Anda di halaman 1dari 42

JOURNAL READING

DISUSUN OLEH :
Almira Nabila Valmai
406162124

PEMBIMBING :
dr. Sunaryo, M. Kes, Sp. S

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD RAA. SOEWONDO PATI
PERIODE 17 SEPTEMBER 2018 – 21 OKTOBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TARUMANAGARA JAKARTA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 1
BAB I
REKAM MEDIS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Kasni
Tanggal Lahir : 04 Maret 1959
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dumpil 2/1 Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk RS : 16 September 2018 10:19 WIB

II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 19 September 2018, pukul 06.00 WIB secara
autoanamnesis dan aloanamnesis dengan anak pasien di bangsal Tulip.

Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati dibawa oleh keluarganya
dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan secara tiba-tiba
kurang lebih 5 jam SMRS. Pasien merasakan lengan dan tungkai kanan lemas
dan berat untuk digerakkan secara mendadak setelah pasien melakukan
aktivitas membersihkan rumah. Tidak terdapat gangguan rasa pada sisi tubuh
yang mengalami kelemahan dan juga tidak mengalami penurunan kesadaran.
Keluhan seperti ini baru pertama kali dialami. Satu hari sebelum pasien
merasakan keluhan tersebut, pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala pada

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 2
seluruh bagian kepala seperti terikat yang menjalar hingga bagian tengkuk,
berkeringat banyak, kesemutan pada seluruh bagian tubuh, dan mual tanpa
disertai dengan muntah. Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur ataupun
pandangan menjadi gelap secara tiba-tiba. Keluarga pasien mengatakan bahwa
pasien sering tersedak saat minum sejak kelemahan salah satu sisi tubuh
tersebut tetapi tidak ada keluhan dalam berbicara. Riwayat jatuh atau trauma
kepala sebelumnya disangkal. Keluhan kejang, demam, dan sesak disangkal.
Selain keluhan tersebut pasien mengatakan adanya nyeri dada kiri yang tidak
menjalar ke punggung dan jantungnya berdebar-debar. Keluhan nyeri pada ulu
hati dan riwayat maag diakui.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat tekanan darah tinggi : (+) 5 tahun, tidak rutin kontrol
 Riwayat keluhan serupa sebelumnya : disangkal
 Riwayat kencing manis : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat keganasan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat mengalami keluhan yang sama : disangkal
 Riwayat tekanan darah tinggi : diakui
 Riwayat kencing manis : disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak rutin mengkonsumsi obat untuk mengatasi hipertensinya. Riwayat
alergi obat disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 19 September 2018, pukul 06.15 WIB di bangsal Tulip.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 3
Pemeriksaan Umum
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4M6V5 = 15
 Status Gizi : Cukup
 Tekanan Darah : 180/100 mmHg
 Nadi : 58 x/menit, irregular
 Pernafasan : 18 x/menit
 Suhu : 36,7 °C
Pemeriksaan Sistem
 Kepala : mesosefal, deformitas (-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), THT dbn
 Leher : trakea di tengah, perbesaran tiroid (-), perbesaran KGB (-)
 Paru : Inspeksi : gerak simetris, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus kanan kiri sama kuat
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
 Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga 5
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, irreguler,
murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Inspeksi : bentuk abdomen datar
Auskultasi : bisung usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigatrium, hepatomegali
(-), splenomegali (-)
Perkusi : timpani di ke-4 kuadran abdomen
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 4
Pemeriksaan Neurologis
 Fungsi Luhur
o Orientasi : baik
o Gangguan bicara dan bahasa : normal, tidak ditemukan adanya afasia
motorik atau sensorik
o Daya ingat : baik
 Rangsang Meningeal
o Kaku kuduk : (-)
o Brudzinsky I : (-)
o Brudzinsky II : (-)
o Brudzinsky III : (-)
o Brudzinsky IV : (-)
o Kernig : > 135° / > 135°

