Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Menstruasi adalah pengeluaran darah secara periodic, cairan jaringan dan


debris sel-sel endometrium dari uterus dalam jumlah bervariasi.1 Menstruasi
merupakan interaksi kompleks yang melibatkan sistem hormon dan organ tubuh,
yaitu hipotalamus, hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor lain diluar organ
reproduksi.2
Gangguan haid atau disebut juga perdarahan uterus abnormal merupakan
keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat. Gangguan
ini dapat berupa gangguan lama dan jumlah darah haid, gangguan siklus haid,
gangguan perdarahan diluar siklus haid, serta gangguan lain yang berhubungan
dengan haid.2
Gangguan haid umunya terjadi pada pada awal dan akhir masa reproduktif,
yaitu dibawah usia 19 tahun dan diatas usia 39.1 Data di beberapa negara industri
menunjukkan seperempat penduduk perempuan pernah mengalami menoragia,
21% mengeluh siklus haid memendek, serta 17% mengalami perdarahan antar
haid.2 Menurut data WHO, 18 juta wanita berusia 30-55 tahun mengalami
menstruasi berlebih. Sebuah penelitian menunjukkan hasil tingginya prevalensi
dismenorea yaitu sebesar 73% dan ketidakteraturan menstruasi sebesar 65%.3
Gangguan haid dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup remaja dan
perempuan dewasa muda, terutama pada mereka yang mengalami dismenore dan
menstruasi berlebih.3 Selain itu dapat menyebabkan masalah kesehatan yang
berakibat pada terbatasnya aktivitas sehari-hari,2 misalnya di sekolah dan tempat
kerja yang menghambat pencapaian akademik dan pekerjaan.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Menstruasi adalah pengeluaran darah secara periodik, cairan jaringan dan
debris sel-sel endometrium dari uterus dalam jumlah bervariasi.1 Haid dinilai
berdasarkan siklus haid yaitu jarak antara haid pertama dengan hari pertama haid
berikutnya, lama haid yaitu jarak antara hari pertama haid sampai perdarahan haid
berhenti, serta jumlah perdarahan haid yang keluar selama satu kali haid.4 Haid
dikatakan normal apabila siklus haid berlangsung antara 24-35 hari, lama haid 3-7
hari, dan jumlah darah selama haid tidak melebihi 80 ml (ganti pembalut 2-6 kali
per hari).1,4
Haid normal merupakan akhir suatu siklus ovulasi. Siklus ovulasi diawali
dari pertumbuhan beberapa folikel antral pada awal siklus, diikuti ovulasi dari
satu folikel dominan, yang terjadi pada pertengahan siklus. Kurang lebih 14 hari
setelah ovulasi, bila tidak terjadi pembuahan akan diikuti dengan haid. 4

II. EPIDEMIOLOGI
Gangguan haid umunya terjadi pada pada awal dan akhir masa reproduktif,
yaitu dibawah usia 19 tahun dan diatas usia 39.2 Data di beberapa negara industri
menunjukkan seperempat penduduk perempuan pernah mengalami menoragia,
21% mengeluh siklus haid memendek, serta 17% mengalami perdarahan antara
haid.2 Menurut data WHO, 18 juta wanita berusia 30-55 tahun mengalami
menstruasi berlebih. Sebuah penelitian menunjukkan hasil tingginya prevalensi
dismenorea yaitu sebesar 73% dan ketidakteraturan menstruasi sebesar 65%. 3

III. SIKLUS HAID


Hipotalamus, hipofisis, ovarium, dan uterus semuanya terlibat dalam siklus
menstruasi. Siklus menstruasi dibagi menjadi dua fase, fase folikuler dan fase
luteal, yang menggambarkan perubahan ovarium dalam siklus yang panjang, dan

