Anda di halaman 1dari 11

A.

LATAR BELAKANG

Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945, yang dalam perkembangannya telah menghasilkan pembangunan untuk seluruh
masyarakat. Pelaksanaan pembangunan di Indonesia selain bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan umum, juga mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.

Sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah


Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan selanjutnya disingkat APBD bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan
selanjutnya disingkat PAD dan Dana Perimbangan. Pendapatan Asli Daerah yang antara lain
berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan masyarakat. Sehingga daerah tersebut mampu mengatur dan
mengurus keuangan daerahnya sendiri (Solihin dan Deddy, 2001: 264).

Dalam upaya pemberdayaan pemerintahan daerah, perspektif perubahan yang


diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah sebagai berikut
(Mardiasmo,2002: 9):

a) Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik. Hal ini tidak saja
terlihat pada besarnya pengalokasian anggaran untuk 14 kepentingan publik, tetapi juga
terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan keuangan daerah.
b) Kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan anggaran daerah
pada khususnya.
c) Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam
pengelolaan anggaran.
d) Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan pengelolaan uang daerah
berdasarkan kaidah mekanisme pasar, transparansi, dan akuntabilitas.
e) Kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD dan PNS daerah, baik ratio maupun dasar
pertimbangannya.
f) Ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran multi-
tahunan.
g) Prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih profesional.
h) Prinsip akuntansi pemerintahan daerah, laporan keuangan, peran DPRD, dan akuntan publik
dalam pengawasan, pemberian opini dan transparansi informasi anggaran kepada publik.
i) Aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi, dan
peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah.
j) Pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran
yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah 15 daerah terhadap penyebarluasan
informasi sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian, serta mempermudah
mendapatkan informasi.
Pendapatan Daerah adalah semua pendapatan rekening kas umum daerah yang
menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi
hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pajak Daerah adalah iuran
wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau golongan.

Pengelolaan keuangan daerah khususnya pengelolaan anggaran daerah, dalam konteks


otonomi menduduki posisi yang sangat penting. Namun sayangnya, saat ini kualitas perencanaan
anggaran daerah yang digunakan masih relative lemah. Lemahnya perencanaan anggaran juga
diikuti dengan ketidakmampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaam daerah
secara berkesinambungan. Sementara itu, pengeluaran daerah terus meningkat secara dinamis,
sehingga terjadi kerugian yang cukup besar. Mulai tahun 2001 otonomi daerah sudah diterapkan,
sehingga diharapkan dapat menggali sumbersumber pendapatan yang sebesar-besarnya, agar
pembangunan yang direncanakan didaerah masing-masing dapat berjalan dengan lancar dan
sukses.

Kebutuhan dana yang tidak sedikit setiap daerah, harus bisa dicukupi dengan penggalian
dana dari masyarakat terutama berupa pajak dan retribusi, sehingga penerimaan pajak dan
retribusi diusahakan agar terpenuhi secara maksimal dan perlu diawasi tingkat pencapaiannya.
Karena pencapaian penerimaan pajak dan retribusai yang efisien diperlukan agar mencapai hasil
yang memuaskan berupa peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang optimal dan dikelola di Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan selanjutnya disingkat DPPKAD. Bila
masih belum efisien, maka diperlukan berbagai perbaikan dan langkah-langkah kebijaksanaan
daerah agar mampu meraih tingkat efisiensi penerimaan pajak dan retibusi daerah.

Menurut Pasal 2 Peraturan Penerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan


keuangan daerah, ruang lingkup keuangan daerah meliputi:

a) Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.
b) Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah daerah dan membayar
tagihan pihak ketiga.
c) Penerimaan daerah.
d) Pengeluaran daerah.
e) Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahklan pada perusahaan daerah.
f) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan tugas
pemerintah daerah dan atau kepentingan umum.
B. LANDASAN TEORI
1. OTONOMI DAERAH
Kebijakan otonomi daerah telah melahirkan sebuah Undang-undang nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah. Secara jelas dalam pasal 1 menerangkan bahwa pemerintah
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sesuai
peraturan perundang-undangan dan dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah merupakan pemegang
kemudi dalam pelaksanaan kegiatan.
Tujuan dari pengembangan otonomi daerah adalah sebagai berikut:
a) Memberdayakan masyarakat.
b) Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas.
c) Meningkatkan peran serta masyarakat.
d) Meningkatkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah, menyebutkan beberapa sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, antara lain:

a) Sumber Pendapatan Asli Daerah.


