Anda di halaman 1dari 26

A.

Latar Belakang

Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan
dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran
untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Perencanaan berhubungan
dengan masa yang akan datang, implikasi: perencanaan sangat berkaitan
dengan: proyeksi/prediksi, penjadwalan kegiatan, monitoring dan evaluasi.
Merencanakan berarti memilih: memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai
kondisi yang lebih baik, dan memilih cara/kegiatan untuk mencapai
tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan; (2) untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; (3) yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat
dan daerah. Dalam melaksanakan pembangunan nasional/daerah, ada 2 (dua)
acuan yaitu Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kedua
rencana tersebut sering tidak sinergi, salah satunya akan menyebabkan
pembangunan antar sektor tidak sinergis.

Pembangunan di Kabupaten Bantaeng adalah suatu entitas pembangunan di


Sulawesi Selatan yang semestinya mewujud dalam bentuk penciptaan peluang
kepada setiap pelaku pembangunan dan setiap kelompok masyarakat untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas keberadaannya menurut
karakteristik budaya dan kearifan lokal. Dalam hal ini, budaya lokal bukan
hanya sekadar diacu, tetapi juga terus dikembangkan dan diperkaya antara lain
dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan
demikian, pembangunan pada dasarnya merupakan proses reaktualisasi dan
revitalisasi budaya lokal agar senantiasa terkait dengan perubahan yang dibawa
oleh spirit zaman (zeitgeist) sehingga dapat memelihara keterkaitan
(interkoneksitas) dengan lingkungan strategisnya. Di samping itu,
pembangunan bukan pula sekadar penyaluran aspirasi dari tatanan internal,
tetapi jauh lebih maju, karena menfasilitasi setiap tatanan internal untuk
mewujudkan aspirasi masing-masing dengan cara yang dipilihnya secara
mandiri pula. Kondisi ideal ini belum terwujud secara utuh di Kabupaten
Bantaeng, oleh karena itu diperlukan suatu Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) agar kondisi ideal dapat tercapai dan visi dan misi
pembangunan di Kabupaten Bantaeng dapat teraktualisasi dan berlangsung
secara berkesinambungan.

Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas keterkaitan atau integrasi
antara Kebijakan pengembangan wilayah di Kabupaten Bantaeng dalam skala
nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan RPJM dan rencana-rencana sektoral.

B. Permasalahan
Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan
satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk
menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu
memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan
peran masyarakat secara intensif.

Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong pengembangan


wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat ( city as engine
of economic growth ) yang berkeadilan sosial ( social justice ) dalam lingkungan
hidup yang lestari ( environmentaly sound ) dan berkesinambungan (
sustainability sound ) melalui penataan ruang

Kualitas lingkungan hidup daerah Kabupaten Bantaeng mengalami penurunan


setiap tahunnya. Berbagai masalah lingkungan hidup seperti pendangkalan
muara sungai, pencemaran perairan laut, banjir, longsor, kekeringan, abrasi
pantai, lahan kritis, pengikisan tebing sungai dan lain-lain mengalami
peningkatan dan berkembang dalam skala yang lebih luas.
Faktor utama penyebab penurunan kualitas lingkungan hidup antara lain
disebabkan adanya kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada
kelestarian lingkungan serta rendanhya pemahaman dan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya konservasi lingkungan.

Kerusakan DAS
Terdapat tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berperan besar dalam
ekohidrologi di Bantaeng dan sekitarnya yaitu DAS Lantebong, Sub-DAS
Biangloe dan Sub-DAS Sinoa. Kondisi DAS Lantebong sudah berada pada
kondisi yang kritis. Aliran permukaan (overland flow) pada DAS ini cukup
tinggi dan menimbulkan banjir setiap tahun pada daerah hilir (Kota Bantaeng).
Lahan pada DAS Biangloe telah banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
DAS ini merupakan daerah tangkapan hujan (catcment area) dari mata air
Eremerasa yang merupakan kawasan ekowisata Kabupaten Bantaeng. DAS
Sinoa, wilayah hulunya telah berubah menjadi kawasan budidaya (pertanian dan
permukiman). Kondisi DAS yang kritis tersebut telah mengakibatkan banjir
tahunan dan sedimentasi yang merusak ekosistem pesisir Bantaeng dan
sekitarnya. Ketiga DAS tersebut memerlukan tindakan rehabilitasi untuk
mengembalikan fungsinya sebagai daerah tangkapan hujan yang dapat menjaga
keberlangsungan sistem ekohidrologis di Bantaeng dan sekitarnya.

Kerusakan Hutan dan Lahan


Berdasarkan hasil studi karakterisasi lahan di Kabupaten Bantaeng, didapatkan
bahwa telah terjadi perubahan dan alih fungsi lahan hutan yang cukup nyata.
Daerah yang diplotkan sebagai kawasan hutan lindung sudah mulai dirambah
untuk dialih fungsikan, walaupun masih dalam luasan sangat berbatas. Daerah
yang di peruntukan sebagai hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi
biasa (HPB) sudah banyak dialih fungsikan sebagai lahan pengembangan
tanaman jagung, sayuran dataran tinggi, kopi dan kemiri. Dari hasil survei
lapangan (dengan titik-titik koordinat yang dicatat dari GPS) diperkirakan
sekitar 40 % dari lahan hutan sudah dialih fungsikan menjadi lahan budidaya
tanaman pangan dan perkebunan.

Berdasarkan data statistik Tahun 2007, kondisi jalan di Kabupaten Bantaeng


sebagai berikut: panjang jalan aspal 379.000 km dan jalan tanah 182.800 km.
Secara umum, jalan tersebut telah menghubungkan setiap ibu kota kecamatan.
Sebagian besar, jalan penghubung desa masih terdiri dari jalan tanah. Beberapa
hal yang diidentifikasi sebagai masalah transportasi di Kabupaten Bantaeng: 1)
kondisi ruas jalan yang belum memadai, masih terdapat 182.800 km merupakan
jalan tanah, terutama jalan yang mengubungkan desa. Pada musim hujan, ruas
jalan tanah sulit dilalui oleh kendaraan roda empat, hal ini menyebabkan
terganggunya lalulintas dan distribusi hasil hasil pertanian ke pusat pusat
pelayanan. 2) Pertambahan kendaraan bermotor meningkat 10 % pertahun,
sedangkan pertambahan panjang jalan hanya 3 % pertahun. Dengan demikian
diperlukan peningkatan jalan yang proporsional dengan pertambahan jumlah
kendaraan; 3) terbatasnya prasarana lalulintas (trotoar, sarana perparkiran dan
prasarana lainnya terutama pada ibu kota kabupaten).

Masalah utama dalam pembangunan desa dan kelurahan mandiri di Bantaeng


adalah masih rendahnya kualitas teknostruktur masyarakat sehingga produk
yang dihasilkan belum memiliki kandungan nilai yang cukup bagi
tercitrakannya kondisi satu desa/kelurahan satu produk. Ini ditandai antara lain
oleh: (i) aturan/norma yang mengikat kebersamaan keseluruhan unsur
desa/kelurahan sebagai satu entitas komunitas beluam atau kurang
terlembagakan; (ii). kapasitas swatata (self organizing capacity) dari semua
unsur desa dan kelurahan dalam pencapaian tujuan bersama kurang
berkembang; (iii). pengetahuan dan teknologi yang dikuasai unsur-unsur desa
dan kelurahan kurang efektif dan efisien dalam penggunaannya untuk
pemanfaatan potensi/sumberdaya yang ada; (iv) dampak ekologis dalam proses
pengelolaan sumberdaya selama ini cukup besar sehingga mengancam
keberlanjutan dari daya dukung potensi dan atau sumberdaya dimaksud.

