HERPES ZOSTER
Disusun Oleh :
Maharani Primastuti Arganist
20110310020
Pembimbing :
dr. Lucky Handaryati, Sp.KK
Disusun oleh :
Maharani Primastuti Arganist
20110310020
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing,
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 7 Tahun
BB : 30 kg
Alamat : Banjaran, Sidomukti
Agama : Islam
No. CM : 15-16-299169
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Muncul bintil-bintil di wajah kiri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit dan kelamins RSUD Salatiga dengan keluhan
bintil-bintil pada wajah sebelah kiri. Bintil-bintil tersebut terasa nyeri, panas, dan
gatal. Bintil-bintil tersebut muncul sejak 2 hari yang lalu. Awalnya bintil muncul di
pipi kiri, namun dengan cepat menjalar ke atas bibir sebelah kiri. Awal muncul
bintil berwarna merah kemudian berair, dan sekarang sudah ada yang berisi nanah.
1 hari sebelum muncul bintil-bintil, pasien mengaku demam, lemas, dan pusing.
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya (-), saat masih balita pasien pernah
terkena cacar, riwayat asma, alergi obat disangkal. Riwayat mondok di RS (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa pada keluarga (-), Riwayat penyakit lain pada
keluarga (-)
5. Riwayat Personal Sosial
Pasien sehari-harinya sekolah di SD dekat rumahnya. Setelah pulang sekolah
sering main dengan teman-temannya. Pasien selalu mandi setelah main, dan pasien
makan teratur.
1
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Predileksi : Dermatom V2 (regio maxillaris)
Status Dermatologis
UKK : Pada dermatom daerah V2 (regio maxillaris), setinggi
thorakal 10 (perut kuadran kanan bawah) terdapat vesikel
bergerombol, dasar eritem, pustul (+).
Dokumentasi :
2
D. ASSESMENT
Diagnosis Kerja : Herpes Zoster
Diagnosis Banding : Herpes Zoster, Dermatits Venenata, Herpes Simpleks
E. PENATALAKSANAAN
Acyclovir tab 400mg no XXXV
S 5 dd tab 1
Cefadroxil syrup forte lag 1
S 3 dd 1 1/2cth
Paracetamol syrup forte lag 1
S 3 dd 1 1/2cth
Fusicom cream tube no I
S 3 dd ue
F. PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad cosmetica : Dubia ad bonam
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pendahuluan
Herpes zoster (shingles) adalah infeksi varisela-zoster laten yang timbul lagi.
Setelah masa gatal singkat atau rasa sakit di sepanjang salah satu atau kadang-kadang
pada beberapa dermatom di tubuh, muncul bercak merah yang cepat sekali berubah
menjadi papul dan vesikel. Yang lebih sering terkena adalah dermatom torakal dan
servikal. Apabila mengenai cabang optalmik dari saraf trigeminal,bisa menyebabkan
radang kornea dan dapat berakibat kebutaan. Setelah 1-2 minggu, krusta akan mulai
lepas. Lebih dari 10% pasien mengalami neuralgia pascaherpetik (rasa panas terbakar
berkelanjutan atau sakit di area yang telah sembuh). Ini bisa berlangsung dari hanya
beberapa bulan sampai tahun. (1)
Herpes zoster sebaliknya bisa juga menyerang orang yang sehat, terutama lansia,
namun lebih sering menimpa orang yang menderita penyakit parah dan infeksi HIV. Ini
merupakan indikator awal atas terjangkitnya infeksi HIV di kalangan orang-orang usia
muda. (1)
2. Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela- zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer.(2)
3. Sinonim
4. Epidemiologi
Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita
mendapat varisela. Kadang – kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada
pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang
sedang menderita varisela atau herpes zoster.(2)
4
Virus varicella-zoster menyebabkan dua sindrom yang berbeda. Infeksi primer
muncul sebagai varicella (cacar atau), penyakit ini menular dan biasanya terjadi pada
anak-anak. Reaktivasi virus varicella-zoster laten di serabut ganglia dorsalis
menyebabkan erupsi kulit yang disebut "herpes zoster" (atau "shingles"). Penurunan
virus-specific cell-mediated immune(CMI) responses terjadi alamiah pada proses penuaan
yang menyebabkan immunosuppressive illness atau perawatan medis, yang meningkatkan
terjadinya shingles.(6)
Lebih dari 90 persen orang dewasa di Amerika Serikat memiliki bukti serologis
terinfeksi virus varicella-zoster dan beresiko untuk terjadinya herpes zoster. Kejadian
