Anda di halaman 1dari 24

TUGAS JAMINAN MUTU SEDIAAN FARMASI

HAND AND BODY LOTION NURLELA®

OLEH
KELOMPOK 6

Putu Lia Hendrayati 1808611055


Gede Mahendra Dharma Putra 1808611056
Ni Made Dhatu Dewi Adnyani 1808611057
Rahayu Wirayanti 1808611058

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan


hidup manusia semakin berkembang pula. Tidak hanya kebutuhan akan sandang,
papan, pangan, pendidikan dan kesehatan saja, kebutuhan akan memperbaiki atau
mempercantik diri pun kini menjadi prioritas utama dalam menunjang penampilan
sehari-hari. Salah satu cara untuk mengubah penampilan atau mempercantik diri yaitu
dengan menggunakan kosmetika. Produk kosmetika sangat diperlukan oleh manusia
baik oleh laki-laki maupun wanita. Produk-produk kosmetika dipakai setiap hari
secara berulang dan dapat aplikasikan pada seluruh tubuh mulai dari rambut hingga
ujung kaki.
Menurut Wall dan Jellinek, kosmetika dikenal manusia sejak berabad-abad
tahun yang lalu. Pada abad ke-19 pemakaian kosmetika mulai mendapat perhatian,
yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetika
serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20 (Tranggono,
2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
445/MenKes/PerMenKes/1998, kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang
siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan
organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut, untuk membersihkan, menambah
daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit. Dalam definisi kosmetika tersebut, yang dimaksud
dengan “tidak dimaksudkan untuk mengobati suatu penyakit” adalah tidak
mempengaruhi struktur dan faal kulit (PerMenKes RI, 1998).
Produk kosmetika yang beredar di masyarakat harus memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan oleh BPOM. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah
persyaratan teknis yang meliputi keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan
klaim. Kosmetika harus memenuhi persyaratan keamanan dan kemanfaatan yang
dibuktikan melalui hasil uji dan/atau referensi empiris atau ilmiah lain yang relevan.

1
Persyaratan penandaan pada kosmetika harus berisi informasi mengenai kosmetika
secara lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan. Informasi yang dicantumkan dapat
berbentuk tulisan, gambar, warna, atau kombinasi antara ketiganya; harus lengkap
dengan mencantumkan semua informasi yang dipersyaratkan; harus obyektif dengan
memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh
menyimpang dari sifat keamanan dan kemanfaatan kosmetika; harus tidak
menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur, akurat, bertanggung jawab,
dan tidak boleh memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu masalah
kesehatan; serta tidak boleh menyatakan seolah-olah sebagai obat (PerKaBPOM RI,
2015)
Dalam industri kosmetika, penjualan kosmetika bahan alam mengalami
perkembangan yang pesat. Penggunaan tanaman atau tumbuhan sebagai bahan
pembuatan sediaan kosmetika sedang marak dilakukan. Pemanfaatan bahan alam
dalam sediaan kosmetika memiliki kelebihan dibandingkan dengan produk kosmetika
yang berasal dari bahan sintetis diantaranya adalah tidak menimbulkan efek samping,
bebas racun atau zat kimia berbahaya, dan cara pembuatan kosmetika bahan alam
yang cenderung lebih mudah dan sederhana.
Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dari
pembuatan produk kosmetika adalah bunga rosela. Pemanfaatan rosela sebagai lotion
pelindung kulit telah lama diterapkan di Mexico. Rosela mengandung antosianin dan
vitamin C sebagai komponen zat aktif yang berfungsi sebagai senyawa antioksidan.
Antioksidan mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya
kepada molekul radikal bebas tanpa menganggu dan dapat memutus reaksi berantai
dari radikal bebas. Vitamin C yang dianggap sebagai pemutih kulit alami dapat
membantu dalam proses depigmentasi atau menghilangkan pigmentasi kulit. Selain
itu vitamin C dapat menghambat kerja enzim tirosinase yang berperan dalam
pembentukan pigmen. Enzim tironase ini dipicu oleh sinar matahari sehingga
merangsang pembentukan pigmen yang apabila proses tersebut dihambat kulit akan
terlihat lebih bersih, bersinar, dan cerah meski sebenarnya tak secara permanen
bertambah putih (Kembunan, et al., 2012).

