Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anestesi selalu diperlukan dalam setiap pencabutan gigi baik pencabutan gigi

permanen atau gigi tetap maupun pencabutan gigi susu agar pasien tidak

merasakan sakit pada waktu dicabut giginya.

Istilah anestesi berarti tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua

kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi lokal adalah

hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran dan anestesi umum, yaitu

hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran.

Anestesi lokal didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menyebabkan

hilangnya sensasi rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara yang

disebabkan adanya depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses

konduksi pada saraf perifer. Anestesi lokal menghilangkan sensasi rasa nyeri

tanpa hilangnya kesadaran yang menyebabkan anestesi lokal berbeda secara

dramatis dari anestesi umum.

Anestesi lokal merupakan salah satu tindakan medis yang sering dilakukan

dalam kedokteran gigi. Anestesi lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri

secara lokal pada daerah yang diberikan anestetikum untuk periode yang singkat.

Anestesi lokal dapat mengkontrol rasa nyeri dalam bidang kedokteran gigi.

Penggunaan bahan anestesi lokal yang spesifik diharapkan dapat memberikan

kenyamanan selama pasien menjalani perawatan dalam bidang kedokteran gigi.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan rumusan masalah :

1. Apa Definisi Anestesi Lokal ?

2. Apa Indikasi dan Kontraindikasi anestesi lokal ?

3. Apa saja Macam-macam Anestesi Lokal dan Teknik Pemberiannya ?

4. Apa saja Obat Anestesi Lokal ?

5. Apa Larutan Anestesi Lokal ?

6. Bagaimana Cara Kerja Larutan Anestesi Lokal ?

7. Apa hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemilihan teknik dan

obat anestesi lokal ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, didapatkan tujuan yaitu :

1. Untuk mengetahui Definisi Anestesi Lokal

2. Untuk mengetahui Indikasi dan Kontraindikasi anestesi lokal

3. Untuk mengetahui Macam-macam Anestesi Lokal dan Teknik Pemberiannya

4. Untuk mengetahui Obat Anestesi Lokal

5. Untuk mengetahui Larutan Anestesi Lokal

6. Untuk mengetahui Cara Kerja Larutan Anestesi Lokal

7. Untuk mengetahui Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan

pemilihan teknik dan obat anestesi lokal

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anestesi Lokal

Anestesi adalah melakukan tindakan untuk memperoleh anestesia. Sedangkan

anastesia adalah absennya semua sensasi.

Pengertian anestesi lokal adalah:

 Suatu anestesi yang dimaksudkan untuk melumpuhkan saraf sensibel

setempat dimana kesadaran pasien masih ada (Haryono Mangunkusumo,

1981)

 Hilangnya sensasi tanpa diikuti oleh hilangnya kesadaran (Narlan

Sumawinata, 2013)

 Anestesi lokal adalah menghilangkan rasa sakit pada area tertentu tanpa

menghilangkan kesadaran dan bekerja dengan cara mendepresi rangsangan

pada saraf tepi atau menghambat jalannya konduksi sakit pada saraf tepi.

(Abu Bakar, 2012)

2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Lokal

Sebelum memutuskan macam anestesi lokal yang dipilih, dokter gigi harus

mengetahui dan memahami indikasi serta kontra indikasi anestesi lokal.

Indikasi anestesi lokal antara lain :

1) Untuk keperluan pencabutan gigi,

2) Untuk keperluan penambalan gigi,

3
3) Untuk keperluan insisi abses,

4) Untuk keperluan pengambilan impacted,

5) Untuk keperluan pembetulan rahang baik untuk estetika maupun karena

kecelakaan. (H Hadogo, 1979)

Kontra indikasi anestesi lokal meliputi :

1) Daerah yang mengalami infeksi,

2) Pasien yang nervous,

3) Apabila akan dilakukan multiple extraction,

4) Pada pasien abnormal,

5) Pada anak kecil yang rewel,

6) Pasien tidak kooperatif,

7) Pasien dengan kelainan perdarahan. (Haryono Mangunkusumo, 1981)

2.3 Macam-macam Anestesi Lokal dan Teknik Pemberiannya

2.3.1 Anestesi Topikal

1.Topikal Anastesi (Superfisialis)

Disini anastesi hanya menghilangkan rasa sakit di permukaan saja, karena

hanya mengenai ujung-ujung serabut-serabut syaraf dan berlaku untuk beberapa

menit saja.

a. Secara Phisis

4
Yakni mendapatkan anastesi dengan pembekuan. Dalam hal ini khloretil yang

berwujud zat cair, mempunyai titik didih sangat rendah dan lekas menguap.

Waktu menguap zat ini mengambil panas dari sel-sel jaringan di sekitarnya dan

syaraf-syaraf, sehingga sel-sel syaraf itu membeku.

Akibatnya syaraf tidak lagi dapat menerima rangsangan sakit sehingga rasa

sakit tidak diteruskan ke pusat (sentrum) dari permukaan. Hasil dari anastesi ini

tidak dalam, hanya kira-kira 5mm dan lekas hilang.

