BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Pernafasan atau Respirasi adalah Sistem pada manusia yang berfungsi untuk
mengambil oksigen dari udara luar dan mengeluarkan karbondioksida melalui paru-paru.
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis waktu dalam keadaan
tertidur, istilah pernapasan yang lazim digunakan mencakup dua proses yaitu pernapasan
yaitu pernapasan luar(eksterna)merupakan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh
secarah keseluruhan serta dalam pernapasandalam (interna) merupakan penggunaan O2 dan
pembentukan CO2 oleh sel – sel serta pertukaran gas(paru) dan sebuah pompa ventilasi
paru.Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara ekspirasi maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam
yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara
bersamaanSemua sel hidup membutuhkan suplai oksigen yang konstan supaya dapat
mempertahankan metabolism.Oksigen terdapat I udara akan masuk kedalam system aspirasi.
Selanjutnya di gunakan metabolism oleh jaringan dan pada saat yang sama karbondioksida
dan uap air akn dikelurkan. Fungsi pernapasan akan bekerja sama dengan sistem transportasi
agar proses metabolisme pada tubuh dapat berjalan dengan baik. System respirasi atau
pernapasan merupakan salah satu study terhadap struktur dan fungsi tubuh manusia.
Saluran pernafasan merupakan organ yang mudah terserang penyakit, hal ini disebabkan
karena saluran pernafasan termasuk ke dalam kelompok saluran terbuka. Artinya saluran
pernafasan berhubungan langsung dengan lingkungan luar (Aspinall 2004). Salah satu
permasalahan kesehatan paru-paru adalah penyakit asma. WHO (2011) menyebutkan bahwa
saat ini sebanyak 235 juta penduduk dunia mengidap penyakit asma. Penyakit pernafasan
kronik ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Asma sudah masuk ke semua
negara baik yang mempunyai pendapatan yang tinggi ataupun rendah. Saluran pernafasan
memiliki mekanisme pertahanan yang dapat mencegah masuknya kuman kedalam tubuh
melalui saluran pernafasan. Mekanisme ini berupa sistem kekebalan bawaan yang bersifat
umum dan sistem kekebalan dapatan yang bersifat khusus (Robert 1999). Namun terkadang
sistem pertahanan yang ada pada organ paru-paru tidak dapat menahan mikroorganisme
patogen yang masuk. Agar tidak terjadi kerusakan pada paru-paru, diperlukan zat yang
2
mampu meningkatkan sistem pertahanan pada organ paru-paru sehingga dapat mencegah
masuknya mikroorganisme patogen maupun benda asing yang dapat menyebabkan kerusakan
pada paru-paru
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang manajemen respirasi?
2. Untuk mengetahui perawatan essensial respiratory system?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat
pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam
udara masih terdapat bekteri (partikel sangat kecil), maka enzim lisozom yang
menghancurkannya (Irman Somantri, 2008:4).
b. Faring (Tekak)
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan. Faring atau tekak terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher(Syaifudin, 1997:102).
Nasofaring adalah bagian faring yang terletak di belakang hidung di atas palatum
yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan jaringan limfoid yang disebut
tonsil faringeal, yang biasanya disebut sebagai adenoid. Jaringan ini kadang-kadang
membesar dan menutup faring. Tubulus auditorium terbuka dari dinding lateral
nasofaring dan melalui tabung tersebut udara dibawa kebagian tengah telinga.
Nasofaring dilapisi membran mukosa bersilia yang merupakan lanjutan membran
yang dilapisi bagian hidung. Orofaring terletak di belakang mulut di bawah
palatum lunak, dimana dinding lateralnya saling berhubungan. Diantara lipatan
dinding ini, ada yang disebut arkus palato-glosum yang merupakan kumpulan jaringan
limfoid yang disebut tonsil palatum(Watson, 2002:299).
