Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem Pernafasan atau Respirasi adalah Sistem pada manusia yang berfungsi untuk
mengambil oksigen dari udara luar dan mengeluarkan karbondioksida melalui paru-paru.
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis waktu dalam keadaan
tertidur, istilah pernapasan yang lazim digunakan mencakup dua proses yaitu pernapasan
yaitu pernapasan luar(eksterna)merupakan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh
secarah keseluruhan serta dalam pernapasandalam (interna) merupakan penggunaan O2 dan
pembentukan CO2 oleh sel – sel serta pertukaran gas(paru) dan sebuah pompa ventilasi
paru.Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara ekspirasi maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara
bersamaanSemua sel hidup membutuhkan suplai oksigen yang konstan supaya dapat
mempertahankan metabolism.Oksigen terdapat I udara akan masuk kedalam system aspirasi.
Selanjutnya di gunakan metabolism oleh jaringan dan pada saat yang sama karbondioksida
dan uap air akn dikelurkan. Fungsi pernapasan akan bekerja sama dengan sistem transportasi
agar proses metabolisme pada tubuh dapat berjalan dengan baik. System respirasi atau
pernapasan merupakan salah satu study terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia.
Saluran pernafasan merupakan organ yang mudah terserang penyakit, hal ini disebabkan
karena saluran pernafasan termasuk ke dalam kelompok saluran terbuka. Artinya saluran
pernafasan berhubungan langsung dengan lingkungan luar (Aspinall 2004). Salah satu
permasalahan kesehatan paru-paru adalah penyakit asma. WHO (2011) menyebutkan bahwa
saat ini sebanyak 235 juta penduduk dunia mengidap penyakit asma. Penyakit pernafasan
kronik ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Asma sudah masuk ke semua
negara baik yang mempunyai pendapatan yang tinggi ataupun rendah. Saluran pernafasan
memiliki mekanisme pertahanan yang dapat mencegah masuknya kuman kedalam tubuh
melalui saluran pernafasan. Mekanisme ini berupa sistem kekebalan bawaan yang bersifat
umum dan sistem kekebalan dapatan yang bersifat khusus (Robert 1999). Namun terkadang
sistem pertahanan yang ada pada organ paru-paru tidak dapat menahan mikroorganisme
patogen yang masuk. Agar tidak terjadi kerusakan pada paru-paru, diperlukan zat yang
2

mampu meningkatkan sistem pertahanan pada organ paru-paru sehingga dapat mencegah
masuknya mikroorganisme patogen maupun benda asing yang dapat menyebabkan kerusakan
pada paru-paru

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang manajemen respirasi?
2. Untuk mengetahui perawatan essensial respiratory system?
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sistem Pernafasan


1. Anatomi dan System pernapasan
Secara anatomi, system respirasi terbagi menjadi dua, yaitu saluran pernafasan dan
parenkim paru. Saluran pernafasan dimulai dari organ hidung, mulut, trakea, bronkus sampai
bronkiolus. Didalam rongga toraks, bronkus bercabang menjadi dua kanan dan kiri. Bronkus
kemudian bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bagian parenkim paru berupa kantong-
kantong yang menempel di ujung bronkiolus yang disebut alveolus (bila 1) atau alveoli (bila
banyak)
a. Hidung
Merupakan tempat masuknya udara, memiliki 2 (dua) lubang (kavum nasi)
dan dNICUsahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Rongga hidung mempunyai
permukaan yang dilapisi jaringan epithelium. Epithelium mengandung banyak
kapiler darah dan sel yang mensekresikan lender.
Udara yang masuk melalui hidung mengalami beberapa perlakuan, seperti
diatur kelembapan dan suhunya dan akan mengalami penyaringan oleh rambut atau
bulu-bulu getar (Syaifudin, 1997).
Dalam Syaifudin, (1997:87) hidung merupakan saluran pernapasan udara yang
pertama, mempunyai 2 lubang (kavum nasi), dNICUsahkan oleh sekat hidung (septum
nasi). Rongga hidung ini dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah dan bersambung dengan faring dan dengan semua selaput lendir semua sinus
yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Rongga hidung
mempunyai fungsi sebagai panyaring udara pernapasan oleh bulu hidung dan
menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa.
Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembaban
udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium,
dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh
vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim. Vibrisa adalah rambut pada vestibulum
nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-
4

debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat
pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam
udara masih terdapat bekteri (partikel sangat kecil), maka enzim lisozom yang
menghancurkannya (Irman Somantri, 2008:4).
b. Faring (Tekak)
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan. Faring atau tekak terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher(Syaifudin, 1997:102).
Nasofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung di atas palatum
yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan jaringan limfoid yang disebut
tonsil faringeal, yang biasanya disebut sebagai adenoid. Jaringan ini kadang-kadang
membesar dan menutup faring. Tubulus auditorium terbuka dari dinding lateral
nasofaring dan melalui tabung tersebut udara dibawa kebagian tengah telinga.
Nasofaring dilapisi membran mukosa bersilia yang merupakan lanjutan membran
yang dilapisi bagian hidung. Orofaring terletak di belakang mulut di bawah
palatum lunak, dimana dinding lateralnya saling berhubungan. Diantara lipatan
dinding ini, ada yang disebut arkus palato-glosum yang merupakan kumpulan jaringan
limfoid yang disebut tonsil palatum(Watson, 2002:299).
Dalam faring terdapat tuba eustachii yang bermuara pada nasofarings.Tuba
ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani,
dengan cara menelan pada daerah laringofarings bertemu sistem pernapasan dan
pencernaan. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings, dan makanan lewat
posterior ke dalam esofagus melalui epiglotis yang fleksibel(Tambayong, 2001:79).
c. Laring (Pangkal Tenggorokan)
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
yang terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
masuk kedalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan manutupi laring(Syaifudin, 1997). Laring
terdiri atas dua lempeng atau lamina yang tersambung di garis tengah. Di tepi atas
terdapat lekuk berupa V. Tulang rawan krikoid terletak di bawah tiroid, bentuknya
seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya di sebelah belakang (ini adalah tulang
rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah
kedua rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan
5

membantu menutup laring sewaktu orang menelan, laring dilapisi oleh selaput lendir
yang sama dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi
selepitelium berlapis (Pearce, 1995:213). Dalam laring terdapat pita suara yang
berfungsi dalam pembentukan suara. Suara dibentuk dari getaran pita suara. Tinggi
rendah suara dipengaruhi panjang dan tebalnya pita suara. Dan hasil akhir suara
ditentukan oleh perubahan posisi bibir, lidah dan platum mole (Tamabayong,
2001:80).
d. Trachea (Batang Tenggorokan)
Dindingnya terdiri atas epitel, cincin tulang rawan yang berotot polos dan
jaringan pengikat. Pada tenggorokan ini terdapat bulu getar halus yang berfungsi
sebagai penolak benda asing selain gas (Pearce, 1995). Trakea berjalan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempati ini bercabang
dua bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tangan
lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaring fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa
jaringan otot. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan
sel cangkir. Jurusan silia ini bergerak keatas ke arah laring, maka dengan gerakan debu
dan butir-butir halus lainnya yang terus masuk bersama dengan pernapasan, dapat
dikeluarkan. Tulang rawan yang gunanya mempertahankan agar trakea tetap terbuka, di
sebelah belakangnya tidak tersambung, yaitu di tempat trakea menempel pada esofagus,
yang memisahkannya dari tulang belakang (Pearce, 1995:214).
e. Bronkhus (Pembuluh Napas)
Bronchus merupakan cabang batang tenggorokan. Cabang pembuluh napas
sudah tidak terdapat cicin tulang rawan. Gelembung paru-paru, berdinding sangat
elastis, banyak kapiler darah serta merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen dan
karbondioksida (Pearce, 1995). Kedua bronkhus yang terbentuk dari belahan dua
trakhea pada ketinggian kirakira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur
serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkhusitu berjalan
ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.
Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut
bronkhus lobus atas, cabang kedua timbul setelah cabang utama lewat di bawah
arteri, disebut bronkhus lobus bawah. Bronkhus lobus tengah keluar dari bronkhus
lobus bawah. Bronkhus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
6

berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang
berjalanke lobus atas dan bawah (Pearce, 1995:214).

f. Alveolus
Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang berupa
gelembung-gelembung udara. Dindingnya tNICUs, lembap, dan berlekatan erat dengan
kapiler-kapiler darah. Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium pNICUh dan di
sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Adanya alveolus
memungkinkan terjadinya perluasan daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah dan CO2 dari sel-sel darah ke
udara ( Purnomo. Dkk, 2009). Menurut Hogan (2011), Membran alveolaris adalah
permukaan tempat terjadinya pertukaran gas. Darah yang kaya karbon dioksida
dipompa dari seluruh tubuh ke dalam pembuluh darah alveolaris, dimana, melalui
difusi, ia melepaskan karbon dioksida dan menyerap oksigen.

2. Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75% selama
inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang
membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi
dalam.
Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis eksternus, yang berjalan
dari iga ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra
sehingga ketika musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan
terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter
anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat
yang lebih kecil. Musculus interkostalis eksternus dan diafragma dapat mempertahankan
ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat. Musculus scalenus dan musculus
sternocleidomastoideus merupakan otot inspirasi tambahan yang ikut membantu
mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan
volume intratoraks berkurang. Musculus intercostalis internus bertugas untuk melakukan
hal tersebut karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke
iga sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah.
7

Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga membantu proses ekspirasi dengan cara
menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen
yang akan mendorong diafragma ke atas.

3. Jenis-jenis pernapasan pada manusia


Jenis jenis pernapasan dibagi menjadi dua jenis, yaitu pernapasan dada dan pernapasan
perut.
1) Pernapasan Dada Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang
rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil
daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
b. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang dada rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk
sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga
dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga
dada yang kaya karbon dioksida keluar.
2) Pernapasan Perut Pernapasan perut
Pernapasan Perut Pernapasan perut adalah pernapasan yang melibatkan otot
diafragma. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot diafragma sehingga rongga
dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil
daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
b. Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot diaframa
ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada
menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih
besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon
dioksida keluar.

4. Fisiologi Pernapasan
Pernapasan atau respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup (organisme)
dengan lingkungannya. Secara umum, pernapasan dapat diartikan sebagai proses menghirup
oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Dalam proses pernapasan,
8

oksigen merupakan zat kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh dari udara di
lingkungan sekitar.
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru. Fungsi paru adalah tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada
pernapasan melalui paru/pernapasan eksterna. Oksigen dipungut melalui hidung dan mulut.
Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat
erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis (Syaifudin,
1997:92).Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen ke sel dan pengangkutan
CO2dari sel kembali ke atmosfer.
Potter dan Perry (2006) menyatakan bahwa pernapasan adalah upaya yang
dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernapasan
ditentukan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan napas, keberadaan ekspirasi yang
aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Sebagian besar sel dalam tubuh
memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan
karbondioksida. Pertukaran gas pernapasan terjadi antara udara di lingkungan dan darah.
Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yaitu:
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar
paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan
persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma yang
dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal
keempat.

b. Perfusi
Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah ke dan dari membran
kapiler alveoli sehingga dapat berlangsung pertukaran gas. Sirkulasi pulmonar
merupakan suatu reservoar untuk darah, sehingga paru dapat meningkatkan volume
darahnya tanpa peningkatan tekanan dalam arteri atau vena pulmonar yang besar.
Sirkulasi pulmonar juga berfungsi sebagai suatu filter, yang menyaring trombus kecil
sebelum trombus tersebut mencapai organ-organ vital.
c. Difusi
Difusi merupakan suatu gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat
9

dipengaruhi oleh ketebalan membran. Peningkatan ketebalan membran merintangi


proses difusi karena hal tersebut membuat gas memerlukan waktu lebih lama untuk
melewati membran tersebut. Daerah permukaan membran dapat mengalami perubahan
sebagai akibat suatu penyakit kronik, penyakit akut, atau proses pembedahan.
Apabila alveoli yang berfungsi lebih sedikit, maka daerah permukaan menjadi
berkurang.
5. Mekanisme pernapasan
Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan normal,
hanya ditemukan selapis tNICUs cairan di antara paru dan dinding dada (ruang
intrapleura). Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan
meningkatkan volume intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari
sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6
mmHg. Jaringan paru akan semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi
sedikit lebih negatif dan udara akan mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya
recoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi sampai
tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru dan dinding dada.
Tekanan di saluran udara menjadi lebih positif dan udara mengalir meninggalkan paru.
Ekspirasi selama pernapasan tenang merupakan proses pasif yang tidak memerlukan
kontraksi otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun, pada awal ekspirasi,
sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini bertujuan untuk meredam
daya recoilparu dan memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun menjadi -30 mmHg sehingga
pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang
menurunkan volume intratoraks.

6. Volume paru
Empat macam volume paru tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama
dengan volume maksimal paru yang mengembang atau disebut juga total lung capacity,
dan arti dari masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut:
a. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi
atau ekspirasi pada setiap pernapasan normal. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 ml.
b. Volume cadangan inspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat masuk ke
dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa dan diatas volume tidal,
10

digunakan pada saat aktivitas fisik. Volume cadangan inspirasi dicapai dengan
kontraksi maksimal diafragma, musculus intercostalis eksternus dan otot inspirasi
tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara
aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi secara maksimal, setelah ekspirasi
biasa. Nilai rerata = 1000 ml.
d. Volume residual merupakan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi
maksimal. Volume ini tidak dapat diukur secara langsung menggunakan spirometri.
Namun, volume ini dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik pengenceran
gas yang melibatkan inspirasi sejumlah gas tertentu yang tidak berbahaya seperti
helium. Nilai rerata = 1200 ml.

7. Kapasitas Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke
dalam paru seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukkan
ke dalam paru akan ditentukan oleh kemampuan compliance sistem pernapasan.
Semakin baik kerja sistem pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh
semakin banyak.
a. Kapasitas vital yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru dalam satu
kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Kapasitas vital mencerminkan perubahan
volume maksimal yang dapat terjadi di paru. Kapasitas vital merupakan hasil
penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan inspirasi dan volume cadangan
ekspirasi. Nilai rerata = 4500 ml.
b. Kapasitas inspirasi yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
biasa. Kapasitas inspirasi merupakan penjumlahan volume tidal dengan volume
cadangan inspirasi. Nilai rerata = 3500 ml.
c. Kapasitas residual fungsional yaitu jumlah udara di paru pada akhir ekspirasi pasif
normal. Kapasitas residual fungsional merupakan penjumlahan dari volume cadangan
ekspirasi dengan volume residual. Nilai rerata = 2200 ml.
d. Kapasitas total paru yaitu jumlah udara dalam paru sesudah inspirasi maksimal.
Kapasitas total paru merupakan penjumlahan dari keseluruhan empat volume paru atau
penjumalahan dari kapasitas vital dengan volume residual. Nilai rerata = 5700 ml
11

8. Nilai Normal Faal Paru Indonesia


Menurut Subagyo (2013) untuk menegakkan penyakit respirasi kadang perlu
dilakukan uji faal paru. Interpretasi uji faal paru bukan berdasarkan nilai absolutnya tetapi
dibandingkan dengan nilai normal klien pada saat itu. Besarnya penyimpangan nilai
yang didapat dari pemeriksaan terhadap nilai normal bisa dipakai untuk menentukan
apakah faal paru seseorang normal atau tidak. Apabila tidak normal, bisa diketahui juga
derajatnya (ringan, sedang atau berat).
Banyak faktor yang mempengaruhi nilai normal faal paru seseorang diantaranya
umur, tinggi badan, berat badan, jenis kelamin, ras dan lain-lain. Saat ini tersedia berbagai
model spirometer, dengan kelebihan dan kekurangannya, namun belum ada yang
menyediakan nilai normal untuk orang Indonesia. Nilai normal faal paru berdasarkan
data dari negara atau bangsa lain tentu kurang tepat bila dipakai untuk orang Indonesia,
karena faal paru seseorang banyak dipengaruhi oleh postur tubuh, lingkungan tempat
orang tersebut
tinggal, etnis atau suku bangsa, dan nutrisi.
Dengan menggunakan nilai normal bangsa lain yang tersedia dalam alat spirometri,
hasil yang di dapatkan menunjukkan hasil kelainan faal paru padahal sebenarnya
normal apabila menggunakan nilai normal orang Indonesia. Menggunakan persentase
(misalnya 90%) terhadap data negara lain bukan ide yang baik, karena proporsi perbedaan
tidak selalu sama pada umur maupun tinggi badan yang berbeda.