Indikasi anastesi secara phisis ini hanya dipakai untuk :

- Mencabut gigi permanen yang amat goyah.

- Insisi abses.

- Juga biasanya dipakai untuk mencabut gigi susu yang sudah goyah.

Cara mempergunakannya :

Kloretil yang terdapat dalam botol disebut kloretil spray, tempat yang akan

diberi anestetikum dikeringkan dengn kapas kemudian diberi jodium tincture

3-5%. Setelah itu kloretil disemprotkan dari dekat dulu, kemudian jarak

diperbesar seperti air mancur supaya tempat disekitar itu menjadi beku dengan

tanda kelihatan memutih dan ini tandanya untuk memulai pencabutan atau insisi.

Kita harus bertindak cepat karena anestesi ini tidak berlangsung lama.

Harus diingat ketika menyemprotkan kloretil ini jangan sampai mengenai

mata karena dapat merusaknya, jadi pasien disuruh menutup matanya. Juga tidak

boleh diberikan terlalu banyak karena memungkinkan pembiusan umum. Kalau

5
hendak melakukan insisi, maka sebaiknya disemprot disekeliling tempat yang

akan di insisi tersebut.

b. Secara Khemis

Biasanya dipergunakan cocain 2% yang umum dilakukan oleh dokter untuk

operasi mata. Obat-obat yang lain dipergunakan ialah pantocain dan benzocaine.

Pemakaian cocain ini dalam kedokteran gigi sebagian dipakai secara anastesi

tekanan (pressure anaesthesi). Anastesi ini dipergunakan kalau infiltrasi anastesi

atau blok anastesi masih menimbulkan rasa sakit pada pulpa. Misalnya kalau kita

akan melakukan pengambilan urat syaraf (ekstirpasi) seacra vital yaitu dengan

tidak mematikan infiltrasi anastesi atau blok anastesi tidak dapat melumpuhkan

sampai ke ujung-ujung syaraf, maka untuk menghindarkan rasa sakit itu ditambah

dengan anastesi tekanan (pulpa druk anaesthesi). Sekarang tidak dipakai lagi.

Cara mempergunakannya :

Kavitas gigi yang karies dibersihkan dari sisa-sisa makanan dan kemudian

dibersihkan dengan alcohol. Diambil sedikit kapas yang telah dibulatkan,

dimasukkan ke dalam cocain 2%, kemudian ditekankan kedalam kavitas gigi yang

telah dibersihkan tadi. Cocain itu mempunyai sifat melumpuhkan ujung-ujung

syaraf tertentu, jadi kapas yang kita tekankan tadi akan langsung mengenai ujung

syaraf yang menyebabkan ia lumpuh, tidak dapat menerima rangsangan sakit.

2.3.2 Anestesi Infiltrasi

Anastesi ini diperoleh dengan cara memberikan suntikan anestetikum di

bawah mukosa yang bertujuan melumpuhkan sementara ujung syaraf yang lebih

dalam letaknya dengan akibat menganggu fungsi penerimaan rangsang.

6
1. Soft tissue anastesi

Dapat dibagi dalam dua kategori yaitu :

a. Submukus infiltrasi anastesi

b. Deep infiltrasi anastesi

A. Submukus infiltrasi anastesi

Infiltrasi anastesi ini biasanya dipergunakan :

1. Untuk melumpuhkan serabut syaraf,misalnya serabut-serabut atau nervus

buksinatorius yang tidak dapat dicapai dengan “mandibular anasthesi”.

Juga untuk n.nasopalatinus dan n. palatines anterior.

2. Untuk melakukan eksisi gingival yang menutupi gigi, misalnya gingival

yang menutupi molar tiga bawah.

3. Untuk insisi (membuat jalan keluar nanah)

4. Untuk ekstirpasi gingival polip dan fibroma.

5. Untukmengambil bagian tulang alveolus yang menonjol (alveolektomi).

B. Deep infiltrasi anastesi (pleksus anastesi)

Anastesi hanya dapat dilakukan kalau tulang kompakta atau seluruh

struktur kompakta bagian bukal dan labial adalah tipis yaitu pada rahang atas

pada rahang bawah hanya di bagian labial dari gigi depan.

Indikasi deep infiltrasi anastesi:

1. Untuk mencabut gigi gigi depan bawah

2. Untuk semua gigi maxilla

3. Untuk mencabut gigi desidui yang persisten

7
Anastesi ini dilakukan kalau pada daerah atau tempat yang kita suntik

tidak ada radang. Bila ada radang maka anesthetikum tidak dapat merembes

mencapai urat syaraf yang lebih dalam, sebab diblokir oleh cairan yang

terdapat pada radang tersebut. untuk melakukan pleksus anastesi ini harus

diingat bahwa lamina alveolar kompakta di tempat gigi yang hendak kita

blokir syarafnya adalah tipis karena waktu kita mendeponer anastesikum kita

maksudkan supaya anastesikum disini merembes melalui lapisan epitel

menembus submukosa, perios, lamina kompakta terus ke spongiosa dan

barudi dalam spongiosa ini anastesikum meluas kemana mana dan akan

mencapai pleksus dentalis. Akibatnmya terjadi parestesi dari pada urat syaraf

yang bersangkutan.