C. Tujuan

Tujuan pembangunan jangka panjang Kabupaten Bantaeng tahun 2008-2028


adalah mewujudkan Bantaeng sebagai wilayah terkemuka yang maju dilihat
dari sisi kemandirian, keadilan dan kemakmuran. Tujuan ini perlu diwujudkan
agar dapat digunakansebagai landasan bagi tahap pem bangunan berikutnya
menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik In
donesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun1945.Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pembangunan
daerah dalam kurun waktu 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian 5
(lima) sasaran po kok, sebagai ber ikut:
1. Meningkatkan Wawasan dan Kapasitas Manusia

Senyatanya, pembangunan manusia merupakan keniscayaan karena


merupakan hakikat atau esensi dari pembangunan itu sendiri. Manusia yang
berkualitas--dalam arti memiliki fisik yang prima (sehat) dan
berpengetahuan serta memiliki wawasan yang luas dan mampu menggali
dan terus mengembangkan kapasitasnya--merupakan sasaran sekaligus
syarat utama dari seluruh upaya pembangunan. Peningkatan wawasan dan
kapasitas manusia ditandai dengan hal-hal berikut:

a. Memiliki kualitas hidup yang tinggi, antara lain tercermin pada


Indeks PembangunanManusia (IPM) di atas rata-rata nasional;
b. Memiliki, karakter yang tangguh, berakhlak mulia dan bermoral
berdasarkan falsafah Pancasila, serta beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
c. Memiliki wawasan yang luas yang berbasis pada identitas diri yang
prima yang ber sumber pada budaya dan falsafah hidup local dan
keagamaan.
d. Memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap
pengembangan diri dan tatanannya (nasionalisme yang tinggi), serta
memahami dan menghargai keberagaman.
e. Memiliki kemampuan adaptif-kreatif sehingga senantiasa mampu
mengaktualisasikan diri secara mandiri.

2. Terbangunnya Desa dan Kelurahan Mandiri yang ditandai oleh hal-hal


sebagai berikut:
a. Terwujudnya desa dan kelurahan yang telah memiliki Identitas
Pembangunan Desa yang dikaitkan dengan rencana pengembangan
potensi dan sumberdaya desa yang spesifik.
b. Meningkatnya jumlah desa dan kelurahan yang sedang dan telah
mengembangkan teknostrukturnya yang spesifik
c. Meningkatnya jumlah desa dan kelurahan yang telah mampu
menghasilkan produk spesifik yang berkualitas (dalam arti telah mampu
memiliki pangsa di pasar domestik dan bahkan global) .
3. Terwujudnya Bantaeng sebagai Entitas yang Padu

Terwujudnya Bantaeng sebagai suatu entitas yang padu dapat menciptakan


terjadinya suasana saling mendukung dan interkoneksitas antardesa mandiri
sehingga akan meningkatkan skala ekonomi dari proses produksi yang
terjadi.

Sasaran ini bertujuan untuk membangun kelembagaan masyarakat


sedemikian rupa sehingga Bantaeng dapat mewujud sebagai suatu suatu
masyarakat pembelajar (evolutionary learning community) yang senantiasa
mampu beradaptasi-kreatif terhadap perubahan yang dibawa oleh dinamika
lingkungan strategisnya.

4. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kawasan Sekitar

Pertumbuhan ekonomi yang memadai merupakan kebutuhan utama


Kabupaten Bantaeng karena diperlukan untuk meningkatkan derajat
kesejahteraan masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan lebih
mendayagunakan potensi yang ada pada skala kabupaten serta upaya lain
yang bersifat terobosan (non-konvensional).
a. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan
berkesinambungan sehingga pendapatan perkapita di Kabupaten
Bantaeng pada tahun 2028 berada di atas rata-rata nasional dengan
tingkat pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin tidak lebih
dari 5 persen.
b. Meningkatnya sinergi Bantaeng dengan daerah sekitarnya yang
dilakukan melalui penataan ruang wilayah yang mengedepankan
pertimbangan kelestarian lingkungan hidup; pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan, keunggulan lokal, serta pemanfaatan teknologi.
c. Tumbuh dan berkembangnya Bantaeng sebagai wilayah yang maju
dengan ditopang oleh keberadaan desa/kelurahan yang mandiri yang
bertumpu kepada keunggulan lokal yang dimiliki dan mampu
menyediakan berbagai fasilitas pelayanan sosial, ekonomi dan budaya
kepada segenap kelompok dan lapisan masyarakat secara proporsional.
d. Meningkatnya kualitas lingkungan hidup.

5. Meningkatnya Dayatarik Wilayah yang Kondusif. Ditandai dengan hal hal


berikut:
a. Terciptanya lingkungan kondusif bagi terselenggaranya aktivitas sosial
ekonomi, politik dan budaya serta peluang bagi setiap individu dan
setiap tatanan in ternal untuk melakukan aktualisasi diri akibat adanya
tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang menjamin kepastian
hukum, keamanan dan ketenteraman, serta akses yang proporsional
terhadap kegiatan dan pelayanan ekonomi, sosial, dan budaya bagi
segenap lapisan masyarakat tanpa kecuali.
b. Meningkatnya daya tarik Bantaeng sebagai daerah tujuan investasi,
pariwisata, pelayanan regional dan kota-kota di sekitarnya.
c. Berkembangnya Kota Bantaeng sebagai simpul (main hubs) transportasi
regional di wilayah Selatan Pulau Sulawesi serta sebagai pusat
pelayanan sosial-ekonomi dan social budaya lainnya yang bertaraf
nasional dan internasional.
d. Berkembangnya industri dan jasa yang memiliki keterkaitan ke depan
(forward lingkage) dan keterkaitan kebelakang (backward lingkage)
yang besar dengan industri yang ada di wilayah di Sulawesi Selatan dan
wilayah lainnya.
e. Meningkatnya peran Bantaeng dalam upaya pemanfaatan secara
berkelanjutan dalam mengelola laut Flores sebagai sumber daya
ekonomi yang besar (perikanan, wisata bahari, lalu lintas pelayaran)
untuk memberikan kontribusi bagi terbangunnya ekonomi kelautan
secara terpadu.

Tujuan dari penulisan ini adalah kita mampu memahami Kebijakan


pengembangan wilayah di Kabupaten Bantaeng dalam skala nasional,
wilayah, dan lokal terkait dengan RTRW, RPJM, rencana-rencana sektoral.

D. Pembahasan
1. Kebijakan Perencanaan Wilayah
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara
bertindak (Balai Pustaka, 2007). Menurut Ealau dan Pewitt (1973) (Edi
Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan
oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau
yang melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) (Edi
Suharto,2008), kebijakan adalah prinsipprinsip yang mengatur tindakan dan
diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang
memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat
secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson merumuskan kebijakan
sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu
yang dihadapi (Winarno,Budi,2002).
Selain itu terdapat pula pendapat beberapa ahlo terkait dengan kebijakan
diantaranya :

 Menurut Lasswell (1970): kebijakan adalah sebagai suatu program


pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a
projected program of goals values and practices).
 Menurut Anderson (1979): kebijakan adalah serangkaian tindakan
yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh
para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah (a purposive corse of
problem or matter of concern).
 Menurut Heclo (1977): kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja
dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.
Menurut Eulau (1977): kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan
oleh tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang
membuat dan melaksanakan kebijakan.

 Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang


mengarah pada tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan
adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang
untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
 Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar
pedoman (untuk) bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program
mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.
 Menurut KBBI: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan,
kepemimpinan, serta cara bertindak (tetang perintah, organisasi, dan
sebagainya).
 Menurut Anderson: Kebijakan adalah suatu tindakan yang
mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah
pelaku untuk memecahkan suatu masalah.
 Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu
organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu
sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan
ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam (1)
pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik
kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan, (2)
penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan
baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun
dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

2. Pengertian Kebijakan Perencanaan Wilayah


a. Penataan Ruang Dalam Pengembangan Wilayah
Kebijakan sentralisasi pada masa lalu membuat ketergantungan daerah-
daerah kepada pusat semakin tinggi dan nyaris mematikan kreatifitas
masyarakat beserta seluruh perangkat Pemerintah di daerah. Sementara
itu dalam era desentralisasi, partisipasi masyarakat dan azas keterbukaan
cenderung untuk dijadikan pedoman dengan asumsi bahwa pelaksanaan
prinsip tersebut akan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, terdapat rasa memiliki
masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan dan muncul komitmen
untuk melaksanakannya sehingga pembangunan yang berkelanjutan
dapat diwujudkan.
Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi
Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan
dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah.
Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan
kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan
kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan
tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota
lainnya untuk sekedar mengejar targetnya dalam lingkup “kacamata”
masing-masing.

Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota


diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan
pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan
yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun
dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif.

Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong


pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
masyarakat ( city as engine of economic growth ) yang berkeadilan
sosial ( social justice ) dalam lingkungan hidup yang lestari (
environmentaly sound ) dan berkesinambungan ( sustainability sound )
melalui penataan ruang.

b. Kebijakan Perencanaan Wilayah

Suatu kebijakan dalam suatu daerah baik propinsi atau kabupaten


merupakan suatu aturan hukum yang diharapkan mampu menjadi acuan
dalam pengambilan tindakan. Kebijakan berupa Perda, Keputusan-
keputusan Gubernur/Bupati menjadi acuan paling detail dalam
menjawab permasalahan di daerah.
Kebijakan mampu meberikan dampak positif bagi suatu wilayah, tidak
memungkin juga kebijakan akan memberikan dampak negatif. Sifatnya
yang mengikat, mampu menggerakkan suatu perubahan dalam sekala
yang paling kecil atau sekala yang paling besar. Kebijakan terkait
wilayah akan menjadi aturan legal yang mengikat.
Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
pembangunan Nasional. Ruang Lingkup Perencanaan (UU25/2004):
1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-
Nasional)
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM
Nasional)
3. Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL) Peraturan
Pimpinan KL
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres
5. Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (Renja KL) Peraturan
Pimpinan KL

Adapun Peraturan Perundang-undangan di dalam Perencanaan antara


lain :

1. Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional (SPPN);
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah; Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025;
3. Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tata cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
4. Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
6. Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

3. Pedekatan Sektoral Dan Pendekatan Regional


a. Pendekatan Sektoral
Pendekatan sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam
wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya
setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan
peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi
dari kegiatan peningkatan tersebut. Caranya adalah masing-masing
sektor dipreteli (break-down) sehingga terdapat kelompok-kelompok
yang bersifat homogen. Terhadap kelompok yang homogen ini dapat
digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk kelompok
tersebut. Misalnya, untuk menganalisis sektor pertanian, sektor tersebut
dapat dibagi atas subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan
rakyat, subsektor perkebunan besar, dan seterusnya.
Untuk masing-masing subsektor dapat lagi diperinci atas dasar
komoditi, misalnya untuk subsektor bahan makanan dapat diperinci atas
komoditi beras, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan sebagainya.
Analisis atas masing-masing komoditi lebih mudah baik dari aspek
produksi maupun aspek pemasarannya karena literatur ilmiah maupun
penyampaian informasi sering dilaksanakan atas dasar komoditi/sektor.
Setelah komoditi per komoditi diketahui dengan jelas, dengan metode
agregasi (pertambahan), akhirnya dapat disimpulkan tentang keadaan
per subsektor dan selanjutnya keadaan keseluruhan sektor. Pendekatan
sektoral dengan metode agregasi memiliki risiko kehilangan gambaran
latar belakang yang mendukung produksi sektoral tersebut. Misalnya
dalam proyeksi produksi, bisa jadi masing-masing komoditi diproyeksi
secara terpisah tanpa memperhatikan proyeksi komoditi lainnya. Dapat
terjadi bahwa hasil proyeksi itu tidak realistic karena input yang
mendukung proyeksi tersebut dapat dipakai oleh berbagai
komoditi/kegiatan sekaligus. Ada kemungkinan bahwa proyeksi untuk
berbagai komoditi tersebut tidak dapat tercapai karena apabila input
untuk seluruh komoditi/kegiatan dijumlahkan maka jumlahnya sudah
lebih dari apa yang tersedia (terutama untuk input yang persediaannya
terbatas seperti lahan, tenaga kerja, dan modal). Untuk menghindari hal
ini maka harus juga dibuat analisis berbagai sektor sekaligus, terutama
kebutuhan input-nya.

Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain
terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang
sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor
lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis masukan-keluaran
(input-output analysis). Dalam analisis ini terlebih dahulu dibuat tabel
masukan-keluaran (input-output table) antara sektor-sektor (biasanya
antar kelompok industri). Perubahan pada satu sektor (industri) secara
otomatis akan mendorong perubahan pada sektor (industri) lainnya.
Perubahan ini memiliki sifat pengganda (multiplier) karena akan terjadi
beberapa kali putaran perubahan, dimana putaran yang terakhir sudah
begitu kecil pengaruhnya, sehingga bisa diabaikan. Analisis masukan-
keluaran ini baru bisa digunakan apabila tabel masukan-keluaran untuk
daerah tersebut sudah tersedia. Pembuatan tabel yang dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya cukup rumit, pengumpulan
data memerlukan biaya besar serta diperlukan analisis yang
komprehensif. Tabel masukan-keluaran untuk ekonomi nasional sudah
ada, pertama sekali dibuat tahun 1971 dan sudah direvisi beberapa kali.
Untuk wilayah Sumatra Utara maka tabel input-output dibuat pertama
kali untuk tahun 1990 dan kembali dibuat untuk tahun 2000.
Apabila tabel koefisien input dari berbagai sektor yang saling terkait
dapat dibuat, selanjutnya dapat diolah untuk menghasilkan tabel matriks
pengganda. Setelah tabel matriks pengganda tersedia, apabila kita dapat
memproyeksikan permintaan akhir sektor-sektor yang dominan, dengan
proses tertentu, pertumbuhan keseluruhan sektor dapat diproyeksikan.
Hal yang sama dapat juga dilakukan untuk kebutuhan tenaga kerja,
modal, dan lahan. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa input-
input yang dibutuhkan masih cukup tersedia atau sudah tidak mencukupi
lagi sehingga proyeksi perlu direvisi. Perencanaan ekonomi regional di
Indonesia masih jarang yang menggunakan metode masukan-keluaran
karena membutuhkan data yang banyak dan rumit dan belum tentu
akurat. Lagi pula perencana wilayah masih sedikit yang berpengalaman
untuk menggunakan metode tersebut.

