DEFINISI
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang
sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat, dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
2. ETIOLOGI
A. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini yang dapat menimbulkan thrombosis otak:
Aterosklerosis
Hiperkoagulasi pada polisitemia
Arteritis (radang pada arteri)
Emboli
B. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid
atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan
hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke
dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, penggeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
C. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
Hipertensi yang parah
Henti jantung-paru
Curah jantung turun akibat aritmia
D. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
4. FATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Supali
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atu cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh
darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian
dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas teradi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau pada foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoreksia serebral. Perubahan yang
disebabkan oleh anoreksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoreksia lebih dari 10 menit. Anoreksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkin otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik
akibat penurunannya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc
maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar.
Sedangkan jika terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisme
atau malvormasi vaskuler.
2)Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subaraknoid dan perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantikrom) sewaktu hari-hari pertama.
3)CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4)MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5)USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6)EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7)Pemeriksaan Laboratorium
Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantikrom) sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
kegiatan sebagai berikut.
a.Mempertahankan saluran napas yang paten yaitu melakukan pengisapan lendir dengan
sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
b.Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
c.Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d.Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
e.Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin klien
harus diubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan dari klien.
Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulut dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
a.B1 (Breathing)
Inspeksi: klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi: bunyi napas tambahan (ronkhi) pada klien dengan peningkatan produksi
sekret, kemampuan batuk menurun pada pasien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
Pada klien Compos mentis
Inspeksi pernapasannya: tidak ada kelainan
Palpasi: palpasi torak didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Auskultasi: tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b.B2 (Blood)
Ada renjatan (syok hipovolemik), peningkatan tekanan darah dan terjadi hipertensi
masif (TD > 200 mmHg).
c.B3 (Brain)
1. Pengkajian tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2. Pengkajian fungsi serebral
a)Status Mental
Observasi penampilan , tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
b)Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c)Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang yang
mempengaruhi fungsi dari serebral.lesi pada daerah hemisfer yang dominan
pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan berbicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawabuntuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tinndakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d)Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien mengalami masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e)Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri,
mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
3. Pengkajian saraf kranial
Saraf I
Tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus
internus dan eksternus.
Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX, dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
4. Pengkajian sistem motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi Umum
Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Fasikulasi
Terjadi pada otot-otot ekstremitas.
Tonus Otot
Meningkat, berarti bahwa perawat pemeriksa mendapat kesulitan untuk
menekuk dan meluruskan lengan dan tungkai di sendi diku dan lutut.
Kekuatan Otot
Pada penilaian kekuatan otot, didapatkan tingkat 0.
Keseimbangan dan Koordinasi
Mengalami gangguan karena mengalami hemiparese dan hemiplagia.
Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat
area fokal kortikal yang peka.
5. Pengkajian refleks
a)Pemeriksaan refleks profunda
Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada
respons normal.
b)Pemeriksaan refleks patologis
Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
6. Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam areal spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
d.B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan tehnik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e.B5 (Bowel)
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut karena peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kearusakan neurologis luas.
f.B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi).
Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Jika klien kekurangan O2,
kulit akan tampak pucat, dan jika kekurangan cairan turgor kulit akan buruk (tidak
elastis). Perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Kesulitan beraktifita karena
kelemahan, kekurangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif Kesimpulan
Faktor resiko: Resiko peningkatan TIK
Pasien mengeluh nyeri kepala, pasien gelisah, pasien
muntah, Bradikardi
Pasien mengeluh nyeri saat Feses kering keras dan Perubahan eliminasi alvi
defekasi (feses keras) berbentuk. (konstipasi)
Pasien mengeluh tidak bisa Inkontinensia tidak disadari Perubahan eliminasi urin
mengontrol pengeluaran (inkontinensia urine)
urinnya.
Pasien mengatakan sulit Pelupa Koping individu inefektif
memahami tentang Lapang perhatian terbatas.
penyakitnya
2)DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko peningkatan TIK b/d meningkatnya volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, dan edema serebral.