2
Sediaan kosmetika bahan alam yang akan diproduksi adalah berupa sediaan
hand and body lotion. Lotion merupakan sediaan kosmetika golongan emolien
(pelembut) yang mengandung air lebih banyak. Sediaan ini memiliki beberapa sifat
yaitu sebagai sumber lembab bagi kulit, memberi lapisan minyak yang hampir sama
dengan sebum, membuat tangan dan badan menjadi lembut tetapi tidak berasa
berminyak dan mudah dioleskan (Sularto, dkk., 1995). Sediaan hand and body lotion
dari ekstrak kental bunga rosela yang akan diproduksi oleh PT. Everlasting Pharma
diberi nama “NURLELA®” (Nourishment Lotion Extract Rosella). Hand and body
lotion NURLELA® dapat diaplikasikan pada badan, dimana sediaan ini memiliki
konsistensi yang kental sehingga dapat memberikan kesan halus dan lembut serta
mampu memberikan kelembapan pada kulit. Hand and body lotion NURLELA®
diformulasikan sedemikian rupa agar memungkinkan pemakaian yang cepat dan
merata pada kulit sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah
pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis yang tidak lengket pada kulit.
Pemakaiannya yang mudah menyebar merata pada permukaan kulit menyebabkan
sediaan hand and body lotion NURLELA® dapat diaplikasikan di seluruh tubuh.
Untuk menghasilkan produk kosmetika yang diinginkan, dalam memproduksi sediaan
kosmetika perlu dilakukan tahapan jaminan mutu di setiap prosesnya baik jaminan
mutu terhadap bahan baku, produk ruahan, maupun produk yang telah jadi untuk
menjamin keamanan, efikasi sesuai klaim kemanfaatan, dan kualitas dari suatu
produk kosmetika.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lotion
Sediaan lotion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi dan
humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari
tanaman, hewan, maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba,
minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa
surfaktan anionik, kationik maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari
udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilenglikol, dan polialkohol (Jellineck, 1970).
Dalam pembuatan lotion, faktor penting yang harus diperhatikan adalah fungsi
dari lotion yang dinginkan untuk dikembangkan. Fungsi dari lotion adalah untuk
mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan dan membersihkan, mencegah
kehilangan air, dan mempertahankan bahan aktif (Setyaningsih, dkk., 2007). Lotion
juga dipakai untuk menyejukkan, mengeringkan, anti pruritik dan efek protektif.
Sebaiknya lotion tidak digunakan pada luka yang berair sebab akan terjadi caking dan
runtuhan kulit serta bakteri dapat tetap tinggal di bawah lotion yang menjadi cake
(Anief, 1984). Komponen-komponen yang menyusun lotion adalah pelembab,
pengemulsi, bahan pengisi, pembersih, bahan aktif, pelarut, pewangi, dan pengawet
(Setyaningsih, dkk., 2007). Proses pembuatan lotion adalah dengan cara
mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air pada bahan-bahan yang larut
dalam fase lemak, dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt, 1996).
Hand and body lotion umumnya berbentuk emulsi minyak dalam air (M/A),
dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal) dan air merupakan fase
pendispersi (eksternal). Tipe hand and body lotion umumnya terdiri dari 10-15% fase
minyak, 5-10% humektan, dan 75-85% fase air. Hand and body lotion tipe minyak
dalam air (M/A) lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air. Lotion M/A
merupakan tipe lotion yang paling banyak digunakan untuk penggunaan dermatologi

4
topikal karena memiliki kualitas absorbsi yang sangat baik dan dapat diformulasikan
menjadi produk kosmetik yang elegan (Mardikasari, et al., 2017).

2.2 Standarisasi Ekstrak Kental Bunga Rosela


Ekstrak kental bunga rosela adalah ekstrak yang dibuat dari bunga Hibiscus
sabdariffa L., suku Malvaceae, mengandung antosianin tidak kurang dari 0,1%
dihitung sebagai sianidin-3-O-glukosida.
Pembuatan ekstrak : Rendemen tidak kurang dari 19,7%
Identitas ekstrak : Pemerian ekstrak kental yaitu warna merah hati; bau
khas; rasa asam
Senyawa identitas : Sianidin-3-O-glukosida
Struktur kimia :

Kadar air : Tidak lebih dari 10%


Abu total : Tidak lebih dari 2,6%
Abu tidak larut asam : Tidak lebih dari 0,15
Kandungan kimia ekstrak : Kandungan antosianin tidak kurang dari 0,1%
dihitung sebagai sianidin-3-O-glukosida.
(Depkes RI, 2011)

2.3 Praformulasi
2.3.1 Ekstrak Kental Bunga Rosela

2.3.2 Rosea Essential Oil


a. Pemerian : Tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga
mawar, rasa khas (Depkes RI. 1979).