Dalam faring terdapat tuba eustachii yang bermuara pada nasofarings.Tuba
ini berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani,
dengan cara menelan pada daerah laringofarings bertemu sistem pernapasan dan
pencernaan. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings, dan makanan lewat
posterior ke dalam esofagus melalui epiglotis yang fleksibel(Tambayong, 2001:79).
c. Laring (Pangkal Tenggorokan)
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
yang terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
masuk kedalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah
empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan manutupi laring(Syaifudin, 1997). Laring
terdiri atas dua lempeng atau lamina yang tersambung di garis tengah. Di tepi atas
terdapat lekuk berupa V. Tulang rawan krikoid terletak di bawah tiroid, bentuknya
seperti cincin mohor dengan mohor cincinnya di sebelah belakang (ini adalah tulang
rawan satu-satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah
kedua rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan
5
membantu menutup laring sewaktu orang menelan, laring dilapisi oleh selaput lendir
yang sama dengan yang di trakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi
selepitelium berlapis (Pearce, 1995:213). Dalam laring terdapat pita suara yang
berfungsi dalam pembentukan suara. Suara dibentuk dari getaran pita suara. Tinggi
rendah suara dipengaruhi panjang dan tebalnya pita suara. Dan hasil akhir suara
ditentukan oleh perubahan posisi bibir, lidah dan platum mole (Tamabayong,
2001:80).
d. Trachea (Batang Tenggorokan)
Dindingnya terdiri atas epitel, cincin tulang rawan yang berotot polos dan
jaringan pengikat. Pada tenggorokan ini terdapat bulu getar halus yang berfungsi
sebagai penolak benda asing selain gas (Pearce, 1995). Trakea berjalan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan ditempati ini bercabang
dua bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tangan
lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaring fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea, selain itu juga memuat beberapa
jaringan otot. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan
sel cangkir. Jurusan silia ini bergerak keatas ke arah laring, maka dengan gerakan debu
dan butir-butir halus lainnya yang terus masuk bersama dengan pernapasan, dapat
dikeluarkan. Tulang rawan yang gunanya mempertahankan agar trakea tetap terbuka, di
sebelah belakangnya tidak tersambung, yaitu di tempat trakea menempel pada esofagus,
yang memisahkannya dari tulang belakang (Pearce, 1995:214).
e. Bronkhus (Pembuluh Napas)
Bronchus merupakan cabang batang tenggorokan. Cabang pembuluh napas
sudah tidak terdapat cicin tulang rawan. Gelembung paru-paru, berdinding sangat
elastis, banyak kapiler darah serta merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen dan
karbondioksida (Pearce, 1995). Kedua bronkhus yang terbentuk dari belahan dua
trakhea pada ketinggian kirakira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur
serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkhusitu berjalan
ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.
Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang yang disebut
bronkhus lobus atas, cabang kedua timbul setelah cabang utama lewat di bawah
arteri, disebut bronkhus lobus bawah. Bronkhus lobus tengah keluar dari bronkhus
lobus bawah. Bronkhus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
6
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang
berjalanke lobus atas dan bawah (Pearce, 1995:214).
f. Alveolus
Alveolus merupakan saluran akhir dari alat pernapasan yang berupa
gelembung-gelembung udara. Dindingnya tNICUs, lembap, dan berlekatan erat dengan
kapiler-kapiler darah. Alveolus terdiri atas satu lapis sel epitelium pNICUh dan di
sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Adanya alveolus
memungkinkan terjadinya perluasan daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah dan CO2 dari sel-sel darah ke
udara ( Purnomo. Dkk, 2009). Menurut Hogan (2011), Membran alveolaris adalah
permukaan tempat terjadinya pertukaran gas. Darah yang kaya karbon dioksida
dipompa dari seluruh tubuh ke dalam pembuluh darah alveolaris, dimana, melalui
difusi, ia melepaskan karbon dioksida dan menyerap oksigen.
2. Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75% selama
inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang
membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat
berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi
dalam.
Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis eksternus, yang berjalan
dari iga ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra
sehingga ketika musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan
terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar diameter
anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat
yang lebih kecil. Musculus interkostalis eksternus dan diafragma dapat mempertahankan
ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat. Musculus scalenus dan musculus
sternocleidomastoideus merupakan otot inspirasi tambahan yang ikut membantu
mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar dan dalam.
Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan
volume intratoraks berkurang. Musculus intercostalis internus bertugas untuk melakukan
hal tersebut karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke
iga sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah.
7
Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga membantu proses ekspirasi dengan cara
menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen
yang akan mendorong diafragma ke atas.
