BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuh kembang seorang anak sesungguhnya telah dimulai sejak awal konsepsi
dan akan terus berlangsung sampai dengan kelahiran dan tahapan kehidupan
selanjutnya (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005). Adapun tahapan atau periode
awal kehidupan seorang anak setelah kelahiran tersebut dikenal dengan periode
neonatal. Periode neonatal merupakan suatu periode dimana bayi memulai fungsi
organ tubuh secara mandiri (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005). Pada periode ini,
bayi baru lahir melakukan adaptasi dengan kehidupan ekstrauterin yang melibatkan
serangkaian perubahan fisiologis tubuh yang kompleks (Lissauer & Fanaroff, 2009).
Perubahan fisiologis tubuh tersebut meliputi perubahan pada sistem respirasi,
sirkulasi, termoregulasi, keseimbangan asam basa, persarafan, hemopoetika,
2
Bayi berat lahir rendah dapat didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia kehamilan. Hal ini berarti
bahwa berat lahir tersebut dapat sesuai dengan masa kehamilan atau kecil masa
kehamilan yaitu apabila berat lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan
tersebut (Klauss & Fanaroff, 1987; Saifuddin et al., 2006). Selain itu, kelahiran
berat lahir rendah juga dapat pada usia kehamilan cukup bulan atau bahkan
pada kehamilan kurang dari 37 minggu (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005;
Lissauer & Fanaroff, 2009).
Pada kelahiran dengan berat lahir rendah, bayi dapat mengalami proses adaptasi
yang lebih sulit sebagai akibat ketidakmatangan (imaturitas) sistem organ (Bobak,
Lowdermilk, & Jensen, 2005). Beberapa diantara karakteristik imaturitas sistem
organ tersebut seperti kekurangan surfaktan yang dapat mengakibatkan bayi
mengalami gangguan pada kematangan fungsi pernapasan. Kondisi ini dapat diamati
dari adanya kesulitan untuk bernapas segera setelah lahir, apnu, dan juga penyakit
seperti membran hialin atau sindrom gawat napas. Selain itu, struktur kulit bayi yang
tipis dan transparan, jaringan lemak bawah kulit sedikit, aktivitas otot lemah, dan
perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan yang besar mengakibatkan
bayi mudah mengalami kehilangan panas (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005;
3
Kosim et al., 2010; Kattwinkel et al., 2006; Hockenberry & Wilson, 2007).
Karakteristik lainnya adalah imaturitas sistem gastrointestinal seperti rendahnya
kemampuan absorpsi dan motilitas usus, pengosongan lambung yang lambat, serta
belum berkembangnya kematangan dan koordinasi kemampuan menghisap dan
menelan, sehingga mengakibatkan bayi mengalami kesulitan untuk menerima asupan
oral dan memiliki risiko tinggi untuk mengalami aspirasi (Hockenberry & Wilson,
2007).
Konservasi energi sebagai salah satu tujuan utama dari penatalaksanaan bayi
risiko tinggi termasuk bayi berat lahir rendah ini sejalan dengan salah satu teori
keperawatan yaitu teori yang dikembangkan oleh Levine. Levine mengembangkan
sebuah teori keperawatan yang dikenal dengan teori Konservasi. Dalam teorinya,
Levine menjelaskan bahwa keberhasilan individu dalam beradaptasi dengan berbagai
perubahan lingkungan akan mendukung terjadinya konservasi. Dengan kata lain,
konservasi merupakan hasil dari adaptasi (Alligood & Tomey, 2006; Schaefer &
Pond, 1994). Melalui konservasi maka seorang individu akan dapat memelihara
energi yang ada untuk mempertahankan kesehatan dan penyembuhan sehingga
keutuhan diri (wholeness/integrity) individu dapat tercapai dan dipertahankan
(Alligood & Tomey, 2006).
Demikian halnya pada bayi baru lahir, termasuk bayi berat lahir rendah, dimana
segera setelah kelahiran, bayi dihadapkan pada sebuah tantangan untuk melakukan
4
adaptasi dalam kehidupan ekstrauterin. Keberhasilan adaptasi yang dilalui bayi baru
lahir akan menciptakan sebuah konservasi yang memiliki peran bermakna dalam
mendukung optimalisasi proses pertumbuhan dan perkembangannya. Proses
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi baru lahir ini tidak lain adalah bertujuan
untuk mencapai eksistensi dan keutuhan diri.
Oleh karenanya, konsep teori Konservasi demikian ini menjadi latar belakang
mengapa teori Konservasi diaplikasikan dalam teori perkembangan pada neonates
resiko tinggi dengan berat bayi lahir rendah.
