Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Salah satu masalah yang termasuk rawan di Indonesia maupun Malaysia adalah

masalah tanah. Tanah merupakan masalah yang hingga kini belum mendapatkan

pengaturan yang tuntas dalam hukum di Indonesia. Hal ini terbukti dari banyaknya

keluhan masyarakat yang tanah miliknya diambil pemerintah. Hal itu dilakukan

karena pemerintah mempunyai kepentingan tertentu seperti untuk pelebaran jalan,

pembangunan tempat ibadah, dan sekolah yang dinyatakan sebagai projek

pembangunan bagi kepentingan umum. Dari kasus yang banyak terjadi, jelas sekali,

bahwa tanah memegang peranan sentral dalam kehidupan dan perekonomian

Indonesia dan Malaysia yang bercorak agraris. Gejolak ini merupakan causa prima

terjadinya peningkatan penghargaan masyarakat terhadap tanah. Penghargaan

masyarakat terhadap tanah semakin meningkat seirama dengan semakin

meningkatnya jumlah penduduk. Tanah merupakan faktor utama pendukung

kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga konsep hak kepemilikan

menentukan susunan kehidupan dalam suatu negara.2 Pertambahan jumlah penduduk

yang makin tinggi, sedangkan keadaan tanah tetap, mengakibatkan minat penduduk

terhadap tanah menjadi tinggi. Dengan demikian, manusia semakin menggiatkan

usahanya mendapatkan tanah untuk mencapai tujuan masing-masing dalam

memanfaatkan tanah.1 Jika usaha itu tidak diawasi dengan cara-cara tertentu,

perebutan dan pengambilan tanah menjadi begitu jelas dan mungkin akan terjadi

pertumpahan darah, monopoli, penelantaran (dalam arti kata tanah tidak

1
John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987,hlm. 170

1
dimaksimumkan penggunaan atau manfaatnya),2 ketidak-adilan dalam menggunakan

atau memanfaatkan tanah, ruang angkasa dan sejenisnya.3 Peningkatan penggunaan

tanah mengakibatkan terjadinya bermacam-macam corak dan bentuk hubungan antara

manusia dan tanah, yang sekaligus menyebabkan terjadinya perkembangan dalam

bidang hukum maupun tidak. Perkembangan tersebut turut mempengaruhi pandangan

masyarakat terhadap tanah, baik dari segi pemilikan, penguasaan maupun

penggunaannya. Hal ini terlihat apabila dilakukan pengamatan terhadap perubahan

masyarakat agraris menjadi masyarakat industry.

Di dalam masyarakat agraris hubungan antara manusia dan tanah bersifat

religiomagis-kosmis, yaitu hubungan antara manusia dan tanah yang menonjolkan

penguasaan kolektif.4 Di dalam masyarakat yang mulai meninggalkan ketergantungan

pada sektor agraris (menuju masyarakat industri), hubungan manusia dengan tanah

mengacu kepada hubungan yang bersifat individualis dan berorientasi ekonomis.

Perubahan bentuk hubungan tersebut semakin jelas dengan pengembangan hukum

tanah, terutama hukum tertulis yang lebih cenderung menyetujui pemilikan secara

individu.5 Pembangunan, khususnya pembangunan fisik, mutlak memerlukan tanah.

Tanah yang diperlukan itu, dapat berupa tanah yang dikuasai langsung oleh negara

(Indonesia) atau kerajaan negeri (Malaysia), maupun tanah yang sudah ada hak oleh

suatu subjek hukum (tanah hak). Jika tanah yang diperlukan untuk pembangunan itu

berupa tanah negara atau tanah kerajaan negeri (bukan tanah hak milik),

pengambilannya tidaklah sukar, yaitu dengan cara negara atau kerajaan negeri dapat

mengambil tanah itu untuk selanjutnya digunakan untuk pembangunan.6 Lain halnya

kalau tanah tersebut adalah tanah hak milik, akan menjadi rumit dalam pelaksanaan

pengambilannya.