9. Disfungsi Respirasi
Terdapat dua kategori umum disfungsi respirasi yang menyebabkan kelainan hasil
spirometri seperti penyakit paru obstruktif (kesulitan dalam mengosongkan paru) dan
penyakit paru restriktif (kesulitan dalam pengisian paru). Namun, keduanya bukan
kategori satu-satunya disfungsi pernapasan, dan spirometri juga bukan satu-satunya uji
fungsi paru. Penyakit lain yang mengenai fungsi pernapasan mencakup:
a. Penyakit yang mengganggu difusi O2 dan CO2 menembus membran paru
b. Berkurangnya ventilasi akibat kegagalan mekanis, seperti pada penyakit
neuromuskulus yang mengenai otot pernapasan
c. Kurang adekuatnya aliran darah paru, atau
d. Ketidak seimbangan ventilasi/perfusi berupa ketidak sesuaian darah dan udara sehingga
tidak terjadi pertukaran gas yang efisien.
12

Sebagian penyakit paru sebenarnya adalah campuran dari berbagai jenis gangguan
fungsional. Untuk menentukan kelainan apa yang ada, para dokter mengandalkan berbagai
uji fungsi pernapasan selain spirometri, termasuk pemeriksaan foto sinar X, penentuan gas
darah, dan uji untuk mengukur kapasitas difusi membran kapiler alveolus (Sherwood,
2015).

e. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Saluran Pernapasan Dan Gangguan Fungsi


Paru.
Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifaat kronis. Faktor-
faktor internal yang dapat mempengaruhi fungsi paru, antara lain:
1. Faktor Fisiologi
a. Umur
Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin
tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan
fungsi paru (Suyono, 1995:218). Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai
akhirnya menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut
dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik. Dalam keadaan normal, usia juga
mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernafasan
pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali
permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada
orang dewasa pernapasan frekuensi pernafasan lebih kecil dibandingkan dengan
anakanak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar
dibanding anak- anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah
misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan
sebaliknya (Syaifudin, 1997:105).
b. Jenis Kelamin
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25% lebih
kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh
besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton dan Hall,
1997:605). Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan
pada wanita yaitu 3,1 L(Tambayong (2001:86).
13

c. Riwayat Penyakit Paru


Kondisi kesehatan dapat mempengaruhi kapasitas vital paru seseorang. Kekuatan
otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit (Ganong, 2002:37).
d. Menurunnya kapasitas penginkatan O2 seperti pada anemia.
e. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran napas
bagian atas.
f. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport O2
terganggu.
g. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan
lain-lain.
h. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik seperti TBC paru.
2. Factor perkembangan
a. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
b. Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
c. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
d. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
e. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Factor perilaku
a. Status Gizi
Gizi kerja merupakan nutrisi yang diperlukan oleh para pekerja untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan. Segala sesuatu aspek
dari ilmu gizi pada umumnya, maka gizi kerja ditujukan untuk kesehatan dan
daya kerja tenaga kerja yang setinggi-tingginya. Kesehatan dan aktifitas sehari-
hari sangat erat hubungannya dengan tingkat gizi seseorang (Suma‟ mur
P.K., 1996:197). Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi
untuk beraktifitas akan diambil dari cadangan yang terdapat dalam cadangan sel
tubuh. Menurut Depkes RI (1990) kekurangan makanan yang terus-menerus akan
menyebabkan susunan fisiologi terganggu.
b. Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
c. Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
14

d. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe


menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan depresi
pusat pernapasan.
e. Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat
4. Factor lingkungan
a. Tempat kerja
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dan permukaan laut.

10. Proses Oksigenasi


Oksigenasi adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan mengeluarkan CO2.
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktivitas
berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka
akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan
meninggal.
Oksigen memegang peranan penting dalam semua prosestubuh secara fungsional. Tidak
adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau
bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan
kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini
tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara fungsional.
Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan
mengalami gangguan. Sering kali individu tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen.
Proses pernapasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang
menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti
adanya sumbatan pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini, individu merasakan pentingnya
oksigen.
1) Indikasi
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo (2012),
indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
15

e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi Pasien


dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Indikasi terapi oksigen pada neonatus adalah :
a. Pasien asfiksia
b. Pasien dengan napas lebih dari 60 kali/menit
c. Pasien Takipnu
d. Pasien Febris
e. Pasien BBLR.
2) Kontra indikasi Menurut Potter (2005)
kontra indikasi meliputi beberapa :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak
kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
3) Metode pemberian oksigen Untuk cara pemberian oksigen bermacam- macam
seperti dibawah ini (Potter, 2005):
a. Melalui inkubator
b. Head box
c. Nasal kanul ( low flow atau high flow)
d. Nasal CPAP (continuous positive airway pressure)
e. Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)
f. Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube) Untuk memilih apa
yang seharusnya dipakai, kita dapat menggunakan down score seperti
gambar di bawah:
16

Untuk intrepretasinya adalah sebagai berikut:

a. Skor < 4 (Distres pernapasan ringan)


b. Skor 4 – 5 (Distres pernapasan sedang )
c. Skor > 6 (Distres pernapasan berat dan diperlukan analisis gas darah)
Untuk metode yang di pakai adalah :
a) Distres pernapasan ringan menggunakan O2 nasal / Head box
b) Distres pernapasan sedang perlu Nasal CPAP
c) Distres pernapasan berat perlu untuk dilakukan intubasi dan penggunaan
ventilator.

11. Masalah keperawatan yang berkaitan dengan kebutuhan oksingen


Masalah keperawatan yang umum terjadi terkait dengan kebutuhan oksigen ini, antara
lain :
1) Tidak Efektifnya Jalan Napas
Masalah keperawatan ini menggambarkan kondisi jalan napas yang tidak bersih,
misalnya karna adanya sumbatan, penumpukan sekret, penyempitan jalan napas
oleh karena spasme bronkus, dan lain lain.
2) Tidak efektifnya Pola Napas
Tidak efektifnya pola napas ini merupakan suatu kondisi dimana pola napas, yaitu
inspirasi dan ekspirasi, menunjukkan tidak normal. Penyebab biasanya karena
17

kelemahan neuromuskular, adanya sumbatan ditrakeobronkhinal, kecemasan dan


lain lain.
3) Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas merupakan suatu keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antara oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang
dikeluarkan pada pertukaran gas antara alveoli dan kapiler. Penyebabnya bisa
karena perubahan membran alveoli, kondisi anemia, proses penyakit, dan lain-lain

4) Penurunan perfusi jaringan


Penurunan perfusi jaringan adalah suatu keadaan dimana sel kekurangan suplai
nutrisi dan oksigen. Penyebabnya dapat terjadi karena kondisi hipovelemia,
hipervolemia, retensi karbon diogsida.
5) Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan
kemampuan untuk melakukan aktivirtasnya. Penyebabnya antara lain karena
ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, produksi yang
dihasilkan menurun, dan lain-lain
6) Perubahan pola tidur
Gangguan kebutuhan oksigen dapat mengakibatkan pola tidur terganggu.
Kesulitan bernafas (sesak nafas) menyebabkan seseorang tidak bisa tidur.
Perubahan pola tidur juga dapat terjadi karena kecemasan dengan penyakit yang
dideritanya
7) Resiko terjadinya iskemik otak
Gangguan oksigenasi mengakibatkan suplai darah keotak berkurang. Hal tersebut
disebabkan oleh cardiac output yangmenurun, aliran darah keotak berkurang,
gangguan perfusi jaringan otak, dan lain-lain. Akibatnya, otak kekurangan
oksigen sehingga beresiko terjadinya kerusakan jaringan otak.
18

