Anda di halaman 1dari 27

PERBANDINGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN

INDONESIA DENGAN AMERIKA SERIKAT

PROPOSAL

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum (S1) di Fakultas Hukum Universitas Riau

Disusun Oleh:

Nama: Athifa Syziya Putri

NIM : 1709114660

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS RIAU

2020
PROPOSAL

PERBANDINGAN KEKUASAAN KEHAKIMAN INDONESIA DENGAN


AMERIKA SERIKAT

NAMA : ATHIFA SYZIYA PUTRI

NOMOR INDUK MAHASISWA : 1709114660

PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM TATA NEGARA

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH DOSEN PEMBIMBING


UNTUK DIPERTAHANKAN DALAM UJIAN PROPOSAL

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Zulfikar Jayakusuma, S.H.,M.H Dr. Emilda Firdaus, S.H.,M.H

NIP. 19720122 199903 1 002 NIP. 19780227 200312 2 002

Mengetahui

Dekan

(Dr. Firdaus, S.H.,M.H.)

NIP.19750803 200312 1 004


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal ini. Judul yang disajikan pada proposal ini adalah :

“Perbandingan Kekuasaan Kehakiman Indonesia dengan Amerika Serikat”.

Proposal ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S1) di Fakultas Ilmu Hukum Universitas Riau. Pada

kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapkan terimakasih kepada yang

teristimewa yaitu kedua orang tua penulis, dan yang terhomat kepada para dosen

Fakultas Ilmu Hukum Universitas Riau, serta yang disayangi dan dicintai teman-

teman dan saudara-saudari yang senantiasa menjadi penyemangat bagi penulis

dalam menyeselaikan proposal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam proposal ini masih terdapat

kekurangan, untuk itu berbagai saran dan kritik dari semua pihak merupakan

masukan yang sangat berguna bagi penulis. Akhirnya penulis berharap semoga

proposal ini dapat berguna bagi semua pihak.

Pekanbaru, Desember 2019

Penulis

Athifa Syziya Putri


1709114660
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konseptual

F. Metode Penelitian

G. Sistematika Penulis

H. Jadwal Penelitian

TABEL 1.1

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam suatu negara perlu adanya suatu lembaga yang

mempunyai tugas menegakkan tertib hukum yang telah digariskan oleh

rakyat disamping sebagai penegak keadilan di dalam suatu negara.

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan di

Republik Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 BAB IX

tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Dasar 1945 sesudah

amandemen. Kekuasaan yang merdeka yang dimaksudkan dalam pasal

diatas memberikan pengertian bahwa kekuasaan kehakiman merupakan

kekuasaan yang independen yang terlepas dari intervensi pihak manapun

termasuk kekuasaan pemerintah dan lembaga negara lainnya. Kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan

yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata

usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Kekuasaan kehakiman adalah suatu wujud tegaknya hukum dalam

suatu negara yang berdaulat dimana dengan adanya lembaga seperti

kekuasaan kehakiman dapat memberikan kepastian hukum terhadap warga

negara serta dapat memperjuangkan HAM. Kekuasaan kehakiman yang


ada di Indonesia dijelaskan dalam Pasal 24 – Pasal 25 BAB IX tentang

Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Dasar 1945 sesudah amandemen

adalah Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 24A Undang-undang Dasar

1945, Mahkamah Agung merupakan peradilan tinggi tertinggi (kasasi)

yang memiliki wewenang mengadili perkara pada tingkat kasasi, menguji

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-

undang serta mengawasi kegiatan peradilan-peradilan di bawahnya.

Sedangkan Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 24C dimana

dijelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan peradilan tingkat

pertama dan terakhir yang sifat putusannya final untuk menguji undang-

undang terhadap Undang-Undang Dasar, membubarkan partai politik dan

memutus sengketa pemilihan umum (pemilu). Sedangkan dijelaskan

dalam Pasal 24B bahwa Komisi Yudisial adalah lembaga yang berwenang

mengsulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lainnya dalam

rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta

perilaku hakim.