2. Perubahan perfusi jaringan otak b/d perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular
pada ekstremitas.
5. Risiko tinggi cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, penurunan sensasi rasa (panas,
dingin).
6. Risiko gangguan integritas kulit b/d tirah baring lama.
7. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik umum.
8. Kerusakan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer
otak, kehilangan kontrol tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
9. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan kesadaran, intake nutrisi tidak
adekuat.
10. Ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan b/d kurangnya informasi, perubahan status
kognitif.
11. Perubahan persepsi sensori b/d penurunan sensori, penurunan penglihatan.
12. Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) b/d imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat..
13. Perubahan eliminasi urin (inkontinensia urine) b/d kerusakan kontrol motorik dan
postural spingter urine eksternal.
14. Koping individu inefektif b/d lapang perhatian terbatas, kesulitan dlm pemahaman,
lupa .
3)PERENCANAAN
Dx.1 Risiko peningkatan TIK b/d meningkatnya volume intrakranial, penekanan
jaringan otak, dan edema serebral.
Tujuan: tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS: 4,5,6. TTV dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
Observasi faktor penyebab dari Deteksi dini untuk memprioritaskan
situasi/keadaan individu/penyebab intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-
koma/penurunan perfusi jaringan dan tanda kegagalan untuk menentukan
kemungkinan penyebab peningkatan perawatan kegawatan atau tindakan
TIK. pembedahan.
Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam. Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral
terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik,
penurunan dari outoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi lokal
vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolik) maka
dibarengi dengan peningkatan tekanan darah
intrakranial. Adanya peningkatan tensi,
bradikardia, disritmia, dipsneu merupakan
tanda terjadinyapeningkatan TIK.
Evaluasi pupil. Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervous/saraf jika batang otak terkoyak.
Keseimbangan saraf antarasimpatis dan
parasimpatis merupakan respons reflek
nervous kranial.
Observasi temperatur dan pengaturan Panas merupakan reflek dari hipotalamus.
suhu lingkungan. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2
akan menunjang peningkatan TIK.
Pertahankan kepala/leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi dapat
yang netral, usahakan dengan sedikit menimbulkan penekanan pada vena
bantal. Hindari penggunaan bantal yang jugularis dan menghambat aliran darah otak
tinggi pada kepala. (menghambat drainase pada vena serebral),
untuk itu dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
Berikan perioede istirahat antara Tindakan yang terus menerus dapat
tindakan perawatan dan batasi lamanya meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
prosedur. komulatif
Kurasngi rangsangan ekstra dan berikan Memberikan suasana yang tenang dapat
rasa nyaman seperti masase punggung, mengurangi respons psikologis dan
lingkungan yang tenang, sentuhan yang memberikan istirahat untuk
ramah dan suasana/pembicaraan yang mempertahankan TIK yang rendah.
tidak gaduh.
Cegah/hindari terjadinya valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan
manuver intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK
Bantu pasien jika batuk, muntah Aktivitas ini dapat meningkatkan
intratorak/tekanan dalam torak dan tekanan
dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan telkanan TIK.
Observasi peningkatan istirahat dan Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
tingkah laku pada pagi hari. indikasi peningkatan TIK atau memberikan
reflek nyeri dimana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal,
nyeri yang tidak menurun dapat
meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran Dapat meningkatkan respon automatik yang
bladder, pertahankan drainase urine potensial menaikkan TIK.
secara paten jika digunakan dan juga
observasi adanya konstipasi.
Berikan penjelasan pada klien (jika Meningkatkan kerja sama dalam
sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat meningkatkan perawatan klien dan
TIK meningkat. mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan Perubahan kesadaran menunjukkan
GCS peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.
Kloborasi:
Pemberian O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebral dan
volume darah serta kenaikan TIK.
