Anda di halaman 1dari 7

A.

Injeksi Intramuscular :
 Adalah memasukkan sejumlah zat/cairan ke dalam otot dengan jarum suntik.
 Cairan yang digunakan biasanya dalam jumlah kecil, antara 0,5-10 cc.
 Obat yang sering diinjeksikan cara im : metoclopramide, codein, suntikan KB,
macam2 vaksin.
 Lokasi untuk penyuntikan im :
 Daerah glutea : penderita dipersilahkan berbaring
 Daerah deltoid : penderita boleh berdiri atau duduk
 Daerah paha : penderita boleh berbaring atau duduk.
 Prosedur im :
 Bersihkan kulit tempat menyuntik dengan kapas alkohol
 Pegang daerah kulit dan otot yang akan disuntik kemudian tusukkan jarum
suntik dalam posisi 90⁰ atau tegak lurus, tindakannya harus tepat dan
cepat
 Setelah jarum sepenuhnya masuk, lepaskan pegangan tangan anda
 Tarik perlahan pendorong syringe dan lakukan aspirasi untuk memeriksa
apakah jarum syringe yang ditusukkan masuk ke pembuluh darah atau
tidak. Jika tampak darah, jarum segera dicabut dan daerah bekas tusukan
ditekan dengan kapas alkohol. Lalu lakukan injeksi di lokasi lain dengan
menggunakan jarum baru.
B. Injeksi Intra Dermal :
 Adalah memasukkan sejumlah zat/cairan ke lapisan di antara kulit dengan jarum
suntik.
 Cairan yang disuntikkan biasanya dalam jumlah yang sangat kecil 0,1-0,5 cc.
 Obat yang sering diberikan dengan cara injeksi intradermal adalah
kostrikosteroid dan tes mantoux.
 Prosedur :
 Bersihkan daerah penyuntikkan dengan kapas alkohol
 Regangkan daerah kulit yang akan disuntik, lalu tusukkan ujung jarum
suntik dalam posisi 10⁰ , posisi lubang jarum mengarah ke permukaan
atas.
 Lalu posisi jarum disejajarkan kulit sampai jarum menembus lapisan antara
stratum corneum. Panjang jarum yang masuk tidak perlu seluruhnya
ditusukkan tapi disesuaikan dengan kebutuhan.
 Jika sudah yakin bahwa jarum sudah berada di antara lapisan kulit, larutan
dalam syringe boleh diinjeksikan.
 Jika posisi injeksi sudah benar, maka permukaan kulit akan tampak
menggembung, seperti tanda fluktuasi.
 Setelah semua larutan diinjeksikan, jarum dicabut perlahan-lahan dan kulit
daerah bekas tusukan dihapus dengan menggunakan kapas alkohol.
C. Injeksi Subkutan (sc) :
 Adalah memasukkan sejumlah zat/cairan ke bawah kulit dengan jarum suntik.
 Cairan yang disuntikkan biasanya dalam jumlah kecil.
 Lokasi penyuntikan :
 di paha bawah bagian depan
 di perut, bagian bawah umbilicus
 Prosedur :
 Bersihkan kulit tempat akan dilakukan penyuntikan dengan kapas alkohol
 Pegang daerah kulit yanga kan disuntik, kemudian tusukkan ujung jarum
suntik dalam posisi miring 45⁰
 Jika jarum sudah masuk semuanya, lepaskan pegangan tangan anda
 Jika yakin bahwa jarum sudah masuk di ruang subcutaneus, larutan dalam
syringe boleh diinjeksikan
 Setelah larutan semuanya sudah diinjeksikan, jarum dicabut perlahan-
lahan dan kulit daerah bekas tusukam ditekan denganmenggunakan kapas
alkohol.
D. Injeksi Intra Vena (iv) :
 Adalah memasukkan sejumlah zat/cairan ke dalam sistem peredaran darah
melalui vena dengan jarum suntik.
 Efek zat akan sangat cepat menyebar ke seluruh bagian tubuh penderita, karena
langsung masuk ke pembuluh darah.
 Risiko injeksi iv :
 Infeksi : terutama oleh Staphylococcus aureus dan Candida albicans
 Phlebitis : iritasi vena bukan karena infeksi bakterial
 Infiltrasi : zat yang disuntikkan masuk ke jaringan sekitar.
 Embolism : gumpalan darah, massa padat atau udara menyumbat
pembuluh darah, terutama pada pemberian central iv. Udara sebanyak 30
ml dapat mengancam sirkulasi darah. Jika sekaligus banyak, maka dapat
merusak sirkulasi pulmonal dan mengancam jiwa. Udara yang sangat besar
(3-8 ml/kgBB) dapat menghentikan jantung.
 Injeksi IV ada 2, yaitu : sentral dan perifer. IV perifer dibagi menjadi 2 lagi,
yaitu IV kontinu (infus) dan IV intermitten.
 Lokasi penyuntikan : (penderita boleh duduk atau berbaring)
 v. mediana cubiti
 v. basilica
 v. antebrachial medianus
 v. cephalica
 Prosedur penyuntikan :
 Palpasi daerah lengan atau fossa cubiti untuk menetukan lokasi dan
memilih vena.
 Pasang manset tourniquet sekeliking lengan atas.
 Bersihkan kulit tempat menyuntik dengan kapas alkohol.
 Lokasi penyuntikan ditahan dengan ibu jari penyuntik, kemudian mulai
tusukkan jarum suntik syringe secara hati-hati.
 Tusukkan jarum syringe secara miring sambil menyususr vena yang akan
ditusuk.
 Tarik perlahan pendorong syringe dan lakukan aspirasi untuk memeriksa
apakah jarum syringe yang kita tusukkan sudah benar masuk ke pembuluh
vena atau belum. Jika tampak darah, berarti jarum sudah menembus vena.
Jika masih belum tampak darah, susuri sampai berhasil.
 Jika sudah tampak darah, lepaskan tourniquet lalu injeksikan cairan dalam
syringe dengan cara menekan pendorong syringe secara perlahan.
 Setelah cairan dalam syringe sudah habis, cabut jarum perlahan kemudian
kulit bekas tusukan tekan dengan hati-hati dengan kapas alkohol,
kemudian boleh ditutup dengan plester.
 Pemberian IV continue :
 Dimaksudkan untuk memberikan cairan/zat dalam jumlah cukup banyak
dan dalam waktu yang cukup panjang, langsung ke dalam sistem peredaran
darah melalui vena.
 Prinsipnya sama dengan IV intermitten, tapi ada beberapa perbedaan :
 pasien harus berbaring
 jarum khusus untuk pemberian infus atau transfusi berupa abbocath.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Sediaan Steril Injeksi
Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apotogen atau nonpatogen (tidak menimbulkan penyakit), baik
dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam
keadaan statis tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung
yang kuat).
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang
dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh.
Mikroba patogen misalnya Salmonella thyposa yang menyebabkan penyakit tifus dan E.
Coli yang menyebabkan sakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda menadi steril. Sanitasi
adalaha suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat. (Syamsuni. 2007: 181)
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental
preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral merupakan jenis
sediaan yang unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan
melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit
dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksis
lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang
terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua
jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia, atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
melalui selaput lendir (FI.III.1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas
dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Menurut defenisi dalam Farmakope, sediaan steril untuk kegunaan parenteral
digolongkan menjadi digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :
1. Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi, contohnya
adalah injeksi insulin.
2. Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi
persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril,
contohnya Ampicilin Sodium steril.
3. Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya
Methicillin Sodium untuk injeksi.
4. Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkansacara
intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi
steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang sesuai. Dan
dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin
steril untuk suspensi (Lukas, 2006 : 37).
Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan
jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna
atau gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir atau menawarkan
racun (detoksikasi = detoksifikasi). Diharapkan dengan kondidi steril dapat dihindari adanya
infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua
pilihan yaitu steril dan tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik inkesi, tablet implan, tablet
hipodermik, dan sediaan untuk mata seperti tetes mata (guttae ophth), cuci mata (collyrium), dan
salep mata (oculenta) (Syamsuni. 2007 : 181-182)