4. Fisiologi Pernapasan
Pernapasan atau respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup (organisme)
dengan lingkungannya. Secara umum, pernapasan dapat diartikan sebagai proses menghirup
oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Dalam proses pernapasan,
8
oksigen merupakan zat kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh dari udara di
lingkungan sekitar.
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru. Fungsi paru adalah tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada
pernapasan melalui paru/pernapasan eksterna. Oksigen dipungut melalui hidung dan mulut.
Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat
erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler pulmonalis (Syaifudin,
1997:92).Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen ke sel dan pengangkutan
CO2dari sel kembali ke atmosfer.
Potter dan Perry (2006) menyatakan bahwa pernapasan adalah upaya yang
dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernapasan
ditentukan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan napas, keberadaan ekspirasi yang
aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Sebagian besar sel dalam tubuh
memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan
karbondioksida. Pertukaran gas pernapasan terjadi antara udara di lingkungan dan darah.
Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yaitu:
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakkan gas ke dalam dan keluar
paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan
persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma yang
dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal
keempat.
b. Perfusi
Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah ke dan dari membran
kapiler alveoli sehingga dapat berlangsung pertukaran gas. Sirkulasi pulmonar
merupakan suatu reservoar untuk darah, sehingga paru dapat meningkatkan volume
darahnya tanpa peningkatan tekanan dalam arteri atau vena pulmonar yang besar.
Sirkulasi pulmonar juga berfungsi sebagai suatu filter, yang menyaring trombus kecil
sebelum trombus tersebut mencapai organ-organ vital.
c. Difusi
Difusi merupakan suatu gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat
9
6. Volume paru
Empat macam volume paru tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama
dengan volume maksimal paru yang mengembang atau disebut juga total lung capacity,
dan arti dari masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut:
a. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi
atau ekspirasi pada setiap pernapasan normal. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 ml.
b. Volume cadangan inspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat masuk ke
dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa dan diatas volume tidal,
10
digunakan pada saat aktivitas fisik. Volume cadangan inspirasi dicapai dengan
kontraksi maksimal diafragma, musculus intercostalis eksternus dan otot inspirasi
tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara
aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi secara maksimal, setelah ekspirasi
biasa. Nilai rerata = 1000 ml.
d. Volume residual merupakan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi
maksimal. Volume ini tidak dapat diukur secara langsung menggunakan spirometri.
Namun, volume ini dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik pengenceran
gas yang melibatkan inspirasi sejumlah gas tertentu yang tidak berbahaya seperti
helium. Nilai rerata = 1200 ml.
7. Kapasitas Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke
dalam paru seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukkan
ke dalam paru akan ditentukan oleh kemampuan compliance sistem pernapasan.
Semakin baik kerja sistem pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh
semakin banyak.
a. Kapasitas vital yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru dalam satu
kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Kapasitas vital mencerminkan perubahan
volume maksimal yang dapat terjadi di paru. Kapasitas vital merupakan hasil
penjumlahan volume tidal dengan volume cadangan inspirasi dan volume cadangan
ekspirasi. Nilai rerata = 4500 ml.
b. Kapasitas inspirasi yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi
biasa. Kapasitas inspirasi merupakan penjumlahan volume tidal dengan volume
cadangan inspirasi. Nilai rerata = 3500 ml.
c. Kapasitas residual fungsional yaitu jumlah udara di paru pada akhir ekspirasi pasif
normal. Kapasitas residual fungsional merupakan penjumlahan dari volume cadangan
ekspirasi dengan volume residual. Nilai rerata = 2200 ml.
d. Kapasitas total paru yaitu jumlah udara dalam paru sesudah inspirasi maksimal.
Kapasitas total paru merupakan penjumlahan dari keseluruhan empat volume paru atau
penjumalahan dari kapasitas vital dengan volume residual. Nilai rerata = 5700 ml
11
9. Disfungsi Respirasi
Terdapat dua kategori umum disfungsi respirasi yang menyebabkan kelainan hasil
spirometri seperti penyakit paru obstruktif (kesulitan dalam mengosongkan paru) dan
penyakit paru restriktif (kesulitan dalam pengisian paru). Namun, keduanya bukan
kategori satu-satunya disfungsi pernapasan, dan spirometri juga bukan satu-satunya uji
fungsi paru. Penyakit lain yang mengenai fungsi pernapasan mencakup:
a. Penyakit yang mengganggu difusi O2 dan CO2 menembus membran paru
b. Berkurangnya ventilasi akibat kegagalan mekanis, seperti pada penyakit
neuromuskulus yang mengenai otot pernapasan
c. Kurang adekuatnya aliran darah paru, atau
d. Ketidak seimbangan ventilasi/perfusi berupa ketidak sesuaian darah dan udara sehingga
tidak terjadi pertukaran gas yang efisien.