5
b. Kelarutan : Larut dalam 1 bagian kloroform P (Depkes RI.
1979).
c. Stabilitas : Memadat pada suhu 18oC-22oC menjadi massa
kristal (Depkes RI. 1979).
d. Kegunaan : Pewangi (Depkes RI. 1979).
e. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI. 1979).
f. Kosentrasi : 0,01 – 0,05% (Depkes RI. 1979).

2.3.3 Gliserin
a. Bobot molekul : 92.09 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemeriaan : Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan
higroskopis, rasa manis (Rowe et al., 2009).
c. Penggunaan : Pada sediaan topikal dan kosmetik, gliserin
digunakan terutama sebagai humektan (<30%) dan
emolien (<30%). Gliserin digunakan sebagai pelarut
atau kosolven pada krim dan emulsi (Rowe et al,
2009).
d. Titik lebur : 17,8oC (Rowe et al., 2009).
e. Kelarutan : Larut dalam air, etanol dan metanol; sedikit larut
dalam aseton; praktis tidak larut dalam benzen,
kloroform, dan minyak; kelarutan dalam eter 1:500;
kelarutan dalam etil asetat 1:11 (Rowe et al., 2009).
f. Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, gliserin murni tidak
mudah dioksidasi oleh atmosfer di bawah kondisi
penyimpanan biasa, tapi akan terdekomposisi oleh
panas dan akan berevolusi menjadi zat yang toksik.
Campuran gliserin dengan air, etanol 95%, dan
propilen glikol stabil secara kimia. Gliserin
membentuk kristal jika disimpan pada temperatur

6
rendah, kristal tidak meleleh sampai penghangatan
hingga 20oC (Rowe et al., 2009).
g. Penyimpanan : Gliserin dapat disimpan pada wadah kedap udara, di
tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).
h. Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak apabila dicampur dengan
agen pengoksidasi kuat seperti kromium trioksida,
atau potasium permanganat. Dalam larutan cair, hasil
reaksi pada kecepatan lebih lambat dengan
membentuk beberapa produk oksidasi. Penghilangan
warna hitam pada gliserin terjadi pada pemaparan
sinar, atau pada kontak dengan zink oksida atau
bismut nitrat. Adanya besi pada gliserin bertanggung
jawab menjadikan warna campuran yang
mengandung fenol, salisilat, dan tanin menjadi lebih
gelap. Gliserin membentuk kompleks asam borat,
asam gliseroborik, yang lebih kuat daripada asam
borat (Rowe et al., 2009).

2.3.4 Setil Alkohol


a. Bobot molekul : 242,44 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemerian : Berupa lilin, berwarna putih, berbentuk serpihan,
granul, kubus, bau dan rasa lemah (Rowe et al.,
2009).
c. Penggunaan : Propilenglikol pada konsentrasi 2-5% digunakan
sebagai emolien; 2-5% digunakan sebagai agen
pengemulsi; digunakan sebagai agen pengeras
(Stiffening agent) pada konsentrasi 2-10%; dan
sebagai pengabsorpsi air pada konsentrasi 5%
(Rowe et al., 2009).
d. Kelarutan : Larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan
meningkat dengan peningkatan temperatur, praktis

7
tidak larut dalam air. Ketika dilelehkan dapat
bercampur dengan lemak, parafin padat atau cair, dan
isopropil miristat (Rowe et al., 2009).
e. Suhu lebur : 49°C (Rowe et al., 2003).
f. Stabilitas : Setil alkohol stabil dengan asam, alkali, cahaya,
serta udara, dan tidak menjadi tengik (Rowe et al.,
2009).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan
kering (Rowe et al., 2009).
h. Inkompatibilitas : Propilenglikol tidak tercampurkan dengan agen
pengoksidasi kuat (Rowe et al., 2009).