B. Tujuan Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Konsep BBLR
1. Definisi
Bayi berat lahir rendah didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia kehamilan. Hal ini berarti bahwa
berat lahir dapat sesuai dengan masa kehamilan atau kecil masa kehamilan yaitu
apabila berat lahir kurang dari normal menurut usia kehamilan tersebut (Klauss &
Fanaroff, 1987; Saifuddin et al., 2006). Selain itu, kelahiran berat lahir rendah ini
dapat pula pada usia kehamilan cukup bulan atau bahkan pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005; Lissauer & Fanaroff,
2009).
Kelahiran dengan berat lahir rendah dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-
faktor tersebut meliputi faktor janin, ibu, dan plasenta. Faktor penyebab berat
lahir rendah yang berasal dari janin antara lain berupa kelainan kromosom,
malformasi organ, dan infeksi. Adapun faktor penyebab yang berasal dari ibu
meliputi usia kehamilan remaja atau kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun,
kehamilan kembar, riwayat kehamilan dengan berat badan rendah dan gizi buruk,
riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan atau prematur sebelumnya,
inkompetensi servik, penyakit hipertensi, penyakit kronis, anemia, infeksi,
riwayat merokok, konsumsi alkohol. Faktor penyebab lainnya berasal dari
plasenta, seperti defek plasenta dan tali pusat (Klauss & Fanaroff, 1987; Ball &
Bindler, 2003; Lissauer & Fanaroff, 2009; Kosim et al., 2010).
Pada kelahiran dengan berat lahir rendah, bayi dapat menjalani proses adaptasi
yang lebih sulit sebagai akibat imaturitas sistem organ yang dimiliki (Bobak,
Lowdermilk, & Jensen, 2005). Beberapa diantara imaturitas sistem organ tersebut
seperti kekurangan surfaktan yang dapat mengakibatkan bayi mengalami
gangguan pada kematangan fungsi pernapasan. Kondisi ini dapat diamati dari
adanya kesulitan untuk bernapas segera setelah lahir, apnu, dan juga penyakit
seperti membran hialin atau sindrom gawat napas. Selain itu, struktur kulit bayi
yang tipis dan transparan, jaringan lemak bawah kulit sedikit, aktivitas otot
lemah, dan perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan yang besar
mengakibatkan bayi mudah mengalami kehilangan panas. Usia sel darah merah
lebih pendek, pembentukan sel darah merah lambat, pembuluh darah kapiler
6
rapuh, dan deposit vitamin E yang rendah menyebabkan bayi dapat mengalami
masalah hematologi seperti anemia dan mudah terjadi perdarahan (Bobak,
Lowdermilk, & Jensen, 2005; Kosim et al., 2010; Kattwinkel et al., 2006;
Hockenberry & Wilson, 2007). Hal lainnya adalah imaturitas pada sistem
gastrointestinal dimana bayi memiliki kemampuan absorpsi dan motilitas usus
yang rendah, pengosongan lambung yang lambat, serta belum berkembangnya
kematangan dan koordinasi kemampuan menghisap dan menelan sehingga
mengakibatkan bayi mengalami kesulitan untuk menerima asupan oral dan
memiliki risiko tinggi untuk mengalami aspirasi (Hockenberry & Wilson, 2007).
Bayi berat lahir rendah juga dapat mengalami imaturitas pada ginjal yang
menyebabkan bayi tidak mampu mengelola air, elektrolit, asam basa, hasil
metabolisme dan pemekatan urin. Bayi juga dapat mengalami ketidakmatangan
retina sehingga menyebabkan bayi rentan mengalami retinophaty of prematurity.
Karakteristik lainnya adalah kurangnya otot polos pembuluh darah dan rendahnya
kadar oksigen darah mengakibatkan terjadinya keterlambatan penutupan duktus
arteriosus dan trauma susunan saraf pusat. Bayi berat lahir rendah pun kerap kali
memiliki pembuluh darah otak dan susunan saraf pusat yang masih imatur.
Imaturitas ini menyebabkan bayi berat lahir rendah belum mampu meregulasi
banyaknya stimulus yang datang dari lingkungan, sehingga bayi rentan untuk
mengalami stres dan menyebabkan perdarahan otak serta mengalami beberapa
hambatan pertumbuhan dan perkembangan di kemudian hari (Maguire et al.,
2008; Kattwinkel et al., 2006). Hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
yang dapat dialami oleh bayi berat lahir rendah ini berupa pertumbuhan berat dan
tinggi badan yang lambat, keterampilan motorik halus dan kemampuan
konsentrasi yang buruk, kesulitan dalam kemampuan abstrak seperti dalam
bidang matematika, serta dapat mengalami hambatan dalam melakukan beberapa
tugas secara bersamaan (Resnick et al., 1987; Powers et al., 2008; Lissauer &
Fanaroff, 2009).