Suatu metode pendekatan sektoral yang mengarah kepada analisis


masukan-keluaran telah pernah dicoba oleh Leknas dalam menyusun
Pola Makro Repelita III Sumatra Utara (Tamba, cs. 1978). Dalam
metode ini, sektor-sektor dibagi atas sektor penghasil barang (goods
sector) dan sektor lainnya (service sector). Dalam metode ini dibuat
suatu anggapan bahwa perkembangan pada sektor-sektor penghasil
barang akan mendorong perkembangan sektor lainnya. Jadi, ada suatu
korelasi yang nyata antara pertumbuhan kelompok sektor penghasil
barang dengan masing-masing sektor lainnya. Sektor penghasil barang
adalah sektor pertanian, sektor perindustrian, dan sektor pertambangan.
Dari perkembangan masa lalu dapat dicarikan persamaan regresi antara
kelompok sektor penghasil barang dengan masing-masing sektor
lainnya. Untuk meramalkan pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara,
terlebih dahulu diramalkan pertumbuhan masing-masing sektor
penghasil barang. Dalam peramalan ini, tiap-tiap sektor dipreteli sampai
kepada masing-masing jenis komoditi. Untuk tiap komoditi dilihat
perkembangannya, potensi yang masih bisa digarap dan faktor pembatas
untuk pengembangannya. Dari data yang tersedia kemudian diadakan
proyeksi dalam berbagai scenario, masing-masing scenario disertai
dengan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mewujudkan
proyeksi dalam skenario tersebut. Dari tiap-tiap skenario kemudian
dipilih yang paling mungkin untuk dilaksanakan setelah memperhatikan
keterbatasan yang dihadapi untuk sektor tersebut. Dengan metode
agregasi, perkembangan masing-masing sektor penghasil barang dapat
diramalkan. Setelah kelompok sektor penghasil barang dapat
diramalkan, pertumbuhan masing-masing sektor lainnya diramalkan
berdasarkan persamaan regresi masa lalu.

Metode ini jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan analisis


masukan-keluaran dan dapat dilakukan oleh tiap-tiap daerah yang telah
memiliki perhitungan pendapatan regional bagi daerahnya. Kelemahan
metode ini adalah bahwa pada kenyataannya kadang-kadang ada sektor
jasa yang merupakan faktor pendorong pertumbuhan daerah termasuk
pendorong pertumbuhan sektor barang. Apabila peranan sektor
pariwisata cukup menonjol di suatu daerah, sektor ini harus
diperhitungkan sebagai sektor dasar dan dikelompokkan ke dalam sektor
yang menunjang pertumbuhan sektor lainnya. Demikian pula, apabila
sektor perdagangan di suatu perkotaan merupakan pusat perdagangan
daerah-daerah sekitarnya maka perkembangannya tidak ditentukan oleh
perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu saja melainkan juga
oleh perkembangan sektor penghasil barang di daerah itu dan di daerah
sekitarnya. Jadi, dari sektor jasa yang ada perlu dilihat apakah memang
tergantung dari sektor penghasil barang di daerah itu atau dapat
dianggap independen dan harus diramalkan secara terpisah. Selain itu
dalam pemakaian metode ini, perlu berhati-hati dalam meramalkan
pertumbuhan sektor penghasil barang, terutama kemungkinan telah
berkelebihan dalam penggunaan input yang terbatas (penggunaan input
melebihi dari apa yang tersedia) seperti modal, lahan, dan tenaga kerja.

Dalam pendekatan sektoral, untuk tiap sektor/komoditi, semestinya


dibuat analisis sehingga dapat member jawaban tentang :

1. Sektor/komoditi apa yang memiliki competitive advantage di


wilayah tersebut, artinya komoditi tersebut dapat bersaing di pasar
global;
2. Sektor/komoditi apa yang basis dan nonbasis;
3. Sektor/komoditi apa yang memiliki nilai tambah yang tinggi;
4. Sektor/komoditi apa yang memiliki forward linkage dan backward
linkage yang tinggi;
5. Sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan minimal wilayah tersebut;
6. Sektor/komoditi apa yang banyak menyerap tenaga kerja per satu
satuan modal dan per satu hektar lahan.

Atas dasar berbagai criteria tersebut di atas, dapat ditetapkan skala


prioritas tentang sektor/komoditi apa yang perlu dikembangkan di
wilayah tersebut berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan
skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan
wilayah, karena keterbatasan dana terutama yang berasal dari anggaran
pemerintah.

b. Pendekatan Regional

Pendekatan regional sangat berbeda dengan pendekatan sektoral


walaupun tujuan akhirnya adalah sama. Pendekatan sektoral adalah
pendekatan yang pada mulanya mengabaikan faktor ruang (spasial).
Memang pendekatan sektoral dapat diperinci atas daerah yang lebih
kecil, misalnya analisis sektoral per kabupaten, per kecamatan, atau per
desa, sehingga seakan-akan faktor ruang telah terpenuhi. Hal ini belum
memenuhi pendekatan regional karena pendekatan regional memiliki
segi-segi tersendiri.

Pendekatan sektoral lebih dahulu memperhatikan sektor/komoditi yang


kemudian setelah dianalisis, menghasilkan proyek-proyek yang
diusulkan untuk dilaksanakan. Setelah proyeknya diketahui, barulah
dipikirkan dimana lokasi proyek tersebut. Pendekatan regional dalam
pengertian sempit adalah memperhatikan ruang dengan segala
kondisinya. Setelah melalui analisis diketahui bahwa masih ada ruang
yang belum dimanfaatkan atau penggunaannya masih belum optimal,
kemudian direncanakan kegiatan apa sebaiknya diadakan pada lokasi
tersebut. Dengan demikian, penggunaan ruang menjadi serasi dan
efisien agar member kemakmuran yang optimal bagi masyarakat. Dari
uraian di atas diketahui bahwa sasaran akhir kedua pendekatan tersebut
adalah sama, yaitu menentukan kegiatan apa pada lokasi mana.
Perbedaannya hanya terletak pada cara memulai dan sifat analisisnya.
Pendekatan regional dalam pengertian lebih luas, selain memperhatikan
penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah
konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk
masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-jaringan
penghubung sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan
secara efisien.

Analisis regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis
atas aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas
bentuk penggunaan ruang di masa yang akan dating. Analisis regional
(spasial) didasarkan pada anggapan bahwa perpindahan orang dan
barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan bahwa orang
(juga modal) akan berpindah berdasarkan daya tarik (attractiveness)
suatu daerah yang lebih kuat dari daerah lain. Pendekatan regional
adalah pendekatan yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari
bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya
tariknya masing-masing. Hal inilah yang membuat mereka saling
menjalin hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.
Jadi, perlu dilihat dan dianalisis dinamisme pergerakan dari faktor-
faktor produksi (kecuali alam), yaitu bergerak dari suatu daerah ke
daerah lain. Daya tarik ittu sendiri berupa potensi dan peluang-peluang
yang lebih tinggi di suatu daerah disbanding dengan daerah lain.
Memang analisis sektoral yang diperinci menurut satuan daerah yang
lebih kecil diperlukan sebagai masukan dalam analisis regional untuk
menentukan daya tarik masing-masing bagian wilayah tersebut. Dalam
analisis regional misalnya, tidak diramalkan bahwa pertambahan
penduduk secara alamiah di kecamatan X akan tetap tinggal disitu
sampai batas jangka perencanaan (misalnya sampai lima tahun
mendatang) dan tidak aka nada penduduk luar yang akan pindah ke
kecamatan tersebut.

Analisis regional berusaha meramalkan penduduk berdasarkan daya


tarik setiap satuan wilayah. Pada dasarnya pergeseran penduduk
sekaligus menggambarkan pergeseran faktor-faktor produksi karena
pergeseran penduduk selalu disertai atau disebabkan oleh pergeseran
modal dan keahlian. Jadi, pertambahan riil suatu daerah adalah
pertumbuhan faktor-faktor produksi yang ada di daerah ditambah faktor
produksi yang datang dari luar daerah dikurangi faktor produksi yang
keluar dari daerah tersebut.