2.3.5 Lanolin
Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba
yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak
lebih dari 0,25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari
0,02%. Penambahan air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan
pengadukan.
a. Pemerian : Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau
khas.
b. Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air
lebih kurang 2 kali beratnya, agak sukar larut dalam
etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah
larut dalam eter dalam kloroform.
c. Jarak lebur : Antara 38o dan 44o.
d. Inkompatibilitas : Lanolin mungkin mengandung prooxidant yg bisa
mempengaruhi zat aktif tertentu
e. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada
suhu kamar terkendali.
(Rowe et al., 2009)

2.3.6 Aqua Destillata


a. Bobot molekul : 18,02 g/mol (Depkes RI, 1995).

8
b. Definisi : Air murni adalah air yang dimurnikan yang
diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan
penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang
sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan
air minum. Tidak mengandung zat tambahan lain
(catatan: Air murni digunakan untuk pembuatan
sediaan-sediaan). Bila digunakan untuk sediaan
steril, selain untuk sediaan parenteral, air harus
memenuhi persyaratan uji sterilitas atau gunakan air
murni steril yang dilindungi terhadap kontaminasi
mikroba. Tidak boleh menggunakan air murni untuk
sediaan parenteral. Untuk keperluan ini digunakan
air untuk injeksi, air untuk injeksi bakteriostatik atau
air steril untuk injeksi (Depkes RI, 1995).
c. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau (Depkes
RI, 1995).
d. pH : Antara 5,0 dan 7,0; lakukan penetapan secara
potensiometrik pada larutan yang ditambahkan 0,30
mL larutan kalium klorida P jenuh pada 100 mL
zatuji (Depkes RI, 1995).
e. Kemurnian bakteriologi : Memenuhi syarat air minum (Depkes RI,
1995).
f. Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI,
1995).

2.3.7 Metil paraben


a. Bobot molekul : 152,15 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah,
mempunyai sedikit rasa terbakar (Rowe et al., 2009).
c. Penggunaan : Metilparaben dengan persentase 0,02 – 0,3%
digunakan sebagai bahan pengawet pada sediaan

9
topikal. Metilparaben bersama dengan metil paraben
digunakan pada berbagai formulasi sediaan
farmasetika (Rowe et al., 2009).
d. Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam
karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan
dalam eter terbakar (Depkes RI, 1995).
e. Suhu lebur : 125 - 128 °C (Rowe et al., 2009).
f. Stabilitas : Larutan cair metal paraben pada pH 3–6 dapat
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 120°C selama
20 menit, tanpa terdekomposisi. Larutan pH 3–6
stabil (kurang dari 10% terdekomposisi) sekitar 4
tahun pada temperature ruangan. Sementara larutan
pH 8 atau lebih terhidrolisis dengan cepat (10% atau
lebih sekitar 60 hari pada temperatur ruangan)
(Rowe et al., 2009).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas anti bakteri metal paraben dan paraben
lainnya akan menurun jika terdapat surfaktan
ninionik, seperti polisorbat 80, yang dapat
menghasilkan misel. Walaupun propilenglikol (10%)
menunjukkan potensi pada aktivitas antibakteri
paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik dan
mencegah interaksi antara metal paraben dan
polisorbat 80. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi
dengan substansi lain seperti bentonit, magnesium
trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak
essensial, sorbitol, dan atropin. Metil paraben juga
bereaksi dengan beberapa gula dan gula alkohol.
Absorpsi metal paraben oleh plastik. Polietilen
dengan berat jenis rendah dan tinggi tidak menyerap
metal paraben. Metil paraben kehilangan warnanya

10
dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisis dengan
basa lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).

2.3.8 Propil paraben


a. Bobot molekul : 180,20 g/mol (Rowe et al., 2009).
b. Pemerian : Serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak
berasa (Rowe et al., 2009).
c. Penggunaan : Propilparaben dengan persentase 0,01 – 0,6%
digunakan sebagai bahan pengawet pada sediaan
topikal. Propil paraben bersama dengan metil
paraben digunakan pada berbagai formulasi sediaan
farmasetika (Rowe et al., 2009).
d. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air
mendidih (Depkes RI, 1995).
e. Suhu lebur : 95 - 98 °C (Depkes RI, 1979).
f. Stabilitas : Larutan propilparaben berair pada pH 3-6 dapat
disterilisasi dengan autoklaf tanpa terjadi
dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan berair stabil
(terdekomposisi kurang dari 10%) untuk
penyimpanan pada suhu kamar selama 4 tahun,
sementara pada pH di atas 8 dapat cepat terhidrolisis
(10% atau lebih setelah penyimpanan selama 60 hari
pada suhu kamar) (Rowe et al., 2009).
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
h. Inkompatibilitas : Aktivitas antibakteri propil paraben akan menurun
jika terdapat surfaktan ninionik yang dapat
menghasilkan misel. Walaupun propilenglikol (10%)
menunjukkan potensi pada aktivitas antibakteri
paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik dan
mencegah interaksi antara metal paraben dan
polisorbat 80. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi

11
dengan substansi lain seperti magnesium aluminium
silikat, magnesium trisilikat, tembaga oksida,
tragakan, dan ultramarin biru hingga mampu
mengurangi daya pengawet propilparaben. Absorpsi
propilparaben oleh plastik. Propilparaben kehilangan
warnanya dengan keberadaan tembaga dan
terhidrolisis dengan basa lemah dan asam kuat
(Rowe et al., 2009).

2.3.9 Asam Stearat


Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak,
sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan asam
heksadekanoat C16H32O2 (Depkes RI, 1979).
a. Organoleptis : Zat padat keras mengkilat menunjukan susunan
`hablur, putih atau kuning pucat mirip lemak lilin
(Depkes RI, 1979).
b. Berat Molekul : 284,47 gram/mol
c. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian
etanol (95 %) P, dalam 2 bagian klorofom P dan
dalam 3 bagian eter P (Depkes RI, 1979).
d. Stabilitas : Asam stearat merupakan material yang stabil, tetapi
sering juga ditambahkan antioksidant.
e. Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kering
(Rowe et al., 2009).
f. Inkompatibilitas : Asam stearat tidak tercampurkan dengan
kebanyakan logam hidroksida dan basa, agen
pereduksi, dan agen pengoksidasi. Basis ointment
yang dibuat dari asam stearat dapat menunjukkan
pengeringan atau penggumpalan berkaitan dengan
reaksi ketika dicampurkan dengan garam zink atau
garam kalsium. Asam stearat tidak tercampurkan
dengan obat naproxen (Rowe et al., 2009).

12
g. Penggunaan : Emulsifying agent; solubilizing agent; lubrikan
dalam tablet dan kapsul (Rowe et al., 2009).
h. Titik lebur : 69-70oC (Rowe et al., 2009).

2.3.10 Trietanolamin (TEA)


a. Pemerian : Cairan kental, kuning pucat (Rowe et al., 2009).
b. Kelarutan : Bercampur dengan aseton, larut dalam kloroform,
bercampur dengan etanol (Rowe et al., 2009).
c. Stabilitas : Terkena paparan udara dan cahaya dapat berubah
menjadi coklat (Rowe et al., 2009).
d. Kegunaan : Emulgator (Rowe et al., 2009).

BAB III
METODE PRODUKSI SEDIAAN KOSMETIK

3.1 Formulasi
3.1.1 Formula yang Diajukan
Ekstrak kental bunga rosela 3%
Setil alkohol 6%
Asam stearate 6%
Trietanolamin 3%
Gliserin 3%
Lanolin 3%

13
Metil paraben 0,02 %
Propil paraben 0,18 %
Rosea Eo q.s.
Aquadest ad 100%
(Zulkarnain dkk., 2013;Namita and Nimisha, 2013).

Tabel Penimbangan (Formula yang Diajukan)

Persentase yang Bobot untuk 1


Nama bahan Kegunaan digunakan pada sediaan
formula (%) (gram)
Ekstrak kental bunga
Bahan Aktif 3 4,5
rosela

Setil Alkohol Emolient 6 9

Asam Stearat Surfaktan 6 9


Lanolin Fase Minyak 3 4,5
TEA Emuglator 3 4,5

Gliserin Humektan 3 4,5


Propil Paraben
Disiapkan bahan aktif,Pengawet 0,18bahan pengemas0,27
bahan tambahan dan yang telah lolos evaluasi
Metil Paraben Pengawet
bahan berdasarkan 0,02 0,03
standar yang ditetapkan

Rosea Eo Coringen Odoris q.s q.s.