 Saraf Kranialis
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Nervus Olfactorius (N. I)
Daya penghidu Normosmia Normosmia
Nervus Opticus (N. II)
Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Occulomotorius (N. III)
Ptosis (-) (-)
Gerak mata ke superior (+) (+)
Gerak mata ke inferior (+) (+)
Gerak mata ke medial (+) (+)
Pupil (bentuk & ukuran) Bulat, Ø 3 mm Bulat, Ø 3 mm
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tak langsung (+) (+)
Strabismus divergen (-) (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 5
Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak mata ke lateroinferior (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Nervus Trigeminus (N. V)
Sensorik (cabang
ophtalmicus, maxillaris, Normal Normal
mandibularis)
Motorik (membuka mulut,
menggerakan rahang, Normal Normal
menggigit)
Nervus Abducens (N. VI)
Gerak mata ke lateral (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Nervus Fascialis (N. VII)
Kerutan kulit dahi Normal Normal
Mengangkat alis Sedikit tertinggal Normal
Sulcus nasolabialis Datar Normal
Menggembungkan pipi Datar Normal
Menyeringai Sudut mulut tumpul Sudut mulut normal
Nervus Vestibulo-Cochlearis (N. VIII)
Test pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
Test penala Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test romberg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus (-) (-)
Nervus Glossopharyngeus (N. IX)
Palatum molle Simetris
Arkus faring Simetris
Uvula Lateralisasi ke kiri saat istirahat
Disfagia (+)
Disfonia (-)
Nervus Vagus (N. X)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 6
Arkus faring Simetris
Bersuara (+)
Menelan (+)
Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan-kiri Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
Nervus Hipoglossus (N. XII)
Sikap lidah Deviasi ke kiri, fasikulasi (-), tremor (-)
Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan
Disartria (-)

 Pemeriksaan Motorik
o Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
o Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
o Kekuatan : 4 5
3 5

 Pemeriksaan Sensorik : + +
+ +

 Refleks Fisiologis
o Biceps :+/+ o Patella :+/+
o Triceps : + / + o Achilles :+/+

 Refleks Patologis
o Babinski :+/- o Schaefer :-/-
o Chaddock :+/- o Bing :-/-
o Oppenheim :-/- o Rosolimo : - / -
o Gordon :-/- o Gonda :-/-

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 7
o Stransky :-/- o Mendel-Bechterew : - / -
o Klonus paha :-/- o Hoffman-Tromner : - / -
o Klonus kaki :-/-

 Pemeriksaan Tambahan
o Tulang belakang : sulit dinilai
o Laseque : > 70° / > 70°
o Test Patrick :-/-
o Test Kontra-Patrick :-/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium
Hematologi Nilai Normal 16/09/2018
Hemoglobin (g/dL) 13,2 - 17,3 11,2↓
Hematrokrit (%) 40 - 52 32,5↓
Leukosit (ribu/µL) 3,8 - 10,6 5,8
Eritrosit (juta/µL) 4,7 - 6,1 3,75↓
Trombosit (ribu/µL) 150 - 400 306
MCV (fl) 80 - 100 80,6
MCH (pg/ml) 26 - 34 27,1
MCHC (g/dl) 32 - 36 33,6
Hitung Jenis Leukosit Nilai Normal 16/09/2018
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 50,50
Limfosit (%) 25,0 - 40,0 37,00
Monosit (%) 2,0 - 8,0 10,00↑
Eosinofil (%) 2- 4 2,20
Basofil (%) 0–1 0,30
Kimia Klinik Nilai Normal 16/09/2018
GDS (mg/dL) 70 - 160 99
Ureum (mg/dL) 10 - 50 63,5↑
Kreatinin (mg/dL) 0,6 - 1,2 1,27↑

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 8
Natrium (mmol/L) 135 - 155 138,2
Kalium (mmol/L) 3,6 - 5,5 3,88
Chlorida (mmol/L) 95 - 108 101,4
Kimia Klinik Nilai Normal 17/09/2018
Cholesterol Total (mg/dL) < 200 246↑
Trigliserida (mg/dL) 0 - 150 89
HDL Cholestrol 45 - 65 46
LDL 0,0 - 150 182↑
Uric Acid (mg/dL) 2,4 - 7,0 5,3