2
ibid

2
RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian pengadaan tanah?

2. Apa dasar hukum pengadaan tanah?

3. Apa saja pokok – pokok kebijakan pengadaan tanah?

4. Bagaimana perbedaan antara pembebasan hak dengan pencabutan hak atas tanah?

TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian tanah.

2. Untuk mengetahui apa saja dasar – dasar hukum pengadaan tanah

3. Untuk mengetahui apa saja pokok – pokok kebijakan pengadaan tanah

4. Untuk mengetahui perbedaan antara pembebasan hak dengan pencabutan hak atas

tanah

3
BAB II

ISI

2.1.PENGERTIAN PENGADAAN TANAH

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pengadaan Tanah berarti kegiatan

menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada

pihak yang benar. Objek Pengadaan Tanah adalah Tanah, Ruang atas Tanah dan Bawah

Tanah, Bangunan, Tanaman, Benda yang berkaitan dengn tanah, atau lainnya yang dapat

dinilai.3 Berdasarkan kepentingannya Pengadaan Tanah terbagi 2, yaitu:

1. Kepentingan Umum

Tanah untuk kepentingan umum digunakan untuk pembangunan:

a. Pertahanan dan keamanan nasional

b. Jalan umum, jalan tol, terowongan

c. Waduk, irigasi, saluran air minum

d. Pelabuhan, bandar udara dan lain-lain

2. Kepentingan Swasta

Dasar Hukum yang digunakan yaitu:

a. Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN No. 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara

Perolehan Tanah bagi Perusahaan dalam rangka Penanaman Modal

 Perolehan Tanah melalui Pemindahan Hak atas Tanah, yaitu:

- Perolehan Tanah asal Hak Milik

- Perolehan Tanah asal Hak Guna Bangunan

- Perolehan Tanah asal Hak Guna Usaha

3
Leks&Co. (2015, 2 November). Pengadaan Tanah. Diakses 20 Oktober 2018, dari
https://www.slideshare.net/mobile/leksnco/pengadaan-tanah-54637331

4
- Perolehan Tanah asal Hak Pakai

 Perolehan Tanah melalui Penyerahan atau Pelepasan Hak atas Tanah, yaitu

penyerahan atau pelepasan hak atas tanah untuk keperluan perusahaan dalam

rangka pelaksanaan Izin Lokasi dilakukan oleh pemegang hak atau kuasanya

dengan pernyataan penyerahan atau pelepasan hak atas tanah yang dibuat di

hadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat.

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai

penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan.4

2.2.DASAR HUKUM PENGADAAN HUKUM

1. Undang – Undang No. 2 tahun 2012 tanggal 14 Januari 2012;

2. Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012 tanggal 7 Agustus 2012;

3. Permendagri No. 72 tahun 2012 tanggal 7 November 2012.

4. Peraturan Kepala BPN No.5 tahun 2012 tanggal 30 Oktober 2012;

5. Peraturan Mekeu No. 13/PMK.01/2013 tanggal 4 Januari 2013.

2.3.POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGADAAN TANAH

Kebijakan pemerintah terhadap pengadaan tanah merupakan suatu kebijakan yang

berkaitan dengan pengadaan tanah demi kepentingan umum.5 Dalam artian bahwa tanah

yang telah diambil dari warga masyarakat peruntukannya benar-benar untuk kepentingan

pembangunan. Sebab esensi yang terkandung di dalamnya adalah masyrakat telah

melepaskan haknya tersebut sehingga tidak ada lagi hubungan hukum dengan pemiliknya.
4
Leks&Co. (2015, 2 November). Pengadaan Tanah. Diakses 20 Oktober 2018, dari
https://www.slideshare.net/mobile/leksnco/pengadaan-tanah-54637331
5
Supriadi, 2016. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 75

5
Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3) Keppres No. 55/93 dinyatakan

bahwa:

“Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh

Pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

Pengadaan tanah selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh

pemerintah dilaksanakan dengan cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang

disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”

Beranjak dari ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan (3) di atas, untuk menentukan

penetapan pengadaan tanah bagi kepentingan umum, harus diselaraskan dengan

perencanaan tata ruang daerah yang bersangkutan. Ini dimaksudkan agar jangan sampai

tanah masyarakat yang telah diambil untuk pembangunan ternyata tidak sesuai dengan

perencanaan dan pengembangan kota, sehingga merugikan masyarakat yang bersangkutan.

