Anda di halaman 1dari 39

1.

DEFINISI
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang
sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut WHO stroke adalah tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat
berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat, dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.

2. ETIOLOGI
A. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini yang dapat menimbulkan thrombosis otak:
 Aterosklerosis
 Hiperkoagulasi pada polisitemia
 Arteritis (radang pada arteri)
 Emboli

B. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subaraknoid
atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan
hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke
dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, penggeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.

C. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
 Hipertensi yang parah
 Henti jantung-paru
 Curah jantung turun akibat aritmia

D. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
 Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
 Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

Faktor Resiko Stroke:


Beberapa faktor penyebab stroke antara lain:
1Hipertensi, merupakan faktor resiko utama
2Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebral berasal dari jantung
3Kolesterol tinggi
4Obesitas
5Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
6Diabetes, terkait dengan aterosklerosis terakselerasi
7Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar esterogen
tinggi).
8Merokok
9Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10Konsumsi alkohol
3. KLASIFIKASI STROKE
1) Stroke hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua , yaitu:
a.Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk masa yang menekan
jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons, dan serebelum.
b.Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat diluar parenkin otak. Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguanhemi sensorik,
afasia, dan lain-lain).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul
nyeri kepala hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan sunaraknoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain).
2) Stroke nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

4. FATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Supali
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atu cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh
darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian
dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas teradi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau pada foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoreksia serebral. Perubahan yang
disebabkan oleh anoreksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoreksia lebih dari 10 menit. Anoreksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkin otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik
akibat penurunannya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc
maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar.
Sedangkan jika terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisme
atau malvormasi vaskuler.
2)Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan
adanya hemoragi pada subaraknoid dan perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantikrom) sewaktu hari-hari pertama.
3)CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4)MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5)USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6)EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7)Pemeriksaan Laboratorium
Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantikrom) sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali.
Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
kegiatan sebagai berikut.
a.Mempertahankan saluran napas yang paten yaitu melakukan pengisapan lendir dengan
sering dan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
b.Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
c.Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d.Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
e.Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin klien
harus diubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

PENATALAKSANAAN JENIS DAN MAKNA KLINIS


Pengobatan Konservatif 1 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intra arterial.
3 Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus
dan embolisasi. Antiagregasi trombosis seperto aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4 Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral.
1 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
2 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA.
3 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma.
8. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE (CVA)
1)PENGKAJIAN
Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian obat-obat yang sering digunakan klien , seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan obat kontrasepsi oral. Pengkaqjian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis pasien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.

Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan dari klien.
Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara
yaitu sulut dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, dan denyut nadi bervariasi.
a.B1 (Breathing)
Inspeksi: klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi: bunyi napas tambahan (ronkhi) pada klien dengan peningkatan produksi
sekret, kemampuan batuk menurun pada pasien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma.
Pada klien Compos mentis
Inspeksi pernapasannya: tidak ada kelainan
Palpasi: palpasi torak didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Auskultasi: tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b.B2 (Blood)
Ada renjatan (syok hipovolemik), peningkatan tekanan darah dan terjadi hipertensi
masif (TD > 200 mmHg).
c.B3 (Brain)
1. Pengkajian tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien stroke biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2. Pengkajian fungsi serebral
a)Status Mental
Observasi penampilan , tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
b)Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c)Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang yang
mempengaruhi fungsi dari serebral.lesi pada daerah hemisfer yang dominan
pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti,
tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan berbicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawabuntuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tinndakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d)Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien mengalami masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil,
bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e)Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri,
mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
3. Pengkajian saraf kranial
Saraf I
Tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI
Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus
internus dan eksternus.
Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX, dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
4. Pengkajian sistem motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi Umum
Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Fasikulasi
Terjadi pada otot-otot ekstremitas.
Tonus Otot
Meningkat, berarti bahwa perawat pemeriksa mendapat kesulitan untuk
menekuk dan meluruskan lengan dan tungkai di sendi diku dan lutut.
Kekuatan Otot
Pada penilaian kekuatan otot, didapatkan tingkat 0.
Keseimbangan dan Koordinasi
Mengalami gangguan karena mengalami hemiparese dan hemiplagia.
Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat
area fokal kortikal yang peka.
5. Pengkajian refleks
a)Pemeriksaan refleks profunda
Pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada
respons normal.
b)Pemeriksaan refleks patologis
Pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
6. Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam areal spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
d.B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan tehnik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e.B5 (Bowel)
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut karena peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kearusakan neurologis luas.
f.B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi).
Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Jika klien kekurangan O2,
kulit akan tampak pucat, dan jika kekurangan cairan turgor kulit akan buruk (tidak
elastis). Perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Kesulitan beraktifita karena
kelemahan, kekurangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif Kesimpulan
Faktor resiko: Resiko peningkatan TIK
Pasien mengeluh nyeri kepala, pasien gelisah, pasien
muntah, Bradikardi