Dalam analisis regional sangat perlu diperhatikan kemungkinan


munculnya proyek-proyek besar yang baru atau perluasan proyek yang
sudah ada dan kemudian mengantisipasi perubahan yang
ditimbulkannya terhadap lingkungan maupun terhadap daerah tetangga
di sekitarnya. Sebaliknya, perubahan besar di daerah tetangga dapat
mempengaruhi perekonomian di daerah sekitarnya. Perubahan itu dapat
berakibat positif maupun negatif. Faktor daya tarik ini kadang-kadang
mendorong pemerataan pertumbuhan antar daerah di satu wilayah tetapi
di wilayah lain malah menimbulkan makin parahnya kepincangan
pertumbuhan antar daerah. Dalam perencanaan pembangunan hal ini
perlu dipertimbangkan sejak awal. Hal itu penting untuk menghindari
makin pincangnya pertumbuhan antar daerah maupun untuk
menghitung kebutuhan riil suatu fasilitas di daerah tertentu karena
pertumbuhan penduduk bisa sangat jauh berbeda dengan pertumbuhan
di masa lalu.

Pendekatan regional adalah pendekatan ekonomi dan pendekatan ruang.


Pendekatan ekonomi terutama untuk cabang ekonomi regional dan dapat
dipakai berbagai peralatan analisis baik dari ekonomi umum/ekonomi
pembangunan, atau lebih khusus ekonomi regional untuk melihat arah
perkembangan suatu daerah di masa yang akan dating. Berbagai model
analisis yang bisa diterapkan, antara lain teori yang menyangkut
pertumbuhan ekonomi daerah, analisis competitiveness dari sektor-
sektor yang ada di suatu wilayah, model gravitasi, hubungan kota
dengan daerah belakangnya, berbagai teori lokasi, hubungan
interregional, dan lain-lain. Analisis ekonomi regional dapat memberi
jawaban atas sektor mana yang perlu dikembangkan serta tingkat
prioritas pengembangannya. Akan tetapi, belum mampu menjawab
pertanyaan, seperti di lokasi mana sektor itu dikembangkan, berapa luas
lahan yang digunakan, serta besarnya prasarana atau fasilitas sosial yang
perlu dibangun dan berikut lokasinya.

Analisis ekonomi regional kemudian dikombinasikan dengan


pendekatan tata ruang, sehingga harus dibarengi dengan peta-peta untuk
mempermudah dan memantapkan analisis. Selain menggambarkan
keadaan saat ini ada juga peta yang menggambarkan proyeksi arah
perpindahan faktor-faktor produksi dan peta perkiraan kondisi di masa
yang akan datang.

Pendekatan ruang adalah pendekatan dengan memperhatikan :


1. Struktur ruang saat ini;
2. Penggunaan lahan saat ini; dan
3. Kaitan suatu wilayah terhadap wilayah tetangga.

Unsur-unsur struktur ruang yang utama adalah :


1. Orde-orde perkotaan, termasuk di dalamnya konsentrasi
permukiman;
2. Sistem jaringan lalu lintas, termasuk penetapan jaringan jalan primer,
jaringan jalan sekunder, dan jaringan jalan lokal;
3. Kegiatan ekonomi berskala besar yang terkonsentrasi, seperti
kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan pertambangan, dan
kawasan perkebunan.

Struktur ruang merupakan pembangkit berbagai aktivitas di dalam


wilayah dan sangat berpengaruh dalam menentukan arah penggunaan
lahan di masa yang akan datang. Atas dasar kondisi struktur ruang dan
penggunaan lahan saat ini serta kaitan suatu wilayah terhadap wilayah
tetangga, dapat diperkirakan arus pergerakan orang dan barang di
wilayah tersebut. Perencanaan wilayah adalah perencanaan mengubah
struktur ruang atau mengubah penggunaan lahan kea rah yang
diinginkan dan memperkirakan dampaknya terhadap wilayah sekitarnya
termasuk wilayah tetangga.

Perubahan struktur ruang atau penggunaan lahan dapat terjadi karena


investasi pemerintah atau investasi pihak swasta. Keberadaan dan lokasi
swasta perlu mendapat izin pemerintah. Hal ini penting agar pemerintah
dapat mengarahkan struktur tata ruang atau penggunaan lahan yang
menguntungkan dan mempercepat tercapainya sasaran pembangunan.
Sasaran pembangunan dapat berupa peningkatan pendapatan
masyarakat, penambahan lapangan kerja, pemerataan pembangunan
wilayah, terciptanya struktur perekonomian yang kokoh, terjaganya
kelestarian lingkungan, serta lancarnya arus pergerakan orang dan
barang ke seluruh wilayah, termasuk ke wilayah tetangga.
Pada sisi lain, seandainya ada pihak swasta yang ingin menanamkan
investasinya maka dapat diperkirakan pengaruhnya terhadap wilayah
sekitarnya dan menetapkan fasilitas apa yang perlu dibangun dalam
mengantisipasi perkembangan yang ditimbulkan oleh investasi tersebut.

Pendekatan regional semestinya dapat menjawab berbagai pertanyaan


yang belum terjawab apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral
seperti :
1. Lokasi dari berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang.
2. Penyebaran penduduk di masa yang akan datang dan kemungkinan
munculnya pusat-pusat permukiman baru.
3. Adanya perubahan pada struktur ruang wilayah dan prasarana yang
perlu dibangun untuk mendukung perubahan struktur ruang tersebut.
4. Perlunya penyediaan berbagai fasilitas sosial (sekolah, rumah sakit,
jaringan listrik, jaringan telepon, dan penyediaan air bersih) yang
seimbang pada pusat-pusat permukiman dan pusat berbagai kegiatan
ekonomi yang berkembang.
5. Perencanaan jaringan penghubung (prasarana dan mode transportasi)
yang akan menghubungkan berbagai pusat kegiatan atau
permukiman secara efisien.

Perlu dicatat bahwa pada waktu pendekatan sektoral, kebutuhan


berbagai fasilitas sosial seperti : sekolah, rumah sakit, jaringan listrik,
jaringan telepon, penyediaan air bersih, dan lain-lain telah dibahas
sesuai dengan sektornya masing-masing. Namun, pada waktu itu yang
dibahas adalah permasalahan dan perkiraan kebutuhan (berupa
proyeksi), sedangkan mengenai dimana lokasi proyek yang akan
dibangun, dibahas secara lebih konkret pada waktu pendekatan regional.

4. Kebijakan
a. RPJM Pertama (2008 - 2013)
Dalam tahapan pertama RPJP Bantaeng (2008-2013). Peningkatan
wawasan dan kapasitas manusia melalui peningkatan kualitas pelayanan
dan akses terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan merupakan
prioritas. Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembangunan
pendidikan dan peningkatan kualitas pengetahuan adalah: peningkatan
angka melek huruf mencapai 95% dari penduduk usia sekolah;
peningkatan angka rata-rata lama sekolah mencapai 9 tahun;
peningkatan angka partisipasi murni (APM); peningkatan angka
partisipasi kasar (APK); peningkatan angka partisipasi sekolah;
peningkatan rasio ketersediaan sekolah di atas rata-rata Sulawesi
Selatan; peningkatan rasio guru dan murid meningkat; peningkatan rasio
guru terhadap murid per kelas rata-rata; peningkatan persentase sekolah
yang menerapkan MBS secara menyeluruh; peningkatan jumlah SMK;
peningkatan persentasi kelulusan siswa SD, SLTP dan SLTA dalam
ujian nasional di atas rata-rata Sulawesi Selatan; peningkatan persentase
kelulusan siswa SD, SLTP dan SLTA dalam ujian nasional di atas rata-
rata Sulawesi Selatan;

Di bidang kesehatan sasaran yang ingin diwujudkan adalah peningkatan


usia harapan hidup mencapai 74 tahun; penurunan angka kematian bayi
dibawah 22/1.000 kelahiran; penurunan angka kematian ibu
226/100.000 kelahiran; penurunan prevalensi gizi kurang pada anak
balita dibawah 20% dan gizi buruk dibawah 5%; peningkatan cakupan
ketersediaan air bersih dan MCK di desa meningkat; peningkatan rasio
posyandu per satuan balita; perbaikan rasio puskesmas, poliklinik, dan
pustu persatuan penduduk; peningkatan persentase KK yang mendapat
pelayanan sampah; penurunan angka Kelahiran Total (Total Fertility
Rate) menurun dibawah rata-rata Sulawesi Selatan; peningkatan rasio
akseptor KB.