12
Sebagian penyakit paru sebenarnya adalah campuran dari berbagai jenis gangguan
fungsional. Untuk menentukan kelainan apa yang ada, para dokter mengandalkan berbagai
uji fungsi pernapasan selain spirometri, termasuk pemeriksaan foto sinar X, penentuan gas
darah, dan uji untuk mengukur kapasitas difusi membran kapiler alveolus (Sherwood,
2015).
dengan metastase keganasan, penyakit jantung dan paru terminal dengan komplikasi
akut. Pasien-pasien berikut tidak memerlukan perawatan di NICU, yaitu pasien mati
batang otak (MBO) kecuali donor organ, pasien koma dengan keadaan vegetatif
permanen, pasien dalam stadium akhir (endstage) dari suatu penyakit, pasien yang
menolak pemberian terapi bantuan hidup
1) Gagal napas
Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran gas O dan CO
serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis. Secara praktis, gagal
napas didefinisikan sebagai PaO2 < 60 mmHg atau PaCO > 50 mmHg. Gagal nafas
pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang berhubungan
dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor resiko utama
20
gagal nafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir rendah, dan
penelitian menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan
sosioekonomi rendah. Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan
dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif walaupun kemajuan teknik
diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat. Gagal napas akut dapat
digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut hipoksemia (gagal napas tipe I)
dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas tipe II). Gagal napas tipe I
dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II
dihubungkan dengan defek primer ventilasi. Penyebab gagal napas tipe I secara
umum dapat disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia,
edema paru fibrosis paru, asma, pneumotoraks, bronkiektasis, ARDS dan emboli
paru. Penyebab gagal napas tipe II diantaranya adalah PPOK, asma berat, edema
paru dan ARDS. Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi
suportif dengan ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya
meliputi high-frequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida, dan
extracorporealmembrane oxygenation (ECMO).
2) Apnea dan impending gagal napas
Indikasi klinis untuk ventilasi mekanis invasif adalah apnea atau impending gagal
napas. Tidak terdapat perdebatan untuk memberikan bantuan ventilator untuk
pasien henti napas (apnea). Namun pada impending gagal napas sulit untuk
menentukan prospektif dan upaya untuk menentukan indikasi untuk intubasi dan
ventilasi mekanis. Pada keadaan ini biasanya keputusan dokter dilakukan karena
pasien berada dalam kesulitan pernapasan, kelelahan atau akan henti napas. Tiap
dokter memiliki prediksi yang berbeda secara subjektif dalam mengambil
keputusan untuk melakukan intubasi.
3) Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut
Sejumlah besar studi ventilasi noninvasif tekanan positif (noninvasive positive
pressure ventilation/NPPV) pada eksaserbasi berat PPOK secara tidak langsung
membahas validitas kriteria yang digunakan untuk intubasi. Global initiative for
obstructive lung disease (GOLD) merekomendasikan ventilasi mekanis invasif
ketika pasien dengan PPOK eksaserbasi akut yang memiliki ketidakstabilan
kardiovaskular, somnolen atau perubahan kondisi mental lainnya, tidak kooperatif,
risiko tinggi aspirasi, sekresi saluran pernapasan berlebihan atau sangat kental.
Kondisi kraniofasial (seperti trauma baru atau operasi) atau sangat gemuk
21
berpotensi sulit dilakukan NPPV. Asidosis respiratorik sangat parah atau progresif
juga merupakan indikasi tindakan NPPV, tapi masih belum ada kesepakatan apakah
pH 7,25, PaCO 60 mm 2 Hg, atau beberapa batas lainnya yang digunakan.5
4) Asma akut berat
Studi retrospektif menunjukkan pasien dengan asma akut berat relatif sedikit yang
membutuhkan ventilasi mekanis invasif. Tidak terdapat uji klinis untuk menentukan
indikasi spesifik untuk penggunaan ventalasi mekanis pada asma yang dilaporkan.