1) Hasil Pajak Daerah
2) Hasil Retribusi Daerah
3) Bagian Laba Usaha Daerah
b) Dana perimbangan
a. Bagi hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
d. Dana Perimbangan dari Propinsi
e. Lain-lain pendapatan yang sah.
2. PAJAK DAERAH
a) Pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja adalah iuran wajib berupa uang atau
barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan
umum. (Mardiasmo,2003). 45
b) Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut untuk penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan. ( Munawir, 1995)
c) pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.( Pasal 1 UU No.34 Th.2000 )
Dasar Hukum Pajak Daerah a) UUD 1945 Bab III hal keuangan pasal 23 ayat 2 dan penjelasan
tentang UUD Negara Indonesia. b) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 2 ayat 2 dan ayat 3. c) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-undang nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak perogatif pemerintah, pemungutan
tersebut didasarkan pada Undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek
pajak yang mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunaannya.
Sudah merupakan hal yang wajar bila setiap negara berkewajiban untuk menyediakan sarana
dan fasilitas yang diperlukan untuk mempelancar pelaksanaan pemerintahan dan
memberikan pelayanan kepada rakyatnya, mempertahankan hukum, memelihara ketertiban
dan keamanam negara. Untuk itulah pemerintah memerlukan dana dimana salah satu
sumbernya adalah pajak.

3. RETRIBUSI DAERAH
a) Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan (Mardiasmo, 2003).
b) Retibusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi
kerena pembayaran tersebut semata-mata untuk mendapatkan perestasi dari
pemerintah (Waluyo dan Wirawan, 2001).

C. Kerangka Pikir

Dalam rangka mendorong perkembangan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi,
dan bertanggung jawab, maka pembiayaan pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan
asli daerah haruslah dapat dikelola lebih efisien dan efektif. Sejalan dengan tuntutan
pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta usaha peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerah dewasa ini, sangat diperlukan penyediaan sumber-sumber
pendapatan asli daerah yang cukup memadai.

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran


pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional dengan
potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di berbagai daerah sesuai dengan program
pembangunan daerah. Pembangunan daerah yang makin meningkat memerlukan biayabiaya
yang makin besar yang tidak dapat sepenuhnya dibiayai dari subsidi pemerintah pusat.

Penerimaan pajak dan retribusi daerah yang terus meningkat akan menambah total PAD
yang merupakan salah satu dari komponen sisi penerimaan dalam APBD. Total penerimaan PAD
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang terdiri dari dua bagian yaitu
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan daerah.
Penerimaan daerah yang berasal dari pajak dan retribusi daerah yang berupa biaya-biaya
operasional dalam penyelenggaraan roda pemerintahan termasuk pelayanan umum kepada
masyarakat kemudian sisa (sebagian kecil dari penerimaan daerah setelah dikurangi pengeluaran
rutin akan membentuk tabungan pemerintah yang ditujukan untuk pembiayaan pengeluaran
pembangunan daerah di mana dananya dialokasikan melalui bantuan program dan bantuan
proyek).

Berbicara mengenai keuangan aspek keuangan daerah maka upaya untuk menggali
sumber-sumber keuangan daerah tidak terlepas dari potensi sumber daya serta kewenangan yang
dimilikinya, karena sebagaimana diketahui bahwa minimnya kontribusi PAD terhadap APBD,
khususnya pada setiap daerah bukan hanya terletaPk pada aspek kebijaksanaan nasional semata-
mata, melainkan juga kinerja pemerintahan daerah yang belum mampu menciptakan suatu
mekanisme pelaksanaan pungutan secara efektif dan efisien.