Pasien mengeluh nyeri Pasien gelisah Perubahan perfusi jaringan


kepala Kejang otak
Takipneu
Suhu <36,5 °C
Takikardi
Pasien merasa ada ada Terdengar suara ronki Ketidakefektifan bersihan
sumbatan di tenggorokan. Takipneu jalan napas
Pasien mengatakan tidak Lumpuh separo badan Kerusakan mobilitas fisik
bisa menggerakkan kanan/kiri
ekstremitasnya.
Pasien mengatakan sulit
berjalan
Faktor resiko: Risiko tinggi cedera
Penurunan tingkat kesadaran (koma)
Faktor resiko: Risiko gangguan integritas
Tirah baring lama (koma) kulit
Kesadaran pasien menurun Kulit pasien kotor Defisit perawatan diri
(koma)
Pasien mengatakan sulit Bicara pelo Kerusakan komunikasi
berbicara/berkata-kata. Sulit berbahasa verbal
Bicara tidak lancar
Penurunan tingkat Pemenuhan asupan nutrisi perubahan nutrisi kurang
kesadaran (koma) oral tidak terpenuhi (pasien dari kebutuhan
koma)
Pasien mengatakan tidak Pasien menolak intervensi Ketidakpatuhan terhadap
mau melakukan intervensi yang diberikan penatalaksanaan
yang diberikan.
Penurunan tingkat Kesadaran klien menurun Perubahan persepsi- sensori
kesadaran (koma). (koma).
Penurunan/kehilangan
sensori.

Pasien mengeluh nyeri saat Feses kering keras dan Perubahan eliminasi alvi
defekasi (feses keras) berbentuk. (konstipasi)
Pasien mengeluh tidak bisa Inkontinensia tidak disadari Perubahan eliminasi urin
mengontrol pengeluaran (inkontinensia urine)
urinnya.
Pasien mengatakan sulit Pelupa Koping individu inefektif
memahami tentang Lapang perhatian terbatas.
penyakitnya

2)DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko peningkatan TIK b/d meningkatnya volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, dan edema serebral.
2. Perubahan perfusi jaringan otak b/d perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular
pada ekstremitas.
5. Risiko tinggi cedera b/d penurunan tingkat kesadaran, penurunan sensasi rasa (panas,
dingin).
6. Risiko gangguan integritas kulit b/d tirah baring lama.
7. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik umum.
8. Kerusakan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area bicara di hemisfer
otak, kehilangan kontrol tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara umum.
9. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan kesadaran, intake nutrisi tidak
adekuat.
10. Ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan b/d kurangnya informasi, perubahan status
kognitif.
11. Perubahan persepsi sensori b/d penurunan sensori, penurunan penglihatan.
12. Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) b/d imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat..
13. Perubahan eliminasi urin (inkontinensia urine) b/d kerusakan kontrol motorik dan
postural spingter urine eksternal.
14. Koping individu inefektif b/d lapang perhatian terbatas, kesulitan dlm pemahaman,
lupa .

3)PERENCANAAN
Dx.1 Risiko peningkatan TIK b/d meningkatnya volume intrakranial, penekanan
jaringan otak, dan edema serebral.
Tujuan: tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria: klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS: 4,5,6. TTV dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
Observasi faktor penyebab dari Deteksi dini untuk memprioritaskan
situasi/keadaan individu/penyebab intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-
koma/penurunan perfusi jaringan dan tanda kegagalan untuk menentukan
kemungkinan penyebab peningkatan perawatan kegawatan atau tindakan
TIK. pembedahan.
Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam. Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral
terpelihara dengan baik atau fluktuasi
ditandai dengan tekanan darah sistemik,
penurunan dari outoregulator kebanyakan
merupakan tanda penurunan difusi lokal
vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolik) maka
dibarengi dengan peningkatan tekanan darah
intrakranial. Adanya peningkatan tensi,
bradikardia, disritmia, dipsneu merupakan
tanda terjadinyapeningkatan TIK.
Evaluasi pupil. Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari
bola mata merupakan tanda dari gangguan
nervous/saraf jika batang otak terkoyak.
Keseimbangan saraf antarasimpatis dan
parasimpatis merupakan respons reflek
nervous kranial.
Observasi temperatur dan pengaturan Panas merupakan reflek dari hipotalamus.
suhu lingkungan. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2
akan menunjang peningkatan TIK.
Pertahankan kepala/leher pada posisi Perubahan kepala pada satu sisi dapat
yang netral, usahakan dengan sedikit menimbulkan penekanan pada vena
bantal. Hindari penggunaan bantal yang jugularis dan menghambat aliran darah otak
tinggi pada kepala. (menghambat drainase pada vena serebral),
untuk itu dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
Berikan perioede istirahat antara Tindakan yang terus menerus dapat
tindakan perawatan dan batasi lamanya meningkatkan TIK oleh efek rangsangan
prosedur. komulatif
Kurasngi rangsangan ekstra dan berikan Memberikan suasana yang tenang dapat
rasa nyaman seperti masase punggung, mengurangi respons psikologis dan
lingkungan yang tenang, sentuhan yang memberikan istirahat untuk
ramah dan suasana/pembicaraan yang mempertahankan TIK yang rendah.
tidak gaduh.
Cegah/hindari terjadinya valsava Mengurangi tekanan intratorakal dan
manuver intraabdominal sehingga menghindari
peningkatan TIK
Bantu pasien jika batuk, muntah Aktivitas ini dapat meningkatkan
intratorak/tekanan dalam torak dan tekanan
dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan telkanan TIK.
Observasi peningkatan istirahat dan Tingkah nonverbal ini dapat merupakan
tingkah laku pada pagi hari. indikasi peningkatan TIK atau memberikan
reflek nyeri dimana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal,
nyeri yang tidak menurun dapat
meningkatkan TIK.
Palpasi pada pembesaran/pelebaran Dapat meningkatkan respon automatik yang
bladder, pertahankan drainase urine potensial menaikkan TIK.
secara paten jika digunakan dan juga
observasi adanya konstipasi.
Berikan penjelasan pada klien (jika Meningkatkan kerja sama dalam
sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat meningkatkan perawatan klien dan
TIK meningkat. mengurangi kecemasan.
Observasi tingkat kesadaran dengan Perubahan kesadaran menunjukkan
GCS peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi dan perkembangan penyakit.
Kloborasi:
 Pemberian O2 sesuai indikasi  Mengurangi hipoksemia, dimana dapat
meningkatkan vasodilatasi serebral dan
volume darah serta kenaikan TIK.
 Pemberian cairan intravena sesuai  Pemberian cairan mungkin diinginkan
dengan yang diindikasikan. untuk mengurangi edema serebral,
peningkatan minimum pada pembuluh
darah, tekanan darah, dan TIK.
 Pemberian obat diuretik osmotik,  Diuretik mungkin digunakan pada fase
contohnya manitol, furosid. akut untu mengalirkan air dari brain
cell, mengurangi edema serebral dan
TIK.
 Pemberian steroid, contohnya  Untuk menurunkan imflamasi (radang)
deksamethason, metil prednisolone. dan mengurangi edema jaringan.
 Pemberian analgesik narkotik,  Mungkin diindikasikan untuk
contohnya codein. mengurangi nyeri, dan obat ini berefek
negatif pada TIK tetapi dapat
digunakan dengan tujuan untuk
mencegah dan menurunkan sensasi
nyeri.
 Pemberian sedatif, contohnya  Mungkin digunakan untuk mengontrol
diazepam, benadril. kurangnya istirahat dan agitasi.
 Pemberian antipiretik, contohnya  Mengurangi/mengontrol hari dan pada
aseptaminophen. metabolisme serebral/oksigen yang
diinginkan.
 Pemberian Antihipertensi.  Digunakan pada hipertensi kronis,
karena manajemen secara berlebihan,
akan meningkatkan perluasan
kerusakan jaringan.
 Pemberian periperal vasodilator  Digunakan untuk meningkatkan
seperti cyclandilate, papverin, sirkulasi kolateral atau menurunkan
isoxsuprine. vasospasme.
 Pemberian antibiotika seperti  Digunakan pada kasus hemoragi, untuk
aminocaproic acid (amicar). mencegah lisis bekuan darah dan
perdarahan kembali.
 Observasi hasil laboratorium sesuai  Membantu memberikan informasi
dengan indikasi seperti protrombin, tentang efektivitas pemberian obat.
LED