Karena anastesikum melalui jalan yang jauh maka sebagian dari obat ini

masuk dalam pembuluh pembulu darah dan limfe, sehingga lama kelamaan

anastesikum akan hilang diresobsi oleh darah dan cairan limfe, akibatnya

syaraf akan merasa sakit kembali. Untuk menghindarkan cepat resorbsi ini,

maka biasanya dipakai anastesikum yang ditambah dengan adrenalin, kecuali

bila ada kontra indikasi pemakaian adrenalin, maka tidak ditambahkan

adrenalin ini. Pada maksila, lamina kompaktanya di bagian bukal, palatinal

dan labial adalah tipis, sehingga dapat dilakukan pleksus anastesi dengan

tidakada suatu penghambatan. Hanya di regio molar satu terdapat Krista

zygomaticus alveolaris sehingga lamina kompakta di daerah ini sangat tebal.

Jadi pada waktu pemberian anastesikum Krista ini harus dihindrakan, yakni

dengan mendeponer anastesikum lebih kedistal atau mesial dari molar satu

tersebut.

8
Pada mandibula, alveolar kompakta di bagian labial dari gigi depan saja

yang tipis yaitu dari kaninus kiri ke kaninus kanan sedangkan pada gigi gigi

lainnya adalah sangat tebal, yaitu pada region premolar sampai molar di

bagian bukal, sehingga pada regio ini tidak mungkin kita adakan suatu pleksus

anastesi.

Menurut cara penyuntikannya, maka pleksus anastesi dapat dibagi dalam:

1. Supra periostal pleksus anastesi

2. Subperiostal pleksus anastesi

3. Interdental (perisemental) anastesi

A. Supra periostal pleksus anastesi

Tempat masuknya jarum pada fornika vestibular yaitu batas lamina

mukosa yang menutupi rahang setinggi apeks dari gigi yang akan dicabut.

Untuk mengetahui tempat forniks, maka bibir atau pipi di gerak gerakan

ke atas dari korona gigi yang dimaksud.

Ditempat pertemuan mukosa bergerak dari pipi atau bibir dengan

mukosa gingival yang tidak bergerak, inilah kita masukkan jarum yang

kecil. Dengan labial bevel dari jarum kea rah tulang menembus mukosa

sampai lamina kompakta.

Kalau sudah merasa lamina kompkata ini maka jarum ditarik sedikit

supaya waktu memasukkan obat tidak tertahan.

Anastesikum dideponer sebanyak 1-1.5 cc dan sesudah 4-5 menit

pencabutan sudah dapat dilakukan. Mengeluarkan anastesikum tidak perlu

tekanan.

9
Suntikan supraperiostal infiltrasi di daerah premolar maxilla. Posisi titik jarum

berada pada sudut 45 sampai sumbu panjang gigi seperti yang terlihat dari

samping

Infiltrasi injeksi supraperiosteal di daerah premolar maxilla. Posisi jarum berada

pada sudut 45 ke sumbu panjang gigi premolar kiri seperti yang terlihat dari depan

10
infiltrasi injeksi supraperiosteal di daerah molar maxilla. Posisi titik jarum berada

pada sudut 45 sampai sumbu panjang gigi molar kanan

B. Subperiostal pleksus anastesi

Tepat masuknya jarum di tengah tengah gigi yang akan di cabut

sampai menembus perios dan menyusur tulang di bawah perios sampai

setinggi apeks baru dideponer anastesikum.

Anastesi ini jarang dipakai karena mempunyai keburukan yaitu :

a. Karena mengenai perios maka pasien merasa sakit

b. Kemungkinan jarum putus

c. Dapat melepaskan perios sehingga pembuluh pembuluh darah yang

masuk ke tulang rusak, akibatnya terjadi pendarahan yang subperiostal

dan menyebabkan “dolor post injection” seperti “

- Rasa sakit

- Bengkak

11
- Infeksi

Kebaikan kebaikannya :

a. Dengan jumlah yang kecil saja (0,5 cc) sudah cukup untuk mencabut gigi

dan bekerja 5-10 menit

b. Rasa sakit hilang sama sekali walaupun ada granuloma di apeks atau

adanya peridontitis

Infiltrasi injeksi subperiosteal pada maxilla anterior. Posisi titik jarum

berada pada sudut 90 sampai sumbu panjang gigi dan tulang alveolar

seperti yang terlihat dari depan.

12
Infiltration palatal anesthesia: paraperiosteal/supraperiosteal injection as

seen on the right side in the molar region.

infiltrasi anestesi palatal: injeksi paraperiosteal / supraperiosteal seperti

yang terlihat di sisi kiri di daerah anterior (kaninus).

C. Intra septal anastesi

Disini kita menganastesi urat syaraf dalam periodontium dimana

jarum yang kecil. Dengan bevel kea rah gigi dimasukkan ke sebelah bukal

atau palatal ini diantara akar gigi dengan processus alveolaris.