Melalui upaya-upaya yang demikian maka volume pendapatan asli daerah akan terus
mengalami peningkatan yang dengan sendirinya daerah-daerah dapat secara mandiri
mengembangkan daerahnya melalui program-program yang dapat menyentuh secara langsung
dengan kebutuhan masyarakatnya.

D. Perbandingan Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Penerimaan Asli
Daerah

1. Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Penerimaan Asli Daerah Kabupaten
Grobongan

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah yang
penting guna membiayai penyelenggaraan dan pembangunan daerah di Kabupaten Grobogan
Purwodadi. Pada tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun anggaran 2007 realisasi
penerimaan pajak daerah di Kabupaten Grobogan selalu mengalami peningkatan dari jumlah
target yang ditetapkan, sedangkan retribusi daerahnya mengalami naik turun. Oleh karena
itu, adanya target dan realisai sangat diperlukan untuk mengetahui dan memantau
perkembangan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber di
wilayahnya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mengetahui
seberapa besar perbandingan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
pendapatan asli daerah dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Penerimaan Pajak Daerah Retribusi Daerah


Rumus = 𝑥 100
Pendapatan Asli Daerah

Tabel 1.1
Prosentase Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2003 – Tahun 2007(milyar rupiah)

Tahun Pendapatan Asli


Pajak Daerah Retribusi Daerah Prosentase
Anggaran Daerah
2003 5.623.402.508 18.158.095.633 37.296.065.852 64 %
2004 4.396.268.596 25.591.434.395 37.038.759.759 81 %
2005 7.681.676.022 20.220.962.642 38.336.527.405 73 %
2006 9.387.115.450 22.457.920.185 41.921.570.931 76 %
2007 9.431.471.476 28.111.719.413 53.458.621.480 70 %
Sumber: DPPKAD Kab. Grobogan

Dari tabel di atas dapat dihitung sebagai berikut ini.

1. Tahun Anggaran 2003


5.623.402.508 + 18.158.095.633
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 64 %
37.296.065.852
2. Tahun Anggaran 2004
4.396.268.596 + 25.591.434.395
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 81 %
37.038.759.759
3. Tahun Anggaran 2005
7.681.676.022 + 20.220.962.642
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 73 %
38.336.527.405
4. Tahun Anggaran 2006
9.387.115.450 + 22.457.920.185
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 76 %
41.921.570.931
5. Tahun Anggaran 2007
9.431.471.476 + 28.111.719.413
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 70 %
53.458.621.480
Dari table 1.1 dapat dikatakan bahwa prosentase perbandingan penerimaan pajak daerah dan
retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah mengalami naik turun dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2003 prosentase penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD sebesar
64% dari keseluruhan PAD pada tahun tersebut. Pada tahun 2004 meningkat menjadi 81%,
dan menurun pada tahun berikutnya dari tahun 2005 sebesar 73%, tahun 2006 sebesar 76%,
dan tahun 2007 sebesar 70%. Hal tersaebut dikarenakan semakin banyak pengeluaran yang
dibutuhkan oleh pemerintah daerah.

2. Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Penerimaan Asli Daerah kota
Makassar

Sesuai dengan prinsip kesatuan bahwa pemerintah daerah merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pemerintah pusat, atas dasar tersebut maka kemandirian daerah dalam
rumah tangganya tidak ditafsirkan bahwa setiap pemerintah daerah harus dapat membiayai
seluruh pengeluaran dari Pendapatan Asli Daerah (PAD-nya) sebagai tindak lanjut dari
pemberian otonomi kepada daerah agar dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam meningkatkann daya guna dan hasil guna dalam pelaksanaan pemerintah di
daerah. Maka upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah mutlak
diperlukan untuk mengantisipasi pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