Di bidang pendidikan, sasaran yang ingin dicapai adalah peningkatan


pengetahuan masyarakat yang dicerminkan dari adanya peningkatan
rata rata lama sekolah. Program program pembangunan diarahkan pada
penyediaan fasilitas pendidikan, khususnya SD dan SMP; peningkatan
kualitas manajemen sekolah; pemanfaatan teknologi komunikasi dan
informasi; perbaikan kesejahteraan guru; serta peningkatan akses
masyarakat terhadap fasilitas dimaksud, termasuk penyediaan insentif
khusus bagi murid berprestasi, khususnya yang berasal dari kalangan
miskin. Program program promosi pendidikan, pemberantasan buta
aksara juga menjadi priorotas.

Di bidang kesehatan diarahkan pada kebijakan Kesehatan Gratis untuk


meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat yang diupayakan melalui
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk peningkatan
kualitas pelayan kesehatan agar sesuai dengan standar pelayanan
minimum, serta peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas
dimaksud. Perbaikan Gizi Masyarakat diarahkan untuk mengurangi
jumlah penduduk kurang pangan dan gizi. Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular diarahkan untuk mengurangi jumlah
penderita pemyait menular yang antara lain dilakukan melalui upaya-
upaya pemantapan mekanisme tanggap terhadap beberapa penyakit
yang paling banyak diderita oleh masyarakat umum di Kabupaten
Bantaeng, seperti deman berdarah, flu burung, TBC, dan lainnya.
Promosi Kesehatan diarahkan pada meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya upaya-upaya untuk mencegah
penyakit, termasuk ikut secara aktif memelihara lingkungan sehat,
termasuk peningkatan kesadaran untuk hidup sehat.
Upaya peningkatan layanan perumahan, lingkungan permukiman,
sanitasi dan air bersih diarahkan pada terwujudnya lingkungan
perumahan dan pemukiman yang sehat dan tersedianya air bersih yang
antara lain dapat diukur dari meningkatnya proporsi penduduk yang
memiliki akses (cakupan pelayanan) terhadap sumber air minum yang
aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar.

Dalam upaya peningkatan dan perbaikan kampung dan permukiman,


diarahkan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak, aman dan
terjangkau bagi penduduk miskin dan kalangan berpendapatan
rendah, tersedianya prasarana dan sarana dasar bagi kawasan rumah
sederhana dan rumah sederhana yang sehat; serta terlaksananya
pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat.

Peningkatan dan pemerataan kesejahteraan melalui pengembangan desa


sebagai komunitas mandiri diarahkan untuk menjadikan desa/kelurahan
sebagai cikal bakal masyarakat beradab dengan fokus pada peningkatan
kualitas teknostruktur masyarakat untuk mendukung pengembangan
agro-industri berbasis pada potensi desa yang spesifik. Pembangunan
desa dan kelurahan mandiri merupakan inti dari visi pembangunan
Bantaeng 2008-2013. Desa dan kelurahan mandiri adalah suatu keadaan
dimana potensi dan sumberdaya desa dan kelurahan dikelola secara
efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan nilai dan norma yang
dipatuhi bersama oleh unsur-unsur desa dan kelurahan tersebut sebagai
sebuah entitas komunitas. Dalam mewujudkan kondisi mandiri maka
peningkatan kualitas teknostruktur desa dan kelurahan merupakan
keniscayaan. Dalam entitasnya yang lunak (soft technostructure),
kualitas teknostruktur desa dan kelurahan terkait dengan kuatnya
kelembagaan, yakni adanya norma/aturan yang dipatuhi bersama
sebagai satu komunitas dan kuatnya pengorganisasian diri sebagai satu
komunitas, sedemikian rupa sehingga kebersamaan diantara semua
unsur pada desa dan kelurahan tersebut senantiasa terpelihara.

Dalam entitasnya yang keras (hard technostructure), kualitas


teknostruktur desa dan kelurahan terkait dengan kemampuan
pengetahuan dan teknologi masyarakat dalam mengelola potensi dan
sumberdaya secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Tingginya
komponen pengetahuan dan teknologi dari produk yang dihasilkan
setiap desa dan kelurahan menentukan tingginya nilai dari produk
tersebut. Dengan meningkatkan komponen pengetahuan dan teknologi
pada keseluruhan proses pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya desa
dan kelurahan berarti unsur-unsur desa dan kelurahan menciptakan nilai
pada produk dari keseluruhan rangkaian proses tersebut.
Agenda ini diarahkan pada peningkatan kualitas teknostruktur
masyarakat untuk mendukung pengembangan agroindustri berbasis
potensi spesifik desa. Dengan arah kebijakan demikian, selain dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setiap desa, juga untuk
memunculkan kespesifikan identitas tiap desa berdasarkan kualitas
teknostrukturnya, sehingga interkoneksi antar desa dengan identitasnya
masing-masing akan mewujudkan Bantaeng sebagai wilayah dengan
keragaman internal yang tinggi.

Pengembangan Sistem Perencanaan Desa dan Kelurahan. Sebagai


entitas yang senantiasa dituntut merespons dinamika lingkungannya,
desa dan kelurahan memerlukan sebuah sistem perencanaan, yang
dengan sistem itu unsur-unsur desa merumuskan visinya kedepan dan
mengupayakan perubahan kearah perwujudan visi tersebut berdasarkan
potensi yang dimiliki dengan mengacu pada visi pembangunan daerah.
Dengan itu setiap desa dan kelurahan memiliki identitas pembangunan
dan menjadi acuan dalam berbagai aktivitasnya. Perencanaan
pembangunan desa mencakup upaya-upaya strategis untuk mencapai
tujuan lima tahunan dan tujuan tahunan berdasarkan keterlibatan unsur
masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah desa serta interkoneksitas
unsur desa dengan pemerintah kecamatan dan pemerintah kabupaten.
Program-program yang menjadi prioritas adalah: Pengembangan Balai
Rujukan dan Pelayanan Pembangunan (Baruga Sayang); Peningkatan
Kemampuan Pengelolaan Potensi/Sumberdaya Desa dan Kelurahan;
Peningkatan Keualitas Internalisasi Nilai Nilai Budaya dan Agama.

Dalam upaya peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah


diarahkan untuk mencapai kondisi ideal yaitu peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan melalui pengembangan desa sebagai
komunitas mandiri (sebagai cikal bakal masyarakat beradab) dengan
fokus pada peningkatan kualitas teknostruktur masyarakat untuk
mendukung pengembangan agro-industri berbasis pada potensi desa
yang spesifik.

