Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia
eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya
adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna
dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada
glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar
bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina.
Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat
menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Bartolinitis
disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di bagian
dalam vagina agak keluar.1

Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah
satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam
yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini
daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi
memiliki risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia
majora.4,5

Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah tersumbatnya bagian distal


dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi
pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat menjadi
terinfeksi, dan selanjutnya berkembang menjadi abses. Abses bartholin selain
merupakan akibat dari kista terinfeksi, dapat pula disebabkan karena infeksi
langsung pada kelenjar Bartholin. 5

Biasanya ditemukan ketika seorang wanita datang ke dokter untuk


pemeriksaan umum tanpa keluhan apapun, tanpa rasa sakit vagina. Kista Bartolini

1
menyebabkan pembengkakan labia di satu sisi, dekat pintu masuk ke vagina.
Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial dalam
introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula. 5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KISTA BARTOLINI

1. Definisi

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista bartholini adalah kista
yang terdapat pada kelenjar barholini. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika
kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena berbagai
alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran
kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama
lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk
suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.3,4,5

Gambar 1. Kista pada kelenjar bartolini

3
2. Epidemiologi

Kista Bartholini merupakan kista yang sering terjadi pada vulva. 2 wanita
mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam
kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada
kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih
dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses
bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang
tinggi memiliki risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada
labia majora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat
seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih
seringnya terjadi kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi
eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita
pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitian telah
menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko
kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun). Namun, jika
diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam
50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi,
hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada
wanita usia reproduktif, antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.4,5

3. Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Penyebab penyumbatan diduga akibat infeksi atau adanya
pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk
organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan
Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti
Escherichia coli.

4
Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi
distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya
dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat
berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum
abses kelenjar. Meskipun Neisseria gonorrheae adalah mikroorganisme aerobik
yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum.
Chlamydia trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif.
Penyebab sumbatan :5
1) Infeksi :
Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang umum,
seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang menyebabkan penyakit
menular seksual seperti gonore dan klamidia.

2) Non infeksi :
 Stenosis / atresia congenital
 Trauma mekanik
 Inspissated mucous

Suatu studi dari Jepang yang dipublikasikan oleh Journal of Clinical


Microbiology yang meneliti epidemiologi bakteri penyebab abses bartolin
tersering. Pada salah satu rumah sakit Jepang dari tahun 2000 hingga 2004
dikumpulkan sebanyak 224 kasus. Ditemukan bahwa bakteri aerob sebanyak
307 dan anaerob sebesar 118. Escherichia coli merupakan bakteri aerob yang
ditemukan menjadi paling banyak dan spesies Bacteroides sebagai bakteri
anaerob terbanyak. Fakta menarik ditemukan sejumlah organisme penyebab
infeksi pada saluran napas yaitu Streptococcus pneumoniae and Haemophilus
influenza

5
4. Patofisiologi

Tersumbatnya bagian distal dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi


dari sekresi, sehingga terjadi pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista
tersebut dapat menjadi terinfeksi, dan selanjutnya berkembang menjadi abses.
Kista saluran bartolini bisa saja tidak tampak sebelum menjadi abses. jika kista
saluran bartolini tampak kecil dan tidak menjadi inflamasi, akan tampak
asimptomatik. Jika kista menjadi infeksi, akan tampak bentuk abses. Obstruksi
duktus menyebabkan terjadinya penumpukan sekret mukus kemudian
membengkak (kista bartholin). Kista dapat mengalami peradangan (bartholinitis)
terutama bila terjadi infeksi. Kista yang terinfeksi dapat berkembang menjadi
abses (abses bartholin).5

5. Manifestasi Klinis

Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit
ini bisa menjadi asimptomatik. Biasanya ditemukan ketika seorang wanita datang
ke dokter untuk pemeriksaan umum tanpa keluhan apapun, tanpa rasa sakit
vagina. Kista Bartolini menyebabkan pembengkakan labia di satu sisi, dekat pintu
masuk ke vagina. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara
medial dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam
vestibula. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama saat
duduk dan berdiri. Jika kista tumbuh lebih besar dari diameter 1 inci, dapat
menyebabkan ketidaknyamanan ketika duduk, atau selama hubungan seksual.6

Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar (berisi
nanah, dan menjadi bengkak). Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa
penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau
pembengkakan pada daerah vulva. Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan
aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa
menyebabkan rasa nyeri pada vulva. Pasien berjalan mengegang ibarat menjepit
bisul diselangkangan.6

6
Pada bartholinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas dari
daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui
duktusnya, atau jika duktus tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi
abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi
abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah akan mencari
jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada kelenjar
bartholin dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam
bentuk kista bartholin.6
 Biasanya unilateral
 Berbentuk bulat sampai oval, berukuran 1-5 cm
 Tidak terasa nyeri
 Terletak pada labia mayora bagian 1/3 posterior, menonjol ke arah introitus
 Kista yang membesar menimbulkan rasa tidak nyaman/mengganggu saat
berjalan, duduk atau coitus
 Bila meradang : nyeri, demam, disertai tanda radang lainnya
 Bila terbentuk abses : fluktuasi (+)
 Dapat disertai pembesaran kelenjar limph femoral dan inguinal

6. Diagnosis

Kista atau abses Bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya


dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi
litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi
pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior.
jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk
mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan
Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti
serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak
dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat
yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai
keganasan.

7
7. Penatalaksanaan
Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan.
Tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan
perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa
resiko sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada
kulit vulva yang terbuka pada sayatan.8
1. Bartholinitis : Antibiotik spektrum luas
2. Kista Bartholin :
 Kecil, asimptomatik → dibiarkan
 Simptomatis/rekuren → pembedahan berupa insisi +word catheter
→ marsupialisasi
→ laser varporization dinding kista
3. Abses bartholin :
Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi
Penanganan abses bartholin sama dengan penanganan kista bartholin
simtomatis, namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik
spektrum luas, dan lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan
disebabkan gonorrhea atau chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora
normal vagina.
Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan mengembalikan
fungsi dari kelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi
word catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk
kista kelenjar bartholini. Terapi antibiotic spectrum luas diberikan apabila kista
atau abses kelenjar bartholini disertai denganadanya selulitis. Biopsi eksisional
dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma pada wanita menopause atau
perimenopause yang irregular dan massa kelenjar Bartholini yang nodular.8
Penatalaksanaan dari kista duktus bartholin tergantung dari gejala pada
pasien. Kista yang asimptomatik mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi
symptomatic kista duktus bartholin dan abses bartholin memerlukan drainage.
Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya.8

8

Insisi dan drainage abses8
• Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin's gland
abscesses .
• Sering terjadi rekurensi
Cara:
• Disinfeksi abses dengan betadine
• Dilakukan anastesi lokal( khlor etil)
• Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi
• Dilakukan penjahitan

Gambar 2. Insisi abses pada kelenjar bartolini


Definitive drainage 8
Word catheter biasanya digunakan pada penyembuhan kista duktus Word
catheter bartholin dan abses bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan
mempunyai diameter seperti foley catheter no 10. Balon Catheter hanya bias
menampung 3 ml normal saline.
Cara:
• Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine.
• Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %

9
• Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan
tindakan insisi.
• Insisi diatas abses dengan menggunakan mass no 11
• Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar
ring himen. Jika insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar.
• Selipkan word kateter ke dalam lubang insisi
• Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc
• Ujung Word kateter diletakkan pada vagina.
Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word
catheter akan dilepas setelah 4-6mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-
4 minggu. Bedrest selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. Meskipun dapat
menimbulkan terjadinya selulitis, antibiotic tidak diperlukan. Antibiotik diberikan
bila terjadi selulitis (jarang).8


Marsupialisasi8
Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada
kista bartholin. Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin

10
karena memberi hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik
membuat muara saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari
pemasangan word kateter. Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi.
Cara:

Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %.

Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai
diantara jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar
dengan dasar selaput himen.

Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4
sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi
dengan cairan salin.

Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika
memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2 jari tangan),
dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan
dalam waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan
muara saluran kelenjar bartholin sesungguhnya.8

Penggunaan antibiotik8
Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari hasil
pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin

11
 Infeksi Neisseria gonorrhoe:
Ciprofloxacin 500 mg single dose
Ofloxacin 400 mg single dose
Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil)
Ceftriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)
 Infeksi Chlamidia trachomatis:
Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po
Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po
 Infeksi Escherichia coli:
Ciprofoxacin 500 mg oral single dose
Ofloxacin 400 mg oral single dose
Cefixime 400 mg single dose
 Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus :
Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari
Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po.
Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.

8. Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah kekambuhan.


Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah dilakukan drainase
abses. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati. Pada beberapa kasus
juga dilaporkan timbul jaringan parut.

9. Prognosis

Jika abses dengan didrainase dengan baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya
baik. Tingkat kekambuhan umumnya dilaporkan kurang dari 20%.

BAB III

STATUS OBSTETRI

Tanggal Pemeriksaan : 17-07-2018 Ruangan : IGD Kebidanan RS Wirabuana

12
Jam : 09.00 WITA

IDENTITAS
Nama : Ny. A Nama Suami : Tn. T
Umur : 28 tahun Umur : 30 tahun
Alamat : Jl. Tanjung dako Alamat : Jl. Tanjung dako
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Bengkak pada daerah vagina
Rw. Penyakit Sekarang :
Pasien masuk RS dengan keluhan bengkak pada daerah vagina bagian luar
yang dialami sejak 4 hari yang lalu. Pasien mengeluh nyeri sehingga pasien tidak
bisa berjalan, gatal (+), demam (-) pelepasan darah (-) lendir (-), pusing (-), sakit
kepala (-), mual (-), muntah (-), BAK lancar dan tidak nyeri, BAB (+) biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Sebelumnya pasien pernah mengalami pembengkakan pada vaginanya
bulan lalu, namun hanya berlangsung 1 hari dan sembuh sendiri. Pasien juga
memiliki riwayat keputihan yang lama.
Riwayat Obstetri :
Pasien belum pernah hamil
Riwayat ANC :
Tidak pernah melakukan pemeriksaan ANC karena pasien belum pernah hamil
Riwayat Imunisasi :-
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit Sedang Tek. Darah :120/80mmHg
Kesadaran : Komposmentis Nadi : 82 x/menit
BB : 50 Kg Respirasi : 20 x/menit

13
TB : 160 cm Suhu : 36,6ºC
 Kepala – Leher :
Bentuk normal, Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra
(-/-), pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) Mulut sianosis (-)
 Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris bilateral kanan dan kiri
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-),
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung kiri
pada ics 5 linea axillaris anterior.
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/- basal paru, wheezing -/-. Bunyi
jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
I : Kesan datar
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Nyeri tekan abdomen (-)
P : Timpani

 Genitalia :
Pemeriksaan Luar
Tampak pembengkakkan pada labia minora sinistra yang meluas hingga labia
majora sinistra, bentuk oval ukuran 5 cm x 3 cm. pada saat dilakukan palpasi
pasien mengeluh nyeri, ditemukan juga keputihan.

 Ekstremitas :
Akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Leukosit 15,1 x103/μL
Eritrosit 3,58 x106/μL
Hemoglobin 13,2 g/dL
Platelet 263 x103/μL
HbsAg : Non-reaktif

14
RESUME
Pasien masuk RS dengan keluhan pembengkakkan pada labia kiri yang
dilami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pembengkakkan terasa nyeri,
sehingga pasien sulit berjalan, pasien juga mengeluh terasa gatal, demam (-)
Bulan lalu pasien mengalami keluhan yang sama namun hanya 1 hari
pembengkakkan di labia kiri tetapi sembuh sendiri, pasien juga memiliki riwayat
keputihan yang sudah lama.
Pada pemeriksaan fisis Tek.Darah : 120/80 mmHg, Nadi : 82x/menit,
Respirasi : 20x/menit, Suhu : 36,6oC, pada pemeriksaan genitalia tampak labia
bengkak, pada saat palpasi pasien mengeluh nyeri ditemukan juga keputihan yang
berbau amis.