Pemerintah kota Makassar dalam usaha untuk mengembangkan dan membangun daerahnya
telah berupaya untuk meningkatkan sumbersumber pendapatan asli daerahnya sesuai
potensi yang dimiliki. Upaya tersebut dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi
sumber-sumber PAD, agar peningkatan target setiap tahunnya dapat diikuti dengan
pencapaian realisasi secara konsisten. Untuk mengetahui sejauh mana pemerintah kota
Makassar dalam mengelola sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah tersebut, dan
perkembangan di dalam menunjang pelaksanaan pembangunan serta 46 jalannya roda
pemerintahan di Kota Makassar berikut ini data tentang perkembangan realisasi Pendapatan
Asli Daerah sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2007.

Oleh karena itu, adanya target dan realisai sangat diperlukan untuk mengetahui dan
memantau perkembangan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber di
wilayahnya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mengetahui
seberapa besar perbandingan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
pendapatan asli daerah dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Penerimaan Pajak Daerah Retribusi Daerah


Rumus = 𝑥 100
Pendapatan Asli Daerah
Tabel 1.2
Prosentase Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah Tahun Anggaran 2003 – Tahun 2007 (juta rupiah)

Tahun Pendapatan Asli


Pajak Daerah Retribusi Daerah Prosentase
Anggaran Daerah
2003 41.899,55 23.536,17 78.684,69 83 %
2004 55.020,71 24.717,30 87.464,29 91 %
2005 33.715,68 31.496,67 99.841,78 65 %
2006 77.878,47 37.066,08 120.904,26 95 %
2007 85.996,52 37.972,42 136.626,47 91 %
Sumber: Kantor Dinas Pendapatan daerah Kota Makassar

Dari tabel di atas dapat dihitung sebagai berikut ini.

1. Tahun Anggaran 2003


41.899,55 + 23.536,17
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 83 %
78.684,69
2. Tahun Anggaran 2004
55.020,71 + 24.717,30
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 91 %
87.464,29
3. Tahun Anggaran 2005
33.715,68 + 31.496,67
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 65 %
99.841,78
4. Tahun Anggaran 2006
77.878,47 + 37.066,08
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 95 %
120.904,26
5. Tahun Anggaran 2007
85.996,52 + 37.972,42
Persentase Penerimaan = 𝑥 100 = 91 %
136.626,47
Dari table 1.2 dapat dikatakan bahwa prosentase perbandingan penerimaan pajak daerah
dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah mengalami naik turun dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 prosentase penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD
sebesar 83% dari keseluruhan PAD pada tahun tersebut. Pada tahun 2004 meningkat menjadi
91%, dan menurun drastis pada tahun berikutnya dari tahun 2005 sebesar 65%, tahun 2006
sebesar 95%, dan tahun 2007 sebesar 91%.
Sedangkan untuk hasil retribusi daerah provinsi Sulawesi Utara di tahun 2010 kontribusi
retribusi daerah yaitu sebesar 2,85% dan di tahun 2011 hasil kontribusi retribusi daerah
mengalami penurunan menjadi 1,65% dan di tahun 2012 kontribusi retribusi daerah
meningkat menjadi 2,33% dan di tahun 2013 juga hasil kontribusi daerah mengalami
peningkatan sampai di tahun 2014 yaitu masing-masing dengan hasil yaitu 3,20 untuk tahun
2013 dan 3,67 untuk tahun 2014. Jadi hasil tertinggi dari kontribusi retribusi daerah yaitu
pada tahun 2014 yaitu sebesar 3, 67% .