Kebijakan peningkatan produksi dan pengembangan agribisnis


pedesaan menuju terwujudnya desa mandiri diarahkan untuk
mengembangkan pusat-pusat petumbuhan komoditas unggulan yang
berdaya saing yang terorganisasi oleh organisasi ekonomi petani dalam
system agromarine-bisnis yang mengedepankan keterlibatan petani,
deversifikasi usaha pertanian, penangan pasca panen, serta bisnis hasil
olahannya yang mampu mengakses dan memasuki pasar nasional dan
internasional melalui inovasi teknologi spesifik lokasi dan ramah
lingkungan, mendorong peningkatan kualitas manusia baik aparat
pemerintah, maupun pelaku agribisnis khususnya petani melalui
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani pada setiap pusat
pertumbuhan agribisnis melalui sekolah pertanian lapang dengan
melibatkan perguruan tinggi, khususnya Universitas Hasanuddin dan
libang-litbang pertanian, mendorong berkembangnya usaha-usaha
agroindustri hulu maupun pengolahan hasil pertanian dengan prioritas
skala kecil di setiap desa. Ekonomi desa akan dikembangkan dengan
konsep pengembangan desa mandiri dalam bentuk kelembagaan
ekonomi Badan Usaha Milik Desa (BUMD), mendorong keterpaduan
pembangunan agribisnis dengan pembangunan wilayah baik
pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi
kemasyarakatan, mendorong peningkatan citra produk-produk
pertanian dan perikanan Kabupaten Bantaeng melalui promosi dan
membentuk kemitraan pada jejaring nasional dan internasional.

Komoditas unggulan yang dimaksudkan adalah komoditas yang


memiliki potensi sumberdaya dan teknostruktur, skala ekonomi yang
relatif besar (karena melibatkan banyak petani dan memberi kontribusi
besar pada peningkatan PDRB), serta memiliki peluang untuk
peningkatan kesejahteraan petani (karena belum dilakukan secara
optimal dan memiliki ruang untuk usaha agribisnis). Sejumlah
komoditas yang masuk dalam kelompok komoditas unggulan di
Kabupaten Bantaeng antara lain padi (beras), jagung, kakao, kopi, umbi
umbian (talas dan kentang), hortikultura (sayuran dan buah buahan),
sapi, ikan dan rumput laut.

Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan produksi dan kualitas


produksi beberapa komoditas unggulan Kabupaten Bantaeng dengan
senantiasa mengedepankan keterlibatan masyarakat lokal, untuk
menjamin ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan
masyarakat lokal, serta untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat
dalam kegiatan agribisnis.

Komoditas unggulan yang dimaksudkan disini adalah komoditas yang


memiliki potensi sumberdaya dan teknostruktur, skala ekonomi yang
relatif besar (karena melibatkan banyak petani dan memberi kontribusi
besar pada peningkatan PDRB atau berpotensi untuk penguatan
teknostruktur dalam upaya pencapaian desa mandiri, serta memiliki
peluang untuk peningkatan kesejahteraan petani (karena belum
dilakukan secara optimal dan memiliki ruang untuk usaha agribisnis).
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor
pertanian secara umum (pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan)
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantaeng meningkat di atas
7% pertahun selama 2008-2013, dapat meningkatkan pertumbuhan
PDRB diatas 8,2% pada 2008-2013 dan dapat meningkatkan daya beli
masyarakat berada pada kisaran 700 pada tahun 2013. Sejumlah
komoditas yang masuk dalam kelompok komoditas unggulan antara lain
padi (beras), jagung, sapi, udang, rumput laut, sayur sayuran dataran
tinggi (kentang, wortel), umbi umbian (talas) dan tanaman perkebunan
(kakao dan kopi).

Pembangunan pertanian yang berorientasi pada kualitas dan


berwawasan lingkungan (pertanian organik) dan pengembangan produk
pertanian yang spesifik diarahkan pada pengembangan sayuran dataran
tinggi di Kecamatan Uluere dan Sinoa. Program ini diarahkan pada
perbaikan kualitas melalui pengembangan pertanian organik dan
perbaikan penanganan pasca panen (pemanenan, pengemasan,
pengangkutan). Produk yang dihasilkan ditargetkan berorientasi pasar
antar pulau dan ekspor.

Peningkatan kualitas penanganan pasca panen tanaman pangan dan


produk sekundernya diarahkan pada peningkatan kualitas penanganan
pasca panen dilakukan untuk menekan susut bobot dan susut kualitas,
diupayakan melalui perbaikan teknologi pasca panen (pemetikan,
pengeringan, penanganan dan pengankutan). Pengembangan industri
sekunder dilakukan melalui pengembangan aneka industri olahan
jagung. Peningkatan kualitas pasca panen dan pengembangan produk
olahannya dilakukan pada sentra produksi jagung di Kecamatan
Eremerasa, Gantarangkeke, Sinoa, Bisappu, Bantaeng dan Uluere.

Peningkatan kualitas penanganan pasca panen tanaman perkebunan dan


pengembangan produk sekundernya diarahkan pada peningkatan
kualitas penanganan pasca panen dilakukan untuk menekan susut bobot
dan susut kualitas, diupayakan melalui perbaikan teknologi pasaca
panen (pemetikan, pengeringan, penanganan, pengemasan dan
pengankutan). Pengembangan industri sekunder dilakukan melalui
pengembangan aneka industri olahan kakao (kakao bubuk, pasta,
permen coklat). Peningkatan kualitas pasca panen dan pengembangan
produk olahannya dilakukan pada sentra produksi kakao di Kecamatan
Bissappu, Bantaeng,Tompobulu dan Uluere.

Peningkatan kualitas penanganan pasca panen perikanan tangkap,


agromarine dan produk sekundernya diarahkan pada peningkatan
kualitas penanganan pasca panen dilakukan untuk menekan susut bobot
dan susut kualitas, diupayakan melalui perbaikan teknologi pasca panen
(penangkapan, penanganan dan pengankutan). Pengembangan industri
dilakukan melalui pengembangan aneka industri olahan hasil perikanan
(ikan beku, fillet, nugget, tepung ikan). Peningkatan kualitas pasca
panen dan pengembangan produk olahannya dilakukan pada sentra
produksi di Kecamatan Pa’jukukang dan pada daerah pengembangan
jejaring kerjasama dengan daerah sekitarnya. Industri olahan hasil
olahan perikanan diarahkan berorientasi ekspor dengan melibatkan
kemitraan dengan nelayan di Kabupaten Bantaeng dan daerah
sekitarnya.

Peningkatan populasi sapi dan pengembangan industri pengolahan susu,


diarahkan pada peningkatan teknostruktur masyarakat untuk
peningkatan populasi sapi dan produksi susu dan aneka olahannya.
Kegiatan ini dilakukan pada sentra beberapa kecamatan yaitu
Kecamatan Eremerasa, Gantarangkeke, Sinoa, Bissappu, Bantaeng,
Uluere, Pa’jukukang dan Tompobulu.

Inisiasi dan pengembangan agro- dan eko-wisata (pada kawasan


hortikultura dataran tinggi) difokuskan pada pengembangan hamparan
tanaman spesifik. Ekowisata diarahkan pada peningkatan intensitas
konservasi potensi ekowisata lokal. Selain itu, pengembangan wisata
disertai dengan peningkatan promosi pasar wisata.

Pembangunan interkoneksitas Antar Desa dan Pelayanan Regional


diarahkan pada perwujudan Bantaeng sebagai suatu entitas kuat dan
mandiri; Pengembangan “the new Bantaeng”, mencakup pengembangan
pusat pelayanan regional perhubungan laut, pemukiman dan wisata
bahari (marine tourism).