DIAGNOSIS
Abses Bartoholini

PENATALAKSANAAN
- IVFD Dextrose 5% 20 tpm
- Inj Cefotaxime 1 gr/12 jam (Skin test)
- Inj Ketorolac 1 amp/8 jam
- Rencana insisi besok

FOLLOW UP

NO TANGGAL HASIL FOLLOW UP

1 18-07-2018 S : Nyeri pada labia kiri (+), nyeri perut (+),


vagina terasa gatal (+), pasien masih sulit
berjalan, pusing (-) sakit kepala (-) mual (-)
muntah (-) BAB (-) BAK (+) lancar

O : KU: Sakit Sedang

Kesadaran: Compos mentis

TD: 100/70 mmHg

15
N : 80x/m

P : 18x/m

S : 36,5ºc

Konjungtiva : Anemis -/-

Pembengkakkan pada labia kiri (+) berwarna


merah

A: Abses Bartholini

P: Dilakukan marsupialisasi

Instruksi Post operasi :

- Inj Ketorolac 1 amp/8 jam


- Inj Metronidazole
- Inj Ranitidin
- Inj Gentamicin

2 19-07-2018 S : Nyeri luka post op (+), nyeri perut (-),


vagina terasa gatal (+), pasien masih sulit
berjalan, pusing (-) sakit kepala (-) mual (-)
muntah (-) BAB (-) BAK (+) lancar

O : KU: Sakit Sedang

Kesadaran: Compos mentis

TD: 110/80 mmHg

N : 80x/menit

P : 20x/menit

S : 36,5ºC

Konjungtiva : Anemis -/-

Pembengkakkan pada labia kiri (-)

A: Post marsupialisasi atas indikasi Abses


Bartholini

P: Cefixime 2x1 tab

16
Metronidazole 3x1

Meloxicam 7,5 mg 2x1

3 20-07-2018 S : Nyeri luka post op (+), nyeri perut (-),


vagina terasa gatal (+), pasien sudah bisa
berjalan, pusing (-) sakit kepala (-) mual (-)
muntah (-) BAB (-) BAK (+) lancar

O : KU: Sakit Sedang

Kesadaran: Compos mentis

TD: 120/80 mmHg

N : 80x/menit

P : 20x/menit

S : 36,5ºC

Konjungtiva : Anemis -/-

Pembengkakkan pada labia kiri (-)

A: Post marsupialisasi atas indikasi Abses


Bartholini

P: Mengganti Verban

Cefixime 2x1 tab

Metronidazole 3x1

Meloxicam 7,5 mg 2x1

17
PEMBAHASAN

Pasien ini di diagnosis dengan Kista Bartholini. Diagnosis ditegakkan


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis kista bartholini ditegakkan atas dasar anamnesis yaitu berdasarkan


definisi dari kista bartholini yaitu kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid
yang terdapat pada kelenjar barholini. Berdasarkan definisi kista bartholini sudah
sesuai dengan apa yang dialami pada pasien ini, setelah dilakukan pemeriksaan
inspeksi pada daerah genitalia eksterna ditemukan satu buah kantung pada labia
majora sinistra yang berukuran sekitar 4 cm x 2 cm dan pada palpasi diraba suatu
massa yang lunak.

Epidemiologi kista bartholini kebanyakan terjadi pada wanita usia


reproduktif, antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan

18
dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.4,5 Pada pasien ini, pasien
berumur 29 tahun dan termasuk dari usia reproduktif, sehingga dari segi
epidemiologi sudah sesuai.
Etiologi kista bartholini disebabkan penyumbatan akibat infeksi atau adanya
pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Suatu abses terjadi
bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah
bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual
seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran
pencernaan, seperti Escherichia coli.

Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat keputihan yang lama, sehingga jika
dihubungkan dengan teori, kista bartholini terjadi karena infeksi sehingga terjadi
penyumbatan, yang menyebabkan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar bartholini
kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk
suatu kista.