tahunan herpes zoster adalah sekitar 1,5 sampai 3,0 kasus per 1000 orang. Sebuah
kejadian 2,0 kasus per 1000 orang akan diartikan terdapat lebih dari 500.000 kasus setiap
tahun di Amerika Serikat. Bertambahnya usia adalah faktor risiko utama untuk terjadinya
herpes zoster, kejadian herpes zoster pada orang tua dari usia 75 tahun melebihi 10 kasus
per 1000 orang/ tahun. Selama hidup risiko terkena herpes zoster diperkirakan 10 sampai
20 persen. (6)
Faktor risiko herpes zoster diperantarai oleh cell mediated immunity (CMI). Pasien
dengan penyakit neoplastik (khususnya kanker lymphoproliferative), pengguna obat
imunosupresif (termasuk kortikosteroid), dan penerima transplantasi organ berada di
risiko tinggi untuk terjadinya herpes zoster. Namun, hal yang mendasari terjadinya
kanker tidak dibenarkan pada orang sehat yang mengalami herpes zoster. (6)
Herpes zoster terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi di antara orang-orang
yang seropositif untuk human immunodeficiency virus (HIV) dari kalangan mereka yang
seronegatif. Sebuah studi longitudinal menunjukkan suatu kejadian 29,4 kasus herpes
zoster per 1000 orang-tahun di antara HIV-seropositif orang, seperti dibandingkan dengan
2,0 kasus per 1000 orang-tahun di antara HIV-seronegatif kontrol. Karena herpes zoster
mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi HIV yang dinyatakan asimtomatik, pengujian
serologi mungkin tepat pada pasien tanpa faktor risiko jelas untuk herpes zoster
(Misalnya, orang sehat yang lebih muda dari usia 50 tahun). (6)
5. Etiologi
Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air) dan zoster
(shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifi kasi dan terbukti memiliki
variasi geografis. (4)
5
6. Patogenesis
Selama perjalanan dari varicella, VZV lewat melalui lesi di kulit dan permukaan
mukosa ke ujung saraf sensorik dan diangkut secara sentripetal sampai serabut saraf
sensorik ke ganglia sensoris. Di ganglia, virus membentuk infeksi laten yang bertahan
untuk hidup. Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam varicella
terbanyak yang diinervasi oleh saraf oftalmikus dari ganglia sensoris trigeminal dari T1
ke L2(3)
VZV juga dapat mengaktifkan kembali tanpa menghasilkan penyakit yang jelas.
Jumlah kecil yang dilepaskan antigen virus selama reaktivasi tersebut, diharapkan dapat
merangsang dan mempertahankan system kekebalan tubuh VZV. (3)
Ketika kekebalan seluler VZV spesifik berada pada beberapa tingkat kritis,
reakticasi virus tidak terkandung lagi. Virus berkembang biak dan menyebar di dalam
ganglion, menyebabkan nekrosis neuronal dan peradangan parah, sebuah proses yang
sering disertai dengan neuralgia parah. Infeksi VZV kemudian menyebar secara
antidromikal menuruni saraf sensorik, menyebabkan neuritis parah, dan dilepaskan dari
saraf sensorik yang berakhir di kulit, di mana ia menghasilkan karakteristik dari vesikel
zoster. Penyebaran infeksi ganglionic proksimal sepanjang akar saraf posterior ke
meninges dan hasil serabut di leptomeningitis lokal, pleocyosis cairan serebrospinal, dan
myelitis segmental. Infeksi motor neuron di kornu anterior dan radang akun akar saraf
anterior untuk palsi lokal yang mungkin menyertai erosi kulit, dan infeksi berkelanjutan
dalam sistem saraf pusat (SSP) dapat mengakibatkan komplikasi herpes zoster
(meningoenchepalitis, myelitis melintang).(3)
6
Varicella dan herpes zoster A. Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer varicella-zoster
virus (VZV) virus menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV tetap dalam fase laten dalam ganglia
untuk kehidupan C. Indiviual dengan fungsi kekebalan tubuh berkurang, VZV aktif kembali
dalam ganglia sensoris, turun melalui saraf sensorik, dan direplikasi di kulit.(3)
Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Didahului dengan gejala ini dan
umumnya disertai ruam, dan gejala ini sering berlanjut walau ruam sudah sembuh,
dengan komplikasi yang dikenal sebagai postherpetic neuralgia (PHN). Sejumlah
mekanisme yang berbeda tetapi tumpang tindih tampaknya terlibat dalam patogenesis
nyeri pada herpes zoster dan PHN.(3)
Cedera pada saraf perifer dapat memicu sinyal rasa nyeri pada saraf di ganglion
aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nosiseptif yang lebih terasa nyeri di kulit.