13
Bila gigi tetangga tidak ada maka jarum dapat di masukkan tegak

lurus distal/mesial gigi. Anastesikum dimasukkan beberapa tetes saja.

Indikasi untuk mencabut gigi dengan periodontitis jika supra periostal

anastesi tidak memuaskan.

D. Interdental (perisemental) anastesi periodontal infact

Dilakukan bila terdapat periodontitis atau granuloma pada apeks

dengan tujuan mengenai syaraf yang terdapat di periodontium. Jarum kecil

disuntukkan pada gingival dibagian bukal atau lingual dari gigi dan

mengenai cementum.

Anastesikum cukup beberapa tetes diberikan dan memerlukan

tekanan. Jadi tekniknya sama dengan intra septal anastesi, hanya saja

jarum masuk di daerah septum interdentalis.

Kerugiannya :

Tersebarnya mikroorganisme kalau disitu ada radang karena pus akan

terdorong masuk ke spongiosa dan dapat menyebabkan osteomyelitis,

misalnya pada pyohroe, periodontitis akuta purulenta.

2. Bony tissue anastesi : intra osseal anastesi

Disini bukan saja perios tetapi juga tulang kompakta ditembus dan

anastesikum dideponer pada tulang spongiosa. Untuk maksud ini kita

harus membuka flap dari mukosa dan perios, kemudian tulang kompakta

dibor dan baru anastesikum dapat di deponer. Oleh karena itu jaringan

14
yang hidup banyak yang rusak. Praktis sekarang anastesi ini tidak

dilakukan karena pasien merasa sakit.

2.3.3 Anestesi Blok

Anestesi blok dapat di bedakan menjadi anestesi blok maksila dan anestesi

blok mandibula.

a. Anestesi Blok Maksila

Maxillary Nerve Block

Indikasi

1. Pengendalian nyeri sebelum prosedur bedah, periodontal atau restoratif oral

yang memerlukan anestesi pada seluruh divisi maksila

2. Bila radang jaringan atau infeksi menghalangi penggunaan blok saraf

regional lainnya (yaitu PSA) atau injeksi supraperiosteal

3. Prosedur diagnostik atau terapeutik untuk neuralgia atau urat syaraf dari

divisi kedua saraf trigeminal

Kontra Indikasi

1. Administrator yang tidak berpengalaman

2. Pasien anak-anak

a. Lebih sulit dan berbahaya karena dimensi anatomi yang lebih halus

b. Butuh pasien kooperatif

c. Biasanya tidak perlu pada pasien anak karena tingkat keberhasilan

teknik blok regional yang tinggi

3. Pasien tidak kooperatif

15
4. Peradangan atau infeksi pada jaringan di atas tempat suntikan

5. Saat perdarahan sangat berisiko (mis., Penderita hemofilia)

6. Dalam pendekatan saluran palatina yang lebih besar: ketidakmampuan

untuk mendapatkan akses ke kanal; penghalang tulang dapat hadir di sekitar

5% sampai 15% kanal

Teknik (Pendekatan Tuberositas Tinggi)

1. Jarum berukuran 25 yang direkomendasikan

2. Luas sisipan: tinggi lipatan mucobuccal di atas aspek distal molar kedua

rahang atas

3. Area target

a. Saraf maksilaris saat melewati fosa palatina ptery

b. superior dan medial terhadap blok saraf alveolar superior posterior

4. Landmark

a. Lipatan mucobuccal pada aspek distal molar kedua rahang atas

b. tuberositas maksila

c. Proses zygomatic maxilla

5. Orientasi bevel: menuju tulang

6. Prosedur

a. Tempatkan spidol steril pada jarum panjang 25 gauge 1 1/4 inci dari

bevel

b. Posisi administrator

16
1) Untuk injeksi tuberositas kiri yang tepat, administrator tangan

kanan duduk pada posisi pukul 10 yang menghadap ke arah yang

sama seperti pasien

2) Untuk injeksi tuberositas kanan yang tepat, administrator tangan

kanan duduk pada posisi pukul 8 yang menghadap ke arah yang

sama seperti pasien

c. Posisi pasien: pada posisi telentang atau semi terlentang untuk blok

kanan atau kiri

d. Siapkan jaringan setinggi lipatan mucobuccal untuk penetrasi

- kering dengan kasa steril

- oleskan antiseptik topikal

- oleskan anestesi topikal

e. orientasi mengarah ke tulang

f. buka mulut pasien; tarik mandibula ke sisi injeksi

g. Retrack pipi di daerah injeksi dengan jari telunjuk untuk

meningkatkan visibilitas

h. Tarik tisu kencang dengan jari ini

i. Tempatkan jarum ke ketinggian lipatan mucobuccal di atas molar

kedua

j. Memajukan jarum perlahan dalam arah ke atas, ke dalam dan ke

belakang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk blok saraf

alveolar superior posterior

k. memajukan jarum sampai kedalaman yang telah ditentukan

17
1) seharusnya tidak tahan terhadap penetrasi jarum; Jika resistansi

dirasakan, sudut jarum ke arah garis tengah terlalu besar

2) Ujung jarum kedalaman ini (1 1/4 inci) harus berada dalam fosa

pterygopalatine di dekat kedua divisi maksilaris saraf trigeminal.