2. Klasifikasi BBLR
1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000- 1500 gram.
3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000
gram.
1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut
neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).
3. Faktor Penyebab Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati dan Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
2) Ibu
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
8
4) Faktor janin
5) Faktor plasenta
6) Faktor lingkungan
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah (Mitayani,
2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm. 12
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.
5. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum cukup
bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi lahir cukup
bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih kecil dari
masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi karena
adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh
penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-
keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi berkurang. Gizi yang
baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan 13 berat badan lahir normal.
Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan
tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan
bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan kondisi kehamilan yang
sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan
bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu
menderita anemia. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi
sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan
atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi
dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, dan
BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).
Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi
tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
10
a. Sistem Pernafasan
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera setelah
lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan
surfaktan (zat di dalam paru dan yang diproduksi dalam paru serta melapisi bagian
alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi). Luman sistem
pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas, insufisiensi klasifikasi
dari tulang thorax, dan pembuluh darah paru yang imatur. Kondisi inilah yang
menganggu usaha bayi untuk bernafas dan sering mengakibatkan gawat nafas
(distress pernafasan).
Bayi lahir dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf
pusat. Kondisi ini disebabkan antara lain: perdarahan intracranial karena
pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia
dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga
sangat berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP), yang diakibatkan
karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi.
c. Sistem Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/ kelainan janin, yaitu
paten ductus arteriosus, yang merupakan akibat intrauterine kehidupan
ekstrauterine berupa keterlambatan penutupan ductus arteriosus.
d. Sistem Gastrointestinal
Bayi dengan BBLR saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang
cukup bulan, kondisi ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi mengisap dan
menelan sampai usia gestasi 33– 34 minggu sehingga kurangnya cadangan nutrisi
seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein.
e. Sistem Termoregulasi
Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang
disebabkan antara lain:
11
f. Sistem Hematologi
g. Sistem Imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, sering kali
memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi.
h. Sistem Perkemihan
i. Sistem Integument
Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis dan transparan
sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.
j. Sistem Pengelihatan
12
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah (Mitayani, 2009) :
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir
yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum atau
sekitar waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi).
b. Hipoglikemi simptomatik
c. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
8. Pemeriksaan Diagnostik
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila
ada. Rentang nilai normal:
1) pH : 7,35-7,45
Bilirubin normal:
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan menerapkan
beberapa metode Developemntal care yaitu :
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan dan
perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk mengatasi
usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Posisi telungkup merupakan posisi terbaik
bagi kebanyakan bayi preterm dan BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi
yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih
14
teratur. Bayi memperlihatkan aktifitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit
bila diposisikan telungkup. Akan tetapi ada yang lebih menyukai postur berbaring
miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai,
karena tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan
menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan dengan
mengubah postur. Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat
mengakibatkan abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu,
peningkatan ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher
dan punggung melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak
boleh posisi telungkup (Wong, 2008).
b. Minimal handling
1) Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi, hal
ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan mempertahankan respirasi.
Bayi dengan penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan
oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit
bayi.
2) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian kehangatan
eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa otot yang
lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas,
kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek yang buruk
pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir mereka harus segera
ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau
menunda terjadinya efek stres dingin.
4) Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan
kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi
preterm, karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi
cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan
permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada
ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut
sangat peka terhadap kehilangan cairan.
5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang.
Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan
kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau
dengan kombinasi keduanya. Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan
pemeliharaan harian harus dipenuhi dalam keadaan adanya banyak
kekurangan anatomi dan fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas menghisap
dan menelan sudah ada sejak sebelu lahir, namun koordinasi mekanisme ini
belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan
belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37 minggu. Pemberian makan
bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara medis) dapat menurunkan insidens
faktor komplikasi seperti hipoglikemia, dehidrasi, derajat hiperbilirubinemia
bayi BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan metode alternatif, air
steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan terutama
ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan toleransi terhadap
pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai
asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai. Bayi BBLR dan preterm
menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam memberikan makan
dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan mekanisme oral-faring dapat
terganggu oleh usaha pemberian makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak
membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima
makanan.
16
Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR (Perinansia, 2008).
a) Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi menempel pada
kulit ibu.
d) Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan) atau kaos dalam
(laki-laki) selama PMK.
e) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya,
agar kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika
bayi berada pada posisi tegak.
f) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada ibu
dan bayi seluasluasnya.
h) Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan baik.
i) Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat, memakai
popok dan memakai kaus kaki.
j) Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah nenek, dll),
dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi
dalam posisi kanguru.
PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator
dengan durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari atau
disebut PMK intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang
waktu yang dapat dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang
dipergunakan untuk perawatan metode kanguru disebut PMK kontinu.
Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang
optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat
mempertahankan suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator yaitu
inkubator tertutup dan inkubator terbuka (Hidayat, 2005). 30
a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi
tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah
aliran udara.
e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui
kepala.
Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun seksama untuk
menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi masalah yang
menuntut perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk
mengevaluasi kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi penyusunan nilai
APGAR dan evaluasi setiap anomaly congenital yang jelas atau adanya tanda gawat
neonatus (Wong, 2008).
1. Pengkajian
a. Pengkajian umum
1) Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan
menggunakan timbangan elektronik.
3) Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat istirahat,
kemudian bernafas, dan adanya lokasi edema.
b. Pengkajian respirasi
1) Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang dada,
atau devisiasi lainnya.
c. Pengkajian kardiovaskuler
1) Tentukan denyut jantung dan iramanya.
2) Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
3) Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/ PMI), titik
ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan teraba (perubahan
PMI menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
4) Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau
hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercakbercak.
5) Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
6) Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.
d. Pengkajian gastrointestinal
1) Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen,
tampak pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
22
e. Pengkajian genitourinaria
1) Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
2) Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan
lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
3) Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji
hidrasi).
f. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
1) Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap
rangsang, dan evaluasi sesuai masa gestasinya.
2) Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
3) Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck,
palmar).
4) Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.
g. Suhu tubuh
1) Tentukan suhu kulit dan aksilar.
2) Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.
h. Pengkajian kulit
1) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi,
melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan
pemantau infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit.
2) Periksa juga dan catat preparat kulit yang dipakai (missal plester, povidone-
jodine).
3) Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik,terkelupas dan
lain-lain.
23
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada
bayi dengan BBLR (NANDA, 2016):
a. Tidak efektifnya pola pernafasan.
1) Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi
yang adekuat.
2) Batasan karateristik:
Napas dalam, perubahan gerakan dada, mengambil posisi tiga titik,
bradipneu, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi,p
enurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispneu,
peningkatan diameter anterior-posterior, napas cuping hidung, ortopneu,
fase ekspirasi yang lama, pernapasan pursed-lip, takipneu dan penggunaan
otot-otot bantu untuk bernapas.
3. Intervensi Keperawatan
(NOC)
25
funsi pernapasan.
efektif. selama 3x24 jam, diharapkan pasien termometer elektronik di ketiak pada
tubuh agar dalam batas normal. kebutuhan oksigen dan glukosa serta
3. Menjelaskan gejala hipotermia atau kehilangan air dapat terjadi bila suhu
dehidrasi.
(NOC)
3 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Perhatikan gejala kekurangan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam gizi termasuk perawakan pendek,
tubuh. diharapkan pasien mampu: lengan kurus dan kaki.
1. Intake nutrien normal. Rasional: sebagai langkah awal
pengkajian untuk melaksanakan
2. Intake makanan dan cairan normal. intervensi selanjutnya.
2. Perhatikan adanya penurunan
3. Berat badan normal. berat badan.
Rasional: Mengidentifikasikan
4. Massa tubuh normal. adanya resiko derajat dan resiko
terhadap pola pertumbuhan. Bayi
5. Pengukuran biokimia normal. SGA (Baby small for gestational
age) dengan kelebihan cairan
Dengan kriteria hasil: ekstrasel yang kemungkinan
kehilangan 15% BB lahir. Bayi
1. Berat badan bertambah. SGA (Baby small for gestational
age) mungkin telah mengalami
2. Berat badan dalam kisaran normal penurunan berat badan dalam
untuk tinggi dan uterus atau mengalami penurunan
usia. simpanan lemak atau glikogen.
3. Mengenali faktor yang 3. Kaji kulit apakah kering,
selama 3x24 jam diharapkan pasien letargi, apnea, malas minum, gelisah
Myra Estrin Levine (1920-1996) lahir di Chicago, Illinois. Ia adalah anak tertua
dari tiga bersaudara. Levine mengembangkan minat dalam perawatan karena
ayahnya sering sakit (mengalami masalah gastrointestinal) dan memerlukan
perawatan(George, 2002).