B. Rute Pemberian Sediaan Injeksi


1. Intrakutan (i.k/i.c) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis. Volume yang
disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
2. Injeksi subkutan (s.k/s.c) atau hipodermik
Disuntukkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolus, volume yang
disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat
depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan
penambahan enzim hialuronidase), jika pasien tesebut tidak dapat menerima infus intravena.
3. Intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau di antara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam bentuk
larutan, suspensi, atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap
cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat. Volume penyuntikan antara 4-20 ml,
disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Intravena (i.v)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan,
sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan
menyumbat pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi ika terpaksa
dapat sedikit hipertonis (disuntikkan secara lambat atau perlahan-lahan dan tidak memengaruhi
sel darah); volume antara 1-10 ml. Injeksi intravena yang dberikan dalam dosis tunggal dengan
volume lebih dari 10 ml disebut “infus intravena/infus/infundabilia”. Infus harus bebas pirogen,
tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, dan isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida. Injeksi i.v
dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
5. Intraarterium (i.a)
Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah arteri/ perifer/ tepi, volume antara 1-10
ml, tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Intrakordal/intrakardiak (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh mengandung bakterisida,
disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
7. Intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural (i.d), subaraknoid
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang didasar otak (antara 3-4
atau 5-6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan cerebrospinal. Larutan harus isotonis
karena sirkulasi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang
belakang sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka.
8. Intraartikular
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspensi atau larutan
dalam air.
9. Subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi atau larutan, tidak
lebih dari 1 ml.
10. Intrabursa
Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan
suspensi dalam air.
11. Intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat, namun
bahaya infeksi besar.
12. Peridural (p.d), ekstradural, epidural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar
dari otak dan sumsum tulang belakang.
(Syamsuni, 2007: 196-198)

Anda mungkin juga menyukai