PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat
kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini
dipengaruhi oleh keadaan gizi. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan
kesehatan individu dan masyarakat.1
Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta
perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak, serta seluruh kelompok
umur. Gizi yang baik membuat berat badan normal atau sehat, tubuh tidak
mudah terkena penyakit infeksi, produktivitas kerja meningkat serta terlindung
dari penyakit kronis dan kematian dini. Gizi yang tidak optimal berkaitan dengan
kesehatan yang buruk. Gizi yang tidak baik adalah faktor risiko penyakit tidak
menular (PTM), seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan pembuluh
darah, hipertensi dan stroke), diabetes serta kanker yang merupakan penyebab
utama kematian di Indonesia.1
II. Tujuan
Berdasarkan profil Puskesmas Talise Tahun 2017, adalah Dari 3650 jumlah
Balita (0-59 bulan ) yang ditimbang, Gizi baik ditemukan sebanyak 3546 orang
(97,1%), Gizi Kurang ditemukan sebanyak 99 orang (2,71%) dengan penanganan
50,50% serta Balita dengan Status Gizi Buruk sebanyak 5 orang (0,13%) dengan
penanganan 100%. Hal tersebut berarti telah mencapai target SPM Kota Palu
yakni 100% balita gizi buruk mendapatkan perawatan. (Puskesmas Talise, 2017)
Gizi buruk terjadi akibat dari kekurangan gizi tingkat berat, yang bila tidak
ditangani secara cepat,tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan kematian.
Perawatan gizi buruk dilaksanakan denganpendekatan tatalaksana anak gizi buruk
rawat inap di Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit dan PusatP emulihan Gizi
(Terapheutic Feeding Center ) sedangkan Gizi buruk tanpa komplikasi di
lakukanperawatan rawat jalan di Puskesmas, Poskesdes dan Pos pemulihan gizi
berbasis masyarakat(Community Feeding Centre /CFC).Kenyataan di lapangan, kasus
gizi buruk sering ditemukan terlambat dan atau ditangani tidk tepat. Hal ini terjadi
karena belum semua Puskesmas terlatih untuk melaksanakan tatalaksana gizi
buruk.Selain itu kurangnya ketersediaan sarana dan prasana untuk menyiapkan
formula khusus untukbalita gizi buruk, serta kurangnya tindak lanjut pemantauan
setelah balita pulang ke rumah.
a. Input
Petugas program manajemen gizi buruk di Puskesmas Talise dalam hal
perawatan sudah mencukupi. Data statistik ini menunjukkan bahwa kriteria yang
dibutuhkan dalam pemberian perawatan pada balita dengan gizi buruk sudah
dipenuhi oleh Puskesmas Talise. Hal ini tercermin dengan target perawatan balita
dengan data perawatan gizi buruk tercapai 100% (perawatan dilakukan terhadap 5
balita gizi buruk).
Pelaksanaan kegiatan biasanya berkolaborasi dengan beberapa program
lainnya seperti KIA dan imunisasi, Kesling dan Promkes untuk melakukan
penyuluhan, penjaringan Bumil KEK dan pemberian Vit A dan Tablet Tambah
darah. Juga melibatkan Kader dalam proses penyaringan Keluarga yang dalam
anggota keluarganya terdapat bayi atau anak yang mengalami gizi buruk. Hal ini
dilakukan untuk mengifisienkan waktu dan menurut pemegang program hal ini
lebih efektif.
Dalam hal pemeriksaan dan penemuan kasus baru cukup memadai. Hal ini
dibuktikan dengan jumlah balita di lingkungan kerja Puskesmas Talise periode
Januari-Desember 2017 jumlah balita yang ditimbang di Posyandu sebanyak 3650
atau hanya 86,5% dengan indikator keberhasilan 85%. Keadaan ini menunjukkan
sedikitnya kemungkinan balita BGM dan gizi buruk yang tida terdeteksi. Selain
itu 5 balita yang dirawat dengan gizi buruk sebagian besar ditemukan dari hasil
pemeriksaan dan pengukuran status gizi di Posyandu.
Indikator lain berupa persentase balita kurus yang mendapat makanan
tambahan (BB/TB), presentase bayi dengan BBLR (BB<2500 gram).presentase
balita BGM, presentase stunting (pendek dan sangat pendek) anak baduta dan
presentase bumil KEK yang dapat PMT masih berada dibawah indicator
kebershasilan.