 CT Scan Kepala Tanpa Kontras (16/9/2018)

Kesan :
- Lesi hiperdens (ukuran 1 cm) pada region parietal kiri dd/
perdarahan ICH dd/ massa tulang
- Tidak tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 9
 EKG (19/9/2018)
Kesan :
- Atrial Fibrilasi
- Abnormal ST-T: iskemia
- LVH

V. RESUME
Seorang perempuan usia 59 tahun datang dibawa keluarganya ke IGD RSUD
RAA Soewondo Pati dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah
kanan, keluhan sakit kepala (+) diseluruh bagian kepala, berkeringat banyak,
mual (+), muntah (-). Riwayat makan tersedak (+). Riwayat hipertensi (+) sejak
5 tahun yang lalu, dan tidak rutin kontrol. Keluhan nyeri dada, debar-debar, dan
nyeri ulu hati diakui.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis dengan GCS 15, status gizi cukup. Tanda-
tanda vital didapatkan tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 58x/menit,
pernafasan 20 x/menit, suhu 36,7 °C.
Dari pemeriksaan sistem auskultasi jantung ditemukan bunyi jantung I & II
irregular. Pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan pada epigastrium.
Dari pemeriksaan neurologis didapatkan adanya parese N. VII, N. IX dan
N. XII, kekuatan 4 pada lengan kanan dan 3 pada tungkai kanan. Ditemukan
refleks patologis babinski dan chaddock pada ekstremitas inferior dextra.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan jumlah eritrosit
3.75↓, hemoglobin 11.2↓, hematokrit 32.5↓, monosit 10.00%↑, ureum 63.5↑,
creatinine 1.27↑, kolesterol total 246 mg/dL↑, dan LDL 182↑. Pemeriksaan CT
scan kepala tanpa kontras didapatkan adanya lesi hiperdens pada parietal kiri
(ukuran 1 cm) dd/ perdarahan ICH dd/ massa tulang, dan tidak tampak tanda-
tanda peningkatan tekanan intracranial. Pemeriksaan EKG didapatkan atrial
fibrilasi, iskemia, dan LVH.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 10
VI. DIAGNOSIS
 Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra
Parese N.VII dextra
Disfagia, parese N.IX
Parese N. XII dextra
 Diagnosis Topis : Parietal sinistra
N. VII dextra
N. IX dextra
N. XII dextra
 Diagnosis Etiologis : intracerebral hemorrhage

VII. TATALAKSANA
 Medikamentosa
o Infus asering 20 tpm
o Inj. Kalnex 3 x 250 mg
o Inj. Citicolin 2 x 250 mg
o Inj. Ezola 1 x 40 mg
o Asam folat 3 x 1
o Amlodipine 1 x 5mg
o Ketocid 3 x 1
o Simvastatin 1 x 10 mg
 Non-medikamentosa
o Bed rest
o Penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit
pasien dan penanganannya
o Edukasi kepada keluarga pasien untuk tetap memantau keadaan pasien
dan mengenai prognosis penyakit yang diderita oleh pasien
o Edukasi tentang mengurangi kebiasaan makanan berlemak dan santan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 11
VIII. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad malam
 Ad functionam : dubia ad bonam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 12
BAB II
STROKE HEMORAGIK

I. DEFINISI
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan fungsional
otak yang terjadi mendadak disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari
24 jam atau dapat menimbulkan kematian. Stroke hemoragik adalah stroke yang
diakibatkan oleh perdarahan arteri otak didalam jaringan otak (intracerebral
hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak,
piamater, dan arachnoidea.