l. Aspirasi

m. Putar syringe (jarum bevel) satu putaran keempat dan reaspirate

n. Kembali syringe ke posisi semula dengan bevel menuju tulang

o. Jika aspirasi negatif

1) perlahan, lebih dari 60 detik, deposit 1,8 ml larutan anestesi lokal

2) aspirasi beberapa kali selama injeksi

p. perlahan menarik semprit

q. Tutup jarum

r. Tunggu 3 sampai 5 menit sebelum memulai prosedur gigi

b. Anestesi Blok Mandibula

Inferior Alveolar Nervus Block atau yang sering juga disebut dengan

blok mandibula merupakan metode anestesi lokal blok mandibula yang sering

digunakan di kedokteran gigi.

Metode yang digunakan adalah Metode Fisher, metode ini menganestesi

nervus inferior alveolar, nervus incisive, nervus mental, dan nervus lingual.

Nervus buccal juga bisa ditambahkan dalam beberapa prosedur yang

melibatkan jaringan lunak di daerah posterior bukal. Daerah yang dianestesi

dengan metode ini adalah gigi mandibula sampai ke midline, body of

mandible, bagian inferior dari ramus, mukoperiosteum bukal, membrane

18
mukosa anterior sampai daerah gigi molar satu mandibula, 2/3 anterior lidah

dan dasar dari kavitas oral, jaringan lunak bagian lingual dan periosteum,

external oblique ridge, dan internal oblique ridge.

Indikasinya adalah untuk prosedur pencabutan beberapa gigi mandibula

dalam satu kuadran, prosdur pembedahan yang melibatkan jaringan lunak

bagian bukal anterior sampai molar satu serta jaringan lunak bagian lingual.

Kontraindikasi adalah pasien yang mengalami infeksi atau inflamasi akut

pada daerah penyuntikan serta pasien dengan gangguan kontrol motorik

menggigit bibir atau lidah secara tiba tiba.

Prosedur Metoder Fisher :

1. Pasien didudukkan dengan posisi semisupine atau setengah telentang.

2. Intruksikan pasien untuk membuka mulut selebar mungkin agar

mendapatkan akses yang jelas ke mulut pasien. Posisi diatur sedemikian

rupa agar ketika membuka mulut, oklusal dari mandibula pasien sejajar

dengan lantai.

3. Posisi operator berada pada arah jam 8 dan menghadap pasien untuk

rahang kanan mandibula, sedangkan untuk rahang kiri mandibula posisi

operator berada pada arah jam 10 dan menghadap ke pasien.

4. Jarum 25 gauge direkomendasikan untuk pasien dewasa dengan panjang

jarum sekitar 42 mm atau 1,625 inchi. Hal ini diperlukan karena bagian

jarum yang masuk ke jaringan adalah sekitar 20 mm.

5. Aplikasikan antiseptik di daerah trigonom retromolar.

19
6. Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi terakhir mandibula, geser ke

lateral dan palpasi linea oblique eksterna pada ramus mandibula,

kemudian telunjuk digeser ke median untuk mencari linea oblique interna.

Ujung lengkung kuku berada di linea oblique interna dan permukaan

samping jari berada di bidang oklusal gigi rahang bawah.

7. Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku dari sisi rahang yang

tidak dianestesi tepatnya dari regio premolar dan jarum dengan bevel

mengarah ke tulang sampai jarum kontak dengan tulang (Posisi I). Arah

jarum hampir tegak lurus dengan tulang.

8. Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal

dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif

keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis

(Posisi II).

Posisi jarum di foramen mandibula.

20
9. Spuit digeser ke arah posisi I tapi tidak penuh sampai sekitar region

kaninus lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam

kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negatif keluarkan anestetikum

sebanyak 1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior (Posisi III).

Setelah selesai spuit ditarik kembali.

Insersi spuit pada anestesi lokal blok mandibula.

Metode Fischer sering juga dimodifikasi dengan penambahan anestesi untuk

syaraf bukal setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit

sebelum jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati linea oblique interna

,jarum digeser kelateral ke daerah trigonom retromolar, aspirasi dan bila negatif

keluarkan anestetik sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi syaraf bukal dan

kemudian spuit ditarik keluar.

2.4 Obat Anestesi Lokal

Anestetikum lokal diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sesuai

dengan ikatan, yaitu ikatan golongan amida (-NHCO-) dan ikatan golongan ester

(-COO-). Perbedaan ini berguna karena ada perbedaan ditandai dalam alergenitas

dan metabolisme antara dua kategori bahan anestetikum lokal.