Di Amerika Serikat mengenai kekuasaan kehakiman dijelaskan

dalam The Constitution of the United States (Article. III. Section 1.)

berbunyi:

“The judicial Power of the United States, shall be vested in one supreme

Court, and in such inferior Courts as the Congress may from time to time
ordain and establish. The Judges, both of the supreme and inferior Courts,

shall hold their Offices during good Behavior, and shall, at stated Times,

receive for their Services, a Compensation, which shall not be diminished

during their Continuance in Office.”1

Terjemahan Pasal 3 ayat 1 dalam Konstitusi Amerika Serikat:

“Kekuasaan peradilan Amerika Serikat berada pada satu Mahkamah

Agung, dan pada pengadilan-pengadilan lebih rendah yang ditentukan dan

dibentuk oleh Kongres dari waktu ke waktu. Para hakim, baik dari

Mahkamah Agung maupun pengadilan lebih rendah , akan memegang

jabatan mereka selama mereka berkelakuan baik, dan pada waktu-waktu

yang ditentukan akan menerima imbalan atas jasa mereka yang tidak akan

dikurangi selama mereka memegang jabatan.”

Sedangkan pada Section 2. berbunyi:

“The judicial Power shall extend to all Cases, in Law and Equity, arising

under this Constitution, the Law of the United States, and Treaties made,

or which shall be made, under their Authority; to all Cases affecting

Ambassadors, other public Ministers and Consuls;to all Cases of

admiralty and maritime Jurisdiction; to Controversies to which the

United States shall be a Party; to Controversies between two or more

States;between a State and Citizens of another State; between

1
Kermit L. Hall, The Oxford guide to United States Supreme Court decisions, (New York: Oxford
University Press, 1999), hlm. 363
Citizens of different States; between Citizens of the same State claiming

Lands under Grants of different States, and between a State, or the

Citizens thereof, and foreign States, Citizens or Subjects.

In all cases affecting Ambassadors, other public Ministers and Consuls,

and those in which a State shall be Party, the supreme Court shall have

original Jurisdiction. In all the other Cases before mentioned, the supreme

Court shall have appellate Jurisdiction, both as to Law and Fact, with

such Exceptions, and under such Regulations as the Congress shall make.

The Trial of all Crimes, except in Cases of Impeachment, shall be by Jury;

and such Trial shall be held in the State where the said Crimes shall have

been committed; but when no committed within any State, the Trial shall

be at such Place or Places as the Congress may by Law have directed.”2

Terjemahan ayat 2 berbunyi:

“Kekuasaan peradilan akan menjangkau semua Perkara dalam Hukum dan

Keadilan, yang timbul di bawah Konstitusi ini, Undang-Undang Amerika

Serikat, serta Perjanjian yang dibuat atau yang akan dibuat, dibawah

kekuasaannya;semua perkara yang menyangkut hukum laut dan

yurisdiksi maritim;sengketa yang salah satu pihaknya Amerika Serikat;

sengketa antara dua Negara Bagian atau lebih; antara sebuah Negara

Bagian dan warga Negara Bagian lain;antara warga Negara di Negara

2
Ibid.
Bagian yang berbeda;antara warga Negara di Negara Bagian yang sama

mengklaim tanah hibah dari Negara Bagian yang berbeda, dan antara

Negara Bagian, atau Warga Negara, dan Negara Asing, Warga Negara

atau Subjek.

Dalam semua perkara menyangkut Duta Besar, Duta lain dan Konsul, dan

yang menyangkut sebuah Negara Bagian sebagai salah satu pihaknya,

Mahkamah Agung akan memiliki yurisdiksi aslinya. Dalam semua perkara

lain yang disebut tadi, Mahkamah Agung akan memiliki yurisdiksi

banding, baik mengenai Hukum maupun Fakta, dengan pengecualian,

serta di bawah peraturan yang akan dibuat Kongres.

Pengadilan semua bentuk kejahatan, kecuali dalam perkara Impeachment,

akan dilakukan oleh Juri, dan Pengadilan demikian akan dilaksanakan di

Negara Bagian tempat kejahatan itu dilakukan; akan tetapi bila tidak

dilakukan di Negara Bagian manapun, Pengadilannya akan dilaksanakan

di Tempat atau Tempat-Tempat yang mungkin akan ditunjuk oleh Kongres

dengan Undang-Undang.”

Berdasarkan isi Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Konstitusi Amerika

Serikat diatas, maka dapat dikatakan bahwa kekuasaan kehakiman

Amerika Serikat hanya berada pada Mahkamah Agung dan pengadilan-

pengadilan yang lebih rendah yang dibentuk dan ditentukan oleh Kongres.