2
fase proliferasi dan fase sekretori, yang menggambarkan perubahan di
endometrium dalam periode waktu yang sama.5
Selama fase folikuler, pelepasan FSH dari kelenjar pituitari menghasilkan
perkembangan folikel ovarium primer. Folikel ovarium menghasilkan estrogen,
yang menyebabkan lapisan uterus berproliferasi. Pada pertengahan siklus -kira-
kira pada hari ke-14 terjadi lonjakan LH sebagai respons terhadap lonjakan
estrogen sebelumnya, yang merangsang ovulasi, pelepasan ovum dari folikel.
Setelah ovulasi, fase luteal dimulai. Sisa-sisa folikel yang tertinggal di ovarium
berkembang ke korpus luteum. Korpus luteum ini bertanggung jawab untuk
mensekresi progesteron, yang mempertahankan lapisan endometrium sebagai
persiapan untuk menerima ovum yang dibuahi. Jika pembuahan tidak terjadi,
korpus luteum berdegenerasi dan tingkat progesterone menurun. Tanpa
progesteron, lapisan endometrium akan luruh yang disebut sebagai menstruasi.5

Gambar. Peran hormone selama siklus menstruasi

3
Gambar. Peran hormone disetiap siklus

Fase folikuler
Penurunan estrogen dan progesteron selama fase luteal pada siklus
sebelumnya menyebabkan peningkatan FSH secara bertahap. Secara bergiliran,
FSH menstimulasi pertumbuhan sekitar 5 hingga 15 folikel primordial ovarium,
kemudian memulai fase folikuler lagi. Dari folikel primordial ini, satu folikel
menjadi dominan dan berkembang dan matang sampai ovulasi. Perkembangan
folikel dominan untuk berovulasi, menghasilkan estrogen yang meningkatkan
pematangan folikel dan meningkatkan produksi reseptor FSH dan LH secara
autokrin.5
Estrogen diproduksi dalam proses dua sel dengan sel-sel theca interna yang
memproduksi androstenedion sebagai respons untuk merangsang LH dan sel
granulosa yang mengubah androstenedione menjadi estradiol ketika dirangsang
oleh FSH. LH juga naik dan merangsang sintesis androgen, yang diubah menjadi
estrogen. Karena kadar estrogen meningkat secara mekanisme umpan balik
negatif pada sekresi FSH hipofisis, folikel yang dominan dilindungi dari
penurunan FSH dengan peningkatan jumlah Reseptor FSH.5

4
Ovulasi
Menjelang akhir fase folikular, akan terjadi lonjakan kadar estrogen untuk
mencapai tingkat kritis yang memicu hipofisis anterior untuk melepaskan lonjakan
LH. Lonjakan LH memicu kembalinya meiosis dalam oosit dan menginduksi
produksi progesterone dan prostaglandin di dalam folikel. Progesteron dan
prostaglandin secara bergiliran bertanggung jawab atas pecahnya dinding folikel
dengan pelepasan ovum yang matang atau ovulasi. Ovum biasanya masuk ke tuba
fallopi dan terdorong ke rahim oleh silia yang terdapat pada tuba. Proses ini
memakan waktu 3 hingga 4 hari. Pembuahan sel telur harus terjadi dalam 24 jam
ovulasi atau akan mengalami degenerasi.5

Fase Luteal
Setelah ovulasi, fase luteal terjadi. Sel granulosa dan sel theca interna yang
melapisi dinding folikel membentuk korpus luteum di bawah stimulasi oleh LH.
Korpus luteum mensintesa estrogen dan jumlah progesteron yang signifikan, yang
menyebabkan endometrium menjadi lebih glandular dan sekretorik dalam
persiapan untuk terjadinya implantasi ovum yang dibuahi. Jika pembuahan terjadi,
trofoblas berkembang mensintesis human chorionic gonadotropin (hCG) -sebuah
glikoprotein yang sangat mirip dengan LH- yang mempertahankan korpus luteum
sehingga dapat melanjutkan produksi estrogen dan progesteron. Proses ini terus
berlanjut sampai plasenta mengembangkan fungsi sintetisnya sendiri pada usia 8
sampai 10 minggu kehamilan. Jika terjadi pembuahan seiring dengan kenaikan
kadar hCG tidak terjadi, korpus luteum akan berdegenerasi, kadar progesterone
menurun, endometrium luruh dan terjadi haid.5