Dx.2 Perubahan perfusi jaringan otak b/d perdarahan intraserebral, oklusi otak,
vasospasme, dan edema otak.
Tujuan: perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejang. GCS 4,5,6,
pupil isokor, refleks cahaya (+), tanda-tanda vital normal (nadi: 60-100 kali per
menit, suhu: 36-36,7ºC, pernapasan 16-20 kali per menit)
INTERVENSI RASIONAL
Berikan klien (bed rest) total dengan Perubahan tekanan pada intrakranial akan
posisi tidur terlentang tanpa bantal. dapat menyebabkan risiko untuk terjadinya
herniasi otak.
Observasi tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
dengan GCS. lanjut.
Observasi tanda-tanda vital seperti TD, Pada keadaan normal autoregulasi
nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada mempertahankan keadaan tekanan darah
hipertensi sistolik. sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan menyebabkan
kerusakan vaskuler serebral yang dapat
dimanifestasikan dengan meningkatkan
sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan
diastolik. Sedangkan peningkatan suhu
dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Observasi input dan output. Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan
IWL dan meningkatkan risiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak sadar,
nausea yang menurunkan intake peroral.
Bantu pasien untuk membatasi muntah, Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
batuk. Anjurkan pasien untuk intrakranial dan intraabdomen.
mengeluarkan napas apabila bergerak Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
atau berbalik di tempat tidur. mengubah posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava.
Anjurkan klien untuk menggindari batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan
dan mengejan berlebihan. tekanan intrakranial dan potensi terjadi
pendarahan ulang.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
batasi pengunjung meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total
dan ketenangan mungkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
Kolaborasi: Meminimalkan fluktuasi pada beban
Pemberian cairan perinfus dengan vaskuler dan tekanan intrakranial, retriksi
perhatian ketan. cairan dan cairan dapat menurunkan edema
serebral.
Observasi AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian osigen. dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel
dapat menyebabkan terjadinya iskhemik
serebral.
Berikan terapi sesuai instruksi dokter, Terapi yang diberikan dengan tujuan:
seperti:
Kolaborasi pemberian: Menurunkan permeabilitas kapiler,
Steroid, Menurunkan edema serebri,
Aminofel, Menurunkan metabolik cell/konsumsi dan
Antibiotika. kejang.