Rilis yang berlebihan dari pengeluaran asam amino dan neuropeptida yang disebabkan
oleh rentetan berkelanjutan dari impuls afferent selama fase akut dan prodormal pada
herpes zoster kemungkinan dapat menyebabkan cedera eksitotoksik dan hilangnya
hambatan interneuron di sumsum tulang belakang. Kerusakan neuron di sumsum tulang
belakang, ganglion dan saraf perifer, adalah penting dalam patogenesis PHN. Kerusakan
saraf aferen primer dapat menjadi aktif secara spontan dan peka terhadap rangsangan
perifer dan simpatis. Aktivasi nosiseptor yang berlebihan dan impuls ektopik mungkin,
menurunkan sesitivitas SSP. penambahan dan perpanjangan rangsangat pada pusat itu
berbahaya. Pada klinis, ini dinamakan allodynia (nyeri dan / atau sensasi yang tidak
7
menyenangkan yang ditimbulkan oleh rangsangan yang biasanya tidak menyakitkan
(sentuhan ringan) dengan rangsang sensori sedikit atau tidak ada sama sekali. (3)
7. Gejala klinis
Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi – lesi baru yang
tetap timbul brlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-
kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah
bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal
sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan
motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur
ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena
member gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena
gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan
otikus (dari ganglion genikulatum).(2)
8
Dermatome Tubuh(10)
Dermatome Wajah(11)
9
(3)
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan
nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. (2)
(3)
Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat
dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.(2)
10
Neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi dalam kehidupan sehari –hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang
mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun.(2)
8. Diagnosis
Teknik yang sama digunakan untuk mendiagnosis varicella dan digunakan untuk
mendiagnosa herpes zoster juga. Tampilan klinis seringkali cukup untuk menegakkan
diagnosis, dan pada hapusan Tzanck dapat mengkonfirmasi kecurigaan klinis.(5,6,9).
Namun, lokasi atau penampilan dari lesi kulit mungkin atipikal (terutama di
immunocompromised pasien) sehingga membutuhkan konfirmasi laboratorium. (6)
Kultur virus adalah dimungkin, tetapi virus varicella-zoster itu labil dan relatif
sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct imunofluorescence lebih
sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki tambahan keuntungan dari biaya yang
lebih murah dan waktu yang lebih cepat. Seperti kultur virus, direct imunofluorescence
assay dapat membedakan infeksi virus herpes simplex dengan infeksi virus varisela-
zoster. Polymerase-chain-reaction techniques yang berguna untuk mendeteksi DNA virus
varicella-zoster di cairan dan jaringan.(6)
Herpes simplex zosteriform bisa dengan hasil positif untuk Tzanck smear, namun
jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri substansialnya kurang. Persiapan
selain Tzanck, uji DFA lebih disukai untuk kultur virus, karena cepat, identifikasi jenis
virus, dan memiliki hasil yang lebih akurat. Bila dibandingkan pada VZV, Tzanck smear
adalah 75% positif (sampai dengan 10% false-positif dan variabilitas
(6) yang tinggi,
tergantung pada keterampilan edema interseluler dan intraseluler.(5)
11
Bagian atas dari dermis, dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
perivaskular limfosit dan leukosit polimorfonuklear, Limfosit atipikal mungkin juga
ditemukan. Sebuah vaskulitis leukocytoclastic mendasari kesan infeksi VZV selama
HSV. Inflamasi dan perubahan degeneratif juga dicatat dalam serabut ganglia posterior
dan serabut saraf dorsalis yang terkena. Lesi sesuai dengan sistem persarafan dari ganglon
saraf yang terkena, dengan nekrosis sel-sel saraf.(5)
9. Diagnosis banding
Herpes Simpleks Definisi : Penyakit akut yang ditandai dengan timbulnya vesikula yang
berkelompok diatas dasar eritema, berulang, mengenai permukaan mukokutaneus.
Etiologi : Disebabkan oleh virus herpes simplex.
Gejala klinis :Lesi primer didahului gejala prodromal berupa rasa panas (
terbakar ) dan gatal. Setelah timbul lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri
otot.
Predileksi : mukosa
(3)
12
Predileksi : Paling banyak di badan, kemudian muka, kepala dan
ekstremitas.
Gejala Klinis : Pada stadium prodomal timbul banyak makula atau papula
yang cepat berubah menjadi vesikula, yang umur dari lesi tersebut tidak
sama. Kulit sekitar lesi eritematus. Pada anamnesa ada kontak dengan
penderita varisela atau herpes zoster. Khas pada infeksi virus pada vesikula
ada bentukan umbilikasi (delle) yaitu vesikula yang ditengah nya cekung
kedalam. Distribusinya bersifat sentripetal.(7)
(3)
Dermatitis Kontak Definisi : Dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang
Alergika
bersifat sebagai alergen. Disini ada riwayat alergi dan merupakan paparan
ulang.
Predileksi : Seluruh tubuh
Status dermatologis : Dapat akut, subakut dan kronis. Lesi akut berupa
lesi polimorf yaitu tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas pada
efloresensi dan diatas makula yang eritematus terdapat papul, vesikel, bula
yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif.(9)
(3)
13
Dermatitis Definisi : Dermatitis yang bersifat kronis dan rasa gatal yang sangat
herpetivormis
dengan kekambuhan yang tinggi.