12. Indikasi Masuk NICU


NICU harus mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam
bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien
kritis. Keadaan ini memerlukan mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang
terbatas apabila kebutuhannya ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia. Pasien
yang layak dirawat di NICU adalah pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh
tim di NICU, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan terus menerus dan
pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan terus menerus dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.1 Indikasi perawatan di NICU adalah pasien
dengan penyakit kritis atau kegagalan pada sistem pernapasan, sistem hemodinamik, sistem
saraf pusat, sistem endokrin dan metabolik, over dosis obat, reaksi obat dan keracunan,
sistem pembekuan darah dan infeksi berat (sepsis).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk memasukkan pasien ke perawatan
intensif adalah diagnosis, keparahan penyakit, umur, status penyakit kronik, fisiologis,
prognosis, ketersediaan perawatan, respons terhadap pengobatan, cardiopulmonary arrest,
perkiraan kualitas hidup dan keinginan pasien
Indikasi pasien masuk NICU dapat dibagi menjadi 3 prioritas, yaitu :
a. Prioritas I
Pasien kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan tindakan terapi intensif dan agresif
untuk mengatasinya, seperti bantuan ventilasi, infus obatobat vasoaktif dan lain-lain.
Pada pasien seperti ini terapi tidak dibatasi (do everything), seperti edema paru, status
kejang dan syok sepsis.
b. Prioritas II
Pasien golongan ini pada saat masuk tidak dalam keadaan kritis tetapi kondisi klinisnya
membutuhkan pemantauan intensif baik secara invasif maupun noninvasif atau
keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital.
Pada pasien seperti ini terapi juga tidak dibatasi, misalnya pascabedah ekstensif, setelah
henti jantung dalam keadaan stabil, pascabedah jantung dan pascabedah dengan
penyakit jantung.
c. Prioritas III
Pasien dalam keadaan kritis dengan harapan kecil untuk sembuh. Pasien kelompok ini
memerlukan terapi intensif terbatas untuk mengatasi krisis penyakit, tetapi tidak
dilakukan terapi invasif seperti intubasi dan resusitasi (do something). Misalnya pasien
19

dengan metastase keganasan, penyakit jantung dan paru terminal dengan komplikasi
akut. Pasien-pasien berikut tidak memerlukan perawatan di NICU, yaitu pasien mati
batang otak (MBO) kecuali donor organ, pasien koma dengan keadaan vegetatif
permanen, pasien dalam stadium akhir (endstage) dari suatu penyakit, pasien yang
menolak pemberian terapi bantuan hidup

13. Indikasi Perawatan Di NICU Pada Pasien Masalah Respirasi


a. Indikasi Ventilasi Mekanis
Indikasi secara umum pemakaian ventilasi mekanis digunakan untuk pasien dengan
gagal napas akut, koma, gagal napas akut pada gagal napas kronik dan kelainan
neuromuskuler. Ventilas mekanis diindikasikan sebagai terapi definitif untuk
hipoksemia berat, hipoventilasi alveolar dan hiperkapnia. Indikasi yang sering untuk
pemasangan ventilasi mekanis pada penyakit paru adalah edema paru akut, pneumonia,
acute respiratory distress syndrome (ARDS), serangan asma berat dan PPOK
eksaserbasi akut yang berat Ventilasi mekanis bertujuan untuk mengganti seluruh atau
sebagian fungsi normal paru-paru dan pompa ventilasi pada pasien dengan gangguan
fungsi sementara atau permanen dan menyediakan fungsi dengan sedikit gangguan
homeostasis dan komplikasi.Tujuan fisiologis untuk meningkatkan ventilasi alveolar,
seperti yang ditunjukkan oleh PO dan pH arteri, meningkatkan oksigenasi arteri, seperti
yang ditunjukkan oleh PO , saturasi dan/atau kandungan oksigen arteri, meningkatkan
inflasi paru pada akhir inspirasi, meningkatkan volume paru akhir ekspirasi (kapasitas
residu fungsional), mengurangi kerja napas.Ventilasi mekanis diindikasikan setiap kali
ada situasi yang mengancam hidup pasien (tabel 1). Selain apnea, beberapa gejala,
tanda-tanda, atau temuan laboratorium mendukung untuk penggunaan ventilasi. Terapi
ini menjadi penting dengan terdapatnya kombinasi yang tepat dari pengaturan klinis,
keparahan kelainan, dan kecepatan perkembangan atau memburuknya kelainan
fisiologis.

1) Gagal napas
Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran gas O dan CO
serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis. Secara praktis, gagal
napas didefinisikan sebagai PaO2 < 60 mmHg atau PaCO > 50 mmHg. Gagal nafas
pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang berhubungan
dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor resiko utama
20

gagal nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir rendah, dan
penelitian menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan
sosioekonomi rendah. Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan
dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif walaupun kemajuan teknik
diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat. Gagal napas akut dapat
digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I)
dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas tipe II). Gagal napas tipe I
dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II
dihubungkan dengan defek primer ventilasi. Penyebab gagal napas tipe I secara
umum dapat disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia,
edema paru fibrosis paru, asma, pneumotoraks, bronkiektasis, ARDS dan emboli
paru. Penyebab gagal napas tipe II diantaranya adalah PPOK, asma berat, edema
paru dan ARDS. Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi
suportif dengan ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya
meliputi high-frequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida, dan
extracorporealmembrane oxygenation (ECMO).
2) Apnea dan impending gagal napas
Indikasi klinis untuk ventilasi mekanis invasif adalah apnea atau impending gagal
napas. Tidak terdapat perdebatan untuk memberikan bantuan ventilator untuk
pasien henti napas (apnea). Namun pada impending gagal napas sulit untuk
menentukan prospektif dan upaya untuk menentukan indikasi untuk intubasi dan
ventilasi mekanis. Pada keadaan ini biasanya keputusan dokter dilakukan karena
pasien berada dalam kesulitan pernapasan, kelelahan atau akan henti napas. Tiap
dokter memiliki prediksi yang berbeda secara subjektif dalam mengambil
keputusan untuk melakukan intubasi.
3) Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut
Sejumlah besar studi ventilasi noninvasif tekanan positif (noninvasive positive
pressure ventilation/NPPV) pada eksaserbasi berat PPOK secara tidak langsung
membahas validitas kriteria yang digunakan untuk intubasi. Global initiative for
obstructive lung disease (GOLD) merekomendasikan ventilasi mekanis invasif
ketika pasien dengan PPOK eksaserbasi akut yang memiliki ketidakstabilan
kardiovaskular, somnolen atau perubahan kondisi mental lainnya, tidak kooperatif,
risiko tinggi aspirasi, sekresi saluran pernapasan berlebihan atau sangat kental.
Kondisi kraniofasial (seperti trauma baru atau operasi) atau sangat gemuk
21

berpotensi sulit dilakukan NPPV. Asidosis respiratorik sangat parah atau progresif
juga merupakan indikasi tindakan NPPV, tapi masih belum ada kesepakatan apakah
pH 7,25, PaCO 60 mm 2 Hg, atau beberapa batas lainnya yang digunakan.5
4) Asma akut berat
Studi retrospektif menunjukkan pasien dengan asma akut berat relatif sedikit yang
membutuhkan ventilasi mekanis invasif. Tidak terdapat uji klinis untuk menentukan
indikasi spesifik untuk penggunaan ventalasi mekanis pada asma yang dilaporkan.
Indikasi ini mungkin serupa dengan eksaserbasi PPOK akut, meskipun potensi
perbaikan fisiologis lebih baik pada asma dan fakta bahwa pasien dengan asma
biasanya lebih muda dan lebih sehat daripada mereka dengan PPOK berat. Manfaat
NPPV pada asma akut berat masih belum jelas
5) Penyakit neuromuskular
Dalam insufisiensi pernapasan akut komplikasi gangguan neuromuskuler seperti
sindrom Guillain- Barré dan miastenia gravis, ada kesepakatan antara dokter yang
berpengalaman bahwa ventilasi mekanis invasif sebaiknya dimulai sebelum pasien
mengalami asidosis respiratorik.5
6) Gagal napas pada hipoksemia akut
Hipoksemia berat jarang indikasi untuk ventilasi mekanis invasif. Misalnya,
hipoksemia terisolasi pada pasien yang memiliki pneumonia difus atau edema paru
sering dapat dikelola dengan oksigen aliran tinggi dengan masker, dengan atau
tanpa continuous positive airway pressure (CPAP). Biasanya pasien yang
menunjukkan hipoksemia berat pada penyakit akut memiliki indikasi lain untuk
dukungan ventilasi, seperti terdapat usaha napas yang berlebihan atau berkurangnya
ventilasi Beberapa penelitian NPPV untuk berbagai bentuk kegagalan pernapasan
akut hipoksemia menunjukkan hasil yang tidak meyakinkan. Data yang tersedia
menunjukkan penggunaan NPPV untuk menghindari intubasi pada beberapa pasien
immunocompromised. Ketidakstabilan kardiovaskular, perubahan status mental,
atau bukti ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah
merupakan indikasi yang jelas untuk intubasi pada gagal napas hipoksemia akut,
tapi bila tidak terdapat gangguan tersebut mungkin lebih baik mencoba NPPV
terlebih dahulu.5
7) Gagal jantung dan syok kardiogenik
Penelitian menunjukkan bahwa CPAP atau NPPV dapat meningkatkan pertukaran
gas pada edema paru dan mengurangi kebutuhan intubasi. Syok kardiogenik,
22