Dx3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sekret, kemampuan


batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat
kesadaran.
Tujuan: klien mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar
tetap bersih dan menjaga aspirasi.
Kriteria hasil:bunyi nafas terdengar bersih. Ronki tidak terdengar. Trackeal tube bebas
sumbatan. Menunjukan batuk yang efektif. Tidak ada lagi pemupukan sekret
di saluran pernapasan. Frekuensi napas:16-20 kali/menit.
INTERVENSI RASIONAL
Observasi keadaan jalan napas Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret,sisa cairan
muskus,perdarahan,brokospasme,dan/atau
posisi dari trakeostomi/selang endotrakeal
yang berubah.
Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi Pergerakan dada yang simertis dengan suara
suara napas pada kedua paru(bilateral). napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas tidak terganggu.
Saluran napas bagian bawah tersumbat
dapat terjadi pnemonia/atalektasis akan
menimbulkan perubahan suara napas seperti
ronki atau mengi.
Lakukan pengisapan lendir jika Pengisapan lendir tidak selama dilakukan
diperlukan,batasi durasi pengisapan terus-menerus,dan durasinya pun dapat
dengan 15 detik atau lebih.gunakan dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
kateter pengisap yang sesuai,cairan Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih
fisiologis steril. dari 50% diameter jalan napas untuk
Berikan oksigen 100% sebelum mencegah hipoksia.
dilakukan pengisapan dengan Dengan membuat hiperventilasi melalui
ambubag(hiperventilasi). pemberian oksigen 100% dapat mencegah
terjadinya atelektasis dan mengurangi
terjadinya hipoksia.
Anjurkan klien menggunakan teknik Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
batuk selama pengisapan,seperti:waktu sekret dari saluran napas.
bernapas panjang,batuk kuat,bersin jika
ada indiksi.
Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2 Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
jam) segmen paru-paru,mengurangi risiko
atelektasis.
Berikan minuman hangat jika keadaan Membantu pengenceran
memungkinkan. sekret,mempermudah pengeluaran sekret.
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk Pengetahuan yang dihrapkan akan
yang efektif dan mengapa terdapat membantu mengembangkan kepatuhan
pemupukan sekret di saluran klien terhadap rencana terapeutik.
pernapasan.
Ajrkan klien tentang metode yang tepat Batuk yang tidak terkontrol adalah
pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak efektif,menyebabkan
frustrasi.
Anjurkan klien napas dalam dan Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
perlahan saat duduk setegak mungkin.
Anjurkan klien untuk makukan Pernapasan diafragma menurunkan
pernapasan diafragma. frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
Anjurkan klien menahan napas 3-5 detik Meningkatkan volume udara dalam paru
kemudian secara perlahan- mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
lahan,keluarkan sebanyak mungkin
melalui mulut.
Lakukan napas kedua, tahan,dan Pengkajian ini membantu mengevaluasi
batukkan dari dada dengan melakukan 2 keefektifan upaya batuk klien.
batuk pendek dan kuat.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah Sekrsi kental sulit untuk diencerkan dan
klien batuk. dapat menyebabkan sumbatan mukus,yang
mengarah pada atelektasis.
Ajarkan klien untuk menurunkan Untuk menghindari pengentalan dari sekret
vikositas sekresi: atau mosa pada saluran napas bagian atas.
Mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari bila tidak kontra
indikasi.
Anjurkan atau berikan perawatan mulut Higiene mulut yang baik meningkatkan rasa
yang baik setelah batuk. kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi, Mengatur ventulasi segmen paru-paru dan
seperti postural pengeluaran sekret.
drainage,perkusi/penepukan.
Kolaborasi pemberian abat-obat Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
bronkodilator sesuai indikasi,seperti karena relaksasi otot/bronchospasme.
aminophilin meta-proterenol sulfat
(alupent),adoetharine
hydrochloride(bronkosol)