II. EPIDEMIOLOGI
ICH didefinisikan sebagai defisit neurologis fokal terkait dengan terkumpulnya
darah bersifat fokal dalam parenkim otak pada neuroimaging, atau konversi
hemoragik dari infark serebral. ICH merupakan perdarahan dengan onset
mendadak, sakit kepala parah, yang disertai oleh perubahan tingkat kesadaran.
Insiden ICH didefinisikan sebagai persentase populasi yang mengalami ICH
pertama dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Tingkat insiden ICH di belahan bumi Barat selama era CT rata-rata
berkisar antara 10 sampai 30 kasus per 100.000 orang. ICH menyumbang 10-15%
dari semua stroke pada populasi Barat. Prevalensi ICH lebih tinggi di Asia Timur,
dimana ICH secara historis menyumbang persentase lebih besar dari semua stroke
dibandingkan populasi Barat.
Insiden ICH menurun antara tahun 1950-an dan 1980-an. Di Oxfordshire,
Inggris kecenderungan penurunan insiden ICH terjadi antara tahun 1981 dan
2006. Insiden perdarahan intraserebral juga menurun selama tahun 1990-an di
beberapa kota di China. Namun, penurunan yang serupa belum terlihat di
penelitian negara lain. Stabilisasi kejadian ICH dalam dua dekade terakhir
setidaknya sebagian disebabkan deteksi dan klasifikasi yang tepat dari perdarahan
kecil dengan neuroimaging yang modern.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 13
Risiko ICH sedikit lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita. Ras
kulit hitam Amerika Serikat dan Hispanik memiliki tingkat signifikan lebih tinggi
dari ICH dibandingkan kulit putih. Pada orang kulit hitam dan Hispanik, resiko
ICH paling besar pada usia muda dan usia setengah baya.

Lokasi dominan ICH dalam otak bervariasi dalam populasi yang berbeda.
Di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia, perdarahan dalam otak (berasal
perdarahan dalam materi putih periventrikular, berekor inti, kapsul putamen
internal pria puta, globus pallidus, atau thalamus) adalah yang paling umum,
diikuti oleh perdarahan lobar yang berasal dari materi abu-abu atau materi putih
subkortikal. Dalam kebanyakan populasi, perdarahan serebelum menyumbang
sekitar 10% dari ICH dan perdarahan batang otak menyumbang 5-10% dari ICH.

III. ANATOMI OTAK DAN PEMBULUH DARAH OTAK

1. Anatomi Otak
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput
meninges terdiri dari 3 lapisan :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 14
 Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan
bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari
otak dan medula spinalis.
 Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri
dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini
disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut
cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan
medulla spinalis dari guncangan.
 Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan
melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh
darah. Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Otak dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
Cerebrum
 Bagian otak yang memenuhi sebagian besar (7/8) dari otak.
 Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang
berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak
besar belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh
bagian kiri.
 Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung
badan sel saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak
mengandung dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area
yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls menjadi sensasi. Kedua
adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan koordinasi kegiatan
otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitan dengan ingatan,
memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan.
 Mempunyai 4 macam lobus yaitu :
- Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
- Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran
- Lobus oksipital berfungsi sebagai pusat pengliihatan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 15
- Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori,
kemauan, nalar, sikap.

-
Mesencephalon
 Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan
varol.
 Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan
pupil mata dan pendengaran.
Diencephalaon
 Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan
di depan mesencephalon.
 Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang
sampai di otak dan medulla spinalis.
 Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat
pengaturan suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh,
rasalapar, sexualitas, watak, emosi.
Cerebellum
 Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar.
Berfungsi sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari
dan keseimbangan tubuh serta posisi tubuh.
 Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan
belahan cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 16
varoli yang berfungsi untuk menghantarkan impuls dari otot-otot
belahan kiri dan kanan.
Medulla oblongata
 Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang
otak.
 Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla
spinalis, di depan cerebellum.
 Susunan kortexmya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih
dan bagian medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu.
 Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung,
penyempitan dan pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat
pencernaan, menelan, batuk, bersin,sendawa.
Medulla spinalis
 Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas
tulang belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang
yang kedua.
 Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari
organ ke otak dan dari otak ke organ tubuh.