Menstruasi
Endometrium mengalami perubahan siklik selama siklus menstruasi.
Selama fase folikuler, endometrium berada dalam fase proliferasi, tumbuh sebagai
respon terhadap estrogen. Selama fase luteal, endometrium memasuki fase sekresi
saat matang dan siap untuk mempengaruhi terjadinya implantasi. Jika sel telur
tidak dibuahi, korpus luteum berdegenerasi setelah sekitar 14 hari, yang

5
menyebabkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar
progesterone ini menyebabkan endometrium luruh, mulai terjadi tahap menstruasi.
Pada saat yang sama, kadar FSH mulai meningkat secara perlahan serta tidak
adanya umpan balik negatif dan fase folikuler dimulai kembali.5

Gambar. Fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal

IV. MACAM-MACAM GANGGUAN HAID


Gangguan haid dan siklusnya khusus dalam masa reproduksi dapat
digolongkan dalam: 2
A. Gangguan lama dan jumlah darah haid:
1. Menoragia (Hipermenorea)
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak
dan/atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal teratur.2
Pasien dengan menoragia kadang-kadang menggambarkan darah
membanjir atau tercurah, dan mungkin mengalami pembekuan darah
bersamaan dengan alirannya yang berlebihan.8

6
2. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit
dengan siklus menstruasi yang normal.2,8

B. Gangguan siklus haid:


1. Polimenorea
Polimenorea adalah haid dengan siklus haid yang lebih pendek dari
normal yaitu kurang dari 21 hari. Polimenorea seringkali sulit dibedakan
dengan metroragia,2 karena kelainan ini saling berjalan beriringan.6

2. Oligomenorea
Oligomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari
normal yaitu lebih dari 35 hari.2,8

7
3. Amenorea
Amenorea artinya tidak adanya menstruasi, onsetnya terbagi menjadi
primer dan sekunder, serta dapat fisiologis atau patologis. 6
Amenora primer mengacu pada kegagalan onset haid pada usia lebih
dari 16 tahun terlepas dari perkembangan tanda kelamin sekunder.
Amenorea sekunder mengacu pada kegagalan terjadinya haid selama 6
bulan atau lebih pada wanita yang pernah haid sebelumnya atau dengan
siklus haid normal tanpa adanya kehamilan dan laktasi. Amenorea
fisiologis terjadi secara alami sebelum pubertas, selama kehamilan dan
menyusui, serta setelah menopause. Sedangkan amenorea patologis terjadi
akibat faktor genetik, penyakit sistemik, kelainan endokrin, gangguan pada
sumbu hipotalamus-pituitari-ovarium-uterus, gynatresia, faktor nutrisi,
penggunaan obat-obatan, serta faktor psikologis.6,8
Amenorea adalah tidak terjadi haid pada seorang perempuan dengan
mencakup salah satu dari tiga tanda berikut: 2
a) Tidak terjadi haid sampai usia 14 tahun, disertai tidak adanya
pertumbuhan atau perkembangan tanda kelamin sekunder
b) Tidak terjadi haid sampai usia 16 tahun, disertai adanya pertumbuhan
normal dan perkembangan tanda kelamin sekunder
c) Tidak terjadi haid untuk setidaknya selama 3 bulan berturut-turut pada
perempuan yang sebelumnya pernah haid.

C. Gangguan perdarahan di luar siklus haid:


1. Metroragia
Metroragia yaitu suatu keadaan dimana jumlah perdarahan tidak teratur,
tidak bersifat siklik dan sering berlangsung lama.7 Metroragia ditandai
dengan perdarahan yang terjadi antara periode menstruasi yang teratur.
Pendarahan ini biasanya kurang dari atau sama dengan volume menstruasi
normal.8

8
D. Gangguan lain yang ber hubungan dengan haid:
1. Dismenorea
Dismenorea adalah nyeri saat haid, biasanya dengan rasa kram dan
terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi
mulai dari yang ringan sampai berat.2 Keluhan ini dapat mengganggu
aktivitas dan membutuhkan pengobatan8

2. Sindroma prahaid
Sindroma prahaid yaitu munculnya berbagai keluhan sebelum haid,
biasanya ditemukan 7-10 hari menjelang haid. Berbagai keluhan tersebut
antara lain kecemasan, lelah, susah konsentrasi, susah tidur, hilang energi,
sakit kepala, sakit perut, dan sakit pada payudara.2