Hal ini dipertegas dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Keppres No. 55/93 dinyatakan bahwa:

“Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila

penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan

berdasar pada Rencana Umum Tata Ruang yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Bagi

daerah yang belum menetapkan Tata Ruang, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan

perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada.”

Mencermati dengan seksama ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2) di atas, ternyata

memberikan kesempatan bagi daerah yang belum mempunyai Rencana Tata Ruang, untuk

mempergunakan perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada sebelumnya. 6Ini

6
Ibid., Hal 76

6
7
berarti bahwa tidak terjadi kekacauan dalam menentukan pengadaan tanah bagi

kepentingan umum tersebut.8

Perbedaan yang sangat mencolok antara Permendagri Nomor 15 Tahun 1975 dengan

Keppres Nomor 55 Tahun 1993 terletak pada penetapan bidang pembangunan yang

termasuk dalam kategori kepentingan umum. Pada Keppres Nomor 55 Tahun 1993 diatur

secara gamblang mengenai jenis-jenis pembangunan yang dikategorikan kepentingan

umum, sedangkan Kepmendagri Nomor 15 Tahun 1975 tidak diatur secara jelas.9

Dalam Pasal 5 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 diatur mengenai kegiatan

pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan

untuk mencari keuntungan, dalam bidang-bidang antara lain:

a. Jalan umum dan saluran pembuangan air;

b. Waduk, bendungan, dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;

c. Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;

d. Pelabuhan, bandar udara atau terminal;

e. Peribadatan;

f. Pendidikan atau sekolah;

g. Pasar umum atau pasar inpres;

h. Fasilitas pemakaman umum;

i. Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya

banjir, lahar, dan bencana lain-lain;

j. Pos dan telekomunikasi;

8
Supriadi, 2016. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 76

7
k. Sarana olahraga;

l. Stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya;

m. Kantor pemerintah;

n. Fasilitas Angkatan Bersenjata (dan Polisi Negara Indonesia).

Penentuan mengenai jenis bidang pembangunan yang termasuk dalam kepentingan

umum tersebut tetap ditentukan dalam keputusan Presiden Republik Indonesia. Hal ini

menandakan bahwa penentuan pembangunan yang masuk dalam kategori tersebut, bukan

sembarang ditentukan tetapi harus melalui suatu proses yang nantinya Presiden sendirilah

yang menentukan kategori tersebut.10

2.4. Perbedaan antara pembebasan hak dengan pencabutan hak atas tanah

 Tata cara pelaksanaan pengadaan tanah

Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan yang bersifat umum, dilakukan

oleh sebuah panitian yang ditunjuk oleh gubernur apabila pengadaan tanah tersebut diatur

dalam pasal 7 ayat (1) keppres No.55 Tahun 1993, yang anggotanya terdiri dari instansi

yang terkait dengan pengadaan tanah yang terdapat di daerah kabupaten. Susunannya

sebagai berikut:

1) Bupati/ walikota kepala daerah sebagai ketua merangkap anggota

2) Kepala kantor pertanahankabupaten/kota sebagai wakil ketua merangkap anggota

3) Kepala kantor playanan pajak bumi dan bangunan, sebagai anggota

4) Kepala inspeksi pemerintahan daerah yang bertanggung jawab dibidang

pembangunan sebagai anggota

10
Supriadi, 2016. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 77

8
5) Kepala istansi pemerintah daerah yang bertaggung jawab dibidang pertanian,

sebagai anggota

6) Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan

pembangunan akan berlangsung sebagai anggota

7) Lurah/kepala desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana.

