. Substansi tujuan pembangunan
nasional lima tahunan untuk kesejahteraan rakyat menjadi inti dari rencana pembangunan
sebagaimana tertuang dalam RPJMD Tahun 2011-2015 yang selanjutnya dirinci dalam
rencana tahunan dalam RKPD.

19
Begitu juga dengan Penyusunan RPJMD harus memperhatikan dan
mempertimbangkan struktur dan pola penataan ruang yang sesuai dengan RTRW sebagai
dasar untuk menetapkan lokasi program pembangunan yang berkaitan dengan
pemanfaatan ruang pada wilayah perencanaan.

2.6.1 Contoh Keterkaitan Antar Dokumen Perencanaan

Dalam hal ini yang akan dibahas adalah keterkaitan antara perencanaan perdesaan
dengan RTRW. Perencanaan perdesaan terdapat pada setiap tingkatan RTRW. Berikut ini
gambar yang mengilustrasikan keterkaiatan antara perencanaan perdesaan dengan RTRW :

Gambar 1. Ilustrasi Keterkaitan Antara Perencanaan Perdesaan dengan RTRW

RTR kawasan perdesaan sebagai bagian dari RTRW berisi :


a. pengelolaan kawasan lindung & kawasan budidaya
b. pengelolaan kawasan perdesaan sbg bagian dari suatu wilayah
c. sistem prasarana perhubungan (jalan), telekomunikasi, energi, serta pengelolaan
lingk secara eksternal (antar desa).
d. tata guna lahan, air, udara, serta tata guna sumber daya lainnya dg memperhatikan
integrasinya dg persebaran sumber daya manusia dan sumber daya binaan.
RDTR Kawasan Strategis Kabupaten yang bersifat perdesaan berisi ;
Penetapan blok – blok fungsional perdesaan dg memperhatikan keterkaitan antar kegiatan
dan kelestariannya. Tujuannya meneningkatkan intensitas pemanfaatan ruang perdesaan.

20
BAB III KESIMPULAN

Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia adalah Undang-


Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Dalam
merencankan perlu adanya memadukan pendekatan sektoral dan regional. Terdapat subtasi
yang berbeda disetiap dokumen perencanaan namun terdapat keterkaitan satu dengan
yang lain.

21
Daftar Pustaka

Nurzaman, S. S. 2012. Perencanaan Wilayah dalam Konteks Indonesia. Bandung: Penerbit


ITB.

Taigan, Robinson.2004. Perencanaaan Pembangunan wilayah. Jakarta : Bumi Aksara.

22

Anda mungkin juga menyukai