Dx. 4 Kerusakan mobilitas fisik b/d hemiparese/hemiplagia, kelemahan


neuromuskular pada ekstremitas.
Tujuan: pasien dapat mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena/kompensasi.
Kriteria: pasien mempertahankan posisi optimal, mempertahankan/meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi,
mendemonstrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas,
mempertahankan integritas kulit.
INTERVENSI RASIONAL
Observasi kemampuan secara Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan
fungsional/luasnya kerusakan awal dan dapat memberikan informasi mengenai
dengan cara yang teratur. Klasifikasikan pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
melalui skala 0-4. intervensi, sebab tehnik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spesifik dengan
flaksid.
Ubah posisi minimal setiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya
(telentang, miring), dan sebagainya dan trauma/iskemi jaringan. Daerah yang
jika memungkinkan bisa lebih sering terkena mengalami perburukan/sirkulasi
jika diletakkan dalam posisi bagian yang yang lebih jelek dan menurunkan sensasi
terganggu. dan lebih besar menimbulkan kerusakan
pada kulit/dekubitus.
Tinggikan tangan dan kepala. Meningkatkan aliran balik vena dan
membantu mencegah terjadinya edema.
Bantu untuk mengembangkan Membantu dalam melatih kembali jaras
keseimbangan dudukl (seperti saraf, meningkatkan respon proprioseptik
meninggikan bagian kepala tempat tidur, dan motorik.
bantu untuk duduk di sisi tempat tidur,
biarkan pasien menggunakan kekuatan
tangan unruk menyokong berat badan
dan kaki yang kuat untuk memindahkan
kaki yang sakit; meningkatkan waktu
duduk) dan keseimbangan dalam
berdiri.
Observasi daerah yang terkena termasuk Jaringan yang mengalami edema lebih
warna, edema, atau tanda lain dari mudah mengalami trauma dan
gangguan sirkulasi. penyembuhannya lambat.
Bangunkan pasien dari kursi sesegera Membantu menstabilkan tekanan darah
mungkin setelah tanda-tanda vital stabil (tonus vasomotor terjaga), meningkatkan
kecuali pada hemoragik serebral. keseimbangan ekstremitas dalam posisi
normal dan pengosongan kandung
kemih/ginjal, menurunkan risiko terjadinya
batu kandung kemih dan infeksi karena
urine yang statis.
Anjurkan pasien untuk membantu Dapat berespon dengan baik jika daerah
pergerakan dan latihan dengan yang sakit tidak menjadi lebih terganggu
menggunakan ekstremitas yang tidak dan memerlukan dorongan serta latihan
sakit untuk menyokong/menggerakkan aktif untuk ”menyatukan kembali” sebagai
daerah tubuh yang mengalami bagian dari tubuhnya sendiri.
kelemahan.
Kolaborasi:
 Berikan  Meningkatkan
tempat tidur dengan atras bulat, distribusi merata berat badan yang
tempat tidur air, alat flotasi, atau menurunkan tekanan pada tulang-tulang
tempat tidur khusus (seperti tempat tertentu dan membantu untuk mencegah
tidur kinetik) sesuai indikasi. kerusakan kulit/terbentuknya dekubitus.
Tempat tidur khusus membantu dengan
letak pasien obesitas (kegemukan),
meningkatkan sirkulasi dan menurunkan
terjadinya vena statis untuk menurunkan
risiko terhadap cedera pada jaringan dan
komplikasi seperti pneumonia ortostatik.
 Program yang
 Konsultasi khusus dapat dikembangkan untuk
kan dengan ahli fisioterapi secara menemukan kebutuhan yang
aktif, latihan resistif, dan ambulasi berarti/menjaga kekurangan tersebut
pasien. dalam keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.
 Dapat
 Bantulah membantu memulihkan kekuatan otot
dengan stimulasi elektrik, seperti danmeningkatkan kontrol otot volunter.
TENS sesuai indikasi.  Mungkin
diperlukan untuk menghilangkan
 Berikan spastisitas pada ekstremitas yang
obat relaksan otot, antispasmodik terganggu.
sesuai indikasi, seperti baklofen,
dantrolen.

Dx. 5 Risiko tinggi terhadap trauma (cidera) b/d penurunan tingkat kesadaran,
penurunan sensasi rasa (panas, dingin).
Tujuan: pasien tidak mengalami cidera/trauma
Kriteria: pasien tidak mengalami cidera/trauma
INTERVENSI RASIONAL
Pantau adanya kejang/kedutan pada Mencerminkan adanya iritasi SSP secara
tangan, kaki dan mulut atau otot wajah umum yang memerlukan evaluasi segera
yang lain. dan intervensi yang mungkin untuk
mencegah komplikasi.
Berikan keamanan pada pasien dengan Menghindarkan cidera pada pasien.
memberi bantalan pada penghalang
tempat tidur, pertahankan penghalang
tempat tidur tetap terpasang.
Mempertahankan tirah baring Menurunkan risiko terjatuh.

Dx.6 Risiko gangguan integritas kulit b/d tirah baring lama.


Tujuan: klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria: klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan
cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan untuk melakukan latihan Meningkatkan aliran darak ke semua
ROM (range of motion) dan mobilisasi daerah.
jika mungkin.
Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah.
Gunakan bantal air atau pengganjal Menghindari tekanan yang berlebih di
yang lunak di bawah daerah-daerah daerah yang menonjol.
yang menonjol.
Lakukan masase pada daerah yang Menghindari kerusakan kapiler.
menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu merubah posisi.
Observasi terhadap eritema dan Hangat dan pelunakan adaah tanda
kepucatan dan palpasi area sekitar kerusakan jaringan.
terhadap kehangatan dan pelunakan
jariangan tiap mengubah posisi.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal Mempertahankan keutuhan kulit.
mungkin hindari trauma, atau panas
terhadap kulit.

Dx.7 Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik umum.


Tujuan: terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.
Kriteria: klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan,mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
INTERVENSI RASIONAL
Observasi kemampuan dan tingkat Membantu dalam antisipasi dan
kekurangan dalam skala 0-4 untuk merencanakan pertemuan kebutuhan
melakukan ADL. individual.
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan Klien dalam keadaan cemas dan tergantung
klien dan bantu bila perlu. hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi
dan harga diri klien.
Menyadarkan tingkah laku/sugesti Klien memerlukan empati, tetapi perlu
tindakan pada perlindungan mengetahui perawatan yang konsisten
kelemahan.pertahankan dukungan pola dalam menangani klien.sekaligus
pikir izinkan klien melakukan tugas,beri meningkatkan harga diri, memandirikan
umpan balik,positif untuk usahanya. klien, dan menganjurkan klien untuk terus
mencoba.
Rencanakan tindakan untuk difisit Klien akan mampu melihat dan memakan
pengelihatan seperti tempatkan makanan makanan, akan mampu melihat keluar
dan peralatan dalam suatu tempa, masuknya orang ke ruangan.
dekatkan tempat tidur ke dinding.
Tempatkan perabotan ke dinding, Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar
jauhkan dari jalan. tempat tidur dan menurunkan risiko
tertimpa perabotan.
Beri kesempatan untuk menolong diri Mengurang ketergantungan.
seperti mnggunakan kombinasi pisau
garpu, sikat dengan pegangan panjang,
ekstensi untuk bepijak pada lantai atau
ke toilet, kursi untuk mandi.
Observasi kemampuan komunikasi Ketidakmampuan berkomunikasi dengan
untuk BAK. Kemampuan menggunakan perawat dapat menimbulkan masalah
urinal, pispot. Antarkan ke kamar mandi pengosongan kandung kemih oleh karena
bila kondisi memungkinkan. masalah neurogenik.
Identifikasi kebiasaan BAB.anjurkan Meningkatkan latihan dan membantu
minum dan meningkatkan aktifitas. mencegah konstipasi.
Konsul ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangakan terapi dan
melengkapi kebutuhan khusus.