Untuk membantu panitia dalam melakukan pelaksanaan pengadaan tanah dalam rangka

kepentingan umum, maka dalam pasal 8 keppres tahun1993 diatur mengenai tugas panitia

sbb:

1) Mengadakan penelitian dan investasi atas tanah ,bangunan,tanaman dan benda-

benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atas tanah akan dilepas atau

diserahkan.

2) Mengadakan penelitian tentang status hukum tanah yang hak atas tanah akan

dilepas atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.

3) Menaksir atau mengususlkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang haknya akan

dilepaskan atau diserahkan.

4) Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah

mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut

5) Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi

pemerintahan yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan

besarnya ganti kerugian.

6) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada pemegang hak

atas tanah bangunan, tanaman, dn benda-benda lain yang ada ditanah.

9
7) Membuat berita acara pelaksanaan atau penyerahan hak atas tanah.11

Menelaah dengan seksama ketentuan pasal 8 diatas tampaknya tugas panitia sangat berat,

sebab panitia memiliki tugas melakukan penelitian terhadap keberadaan tanah sampai

pada penyaksian terhadap pembayaran ganti rugi kepada pemilik tanah, hingga membuat

berita acara.dalam pasal 9 keppres no. 55 tahun 1993 telah dengan tegas.12 dinyatakan

bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum

dilakukan melalui musyawarah.

Sehubungan dengan adanya kegiatan musyawarah antara pemilik pengadaan tanah dengan

instansi pemerintahan yang ingin menguasai hak atas tanah dengan pemilik hak atas tanah

maka salah satu yang menjadi pokok masalah adalah ganti rugi dalam rangka pengadaan

tanah. Dalam pasal 12 keppres no.55 tahun 1993 dinyatakan bahwa ganti rugi dalam

rangka pengadaan tanah diberikan untuk hak atas tanah,bangunan, tanaman, benda-benda

lain yang berkaitan dengan tanah.

Berkaitan dengan pemberian ganti kerugian sebagaimana diatur dalam pasal 12, pasal 13

keppres no.55 tahun 1993 diatur pula mengenai bentuk ganti rugi sbb:

1) Uang

2) Tanah pengganti

3) Pemukiman kembali

4) Gabungan dari dua atau lebih untuk kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, b,dan c.

5) Bentuk lain yaang disetujui oleh pihak yang bersangkutan.

11
ibid
12
Parlindungan,Tanya Jawab Hukum Agrarian & Pertahanan, Mandar Maju, Jakarta, Hal 77

10
Ketentuan dalam pasal 14 keppres no.55 tahun 1993 merupakan upaya mengakomodasi

klaim hak-hak ulayat masyarakat yang masih eksis di beberapa daerah. Sebab kalau tidak

diakomodasi mengenai pengakuan tersebut dapat menjadi pemicu terhadap konflik antara

masyarakat dan pemerintah daerah.

 Pembebasan Tanah

Departemen Dalam Negeri seperti yang tercantum pada Pasal 1 (1) PMDN No. 15

Tahun 1975 mendefinisikan pembebasan tanah sebagai berikut:

“Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara

pemegang hak/penguasa tanahnya dengan cara memberikan ganti rugil.”

dalam surat keputusannya No. Da/11/3/11/1972 sebagai berikut:

“Bahwa yang dimaksud dengan pembebasan tanah ialah pembelian, pelepasan hak,

pemberian ganti rugi dan atau dengan nama apapun atas tanah beserta benda-benda yang

ada di atasnya dengan maksud dipergunakan serta dimohon suatu hak.”