Peningkatan Kualitas Pelayanan Pemerintahan difokuskan pada upaya


untuk mencapai keberadaan kelembagaan pemerintah yang kuat dan
berwibawa yang mengikuti prinsip-prinsip good governance. Dalam
kondisi seperti ini, pemerintah diwajibkan untuk menyelenggarakan
tugas-tugas pelayanan untuk memenuhi hak dasar masyarakat dalam
kerangka pemberdayaan masyarakat, selain tugas-tugas di
bidang pembangunan dan pengaturan (regulasi).

Pada tahapan RPJM ini, pemerintah daerah perlu melakukan


pembenahan internal agar mampu melaksanakan tugas-tugas dimaksud
secara efisien dan efektif. Pembenahan dimaksud menjadi semakin berat
karena pemerintah dituntut pula untuk menyesuaikan diri terhadap
tuntutan perubahan yang dibawa oleh spirit zaman. Lingkup
pembenahan juga memiliki rentang yang lebar, dari pergeseran sikap
dan wawasan aparat menjadi aparat yang profesional, sampai kepada
penataan kelembagaan agar mampu berfungsi sebagai organisasi yang
mampu menjawab tuntutan zaman yang terus berubah.
Peningkatan kinerja SKPD diarahkan untuk memelihara dan
meningkatkan kinerja SKPD sesuai dengan lingkup tugas (TUPOKSI)
masing-masing, dengan sasaran spesifik berupa diterapkannya Standar
Operasional Pekerjaan (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM),
serta berjalannya pelayanan pengaduan dan keberatan masyarakat pada
setiap SKPD.

Peningkatan kualitas profesionalisme aparatur pemerintah diarahkan


untuk meningkatkan kualitas profesionalisme aparatur pemerintah
dalam tugas-tugas pelayanan, pembangunan dan pemerintahan. Untuk
maksud tersebut maka upaya-upaya difokuskan kepada pelatihan
(fungsional dan struktural) serta pendidikan lanjutan (formal) yang
sistimatis dan konsisten, dalam arti sesuai dengan arah pengembangan
karier dari setiap aparatur pemerintah dan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan. Kegiatan utama yang perlu diprioritaskan adalah analisis
kebutuhan diklat (need assessment) setidaknya dalam 20 tahun ke
depan, dikaitkan dengan kebutuhan akan dukungan aparatur untuk
melaksanakan RPJP Kabupaten Bantaeng. Penataan Kelembagaan Dan
Ketatalaksanaan Pemerintahan diarahkan untuk meningkatkan kualitas
kinerja kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah kabupaten
sehingga memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai organisasi
pembelajar (learning organization) dan sebagai mission-driven
organization.

Peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan dan aset


daerah diarahkan untuk peningkatan profesionalisme aparatur
pengelola keuangan daerah yang berdampak pada peningkatan
Kapasitas Fiskal Daerah.

Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang menerapkan prinsip-


prinsip good governance, maka pada tahapan ini, program program
pembangunan diarahkan untuk mencapai pengelolaan komunikasi
dengan masyarakat yang optimal, terntegrasi sistem informasi
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, pelaporan
APBD, peningkatan kualitas layanan perizinan antara lain melalui
penerapan perizinan satu pintu, perizinan usaha secara elektronik dan
pengembangan model layanan terpadu. Indikator kinerja yang akan
dicapai antara lain; berfungsinya sistem pelayanan satu pintu untuk
semua perizinan, pengurusan izin usaha menjadi lebih mudah, cepat, dan
jelas biayanya. berkurangnya penyimpangan dalam pemberian izin,
meningkatkan transparansi dan efisiensi perizinan; Reformasi birokrasi,
untuk terlaksananya reformasi kebijakan, terbentuknya organisasi yang
lebih ramping; tersusunnya job description untuk setiap jabatan
perangkat daerah; meningkatnya kompetensi PNS; Tersusunnya peta
kompetensi dan terseleksinya pejabat struktural; tersusunnya sistem
renumerasi bagi PNS; Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan di
tingkat desa/kelurahan dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak
yang lebih luas kepada Lurah, dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan publik ke arah yang lebih baik.

Penyebarluasan dan transparansi informasi difokuskan pada


penyebarluasan dan transparansi informasi. Pada satu sisi diperlukan
untuk meredam isu dan rumor yang potensial mengganggu kondisi
kehidupan masyarakat, sedangkan pada sisi lain diperlukan untuk
menjaring aspirasi dan masukan masyarakat yang dibutuhkan sebagai
masukan (feedback) guna meningkatkan kinerja pemerintahan.

5. Kaidah Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Bantaeng Tahun 2008-2028 ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang
bersifat politis, menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pelayanan kemasyarakatan dan pengelolaan pembangunan di daerah, bagi
segenap lembaga pemerintah, dunia usaha, lembaga sosial kemasyarakatan
dan segenap lapisan masyarakat.

Untuk itu, perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaannya sebagai berikut :

a. Bupati Bantaeng berkewajiban melaksanakan Peraturan Daerah ini


dengan menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
kemasyarakatan dan pengelolaan pembangunan serta berkewajiban
untuk menggerakkan semua potensi yang tersedia dengan melibatkan
para pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada dalam menyusun
perencanaan, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan di
daerah.
b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantaeng berkewajiban
menetapkan dan melaksanakan peraturan daerah ini sesuai dengan
fungsi, tugas dan wewenang untuk memantau dan mengawasi baik
dalam proses peren ca naan, pelaksanaan, memantau, evaluasi dan
pengendalian serta pengawasan maupun pemanfaatan hasil-hasil pem
bangunan berdasarkan perundangan yang berlaku.
c. Komunitas masyarakat meliputi unsur lembaga swadaya masyarakat,
tokoh- tokoh masyarakat, sektor swasta dan terutama lembaga
pendidikan tinggi di daerah ini, ikut bertanggung jawab dan
berpartisipasi langsung secara aktif sesuai fungsi masing-masing, baik
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, memantau, evaluasi dan
pengendalian serta pengawasan maupun pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan serta memelihara hasil tersebut sesuai mekanisme
peraturan perundangan yang berlaku.
d. Untuk melaksanakan Peraturan Daerah ini. Bupati berkewajiban
menjabarkan kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantaeng yang memuat uraian kebijakan
yang terstruktur dan ditetapkan oleh Bupati dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Selanjutnya Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) memuat rencana program tahunan yang akan diajukan
kedalam Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah dan APBN
serta sumber dana lain yang sah.

E. Kesimpulan
Dimana Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan
Nasional. Dalam merencankan perlu adanya memadukan pendekatan sektoral
dan regional.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bantaeng
Tahun 2008-2028 yang berisi visi, misi dan arah pembangunan daerah
merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam
penyelenggaraan pem bangunan daerah Kabupaten Bantaeng 20 tahun ke depan
untuk mencapai tujuan mewujudkan Bantaeng sebagai wilayah terkemuka yang
maju dilihat dari sisi kemandirian, keadilan dan kemakmuran.

F. Saran
Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab bersama demi tercapainya tujuan
pembangunan daerah, Sebaiknya perlu dikembangkan peran aktif masyarakat
dalam menetapkan dan melaksanakan Peraturan
Daftar Pustaka

http://www.academia.edu/12136116/Kebijakan_Pengembangan_Wilayah_di_Indones
ia_Dalam_Skala_Nasional_Wilayah_dan_Lokal_Terkait_Dengan_RTRW_RPJ
M_Rencana-Rencana_Sektoral

Nurzaman, S. S. 2012. Perencanaan Wilayah dalam Konteks Indonesia. Bandung:


Penerbit ITB.

Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Bantaeng 2008 -


2013

Anda mungkin juga menyukai