Kemudian dijelaskan juga bahwa kewenangan yurisdiksi Mahkamah

Agung sebagai kekuasaan kehakiman sangat luas dimana mencakup


berbagai aspek dan dapat melintasi batas-batas Negara Bagian. Sedangkan

mengenai perkara yang menyangkut Duta Besar, Duta lain dan Konsul,

dan yang menyangkut sebuah Negara Bagian maka Mahkamah Agung

akan menetapkan sendiri yurisdiksinya. Untuk perkara Impeachment

(Pemakzulan) akan dilakukan oleh Juri bukan Hakim Mahkamah Agung.

Dilihat berdasarkan sistem hukum yang dianut oleh Indonesia

dan Amerika Serikat sangat memungkinkan adanya perbedaan dalam hal

menjalankan kekuasaan kehakiman di masing-masing negara.

Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil

Law. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai

kaidah hukum yang ada sebelum masa Justinianus yang kemudian disebut

“Corpus Juris Civilis’. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum

yang terdapat pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan

kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman,

Belanda, Prancis dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk

Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda.

Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental

ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam

peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara

sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”. Prinsip dasar ini

dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum

adalah “kepastian hukum”. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan


sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum

yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi

“menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas

wewenangnya”.

Sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah

“undang-undang”. Undang-undang itu dibentuk oleh pemegang kekuasaan

legislatif. Selain itu, diakui “peraturan-peraturan yang dibuat pemegang

kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh

undang-undang (peraturan-peraturan hukum administrasi negara) dan

“kebiasaan-kebiasaan” yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh

masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.3

Sedangkan Amerika Serikat sendiri menganut sistem hukum Anglo

Saxon atau Anglo Amerika atau lebih dikenal dengan sebuatan Common

Law. Sistem hukum ini dalam perkembangannya melandasi pula hukum

positif di negara-negara Amerika Utara seperti Kanada dan beberapa

negara Asia yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan

Australia.

Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah

“putusan-putusan hakim/pengadilan” (Judicial decisions). Melalui

putusan-putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, prinsip-

prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang

3
Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 68-69.
mengikat umum. Di samping putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan

peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi

negara diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan

peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan dalam pengadilan.

Sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan

peraturan administrasi negara) tidak tersusun secara sistematis dalam

hierarki tertentu seperti pada sistem hukum Eropa Kontinental. Selain itu,

dalam sistem hukum Anglo Amerika ada “Peranan yang diberikan kepada

seorang hakim yang berbeda dengan sistem hukum eropa Kontinental.

Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan

menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar

dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mepunyai

wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang

berlaku. Selain itu, menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan

menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang

sejenis. 4

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik mengangkat judul

mengenai perbandingan kekuasaan kehakiman Indonesia dengan Amerika

Serikat sebab terlihat dari perbedaan sistem hukum yang dianut kedua

negara menjadikan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di kedua negara

pun juga berbeda. Serta di Indonesia memiliki tiga pemegang kekuasaan

yudikatif yang terdiri dari Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan


4
Ibid., hlm. 70-71.
Komisi Yudisial. Sedangkan Amerika Serikat cukup memiliki satu

Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan yudikatif.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah di Indonesia yang memiliki tiga kekuasaan yudikatif lebih

menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan Amerika Serikat

yang hanya memiliki satu kekuasaan yudikatif?

2. Mengapa di Indonesia membutuhkan lebih banyak kekuasaan

kehakiman dibandingkan Amerika Serikat?

3. Bagaimana pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia dan

Amerika Serikat serta manakah yang lebih baik antara Indonesia

dengan Amerika Serikat?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk membandingkan kekuasaan kehakiman di Indonesia dan

Amerika Serikat.

b. Untuk mempelajari seperti apa kekuasaan kehakiman di

Indonesia dan Amerika Serikat.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai nilai guna

antara lain:
a. Bagi Penulis:

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu (S1) Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Riau.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dan

wawasan bagi penulis terkait dengan Perbandingan Hukum

yang berlaku di Indonesia dan Amerika Serikat di bidang

kekuasaan yudikatif masing-masing negara.

b. Bagi Dunia Akademik:

1. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi

dan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti yang akan

melakukan penelitian yang akan datang.

2. Penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah

pengetahuan secara akademis serta dapat menjadi literature di

bidang perbandingan hukum tata negara.

D. Kerangka Teori

1. Teori Negara Hukum

Istilah negara hukum merupakan terjemahan langsung dari

rechtstaat. Konsep rechtstaat lahir dari suatu perjuangan menentang

absolutism sehingga sifatnya revolusioner, sebaliknya, sebaliknya

konsep the rule of law berkembang secara evolusioner. Konsep

rechtstaat bertumpu atas sistem hukum continental yang disebut civil

law, sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum
yang disebut common law. Karakteristik civil law adalah

administratif, sedangkan karakteristik common law adalah judicial.

Adapun ciri-ciri rechtstaat adalah:

a. Adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat

ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan

rakyat;

b. Adanya pembagian kekuasaan negara;

c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa ide sentral rechtstaat

adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

yang bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya

Undang-Undang Dasar akan memeberikan jaminan konstitusional

terhadap asas kebebasan dan persamaan. Adanya pembagian

kekuasaan untuk menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu

tangan yang sangat cenderung pada penyalahgunaan kekuasaan yang

berarti pemerkosaan terhadap kebebasan dan persamaan. 5

A.V.Dicey mengetengahkan tiga arti dari the rule of law

sebagai berikut:

a. Supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk

menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan

kesewenang-wenangan, prerogative atau discretionary

authority yang luas dari pemerintah.

5
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 82
b. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari

semua golongan kepada ordinary law of the land yang

dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti bahwa tidak ada

orang yang berada di atas hukum; tidak ada peradilan

administrasi negara.

c. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa

hukum konstitusi bukanlah sumber, tetapimerupakan

konsekuensi dari ak-hak individu yang dirumuskan dan

ditegaskan oleh peradilan.6

2. Teori Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances

Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu

sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai

dengan prinsip check and balances. Dengan adanya prinsip check and

balances ini maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan

dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga penyalahgunaan kekuasaan

oleh aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang

kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara

yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-

baiknya. 7

6
Ibid., hlm. 83.
7
Ibid., hlm. 115.
3. Teori Perbandingan Hukum

Perbandingan hukum bukan ilmu pengetahuan, melainkan

metode kerja dalam bentuk perbandingan yang merupakan metode

perbandingan yang diterapkan pada ilmu hukum pada berbagai mata

kuliah hukum.

Menurut Sri Soemantri, perbandingan hukum dapat dibedakan

menjadi dua bagian, yaitu:

a. Perbandingan hukum yang menggambarkan, yaitu analisis

terhadap perbedaan yang ada dari dua atau lebih system hukum.

Metode perbandingan dilakukan untuk memperoleh penjelasan

atau informasi mengenai hal tertentu.

b. Perbandingan hukum terapan, yaitu analisis yang dilakukan

diikuti dengan penyusunan suatu sitesis untuk memecahkan suatu

masalah. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan pembaruan

suatu cabang hukum atau mempersatukan bermacam-macam

cabang hukum peraturan perundang-undangan yang mengatur

dibidang yang sama.

Terdapat dua Fungsi utama Perbandingan Hukum tata antara

lain:

1. Fungsi Perbandingan Hukum secara berencana :


a. Fungsi perbandingan hukum bagi pengembangan ilmu

hukum Indonesia

b. Fungsi perbandingan hukum bagi praktik dan pembinaan

hukum.

c. Fungsi perbandingan hukum bagi perencanaan hukum (legal

planning)

d. Fungsi perbandingan hukum bagi pendidikan Fakultas

Hukum.