21
Secara kimiawi bahan anestetikum lokal dapat diklasifikasikan menjadi dua

golongan, yaitu :

A. Golongan Ester (-COO-)

1. Prokain

2. Tetrakain

3. Kokain

4. Benzokain

5. Kloroprokain

B. Golongan Amida (-NHCO-)

1. Lidokain

2. Mepivakain

3. Bupivacaine

4. Prilokain

5. Artikain

6. Dibukain

7. Ropivakain

8. Etidokain

9. Levobupivakain

Macam - macam obat anestesi lokal :

1. Kokain

Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas

atas. Lama kerja 2-30 menit.

Contoh: Fentanil

22
* Farmakodinamik: Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun

erythroxylon coca. Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran

saraf, bila digunakan secara lokal. Efek sistemik yang paling mencolok yaitu

rangsangan susunan saraf pusat.

* Efek anestetik lokal: Efek lokal kokain yang terpenting yaitu kemampuannya

untuk memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain

pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang oftalmologi, tetapi kokain

ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain

sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi

saluran nafas atas. Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Diperkirakan

besarnya dosis fatal adalah 1,2 gram. Sekarang ini, kokain dalam bentuk larutan

kokain hidroklorida digunakan terutama sebagai anestetik topikal, dapat

diabsorbsi dari segala tempat, termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral

kokain tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis.

2. Prokain (novokain)

 Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5%

 Blok saraf: 1-2%

 Dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit

Prokain disintesis dan diperkenalkan dengan nama dagang novokain. Sebagai

anestetik lokal, prokain pernah digunakan untuk anestesi infiltrasi, anestesi blok

saraf, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Namun karena

potensinya rendah, mula kerja lambat, serta masa kerja pendek maka

penggunaannya sekarang hanya terbatas pada anestesi infiltrasi dan kadang-

23
kadang untuk anestesi blok saraf. Di dalam tubuh prokain akan dihidrolisis

menjadi PABA yang dapat menghambat kerja sulfonamik.

3. Kloroprokain (nesakin)

Derivat protein dengan masa kerja lebih pendek.

4. Lidokain (lignokain, xylokain, lidones)

Konsentrasi efektif minimal 0,25%. Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi

otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan,

 1-1,5% untuk blok perifer

 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi

 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik

 1,0% untuk blok motorik dan sensorik

 2,0% untuk blok motorik pasien berotot (muskular)

 4,0% atau 10% untuk topikal semprot di faring-laring (pump spray)

 5,0% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea

 5,0% lidokain dicampur

 5,0% prilokain untuk topikal kulit

 5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural,)

Lidokain (xilokain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas

dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat,

dan lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi yang

24
sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari

anestetik lokal golongan amida.

Larutan Lidokain 0,5% digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan

1-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini lebih efektif bila digunakan

tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbsi dan toksisitasnya bertambah dan

masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang

hipersensitif terhadap anestetik lokal golongan ester. Sediaan berupa larutan 0,5-5%

dengan atau tanpa epinefrin (1:50000 sampai 1:200000).

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,

misalnya mengantuk, pusing, parastesia, kedutan otot, gangguan mental, koma,

dan bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat

fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung. Lidokain sering digunakan secara

suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf, anestesia spinal, anestesia

epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia selaput

lendir.

5. Bupivakain (markain)

Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding

lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam.

Prosedur Konsentrasi % Volume :

 Infiltrasi 0,25-0,50 5-60 ml

 Blok minor perifer 0,25-0,50 5-60 ml

 Blok mayor perifer 0,25-0,50 20-40 ml

 Blok interkostal 0,25-0,50 3-8 ml

25
 Lumbal 0,50 15-20 ml

 Kaudal 0,25-0,50 5-60 ml

 Analgesi postop 0,50 4-8 ml/4-8 jam (intermitten) 0,125 15 ml/jam

(kontinyu)

 Spinal intratekal 0,50 2-4 ml

Struktur bupivakain mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung

amin adalah butil piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa

kerja yang panjang, dengan efek blokade terhadap sensorik lebih besar daripada

motorik. Karena efek ini bupivakain lebih populer digunakan untuk

memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa pasca pembedahan. Pada

dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik daripada lidokain.

Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk

anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebra. Tanpa epinefrin, dosis

maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah 2mg/kgBB.

6. Ropivakain (naropin)

Mirip dengan bupivakain dan mempunyai indikasi yang sama dalam

kegunaanya, yaitu ketika anastesi dengan durasi panjang dibutuhkan. Seperti

bupivakain, ropivakain disimpan dalam sediaan botol kecil. Kedua obat tersebut

merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain. Keuntungannya dibandingkan

dengan bupivakain adalah zat ini lebih rendah kardiotoksisitas. Zat ini tersedia

dalam beberapa formulasi. Konsentrasi 0,5% (dengan atau tanpa epineprin),

0,75% , dan 1% telah digunakan pada bidang kedokteran gigi.

26
Ketika digunakan pada praktek medis khasiat dari ropivakain sama-sama

efektif, baik menggunakan epineprin maupun tidak. Pada dunia kedokteran gigi

penambahan epineprin meningkatkan efek anestesia dari ropivakain.

Konsentrasi efektif minimal 0.25%.