Dicampurkan semua fase minyak (As. Stearate, Lanolin, Setil Alkohol, Propil paraben)
Aquades Pelarut
ke dalam beaker glass Adpada
lalu dipanaskan 100 suhu 65o-75oC
Ad 150
diatas waterbath

3.1.2 Cara Kerja


®
Pembuatan body lotion
Dicampurkan semua“NURLELA ”
fase air (Aquadest, Gliserin, TEA, Metil paraben) dalam beaker
glass yang berbeda dipanaskan pada suhu 65o-75oC di atas waterbath.

Fase air lalu dicampurkan ke dalam fase minyak sedikit demi sedikit sambil dilakukan
pengadukan yang konstan hingga membentuk emulsi.

14
Campuran tersebut kemudian ditambahkan ekstrak kental bunga rosela (zat aktif) dan
Rosea Essential oil (corringent odoris)
Sediaan lotion dimasukkan ke dalam wadah dan dilakukan evaluasi sediaan
I. RANCANGAN PENJAMINAN MUTU SEDIAAN

Evaluasi awal

Bahan baku* Penyimpanan

Fase Minyak Ekstrak kental bunga


Fase Air
3.2 Rancangan Penjaminan Mutu Sediaan rosela

Penimbangan Penimbangan

Pencampuran

Evaluasi Produk Ruahan Produk Ruahan


lotion

Evaluasi pengemasan Pengemasan

Produk jadi 15

Uji Stabilitas
1. Bahan Baku
a. Ekstrak Kental Bunga Rosela

Untuk mengetahui Ekstrak kental yaitu warna


Organoleptis sifat fisik dari suatu merah hati, bau khas, rasa
bahan. asam

Untuk menentukan kemampuan


bahan yang digunakan dapat Tidak lebih dari
Kadar Air
tersari dalam pelarut air. 10%

Memperoleh informasi Mengandung antosianin


mengenai senyawa aktif tidak kurang dari 0,1%
Penetapan
yang berperan sebagai dihitung sebagai sianidin-
kadar
antioksidan. 3-O-glukosida.

Untuk memberikan gambaran


Kadar Abu kandungan mineral internal dan Tidak lebih
Total eksternal dan pencemaran benda-benda dari 2,6% 16
anorganik
Senyawa Untuk mengetahui senyawa marker Sianidin-3-O-
Identitas yang terdapat dalam ekstrak glukosida

b. Bahan Tambahan

Untuk mengetahui sifat fisik dari Sesuai Farmakope


Pemerian
suatu bahan. Indonesia COA

Pengujian Bahan harus memenuhi Kodeks Kosmetika


Mutu persyaratan mutu sesuai Indonesia atau Handbook of
standar Pharmaceutical Excipients)
Untuk mengetahui tipe emulsi
Tipe Sediaan Minyak dalam
dari lotion yang dibuat
Emulsi Air (O/W)
c. Bahan Pengemas

Untuk mengetahui sifat Angka Lempeng Total : max


Sesuai 102
standar
Organoleptis koloni/g
fisik dari bahan pengemas yang ditetapkan
Jamur: negatif/g
Untuk mengetahui E. coli: negatif/g
Uji Sifat ada atau tidaknya Sesuai
2. Mikroba Untuk mengetahui
Produk Ruahanmikrobiologi pada sifat
Salmonella spp: negatif/g standar
Kimia kimia dari bahan pengemas
Pseudomonas yang ditetapkan
aeruginosa:
serbukRuahan
a. Pengujian Produk negatif/g
Untuk menjamin keseramaan Staphylococcus aureus: negatif/g
warna, bau, lotion agar tidak Lotion, Bau khas
Organoleptis
mengalami perubahan mawar, merah muda
Waktu Lekat Untuk mengetahui lama Kurang dari 4
melekatnya produk pada kulit detik

Untuk mengetahui pH dari produk agar sesuai


pH dengan pH dari kulit sehingga tidak menimbulkan 4,5-8,0
reaksi iritasi ketika digunakan

Daya
Berkaitan dengan kemampuan Dapat menyebar merata,
Sebar
produk menyebar ketiga luar penyebaran meningkat
digunakan seiring penambahan beban

Untuk melihat adanya partikel- Tidak terdapat


Homogenitas partikel yang tidak homogen partikel-partikel kasar
17
Untuk mengetahui viskositas dari produk
Viskositas dan 2000-
dan kemampuan mengalir produk jika
Sifat Alir 50.000
dituangkan dari wadah
Mengetahui adanya aktifitas
Uji Nilai IC50
antioksidan pada
Antioksidan <200