Dx.8 Gangguan komunikasi verbal b/d efek dari kerusakan pada area bicara di
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus fasial atau oral, dan kelemahan secara
umum.
Tujuan: klien dapat menunjukan pengertian terhadap masalah komunikasi,mampu
mengekspresikan perasaannya,mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria: terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi,klien
mampu merespons setap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
INTERVENSI RASIONAL
Observasi tipe disfungsi, misalnya klien Membantu menentukan kerusakan area pada
tidak mengerti tentang kata-kata atau otak dan menentukan kesulitan klien dengan
masalah berbicara atau tidak mengerti sebagian atau seluruh proses komunikasi,
bahasa sendiri. klien mungkin mempunyai masalah dalam
mengartikan kata-kata (afasia, Wernicke,
area dan kerusakan pada area Broca).
Bedakan afasia dengan disartria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai
dengan tipe gangguan.
Lakukan metode percakapan yang baik Klien dapat mengalami kehilangan
dan lengkap, beri kesempatan klien untuk kemampuan untuk memonitor ucapannya,
mengklarifikasi. komunikasinya secara tidak sadar, dengan
melengkapi dapat merealisasikan pengertian
klien dan dapat mengklarifikasi percakapan.
Katakan untuk mengikuti perintah secara Untuk menguji afasia reseptif.
sederhana seperti ”tutup matamu” dan
”lihat ke pintu”.
Instruksikan klien untuk menyebutkan Menguji afasia ekspresif, misalnya klien
nama suatu benda yang diperlihatkan. dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak
mampu menyebutkan namanya.
Perdengarkan bunyi yang sederhana Mengidentifikasi disatria komponen
seperti ”sh...cat” berbicara (lidah, gearakan bibir, kontrol
pernapasan dapat mempengaruhi artikulasi
dan mungkin tidak terjadinya afasia
ekspresif).
Instruksikan klien untuk menulis nama Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia)
atau kalimat pendek, bila tidak mampu dan defisit membaca (alexia) yang juga
untuk menulis instruksikan klien untuk merupakan bagian dari afasia reseptif dan
membaca kalimat pendek. ekspresif.
Berikan peringatan bahwa klien di ruang Untuk kenyamanan berhubungan dengan
ini mengalami gangguan berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
sediakan bel khusus bila perlu.
Pilih metode komunikasi alternatif Memberikan komunikasi dasar sesuai
misalnya menulis pada papan tulis, dengan situasi individu.
menggambar, dan mendemonstrasikan
secara visual gerakan tangan.
Antisipasi dan bantu bebutuhan klien. Membantu menurunkan frustasi karena
ketergantungan atau ketidakmampuan
berkomunikasi.
Ucapkan langsung kepada klien berbicara Mengurangi kebingungan atau kecemasan
pelan dan tenang, gunakan pertanyaan terhadap banyaknya informasi. Memajukan
dengan jawaban ’ya’ atau ’tidak’ dan stimulasi ingatan dan kata-kata.
perhatikan respons klien.
Berbicara dengan nada normal dan hindari Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak
ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu menyebabkan klien marah, dan tidak
klien untuk berespons. menyebabkan rasa frustasi.
Anjurkan pengunjung untuk Menurunkan isolasi sosial dan
berkomunikasi dengan klien misalnya menefektifkan komunikasi.
membaca surat, membicarakan keluarga.
Bicarakan topik-topik tentang keluarga, Meningkatkan pengertian percakapan dan
pekerjaan, dan hobi. kesempatan untuk mempraktikkan
keterampilan praktis dalam berkomunikasi.
Perhatikan percakapan klien dan hindari Memungkinkan klien dihargai karena
berbicara secara sepihak. kemampuan intelektualnya masih baik.
Kolaborasi: konsul ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal individual dan
berbicara. sensori motorik dan fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan kebutuhan
terapi.

Dx. 9 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan kesadaran, intake
nutrisi tidak adekuat.
. Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria: Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam
rentang normal. Adanya peningkatan berat badan
INTERVENSI RASIONAL
Observasi kemampuan pasien untuk Faktor ini menentukan pemilihan terhadap
mengunyah, menelan, batuk dan jenis makanan sehingga pasien harus
mengatasi sekresi. terlindung dari aspirasi.
Timbang berat badan Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan
mengubah pemberian nutrisi.
Jaga keamanan saat memberikan makan Menurunkan resiko regurgitasi dan atau
pada pasien, seperti tinggikan kepala terjadi aspirasi.
tempat tidur selama makan atau selama
pemberian makan lewat NGT.
Kolaborasi
 Konsultasi  Merupakan
dengan ahli gizi sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi
tergantung pada usia, berat badan, ukuran
tubuh, keadaan penyakit sekarang.
 Pantau  Mengidentifika
pemeriksaan laboratorium. si defisiensi nutrisi, fungsi organ, dan
respon terhadap terapi nutrisi tersebut.
 Pemilihan rute
 Berikan pemberian tergantung pada kebutuhan
makan dengan cara yang sesuai, seperti dankemampuan pasien.
melalui selang NG.

