TINJAUAN PUSTAKA
PLEUROPNEUMONIA
2.1. Efusi Pleura
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung
cairan sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
B. Etiologi
perubahan.
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut
ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga criteria ini:
LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-
bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah
Skleroderma.
parapneumonik.
1. Gangguan kardiovaskular
2. Hipoalbuminemia
3. Hidrothoraks hepatik
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi
biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan
dyspneu berat..
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
c) Darah
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
C. Patofisiologis
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi
filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura
alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini
sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang
elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru (Halim et al., 2007).
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga
pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium
tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa (Halim et al., 2006).
D. Diagnosis
yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan
E. Manifestasi Klinis
a. Gejala Utama.
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru
terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak (Davey., 2003), berupa rasa
penuh dalam dada atau dispneu (Ward et al., 2007). Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak (Davey., 2003), berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul (Ward et
al., 2007). Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
b. Pemeriksaan Fisik.
cembung
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
c. Pemeriksaan Penunjang.
Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga
pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul (Davey.,
2003). Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan
Torakosentesis.
bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau
16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
a. Warna cairan.
b. Biokimia.
Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat dilihat
maligna).
d. Bakteriologi.
2006).
F. Penatalaksanaan
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
diahfrahma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
Pemasangan WSD.
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman.
toraks.
6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari
8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
9. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
G. Diagnosa Banding
o Pneumotoraks
o Fibrosis paru
H. Prognosa
Tergantung penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh sendiri
2 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).3
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh
oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-
virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering
pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis
terjadinya infeksi. 4
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan
Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.
4
pernapasan( Influenza, Parainfluenza, RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang
b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi, selain
penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD, terutama juga bagi mereka yang
terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga termasuk pneumonia yang terjadi
yang terjadi di “rumah sakit”, infeksi terjadi setelah 48 jam berada di rumah sakit. 6
c. Pneumonia aspirasi
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru. Bronkus besar
Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui
pori-pori Kohn. 5
c. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus dan peribronkil.
Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan mycoplasma. Terjadi edema
dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa
bayangan udara pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak
merata. 5
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit
pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling
berisiko.1
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang
sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan
malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-
paru.1
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-
toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai
permukaan: 5
1. Inokulasi langsung
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 nm melalui udara dapat mencapai bronkus
terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada
saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu
tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse). 5
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-
paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam. 2
Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.2
Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang
diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-
kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas ,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara
ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 5
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-
25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut :
7,5,1
1. Pemberian Antibiotik
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan napas
dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru
lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral.
Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan
sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak
diperkenankan. 9
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila terdapat
7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:
hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk
memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.9
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau
c. Respiratory arrest.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang didapatkan
terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan CO2 yang berlebihan.9
2. Komplikasi sistemik.
4. Abses Paru
5. Pneumonia kronik
6. Bronkiektasis.. 3
Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar dan kondisi pasien.
Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat
meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan
DAFTAR PUSTAKA
1. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta : 2008.
2. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua. EMS. Jakarta : 2008.
3. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 2007. Balai
Penerbit FK UI Jakarta.
17.