2. Fungsi perbandingan hukum bagi pengembangan ilmu hukum

Indonesia

Soenarjati H (1986 : 27) mengatakan bahwa

 fungsi perbandingan hukum memberi manfaat bagi dunia

pengembangan ilmu hukum, karena metode ini

menunjukkan :

a. Sistem hukum yang berbeda menunjukkan adanya

kaidah-kaidah hukum, asas-asas hukum, serta

pranata-pranata hukum yang berbeda

b. Tidak jarang terjadi sistem-sistem hukum yang sama

sekali tidak ada hubungan atau pertemuan historis


 Fungsi Perbandingan hukum bagi pendalaman dan

perluasan pengetahuan dibidang filsafat hukum, sosiologi

hukum, sejarah hukum. Fungsi perbandingan hukum bagi

Praktisi dan pembinaan hukum. Memberikan manfaat yang

besar bagi praktik khususnya dalam applied research dan

pembentukan hukum baru. Dirasakan pula oleh praktisi

hukum seperti lembaga legislatif para hakim, dan arbiter

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi

a. Bagi Konsultan hukum dan Notaris dalam pembuatan

kontrak-kontrak terutama suatu kontrak yang bersifat

internasional.

b. Bagi lembaga legislatif sangat bermanfaat dalam

rangka penyusunan hukum.

c. Bagi para pengacara dan arbiter dalam pembelaan dan

penyelesaian perkara

 Fungsi Perbandingan Hukum sebagai Perencanaan Hukum

(legal planning)

Dalam perencanaan hukum Perbandingan Hukum

mempunyai fungsi penting..Hanya Perbandingan

Hukumlah yang dapat menyiapkannya, karena dengan

Perbandingan Hukum.
 Kebutuhan Teoritis

Dihubungkan dengan kebutuhan ilmiah maka

Perbandingan hukum :

a. Menunjukkan adanya titik-titik persamaan dengan

titik-titik perbedaan daripada berbagai sistem hukum

yang diperbandingkan.

b. Terkadang masyarakat yang berbeda dan berjauhan

letaknya dapat menyelesaikan kebutuhan yang sama

dengan cara yang sama pula, walaupun antara anggota

masyarakat tidak tampak adanya hubungan

kebudayaan apapun

c. Terhadap masalah yang sama, dapat dicapai

penyelesaian yang berbeda-beda

 Adanya Kebutuhan Praktis

1. Bidang Nasional

Membantu pembentukan hukum nasional dalam arti

seluas-luasnya. Kita memerlukan hukum nasional yang

ke dalam dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan bangsa

yang merdeka dan dapat keluar dapat memenuhi

kebutuhan hidup bangsa yang merdeka dan ke luar dapat

memenuhi kebutuhan hidup dunia internasional tanpa

mengorbankan kepribadian bangsa Indonesia. Yang

dapat dipenuhi oleh Perbandingan Hukum, karena


dengan Perbandingan Hukum kita dapat mengetahui

hukum Negara-Negara lain, sehingga dapat terbentuk

hukum nasional yang dapat memenuhi kebutuhan

pergaulan.

2. Bidang internasional

1) Membantu pembuatan perjanjian-perjanjian

internasioal dan perjanjian-perjanjian di bidang

HPI. Ex: IMF,GATT,ADB,ILO

2) Dapat menghindari persengketaan &

kesalahpahaman Internasional.Ex: Perjanjian

kerjasama antara Malaysia dan Indonesia dalam

pemberantasan penyelundupan.

Jika bertitik tolak pada teori hukum alam, maka tujuan

perbandingan hukum adalah untuk membandingkan sistem-sistem

hukum guna dapat mengembangkan hukum alam itu sendiri,

sehingga tampak adanya persamaan dan perbedaan. Jika bertitik tolak

pada jalur orientasi yang bersifat pragmatis, maka tujuan

perbandingan hukum adalah untuk mengadakan pembaruan hukum,

dan tidak semata-mata melihat perbedaan dan persamaan antara dua

sistem hukum atau lebih.Tujuan perbandingan hukum menurut van

Apeldoorn ada yang bersifat teoritis dan ada yang bersifat praktis.

Tujuan yang bersifat teoritis menjelaskan bahwa hukum sebagai

gejala dunia atau universal dan oleh karena itu ilmu pengetahuan
hukum harus dapat memahami gejala dunia tersebut dan untuk itu kita

harus memahami hukum di masa lampau dan masa sekarang. Tujuan

yang bersifat praktis dari perbandingan hukum adalah alat

pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaruan pada hukum kita

sendiri dan memberikan pengetahuan tentang berbagai peraturan dan

pikiran hukum kepada pembentuk undang-undang dan hukum.