Indikasi ini mungkin serupa dengan eksaserbasi PPOK akut, meskipun potensi
perbaikan fisiologis lebih baik pada asma dan fakta bahwa pasien dengan asma
biasanya lebih muda dan lebih sehat daripada mereka dengan PPOK berat. Manfaat
NPPV pada asma akut berat masih belum jelas
5) Penyakit neuromuskular
Dalam insufisiensi pernapasan akut komplikasi gangguan neuromuskuler seperti
sindrom Guillain- Barré dan miastenia gravis, ada kesepakatan antara dokter yang
berpengalaman bahwa ventilasi mekanis invasif sebaiknya dimulai sebelum pasien
mengalami asidosis respiratorik.5
6) Gagal napas pada hipoksemia akut
Hipoksemia berat jarang indikasi untuk ventilasi mekanis invasif. Misalnya,
hipoksemia terisolasi pada pasien yang memiliki pneumonia difus atau edema paru
sering dapat dikelola dengan oksigen aliran tinggi dengan masker, dengan atau
tanpa continuous positive airway pressure (CPAP). Biasanya pasien yang
menunjukkan hipoksemia berat pada penyakit akut memiliki indikasi lain untuk
dukungan ventilasi, seperti terdapat usaha napas yang berlebihan atau berkurangnya
ventilasi Beberapa penelitian NPPV untuk berbagai bentuk kegagalan pernapasan
akut hipoksemia menunjukkan hasil yang tidak meyakinkan. Data yang tersedia
menunjukkan penggunaan NPPV untuk menghindari intubasi pada beberapa pasien
immunocompromised. Ketidakstabilan kardiovaskular, perubahan status mental,
atau bukti ketidakmampuan untuk melindungi saluran napas bagian bawah
merupakan indikasi yang jelas untuk intubasi pada gagal napas hipoksemia akut,
tapi bila tidak terdapat gangguan tersebut mungkin lebih baik mencoba NPPV
terlebih dahulu.5
7) Gagal jantung dan syok kardiogenik
Penelitian menunjukkan bahwa CPAP atau NPPV dapat meningkatkan pertukaran
gas pada edema paru dan mengurangi kebutuhan intubasi. Syok kardiogenik,
22
mungkin merupakan indikasi lain untuk ventilasi mekanis invasif, untuk menjamin
kebutuhan oksigen pada saat fungsi jantung sangat terganggu.
Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas
23
yang berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan
hipoglikemia. Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan.
Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60
ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau ¾ dari kebutuhan cairan harian.
Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan pada infus
cairan yang diberikan.16 Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak hari
pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lNICUd
mulai dari 3 g/kgBB/hari.
Prinsip lain perawatan neonatus yang mengalami distress nafas adalah minimal
handling. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan monitor sekaligus untuk
menilai keadaan kardiorespiratorik, temperatur, dan saturasi oksigen pada bayi.
Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress nafas
sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti
sepsis perlu dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini
mungkin harus dimulai sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik
inisial yang dianjurkan adalah ampicillin dan gentamicin.
b. Penatalaksanaan Respiratorik
1) Ventilasi Mekanis
apnea, (2) PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan
disebabkan oleh penyakit jantung bawaan tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari
60 mmHg dengan asidemia persisten, dan (4) bayi yang menggunakan
anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi
mekanis antara lain: (1) frequent intermittent apnea, (2) bayi yang
menunjukkan tanda-tanda kesulitan nafas, (3) dan pada pemberian surfaktan.
2) Surfaktan
natural yang berasal dari ekstrak paru-paru sapi atau dari bilas paru- paru
domba atau babi.24, 26 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan
surfaktan dapat menurunkan penggunaan extracorporeal membrane
oxygenation pada neonatus yang mengalami kegagalan nafas.
Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila
bayi mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya
surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal
apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30% atau
lebih.