V. PENYEBAB GANGGUAN HAID


1. Menoragia (Hipermenorea)
Menoragia disebabkan penyebab organik, tetapi pada kebanyakan kasus
adalah disfungsional yaitu oleh karena perubahan endokrin atau pengaturan
endometrium pada menstruasi. Penyebab organik antara lain mioma uteri
(terutama jika miomanya intramural atau submukosa dan mengubah rongga
endometrium), endometriosis interna (adenomiosis), serta polip
endometrium.7

2. Hipomenorea
Penyebabnya antara lain gangguan pada uterus pasca operasi miomektomi
dan gangguan endokrin.2 Selain itu hipomenorea juga dapat disebabkan oleh
hipoplasia uterus, tuberculosis genital, dan sindrom Asherman parsial. 6

3. Polimenorea
Kelainan ini sering terjadi pada remaja dan perempuan perimenopause.6
Penyebabnya bermacam-macam diantaranya yaitu gangguan endokrin yang
menyebabkan gangguan ovulasi, fase luteal memendek dan kongesti ovarium

9
karena peradangan.2 Ovarium sering tampak hiperemik dan mungkin
mengandung folikel haemorrhagic. Dapat juga disertai dengan
myohyperplasia rahim. Serta lapisan endometrium mungkin tampak
menebal.6

4. Oligomenorea
Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang disebabkan oleh
peningkatan hormon androgen sehingga terjadi gangguan ovulasi. Selain itu
dapat juga disebakan oleh stres fisik dan emosi, penyakit kronis, serta
gangguan nutrisi.2 Banyak wanita dengan oligomenorea mengalami obesitas,
hirsutisme, tanda kelamin sekunder yang kurang berkembang, hypoplasia
genital, dan subfungsi ovarium.6

5. Amenorea
Amenorea primer (dialami oleh 5% wanita amenore) mungkin disebabkan
oleh defek genetik seperti disgenensis gonad, yang biasanya ciri-ciri seksual
sekunder tidak berkembang. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan
duktus Muller, seperti tidak ada uterus, agenesis vagina, septum vagina
transversal, atau himen imperforata.7
Penyebab paling umum pada amenorea sekunder adalah kehamilan, tetapi
keadaan ini dapat terjadi pada masa reproduksi dengan berbagai penyebab.
Menstruasi normal tergantung pada uterus dan vagina yang normal, dan pada
umpan balik antara hormon yang dilepaskan oleh hipotalamus, hipofisis dan
dan ovarium. 7

6. Metroragia
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kondisi patologik di dalam uterus
atau organ genitalia interna.7 Penyebab utama termasuk lesi serviks (polip,
eversi, dan karsinoma) dan polip endometrium dan karsinoma.8

10
7. Dismenorea
Dismenore terbagi menjadi dismenore primer dan dismenore sekunder.
Dismenore primer berhubungan dengan siklus ovulasi dan disebabkan oleh
kontraksi myometrium sehingga terjadi iskemia akibat adanya prostaglandin.2
Sedangkan dismenore sekunder menunjukkan gejala sekunder dari beberapa
keadaan patologis yaitu endometriosis dan adenomiosis, uterine fibroids,
stenosis serviks, atau adhesi pelvis.2,8

8. Sindroma prahaid
Penyebab sindroma prahaid tidak diketahui secara pasti. Diduga hormon
estrogen, progesteron, prolaktin, dan aldosteron berperan dalam terjadinya
sindrom prahaid. Gangguan keseimbangan ini berakibat retensi cairan dan
natrium sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya keluhan sindroma
prahaid.2,6

