Pak candra merupakan salah satu orang yang mempunyai HIV di dalam tubuhnya. Bermula
pada saat kelas 3 SMP beliau menggunakan drugs jenis heroin secara dihisap. Pemakaian tersebut
terus berlanjut hingga SMA. Ayah beliau mulai mengetahuinya ketika SMA tersebut sehingga
menyebabkan serangan jantung dan meninggal. Ketika kelas 3 SMA sempat dipenjara karena
ketahuan memakai drug tersebut. akhirnya pada tahun 2004 mulai menjalani terapi. Pada agustus
2005 mengalami over dosis sehingga mengakibatkan paralyze dan kaki tidak bisa bergerak.
Akhirnya pada saat itu disuruh untuk test HIV dan ternyata hasilnya adalah +HIV.
Human Immunodeficiency Virus atau yang biasa disebut dengan HIV merupakan penyakit
yang mematikan. HIV ini menyimpan materi genetik dalam bentuk RNA (LeGrice, 2013). Materi
RNA inilah yang nantinya akan masuk ke dalam sel manusia untuk menginfeksi virus HIV dan
bereplikasi didalamnya. Seseorang yang telah terinfeksi virus HIV akan mengalami penurunan
sistem kekebalan di dalam tubuhnya. Hingga saat ini HIV belum ditemukan obat yang dapat
menyembuhkannya secara total, hanya dapat memperlambat proses replikasi virus tersebut. Selain
itu, hampir semua kulit orang dengan HIV akan mengalami dampak sekunder seperti gangguan
dermatologis akibat infeksi maupun non-infeksi (Schlossberg, 2015)
Perjalanan HIV yang dialami pak Candra ini semakin parah hingga mengalami hepatitis C,
thypoid, TB dan berujung pada AIDS. Saat itu berat badan hanya 35 kg. pemberian ARV
mengalami alergi hingga dirawat inap. Saat itu kesalahan yang terjadi adalah pemberian ARV
bersamaan dengan OAT sehingga tidak terpantau mana obat yang menyebabkan alergi tersebut.
hingga akhirnya CD4 sudah mencapai 113 dan sudah mengalami delusi.
Pengalaman menyedihkan yang dirasakan pak Candra ketika dirawat inap adalah banyak
perawat yang seolah jijik dengannya. Padahal saat itu kondisi penyakitnya adalah sudah lebih dari
3 bulan. Sebagai tenaga kesehatan yang sudah mempunyai ilmu sebelumnya, tentunya kita sudah
paham bahwa penularan penyakit tersebut berada pada kisaran waktu 2-3 minggu. Motivasi untuk
meningkatkan kualitas hidupnya justru dia dapatkan di lingkungan keluarga yang selalu
memotivasinya. Setelah menjalani pengobatan selama 6 bulan kondisinya mulai membaik dan
memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya. Akan tetapi berjalan 3 bulan perilaku berisikonya
muncul kembali dan mengharuskan dia untuk dirawat kembali. Akhirnya dia memutuskan untuk
melakukan rehabilitasi agar perilaku berisikonya tidak muncul kembali. Perawatan tersebut
berjalan dengan baik dan tenaga perawatnya sangat kooperatif
Hal yang dia dapatkan pada saat rehabilitasi adalah life skill, motivasi dan kepercayaan
dengan menjalankan kepatuhan pengobatan. Setelah mengikuti rehabilitasi dan pengobatan teratur
kehidupannya jadi berubah dan bersemangat kembali untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Hal
ini dibuktikan dengan menjadi konselor di RSKO Cibubur. Selain itu, pak Chandra juga menikah
dengan seorang wanita yang baik yang mau menerimanya. Pak Chandra sempat merasa takut istri
dan calon anaknya nanti tertular HIV karenanya, namun setelah 7 bulan kehamilan melakukan test
hasil keduanya adalah negative.
Pesan yang disampaikan oleh pak Candra kepada para tenaga kesehatan khususnya perawat
adalah jangan memasang stigma yang butuh terhadap B20 karena kenyataannya saat ini masih
banyak perawat yang berstigma negative padahal sedang bekerja di RSKO Cibubur. Hal ini perku
diubah karena kebutuhan pasien tidak hanya perihal obat saja tetapi komunikasi yang baik juga
diperlukan. rawatlah pasien berdasarkan hati, ilmu komunikasi yang baik, serta ilmu psikologis
yang baik karena seorang perawat merupakan garda pertama dan yang lebih banyak mengetahui
kondisi klien maupun pasiennya. Hal tersebut didasarkan karena interaksi seorang perawat kepada
klien atau pasiennya lebih banyak dan intensif dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya.
Daftar Pustaka
Schlossberg, David. (2015). Clinical infectious disease. Second edition. UK: University
Cambridge Press