Levine lulus dari Cook County School of Nursing tahun 1944 dan memperoleh
gelar Bachelor Science of Nursing (BSN) dari University of Chicago pada tahun
1949. Setelah lulus, Levine bekerja sebagai perawat sipil untuk US Army, sebagai
supervisor perawat bedah, dan administrasi keperawatan. Setelah mendapatkan
gelar Master Science of Nursing (MSN) di Wayne State University pada tahun
1962, ia mengajar keperawatan di berbagai lembagaseperti University of Illinois
di Chicago dan Tel Aviv University di Israel. Levine menulis 77 artikel yang
dipublikasikan yang termasuk artikel “An Introduction to Clinical Nursing” yang
dipublikasikan berulang kali pada tahun pada tahun 1969, 1973 & 1989.Ia juga
menerima gelar doktor kehormatan dari Loyola University pada tahun
1992(Tomey&Alligood, 2006).
2. Major Konsep
a. Manusia
b. Lingkungan
d. Keperawatan
32
periode waktu yang panjang untuk mengurangi efek alergi parah dengan
secara bertahap menurunkan daya sensitif sistem kekebalan). Namun,
redundansi dapat merugikan, seperti ketika tanggapan yang sebelumnya
gagal dipulihkan (mis., Ketika kondisi autoimun menyebabkan sistem
kekebalan seseorang sendiri menyerang jaringan yang sebelumnya sehat di
dalam tubuh).
Model konsep Myra Levine memandang klien sebagai makhluk hidup terintgrasi
yang berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungannya, dan intervensi
keperawatan suatu aktifitas konservasi dan konservasi energi adalah bagian yang
menjadi pertimbangan kemudian sehat menurut Levine itu dilihat dari sudut
pandang keperawatan terdapat empat konservasi diantaranya energi klien, struktur
integritas, integritas personal dan integritas sosial, sehingga pendekatan asuhan
keperawatan ditujukan pada penggunaan sumber-sumber kekuatan klien secara
optimal, dan konservasi itu dilihat sebagai berikut.
a. Model Konservasi
1) Konservasi Energi
4) Konservasi integritas
1) Wholeness (Keutuhan)
2) Adaptasi
a) Lingkungan
b) Respon organisme
37
3) Trophicognosis
a. Kelemahan Teori
Meskipun kelengkapan teori dan aplikasi teori Levine luas, model ini bukan
tanpa batasan. Sebagai contoh model konservasi levine berfokus pada penyakit
yang bertentangan dengan kesehatan demikian, intervensi keperawatan
dibatasi hanya untuk mengatasi kondisi penyajian individu. Oleh karena itu,
intervensi keperawatan berdasarkan teori Levine adalah berfokus pada saat ini
dan jangka pendek, dan tidak mendukung prinsip-prinsip promosi dan
pencegahan penyakit, meskipun ini adalah komponen penting dari praktek
keperawatan saat ini. Dengan demikian, keterbatasan utama adalah fokus
individu dalam keadaan sakit dan pada ketergantungan pasien. Selanjutnya,
perawat memiliki tanggung jawab untuk menentukan kemampuan pasien
untuk berartisipasi dalam perawatan, dan jika persepsi perawat dan pasien
tentang kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam keperawatan tidak
cocok, ketidakcocokan ini akan menjadi daerah konflik.
Pada teori akan terlihat lebih menguntungkan saat dimana keadaan klien
mempunyai partner pengawas non perawat yang turut membantu dalam
penjadwalan keperawatan. Dan perawat yang dapat mengerti keadaan dan
integritas klien secara penuh. Dengan didukung dari klien yang mampu
beradaptasi dan melakukan persepsi dengan normal.
BAB III
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
40
A. Gambaran Kasus
Bayi S merupakan anak ketiga, usia 2 hari, dengan sectio caesarea (SC) atas
indikasi ibu mengalami ancaman gagal napas ec edema paru ec chronic heart failure,
sepsis, dan anemia ec perdarahan. Usia gestasi 33 minggu, berat badan lahir 1900
gram, panjang badan 42 cm, nilai apgar 5 pada menit pertama dan 8 pada menit
kelima (5/8), air ketuban jernih, lahir tidak langsung menangis, terdapat sianosis,
frekuensi denyut jantung (FDJ) <60 x/m. Pada bayi dilakukan resusitasi dan setelah
berhasil dilakukan, bayi dipindahkan ke special care nursery (SCN) 4 dengan
diberikan continuous positive airway pressure (CPAP) dengan positive end expiratory
pressure (PEEP) 7 dan FiO2 21%.