mungkin merupakan indikasi lain untuk ventilasi mekanis invasif, untuk menjamin
kebutuhan oksigen pada saat fungsi jantung sangat terganggu.

b. Kontra indikasi untuk ventilasi mekanis invasif


Secara umum, intubasi dan ventilasi mekanis tidak boleh digunakan dalam situasi tidak
terdapat indikasi untuk dukungan ventilasi, ventilasi noninvasif dapat dilakukan
dibanding ventilasi mekanis invasif tidak mendapat persetujuan untuk melakukan
intubasi dan ventilasi mekanis serta intervensi pendukung kehidupan termasuk ventilasi
mekanis merupakan terapi medis yang bermanfaat (kondisi terminal)
c. Pertimbangan mengakhiri perawatan NICU
Keputusan mengakhiri perawatan di NICU bergantung pada prediksi dokter dan
kekritisan penyakit pasien. Per t imbangan tersebut mencakup kemungkinan pasien
akan bertahan dengan penyakit kritis, lama perawatan dan kualitas hidup jika pasien
meninggalkan NICU. Prognosis pasien umumnya dibuat oleh dokter berdasarkan
pengalaman mereka, hasil penelitian tunggal atau penelitian berbagai institusi untuk
penyakit tertentu seperti kasus cedera paru akut. Informasi lain dapat diperoleh dari
penelitian terhadap kelompok usia tertentu (orang tua) atau intervensi tertentu (ventilasi
mekanis).
14. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada penyakit yang
mendasarinya. Saat ini terapi gagal nafas pada neonatus ditujukan untuk mencegah
komplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada
neonatus, seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat
berlangsung. Bayi baru lahir yang mengalami gangguan nafas berat harus dirawat di ruang
rawat intensif untuk neonatus (NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU.5 Sebelum dirujuk atau dNICUndahkan ke
NICU, penatalaksanaan yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk mencapai
keberhasilan perawatan.

a. Penatalaksanaan Non Respiratorik

Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus


yang mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus
dihindari. Temperatur bayi harus dijaga dalam rentang 36,5−37,5oC.

Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas
23

yang berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan
hipoglikemia. Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan.
Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60
ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau ¾ dari kebutuhan cairan harian.
Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada infus
cairan yang diberikan.16 Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak hari
pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lNICUd
mulai dari 3 g/kgBB/hari.

Prinsip lain perawatan neonatus yang mengalami distress nafas adalah minimal
handling. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan monitor sekaligus untuk
menilai keadaan kardiorespiratorik, temperatur, dan saturasi oksigen pada bayi.

Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress nafas
sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti
sepsis perlu dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini
mungkin harus dimulai sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik
inisial yang dianjurkan adalah ampicillin dan gentamicin.

b. Penatalaksanaan Respiratorik

Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas


dibersihkan dari lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama
diperlukan, serta memastikan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring
saturasi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan pulse oxymetri secara
kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasi.16,20 Semua
bayi yang mengalami distress nafas dengan atau tanpa sianosis harus
mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen
lembab dan telah dihangatkan.16

Tabel 5. Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri

> 95% Bayi aterm

88-94% Bayi pre term (28-34 minggu)

85-92% < 28 minggu


Sumber: Mathai
24

Tujuan utama dalam penatalaksanaan gagal nafas adalah menjamin kecukupan


pertukaran gas dan sirkulasi darah dengan komplikasi yang seminimal mungkin.
Hal ini dapat dicapai dengan menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas.
Indikasi untuk memulai ventilasi mekanis pada pasien yang mengalami gagal
nafas biasanya didasari atas menetap atau memburuknya keadan klinis akibat
proses pertukaran gas di paru-paru yang terganggu.

c. Penatalaksanaan di ruang NICU

Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus


(NICU) saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan, high
frequency ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), telah banyak dilakukan dan
berakibat pada berkurangnya penggunaan extracorporeal membrane oxygenation
yang memiliki banyak efek samping.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi gagal nafas pada neonatus


(misalnya dengan pemberian nitrat oksida, extracorporeal membrane
oxygenation), 25-30% penderita yang berhasil bertahan hidup mengalami
gangguan kognitif, 6-13% mengalami cerebral palsy, 6-30% mengalami
gangguan pendengaran, dan pada usia sekolah banyak yang mengalami gangguan
perhatian, pendengaran, disfungsi neuromotorik dan perilaku.

1) Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan


berbagai efek pada sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah
membaiknya kondisi klinis pasien dan optimalisasi pertukaran gas dan pada
FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang minimal, serta
tekanan ventilator/volume tidal yang minimal.10,21 Derajat distress
pernafasan, derajat abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan
derajat instabilitas kardiopulmonal serta keadaan fisiologis penderita harus
ikut dipertimbangkan dalam memutuskan untuk memulai penggunaan
ventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh
parameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan
mekanis yang diinginkan.

Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) prolonged


25

apnea, (2) PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari
60 mmHg dengan asidemia persisten, dan (4) bayi yang menggunakan
anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi
mekanis antara lain: (1) frequent intermittent apnea, (2) bayi yang
menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas, (3) dan pada pemberian surfaktan.

2) Surfaktan

Surfaktan dibentuk oleh pneumosit alveolar tipe II dan disekresikan kedalam


rongga udara pada usia kehamilan sekitar 22 minggu. Komponen utama
surfaktan adalah fosfolNICUd, sebagian besar terdiri dari
dipalmitylphosphatidylcholine (DPPC). Surfaktan disekresi oleh eksositosis
dari lamellar bodies pneumosit alveolar tipe II dan mielin tubuler.
Pembentukan mielin tubuler tergantung pada ion kalsium dan protein
surfaktan SP-A dan SP-B. Surfaktan lapisan tunggal berasal dari mielin
tubuler dan sebagian besar terdiri dari DPPC. Fungsinya adalah untuk
mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran nafas kecil
selama ekspirasi yang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan volume
paru. Surfaktan juga berperan dalam mekanisme pertahanan paru dengan
meningkatkan mucociliary clearance.

Fungsi surfaktan yang paling penting adalah menurunkan tegangan


permukaan alveolar sehinggga terjadi stabilisasi volume paru pada tekanan
transpulmonal yang rendah. Surfaktan akan mencegah kolapsnya jalan nafas
saat ekspirasi dan memungkinkan tekanan yang lebih rendah untuk
mengembangkan paru-paru, sehingga peregangan yang berlebihan dari paru-
paru dapat dicegah dan resiko terjadinya ruptur alveolus berkurang akibat
surfaktan mengurangi tekanan negatif yang diperlukan untuk membuka jalan
nafas dan kerja pernafasan.

Terapi surfaktan diberikan pada kedaan defisiensi surfaktan pada bayi


prematur seperti pada hyaline membrane disease (HMD), neonatal lung
injury yang tidak berhubungan dengan prematuritas, seperti hernia diafragma
kongenital, dan meconeum aspiration syndrome (MAS). Saat ini preparat
surfaktan yang tersedia antara lain adalah surfaktan sintetis dan surfaktan
26

natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas paru- paru
domba atau babi.24, 26 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan
surfaktan dapat menurunkan penggunaan extracorporeal membrane
oxygenation pada neonatus yang mengalami kegagalan nafas.

Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila
bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya
surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal
apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau
lebih.
Tabel 6. Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.

Nama Produk Dosis Awal Dosis Tambahan


Galfactant 3 ml/KgBB Dapat diulang sampai 3 kali pemberian
dengan interval tiap 12 jam
Beractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6 jam, sampai
total
4 dosis dalam 48 jam
Colfosceril 5 ml/KgB12B diberikan dalam 4 Dapat diulang setelah 12 dan 24 jam
menit
Porcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB dapat diberikan
tiap
12 jam
Sumber: Kosim

Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan


menggunakan nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT
memungkinkan distribusi surfaktan yang lebih cepat sampai ke bagian perifer
paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang dapat
ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit),
dilanjutkan dengan postural drainage, tetapi hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian surfaktan dengan cara ini kurang efektif karena volume
surfaktan yang sampai kedalam paru-paru lebih sedikit.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain,


bradikardi, hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi,
hipoksemia dan sumbatan pada endotracheal tube (ETT) dapat terjadi pada
saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan perfusi serebral dapat terjadi
pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi yang mendadak dari aliran
27

darah paru kedalam sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat
diatasi dengan menghentikan pemberian surfaktan dan meningkatkan aliran
oksigen dan ventilasi.

3) High Frequency Ventilation

High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik yang


menggunakan volume tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat.
Keuntungan HFV adalah dapat memberikan gas yang adekuat dengan
tekanan pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga mengurangi kejadian
barotrauma.

High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma


volume dan atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko
barotrauma yang kecil pada paru-paru. HFV telah digunakan pada bayi
dengan respiratory distress syndrome (RDS) yang memerlukan bantuan nafas
lebih lanjut. HFV juga sangat efektif pada bayi dengan aspirasi mekonium.
HVF juga mengurangi kejadian barotrauma pada bayi dengan berat badan
rendah. Pada saat ini penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena
komplikasi yang lebih sedikit. Terdapat beberapa macam mode high
frequency ventilator yang digunakan, yaitu: high-frequency positive-pressure
ventilators, high-frequency jet ventilators, dan high frequency
penggunaannya dapat dipertimbangkan pada pneumotoraks, hipoplasia paru,
sindroma aspirasi mekonium, pneumonia dengan atelectasis.

4) Inhaled nitric oxide (iNO)


INO dapat memperbaiki vasodilatasi paru dan oksigenisasi pada bayi
cukup bulan dengan gagal nafas yang berat. Beberapa penelitian
multisenter menyebutkan bahwa iNO akan mengurangi kebutuhan akan
extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).
Penggunaan iNO pada terapi gagal nafas pada bayi berdasar kepada
kemampuannya sebagai vasodilator di paru-paru tanpa menurunkan tonus
vaskuler paru. Penggunaan iNO dipertimbangkan karena memiliki
kemampuan selektif menurunkan pulmonary vascular resistance (PVR).
Nitrat oksida disintesis pada saluran napas atas dan bawah. Nitrat oksida
merupakan salah satu substansi fisiologis yang dilepaskan endotel untuk
memelihara tekanan darah dalam batas normal. Nitrat oksida akan
28

berdifusi dari lapisan endotel ke dalam otot polos pembuluh darah dimana
akan mengaktifkan guanil siklase, dan mengkatalisir formasi dari cGMP,
cGMP kemudian akan mengfosforilasi beberapa protein melalui protein
kinase dependent cGMP, yang secara tidak langsung akan menyebabkan
defosforilasi miosin dan menyebabkan relaksasi otot polos. Sirkulasi paru
janin cenderung mempunyai resistensi yang tinggi. Nitrat oksida endogen
secara fisiologis penting untuk mengatur tonus vaskuler paru janin. Nitrat
oksida menyebabkan angiogenesis, pembentukan alveolar dan
pertumbuhan paru normal. Terapi iNo pada bayi baru lahir telah diteliti
pada bayi preterm dan aterm. Nitrat oksida eksogen yang dihantarkan
melalui ventilator akan menyebabkan vasodilatasi paru. Terapi iNO
memperbaiki oksigenisasi tanpa efek samping jangka pendek seperti
perdarahan paru, perdarahan intrakranial, pnumotoraks pada bayi prematur
dengan gagal napas.
5) Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)
ECMO merupakan alat yang menghubungkan langsung darah vena pada
alat paru-paru buatan (membrane oxygenator), dimana oksigen
ditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian darah dipompa balik pada
atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau aorta (venoarterial).
Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat dan menghindari
tekanan tinggi ventilator. Selama ECMO berlangsung paru-paru bayi dapat
terus bekerja namun dalam volume yang lebih kecil untuk mencegah
terjadinya atelectasis.
ECMO paling sering digunakan pada keadaan-keadaan seperti: sindroma
aspirasi mekonium, dengan rata-rata 94% dapat bertahan hidup setelah
terapi, persistent pulmonary hypertension, sepsis, respiratory dystress
syndrome, hernia diafragmatika.
Prosedur ECMO sangat invasif dan resiko tinggi. Penggunaan ECMO pada
bayi preterm dengan usia gestasi 34 minggu ternyata memperlihatkan
angka kematian yang tinggi disebabkan perdarahan intrakranial. Sehingga
kriteria inklusi untuk ECMO adalah usia gestasional ≥ 34 minggu atau
berat lahir ≥ 2000 gram, tidak ada gangguan perdarahan, telah diberikan
ventilasi mekanik selama 10-14 hari, penyakit paru bersifat reversible.
29

Pasien neonatus biasanya memerlukan terapi ECMO selama 7-8 hari.


Selama periode ini bayi dengan gagal napas dapat secara perlahan
diberikan seting ventilator yang minimal dan apabila perbaikan dapat di
ekstubasi dalam 24-48 jam. Setelah dilakukan ekstubasi bayi memerlukan
oksigen selama 5-7 hari dan perlu pemantauan kadar hemoglobin,
hematokrit, dan elektrolit dalam 6-18 jam setelah ECMO. Komplikasi dari
ECMO antara lain perdarahan intrakranial, infark sistem saraf pusat,
kejang, perdarahan paru, hipertensi, dan tamponde jantung. Penderita yang
telah menjalani ECMO dapat bertahan hidup walaupun morbiditasnya
tinggi.
B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
a. Biodata pasien (nama,umur, jenis kelamin,)
b. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama
c. Riwayat perkembangan
a) Neonatus : 30 - 60 x/mnt
b) Bayi : 44 x/mnt
c) Anak : 20 - 25 x/mnt
d) Dewasa : 15 - 20 x/mnt
e) Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami masalah
/ penyakit yang sama.
e. Riwayat pasien tentang gangguan pernafasan yang baru diderita, terkena infeksi,
adanya alergi/iritasi, trauma.
f. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok,
pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen dll.
g. Pemeriksaan fisik
1. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna,
bengkak, eksudat, darah), kesimetrisan hidung. Palpasi : sinus frontalis,
sinus maksilaris.
30

2. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
3. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah
pada bagian bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke
samping sehingga kedudukan trakhea dapat diketahui.
4. Thoraks
Inspeksi :
1) Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis
klavikulanya menjadi elevasi ke atas.
2) Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi
berbentuk bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama
dengan diameter tranversal (1:1). Pada orang dewasa perbandingan
diameter antero-posterior dan tranversal adalah (1 : 2)
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya :
1) Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter
tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum
sangat menonjol ke depan.
2) Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan
dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter
antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter
antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.