Berdasarkan patofisiologi jika kista saluran bartolini tampak kecil dan tidak
menjadi inflamasi, akan tampak asimptomatik. Jika kista menjadi infeksi, akan
tampak bentuk abses. Patofisiologinya terjadi obstruksi duktus menyebabkan
penumpukan sekret mukus  Pembengkakan (kista bartholin)  Kista dapat
mengalami peradangan (bartholinitis) terutama bila terjadi infeksi  Kista yang
terinfeksi dapat berkembang menjadi abses (abses bartholin).5 Pada kasus ini,
kista bartholini berubah menjadi abses bartholini karena disebabkan adanya
infeksi yang dicurigai akibat dari keputihan yang diderita pasien yang sudah lama.

Manifestasi klinis dari kista bartholini adalah pembengkakkan labia, terletak


pada labia mayora bagian 1/3 posterior, menonjol ke arah introitus, biasanya
unilateral, berbentuk bulat sampai oval, berukuran 1-5 cm, jika tidak infeksi tidak
terasa nyeri, kista yang membesar menimbulkan rasa tidak nyaman/mengganggu
saat berjalan, duduk atau coitus, bila meradang gejala berupa nyeri, demam,
disertai tanda radang lainnya, bila terbentuk abses : fluktuasi (+).

19
Gambar A. Kista Bartholini pada labia sinistra

Gambar B. Tampak pus dan darah pada kelenjar bartholini


Pada kasus ini, dari anamnesis pasien mengeluh nyeri pada vagina, terasa
panas dan kadang-kadang gatal, pasien mengeluh pembengkakkan menimbulkan
rasa tidak nyaman, sampai pasien sulit untuk berjalan karena diakibatkan nyeri.
Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan pembengkakkan hanya unilateral sebelah
kiri, bentuk bulat dengan diameter 4 cm x 3 cm, fluktuasi (+). Sehingga diagnosis
yang ditegakkan adalah abses bartholini.
Berdasarkan teori penatalaksanaan dari kista bartholini, jika kistanya tidak
besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa.
Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan. Tindakan itu terdiri atas ekstirpasi,
akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan perdarahan. Akhir-akhir ini dianjurkan
marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko sayatan dan isi kista dikeluarkan,
dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan.8

20
Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada
kista bartholin. Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin
karena memberi hasil yang sama efektifnya.
Pada kasus ini, dilakukan penatalaksanaan marsupialisasi dengan cara :

Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %.

Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai diantara
jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar
selaput himen.

Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi,
sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan
cairan salin.

Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika
memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2 jari tangan), dan
dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam
waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara
saluran kelenjar bartholin sesungguhnya.

Menurut teori komplikasi yang paling umum dari abses Bartholin adalah
kekambuhan. Pada beberapa kasus dilaporkan necrotizing fasciitis setelah
dilakukan drainase abses. Perdarahan, terutama pada pasien dengan koagulopati.
Pada beberapa kasus juga dilaporkan timbul jaringan parut.
Pada kasus ini komplikasi tidak terjadi, karena 2 hari pasca marsupialisasi
pasien datang untk kontrol, ketika dilakukan pemeriksaan pada luka bekas
marsupialisasi, ditemukan luka kering, perdarahan tidak ada.
Menurut teori prognosis abses bartholini jika abses dengan didrainase dengan
baik dan kekambuhan dicegah, prognosisnya baik. Tingkat kekambuhan
umumnya dilaporkan kurang dari 20%.
Pada kasus, prognosis baik, karena setelah pasien datang kontrol, pasien sudah
tidak mempunyai keluhan dan sudah merasa lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashari, M.A. 2010. Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF
Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul.

2. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

3. Norwitz, E., Schorge, J. 2008. At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2.


Jakarta : Erlangga.

4. Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. 2002. Ilmu Kandungan.


Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

22
5. Blumstein, A Howard. 2005. Bartholin Gland Diseases.
http://www.emedicine.com/emerg/topic54.

6. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland


Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html.

7. Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and
Abscess. http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm

8. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

23

Anda mungkin juga menyukai