Pengkajian yang dilakukan diketahui bahwa bayi sudah bernapas spontan tanpa
tambahan oksigen, CPAP dilepas tanggal 16 April 2012 jam 12.00, suhu tubuh
36,50C, suhu inkubator 35,50C, frekuensi pernapasan (FP) 51 x/m, frekuensi nadi
(FN) 128 x/m, retraksi dinding dada dan sianosis tidak ada, capillary refilling
time CRT) kurang dari 3 detik. Pada bayi terpasang orogastric tube (OGT); infus
terpasang di tangan kiri dengan cairan parenteral berupa PG2 3,2 ml/jam dan
Dextrose10 (D10) + Calcium Glukonas (Ca Glukonas) 4,4 ml/jam, serta di kaki kiri
dengan cairan berupa Lipid 20% 0,4 ml/jam; berat badan 1835 gram, menurun 65
gram dari berat badan lahir; bayi masih dipuasakan dan pemberian nutrisi enteral dini
ditunda karena produksi cairan maagslang kecoklatan.
Trophicognosis Bayi S yaitu normal kurang bulan (NKB) dengan berat badan sesuai
masa kehamilan (SMK), riwayat respiratory distress ec hyaline membran disease
grade I, dan perdarahan saluran cerna ec sepsis. Masalah keperawatan bayi S ini yaitu
risiko tinggi tidak adekuatnya nutrisi bayi, risiko tinggi ketidakefektifan
termoregulasi, risiko tinggi infeksi, dan ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan diri.
Intervensi Perawatan yang diberikan pada bayi berupa observasi tanda vital dan
cairan maagslang; mempuasakan bayi; perawatan dalam inkubator; asuhan
perkembangan; kolaborasi pemberian nutrisi parenteral, antibiotika, dan pemeriksaan
penunjang.
41
Evaluasi cairan maagslang masih berwarna coklat muda keruh, bayi masih
dipuasakan, berat badan 1682 gram, nutrisi parenteral masih dilanjutkan berupa PG 2 9
ml/jam dan Lipid 20% 1 ml/jam, ikterik masih ada (minimal), terapi sinar masih
diberikan, terapi omeperazole 1x2 mg per oral masih dilanjutkan. rencana
pemeriksaan kadar bilirubin, PT, dan APTT.
B. Asuhan Perkembangan
Salah satu tujuan utama penatalaksanaan bayi risiko tinggi, termasuk bayi berat lahir
rendah, adalah konservasi energi (Wong et al., 2009). Adanya konservasi energi menjadi
cerminan bahwa penatalaksanaan keperawatan pada bayi berat lahir rendah tidak semata
bertumpu pada bagaimana kebutuhan nutrisi bayi tersebut terpenuhi, melainkan adanya
fokus perhatian terhadap kebutuhan akan serangkaian perawatan lainnya yang membuat
energi yang dimiliki bayi dapat digunakan untuk tumbuh dan berkembang. Adapun
pendekatan praktik asuhan yang dapat dilakukan untuk mencapai konservasi energi pada
bayi berat lahir rendah tersebut adalah asuhan perkembangan atau developmental care.
Asuhan perkembangan merupakan asuhan yang berfokus pada fasilitasi pencapaian
perkembangan bayi melalui pengelolaan lingkungan dan observasi perilaku individu,
sehingga terjadi peningkatan stabilisasi fisiologis tubuh dan penurunan stres (McGrath et
al., 2002; Byers, 2003; Rick, 2006). Seperti diketahui bayi berat lahir rendah belum
mampu meregulasi setiap stimulus yang berlebihan yang datang dari lingkungan sehingga
bayi sangat rentan untuk mengalami stres (Maguire et al, 2008).
Stres yang dialami bayi berat lahir rendah ini tidak lain bersumber dari lingkungan
perawatan, prosedur pengobatan, dan pemeriksaan lain yang dilakukan, serta beberapa
fasilitas penunjang yang digunakan. Adapun sumber stres bagi bayi berat lahir rendah
tersebut diantaranya berupa pencahayaan ruang perawatan (Bowen, 2009; Mirmiran &
Ariagno, 2000); penggantian popok; nyeri yang disebabkan oleh prosedur invasif dan
pelepasan plester; kebisingan yang ditimbulkan oleh inkubator, ventilator, peralatan
monitoring, percakapan para staf di ruang perawatan, serta suara buka tutup pintu
incubator. Selain itu, adanya perpisahan dengan orangtua juga menjadi sumber stres
lainnya dalam lingkungan perawatan bagi bayi berat lahir rendah ini (Resnick et al., 1987;
Lissauer & Fanaroff, 2009).
Westrup, et al. (2000) dan Maguire, et al. (2008) mengatakan bahwa kondisi
lingkungan dan aktivitas perawatan yang demikian menyebabkan bayi dapat mengalami
hipoksemia dan periode apnu, nyeri, ketidaknyamanan, serta adanya peningkatan level
42
hormon stres. Selain itu, kondisi lainnya yang dapat dialami bayi berat lahir rendah
adalah adanya perubahan fisiologis tubuh berupa peningkatan denyut nadi dan penurunan
saturasi oksigen, serta periode istirahat dan tidur yang lebih pendek karena seringkali
terjaga (Westrup et al., 2000). Padahal seperti diketahui bahwa fase tidur dan istirahat
bagi anak, khususnya bayi, merupakan fase yang sangat penting untuk tumbuh dan
berkembang karena selama fase tidur terjadi sekresi hormon pertumbuhan dan imunitas
tubuh (Ward, Clarke, & Linden, 2009).