Tabel 6. Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.
darah paru kedalam sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat
diatasi dengan menghentikan pemberian surfaktan dan meningkatkan aliran
oksigen dan ventilasi.
berdifusi dari lapisan endotel ke dalam otot polos pembuluh darah dimana
akan mengaktifkan guanil siklase, dan mengkatalisir formasi dari cGMP,
cGMP kemudian akan mengfosforilasi beberapa protein melalui protein
kinase dependent cGMP, yang secara tidak langsung akan menyebabkan
defosforilasi miosin dan menyebabkan relaksasi otot polos. Sirkulasi paru
janin cenderung mempunyai resistensi yang tinggi. Nitrat oksida endogen
secara fisiologis penting untuk mengatur tonus vaskuler paru janin. Nitrat
oksida menyebabkan angiogenesis, pembentukan alveolar dan
pertumbuhan paru normal. Terapi iNo pada bayi baru lahir telah diteliti
pada bayi preterm dan aterm. Nitrat oksida eksogen yang dihantarkan
melalui ventilator akan menyebabkan vasodilatasi paru. Terapi iNO
memperbaiki oksigenisasi tanpa efek samping jangka pendek seperti
perdarahan paru, perdarahan intrakranial, pnumotoraks pada bayi prematur
dengan gagal napas.
5) Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO)
ECMO merupakan alat yang menghubungkan langsung darah vena pada
alat paru-paru buatan (membrane oxygenator), dimana oksigen
ditambahkan dan CO2 dikeluarkan, kemudian darah dipompa balik pada
atrium kanan pasien (Venovenosis ECMO) atau aorta (venoarterial).
Prosedur ini membuat paru-paru dapat beristirahat dan menghindari
tekanan tinggi ventilator. Selama ECMO berlangsung paru-paru bayi dapat
terus bekerja namun dalam volume yang lebih kecil untuk mencegah
terjadinya atelectasis.
ECMO paling sering digunakan pada keadaan-keadaan seperti: sindroma
aspirasi mekonium, dengan rata-rata 94% dapat bertahan hidup setelah
terapi, persistent pulmonary hypertension, sepsis, respiratory dystress
syndrome, hernia diafragmatika.
Prosedur ECMO sangat invasif dan resiko tinggi. Penggunaan ECMO pada
bayi preterm dengan usia gestasi 34 minggu ternyata memperlihatkan
angka kematian yang tinggi disebabkan perdarahan intrakranial. Sehingga
kriteria inklusi untuk ECMO adalah usia gestasional ≥ 34 minggu atau
berat lahir ≥ 2000 gram, tidak ada gangguan perdarahan, telah diberikan
ventilasi mekanik selama 10-14 hari, penyakit paru bersifat reversible.
29
2. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak
3. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan pasien, letakkan jari tengah
pada bagian bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah dan ke
samping sehingga kedudukan trakhea dapat diketahui.
4. Thoraks
Inspeksi :
1) Postur, bervariasi misalnya pasien dengan masalah pernapasan kronis
klavikulanya menjadi elevasi ke atas.
2) Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa. Dada bayi
berbentuk bulat/melingkar dengan diameter antero-posterior sama
dengan diameter tranversal (1:1). Pada orang dewasa perbandingan
diameter antero-posterior dan tranversal adalah (1 : 2)
Beberapa kelainan bentuk dada diantaranya :
1) Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter
tranversal sempit, diameter antero-posterior membesar dan sternum
sangat menonjol ke depan.
2) Funnel chest merupakan kelainan bawaan dengan ciri-ciri berlawanan
dengan pigeon chest, yaitu sternum menyempit ke dalam dan diameter
antero-posterior mengecil. Barrel chest ditandai dengan diameter
antero-posterior dan tranversal sama atau perbandingannya 1 : 1.
11. Perlu juga dikaji batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami
32
2. Diaknosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Pola napas tidak efektif
33
3. Intervensi keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi:
a. Auskultasi dada bagian anterior dan posterior
Rasional : untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan bunyi
tambahan.
b. Lakukan pengisapan jalan napas bila diperlukan
Rasional : Merangsang terjadinya batuk atau pembersihan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tak mampu batuk secara efektif dan penurunan
kesadaran
c. Pertahankan kaedekuatan hidrasi untuk menurunkan viskositas sekresi.
Rasional : memobilisasi keluarnya sputum
d. Instruksikan untuk batuk efektif & teknis napas dalam untuk memudahkan
keluarnya sekresi.
Rasional : memudahkan ekspansi maksimal paru atau jalan napas lebih kecil
dan membantu silia untuk mempermudah jalan napas
e. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi: mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator, analgesik
Rasional : Untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
f. Kolaborasi dengan berikan obat sesuai indikasi :mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator.