Dx. 10 Ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan b/d kurangnya informasi,


perubahan status kognitif.
Tujuan: pasien patuh terhadap penatalaksanaan/ mau melakukan intervensi yang
diberikan.
Kriteria: pasien berpartisipasi dalam membuat tujuan dan rencana pengobatan, membuat
pilihan pada tingkat kesiapan berdasarkan informasi yang akurat.
INTERVENSI RASIONAL
Yakinkan persepsi/pemahaman Memberikan kesadaran bagaimana pasien
pasien/orang terdekat terhadap situasi dan memandang penyakitnya sendiri dan
konsekuensi perilaku. program pengobatan dan membantu dalam
memahami masalah pasien.
Tentukan sistem nilai (keyakinan perawat Program terapi mungkin tidak sesuai dengan
kesehatan dan nilai budaya) pola hidup sosial/budaya, dan rasa tanggung
jawab/peran pasien.
Dengarkan/mendengar dengan aktif pada Menyampaikan pesan masalah, keyakinan
keluha/pernyataan pasien. pada kemampuan individu dan mengatasi
situasi dalam cara positif.
Identifikasi perilaku yang Dapat memberikan informasi tentang alasan
mengindikasikan kegagalan untuk kurangnya kerja sama dan memperjelas area
mengikuti program pengobatan. yang memerlukan pemecahan masalah.
Observasi tingkat ansietas, kemampuan Tingkat ansietas berat mempengaruhi
kontrol, perasaan tak berdaya. kemampuan pasien mengatasi situasi.
Meskipunpasien secara internal termotivasi
(rasa kontrol internal), pasien cenderung
menjadi pasif/tergantung pada penyakit
berat, jangka panjang.
Buat tujuan bertahap dengan pasien: Bila pasientelah berpartisipasi dalam
modifikasi program sesuai menyusun tujuan, rasa menguntungkan
keperluan/kemungkinan. mendorong kaerjasama dan minat untuk
menyatu dengan/bekerja dengan program
seperti yang dibuat.
Buat sistem pengawasan diri, contoh TD, Memberikan rasa kontrol, memampukan
Penimbanga; memberikan salinan laporan pasien untuk mengikuti kemajuan sendiri
laboratorium. dan membuat pilihan informasi.
Berikan umpan balik positif untuk Meningkatkan harga diri, mendorong
upaya/keterliubatab dalam terapi. partisipasi dalam program selanjutnya.

Dx. 11 Perubahan persepsi-sensori b/d penurunan sensori, penurunan penglihatan.


Tujuan: pasien dapat mempertahankan tingkat kesadarannya.
Kriteria: mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual, mengakui perubahan
dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual, mendemonstrasikan
perilaku untuk mengkompensasi terhadap defisit/hasil.

INTERVENSI RASIONAL
Lihat kembali proses patologis kondisi Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena
individual. membantu dalam mengkaji/mengantisipasi
defisit spesifik dan perawatan.
Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Munculnya gangguan penglihatan dapat
Catat adanya penurunan lapang pandang, berdampak negatif terhadap kemampuan
perubahan ketajaman persepsi (bidang pasien untuk menerima lingkungan dan
horizontal atau vertikal), adanya diplopia mempelajari kembali keterampilan motorik
(pandangan ganda). dan meningkatkan risiko terjadinya cedera.
Dekati pasien dari daerah penglihatan Pemberian pengenalan terhadap adanya
yang normal. Biarkan lampu menyala, orang/benda dapat membantu masalah
letakkan benda dalam jangkauan lapang persepsi; mencegah pasien dari terkejut.
penglihatan yang normal. Tutup mata Penutupan mata mungkin dapat menurunkan
yang sakit jika perlu. kebingungan karena adanya pandangan
ganda.
Ciptakan lingkungan yang sederhana, Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi
pindahkan perabot yang membahayakan. penglihatan yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan terhadap
interpretasi lingkungan; menurunkan resiko
terhadap terjadinya kecelakaan.
Observasi kesadaran sensorik, seperti Penurunan kesadaranterhadap sensorik
membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, dankerusakan perasaan kinetik berpengaruh
posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian. buruk terhadap keseimbangan/ posisi tubuh
dan kesesuaian dari gerakan yang
mengganggu ambulasi, meningkatkan risiko
terjadinya trauma.
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, Membantu melatih kembali jaras sensorik
meraba. Biarkan pasien menyentuh untuk mengintegrasikan persepsi dan
dinding/batas-batas yang lainnya. interpretasi stimulasi. Membantu pasien
untuk mengorientasikan bagian dirinya dan
kekuatan penggunaan dari daerah yang
terpengaruh.
Lindungi pasien dari suhu yang Meningkatkan keamanan pasienyang
berlebihan, kaji adanya lingkungan yang menurunkan risiko terjadinya trauma.
membahayakan. Rekomendasikan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan
tangan yang normal.
Hilangkan kebisingan/swtimulasi Menurunkan ansietas dan respons emosi
eksternal yang berlebihan sesuai yang berlebihan/kebingungan yang
kebutuhan. berhubungan dengan sensori berlebihan.
Bicara dengan tenang, perlahan, dengan Pasien mungkin mengalami keterbatasan
menggunakan kalimat yang pendek. dalam rentang perhatian atau masalah
Pertahankan kontak mata. pemahaman. Tindakan ini dapat membantu
pasien dalam berkomunikasi.