Oleh karenanya menciptakan lingkungan perawatan tanpa stres bagi bayi berat lahir
rendah merupakan suatu hal yang penting karena dapat memfasilitasi bayi beradaptasi
dengan lingkungan ekstrauterin, dalam hal ini lingkungan perawatan sehingga konservasi
pada bayi dapat tercapai. Lingkungan perawatan tersebut dapat diciptakan melalui asuhan
perkembangan ini.
Praktik asuhan perkembangan sesungguhnya merupakan praktik perawatan yang
sederhana dan dapat dengan mudah dilakukan. Praktik asuhan perkembangan tersebut
diantaranya seperti minimal handling. Minimal handling dilakukan untuk memberikan
waktu istirahat dan tidur bagi bayi tanpa adanya gangguan dari aktivitas pengobatan,
perawatan, dan pemeriksaan lainnya dengan cara sesedikit mungkin memberikan
penanganan pada bayi atau memungkinkan penanganan bayi untuk beberapa tindakan
dalam satu waktu (Als et al., 1994; Sizun & Westrup, 2004; Maguire et al., 2008) serta
melalui touching time yaitu pengaturan waktu penanganan pada bayi. Praktik asuhan
perkembangan lainnya berupa fasilitasi ikatan atau interaksi orang tua- anak. Fasilitasi
ikatan atau interaksi orangtua-anak dapat berupa kunjungan orangtua yang tidak dibatasi
dan kontak kulit ke kulit (skin to skin contact) atau yang dikenal juga dengan perawatan
metode kanguru, dimana keduanya sangat penting untuk mendukung proses adaptasi bayi
dan orangtua terhadap kehadiran dan penerimaan satu sama lain (Sizun & Westrup, 2004;
Maguire et al., 2008; Kenner & McGrath, 2004).
Praktik lainnya yang juga merupakan aspek lain dari asuhan perkembangan atau
developmental care ini adalah pemasangan nesting atau sarang yang mengelilingi bayi
dan posisi fleksi. Seperti diketahui bahwa perilaku bayi berat lahir rendah dan prematur
cenderung pasif dan malas. Perilaku ini dapat diamati dari ekstremitas yang tetap
cenderung ekstensi dan tidak berubah sesuai dengan pemosisian (Wong et al., 2009).
Perilaku ini tentunya berbeda dengan bayi yang lahir cukup bulan yang menunjukkan
perilaku normal fleksi dan aktif. Oleh karenanya, nesting sebagai salah satu aspek dalam
asuhan perkembangan merupakan asuhan yang memfasilitasi atau mempertahankan bayi
43
berada dalam posisi normal fleksi. Hal ini dikarenakan nesting dapat menopang tubuh
bayi dan juga sekaligus memberi bayi tempat yang nyaman (Lissauer & Fanaroff, 2009).
Posisi fleksi sendiri merupakan posisi terapeutik karena posisi ini bermanfaat dalam
mempertahankan normalitas batang tubuh dan mendukung regulasi diri karena melalui
posisi ini, bayi difasilitasi untuk meningkatkan aktivitas tangan ke mulut dan tangan
menggenggam (Kenner & McGrath, 2004; Wong et al., 2009). Adanya kemampuan
regulasi diri ini merupakan cerminan bahwa bayi mampu mengorganisir perilakunya dan
menunjukkan kesiapan bayi untuk berinteraksi dengan lingkungan. Dalam Bobak,
Lowdermilk, dan Jensen (2005) disebutkan pula bahwa posisi fleksi bayi baru lahir
diduga berfungsi sebagai sistem pengaman untuk mencegah kehilangan panas karena
sikap ini mengurangi pemajanan permukaan tubuh pada suhu lingkungan. Bayi baru lahir
memiliki rasio permukaan tubuh yang lebih besar terhadap berat badan sehingga berisiko
tinggi untuk mengalami kehilangan panas.
Selain itu, aspek lainnya yang juga menjadi bagian penting dari pengelolaan
lingkungan perawatan dalam asuhan perkembangan ini adalah pengaturan pencahayaan.