Definisi-definisi dapat dikatakan sebagai penjelasan otentik dari pengertian pembebasan

tanah yang diberikan oleh badan pemerintah yang berwenang untuk itu. Adapun tujuan

dilakukannya pembebasan tanah itu adalah, apabila pemerintah atau badan swasta yang

bekerja untuk kepentingan pemerintah, membutuhkan tanah dari rakyat, artinya tanah

yang dimiliki atau dikuasai oleh rakyat atau milik persekutuan adat, guna kepentingan

umum. Yang dimaksud kepentingan umum disini adalah seperti yang tercantum dalam

Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 1973 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan

Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya sebagai berikut:

Pasal 1 (1):13

“Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan

umum apabila kegiatan tersebut menyangkut:

13

11
1. Kepentingan bangsa dan Negara dan/atau

2. Kepentingan masyarakat luas dan/atau

3. Kepentingan rakyat banyak dan/atau

4. Kepentingan pembangunan.
14

Pasal 1 (2):

Bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan umum sebagai

dimaksud dalam ayat 1 pasal ini meliputi bidang-bidang:

1. Pertahanan,

2. Pekerjaan umum,

3. Perlengkapan umum,

4. Jasa umum,

5. Keagamaan,

6. Ilmu pengetahuan dan seni budaya,

7. Kesehatan,

8. Olahraga,

9. Keselamatan umum terhadap bencana alam,

10. Makam/kuburan,

11. Pariwisata dan rekreasi,

12. Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum.

Pasal 1 (3):

Presiden dapat menentukan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan lainnya kecuali

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang menurut pertimbangannya perlu

bagi kepentingan umum.15

12
Demikianlah pengertian “kepentingan umum” yang merupakan pemberian

pengertian otentik, pengertian nama banyak terdapat di berbagai peraturan perundang-

undangan, seperti diantaranya dalam pasal 18 UUPA No. 5/1960. Jadi untuk kepentingan

umum berdasarkan beberapa ketentuan undang-undang di antaranya PMDN No. 15/1975

tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata cara Pembebasan Tanah dan PMDN No.

2/1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah untuk kepentingan Pemerintah

bagi Pembebasan Tanah bagi pihak swasta, pemerintah dapat memperoleh tanah dari

rakyat atau persekutuan hukum adat, pembebasan tanah itu dilaksanakan dengan cara

musyawarah untuk memperoleh kata sepakat antara Panitia Pembebasan Tanah dengan

pihak pemilik tanah. Adapun yang menjadi pokok masalah dalam musyawarah itu

biasanya adalah mengenai besarnya ganti kerugian yang disanggupi oleh pemerintah dan

tuntutan dari pihak pemilik tanah.

Sudah dijelaskan di atas bahwa masalah tanah ini merupakan masalah yang

sangat peka, maka pemerintah harus luwes dalam memecahkan masalah ini dan

hendaknya menggunakan pendekatan Pancasila seperti yang telah diuraikan diatas.

Dalam masalah pembebasan tanah ini ada sebuah panitia yang disebut Panitia

Pembebasan Tanah yang bertugas melakukan pemeriksaan/penelitan dan menetapkan

besarnya ganti rugi dalam rangka pembebasan suatu hak atas tanah dengan atau tanpa

bangunan, tanaman tumbuh di atasnya yang pembentukannya ditetapkan oleh gubernur

kepala daerah untuk masing-masing kabupaten/kotamadya dalam suatu provinsi yang

bersangkutan, berdasarkan PMDN No. 15/1975 dan merupakan suatu panitia permanen

di tiap-tiap daerah tingkat II. Apabila perlu di tiap provinsi pun dapat dibentuk panitia

tersebut. Apabila tanahnya misalnya terletak di dia kabupaten atau daerahnya sangat luas,

15

13
dalam hal ini tergantung kepada pendapat gubernur. Adapun susunan keanggotaan

Panitia Pembebasan Tanah itu terdiri dari unsure-unsur sebagai berikut:16

1. Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya sebagai ketua merangkap anggota.

2. Seorang pejabat dari Kantor Pemda tingkat II yang ditunjuk oleh bupati/walikotamadya

kepala daerah yang bersangkutan sebagai anggota.17

3. Kepala Kantor Ipeda/Ireda atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota.

4. Seorang pejabat yang ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tersebut sebagai anggota.

5. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dati II atau pejabat yang ditunjuk apabila mengenai

tanah bangunan dari Kepala Dinas Pertanian Daerah Tingkat II atau pejabat yang

ditunjuknya jika mengenai tanah pertanian, sebagai anggota.

