Anda di halaman 1dari 2

ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILE

a. Definisi & Klasifikasi


Definisi
Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang
secara histologik jinak, secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan
mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnyaseeprti sinus paranasal, pipi, mata
dan tengkorak, serta mudah berdarah yang sulit dihentikan.

Klasifikasi
Untuk memudahkan derajat atau stadium tumor umumnya saat ini menggunakan
klasifikasi Session dan Fisch

Klasifikasi Session
Stage IA : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring
Stage IB : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring
dengan perluasan ke satu sinus paranasal.
Stage IIA : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.
Stage IIB : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi
ke tulang orbita.
Stage IIIA : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.
Stage IIIB : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam
sinus kavernosus.

Klasifikasi Fisch

Stage I : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi


tulang.
Stage II : Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan
destruksi tulang.
Stage III : Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah
parasellar sampai sinus kavernosus.
Stage IV : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum
dan/atau fossa pituitary.
b. Epidemiologi
Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya 1/5000 1/60.000 dari pasien THT.
Diperkirakan hanya merupakan 0,05 % dari tumor leher dna kepala. Umumnya terdapat
pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan
jarang pada usia diatas 25 tahun. Pada pria sering ditemukan pada remaja pria berusia
antara 14 - 25 tahun
c. Etiologi
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak diajukan.
Diantaranya adalah teori jaringan asal dan faktor ketidakseimbangan hormonal.
1. Teori Jaringan Asal
Pendapat bahwa tempat perletakan spesifik angiofibroma adalah di
dinding posterolateral atap rongga hidung.
Lesi berasal dari perlekatan bagian posterior konka media dan dekat
perbatasan superior foramen sfenopalatina
Lesi terjadi karena pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago
embryonal di daerah oskipitalis os sfenoidalis
2. Faktor Ketidakseimbangan Hormon
Faktor ini juga banyak dikemukakan sebagai penyebab adanya kekurangan
androgen atau kelebihan estrogen. Anggapan ini didasarkan juga atas adanya
hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan umur.

d. Tanda & Gejala


Sumbatan hidung merupakan keluhan yang paling sering (80 90%), sumbatan
ini bersifat progresif
Epistaksis berulang yang massif (45 60%), sehingga penderita sering datang
dengan keadaan umum yang lemah dan anemia.
Adanya obstruksi hidung memudahkan terjadinya penimbunan sekret, sehingga
timbul rinorea kronis yang diikuti oleh gangguan penciuman
Khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%)
Tuba Eustachius akan menimbulkan ketulian atau otalgia.
Sefalgia heabt biasanya menunjukkan bahwa tumor sudah meluas ke intracranial.
Perluasan tumor ke rongga intrakranial akan menimbulkan gejala-gejala
neurologis

Anda mungkin juga menyukai