2. Anatomi Pembuluh Darah Otak


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu sistem
karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan melalui
lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.
Anterior circulation (sistem karotis)
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari
arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.
Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari
arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media, memperdarahi struktur-
struktur di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah
duramater. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya
yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 17
saraf khususnya berespon terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara
reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah
lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid
dan sebelum bercabang-cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri
ophtalmica yang memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah
pada nucleus kaudatus, putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus
kalosum dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis. Arteri serebri media
menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis dan frontalis. Arteri ini
sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis.
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu
dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang
pandang.
Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama. Arteri
subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan arteri subklavia
kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua
arteri tersebut bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya menperdarahi
sebagian diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis
dan organ-organ vestibular.
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa
penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia,
defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu dapat
juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang pandang
tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem vertebrobasiler.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 18
Anterior circulation (sistem karotis)

Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal capsule

Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and subjacent
white matter, anterior corpus callosum

Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal cortex


and subjacent white matter

Lenticulostriate Caudate nucleus, putamen, upper internal capsule


branches

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Posterior inferior Medulla, lower cerebellum


cerebellar basilar

Anterior inferior Lower and mid pons, mid cerebellum


cerebellar

Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum

Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and subjacent


white matter, posterior corpus callosum, upper midbrain

Thalamoperforate Thalamus
branches

Thalamogeniculate Thalamus
branches

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 19
.

IV. SISTEM SARAF MOTORIK


Perjalanan saraf motorik terbagi dua yaitu sistem piramidalis dan
ekstrapiramidalis :
1. Sistem Piramidalis :
Pusat sistem motorik terletak di gyrus presentralis (area broadman 4) ditempat ini
terdapat Motor Homonculus, serabut saraf kemudian berjalan melalui traktus
piramidalis ,yang dibentuk oleh neuron sel Batz yang terdapat pada lapisan kelima
gyrus presentralis, berjalan konvergen ke kaudal ke kapsula interna menempati 2/3
krus posterior. Kemudian berjalan ke pedunculus oblongata dan medulaspinalis.
Pada kornu anterior medula spinalis sebagian serabut saraf ±85% berjalan ke
kontralateral (disebut traktus kortikospinal lateral), persilangan ini disebut
decussatio pyramidalis, sedangkan serabut yang lain ±15% tidak menyilang
berakhir di kornu anterior homolateral (disebut traktus kortikospinal anterior).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 20
2. Sistem Ekstrapiramidalis
Terdiri dari korteks, ganglia basalis, midbrain. Ganglia basalis terdiri dari globus
palidus, putamen, nukleus kaudatus, substansia nigra, nukleus subthalamikus,
nukleus rubra. Putamen dan nukleus kaudatus disebut striatum.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 21
V. SISTEM SARAF SENSORIS
Sistem saraf sensoris memiliki dua jalur berdasarkan lokasi penerimaan rangsang :
1. Sensibilitas permukaan
Rangsang diterima di reseptor kemudian serabut saraf berjalan ke ganglion
spinale, kemudian melalui radix posterior ke kornu posterior, ditempat ini berganti
neuran kemudian menyilang linea mediana menjadi traktus spinothalamikus,
kemudian ke atas ke thalamus. Pada thalamus serabut saraf yang berasal dari
badan bagian bawah berjalan lebih lateral sedangkan badan bawah lebih medial,
kemudian berganti neuron kembali dan berakhir di gyrus sentralis posterior.
2. Sensibilitas dalam
Serabut saraf bejalan mulai dari reseptor ke ganglion spinale lalu ke radix
posterior, di sini serabut membagi dua menjadi funicullus gracilis ,untuk daerah
sakralis, lumbalis dan thorakalis bawah, dan funiculus cuneatus , untuk bagian
thorakal atas dan sevikalis. Serabut secara berurutan ini menuju nukleus goll dan
nukleus burdach sebelumnya berganti neuron. Kemudian bersilang membentuk
lemniscuss medialis menuju ke thalamus berganti neuron dan berakhir di di gyrus
sentralis posterior.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 22
VI. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik
 Trombosis serebri
 Emboli serebri
 Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

VII. FAKTOR RESIKO


Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia
tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11 – 20 %. Orang yang
berusia > 65 tahun memiliki risiko stroke sebesar 71 %, sedangkat usia 65 – 45
tahun memiliki risiko 25 %, dan 4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding perempuan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 23
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit putih.
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga
pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun, meningkatkan risiko stroke
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan
pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke
mempunyai TD tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke. risiko terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39
kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan
darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak.
Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi
otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi
atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali
serangan iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan
benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam
3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 24
lima tahun setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60%
dalam waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke 15%. Obesitas dapat
meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya
akan meningkatkan kemungkinan serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan factor risiko,
tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low
Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah
dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar
kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.
g. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali.
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh
(termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong
terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah
mudah menggumpal.
h. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,
sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan
tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain – lain.
Konsumsi alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
i. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain
(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu
terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 25
j. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan
mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding
pembuluh darah otak. Zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme
tubuh, sehingga mudah terserang stroke.

VIII. PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra).Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi
kehilangan memori.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 26
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan
traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik dan gejala klinisnya berupa :
1. Patofisiologi berdasarkan penyebabnya :
a. Pendarahan Intraserebral
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai
oleh adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler.
Atherosklerosis yang terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya
hipertensi kronik, maka sepanjang arteri penetrans ini terjadi aneurisma kecil –
kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1 mm disebut aneurismas
Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah oleh tekanan
darah yang meningkat sehingga terjadilah perdarahan ke dalam parenkim otak.
Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat
masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur
dengan cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran,
kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi
memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh
darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 27
diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor
otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai riwayat TIA.
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral
lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid.
Adanya Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada
lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup,
adanya darah dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit.
Jaringan otak yang telah rusak sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan
pembuluh darah baru, yang meninggalkan rongga kecil yang terisi cairan.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang
kejang pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal
dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari
50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik
yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging
(xanthocrome) pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT
Scan.
b. Pendarahan Subarachnoid
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid.
Onsetnya sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan
kesadaran dan muntah. Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada
usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat
rupture aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi
arterivenosa, dan terapi antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus
Willisi dan percabangannya. Bila aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang
subarakhnoid atau merembes ke dalam parenkim otak yang letaknya
berdekatan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 28
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat
penekanan aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya
aneurisma mendadak dirasakan sakit kepala hebat, muntah dan penurunan
kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang meningen positif berupa kaku kuduk
akibat darah dalam likuor dan Kernig’s sign, Perdarahan subhialoid pada
funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa
vasospasme dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya
infark otak dan deficit neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang
terjadi dalam beberapa mingu setelah kejadian pertama. Angka kematian cukup
tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit pada saat pertama kali
muncul.

Derajat pendarahan subaraknoid berdasarkan Hunt dan Hess :


 Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
 Derajat 1 : Sakit kepala ringan
 Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 29
meningeal dan kemungkinan adanya defisit saraf
kranial
 Derajat 3: Kesadaran menurun dengan defisit fokal neurologi
ringan
 Derajat 4: Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal
deserebrasi
 Derajat 5: Koma dalam, deserebrasi

2. Patofisiologi berdasarkan lokasi lesi vaskuler


a. Anterior circulation (sistem karotis)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi hemisfer serebri seperti afasia, apraxia, atau agnosia. Selain itu
dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang
pandang.
b. Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)
Stroke yang disebabkan karena pembuluh darah ini memberikan tanda dan
gejala disfungsi batang otak termasuk koma, drop attacks (jatuh tiba-tiba tanpa
penurunan kesadaran), vertigo, mual dan muntah, gangguan saraf otak, ataxia,
defisit sistem sensorimotorik kontralateral (hemiparese alternans). Selain itu
dapat juga timbul hemiparese, gangguan hemisensoris, dan gangguan lapang
pandang tetapi tidak spesifik untuk stroke yang disebabkan sistem
vertebrobasiler.