Pemberian cairan intravena sesuai Pemberian cairan mungkin diinginkan
dengan yang diindikasikan. untuk mengurangi edema serebral,
peningkatan minimum pada pembuluh
darah, tekanan darah, dan TIK.
Pemberian obat diuretik osmotik, Diuretik mungkin digunakan pada fase
contohnya manitol, furosid. akut untu mengalirkan air dari brain
cell, mengurangi edema serebral dan
TIK.
Pemberian steroid, contohnya Untuk menurunkan imflamasi (radang)
deksamethason, metil prednisolone. dan mengurangi edema jaringan.
Pemberian analgesik narkotik, Mungkin diindikasikan untuk
contohnya codein. mengurangi nyeri, dan obat ini berefek
negatif pada TIK tetapi dapat
digunakan dengan tujuan untuk
mencegah dan menurunkan sensasi
nyeri.
Pemberian sedatif, contohnya Mungkin digunakan untuk mengontrol
diazepam, benadril. kurangnya istirahat dan agitasi.
Pemberian antipiretik, contohnya Mengurangi/mengontrol hari dan pada
aseptaminophen. metabolisme serebral/oksigen yang
diinginkan.
Pemberian Antihipertensi. Digunakan pada hipertensi kronis,
karena manajemen secara berlebihan,
akan meningkatkan perluasan
kerusakan jaringan.
Pemberian periperal vasodilator Digunakan untuk meningkatkan
seperti cyclandilate, papverin, sirkulasi kolateral atau menurunkan
isoxsuprine. vasospasme.
Pemberian antibiotika seperti Digunakan pada kasus hemoragi, untuk
aminocaproic acid (amicar). mencegah lisis bekuan darah dan
perdarahan kembali.
Observasi hasil laboratorium sesuai Membantu memberikan informasi
dengan indikasi seperti protrombin, tentang efektivitas pemberian obat.
LED
Dx.2 Perubahan perfusi jaringan otak b/d perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.
Tujuan: perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejang. GCS 4,5,6,
pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali per
menit, suhu: 36-36,7ºC, pernapasan 16-20 kali per menit)
INTERVENSI RASIONAL
Berikan klien (bed rest) total dengan Perubahan tekanan pada intrakranial akan
posisi tidur terlentang tanpa bantal. dapat menyebabkan risiko untuk terjadinya
herniasi otak.
Observasi tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
dengan GCS. lanjut.
Observasi tanda-tanda vital seperti TD, Pada keadaan normal autoregulasi
nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada mempertahankan keadaan tekanan darah
hipertensi sistolik. sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebral yang dapat
dimanifestasikan dengan meningkatkan
sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan
diastolik. Sedangkan peningkatan suhu
dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Observasi input dan output. Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan
IWL dan meningkatkan risiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak sadar,
nausea yang menurunkan intake peroral.
Bantu pasien untuk membatasi muntah, Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
batuk. Anjurkan pasien untuk intrakranial dan intraabdomen.
mengeluarkan napas apabila bergerak Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
atau berbalik di tempat tidur. mengubah posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava.
Anjurkan klien untuk menggindari batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
dan mengejan berlebihan. tekanan intrakranial dan potensi terjadi
pendarahan ulang.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
batasi pengunjung meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total
dan ketenangan mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
Kolaborasi: Meminimalkan fluktuasi pada beban
Pemberian cairan perinfus dengan vaskuler dan tekanan intrakranial, retriksi
perhatian ketan. cairan dan cairan dapat menurunkan edema
serebral.
Observasi AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian osigen. dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel
dapat menyebabkan terjadinya iskhemik
serebral.
Berikan terapi sesuai instruksi dokter, Terapi yang diberikan dengan tujuan:
seperti:
Kolaborasi pemberian: Menurunkan permeabilitas kapiler,
Steroid, Menurunkan edema serebri,
Aminofel, Menurunkan metabolik cell/konsumsi dan
Antibiotika. kejang.