Kelainan tulang belakang diantaranya :

1) Kiposis atau bungkuk dimana punggung melengkung/cembung ke


belakang.
2) Lordosis yaitu dada membusung ke depan atau punggung berbentuk
cekung.
3) Skoliosis yaitu tergeliatnya tulang belakang ke salah satu sisi.
5. Pola napas
1) Eupnea yaitu pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt,
klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya
31

2) Tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24


x/mnt, atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya
kurang dari 16 x/mnt
3) Apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.
6. Kaji volume pernapasan
1) hiperventilasi yaitu bertambahnya jumlah udara dalam paru-paru yang
ditandai dengan pernapasan yang dalam dan panjang
2) hipoventilasi yaitu berkurangnya udara dalam paru-paru yang ditandai
dengan pernapasan yang lambat.
7. Kaji sifat pernapasan apakah klien menggunakan pernapasan dada yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan dada, ataukah
pernapasan perut yaitu pernapasan yang ditandai dengan pengembangan
perut.
8. Kaji ritme/irama pernapasan yang secara normal adalah reguler atau
irreguler,
1) Cheyne stokes yaitu pernapasan yang cepat kemudian menjadi lambat
dan kadang diselingi apnea.
2) Kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, atau pernapasan biot
yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitodunya tidak teratur dan
diselingi periode apnea.
9. Perlu juga dikaji kesulitan bernapas klien, apakah dispnea yaitu sesak
napas yang dan kebutuhan oksigen tidak terpenuhi, ataukah ortopnea
yaitu kemampuan bernapas hanya bila dalam posisi duduk atau berdiri
10. Perlu juga dikaji bunyi napas
1) Stertor/mendengkur yang terjadi karena adanya obstruksi jalan napas
bagian atas
2) Stidor yaitu bunyi yang kering dan nyaring dan didengar saat inspirasi
3) wheezing yaitu bunyi napas seperti orang bersiul,
4) Rales yaitu bunyi yang mendesak atau bergelembung dan didengar
saat inspirasi
5) ronchi yaitu bunyi napas yang kasar dan kering serta di dengar saat
ekspirasi.

11. Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami
32

1) batuk produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi,


2) non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi
3) hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah
12. Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut nadi
1) takhikardi yaitu denyut nadi lebih dari 100 x/mnt, ataukah
2) bradikhardi yaitu denyut nadi kurang dari 60 x/mnt.
Juga perlu dikaji tekanan darah
3) hipertensi yaitu tekanan darah arteri yang tinggi
4) hipotensi yaitu tekanan darah arteri yang rendah.

13. Juga perlu dikaji tentang oksigenasi pasien apakah


1) anoxia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam jaringan
kurang
2) hipoxemia yaitu suatu keadaan dengan jumlah oksigen dalam darah
kurang
3) hipoxia yaitu berkurangnya persediaan oksigen dalam jaringan akibat
kelainan internal atau eksternal
4) cianosis yaitu warna kebiru-biruan pada mukosa membran, kuku atau
kulit akibat deoksigenasi yang berlebihan dari Hb
5) clubbing finger yaitu membesarnya jari-jari tangan akibat kekurangan
oksigen dalam waktu yang lama.
14. Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa,
peradangan, kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
1) Taktil vremitus adalah vibrasi yang dapat dihantarkan melalui sistem
bronkhopulmonal selama seseorang berbicara. Normalnya getaran
lebih terasa pada apeks paru dan dinding dada kanan karena bronkhus
kanan lebih b esar. Pada pria lebih mudah terasa karena suara pria
besar.

2. Diaknosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Pola napas tidak efektif
33

3) Gangguan pertukaran gas

3. Intervensi keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi:
a. Auskultasi dada bagian anterior dan posterior
Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan bunyi
tambahan.
b. Lakukan pengisapan jalan napas bila diperlukan
Rasional : Merangsang terjadinya batuk atau pembersihan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tak mampu batuk secara efektif dan penurunan
kesadaran
c. Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi.
Rasional : memobilisasi keluarnya sputum
d. Instruksikan untuk batuk efektif & teknis napas dalam untuk memudahkan
keluarnya sekresi.
Rasional : memudahkan ekspansi maksimal paru atau jalan napas lebih kecil
dan membantu silia untuk mempermudah jalan napas
e. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi: mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator, analgesik
Rasional : Untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
f. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi :mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator.
Rasional : untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret
g. Kolaborasi dengan bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi
lain mis : spiromerti iasentif, perkusi, drainase postural.
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan secret.
2) Pola napas tidak efektif
a. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler
Rasional : Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru
b. Bantu klien untuk melakukan batuk efektif & napas dalam
Rasional : Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas, sehingga mudah
untuk dikeluarkan
c. Berikan tambahan oksigen masker/ oksigen nasal sesuai indikasi
34

Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.


d. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian ekspektoran
Rasional : Membantu mengencerkan secret, sehingga mudah untuk dikeluarkan
3) Gangguan pertukaran gas
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar dan dapat memperbaiki
hipoksemia jaringan
b. Pantau GDA Pasien
Rasional : Nilai GDA yang normal menandakan pertukaran gas semakin membaik
c. Pantau pernapasan
Rasional : Untuk evaluasi distress pernapasan

Beberapa Metode pemenuhan kebutuhan oksigen


1. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan memberikan oksigen ke dalam paru-paru
melalui saluran pernapasan dengan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien
dapat melalui tiga cara yaitu melalui kanula, nasal, dan masker. Pemberian oksigen
tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya
hipoksia.
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier
2. Nasal kateter, kanula, atau masker
3. Vaselin,/lubrikan atau pelumas ( jelly)
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
3. Cek flowmeter dan humidifier
4. Hidupkan tabung oksigen
5. Atur posisi semifowler atau posisi yang telah disesuaikan dengan
kondisi pasien.
6. Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7. Apabila menggunakan kateter, ukur dulu jarak hidung dengan telinga,
setelah itu berikan lubrikan dan masukkan.
8. Catat pemberian dan lakukan observasi.
35

9. Cuci tangan
2. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindak keperawatan yang terdiri atas
perkusi, vibrasi dan postural drainage.
1) Perkusi
Disebut juga clapping adalah pukualn kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya, pada
dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk.
Tujuannya, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding
bronkhus.
Prosedur:
a. Tutup area yang akan dilakkan perkusi dengan handuk atau pakaian untuk
mengurangi ketidaknyamanan.
b. Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
c. Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit
d. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang mudah
cedera seperti : mammae, sternum dan ginjal.
2) Vibrasi
Getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan
datar pada dinding dada klien.
Tujuannya, vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian
dengan perkusi,
Prosedur:
a. Letakkan telapak tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area dada
yang akan di drainage. Satu tangan diatas tangan yang lain dengan jari-jari
menempel bersama dan ekstensi. Cara yang lain: tangan bisa diletakkan
secara bersebelahan.
b. Anjurkan klien menarik napas dalam melalui hidung dan menghembuskan
napas secara lambat lewat mulut atau pursed lips.
c. Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan dan
gunakan hampir semua tumit tangan. Getarkan (kejutkan) tangan keaarh
bawah. Hentikan getaran jika klien melakukan inspirasi.
d. Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan keluarkan sekret ke dalam
tempat sputum.
36

3) Postural drainage
Merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen
paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik
utnuk melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam
sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih sering dilakukan
apabila lendir klien berubah warnanya menjadi kehijauan dan kental atau ketika
klien menderita demam.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural drainage yaitu:
a. Batuk 2 atau 3 kali berurutan setelah setiap kali berganti posisi
b. Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.
c. Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit sebelum
melakukan postural drainage
d. Lakukan latihan napas dan latihan lain yang dapat membantu
mengencerkan lendir.
Peralatan:
a. Bantal
b. Papan pengatur posisi
c. Tisu wajah
d. Segelas air
e. Sputum pol
Prosedur:
a. cuci tangan
b. pilih area yang tersumbat yang akan di drainage berdasarkan
pengkajian semua area paru, data klinis dan chest X-ray.
c. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainage area yang
tersumbat.
d. Minta klien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit.
e. Selama 10-15 menit drainage pada posisi tersebut, lakukan
perkusi dan vibrasi dada diatas area yang di drainage
f. Setelah drainage pada posisi pertama, minta klien duduk dan
batuk. Bila tidak bisa batuk, lakukan suction. Tampung sputum di
sputum spot.
g. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
h. Anjurkan klien istirahat sebentar bila perlu.
37

i. Anjurkan klien minum sedikit air.


j. Ulangi langkah 3-8 sampai semua area tersumbat telah ter
drainage
k. Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru.
l. Cuci tangan
m. Dokumentasikan

