Praformulasi
Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan farmsi karena
meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk menunjang proses pengembangan
formulasi.
Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset efek terapi
dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang dicapai. Oleh karena itu
pengembangan praformulasi dan formulasi untuk suatu produk steril harus diintregasikan secara
Sifat kimia dan fisika suatu obat harus ditentukan, interaksinya dengan tiap bahan yang
diinginkan harus dikaji, dan efek dari masing - masing tahap kestabilannya harus diselidiki dan
dimengerti.
Semua komponen harus memiliki kualitas yang sangat baik. Kontaminasi fisika dan
kimia tidak hanya menyebabkan iritasi kejaringan tubuh, tetapi jumlah kontaminasi yang sangat
kecil tersebut juga dapat menyebabkan degradasi produk sebagai hasil dari perubahan kimia,
1. Organoleptis
Organoleptis adalah studi praformulasi yang harus dilakukan untuk mengetahui pemerian
zat aktif terdiri dari warna, bentuk, aroma dan rasa zat aktif dengan menggunakan terminologi
deskriptif. Uji organoleptis sangat berguna dalam melakukan identifikasi awal mengenai suatu
zat yang akan dibuat suatu sediaan. Uji ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bentuk dari
bahan yang akan digunakan dalam formulasi, agar tidak salah dalam mengambil bahan-bahan
untuk formulasi. Dalam menentukan zat yang akan digunakan, dapat mengamatinya dari segi
a. Warna
Warna memegang peranan penting dalam identifikasi suatu sediaan sebelum membuat
suatu sediaan injeksi. Karena hal yang akan dilihat pertama kali adalah warna dari bahan-bahan
itu.Warna biasanya merupakan fungsi inheren kimia obat karena terkait dengan ketidakjenuhan.
khromofor , seperti –NH2, -NO2 dan –CO- (keton) yang mengintensifkan warna.
b. Bentuk
Bentuk juga memegang peranan yang sangat penting dalam identifikasi. Setelah
menentukan warna, biasanya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk dari bahan itu. Sehingga
akan benar-benar yakin bahwa yang digunakan dalam formulasi adalah bahan-bahan yang tepat.
c. Bau / Aroma
Sebagian zat memiliki aroma yang khas dan kemungkinan bau yang inheren (terkait)
dengan keberadaan gugus fugsional yang terdapat dalam molekul obat. Adakalanya zat sama
sekali tidak berbau atau dapat pula berbau pelarut residu pelarut. Hal ini penting karena dalam
farmakope ada ketentuan batas maksimal pelarut yang diperbolehkan ada dalam obat (terutama
Dengan uji organoleptis, dapat mempermudah identifikasi suatu bahan. Terutama bahan
yang mengandung aroma yang khas. Daftar beberapa istilah organoleptik dalam FI Ed. IV.
2. Analisis fisikokimia
Data analitik zat aktif, yang mencakup data kualitatif, data kuantitatif dan kemurnian.
Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi praformulasi yaitu untuk penetapan
identitas dan kadar zat aktif. Untuk penetapan kualitatif biasanya digunakan kromatografi lapis
tipis, spectrum serapan inframerah, reaksi warna, spectrum serapan ultraviolet dan reaksi
lainnya. Penetapan kadar zat aktif biasanya dilakukan dengan metode spektrofotometri,
kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKK), titrasi kompleksometri, asam basa,
argentometri, iodometri, dan sebagainya. Penetapam kadar dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kadar dari zat aktif yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan.
b. Kemurnian
seperjuta (ppm) dapat merusak beberapa golongan senyawa tertentu. Kemurnian juga dapat
memberikan efek yang lain bagi untuk efek terapi yang di harapkan. Metode lain yang berguna
dalam menilai kemurnian adalah analisis termal gravimetri dan diferensial. Mengetahui
kemurnian suatu bahan dimaksudkan untuk agar bahan aktif atau bahan tambahan yang
digunakan tidak mengalami kontaminan sehingga sediaan steril yang dihasilkan memiliki efek
Struktur dan bobot molekul. Dari struktur molekul, peneliti dapat membuat penilaian
awal menyangkut sifat potensial dan reaktivitas fungsional dari molekul bahan aktif obat.
Suhu lebur. Suhu lebur suatu bahan secara termodinamika didefinisikan sebagai suhu
dimana fase cair dan padat berada dalam kesetimbangan. Penentuan suhu lebur merupakan
indikasi pertama dari kemurnian bahan karena keberadaan jumlah relative kecil pengotor dapat
Profil analitik termal. Selama sintesis dan isolasi, sampel kemungkinan diekspose
terhadap perubahan suhu lingkungan proses yang dapat menunjukkan profil termal apabila
sampel dipanaskan antara suhu kamar dan suhu leburnya. Apabila tidak ada masalah karena
panas, sampel tidak akan mengabsorbsi atau melepas panas sebelum mencapai suhu leburnya.
Higroskopisitas. Senyawa dikatakan higroskopis jika senyawa tersebut menarik /
mengambil kelembapan dan suhu pada kondisi spesifik dalam jumlah signifikan. Tingkat
higroskopis yang tinggi dapat mempengaruhi efek yang tidak dikehendaki dari sifat fisika dan
kimia suatu bahan obat yang menyebabkan terjadinya perubahan sehingga secara farmasetik sulit
Spectra absorben. Molekul dengan struktur tidak jenuh mampu mengabsorbsi cahaya
pada rentang frekuensi spesifik. Derajat ketidakjenuhan yang diikuti dengan keberadaan gugus
khromofor akan mempengaruhi jumlah absorbsi, baik sinar ultraviolet maupun sinar tampak
akan diabsorbsi.
senyawa pada pH formulasi. pKa biasanya ditentukan secara titrasi potensiometrik pH atau
analisis pH kelarutan.
Aktivitas optikal. Molekul yang mampu memutar cahaya dan cahaya terpolarisasi secara
merata dinyatakan sebagai aktif secara optic. Jika bekerja dengan suatu senyawa yang aktif
secara optic selama penelitian praforlmulasi, maka sangat penting untuk memantau rotasi optic
tersebut karena penentuan kuantitatif secara kimia saja tidak cukup. (Agoes, Goeswin. 2009)
a. Uraian Fisik. Uraian fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk sediaan penting untuk
dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang adalah bahan padat. Kebanyakan obat
tersebut merupakan senyawa kimia murni yang berbentuk amorf atau kristal. Obat cairan
digunakan dalam jumlah yang lebih kecil, gas bahkan lebih jarang lagi. Untuk mengembangkan
bentuk sediaan maka perlu diketahui tentang uraian fisik suatu bahan agar mempermudah dalam
b. Pengujian Mikroskopik. Pengujian mikroskopik dari zat murni (bahan obat) merupakan suatu
tahap penting dalam kerja (penelitian) praformulasi. Pengujian ini memberikan indikasi atau
petunjuk tentang ukuran partikel dari zat murni seperti juga struktur kristal. Pengujian
mikroskopik bertujuan untuk mengetahui tentang ukuran partikel. Sehingga pada saat pembuatan
sediaan tetes mata akan diketahui ukuran partikel jika memang bentuk sediaan adalah suspensi.
c. Ukuran Partikel. Ukuran partikel zat yang larut dalam air tidak merupakan masalah kecil,
kecuali dalam bentuk agregat besar, tetapi adakalanya diperlukan untuk meningkatkan kecepatan
pelarutan untuk mengurangi waktu proses manufaktur. Karakterstik ukuran dan bentuk partikel
dapat ditentukan melalui evaluasi dengan mikroskop electron, optik, atau dengan alat polarisasi
yang dapat membuat foto bentuk dan ukuran partikel. Karakteristik morfologi bahan aktif obat
direkam melalui sketsa atau yang lebih teliti melalui fotomikrograf, merupakan dokumen
Sifat-sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi ukuran
partikel, termasuk laju disolusi obat, bioavailabilitas, keseragaman isi, rasa, tekstur, warna dan
kestabilan. Sifat-sifat seperti karateristik aliran dan laju sedimentasi juga merupakan faktor-
faktor penting yang berhubungan dengan ukuran partikel. Ukuran partikel dari zat murni dapat
mempengaruhi formulasi produk. Khususnya efek ukuran partikel terhadap absorpsi obat.
Keseragaman isi dalam bentuk sediaan padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan
menetapkan konsentrasi kesetimbangan suatu obat dalam suatu fasa air (biasanya air) dan suatu
fasa minyak (biasanya oktanol atau chloroform) yang satu dengan lainnya berkontak pada suhu
konstan. Kebanyakan obat yang larut lemak akan lewat dengan proses difusi pasif sedangkan
yang tidak larut lemak akan melewati pembatas lemak dengan transport aktif. Karena hal ini
Khusus untuk obat yang bersifat larut air maka perlu pula diketahui konstanta disosiasi
agar diketahui bentuknya molekul atau ion. Bentuk molekul lebih muda terabsorpsi daripada
bentuk ion.
a. Polimerfisme
Suatu formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf dari zat obat
tersebut. Bentuk-bentuk polimorfisme biasanya menunjukkan sifat fisika kimia yang berbeda
termasuk titik leleh dan kelarutan. Bentuk polimorfisme ditunjukkan oleh paling sedikit sepertiga
b. Kelarutan
Suatu sifat kimia fisika yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama
kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam air agar manjur dalam
terapi. Agar suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik,
obat pertama-tema harus berada dalam bentuk larutan. Senyawa-senyawa yang relative tidak
larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.
Dalam pembuatan sediaan injeksi kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan
yang dapat disuntikkan baik secara intravena maupun intramuscular. Garam asam atau basa
mempresentasikan kelompok obat yang dapat mencapai kelarutan obat dalam air yang
dibutuhkan. Kelas obat lain, baik berupa molekul netral maupun asam atau basa sanagt lemah
umumnya tidak dapat disolubilisasi dalam air dalam rentang pH yang sesuai, sehingga
memerlukan penggunaan pelarut non air seperti PEG 300 dan 400, propilen glikol, gliserol,
c. Disolusi
Perbedaan aktivitas biologis dari suatu zat obat mungkin diakibatkan oleh laju disolusi.
Laju disolusi adalah waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarut dalam cairan pada tempat
absorpsi. Untuk obat yang diberikan secara oral dalam bentuk padatan, laju disolusi adalah tahap
yang menentukan laju absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas
d. Kestabilan
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam praformulasi adalah evaluasi kestabilan
fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai dengan menggunakan sampel obat dengan
kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran akan menyebabkan kesimpulan yang salah dalam
evaluasi tersebut.
kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan dan kestabilan dengan
Ketidak stabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-obat
yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka ragam. Secara kimia, zat
obat adalah alcohol, fenol, aldehid, keton, ester-ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid,
glikosida, dan lain-lain. Masing-masing dengan gugus kimia relative yang mempunyai
kecenderungan berbeda terhadap ketidak stabilan kimia. Secara kimia proses kerusakan yang
5. Karakteristik Larutan
pembuatan sediaan steril. Saat suatu asam HA larut dalam air, sebagian asam tersebut terurai
(terdisosiasi) membentuk ion hidronium dan basa konjugasinya. Hubungan dengan pembuatan
sediaan injeksi yaitu sediaan harus sesuai dengan pH yang hampir sama dengan pH darah
supaya jika obat di suntikkan dalam tubuh dan tercampur dalam darah maka tidak terjadi nyeri.
b. Kelarutan. Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak langsung akan
dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal, kelarutan bergantung pada suhu lebur.
Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus larut dalam pembawanya
sehingga ketika sediaan tersebut di suntikkan efek terapinya bisa tercapai dengan cepat.
c. Disolusi. Disolusi merupakan tahap pembatas laju absorbsi suatu obat menuju sirkulasi
sistemik.Uji ini digunakan untuk mengetahui waktu zat aktif mulai dilepaskan untuk
d. Stabilitas. Stabilitas fisika dan kimia dari bahan aktif murni sangat perlu untuk dievaluasi karena
jika terdapat keberadaan pengotor dapat menyebabkan kesimpulan yang salah. Hubungan dengan
pembuatan injeksi karena pada sediaan injeksi keadaan harus steril dan bebas dari keberadaan
pengotor.
Studi praformulasi pada dasarnya berguna untuk menyiapkan dasar yang rasional untuk
Formulasi
Formulasi suatu produk sediaan injeksi meliputi kombinasi dari satu atau lebih bahan dengan zat
obat untuk menambahkan kenikmatan, kemampuan terima, atau kefektifan produk tersebut. Zat
terapetis suatu senyawa kimia yang mudah mengalami karakteristik reaksi kimia dan fisika dari
golongan senyawa dimana zat tersebut termasuk didalamnya. Oleh karena itu harus dibuat
penilaian hati-hati untuk setiap kombinasi dua bahan atau lebih untuk memastikan apakah terjadi
interaksi merugikan atau tidak dan jika terjadi, cara untuk memodifikasi formulasi sehingga
Jumlah keterangan yang tersedia untuk pembuat formulasi sehubungan dengan sifat fisika
dan kimia dari suatu zat terapetis, keterangan sehubungan dengan sifat dasar harus diperoleh,
termasuk bobot molekul, kelarutan, kemurnian, sifat koligatif dan reaktifitas kimia. Jadi dalam
b. Zat Pembawa/Pelarut
Macam-macam zat pembantu atau excipients dalam pembuatan sediaan injeksi meliputi
Zat antibakteri, antioksidan, dapar, dan pembantu isotonis. Sebelum mengembangkan formulasi
sediaan farmasi dalam bentuk sediaan injeksi, penting sekali terkumpul data yang meliputi
bahan:
a. Zat aktif
b. Zat tambahan
c. Zat terlarut
Zat terlarut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan pirogen. Hal ini tidak hanya
memerlukan kualitas kimia yang sesuai seperti yang diperoleh, tetapi juga kondisi penyimpanan
d. Wadah
Bahan utama dari berbagai bahan plastik yang digunakan untuk wadah adalah polimer
termoplastik. Kebanyakan bahan plastik yang digunakan dalam bidang medis mempunyai jumlah
bahan tambahan yang relatif rendah, beberapa mengandung sejumlah pokok plastisator, pengisi,
zat antistatis, antioksidan. Wadah gelas juga biasa digunakan untuk produk yang dapat
disuntikkan, gelas pada dasarnya tersusun dari silikon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secra
fisika kimia dengan oksida-oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium,
1. Formulasi Umum
R/ Zat Aktif
Antibakteri
Pengisotonis
Antioksidan
Pendapar
a. Zat Aktif
Zat aktif merupakan bahan yang diharapkan memberikan efek terapetik atau efek lain
yang diharapkan. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan injeksi bersifat larut air
Kelarutan. Terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena
bentuk larutan air paling dipilih pada pembuatan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan
untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air,
zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak. Kelarutan obat akan
berpengaruh pada volume injeksi, jika mudah larut maka volume yang diberikan kecil.
Sedangkan zat tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspense atau dengan
kosolven. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum
memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk
garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk kompleksnya.
a. Oksigen (Oksidasi). Pada kasus ini, setelah air didihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan
ditambahkan antioksidan.
b. Air (Hidrolisis). Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : Dibuat pH stabilitanya
dengan penambahan asam basa atau buffer. Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah
daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya.
Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
c. Suhu. Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.
d. Cahaya. Pengaruh cahaya matahari dihindari dari penggunaan wadah berwarna coklat.
e. Tak tersatukannya zat aktif. Dapat ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
f. Dosis. Data ini dapat menentukan tonsisitas larutan dan cara pemberian.
g. Rute Pemberian. Rute formulasi yang akan digunakan dapat berpengaruh pada formulasi, dalam
hal : Volume maksimal sediaan yang dapat dibrikan pada rute tersebut. Pemilihan pelarut dapat
disesuaikan dengan rute pemberian. Isotonisitas dri sediaan juga dipengaruhi oleh rute
pemberian. Pada larutan intravena iotonisitas menjadi kurang penting selama pemberian
dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu pengenceran dan “adjust” oleh darah.
Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan
kompabilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air
mempunyai konsta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang
terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfalitasi pelrut dari alkohol, aldehid, keton
dan amin.
Syarat air untuk injeksi menurut USP, yaitu : Harus dibuat segar dan bebas pirogen.
Tidak mengandung lebih dari 10 ppm dari total zat padat. pH antara 5-7. Tidak mengandung ion-
ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, karbondioksida dan kandungan logm berat serta
meterial organik (tanin, lignnin). Partikel berada pada batas yang diperbolehkan. Jenis pelarut
dan pembawa air yang dapat digunakan untuk obat suntik adalah WFI (Water for Injection)
Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar– besaran adalah air untuk injeksi atau
disebut WFI (Water for Injection). Persyaratan WFI menurut standar BP (2001) dan EP (2002) tidak boleh
mengandung : Total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg per liter. Klorin tidak boleh lebih dari 0,5 ppm.
Ammonia tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Nitrat tidak noleh lebih dari 0,2 ppm. Logam berat (Cu, Fe, Pb) tidak
boleh lebih dari 0,1 ppm. Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm. Bebas pirogen. pH 5,0– 7,0.
Penyimpanan air untuk injeksi (WFI) harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperature
dibawah atau diatas kisaran temperature ideal mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik bertujuan dalam waktu
Air Pro Injeksi. Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal,
besi, tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Ck, NO3, SO4, amonium, NO2, CO3. Harus
steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen. Aqua steril pro injeksi adalah air untuk
injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan
Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu
didinginkan.
Air Pro Injeksi Bebas CO2. CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa
organik seperti barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang
mengendap. Cara pembuatan : mendidihkan air selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen
sambil didinginkan.
Air Pro Injeksi Bebas O2. Dibuat untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi,
selama 20-30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas nitrogen.
Bacteriostatic Water for Injection. Merupakan air steril untuk obat suntik yag mengandungsatu atau
Sodium Chloride Injection. Merupakan larutan steril dan isotonic natrium klorida dalamair untuk obat
Bacteriostatic Sodium Chloride Injection. Merupakan larutan steril dan isotonic natriumklorida dalam
air untuk obat suntik. Larutan mengandung satu atau lebih zatantimikroba yang sesuai dan harus tertera dalam
etiket.
a. Minyak
Merupakan lemak tidak berba uatau hampir tidak berbau, tidak tengik. Harus memenuhi
persyaratan uji paraffin padat seperti yang tertera pada minyak mineral, tangas pendingin,
dipertahankan suhu 10o C, bilangan penyabunan antara 185-200, bilangan iodium 79-128 seperti
tertera pada lemak dan minyak lemak dan memenuhi persyaratan sebagaiberikut :
Bahan tak tersabunkan : Memenuhi syarat Bahan Tak Tersabunkan seperti tertera dalam
a) Asam lemak bebas : Tidak lebih dari 2,0 mL NaOH 0,002 N LV diperlukan untuk menetralkan
b) Monogliserida dan gliserida sintetik dari asam lemak : Dapat digunakan jika berupa cairan dan
tetap jernih kalau didinginkan pada suhu 10o C dan bilangan iodium tidak lebih dari 140.
