Anda di halaman 1dari 18

ANASTESI

SKENARIO BEDAH MULUT 6

Roma Ulina Manalu (193308010010)

1.1 Definisi Anastesi Lokal

Istilah analgesia mempunyai arti hilangnya sensasi rasa nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran. Analgesia regional atau analgesia local berarti hilangnya sensasi rasa nyeri pada
suatu bagian tertentu dari tubuh tanpa disertai hilangnya kesadaran. Sedangkan istilah
anestesi local adalah hilangnya semua sensasi sensoris, yaitu sensasi rasa nyeri, raba, tekan
dan suhu pada suatu daerah setempat dari tubuh. Meskipun di dalam perawatan gigi yang
perlu dikendalikan adalah rasa nyeri pada gigi dan jaringan sekitarnya, tetapi pada
kenyataanya yang terjadi adalah hilangnya semua sensasi sensorik. Oleh karena itu, lebih
tepat kiranya apabila dalah hal ini menggunakan istilah anastesi local dari pada analgesia
local.

1.2 Mekanisme Kerja Obat Anastesi Lokal

Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi local diperlukan suatu pemahaman
tentang proses timbulnya rasa nyeri dalam hubungan dengannya dengan sifat-sifat fisiologis
serabut saraf perifer.

Dalam keadaan istirahat, pada permukaan sel saraf terdapat perbedaan potensial yang
disebabkan karena adanya keseimbangan antara ion natrium (sodium) di luar dan di dalam sel
yang dipertahankan oleh mekanisme yang disebut dengan “pompa sodium” atau sodium
pump. Pompa sodium ini memompa ion-ion sodium dari dalam sel menuju ke cairan
ekstraseluler yang menyebabkan terjadinya akumulasi ion sodium diluar sel. Keadaan stabil
semacam ini menimbulkan suatu resting membrane potensial yang bersar sekitar -70mv.

Cairan anestesi local dapat memblokir sensasi rasa nyeri dengan jalan menghambat
penghantaran implus pada serat saraf perifer. Hal ini dapat berlangsung karena cairan anastesi
local menyebabkan penurunan permiabilitas sel saraf terhadap ion sodium sehingga terjadi
penurunan kecepatan maupun tigkat depolarisasi membrane sel saraf. Dengan keadaan seperti
itu maka tingkat depolarisasi membrane sel saraf. Dengan keadaan seperti itu maka nilai
ambang (threshold) untuk timbulnya transmisi tidak tercapai. Pada saat serat saraf menerima
suaru rangsangan maka tidak terjadi influx ion sodium ke dalam sel saraf sehingga dengan
denikian baik depolarisasi maupun konduksi (penghantaran) implus ke susunan saraf pusat
tidak terjadi.

1.3 Keuntungan dan Kerugian Anestesi lokal

Di dalam prosedur pembedahan, Tindakan anestesi merupakan suatu hal yang mutlak
dilakukan. Kita mengenal adanya dua macam bentuk anestesi, yaitu anestesi local dan
anestesi umum . di dalam menetukan jenis anastesi yang akan dilakukan, anastesi local
sebaikanya menjadi pilihan pertama karena anestesi local menyebabkan gangguan fisiologis
yang relative ringan, karena itu sangat dianjurkan pada penderita dengan resiko sistemik
tinggi. Disamping itu, anestesi lokal mempunyai angka morbiditas relatif rendah,
penggunaannya relative praktis, serta biaya yang relatif murah.

Di samping keuntungan-keuntungan tersebut diatas, Teknik anestesi lokal juga


mempunyai beberapa kerugian karena tidak dapat dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai
berikut: (1) penderita yang mempunyai perasaan takut yang berlebihan terhadap prosedur
perawatan gigi; (2) kondisi tubuh atau jaringan setempat yang dapat menyebabkan kegagalan
anestesi lokal, misalnya penderita dengan kecanduan alcohol, ketergantungan obat analgesik
yang berat, atau terdapatnya keradangan akut pada insersi jarum; (3) penderita yang tidak
kooperatif untuk perawatan gigi, misalnya penderita anak-anak dan penderita dengan
gangguan komunikasi atau retardaaasi mental, dan (4) Tindakan pembedahan yang
melibatkan jaringan yang luas di mana anestesi lokal tidak dapat memberikan afek anestesi
yang memadai.