4) Napas dalam dan batuk efektif


a. Napas dalam
Yaitu bentuk latihan napas yang terdiri dari atas pernapasan
abdominal (diafragma) dan purse lips breathing.
Prosedur:
a) Atur posisi yang nyaman
b) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen
c) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah
tulang iga
d) Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup.
Hitung samapi 3 selama inspirasi
e) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purse lips
braething) secara perlahan-lahan
b. Batuk efektif
Yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret.
Prosedur:
a) Tarik napas dalam lewat hidung dan tahan napas untuk
beberapa detik
b) Batukkan 2 kali. Pada saat batuk tekan dada dengan bantal.
Tampung sekret pada sputum pot.
c) Hindari penggunaan waktu yang lama selama batuk karena
dapat menyebabkan fatigue dan hipoksia.
c. Suctioning (pengisapan lendir)
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan pada pasien yang
tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara sendiri. Tindakan
38

tersebut dilakukan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi


kebutuhan oksigenasi.
Persiapan Alat dan Bahan :
a) Alat pengisap lendir dengan botol yang berisi larutan
desinfektan
b) Kateter pengisap lender
c) Pinset steril
d) Dua kom berisi larutan akuades/NaCl 0,9% dan larutan
desinfektan
e) Kasa steril
f) Kertas tisu
Prosedur Kerja :
a) Cuci tangan
b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilaksanakan.
c) Atur pasien dalam posisi terlentang dan kepala miring ke
arah perawat
d) Gunakan sarung tangan
e) Hubungakan kateter penghisap dengan selang penghisa
f) Hidupkan mesin penghisap
g) Lakukan penghisapan lendir dengan memasukan kateter
pengisap ke dalam kom berisi akuades atau NaCl 0,9%
untuk mencegah trauma mukosa.
h) Masukkan kateter pengisap dalam keadaan tidak mengisap
i) Tarik lendir dengan memutar kateter pengisap sekitar 3-5
detik
10. Bilas kateter dengan akuades atau NaCl 0,9%
j) Lakukan hingga lendir bersih
k) Catat respon yang terjadi
l) Cuci tangan
39

BAB III

ANALISA JURNAL

A. Analisa Jurnal Keperawatan

Judul Whole lung lavage therapy for pulmonary alveolar proteinosis: a


global survey of current practices and procedures

Terapi lavage paru keseluruhan untuk pulmonary alveolar


proteinosis: survei global terhadap praktik dan prosedur saat ini.

Jurnal Jurnal Keperawatan Internasional

Volume & Halaman Campo et al. Orphanet Journal of Rare Diseases (2016) 11:115

Tahun 2016

Penulis Ilaria Campo, Maurizio Luisetti,


Matthias Griese
Bruce C. Trapnell
Francesco Bonella
Jan Grutters
Koh Nakata
Coline H. M. Van Moorsel
Ulrich Costabe
Vincent Cottin

Reviewer Tri Nurminingsih Hatala


An’misaa Heriyanti

Tanggal 11 Mey 2018

Latar Belakang Whole lung lavage (WLL) adalah prosedur terapi


yang digunakan untuk mengobati pulmonary
alveolar proteinosis (PAP), sebuah sindrom
langka yang terjadi pada kelompok penyakit paru
heterogen yang ditandai dengan akumulasi
lipoproteinaseous. bahan di alveoli, yang
merusak penyerapan oksigen dan menyebabkan
gagal napas hipoksemik. Efikasi terapeutik
40

berasal dari pengangkatan material


lipoproteinaceous yang terakumulasi - terutama
surfaktan dan puing-puing sel nekrotik - dengan
secara fisik 'mencuci' alveoli dengan saline. WLL
biasanya dilakukan di bawah anestesi umum
dengan pemisahan paru-paru yang diperoleh
dengan tabung endobronkial double-lumen.
Sementara ventilasi mekanis dipertahankan
dalam satu paru-paru, paru-paru kontralateral
berulang kali diisi dengan garam dan kemudian
dikeringkan oleh gravitasi. Biasanya, lavage
disertai dengan perkusi dada untuk emulsifikasi
sedimen surfaktan, dan dilanjutkan sampai cairan
lavage menjadi jelas, biasanya dinilai dengan
inspeksi visual. Prosedur WLL yang diterapkan
saat ini didasarkan pada deskripsi pertama oleh
Juan Ramirez Rivera pada tahun 1963 tetapi
beberapa pusat telah memperkenalkan modifikasi
dengan tujuan meningkatkan metode asli [4].
Meskipun secara luas dianggap sebagai standar
perawatan untuk PAP autoimun [5], prosedur
WLL, indikasi untuk penggunaannya, dan kriteria
untuk mengukur hasil belum dibakukan di antara
pusat. Efektivitas terapeutik juga tidak
dibandingkan untuk PAP sekunder yang berbeda
sindrom. Selanjutnya, indikasi spesifik pusat
tidak pernah dibandingkan, terintegrasi untuk
mengoptimalkan atau menstandardisasi WLL,
atau disebarluaskan secara sistematis. Selain itu
pelatihan tentang bagaimana melakukan WLL
melibatkan magang atau di banyak kasus yang
diajarkan sendiri; yang jelas menyebabkan variasi
tambahan di antara pusat.
41

Tujuan Penelitian : untuk mendapatkan gambaran


faktual dari WLL seperti yang dilakukan saat ini
sehubungan dengan prosedur, indikasi untuk
penggunaannya, evaluasi manfaat terapeutik dan
tingkat komplikasi.

Metodologi Survei praktik klinis dilakukan secara global


dengan menggunakan kuesioner dan termasuk 27
pusat yang melakukan WLL pada pasien PAP
anak dan / atau dewasa.

Hasil Kami mengumpulkan kuesioner dari 20 pusat di


14 negara, mempraktekkan WLL pada orang
dewasa dan 10 pusat di 6 negara, mempraktikkan
WLL pada pasien anak.

WLL hampir secara universal dilakukan di bawah


anestesi umum, dengan tabung endobronkial
ganda-lumen dalam dua sesi berturut-turut,
dengan selang waktu 1-2 minggu antara sesi di
sekitar 50% dari pusat. Penggunaan saline hangat
hingga 37 ° C, drainase cairan lavage paru oleh
gravitasi dan indikasi untuk terapi WLL di PAP
adalah homogen di seluruh pusat.

Ada variasi besar dalam pilihan paru-paru


pertama yang rusak: 50% dari pusat berdasarkan
pilihan pada pencitraan, sedangkan 50% selalu
dimulai dengan paru-paru kiri. Pilihan posisi juga
banyak bertentangan; posisi terlentang dNICUlih
oleh 50% dari pusat. Aspek lain bervariasi secara
signifikan di antara pusat termasuk
kontraindikasi, metode dan waktu tindak lanjut,
penggunaan perkusi dada, waktu ekstubasi
setelah WLL dan isolasi paru-paru dan metode
42

lavage untuk anak-anak kecil. Jumlah cairan yang


digunakan untuk melakukan WLL adalah aspek
penting. Sementara konsensus umum ada pada
satu alikuot cairan untuk lavage (sekitar 800 ml
saline hangat, pada orang dewasa) variabilitas
yang besar ada pada volume total yang
ditanamkan per paru, berkisar antara 5 hingga 40
liter, dengan rata-rata 15,4 liter / paru. .

Kesimpulan Survei internasional ini menemukan bahwa WLL


aman dan efektif sebagai terapi untuk PAP.
Namun hasil ini juga menunjukkan bahwa
standardisasi prosedur diperlukan; survei ini
merupakan langkah pertama menuju pembuatan
dokumen semacam itu.
43

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energy di dalam tubuh.
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang
karbondioksida ke lingkungan. Alat-alat respirasi pada manusia adalah rongga hidung, faring,
laring, trakea, paru-paru, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Pada proses inspirasi dan
ekspirasi, mekanisme pernapasan pada manusia dibagi atas pernapasan dada dan pernapasan
perut. Sedangkan Faktor yang mempengaruhi frekuensi pernapasan adalah Umur, Jenis
Kelamin, Suhu Tubuh, Posisi Tubuh. Pernapasan atau pertukaran gas pada manusia
berlangsung melalui dua tahap yaitu Respirasi Eksternal dan Respirasi Internal. Serta ada
beberapa gangguan pada system respirasi manusia.
44

Anda mungkin juga menyukai