3. Pengemasan
Pengujian yang digunakan untuk
melihat tingkat kebocoran dari
Uji rimbang Tidak bocor
kemasan.

Untuk mengetahui kesesuaian berat


Uji Timbang kemasan produk sesuai dengan yang 100 mL
tertera pada penandaan

Untuk memastikan penandaan pada Jelas dan


Penandaan
setiap produk sudah lengkap Lengkap

18
4. Produk Beredar

untuk menentukan expired date dan


mengetahui stabilitas sediaan ketika Sediaan
Uji Stabilitas sudah dikemas dan disimpan sesuai stabil secara
dengan penyimpananya. fisika kimia

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Klaim Khasiat dan Keunggulan Produk Lotion Rosela “NURLELA®”

19
Body lotion merupakan salah satu jenis kosmetika yang digunakan sebagai
pelembab kulit. Secara umum, body lotion berfungsi sangat baik untuk membantu
menjaga kelembapan dan kelembutan kulit, elastisitas kulit dari berbagai pengaruh
lingkungan dan radikal bebas sehingga kulit selalu menjadi sehat dan segar setiap
waktu. Pemilihan ekstrak kental bunga rosela sebagai bahan aktif yang terkandung
dalam sediaan body lotion “NURLELA®” merupakan suatu hal yang memiliki dasar,
yang mana rosela merupakan tanaman yang telah terkenal memiliki kandungan
antosianin dan vitamin C yang tinggi. Kandungan vitamin C pada kelopak rosela tiap
100 gram adalah 260-280 mg, sehingga dapat digunakan sebagai anti oksidan untuk
menangkal radikal bebas serta dapat digunakan untuk mencerahkan kulit (Hidayat,
2008; Mukaromah, 2010).
Penggunaannya vitamin C untuk kesehatan kulit sebenarnya didasarkan pada
proses penuaan yang salah satunya dipicu oleh radikal bebas dan turut diperburuk
oleh faktor usia, penyakit, gizi buruk, polusi dan sinar ultraviolet. Maka dari itu,
vitamin C bekerja dalam meningkatkan kekebalan tubuh serta mempercepat proses
penyembuhan, sekaligus juga terhadap jaringan kulit sehingga kulit bisa tampil lebih
awet muda. Selain itu vitamin C dapat menghambat kerja enzim tirosinase yang
berperan dalam pembentukan pigmen. Enzim tironase ini dipicu oleh sinar matahari
sehingga merangsang pembentukan pigmen sehingga bila proses tersebut dihambat
kulit akan terlihat lebih bersih, bersinar dan cerah meski sebenarnya tak secara
permanen bertambah putih. Sehingga klaim khasiat dari produk lotion ekstrak bunga
rosela “NURLELA®” ini adalah selain untuk menjaga kelembaban kulit tubuh, juga
berfungsi untuk mencerahkan kulit pengguna.
Keunggulan produk Lotion rosela “NURLELA®” dibandingkan dengan
produk yang lain adalah adanya kandungan antosianin pada ekstrak bunga rosela
yang terkandung pada sediaan lotion “NURLELA®” yang dapat digunakan sebagai
antioksidan alami untuk menangkal radikal bebas bersama dengan vitamin C
sehingga kulit pengguna menjadi sehat dan cerah. Sehingga produk lotion
“NURLELA®” secara bersamaan dapat digunakan sebagai pelembap dan untuk
mencerahkan kulit.

20
4.2 Sasaran Konsumen
Pemasaran merupakan suatu hal yang penting di dalam suatu industri
kosmetika, hal ini dikarenakan pemasaran berhubungan dengan kegiatan untuk
memperkirakan atau mengantisipasi kebutuhan dan keinginan konsumen dan juga
berkaitan dengan mengalirnya produk berupa barang dan jasa dari produsen ke
konsumen dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yaitu memperoleh keuntungan.
Lotion rosela “NURLELA®” yang diproduksi oleh PT. Everlasting Pharma tergolong
kedalam sediaan kosmetika. Produk ini dapat digunakan oleh segala kalangan, dan
secara umum diperuntukan kepada konsumen remaja hingga dewasa yang
membutuhkan produk body lotion yang berfungsi untuk menjaga kelembaban kulit
sekaligus dapat membantu mencerahkan kulit.