7. Levobupivakain (chirokain)

Levobupivakain merupakan isomer tunggal bupivakain dan memiliki

keuntungan hanya sedikit efek kardiotoksiknya. Telah terbukti bahwa bahan ini

seefektif bupivakain dan anestetikum lain. Penggunaannya sebagai injeksi intraoral

pada saat anestesi umum dapat mengurangi kebutuhan analgesik pasca operasi

setelah pembedahan mulut. Levobupivakain ini tersedia dalam konsentrasi antara

0,25-0,75%.

8. Dibukain

Derivat kuinolin merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik

dan mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain

kira-kira 15x lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3x lebih panjang. Sebagai

preparat suntik, dibukain sudah tidak ditemukan lagi, kecuali untuk anestesia

spinal. Umumnya tersedia dalam bentuk krim 0,5% atau salep 1%.

9. Mepivakain HCL

Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain.

Mepivakain ini digunakan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf regional dan

anestesia spinal. Sediaan untuk suntikan berupa larutan 1 ; 1,5 dan 2%.

Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus dan karenanya tidak digunakan untuk

27
anestesia obstetrik. Pada orang dewasa indeks terapinya lebih tinggi daripada

lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih

panjang sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal.

10. Tetrakain

Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Pada pemberian intravena,

zat ini 10 kali lebih aktif dan lebih toksik daripada prokain. Obat ini digunakan

untuk segala macam anestesia, untuk pemakaian topilak pada mata digunakan

larutan tetrakain 0.5%, untuk hidung dan tenggorok larutan 2%. Pada anestesia

spinal, dosis total 10-20mg. Tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula

kerjanya lambat, dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. Namun bila

diperlukan masa kerja yang panjang anestesia spinal, digunakan tetrakain.

11. Prilokain HCl

Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain,

tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil

daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas

terhadap SSP lebih ringan, penggunaan intravena blokade regional lebih aman.

Prilokain juga menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik dari

prilokain HCl yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan

oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin.

Methemoglobinemia ini umum terjadi pada pemberian dosis total melebihi 8

mg/kgBB. Efek ini membatasi penggunaannya pada neonatus dan anestesia

28
obstetrik. Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia suntikan

dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0; dan 3,0%.

12. Benzokain

Absorbsi lambat karena sukar larut dalam air sehingga relatif tidak toksik.

Benzokain dapat digunakan langsung pada luka dengan ulserasi secara topikal dan

menimbulkan anestesia yang cukup lama.

2.5 Larutan Anestesi Lokal

Beberapa komponen dari larutan anestesi lokal diketahui dapat memicu

reaksi alergi pada beberapa individu dan perlu diperhatikan pada pasien yang

mengidap penyakit jantung, tidak boleh diberikan larutan yang memiliki efek

vasokonstriktor seperti adrenalin atau epinefrin. Untuk mengurangi risiko yang

fatal seperti reaksi syok anafilaktik, maka seorang dokter perlu melakukan tes

dosis larutan anestesi pada pasien. Komponen yang termasuk ke dalam larutan

anestesi lokal meliputi:

1. Agen anestesi lokal: Lidocaine HCl 2%

2. Vasokonstriktor: Adrenaline atau Epinefrin 0,012 mg

3. Agen peredusi: Sodium metabisulfit 0,5 mg

4. Pengawet: Methylparaben 0,1%

5. Larutan isotonis: Sodium klorida 6 mg

6. Fungisida: Thymol

7. ‘Vehicle’: Larutan Ringer

8. Agen pengenceran: air distilasi

29
9. Agen penyesuaian pH: Sodium hidroksida

10. Gelembung nitrogen

Fungsi dari komponen dalam larutan anestesi lokal yaitu:

1. Vasokonstriktor: menurunkan tekanan darah pada daerah yang diinjeksi,

memudahkan absorbsi larutan anestesi lokal, mengurangi risiko efek

toksisitas, efek anestetik berlangsung lama dan mengurangi pendarahan

pada daerah yang diinjeksi.

2. Pengawet: untuk stabilitas.

3. Agen pereduksi: untuk stabilisasi komponen vasokonstriktor sehingga

tidak teroksidasi, krena agen vasokontriktor mudah teroksidai pada cahaya

matahari.

4. Vehicle: mengurangi ketidaknyamanan saat injeksi.

5. Gelembung nitrogen: untuk mengurangi adanya oksigen yang

terperangkap pada tempat penyimpanan larutan anestesi lokal/catridge

yang dapat merusak agen vasokonstriktor maupun vasopressor.

2.6 Cara Kerja Larutan Anestesi Lokal

Rangsang pada impuls saraf akan meningkatkan permeabilitas membrane

permukaan dari akson yang pendek. Ion Na+ akan berdifusi dengan cepat ke

dalam sel, melebihi besar pompa sodium pada polaritas di dalam sel dalam

hubungannya dengan bagian luar, yang berubah mendadak. Aliran ion sodium ke

dalam diimbangi dengan aliran keluar dari ion K+. semua agen anastesi umumnya

terbentuk dari kombinasi basa lemah dan asam kuat. Agen-agen ini dapat dengan

30
mudah terhidrolisa pada jaringan manusia yang bersifat alkali (pH 7,4) untuk

mengeluarkan basa alakaloid yang akan diikat oleh lemak pada serabut saraf.