VI. DIAGNOSIS
Pemeriksaan untuk perdarahan uterus yang abnormal anamnesis dan
pemeriksaan fisik diikuti oleh tes diagnostik untuk menentukan etiologi yang
mendasarinya. 2,8
Pada anamnesis harus mencakup waktu pendarahan, jumlah perdarahan,
riwayat menstruasi dengan menarche dan menstruasi terakhir, dan gejala terkait.
Dalam hal ini juga termasuk riwayat penyakit dalam keluarga dengan gangguan
perdarahan, khususnya jika menorrhagia muncul saat menarche. Pemeriksaan
bimanual dapat dilakukan dan dapat ditemukan massa uterus atau adneksa yang
konsisten dengan fibroid, adenomiosis, kehamilan, atau kanker.8
Pada wanita berusia 45 atau lebih tua dengan perdarahan uterus abnormal
harus menjalani biopsi endometrium untuk menyingkirkan hiperplasia
endometrium dan kanker. USG panggul dapat digunakan untuk mengidentifikasi
polip endometrium, fibroid, hiperplasia, kanker, dan massa adneksa.8
Pada pasien dengan menoragia dapat dilakukan pemeriksaan tambahan
seperti histeroskopi, biopsi endometrium, serta USG (ultrasonografi) transvaginal.

11
Dari pemeriksaan histeroskop, dapat dilihat rongga uterus dengan kelainannya
seperti polip endometrium, atau dapat dideteksi mioma submukosa. Biopsi
endometrium dilakukan dengan memasukkan kuret biopsi melalui serviks uteri
untuk mendapatkan sample representative dari endometrium. Pemeriksaan dengan
ultrasonografi transvaginal dapat mendeteksi adanya mioma submukosa dan dapat
mengukur luasnya endometrium. 7
Pada semua pasien dengan amenorea primer, penting untuk mengetahui
kadar serum hormon FSH, estradiol, dan prolaktin. Kadar FSH dapat menentukan
penyebab amenorea apakah kelainan pada sistem saraf pusat atau kelainan pada
gonad.6
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan amenore sekunder
terutama adalah pemeriksaan β-hcG dalam urin untuk memastikan adanya
kehamilan. Jika negative maka pemeriksaan yang dilakukan yaitu pemeriksaan
kadar TSH dan prolaktin untuk menyingkirkan hipotiroidisme dan
hiperprolaktinemia, dimana keduanya dapat menyebabkan amenore. 8
Untuk mendiagnosis dismenore primer berdasarkan pada anamnesis dan
tidak adanya penyebab organik. Dismenore primer sering salah terdiagnosis
dengan endometriosis. Umumnya nyeri pada dismenore terjadi dengan siklus
ovulasi pada hari pertama atau kedua menstruasi, sedangkan rasa sakit dari
endometriosis dapat mulai 1 hingga 2 hari atau sampai seminggu sebelum
menstruasi, memburuk 1 hingga 2 hari sebelum menstruasi, dan berkurang pada
atau tepat setelah timbulnya menstruasi. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
kelainan.8
Diagnosis sindroma prahaid hanya didasarkan pada anamnesis mengenai
berbagai keluhan yang dialami seperti sakit kepala, nyeri payudara, perut kram,
kekakuan otot, sakit punggung, nyeri payudara, kesulitan dalam konsentrasi, lekas
marah, depresi, kecemasan, pusing, pingsan, mual, muntah, muka memerah. Tidak
ada pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosis sindroma prahaid.6

12
VII.PENANGANAN GANGGUAN HAID
Penanganan perdarahan uterus abnormal tergantung pada penyebab yang
mendasari. Misalnya pada fibroid uteri dan polip dapat diobati dengan reseksi atau
pengangkatan. Adenomiosis dapat diobati secara hormonal misalnya dengan
kombinasi estrogen dan progesterone, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
dimana telah ditemukan secara substansial menurunkan perdarahan dan nyeri
yang berhubungan dengan adenomiosis. 8 Pemberian obat kombinasi estrogen dan
progesterone dapat dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari setelah terjadi
perdarahan dilanjutkan 1x1 tablet selama 3-6 siklus.2
Dalam beberapa kasus dimana hiperplasia dan kanker telah
dikesampingkan, asam traneksamat yang merupakan agen antifibrinolitik baru,
telah terbukti mengurangi kehilangan darah menstruasi untuk pengobatan
menoragia.8
Pada pasien dengan amenore primer yang memiliki kelainan kongenital
dapat ditangani dengan pembedahan dengan prosedur rekonstruktif untuk
memungkinkan jalan keluar menstruasi pada mereka yang memiliki uterus
fungsional atau untuk menciptakan vagina fungsional. Sedangkan pada pasien
dengan amenore sekunder, tatalaksananya berdasarkan penyebab. Pasien dengan
hipotiroidisme diterapi dengan hormon tiroid dan pasien dengan
hiperprolaktinemik dapat diobati dengan bromocriptine untuk melanjutkan
ovulasi. 6,8
Untuk pasien dengan keluhan dismenore primer, pengobatan lini pertama
adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).8 Yang biasa digunakan termasuk
asam mefenamat dapat diberikan dengan dosis 250-500 mg 2-4 kali sehari serta
ibuprofen diberikan dengan dosis 600-1200 mg perhari.2 Lini keduanya adalah pil
kontrasepsi jika keluhan tidak hilang dengan penggunaan obat anti-inflamasi
nonsteroid.8 Misalnya medroksi progesterone asetas (MPA) 5 mg atau didrogeston
2x10 mg mulai haid hari ke-5 sampai 25.2
Penatalaksanaan pasien dengan dismenora sekunder didasarkan pada
penyebab yang mendasarinya yaitu jika disebabkan oleh stenosis serviks maka