Dx. 12 Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) b/d imobilisasi, asupan cairan yang
tidak adekuat
Tujuan: eliminasi alvi pasien tidak mengalami masalah
Kriteria: membuat kembali pola yang normal dari fungsi usus, mengeluarkan feses
lunak/konsistensi agak berbentuk tanpa mengejan.
INTERVENSI RASIONAL
Catat adanya distensi abdomen dan Distensi, dan hilangnya peristaltik usus
auskultasi peristaltik usus. merupakan tanda bahwa fungsi defekasi
hilang yang kemungkinan berhubungan
dengan kehilangan persarafan parasimpatik
usus besar.
Gunakan bedpan ukuran kecil sampai Meningkatkan rasa nyaman dan
pasien mampu untuk defekasi turun dari menurunkanketeganganpada otot.
tempat tidur (ke toilet)
Berikan privasi Meningkatkan kenyamanan secara
psikologis
Anjurkan untuk melakukan Menstimulasi peristaltik yang memfasilitasi
pergerakan/ambulasi sesuai kemampuan kemungkinan terbentukanya flatus.
Kolaborasi:
 Mulai untuk meningkatkan  Makanan padat akan dimulai
diet sesuai toleransi pasien. pemberiannya sampai peristaltik kembali
timbul/sampai ada flatus dan adanya
kemungkinan bahaya ileus paralitik dapat
dipastikan tidak ada.
 Berikan selang rektal,  Mungkin perlu untuk
supositoria, dan enema jika diperlukan. menghilangkan distensi abdomen,
meningkatkan kebiasaan defekasi yang
 Berikan obat laksatif, normal.
pelembek feses sesuai kebutuhan.  Melembekkan feses,
meningkatkan fungsi defekasi sesuai
kebiasaan, menurunkan ketegangan.

Dx. 13 Perubahan eliminasi urin (inkontinensia urin) b/d kerusakan kontrol


motorik dan postural spingter urine eksternal
Tujuan: eliminasi urin pasien tidak terganggu.
Kriteria: menunjukkan perilaku yang mneningkatkan kontrol kandung kemih/urinaria.
INTERVENSI RASIONAL
Bantu pasien memilih posisi normal untuk Mendorong pasase urin dan meningkatkan
berkemih, contoh berdiri, berjalan ke rasa normalitas.
kamar mandi.
Berikan pemasukan cairan 3000 ml sesuai Mempertahankan hidrasi adekuat dan
toleransi. Batasi cairan pada malam hari. perfusi ginjal untuk aliran urin. Penjadwalan
masukan cairan menurunkan kebutuhan
berkemih/gangguan tidur selama malam
hari.
Instruksikan pasien untuk latihan perineal, Membantu meningkatkan kontrol kandung
contoh mengencangkan bokong, kemih/sfingter urin, meminimalkan
menghentikan dan memulai aliran urin. inkontinensia.

Dx. 14 Koping individu inefektif b/d lapang perhatian terbatas, kesulitan dlm
pemahaman, lupa
Tujuan : keinefektifan koping pasien teratasi.
Kriteria : - mengidentifikasi perilaku koping yang takefektif dan akibatnya.
- mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang dimiliki.
INTERVENSI RASIONAL
Dekati pasien dengan ramah dan penuh Menemukan kebutuhan psikologis yang
perhatian. Ambil keuntungan dari kegiatan akan meningkatkan harga diri dan
yang dapat diajarkan. meningkatkan kesempatan untuk belajar
cara-cara baru dalam mengatasi keadaan.
Berikan informasi mengenai penyebab Pemahaman terhadap informasi ini dapat
stroke, penanganan, dan hasil yang membantu klien dalam menentukan pilihan,
diharapkan. belajar mengatasi masalah, dan
mendapatkan satu sensasi dari pengendalian
atas keadaan yang meningkatkan harga diri.
Kolaborasi:
Rujuk untuk melakukan konseling dan Mungkin membutuhkan bantuan tambahan
terapi keluarga atau kelas tempat pelatihan dalam penyelesaian masalah yang
sikap asertif. berhubungan yang mempengaruhi kemajuan
ke arah kesejahteraan.

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-8. Jakarta: EGC.
Doenges, M.E.,M.F. Moorhouse, dan A.C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi
ke-3. Jakarta: EGC.
Hinchliff, sue. 1999. Kamus Keperawatan. Edisi ke-17. Jakarta: EGC.
Lumbantobing. 2007. Stroke Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Santoso, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika.
Smeltzer, Suzanne C. Dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi ke-8. Jakarta: EGC.
www.google.com
www.yahoo.com

KMB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN STROKE
OLEH:

1. ARTHA SANJAYA (07C10093)


2. YULIANTHI (07C10136)

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN TINGKAT III SEMESTER VI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI DENPASAR


2010

Anda mungkin juga menyukai