Dx. 5 Risiko tinggi terhadap trauma (cidera) b/d penurunan tingkat kesadaran,
penurunan sensasi rasa (panas, dingin).
Tujuan: pasien tidak mengalami cidera/trauma
Kriteria: pasien tidak mengalami cidera/trauma
INTERVENSI RASIONAL
Pantau adanya kejang/kedutan pada Mencerminkan adanya iritasi SSP secara
tangan, kaki dan mulut atau otot wajah umum yang memerlukan evaluasi segera
yang lain. dan intervensi yang mungkin untuk
mencegah komplikasi.
Berikan keamanan pada pasien dengan Menghindarkan cidera pada pasien.
memberi bantalan pada penghalang
tempat tidur, pertahankan penghalang
tempat tidur tetap terpasang.
Mempertahankan tirah baring Menurunkan risiko terjatuh.
Dx.8 Gangguan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area bicara di
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara
umum.
Tujuan: klien dapat menunjukan pengertian terhadap masalah komunikasi,mampu
mengekspresikan perasaannya,mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi,klien
mampu merespons setap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
INTERVENSI RASIONAL
Observasi tipe disfungsi, misalnya klien Membantu menentukan kerusakan area pada
tidak mengerti tentang kata-kata atau otak dan menentukan kesulitan klien dengan
masalah berbicara atau tidak mengerti sebagian atau seluruh proses komunikasi,
bahasa sendiri. klien mungkin mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata (afasia, Wernicke,
area dan kerusakan pada area Broca).
Bedakan afasia dengan disartria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai
dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik Klien dapat mengalami kehilangan
dan lengkap, beri kesempatan klien untuk kemampuan untuk memonitor ucapannya,
mengklarifikasi. komunikasinya secara tidak sadar, dengan
melengkapi dapat merealisasikan pengertian
klien dan dapat mengklarifikasi percakapan.
Katakan untuk mengikuti perintah secara Untuk menguji afasia reseptif.
sederhana seperti ”tutup matamu” dan
”lihat ke pintu”.
Instruksikan klien untuk menyebutkan Menguji afasia ekspresif, misalnya klien
nama suatu benda yang diperlihatkan. dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak
mampu menyebutkan namanya.
Perdengarkan bunyi yang sederhana Mengidentifikasi disatria komponen
seperti ”sh...cat” berbicara (lidah, gearakan bibir, kontrol
pernapasan dapat mempengaruhi artikulasi
dan mungkin tidak terjadinya afasia
ekspresif).
Instruksikan klien untuk menulis nama Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia)
atau kalimat pendek, bila tidak mampu dan defisit membaca (alexia) yang juga
untuk menulis instruksikan klien untuk merupakan bagian dari afasia reseptif dan
membaca kalimat pendek. ekspresif.
Berikan peringatan bahwa klien di ruang Untuk kenyamanan berhubungan dengan
ini mengalami gangguan berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
sediakan bel khusus bila perlu.
Pilih metode komunikasi alternatif Memberikan komunikasi dasar sesuai
misalnya menulis pada papan tulis, dengan situasi individu.
menggambar, dan mendemonstrasikan
secara visual gerakan tangan.
Antisipasi dan bantu bebutuhan klien. Membantu menurunkan frustasi karena
ketergantungan atau ketidakmampuan
berkomunikasi.
Ucapkan langsung kepada klien berbicara Mengurangi kebingungan atau kecemasan
pelan dan tenang, gunakan pertanyaan terhadap banyaknya informasi. Memajukan
dengan jawaban ’ya’ atau ’tidak’ dan stimulasi ingatan dan kata-kata.
perhatikan respons klien.
Berbicara dengan nada normal dan hindari Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak
ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu menyebabkan klien marah, dan tidak
klien untuk berespons. menyebabkan rasa frustasi.
Anjurkan pengunjung untuk Menurunkan isolasi sosial dan
berkomunikasi dengan klien misalnya menefektifkan komunikasi.
membaca surat, membicarakan keluarga.