IX. DIAGNOSIS
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota tubuhnya
 Rasa kesemutan di sebagian tubuh
 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
 Kebutaan (amaurosis fugaks)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 30
 Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
 Penglihatan ganda (diplopia)
 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot ekstraokular
 Pusing seperti berputar (vertigo)
 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
 Kesulitan untuk menelan (disfagia)
 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau tetraparese)
 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia) baik
unilateral maupun bilateral
Algoritme Gadjah Mada untuk Stroke Akut

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 31
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan status generalis pasien, kemudian status
neurologisnya.
Defisit neurologis yang sudah jelas mudah dikenal terutama hemiparesis yang
jelas. Selain itu terdapat pula tanda tanda pengiring hemiparese yang dinamakan
gangguan Upper Motor Neuron (UMN) ialah:
a. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
c. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting daripada
mengenal hemiparese yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling ringan
sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan
susunan motorik sebagai berikut:
a. Pemeriksaan ketangkasan Gerak
b. Penilaian tenaga otot otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
 Refleks Babinsky
 Refleks Oppenheim
 Refleks Gordon
 Refleks Schaefer
 Refleks Gonda
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, masa
perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
 Fungsi hati (SGOT/SGPT)
 Urine Lengkap
 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
 Asam Urat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 32
 Kholesterol, Trigliserid
b. CT scan
 Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke
infark dengan stroke perdarahan.
 Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat
sensitif).
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis
atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau
aneurisma pada pembuluh darah.
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstrakranial
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis. f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI.


Pada stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark
tidak didapatkan perdarahan (jernih).

X. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 33
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

A. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 34
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
3
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm ) masih
menguntungkan.
 Waktu terbaik masih kontroversial, disarankan 4-96 jam setelah
kejadian. Dari 8 trial didapatkan hasil baik bila dioperasi kurang
dari 8 jam setelah kejadian. <4 jam meningkatkan resiko
rebleeding.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 35
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk
untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan
O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
1
intensif:
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di
ruang gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.
1
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam
pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi
yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 36
3. Operasi pada aneurisma yang rupture
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah
PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil
akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera
dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera
atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.

c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi


untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi
terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 37
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
2
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m .
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.
6. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD
lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
1
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 38
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
1
untuk pengobatan hiponatremi.
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian
antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas,
aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
1
konvulsan sebagai profilaksis.
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
1
menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.
9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 39
1
10. Terapi Tambahan
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi neurologik :
• Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yang penting akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan
sitoksik, pada intra dan extraseluler.
 Vasospasme (terutama pada PSA)
Spasme sering terjadi pada pembuluh darah arteri yang dikelilingi oleh
sejumlah besar darah subarachnoid. Vasospasme ini timbul sebagai akibat
langsung dari darah atau sebagian produk darah, seperti hematin atau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 40
produk keping darah, pada dinding adventitia dari pembuluh darah arteri.
Gejala vasospasme berupa penurunan kesadaran (misalnya bingung,
disorientasi, ”drowsiness”) dan defisit neurologis fokal tergantung pada
daerah yang terkena. Gejala-gejala berfluktuatif dan dapat menghilang
dalam beberapa hari atau secara gradual menjadi lebih berat.
 Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang subarachnoid
bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen Luschka dan
Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan kesadaran hingga
pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut. Hidrosefalus sub akut dapat
terjadi akibat blokade jalur cairan serebrospinal oleh darah setelah 2
hingga 4 minggu. Keadaan ini biasanya didahului oleh nyeri kepala,
penurunan kesadaran dan inkontinen.
 Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.

Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :


 Tekanan darah meninggi
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah
fungsi otak membaik kembali.

XI. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran,
patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai
sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari
pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 41
DAFTAR PUSTAKA

1. Schuenke M, et al. Atlas of Anatomy Head Neck and Neuroanatomy. Edisi


: 2. Stuttgart. Thieme. 2016. Germany
2. Winn HR, et al. Youmans Neurological Surgery. Edisi : 6. Philadelphia.
Elsevier Saunders. 2011. USA
3. Saleem I. Abdulrauf et al. Principle of Neurological Surgery. Edisi : 3.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2012. USA
4. Allan H. Ropper et al. Adams and Victor’s Principles Of Neurology. Edisi
: 10. Chicago. McGraw Hill. 2014. USA
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidelines Stroke. 2004
th
6. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP, Clinical Neurology. 8 edition.
Lange. McGraw-Hill; 2012

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018 42

Anda mungkin juga menyukai