4.3 Cara Penggunaan Produk Lotion Rosela “NURLELA®”


Produk lotion rosela “NURLELA®” diaplikasikan secara topikal yakni
dengan cara mengoleskan lotion pada permukaan kulit secara merata, mulai dari
tangan, kaki dan bagian tubuh lain yang diperlukan. Sebelum menggunakan produk,
dianjurkan kepada pengguna untuk membersihkan kulit yang akan diolesi terlebih
dahulu. Hal ini diakrenakan kotoran atau debu yang melekat pada kulit dapat
menghalangi lotion untuk bersentuhan dengan kulit, sehingga efek maksimal lotion
“NURLELA®” tidak dirasakan secara maksimal. Gunakan lotion secara menyeluruh
sehingga manfaat yang dihasilkan dapat dirasakan dengan baik. Jika pada saat
penggunaan ditimbulkan reaksi alergi, seperti munculnya ruam maka disarankan
untuk menghentikan penggunaan lotion untuk mencegah reaksi yang lebih parah.
Selain itu, sebaiknya lotion tidak digunakan pada luka yang berair sebab akan terjadi
caking dan runtuhan kulit serta bakteri dapat tetap tinggal di bawah lotion yang
menjadi cake (Anief, 1984).

DAFTAR PUSTAKA

21
Anief, M. 1984. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Depkes RI. 2011. Suplemen II Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.

Hidayat, S. 2008. Khasiat Herbal Berdasarkan Warna, Bentuk, Rasa, Aroma dan Sifat.
Jakarta: PT. Gramedia.

Jellineck, S. 1970. Formulation and Function of Cosmetics. New York: Wiley Inte.

Kembunan, M. V., S. Wangko, dan G. N. Tanudjaja. 2012. Peran Vitamin C terhadap


Pigmentasi Kulit. Jurnal Biomedik. 4(3):13-17.

Mardikasari, A. A., Mallarangeng, A. N. T. A., Zubaydah, W. O. S., Juswita, E. 2017.


Formulasi dan Uji Stabilitas Lotion dari Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji
(Psidium guajava L.) Sebagai Antioksidan. Jurnal Farmasi, Sains, dan
Kesehatan. 3(2):28-32.

Mukaromah, U. S.H. Susetyorini, dan S. Aminah. 2010. Kadar Vitamin C, Mutu


Fisik, pH dan Mutu Organoleptik Sirup Rosella (Hibiscus sabdariffa, L)
Berdasarkan Cara Ekstraksi. Jurnal Pangan dan Gizi. 1(1):45-51.

Namita and Nimisha. 2013. Development and Evaluation of Herbal Cosmeceutical


For Skin Care. Int J Pharm Bio Sci. 4(2): 86-92.

PerKaBPOM RI. 2015. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

PerMenKes RI. 1998. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/Menkes/Per/V/1998


tentang Bahan, Zat Warna,, Sub Stratum, Zat Pengawet dan Tabir Surya Pada
Kosmetika. Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

22
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press.

Schmitt, W. H. 1996. Skin Care Products. London: Cosmetics And Toiletries Industry.

Setyaningsih, O., E. Hambali, dan M. Nasution. 2007. Aplikasi Minyak SerehWangi


(Citronella Oil) dan Geraniol Dalam Pembuatan Skin Lotion penolak Nyamuk.
Jurnal Teknologi Indonesia. 17(3): 97-103.

Standar Nasional Indonesia. 1996. Sediaan Tabir Surya. SNI 16-4399-1996. Badan
Standarisasi Nasional.

Sularto, S. A. dkk. 1995. Pengaruh Pemakaian Madu sebagai Pensubstitusi Gliserin


dalam Beberapa Jenis Krim terhadap Kestabilan Fisiknya. Bandung:
Universitas Padjajaran.

Tranggono, R. I. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetika. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Ulaen, Selfie P.J., Banne, Yos Suatan & Ririn A., 2012. Pembuatan Salep Anti
Jerawat dari Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).
Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(2):45-49
Zulkarnain, A. K., M. Susanti, dan A. N. Lathifa. 2013. Stabilitas Fisik Sediaan
Lotion O/W dan W/O Ekstrak Buah Mahkota Dewa sebagai Tabir Surya dan
Uji Iritasi Primer pada Kelinci. Trad Med J. 18(3): 141-150.

23

Anda mungkin juga menyukai