Bicarakan topik-topik tentang keluarga, Meningkatkan pengertian percakapan dan
pekerjaan, dan hobi. kesempatan untuk mempraktikkan
keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
Perhatikan percakapan klien dan hindari Memungkinkan klien dihargai karena
berbicara secara sepihak. kemampuan intelektualnya masih baik.
Kolaborasi: konsul ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal individual dan
berbicara. sensori motorik dan fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan kebutuhan
terapi.
Dx. 9 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan kesadaran, intake
nutrisi tidak adekuat.
. Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria: Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam
rentang normal. Adanya peningkatan berat badan
INTERVENSI RASIONAL
Observasi kemampuan pasien untuk Faktor ini menentukan pemilihan terhadap
mengunyah, menelan, batuk dan jenis makanan sehingga pasien harus
mengatasi sekresi. terlindung dari aspirasi.
Timbang berat badan Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan
mengubah pemberian nutrisi.
Jaga keamanan saat memberikan makan Menurunkan resiko regurgitasi dan atau
pada pasien, seperti tinggikan kepala terjadi aspirasi.
tempat tidur selama makan atau selama
pemberian makan lewat NGT.
Kolaborasi
Konsultasi Merupakan
dengan ahli gizi sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi
tergantung pada usia, berat badan, ukuran
tubuh, keadaan penyakit sekarang.
Pantau Mengidentifika
pemeriksaan laboratorium. si defisiensi nutrisi, fungsi organ, dan
respon terhadap terapi nutrisi tersebut.
Pemilihan rute
Berikan pemberian tergantung pada kebutuhan
makan dengan cara yang sesuai, seperti dankemampuan pasien.
melalui selang NG.
INTERVENSI RASIONAL
Lihat kembali proses patologis kondisi Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena
individual. membantu dalam mengkaji/mengantisipasi
defisit spesifik dan perawatan.
Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Munculnya gangguan penglihatan dapat
Catat adanya penurunan lapang pandang, berdampak negatif terhadap kemampuan
perubahan ketajaman persepsi (bidang pasien untuk menerima lingkungan dan
horizontal atau vertikal), adanya diplopia mempelajari kembali keterampilan motorik
(pandangan ganda). dan meningkatkan risiko terjadinya cedera.
Dekati pasien dari daerah penglihatan Pemberian pengenalan terhadap adanya
yang normal. Biarkan lampu menyala, orang/benda dapat membantu masalah
letakkan benda dalam jangkauan lapang persepsi; mencegah pasien dari terkejut.
penglihatan yang normal. Tutup mata Penutupan mata mungkin dapat menurunkan
yang sakit jika perlu. kebingungan karena adanya pandangan
ganda.
Ciptakan lingkungan yang sederhana, Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi
pindahkan perabot yang membahayakan. penglihatan yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan terhadap
interpretasi lingkungan; menurunkan resiko
terhadap terjadinya kecelakaan.
Observasi kesadaran sensorik, seperti Penurunan kesadaranterhadap sensorik
membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, dankerusakan perasaan kinetik berpengaruh
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian. buruk terhadap keseimbangan/ posisi tubuh
dan kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu ambulasi, meningkatkan risiko
terjadinya trauma.
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, Membantu melatih kembali jaras sensorik
meraba. Biarkan pasien menyentuh untuk mengintegrasikan persepsi dan
dinding/batas-batas yang lainnya. interpretasi stimulasi. Membantu pasien
untuk mengorientasikan bagian dirinya dan
kekuatan penggunaan dari daerah yang
terpengaruh.
Lindungi pasien dari suhu yang Meningkatkan keamanan pasienyang
berlebihan, kaji adanya lingkungan yang menurunkan risiko terjadinya trauma.
membahayakan. Rekomendasikan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan
tangan yang normal.