Status dermatologi : berupa berupa lesi polimorf yang bergerombol pada
dasar yang eritematus.
Predileksi : pada kepala, kuduk, lipatan ketiak bagian belakang, sakrum,
bokong dan lengan bawah. Distribusinya simetris, akut dan polimorf.(9)
(3)
Dermatitis Definisi : Dermatitis venenata adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
Venenata serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
arthropoda penyerang
Predileksi : Seluruh tubuh
Status Dermatologis : Berupa eritema, edema, panas, nyeri, bisa berbentuk
papula, pustule, maupun krusta. (9)
Terdapat 2 macam lesi yang diakibatkan oleh gigitan serangga, yaitu : (1)
a. Nodul eritematus, akibat serangga memasukkan (menyuntikkan) bahan –
bahan berbahaya ke dalam kulit yang menyebabkan keradangan.
b. Dermatitis kontak iritan, akibat cairan yang dikeluarkan serangga waktu
berbenturan / bersentuhan dengan kulit.
14
10. Penatalaksanaan
Umum
1. Analgetika : Metampiron sehari 4 x 1 tablet
2. Bila ada infeksi sekunder :
- Erytromycin 250-500 mg sehari 3 x 1 tablet
- Dicloxacillin 125-250 mg sehari 3 x 1 tablet
3. Lokal :
- Bila basah : kompres larutan garam faali
- Bila erosi : salep sodium fusidate
- Bila kering : bedak salycil 2%
Khusus
1. Acyclovir
Dosis: dewasa : 800 mg sehari 5 kali selama 7-10 hari
Anak : 20 mg/kgBB sampai 800 mg sehari 4 kali
Acyclovir tidak dapat menghilangkan neuralgi pasca herpetik
2. Neuralgia pasca herpetik
a. Aspirin : 500 mg sehari 3 kali.
b. Anti depresan trisiklik : Amitriptylin 50- 100 mg/hari
- Hari pertama : 1 tablet (25mg)
- Hari kedua : sehari 2 kali satu tablet
- Hari ketiga : sehari 3 kali satu tablet
c. Carbamazepine:200mg sehari 1-2 kali ( untuk trigeminal neuralgia).
3. Herpes zoster ophtalmicus perlu konsul ke spesialis mata atau dapat diberikan:
- acyclovir salep mata 5 kali setiap 4 jam
- dan juga ofloxacin atau ciprofloxacin obat tetes mata
o hari 1 dan 2 : 1 tetes/2-4 jam,
o hari 3-7 :1 tetes 4 kali/hari.(7,8)
Pencegahan
Pemberian vaksin varicella virus vaccine (oka strain)
Indikasi :
- usia tua (>60 tahun)
- pasien imunokompromais dengan penyakit kronik (7)
15
11. Komplikasi
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
16
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika
urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.(2)
12. Prognosis
17
BAB III
PEMBAHASAN
18
BAB IV
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsoe, Emmy, Menaldi, et al, 2007, Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia,
Hal. 68, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. Djuanda Prof, Kosasih, Wiryadi, et al, 2007, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Hal.
110 – 112 Penyakit Virus oleh Ronny P. Handoko, Jakarta, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
3. Wolff, Goldsmith, Katz, et al, 2008, Fitz Patrick’ Dermatology in General
Medicine Seventh Edition Volumes 1&2 Chapter 194 (pages 1885 – 1889), United
States of America, The McGraw – Hill Companies
4. Burns, Tony, Breathnach, Cox, et al, 2010, Rook’s textbook of Dermatology Eight
Edition Volume 1 Chapter 33 (pages 33.22), Wiley Blackwell
5. D.James.William, et al, 10th edition © 2006, Saunders Elsevier, Andrews’
Diseases of the Skin Clinical Dermatology, (pages 372 – 377) Philadelphia,
Pennsylvanian, USA
6. Gnann, John W, Witley, Richard J, 2002, Journal of Herpes Zoster, New England,
New England Journal of Medicine
7. Barakbah, Pohan, Sukanto, et al, 2007, Atlas Penyakit Kulit & Kelamin cetakan
kedua Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Hal 14-19, Surabaya,
Airlangga University Press
8. Murtiastutik. Dwi, 2005, Pedoman Diagnostik Dan Terapi RSU Dr. Soetomo edisi
III, hal 56-58, Surabaya
9. Abdullah. Benny, Kurniawan. Ovaldo, dr, SpKK, 2009, Dermatologi Pengetahuan
Dasar dan Kasus di Rumah Sakit, Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan
Universitas Surabaya hal: 86-90
10. http://drugline.org/medic/term/dermatome/
11. http://zizaidermatology.wordpress.com/2012/02/19/shingles-part-1-viral-phases/
20