Pengelolaan lingkungan perawatan terkait pencahayaan ini adalah dengan memberikan
penutup inkubator dan menurunkan pencahayaan ruang perawatan (Sizun & Westrup,
2004; Wong et al., 2009). Adapun pencahayaan untuk melakukan prosedur medis dan
perawatan direkomendasikan sebesar 60 footcandles (ftc) (Blatz, 2001; American
Academy of Pediatrics [AAP], 1997, dalam Kenner & McGrath, 2004). White (2002,
dalam Kenner & McGrath, 2004) merekomendasikan pula mengenai intensitas
pencahayaan yaitu sebesar 10-20 ftc sebagai pencahayaan yang adekuat dalam
lingkungan perawatan bayi.
Praktik asuhan perkembangan selanjutnya adalah membuka dan menutup inkubator
secara pelan dan hati-hati, pengaturan suara inkubator, serta mendorong para petugas
kesehatan untuk berbicara dengan tenang selama di ruang perawatan (Als et al., 1994;
Sizun & Westrup, 2004; Maguire et al., 2008). Pada tahun 1997, American Academy of
Pediatrics [AAP] (dalam Kenner & McGrath, 2004) secara khusus merekomendasikan
pengelolaan lingkungan perawatan neonatal berupa pengaturan intensitas suara di ruang
perawatan untuk tidak melebihi 48 desibel (dB).
b. Judgement/Trophicognosis
Tahapan judgement merupakan tahapan dimana perawat menginterpretasikan
atau menetapkan masalah atau kebutuhan klien akan bantuan. Interpretasi ini
dilakukan atas dasar analisis terhadap data hasil pengkajian yang sebelumnya
telah diperoleh (Alligood & Tomey, 2006).
c. Hypothesis
Tahapan hypothesis memuat mengenai perencanaan asuhan keperawatan yang
akan dilakukan. Pada tahapan hypothesis ini, perawat menyusun rencana
asuhan keperawatan dimana rumusan rencana asuhan keperawatan ini
didasarkan pada tujuan untuk mempertahankan dan memelihara keutuhan diri
48
Berat badan bayi saat ini 1835 gram, mengalami penurunan sebesar
Glukonas 4,4 ml/jam, dan Lipid 20% 0,4 ml/jam. Bayi tidak
mengalami instabilitas suhu tubuh.
d. Integritas struktural
Bayi lahir dengan berat lahir rendah dan prematur. Bayi didiagnosa
mengalami respiratory distress ec hyaline membrane disease grade I,
dan perdarahan saluran cerna ec sepsis, saat ini bayi mendapat terapi
injeksi antibiotika amoxyclav 2x100 mg dan gentamisin 10 mg setiap
36 jam. Ibu diketahui memiliki riwayat infeksi saluran kemih, batuk
sejak 8 bulan yang lalu. Ibu tidak mengalami keputihan dan rasa gatal,
demam tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir diketahui
bahwa kadar hemoglobin ibu sebesar 7,57 gr/dl, leukosit 24700/ui,
trombosit 504000/ui. Adapun hasil pemeriksaan urin lengkap yaitu
berat jenis 1.03, protein positif, dan LEA +1.
e. Integritas personal
2. Judgment/Trophicognosis
Bayi S mengalami:
d. Risiko infeksi
3. Hypothesis
4. Intervention
a. Konservasi energy
51
b. Integritas struktural
c. Integritas personal
d. Integritas sosial
Evaluasi perawatan :
dini karena produksi cairan maagslang masih coklat muda keruh. Berat
badan bayi 1682 gram, mengalami penurunan sebesar 11,47% dari
berat badan lahir. Bayi masih mendapat nutrisi parenteral berupa PG 2 9
ml/jam dan Lipid 20% 1 ml/jam.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
konservasi energi, prinsip tersebut sejalan dengan tujuan utama dari tatalaksana
bayi berat lahir rendah yaitu tercapainya konservasi energi.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R., & Tomey, A.M. (2006). Nursing theory: Utilization & application.
(3th ed). St. Louis: Mosby Elsevier.
Byers, J.F. (2003). Components of developmental care and the evidence for their use
in the NICU. American Journal of Maternal Child Nursing, 28(3), 174-180.
Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s: Nursing care of infants and
children. (8th ed). St. Louis: Mosby.
Indrasanto, E., et al. (2008). Paket Pelatihan: Pelayanan obstetri dan neonatal
emergensi komprehensif (PONEK), asuhan neonatal esensial. Jakarta: JPNK-
KR.
55
Morgan, 2018. Kangaroo mother care for clinically unstable neonates weighing ≤2000
g: Is it feasible at a hospital in Uganda?. www.jogh.org
Rasaily, 2017. Community based kangaroo mother care for low birth weight babies: A
pilot study. Indian J Med Res 145