Menurut Polack, seperti yang dikutip R. Soeroso, tujuan

perbandingan hukum adalah membantu menelusuri asal-usul

perkembangan dari konsepsi hukum yang sama di seluruh dunia. Jika

ditelaah lebin lanjut, maka tujuan perbandingan hukum tidak semata-

mata untuk mengetahui adanya perbedaan dan persamaan daripada

hukum yang dibandingkan, namun yang penting adalah untuk

mengetahui sebab-sebab dan latar belakang dari pada perbedaan dan

persamaan tersebut.

Adapun manfaat mempelajari perbandingan hukum adalah

untuk :

1.Unifikasi hukum.

2. Harmonisasi hukum.

3. Mencegah adanya chauvinism hukum nasional (secara negative)

dan menempuh kerja sama internasional (Secara positif).

4. Memahami hukum asing .


5. Pembaruan hukum nasional.

E. Kerangka Konseptual

1. Perbandingan hukum adalah cabang dari ilmu hukum yang

memperbandingkan sistem-sistem hukum yang berlaku di dalam satu

atau beberapa masyarakat.8

2. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan

keadilan. 9

F. Metode Penulisan

1. Jenis Pemelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini

bersifat yuridis normatif atau hukum normatif. Pendekatan hukum

normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk membahas

tentang asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi

hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini sebagai sumber data adalah:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mengikat yang dapat terdiri dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

8
https://dimensilmu.blogspot.com/2017/01/pengertian-perbandingan-hukum.html, diakses pada
tanggal 29 Desember 2019 pukul 20.05 WIB.
9
Rimdan, Kekuasaan Kehakiman: Pasca-Amandemen Konstitusi, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm.
37.
2) The Constitution of the United States

3) Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang

4) Yurisprudensi

5) Bahan hukum lainnya

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang

memberikan penjelasan bahan hukum primer, yaitu yang dapat

berupa rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil

karya ilmiah dari kalangan hukum, dan lainnya.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia, dan lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Kajian Kepustakaan, yaitu pengumpulan data oleh penulis yang

dilakukan dengan mengkaji, menelaah, dan menganalisis

berbagai literature kepustakaan yang memiliki korelasi dengan

permasalahan yang sedang diteliti

4. Analisis Data

Data-data yang terkumpul akan dianalisa secara kualitatif

artinya data yang diuraikan secara deskriptif dari data yang telah

diperoleh. Lalu akan ditarik kesimpulan secara deduktif yaitu

penarikan kesimpulan dari yang bersifat umum kepada penarikan

kesimpulan yang bersifat khusus.


G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi dari penelitian ini,

maka peneliti menyusun sistematika penulisannya sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Kerangka Teori

E. Kerangka Konseptual

F. Metode Penelitian

Bab II: Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Umum Perbandingan Hukum Tata Negara

a) Pengertian Perbandingan Hukum Tata Negara

b) Tujuan Perbandingan Hukum Tata Negara

B. Tinjauan umum Kekuasaan Kehakiman

a) Pengertian Kekuasaan Kehakiman

b) Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia dan pembagiannya

c) Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di Amerika Serikat dan

pembagiannya

Bab III: Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Analisis Perbandingan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia dengan

Amerika Serikat
B. Pengaruh kinerja kekuasaan kehakiman pada kelangsungan hidup

bernegara

C. Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia dengan Amerika Serikat

Bab IV: Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran

H. Jadwal Penelitian

Penelitian ini memakan waktu 7 bulan. Penelitian ini dimulai bulan

Maret dan selesai bulan September, tahun 2020. Rencana kegiatan

penelitian digambarkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 1.1

Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan


Uraian
Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus September

Penulisan
Proposal

Seminar
Proposal
Perbaikan
Proposal
Pengumpulan
Data
Pengolahan
Data
Seminar
Skripsi
Perbaikan
Skripsi
Penyerahan
Skripsi Ke
Fakultas
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Djamali, Abdoel. 2009. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali

Pers

Hall, Kermit L. 1999. The Oxford guide to United States Supreme Court

decisions. New York: Oxford University Press

Huda, Ni’matul. 2013. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rajawali

Pers

Rimdan. 2012. Kekuasaan Kehakiman:Pasca Amandemen Konstitusi.

Jakarta: Kencana

B. Website

https://dimensilmu.blogspot.com/2017/01/pengertian-perbandingan-hukum.html

(diakses pada tanggal 29 Desember 2019 pukul 20.05 WIB)

Anda mungkin juga menyukai