Latar Belakang
Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan
dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran
untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Perencanaan berhubungan
dengan masa yang akan datang, implikasi: perencanaan sangat berkaitan
dengan: proyeksi/prediksi, penjadwalan kegiatan, monitoring dan evaluasi.
Merencanakan berarti memilih: memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai
kondisi yang lebih baik, dan memilih cara/kegiatan untuk mencapai
tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan; (2) untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; (3) yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat
dan daerah. Dalam melaksanakan pembangunan nasional/daerah, ada 2 (dua)
acuan yaitu Rencana Pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kedua
rencana tersebut sering tidak sinergi, salah satunya akan menyebabkan
pembangunan antar sektor tidak sinergis.
Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas keterkaitan atau integrasi
antara Kebijakan pengembangan wilayah di Kabupaten Bantaeng dalam skala
nasional, wilayah, dan lokal terkait dengan RPJM dan rencana-rencana sektoral.
B. Permasalahan
Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan
satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk
menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu
memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan
peran masyarakat secara intensif.
Kerusakan DAS
Terdapat tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berperan besar dalam
ekohidrologi di Bantaeng dan sekitarnya yaitu DAS Lantebong, Sub-DAS
Biangloe dan Sub-DAS Sinoa. Kondisi DAS Lantebong sudah berada pada
kondisi yang kritis. Aliran permukaan (overland flow) pada DAS ini cukup
tinggi dan menimbulkan banjir setiap tahun pada daerah hilir (Kota Bantaeng).
Lahan pada DAS Biangloe telah banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
DAS ini merupakan daerah tangkapan hujan (catcment area) dari mata air
Eremerasa yang merupakan kawasan ekowisata Kabupaten Bantaeng. DAS
Sinoa, wilayah hulunya telah berubah menjadi kawasan budidaya (pertanian dan
permukiman). Kondisi DAS yang kritis tersebut telah mengakibatkan banjir
tahunan dan sedimentasi yang merusak ekosistem pesisir Bantaeng dan
sekitarnya. Ketiga DAS tersebut memerlukan tindakan rehabilitasi untuk
mengembalikan fungsinya sebagai daerah tangkapan hujan yang dapat menjaga
keberlangsungan sistem ekohidrologis di Bantaeng dan sekitarnya.
C. Tujuan
D. Pembahasan
1. Kebijakan Perencanaan Wilayah
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara
bertindak (Balai Pustaka, 2007). Menurut Ealau dan Pewitt (1973) (Edi
Suharto, 2008), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan
oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau
yang melaksanakan kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974) (Edi
Suharto,2008), kebijakan adalah prinsipprinsip yang mengatur tindakan dan
diarahkan pada tujuan tertentu. Kebijakan adalah suatu ketetapan yang
memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat
secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Carl Friedrich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson merumuskan kebijakan
sebagai langkah tindakan secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu
yang dihadapi (Winarno,Budi,2002).
Selain itu terdapat pula pendapat beberapa ahlo terkait dengan kebijakan
diantaranya :
Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain
terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang
sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor
lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis masukan-keluaran
(input-output analysis). Dalam analisis ini terlebih dahulu dibuat tabel
masukan-keluaran (input-output table) antara sektor-sektor (biasanya
antar kelompok industri). Perubahan pada satu sektor (industri) secara
otomatis akan mendorong perubahan pada sektor (industri) lainnya.
Perubahan ini memiliki sifat pengganda (multiplier) karena akan terjadi
beberapa kali putaran perubahan, dimana putaran yang terakhir sudah
begitu kecil pengaruhnya, sehingga bisa diabaikan. Analisis masukan-
keluaran ini baru bisa digunakan apabila tabel masukan-keluaran untuk
daerah tersebut sudah tersedia. Pembuatan tabel yang dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya cukup rumit, pengumpulan
data memerlukan biaya besar serta diperlukan analisis yang
komprehensif. Tabel masukan-keluaran untuk ekonomi nasional sudah
ada, pertama sekali dibuat tahun 1971 dan sudah direvisi beberapa kali.
Untuk wilayah Sumatra Utara maka tabel input-output dibuat pertama
kali untuk tahun 1990 dan kembali dibuat untuk tahun 2000.
Apabila tabel koefisien input dari berbagai sektor yang saling terkait
dapat dibuat, selanjutnya dapat diolah untuk menghasilkan tabel matriks
pengganda. Setelah tabel matriks pengganda tersedia, apabila kita dapat
memproyeksikan permintaan akhir sektor-sektor yang dominan, dengan
proses tertentu, pertumbuhan keseluruhan sektor dapat diproyeksikan.