Ditinjau dari segi pendanaan, hal ini sudah diatur dalam permenkes No.23
tentang upaya perbaikan gizi. Pendanaan berasal dari dana BOK. Pada program
gizi di Puskesmas Talise pendanaan cukup memadai dimana pada pelaksanaan
program seperti pemberian makanan tambahan bagi balita BGM pada CFC yang
dalam prakteknya harus menggunakan dana kolaborasi dengan orang tua dan
penanggung jawab program dalam pelaksanaannya. Dari dana BOK biaya makan
dan transportasi sebesar Rp.15.000/anak per hari selama 30 hari. Pengadaan alat
dan bahan dikeluarkan langsung oleh dinas kesehatan kota sesuai permintaan
puskesmas. Distribusi alat dan bahan manajemen gizi buruk tidak mengalami
kendala karena puskesmas memiliki 1 mobil pusling yang dapat dipakai untuk
urusan puskesmas. Terkadang distribusi dikelola langsung oleh penanggung
jawab program.
b. Proses
1) Planning
Perencanaan program telah diatur dalam Rencana Usulan Kegiatan
dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan.
2) Organizing
Pengorganisasian dipimpin langsung oleh koordinator manajemen gizi
buruk. Secara umum proses penanganan gizi buruk terutama perawatan
sudah terorganisasi dengan baik. Hal ini berdasarkan Pedoman Pelayanan
Gizi Buruk tahun 2011 bahwa dalam perawatan 10-20 anak dengan gizi
buruk dibutuhkan setidaknya 1 orang dokter, 4 orang perawat, dan 1 orang
nutrisionis. Standar ini sudah terpenuhi sehingga perawatan anak dengan
gizi buruk di Puskesmas Talise sudah tercukupi.
3) Actuating
Pengunjung Puskesmas datang secara langsung ke Puskesmas atau
berdasarkan rujukan dari Pustu, Polindes, Posyandu, Kelurahan/Desa.
Sebelum memperoleh pelayanan gizi, pengunjung puskesmas mendaftar
di loket dan selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan di poli KIA,
poli umum. Pasien akan diperiksa oleh dokter yang bertugas di poli untuk
kemudian dirujuk ke bagian gizi. Selanjutnya akan ditentukan status gizi
pasien. Bila masuk dalam kategori gizi kurang maka akan dilakukan
konseling dan selanjutnya dievaluasi setiap kali kunjungan. Bila gizi
buruk, maka pasien akan mendapatkan tatalaksana gizi buruk selama 1
bulan.
4) Controlling
Dalam pemantauan selama masa perawatan di TFC dinyatakan
sembuh, anak dikembalikan dalamkeluarga untuk dilanjutkan pemulihan
status gizinya sehingga tidak kembali jatuh ke keadaan semula.Konsep
pembentukan Pos Pemulihan Gizi atau Community Feeding Center (CFC)
adalah upaya masyarakat untuk memantau atau merawat anak balita. Di
Puskesmas Puskesmas Talise untuk pasien dengan gizi kurang( BGM)
yang didata akan mendapat makanan tambahan (PMT) dan anak yang
tergolong gizi buruk akan mendapat perawatan. Hal ini menunjukkan
pencapaian yang masih di bawah indikator keberhasilan, tetapi dalam hal
perawatan gizi buruk sudah memenuhi sasaran.
c. Output
Rangkaian evaluasi/penilaian pelaksanaan program manajemen gizi buruk
setelah proses adalah output. Secara umum, program managemen gizi buruk di
Puskesmas Talise cukup memuaskan karena adanya sebagian besar indikator yang
belum tercapai atau masih di bawah indikator keberhasilan. Perawatan balita
dengan gizi buruk di Puskesmas Talise sudah tercapai dengan adanya perbaikan
gizi pada balita yang dirawat sejumlah 5 balita (100%).
1. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ASI Ekslusif,
pentingnya tetap mengikuti Posyandu meskipun imunisasi sudah lengkap bagi
tumbuh kembang anak yaitu dengan melakukan penyuluhan di tempat
Posyandu yang dilakukan setelah Posyandu
2. Skrining terhadap status gizi pada wanita usia subur sebelum merencanakan
kehamilan dan pada saat hamil
3. Meningkatkan kerjasama dengan bagian KIA terutama untuk pemberian
makanan tambahan bagi ibu hamil dengan cara mendata dan menyiapkan
PMT ibu hamil yang dibutuhkan di poli KIA
4. Meningkatkan Surveilence dengan mengadakan kerja sama lintas sektor,
seperti ketua RT, Ketua RW ataupun masyarakat dengan segera melapor ke
kader, apabila menemui kasus/kejadian gizi buruk dilingkungan tempat
tinggal.