PERBANDINGAN

Kabupaten Grobogan Kota Makassar


 Dari data hasil perhitungan pada table 1.1  Dari data hasil perhitungan pada
dan 1.2 menunjukan bahwa pertumbuhan table 1.1 dan 1.2 menunjukan bahwa
pajak daerah di tahun 2003 adalah pertumbuhan pajak daerah di tahun
5.623.402.508 lebih besar dari pada tahun 2003 adalah 41.899,55 lebih Kecil
2004 yang pertumbuhan pajaknya dari pada tahun 2004 yang
menurun , sampai dengan 2007 pertumbuhan pajaknya meningkat ,
mengalami peningkatan pertumbuhan sampai dengan 2005 mengalami
pajak selama 3 tahun. penurunan pertumbuhan pajak , dan
kembali meningkat di tahun 2006 -
2007
 Sedangkan untuk hasil retribusi daerah  Sedangkan untuk hasil retribusi
Kabupaten Grobogan di tahun 2003 daerah Kota Makassar di tahun 2003
kontribusi retribusi daerah yaitu sebesar kontribusi retribusi daerah yaitu
18.158.095.633 dan di tah-un 2004 hasil sebesar 23.536,17 dan di tah-un
kontribusi retribusi daerah mengalami 2004 hasil kontribusi retribusi daerah
peningkatan menjadi 25.591.434.395 dan mengalami peningkatan menjadi
di tahun 2005 kontribusi retribusi daerah 24.717,30 dan di tahun 2005
meningkat menjadi 20.220.962.642 dan di kontribusi retribusi daerah
tahun 2006 juga hasil kontribusi daerah meningkat menjadi 31.496,67 dan di
mengalami peningkatan sampai di tahun tahun 2006 juga hasil kontribusi
2007 yaitu masing-masing dengan hasil daerah mengalami peningkatan
yaitu 22.457.920.185 untuk tahun 2006 sampai di tahun 2007 yaitu masing-
dan 28.111.719.413 untuk tahun 2007. masing dengan hasil yaitu 37.066,08
Jadi hasil tertinggi dari kontribusi retribusi untuk tahun 2006 dan 37.972,42
daerah yaitu pada tahun 2007 yaitu untuk tahun 2007. Jadi hasil tertinggi
sebesar 28.111.719.413 . dari kontribusi retribusi daerah yaitu
pada tahun 2007 yaitu sebesar
37.972,42.

 untuk hasil Pendapatan Asli Daerah  untuk hasil Pendapatan Asli Daerah
daerah Kabupaten Grobogan di tahun daerah Kota Makassar di tahun 2003
2003 Pendapatan Asli Daerah daerah Pendapatan Asli Daerah daerah yaitu
yaitu sebesar 37.296.065.852 dan di sebesar 78.684,69 dan di tahun 2004
tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah mengalami
mengalami penurunan menjadi peningkatan menjadi 87.464,29 dan
37.038.759.759 dan di tahun 2005 di tahun 2005 Pendapatan Asli
Pendapatan Asli Daerah meningkat Daerah meningkat menjadi
menjadi 38.336.527.405 dan di tahun 99.841,78 dan di tahun 2006 juga
2006 juga Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah mengalami
mengalami peningkatan sampai di tahun peningkatan sampai di tahun 2007
2007 yaitu masing-masing dengan hasil yaitu masing-masing dengan hasil
yaitu 41.921.570.931 untuk tahun 2006 yaitu 41.921.570.931 untuk tahun
dan 53.458.621.480 untuk tahun 2007. 2006 dan 53.458.621.480 untuk
Jadi hasil tertinggi dari Pendapatan Asli tahun 2007. Jadi hasil tertinggi dari
Daerah yaitu pada tahun 2007 yaitu Pendapatan Asli Daerah yaitu pada
sebesar 53.458.621.480 tahun 2007 yaitu sebesar
53.458.621.480

- -

E. Kesimpulan
Adanya otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat semakin meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah khususnya dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan mengetahui
besarnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah maka dapat membandingkan besarnya
presentase pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
Daftar Pustaka
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1018/SKRIPSI%20BAB%201
%20SAMPAI%20BAB%205.pdf;sequence=1
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/viewFile/12407/11980
file:///C:/Users/ACER/Downloads/vincentius%20septian%20prasetya.pdf

Anda mungkin juga menyukai