Alkaloid dapat didefinisikan sebagai alkalin. Basa dapat mencegah bertambahnya

permeabilitas membrane saraf. Stabilisasi membrane pembatas aksonal akan

mencegah aliran ke dalam ion Na+ dan depolarisasi serta tidak aka nada induksi

impuls. larutan anastesi local dengan konsentrasi yang rendah akan menunda

gerak ionik. Sedangkan konsentrasi yang tinggi akan dapat mencegah gerak

tersebut. Karena garam hidrolisa merupakan agen anastesi yang paling sering

digunakan.

2.7 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemilihan teknik dan

obat anestesi lokal

Penggunaan anestesi khususnya anestesi lokal merupakan prosedur yang

paling sering dilakukan dalam prosedur perawatan. Sebelum melaksanakan

prosedur tersebut,

 dokter gigi harus mengetahui obat-obatan yang mungkin sering

dikonsumsi oleh pasien dengan penyakit sistemik

 mengetahui cara pemilihan bahan anestesi lokal.

 diperlukan adanya riwayat medis pasien secara keseluruhan yang dapat

diambil dari data dental dan riwayat kesehatan terbaru dari pasien sebelum

dilaksanakan perawatan gigi dan mulut.

31
 Penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor pada perawatan

merupakan alasan penting mengapa dibutuhkan adanya riwayat medis dan

kesehatan pasien.

Hal ini sangat penting karena informasi-informasi tersebut akan digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan bahan anestesi lokal, dosis yang

diberikan untuk meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang

sehat biasanya hanya diberikan anestetikum yang standar. Tetapi untuk pasien

dengan penyakit sistemik, pemilihan anestetikum harus lebih hati-hati.

Dalam melakukan anestesi memerlukan beberapa pertimbangan dalam

melakukan pemilihan teknik dan obat anestesi. Beberapa pertimbangan tersebut

antara lain :

1. Lama waktu yang diperlukan untuk mengontrol rasa sakit

2. Keperluan pengendalian sakit post-perawatan

3. Perlu hemostatis

4. Adanya kontra indikasi terhadap pemakaian bahan anestesi

32
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anestesi lokal merupakan salah satu tindakan medis yang sering dilakukan

dalam kedokteran gigi. Anestesi lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri

secara lokal pada daerah yang diberikan anestetikum untuk periode yang singkat.

Anestesi lokal dapat mengkontrol rasa nyeri dalam bidang kedokteran gigi.

Penggunaan bahan anestesi lokal yang spesifik diharapkan dapat memberikan

kenyamanan selama pasien menjalani perawatan dalam bidang kedokteran gigi.

Berdasarkan basis anatominya, anestesi lokal dapat dibedakan menjadi tiga

yaitu anestesi topikal, anestesi infiltrasi, dan anestesi regional atau sering disebut

dengan anestesi blok.

Anestetikum lokal diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sesuai dengan

ikatan, yaitu ikatan golongan amida (-NHCO-) dan ikatan golongan ester

(-COO-).

33
DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu. 2012. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Yogyakarta: CV. Quantum

Sinergis Media

Chitre, AP. 2010. Manual of Local Anesthesia in Dentistry 2nd Edition. Panama :

Jaypee Brothers Medical Publishers

H. Handogo. 1979. Buku Kuliah Bedah Mulut. Yogyakarta : FKG UGM

Haryono M. 1981. Exodontia I. Yogyakarta : FKG UGM

Ikatan Apoteker Indonesia. 2017. ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia Vol 51.

Jakarta : PT. ISFI

Gustainis,JF., and Peterson. 1981. An Alternatif method of mandibular nerve

block. JADA V

Jastak,JT Cs. 1995. Local anesthesia of the oral cavity. Philadelphia : W.B.

Saubders Company.

Malamed SF. 2004. Handbook of Local Anesthesia, Fifth Edition. Missouri

Elsevier Mosby.

Meechan JG. 2002. Practical Dental Local Anaesthesia. London: Quintessence

Publishing Co. Ltd.

Narlan Sumawinata, 2013, Anestesia Lokal dalam Perawatan Konservasi Gigi.

Jakarta : EGC.

Syarif A. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: FK-UI.

34
Tjay TH. dan Raharja K. 2005. Obat-obat Penting. Jakarta: Elex Medi

Komputindo.

Toeti R. Tjiptono, sorimuda Harahap, Suprapti Arnus, Shaukat Osmani. 1989

Ilmu Bedah Mulut,edisi kedua. Jakarta : Cahaya Surya

Varun. 2011. “Composition of Local Anesthetic Agent”

(http://www.juniordentist.com/composition-of-local-anesthetic-agent.html,

diakses pada 12 November 2017)

35

Anda mungkin juga menyukai