13
dilakukan tindakan dilatasi serviks, serta jika disebabkan oleh adhesi pelvis maka
dilakukan laparatomi untuk memisahkan adhesi.8
Pengobatan yang efektif untuk sindroma prahaid yaitu golongan SSRI
(selective serotonin reuptakeinhibitors) telah menunjukkan kemanjuran yang jelas
dalam mengobati baik gejala fisik maupun mood dari gangguan ini.8 Contohnya
yaitu fluoxetine 20 mg sehari, sertraline 50-150 mg dan citalopram 20-40 mg
sehari digunakan selama fase pre menstruasi.6

14
BAB III
KESIMPULAN

1. Menstruasi merupakan interaksi kompleks yang melibatkan sistem hormon


dan organ tubuh, yaitu hipotalamus, hipofise, ovarium, dan uterus serta faktor
lain diluar organ reproduksi. Haid dikatakan normal apabila siklus haid
berlangsung antara 24-35 hari, lama haid 3-7 hari, dan jumlah darah selama
haid tidak melebihi 80 ml (ganti pembalut 2-6 kali per hari).
2. Gangguan haid dapat berupa gangguan lama dan jumlah darah haid yang
terdiri dari Hipermenorea dan hipomenore, gangguan siklus haid terdiri dari
polimenorea, oligomenorea, dan amenorea, gangguan perdarahan diluar
siklus haid yang disebut dengan metroreagia, serta gangguan lain yang
berhubungan dengan haid terdiri dari dismenorea dan sindroma prahaid.
3. Penanganan gangguan menstruasi berbeda antara satu sama lain, namun
sebagian besar diterapi dengan terapi hormon. Terapi erat hubungannya
dengan penyebab kelainan masing-masing.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Llewellyn-Jones, Derek. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6.
Jakarta: Hipokrates. 2001. p.9-16
2. Hendarto H. Gangguan Haid/Perdarahan Uterus Abnormal. In: Anwar M,
Baziad A, Prabowo RP, editor. Ilmu Kandungan. Ed 3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011. p.161-185.
3. Karout N, Hawai SM, Altuwaijri S. Prevalence and pattern of menstrual
disorder among Lebanese nursing students. Eastern Mediterranean Health
Journal 2012;18(4):346-347
4. Samsulhadi. Haid dan siklusnya. In: Anwar M, Baziad A, Prabowo RP,
editor. Ilmu Kandungan. Ed 3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2011. p.73-91
5. Callahan T, Caughey AB. Blueprints obstetrics and gynecology. Edisi 6.
China: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. 2013.
p.269
6. Padubidri VG, Daftary SN. Howkins & Bourne Shaw’s Textbook of
Gynaecology. Edisi 16. India: Elsevier. 2015. p.321-333, 471-474
7. Llewellyn-Jones, Derek. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6.
Jakarta: Hipokrates. 2001. p.205-212
8. Callahan T, Caughey AB. Blueprints obstetrics and gynecology. Edisi 6.
China: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business. 2013.
p.281-298

16

Anda mungkin juga menyukai