Hilangkan kebisingan/swtimulasi Menurunkan ansietas dan respons emosi
eksternal yang berlebihan sesuai yang berlebihan/kebingungan yang
kebutuhan. berhubungan dengan sensori berlebihan.
Bicara dengan tenang, perlahan, dengan Pasien mungkin mengalami keterbatasan
menggunakan kalimat yang pendek. dalam rentang perhatian atau masalah
Pertahankan kontak mata. pemahaman. Tindakan ini dapat membantu
pasien dalam berkomunikasi.
Dx. 12 Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) b/d imobilisasi, asupan cairan yang
tidak adekuat
Tujuan: eliminasi alvi pasien tidak mengalami masalah
Kriteria: membuat kembali pola yang normal dari fungsi usus, mengeluarkan feses
lunak/konsistensi agak berbentuk tanpa mengejan.
INTERVENSI RASIONAL
Catat adanya distensi abdomen dan Distensi, dan hilangnya peristaltik usus
auskultasi peristaltik usus. merupakan tanda bahwa fungsi defekasi
hilang yang kemungkinan berhubungan
dengan kehilangan persarafan parasimpatik
usus besar.
Gunakan bedpan ukuran kecil sampai Meningkatkan rasa nyaman dan
pasien mampu untuk defekasi turun dari menurunkanketeganganpada otot.
tempat tidur (ke toilet)
Berikan privasi Meningkatkan kenyamanan secara
psikologis
Anjurkan untuk melakukan Menstimulasi peristaltik yang memfasilitasi
pergerakan/ambulasi sesuai kemampuan kemungkinan terbentukanya flatus.
Kolaborasi:
Mulai untuk meningkatkan Makanan padat akan dimulai
diet sesuai toleransi pasien. pemberiannya sampai peristaltik kembali
timbul/sampai ada flatus dan adanya
kemungkinan bahaya ileus paralitik dapat
dipastikan tidak ada.
Berikan selang rektal, Mungkin perlu untuk
supositoria, dan enema jika diperlukan. menghilangkan distensi abdomen,
meningkatkan kebiasaan defekasi yang
Berikan obat laksatif, normal.
pelembek feses sesuai kebutuhan. Melembekkan feses,
meningkatkan fungsi defekasi sesuai
kebiasaan, menurunkan ketegangan.
Dx. 14 Koping individu inefektif b/d lapang perhatian terbatas, kesulitan dlm
pemahaman, lupa
Tujuan : keinefektifan koping pasien teratasi.
Kriteria : - mengidentifikasi perilaku koping yang takefektif dan akibatnya.
- mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang dimiliki.
INTERVENSI RASIONAL
Dekati pasien dengan ramah dan penuh Menemukan kebutuhan psikologis yang
perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan akan meningkatkan harga diri dan
yang dapat diajarkan. meningkatkan kesempatan untuk belajar
cara-cara baru dalam mengatasi keadaan.
Berikan informasi mengenai penyebab Pemahaman terhadap informasi ini dapat
stroke, penanganan, dan hasil yang membantu klien dalam menentukan pilihan,
diharapkan. belajar mengatasi masalah, dan
mendapatkan satu sensasi dari pengendalian
atas keadaan yang meningkatkan harga diri.
Kolaborasi:
Rujuk untuk melakukan konseling dan Mungkin membutuhkan bantuan tambahan
terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan dalam penyelesaian masalah yang
sikap asertif. berhubungan yang mempengaruhi kemajuan
ke arah kesejahteraan.
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-8. Jakarta: EGC.
Doenges, M.E.,M.F. Moorhouse, dan A.C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi
ke-3. Jakarta: EGC.
Hinchliff, sue. 1999. Kamus Keperawatan. Edisi ke-17. Jakarta: EGC.
Lumbantobing. 2007. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Santoso, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika.
Smeltzer, Suzanne C. Dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi ke-8. Jakarta: EGC.
www.google.com
www.yahoo.com
KMB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN STROKE
OLEH: