Tugas Agraria
Tugas Agraria
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Salah satu masalah yang termasuk rawan di Indonesia maupun Malaysia adalah
masalah tanah. Tanah merupakan masalah yang hingga kini belum mendapatkan
pengaturan yang tuntas dalam hukum di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya
keluhan masyarakat yang tanah miliknya diambil pemerintah. Hal itu dilakukan
pembangunan bagi kepentingan umum. Dari kasus yang banyak terjadi, jelas sekali,
Indonesia dan Malaysia yang bercorak agraris. Gejolak ini merupakan causa prima
yang makin tinggi, sedangkan keadaan tanah tetap, mengakibatkan minat penduduk
memanfaatkan tanah.1 Jika usaha itu tidak diawasi dengan cara-cara tertentu,
perebutan dan pengambilan tanah menjadi begitu jelas dan mungkin akan terjadi
1
John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987,hlm. 170
1
dimaksimumkan penggunaan atau manfaatnya),2 ketidak-adilan dalam menggunakan
pada sektor agraris (menuju masyarakat industri), hubungan manusia dengan tanah
tanah, terutama hukum tertulis yang lebih cenderung menyetujui pemilikan secara
Tanah yang diperlukan itu, dapat berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara
(Indonesia) atau kerajaan negeri (Malaysia), maupun tanah yang sudah ada hak oleh
suatu subjek hukum (tanah hak). Jika tanah yang diperlukan untuk pembangunan itu
berupa tanah negara atau tanah kerajaan negeri (bukan tanah hak milik),
pengambilannya tidaklah sukar, yaitu dengan cara negara atau kerajaan negeri dapat
mengambil tanah itu untuk selanjutnya digunakan untuk pembangunan.6 Lain halnya
kalau tanah tersebut adalah tanah hak milik, akan menjadi rumit dalam pelaksanaan
pengambilannya.
2
ibid
2
RUMUSAN MASALAH
4. Bagaimana perbedaan antara pembebasan hak dengan pencabutan hak atas tanah?
TUJUAN
4. Untuk mengetahui perbedaan antara pembebasan hak dengan pencabutan hak atas
tanah
3
BAB II
ISI
Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada
pihak yang benar. Objek Pengadaan Tanah adalah Tanah, Ruang atas Tanah dan Bawah
Tanah, Bangunan, Tanaman, Benda yang berkaitan dengn tanah, atau lainnya yang dapat
1. Kepentingan Umum
2. Kepentingan Swasta
a. Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara
3
Leks&Co. (2015, 2 November). Pengadaan Tanah. Diakses 20 Oktober 2018, dari
https://www.slideshare.net/mobile/leksnco/pengadaan-tanah-54637331
4
- Perolehan Tanah asal Hak Pakai
Perolehan Tanah melalui Penyerahan atau Pelepasan Hak atas Tanah, yaitu
penyerahan atau pelepasan hak atas tanah untuk keperluan perusahaan dalam
rangka pelaksanaan Izin Lokasi dilakukan oleh pemegang hak atau kuasanya
dengan pernyataan penyerahan atau pelepasan hak atas tanah yang dibuat di
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai
berkaitan dengan pengadaan tanah demi kepentingan umum.5 Dalam artian bahwa tanah
yang telah diambil dari warga masyarakat peruntukannya benar-benar untuk kepentingan
melepaskan haknya tersebut sehingga tidak ada lagi hubungan hukum dengan pemiliknya.
4
Leks&Co. (2015, 2 November). Pengadaan Tanah. Diakses 20 Oktober 2018, dari
https://www.slideshare.net/mobile/leksnco/pengadaan-tanah-54637331
5
Supriadi, 2016. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 75
5
Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3) Keppres No. 55/93 dinyatakan
bahwa:
Pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Pengadaan tanah selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh
pemerintah dilaksanakan dengan cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang
Beranjak dari ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan (3) di atas, untuk menentukan
perencanaan tata ruang daerah yang bersangkutan. Ini dimaksudkan agar jangan sampai
tanah masyarakat yang telah diambil untuk pembangunan ternyata tidak sesuai dengan
Hal ini dipertegas dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Keppres No. 55/93 dinyatakan bahwa:
penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan
berdasar pada Rencana Umum Tata Ruang yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Bagi
daerah yang belum menetapkan Tata Ruang, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan
Mencermati dengan seksama ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2) di atas, ternyata
memberikan kesempatan bagi daerah yang belum mempunyai Rencana Tata Ruang, untuk
mempergunakan perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada sebelumnya. 6Ini
6
Ibid., Hal 76
6
7
berarti bahwa tidak terjadi kekacauan dalam menentukan pengadaan tanah bagi
Perbedaan yang sangat mencolok antara Permendagri Nomor 15 Tahun 1975 dengan
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 terletak pada penetapan bidang pembangunan yang
termasuk dalam kategori kepentingan umum. Pada Keppres Nomor 55 Tahun 1993 diatur
umum, sedangkan Kepmendagri Nomor 15 Tahun 1975 tidak diatur secara jelas.9
pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan
e. Peribadatan;
8
Supriadi, 2016. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 76
7
k. Sarana olahraga;
m. Kantor pemerintah;
umum tersebut tetap ditentukan dalam keputusan Presiden Republik Indonesia. Hal ini
menandakan bahwa penentuan pembangunan yang masuk dalam kategori tersebut, bukan
sembarang ditentukan tetapi harus melalui suatu proses yang nantinya Presiden sendirilah
2.4. Perbedaan antara pembebasan hak dengan pencabutan hak atas tanah
oleh sebuah panitian yang ditunjuk oleh gubernur apabila pengadaan tanah tersebut diatur
dalam pasal 7 ayat (1) keppres No.55 Tahun 1993, yang anggotanya terdiri dari instansi
yang terkait dengan pengadaan tanah yang terdapat di daerah kabupaten. Susunannya
sebagai berikut:
10
Supriadi, 2016. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 77
8
5) Kepala istansi pemerintah daerah yang bertaggung jawab dibidang pertanian,
sebagai anggota
6) Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan
Untuk membantu panitia dalam melakukan pelaksanaan pengadaan tanah dalam rangka
kepentingan umum, maka dalam pasal 8 keppres tahun1993 diatur mengenai tugas panitia
sbb:
benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atas tanah akan dilepas atau
diserahkan.
2) Mengadakan penelitian tentang status hukum tanah yang hak atas tanah akan
3) Menaksir atau mengususlkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang haknya akan
5) Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi
9
7) Membuat berita acara pelaksanaan atau penyerahan hak atas tanah.11
Menelaah dengan seksama ketentuan pasal 8 diatas tampaknya tugas panitia sangat berat,
sebab panitia memiliki tugas melakukan penelitian terhadap keberadaan tanah sampai
pada penyaksian terhadap pembayaran ganti rugi kepada pemilik tanah, hingga membuat
berita acara.dalam pasal 9 keppres no. 55 tahun 1993 telah dengan tegas.12 dinyatakan
Sehubungan dengan adanya kegiatan musyawarah antara pemilik pengadaan tanah dengan
instansi pemerintahan yang ingin menguasai hak atas tanah dengan pemilik hak atas tanah
maka salah satu yang menjadi pokok masalah adalah ganti rugi dalam rangka pengadaan
tanah. Dalam pasal 12 keppres no.55 tahun 1993 dinyatakan bahwa ganti rugi dalam
rangka pengadaan tanah diberikan untuk hak atas tanah,bangunan, tanaman, benda-benda
Berkaitan dengan pemberian ganti kerugian sebagaimana diatur dalam pasal 12, pasal 13
keppres no.55 tahun 1993 diatur pula mengenai bentuk ganti rugi sbb:
1) Uang
2) Tanah pengganti
3) Pemukiman kembali
4) Gabungan dari dua atau lebih untuk kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b,dan c.
11
ibid
12
Parlindungan,Tanya Jawab Hukum Agrarian & Pertahanan, Mandar Maju, Jakarta, Hal 77
10
Ketentuan dalam pasal 14 keppres no.55 tahun 1993 merupakan upaya mengakomodasi
klaim hak-hak ulayat masyarakat yang masih eksis di beberapa daerah. Sebab kalau tidak
diakomodasi mengenai pengakuan tersebut dapat menjadi pemicu terhadap konflik antara
Pembebasan Tanah
Departemen Dalam Negeri seperti yang tercantum pada Pasal 1 (1) PMDN No. 15
“Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara
“Bahwa yang dimaksud dengan pembebasan tanah ialah pembelian, pelepasan hak,
pemberian ganti rugi dan atau dengan nama apapun atas tanah beserta benda-benda yang
tanah yang diberikan oleh badan pemerintah yang berwenang untuk itu. Adapun tujuan
dilakukannya pembebasan tanah itu adalah, apabila pemerintah atau badan swasta yang
bekerja untuk kepentingan pemerintah, membutuhkan tanah dari rakyat, artinya tanah
yang dimiliki atau dikuasai oleh rakyat atau milik persekutuan adat, guna kepentingan
umum. Yang dimaksud kepentingan umum disini adalah seperti yang tercantum dalam
Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya sebagai berikut:
Pasal 1 (1):13
13
11
1. Kepentingan bangsa dan Negara dan/atau
4. Kepentingan pembangunan.
14
Pasal 1 (2):
1. Pertahanan,
2. Pekerjaan umum,
3. Perlengkapan umum,
4. Jasa umum,
5. Keagamaan,
7. Kesehatan,
8. Olahraga,
10. Makam/kuburan,
Pasal 1 (3):
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang menurut pertimbangannya perlu
12
Demikianlah pengertian “kepentingan umum” yang merupakan pemberian
undangan, seperti diantaranya dalam pasal 18 UUPA No. 5/1960. Jadi untuk kepentingan
tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata cara Pembebasan Tanah dan PMDN No.
bagi Pembebasan Tanah bagi pihak swasta, pemerintah dapat memperoleh tanah dari
rakyat atau persekutuan hukum adat, pembebasan tanah itu dilaksanakan dengan cara
musyawarah untuk memperoleh kata sepakat antara Panitia Pembebasan Tanah dengan
pihak pemilik tanah. Adapun yang menjadi pokok masalah dalam musyawarah itu
biasanya adalah mengenai besarnya ganti kerugian yang disanggupi oleh pemerintah dan
Sudah dijelaskan di atas bahwa masalah tanah ini merupakan masalah yang
sangat peka, maka pemerintah harus luwes dalam memecahkan masalah ini dan
Dalam masalah pembebasan tanah ini ada sebuah panitia yang disebut Panitia
besarnya ganti rugi dalam rangka pembebasan suatu hak atas tanah dengan atau tanpa
bersangkutan, berdasarkan PMDN No. 15/1975 dan merupakan suatu panitia permanen
di tiap-tiap daerah tingkat II. Apabila perlu di tiap provinsi pun dapat dibentuk panitia
tersebut. Apabila tanahnya misalnya terletak di dia kabupaten atau daerahnya sangat luas,
15
13
dalam hal ini tergantung kepada pendapat gubernur. Adapun susunan keanggotaan
2. Seorang pejabat dari Kantor Pemda tingkat II yang ditunjuk oleh bupati/walikotamadya
4. Seorang pejabat yang ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tersebut sebagai anggota.
5. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dati II atau pejabat yang ditunjuk apabila mengenai
tanah bangunan dari Kepala Dinas Pertanian Daerah Tingkat II atau pejabat yang
8. Seorang pejabat dari kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk
Adapun tugas Panitia Pembebasan Tanah ini adalah sebagai berikut: (pasal 3)
2. Mengadakan perundingan dengan para pemegang hak atas tanah dan bangunan/tanaman
di atasnya.
3. Menaksir besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada yang berhak.
16
14
5. Menyaksikan pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak atas
tanah/bangunan/tanaman tersebut.
Pencabutan hak atas tanah ini adalah sebagai tindak lanjut dalam hal usaha
(musyawarah) tidak berhasil. Dasar hukum untuk melakukan pencabutan hak ini
adalah pasal 18 UUPA No. 5/1960 jis Undangn-undang No. 20/1961 tentang
pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya dan Istruksi
hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya, dengan seberapa peraturan
organiknya yang dikeluarkan oleh Menteri dalam Negeri seperti di antaranya yaitu
Surat Menteri Pertama tanggal 30 Desember 1961 No. 32391/61, tentang Panitia
memberikan definisi dari pencabutan hak ini. Maka untuk sekedar dipakai sebagai
patokan bagi para peminat, yang dimaksud dengan pencabutan hak adalah suatu
perbuatan hukum yang bersifat sebelah pihak, dilakukan oleh pemerintah dalam
khusus. Pencabutan hak ini harus dilakukan semata-mata karena kehendak pemerintah
tanpa musyawarah atau tanpa kompromi dengan pemegang hak, yang membawa
akibatt hapusnya hak tersebut tanpa adanya kesalahan dari pemegang hak, dan sebagai
imbalannya diberikan ganti kerugian yang layak (Pasal 18 UUPA No. 5/1960).18
18
15
Mengenai tujuan dan pencabutan hak ini adalah untuk memperoleh tanah dari
rakyat secara paksa, karena melalui musyawarah telah mengalami jalan buntu. Jadi
pencabutan hak ini dilakukan dalam keadaan yang memaksa, setelah usaha-usaha
pencabutan hak ini adalah sebuah panitia yang berfungsi untuk melakukan penaksiran
tentang berapa besarnya ganti kerugian atas tanah dan atau benda-benda yang haknya
akan dicabut itu. Panitia ini disebut Panitia Penaksiran (Srt. Mentr. Pertama No.
32391/61). Terhadap keputusan mengenai jumlah ganti kerugian yang tidak dapat
diterima karena dianggap kurang layak, maka pemegang hak dapat mengajukan
banding kepada Pengadilan Tinggi Setempat (Pasal 8 UU No. 20/1961 dan Pasal 1 PP
No. 39/1973). Putusan Pengadilan Tinggi ini merupakan putusan tingkat pertama dan
terakhir, dan selama dalam proses pengadilan tidak menunda jalannya pencabutan hak
19
16