Olea neutralisata ad injectionem. Setiap Farmakope mencantumkan jenis minyak tumbuhan (nabati) yang
berbeda – beda. Minyak kacang (Oleum Arachidis), minyak zaitun (Oleum Olivarum), minyak mendel,
minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak biji kapuk,dan minyak wijen (Oleum Sesami) adalah
beberapa jenis minyak yang digunakan sebagai pembawa injeksi. Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat
diterima tubuh dengan baik. Persyaratan untuk tingkat ini adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan menunjukkan
bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah. Minyak setelah disterilkan disebut Olea netralisata ad
injectionem.
b. Bukan minyak
Pelarut dan pembawa bukan minyak yaitu : Alcohol, Propylenglycol, Glycerine, dan lain – lain dicampur
air dapat dipakai sebagai pelarut obat suntik, di samping melarutkan, ternyata mempertinggi stabilitasobat dan
larutannya pula.
g) Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas
adalah
a) Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air. Pelarut organik yang dapat bercampur dengan
air dapat dijadikan kosolven dalam sediaan injeksi. Bertujuan untuk meningkatkan kelarutan
suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta meningkatkan stbilitas zat tertentu yang mudah
terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan adalah etanol, propilenglikol dan gliserin. Campuran
pelarut yang dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan toksisitas, terutama jika digunakan
dalam konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrsi tinggi dapat
menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan. Beberapa produk yang dapt diberikan secara
intravena dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan pengendapan obat di
b) Pelarut air yang tidak dapat bercampur dengan air. Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk
meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk membuat sediaan lepas lambat. Injeki pembawa
minyak hanya diberikan secara intra muskular. Salah satu persyaratan minyak untuk parenteral
adalah harus tetap jernih bila didinginkan sampai 10oC untuk menjamin kestabilan dan
Jenis pembawa non air yang tidak dapat bercampur dengan air dan dapat digunakan
sebagai pembawa sediaan injeksi adalah Minyak lemak. Karena : Campuran ester asam lemak
dan gliserol. Minyak berasal dari tumbuhan, seperti minyak kacang, biji kapas, jagung, wijen,
kenari, jarak dan zaitun. Pada label sediaan harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang
Minyak mineral tidak dapat digunakan karena tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh.
Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi tengik.
Untuh mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formulas dapat ditambahkan
antioksidan seperti : BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll. Minyak wijen (sesame oil) lebih
banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa minyak, karena merupakan minyak
yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain (kecuali terhadap cahaya) dan
Minyak tumbuhan sering menimbiulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil
alkohol 5% sebagai anastetik lokal. Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parrafin cair
(karena tidak dapat dimetabolisme dal tubuh dan dapat menimbulkan rekasi terhadap jaringan
atau tumor). Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak kacang), Ol.
Gossypii, Ol. Sesami (minyak wijen), Ol. Terebinthinae, Ol. Maydis, Ol. Olivarium Netral, Ol.
Amigdalarum.
Isopropil miristat. Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah. Sebagai
pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak lemak. Digunakan jenis yang bebas peroksida
Benzil benzoate. Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan bau yang khas.
Biasanya digunakan bersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi
Etil oleat. Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorbsi oleh jaringan dibandingkan
dengan minyak lemak. Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti
5. Zat Tambahan
a. Pengatur Tonisitas
Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah
sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan
Hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi ke dalam sel (hemolysis).
Keadaan hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversible
Hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.
Larutan perlu isotonis agar : Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi. Mengurangi
hemolisis sel darah. Mencegah ketidakseimbangan elektrolit. Mengurangi sakit pada daerah
injeksi
Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena : Konsentrasi obat tinggi, tetapi batas
volume injeksi kecil. Variasi dosis pemberian. Metode pemberian. Pertimbangan stabilitas
produk
Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah, maka larutan
dikatakan isoosmotik.
Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serumdarah, sehingga
menyebabkan air akan melintasi membrane sel darah merah yang semi permeabel memperbesar volume sel darah
merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel–
Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah,sehingga menyebabkan
air keluar dari sel darah merah melintasi membranesemipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel–
W = (0,52– a) / b
a = turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung denganmemperbanyak nilai untuk larutann 1% b/v.
b = turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantuisotonis.