Rasional : untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret
g. Kolaborasi dengan bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi
lain mis : spiromerti iasentif, perkusi, drainase postural.
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan secret.
2) Pola napas tidak efektif
a. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi semi fowler
Rasional : Merangsang fungsi pernapasan atau ekspansi paru
b. Bantu klien untuk melakukan batuk efektif & napas dalam
Rasional : Meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas, sehingga mudah
untuk dikeluarkan
c. Berikan tambahan oksigen masker/ oksigen nasal sesuai indikasi
34
9. Cuci tangan
2. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindak keperawatan yang terdiri atas
perkusi, vibrasi dan postural drainage.
1) Perkusi
Disebut juga clapping adalah pukualn kuat, bukan berarti sekuat-kuatnya, pada
dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk.
Tujuannya, secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding
bronkhus.
Prosedur:
a. Tutup area yang akan dilakkan perkusi dengan handuk atau pakaian untuk
mengurangi ketidaknyamanan.
b. Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
c. Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit
d. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah dengan struktur yang mudah
cedera seperti : mammae, sternum dan ginjal.
2) Vibrasi
Getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan
datar pada dinding dada klien.
Tujuannya, vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi
udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian
dengan perkusi,
Prosedur:
a. Letakkan telapak tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area dada
yang akan di drainage. Satu tangan diatas tangan yang lain dengan jari-jari
menempel bersama dan ekstensi. Cara yang lain: tangan bisa diletakkan
secara bersebelahan.
b. Anjurkan klien menarik napas dalam melalui hidung dan menghembuskan
napas secara lambat lewat mulut atau pursed lips.
c. Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan dan
gunakan hampir semua tumit tangan. Getarkan (kejutkan) tangan keaarh
bawah. Hentikan getaran jika klien melakukan inspirasi.
d. Setelah tiap kali vibrasi, anjurkan klien batuk dan keluarkan sekret ke dalam
tempat sputum.
36
3) Postural drainage
Merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen
paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik
utnuk melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam
sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih sering dilakukan
apabila lendir klien berubah warnanya menjadi kehijauan dan kental atau ketika
klien menderita demam.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan postural drainage yaitu:
a. Batuk 2 atau 3 kali berurutan setelah setiap kali berganti posisi
b. Minum air hangat setiap hari sekitar 2 liter.
c. Jika harus menghirup bronkodilator, lakukanlah 15 menit sebelum
melakukan postural drainage
d. Lakukan latihan napas dan latihan lain yang dapat membantu
mengencerkan lendir.
Peralatan:
a. Bantal
b. Papan pengatur posisi
c. Tisu wajah
d. Segelas air
e. Sputum pol
Prosedur:
a. cuci tangan
b. pilih area yang tersumbat yang akan di drainage berdasarkan
pengkajian semua area paru, data klinis dan chest X-ray.
c. Baringkan klien dalam posisi untuk mendrainage area yang
tersumbat.
d. Minta klien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit.
e. Selama 10-15 menit drainage pada posisi tersebut, lakukan
perkusi dan vibrasi dada diatas area yang di drainage
f. Setelah drainage pada posisi pertama, minta klien duduk dan
batuk. Bila tidak bisa batuk, lakukan suction. Tampung sputum di
sputum spot.
g. Minta klien istirahat sebentar bila perlu
h. Anjurkan klien istirahat sebentar bila perlu.
37
BAB III
ANALISA JURNAL
Volume & Halaman Campo et al. Orphanet Journal of Rare Diseases (2016) 11:115
Tahun 2016
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energy di dalam tubuh.
Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang
karbondioksida ke lingkungan. Alat-alat respirasi pada manusia adalah rongga hidung, faring,
laring, trakea, paru-paru, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Pada proses inspirasi dan
ekspirasi, mekanisme pernapasan pada manusia dibagi atas pernapasan dada dan pernapasan
perut. Sedangkan Faktor yang mempengaruhi frekuensi pernapasan adalah Umur, Jenis
Kelamin, Suhu Tubuh, Posisi Tubuh. Pernapasan atau pertukaran gas pada manusia
berlangsung melalui dua tahap yaitu Respirasi Eksternal dan Respirasi Internal. Serta ada
beberapa gangguan pada system respirasi manusia.
44