Hal yang sama dapat juga dilakukan untuk kebutuhan tenaga kerja,
modal, dan lahan. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa input-
input yang dibutuhkan masih cukup tersedia atau sudah tidak mencukupi
lagi sehingga proyeksi perlu direvisi. Perencanaan ekonomi regional di
Indonesia masih jarang yang menggunakan metode masukan-keluaran
karena membutuhkan data yang banyak dan rumit dan belum tentu
akurat. Lagi pula perencana wilayah masih sedikit yang berpengalaman
untuk menggunakan metode tersebut.
b. Pendekatan Regional
Analisis regional adalah analisis atas penggunaan ruang saat ini, analisis
atas aktivitas yang akan mengubah penggunaan ruang dan perkiraan atas
bentuk penggunaan ruang di masa yang akan dating. Analisis regional
(spasial) didasarkan pada anggapan bahwa perpindahan orang dan
barang dari satu daerah ke daerah lain adalah bebas dan bahwa orang
(juga modal) akan berpindah berdasarkan daya tarik (attractiveness)
suatu daerah yang lebih kuat dari daerah lain. Pendekatan regional
adalah pendekatan yang memandang wilayah sebagai kumpulan dari
bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya
tariknya masing-masing. Hal inilah yang membuat mereka saling
menjalin hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya.
Jadi, perlu dilihat dan dianalisis dinamisme pergerakan dari faktor-
faktor produksi (kecuali alam), yaitu bergerak dari suatu daerah ke
daerah lain. Daya tarik ittu sendiri berupa potensi dan peluang-peluang
yang lebih tinggi di suatu daerah disbanding dengan daerah lain.
Memang analisis sektoral yang diperinci menurut satuan daerah yang
lebih kecil diperlukan sebagai masukan dalam analisis regional untuk
menentukan daya tarik masing-masing bagian wilayah tersebut. Dalam
analisis regional misalnya, tidak diramalkan bahwa pertambahan
penduduk secara alamiah di kecamatan X akan tetap tinggal disitu
sampai batas jangka perencanaan (misalnya sampai lima tahun
mendatang) dan tidak aka nada penduduk luar yang akan pindah ke
kecamatan tersebut.
4. Kebijakan
a. RPJM Pertama (2008 - 2013)
Dalam tahapan pertama RPJP Bantaeng (2008-2013). Peningkatan
wawasan dan kapasitas manusia melalui peningkatan kualitas pelayanan
dan akses terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan merupakan
prioritas. Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembangunan
pendidikan dan peningkatan kualitas pengetahuan adalah: peningkatan
angka melek huruf mencapai 95% dari penduduk usia sekolah;
peningkatan angka rata-rata lama sekolah mencapai 9 tahun;
peningkatan angka partisipasi murni (APM); peningkatan angka
partisipasi kasar (APK); peningkatan angka partisipasi sekolah;
peningkatan rasio ketersediaan sekolah di atas rata-rata Sulawesi
Selatan; peningkatan rasio guru dan murid meningkat; peningkatan rasio
guru terhadap murid per kelas rata-rata; peningkatan persentase sekolah
yang menerapkan MBS secara menyeluruh; peningkatan jumlah SMK;
peningkatan persentasi kelulusan siswa SD, SLTP dan SLTA dalam
ujian nasional di atas rata-rata Sulawesi Selatan; peningkatan persentase
kelulusan siswa SD, SLTP dan SLTA dalam ujian nasional di atas rata-
rata Sulawesi Selatan;
5. Kaidah Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten
Bantaeng Tahun 2008-2028 ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang
bersifat politis, menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pelayanan kemasyarakatan dan pengelolaan pembangunan di daerah, bagi
segenap lembaga pemerintah, dunia usaha, lembaga sosial kemasyarakatan
dan segenap lapisan masyarakat.
E. Kesimpulan
Dimana Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia adalah
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan
Nasional. Dalam merencankan perlu adanya memadukan pendekatan sektoral
dan regional.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bantaeng
Tahun 2008-2028 yang berisi visi, misi dan arah pembangunan daerah
merupakan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat di dalam
penyelenggaraan pem bangunan daerah Kabupaten Bantaeng 20 tahun ke depan
untuk mencapai tujuan mewujudkan Bantaeng sebagai wilayah terkemuka yang
maju dilihat dari sisi kemandirian, keadilan dan kemakmuran.
F. Saran
Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab bersama demi tercapainya tujuan
pembangunan daerah, Sebaiknya perlu dikembangkan peran aktif masyarakat
dalam menetapkan dan melaksanakan Peraturan
Daftar Pustaka
http://www.academia.edu/12136116/Kebijakan_Pengembangan_Wilayah_di_Indones
ia_Dalam_Skala_Nasional_Wilayah_dan_Lokal_Terkait_Dengan_RTRW_RPJ
M_Rencana-Rencana_Sektoral