6. Kepala Kecamatan yang bersangkutan sebagai anggota.

7. Kepala Desa atau yang dipersamakan dengan itu sebagai anggota.

8. Seorang pejabat dari kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang ditunjuk

oleh Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan sebagai

sekretaris bukan anggota (Pasal 2 (1) PMDN No. 15/1975).

Adapun tugas Panitia Pembebasan Tanah ini adalah sebagai berikut: (pasal 3)

1. Mengadakan investasi serta penelitian setempat terhadap keadaan tanahnya, tanaman

yang tumbuh dan bangunan-bangunan di atasnya.

2. Mengadakan perundingan dengan para pemegang hak atas tanah dan bangunan/tanaman

di atasnya.

3. Menaksir besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada yang berhak.

4. Membuat berita acara pembebasan tanah dusertai fatwa/pertimbangannya.

16

14
5. Menyaksikan pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak atas

tanah/bangunan/tanaman tersebut.

 Pencabutan Hak Atas Tanah

Pencabutan hak atas tanah ini adalah sebagai tindak lanjut dalam hal usaha

pemerintah untuk memperoleh tanah dari rakyat melalui pembebasan tanah

(musyawarah) tidak berhasil. Dasar hukum untuk melakukan pencabutan hak ini

adalah pasal 18 UUPA No. 5/1960 jis Undangn-undang No. 20/1961 tentang

pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya dan Istruksi

Presiden No. 9 tahun 1973 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-

hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya, dengan seberapa peraturan

organiknya yang dikeluarkan oleh Menteri dalam Negeri seperti di antaranya yaitu

Surat Menteri Pertama tanggal 30 Desember 1961 No. 32391/61, tentang Panitia

Tetap Penaksiran Setempat dan seterusnya.

Baik UUPA No. 5/1960 maupun Undang-undang No. 20/1961 tidak

memberikan definisi dari pencabutan hak ini. Maka untuk sekedar dipakai sebagai

patokan bagi para peminat, yang dimaksud dengan pencabutan hak adalah suatu

perbuatan hukum yang bersifat sebelah pihak, dilakukan oleh pemerintah dalam

lapangan agrarian, ditujukan kepada pemegang hak berdasarkan kekuasaan yang

khusus. Pencabutan hak ini harus dilakukan semata-mata karena kehendak pemerintah

tanpa musyawarah atau tanpa kompromi dengan pemegang hak, yang membawa

akibatt hapusnya hak tersebut tanpa adanya kesalahan dari pemegang hak, dan sebagai

imbalannya diberikan ganti kerugian yang layak (Pasal 18 UUPA No. 5/1960).18

18

15
Mengenai tujuan dan pencabutan hak ini adalah untuk memperoleh tanah dari

rakyat secara paksa, karena melalui musyawarah telah mengalami jalan buntu. Jadi

pencabutan hak ini dilakukan dalam keadaan yang memaksa, setelah usaha-usaha

damai dilakukan tetapi semuanya mengalami jalan buntu. Dalam melaksanakan

pencabutan hak ini adalah sebuah panitia yang berfungsi untuk melakukan penaksiran

tentang berapa besarnya ganti kerugian atas tanah dan atau benda-benda yang haknya

akan dicabut itu. Panitia ini disebut Panitia Penaksiran (Srt. Mentr. Pertama No.

32391/61). Terhadap keputusan mengenai jumlah ganti kerugian yang tidak dapat

diterima karena dianggap kurang layak, maka pemegang hak dapat mengajukan

banding kepada Pengadilan Tinggi Setempat (Pasal 8 UU No. 20/1961 dan Pasal 1 PP

No. 39/1973). Putusan Pengadilan Tinggi ini merupakan putusan tingkat pertama dan

terakhir, dan selama dalam proses pengadilan tidak menunda jalannya pencabutan hak

dan penguasaannya (Pasal 8 ayat 1 dan 3 UU No. 20/1961).19

19

16

Anda mungkin juga menyukai