b) Kesetaraan dengan garam natrium klorida. Ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium klorida (g)
yang menghasilkan tekanan osmotic sama seperti 1 gram bahan obat dnegan syarat bahwa baik natrium klorida
maupun bahan obat berada dalam larutan bervolume sama. Maka, 1 gram bahan obat ekuivalen dengan tekanan
osmoticdari x gram natrium klorida. Dengan bantuan ekuivalensi natrium klorida, kitadapat menghitung volume air
Rumus : V = w x E x 111,1
111,1 = volume larutan isotonic (ml) yang mengandung 1 gram natriumklorida = 111,1 ml
Rumus : Dt f = Liso. C
Berlaku bila tidak ada data pada tabel penurunan titik beku.Tahapan perhitungan : Cari bahan molekul
obat. Berdasarkan struktur kimia senyawa, tentukan tipe isotoniknya. Cari harga Liso dari tabel berdasarkan tipe
Hitung selisih penurunan titik beku. Hitung kekurangan tonisitas. Dengan melihat tabel, hitung kekurangan zat
Telah ditetapkan bahwa larutan NaCl 0,9% b/v isotonis dengan cairan tubuh. Tekanan
osmosis larutan sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan. Dalam larutan encer,
(Fa/Ma)xa
Dari sebuah molekul NaCl terbentuk 2 (dua) ion. Jadi faktor disosiasi NaCl = 2; lebih tepat
sebetulnya 1,8 karena ada sedikit kesetimbangan reaksi. Jadi faktor isotonisnya adalah:
fa = faktor disosiasi zat-zat yang mendekati keadan yang sebenarnya; untuk zat-zat yang
tidak terdisosiasi seperti glukosa dan gliserin = 1 ; untuk asam lemah dan basa lemah = 1,5 dan
a, b, c,.... dan seterusnya adalah kadar zat dalam larutan dalam satuan g/liter.
Jadi larutan isotonis dapat dihitug dari NaCl 0,9% b/v tersebut, yaitu :
= (1,8/ 58,5)x9 = 0,28 (berarti setiap larutan yang mempunyai faktor isontonis
Rumus :
Untuk menghitung banyaknya zat penambah (h) dalam membuat larutan isotonis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Rumus :
harga = (Mh/fh)
untuk:
Nacl = 32
Glukosa = 198
Na nitrat = 42
Gliserin = 81
b. Pengatur pH (dapar)
Isohidris : kondisi suatu larutan zat yang pH nya sesuai dengan pH fisiologis tubuhsekitar 7,4.
Euhidris : usaha pendekatan larutan suatu zat secara teknis ke arah pH fisiologistubuh dilakukan pada zat
Menurut BP :
Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH dan pemakaian
dapar.
a. Dapar
Perubahan pH pada penyimpanan dapat disebabkan :
b. Tujuan Dapar :
a) Meningkatkan stabilitas obat. Ket : pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya
pada zat aktif berikut : antibiotic (penisilin, tetrasiklin), basasintetis (adrenalin), polipeptida)
(insulin, oksitocin, vasoprein), alkaloida (senyawa ergot), vitamin (B12, vit C).
b) Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis, saat penggunaannya. Ket : penambahan larutan dapar
dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5 – 7,5. Untuk pH <3
atau> I sebaiknya tidak didapar karena sulit dinetralisasi. Peringatan ini ditujukan terutama untuk
c) Menghambat pertumbuhan mikrooganisme. Ket : bukan tujuan dapar yang sebenarnya, tetapi
larutan dalam suasana sangat asam atau sangat basa dapat digunakan untuk mencapai maksut-
maksut tersebut, misalnya injeksi insulin yang pHnya diatur antara 3 -3,5 tidak membutuhkan
penambahan antimikroba.
d) Meningkatkan aktifitas fisiologi sobat. Ket : sebagai contoh dapat diketengahkan misalnya
campuran kering dan steril dapar pH basa dengan zat aktif atau obat yang sifatnya asam (prokain
adrenalin). Campuran kering tersebut baru dilarutkan dalam air pro injeksi secara aseptis sesaat
sebelum digunakan. Jadi tampak bahwa peningkatan bahwa peningkatan pH dilakukan sampai
batas waktu tertentu dimana zat aktif masih stabil dengan aktifitas fisiologis yang maksimal.
pH ideal sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah, tetapi hal tersebut tidak selalu
dapat dilakukan karena sediaan harus dibuat pada pH yang mendukung stabilitas dari sediaan
(disesuaikan dengan pH stabilitas zat aktif bukan pH larutan). Dapar yang ideal memiliki
kapasitas dapar yang cukup untuk menjaga pH sediaan selama penyimpanan, namun
memungkinkan cairan tubuh beradaptasi dengan mudah. Rentang pH yang tidak dapat ditolernsi
oleh tubuh:
Untuk sediaan parenteral volume kecil (<100mL), dapar dapat dibuat bila pH stabilitas
a) IV (SVP) = pH 3 – 10,5
b) Rute lain = pH 4 – 9
a) Memakai indicator ketasatau indicator larutan universal baik secara langsung maupun
kolorimetri
c) Dengan perhitungan
d. Contoh dapar :
a) Dapar fosfat, dapar sitrat, asam asetat / garam pH 3,5 – 5, 7; asam sitrat / garam pH 2,5 – 6;
6. Pengawet
a) Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada temperatur
b) Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperature dan pH yang digunakan
c) Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
b. Stabilisasi
USP mengijinkan penambahan zat– zat yang sesuai ke dalam sediaan yang resmidigunakan sebagai obat
suntik. Tujuannya adalah meningkatkan kestabilan asal sesuiadengan monografi masing – masing, tidak berbahaya
dalam jumlah yang diberikan, dantidak mengganggu efek terapi sediaan. Senyawa – senyawa penambah
kebanyakan adalah pengawet antimikroba, dapar, penambah kelarutan, antioksidan, dan zat – zat pembantu
Agar sediaan obat injeksi tetap stabil, maka kita perlu memperhatikan hal – hal berikut :
a) Untuk mencegah reaksi oksidasi, kita hendaknya mengupayakan agar obat tidak kontak dengan oksigen.
b) Bila oksidasi dikatalisis oleh logam berat, maka penawarnya dilakukan reaksikomplekson dengan penambahan
c) Bila ada rangsangan akibat cahaya terhadap proses oksidasi, maka pembuatan dan penyimpanan larutan injeksi
d) Bila bahan obat tidak dapat disterilisasi dengan panas, maka tersedia penyaring bebaskuman.
e) Bila bahan obat rusak karena hidrolisis, maka lebih baik kita meraciknya dalamampul kering.
f) Untuk menghindari kontaminasi bakteri ke dalam preparat injeksi, kita memerlukanpenambahan bahan pengawet.
cara pemberian. Larutan jejak presipitation dari thiocrom atau chloroflafin terjadidengan benzilpenicillin kompatibel
b. Perhitungan :
∆tf = 3,4 x 0,00029 x 500 = 0,493 ( masuk rentang isotonis ) Tidak perlu penambahan NaCl
Dari tabel diketahui 0,25 gram NaCl setara dengan 1 gram Thiamin Hcl, jadi jumlah NaCl untuk 0,1 gram
Kekurangan NaCl yang diperlukan adalah = 0,025 – 0,018 gram = 0,007 gram
Untuk 10 ml larutan injeksi Thiamin Hcl diperlukan NaCl sebanyak 0,035 gram. Karena jumlahnya
Diketahui :
Volume = 90,9 ml
Ditanya :
Jawab :
Dalam 90,9 ml Natrium Fosfat 0,2 M terdapat 6,51 gram Natrium Fosfat. Maka dalam 10 ml larutan
Diketahui :
Ditanya :
Jawab :
Dalam 9,1 ml Asam Sitrat 0,1 M terdapat 0,19 gram Asam Sitrat. Maka dalam 10 ml larutan dibutuhkan
7. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
11. Departement of pharmaceutical Science. 1982. Martindale the Extra Pharmacoeia 28th edition.
12. Badan Pengaeas Obat dan Makanan. ISFI. 2006. ISO Indonesia, volume IV. Jakarta: PT. Anem
15. Hardjasaputra, S. L. Purwanto, Dr. dkk. 2002. Data Obat di Indonesia (DOI), edisi 10.
Jakarta: Grafidian medi press.