1.4 Indikasi dan Kontra indikasi Anestesi lokal


Indikasi anestesi lokal, yaitu :
1. Penderita dalam keadaan sadar serta kooperatif.
2. Tekniknya relatif sederhana dan presentase kegagalan dalam penggunaanya relatif
kecil.
3. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakan.
4. Peralatan yang digunakan, sedikit sekali dan sederhana serta obat yang digunakan
relatif murah.
5. Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi tertentu.
6. Dapat diberikan pada penderita yang keadaan umumnya kurang baik, sebab adanya
pemberian obat anastesi terjadi penyimpangan fisiologis dari keadaan normal
penderita sedikit sekali.
Kontraindikasi anestesi lokal, yaitu :
1. Operator merasa kesulitan bekerja sama dengan penderita, misalnya penderita
menolak di suntik karena takut
2. Terdapat suatu infeksi/ peradangan
3. Usia penderita terlalu tua atau dibawah umur
4. Alergi terhadap semua anastetikum
5. Anomali rahang
6. Letak jaringan anastesi terlalu dalam

1.5 Penggolangan Obat Anestesi lokal

Obat anestesi lokal digolongan berdasarkan struktur kimiawinya, yakni golongan ester
dam amida. Termasuk di dalam golongan ester adalah procaine dan benzocaine, procaine
sudah jarang digunakan lagi karena bersifat alergenik, mekipun benzocaine masih digunakan
sebagai ibat anastesi topical. Termasuk dalam golongan amida adalah lidocaine, mepivacaine,
prilocaine,bupivacaine, etidocaine dan articaine. Obat anastesi lokal golongan amida lebih
baik dari pada golongan ester karena lebih kuat, efek toksisitas relative kecil, dan tidak
menyebabkan reaksi alergi. Hal ini disebabkan karena enzim esterase mereduksi ester
diplasma dan jaringan, sedang ezim esterase mereduksi amida di lever dan dieksresikan di
ginjal. Obat -obat anestesi lokal golongan amida yang sering dipakai saaat ini adalah
lidocaine, mepivacaine, prilocaine, dan articaine.

1.6 Teknik Anastesi


A. Anastesi Infiltrasi

Anestesi infiltrasi adalah anestesi yang bertujuan untuk menimbulkan anestesi


ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga
mengakibatkan hilangnya rasa dikulit dan jaringan yang terletak lebih dalam misalnya
daerah kecil dikulit atau gusi (pencabutan gigi).
Anestesi ini sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang
bawah. Mudah dikerjakan dan efektif. Daya penetrasi anestesi infiltrasi pada anak-anak
cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan belum begitu kompak.
 Indikasi Anastesi infiltrasi
Ada beberapa indikasi yang ditujukan untuk pemakaian anestesi infiltrasi, antara
lain:
1. Natal tooth/neonatal tooth
Natal tooth : gigi erupsi sebelum lahir
Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi
 Mobiliti
 Dapat mengiritasi : menyebabkan ulserasi pada lidah
 Mengganggu untuk menyusui
2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi
sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer.
3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali
dengan pencabutan.
4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah
mau erupsi.
5. Gigi sulung yang persistensi
6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan
gigi tetap.
7. Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
8. Untuk perawatan ortodonsi
9. Supernumerary tooth.
10. Gigi penyebab abses dentoalveolar
11. Jika penderita atau ahli bedah atau ahli anestesi lebih menyukai anestesi lokal
serta dapat meyakinkan para pihak lainnya bahwa anestesi lokal saja sudah cukup
12. Anestesi lokal dengan memblok saraf atau anestesi infiltrasi sebaiknya diberikan
lebih dahulu sebelum prosedur operatif dilakukan dimana rasa sakit akan muncul
 Kontra Indikasi Infiltrasi
Ada beberapa kasus dimana penggunaan anestesi infiltrasi tidak diperbolehkan,
kasus-kasus ini perlu diketahui sehingga gejala-gejala yang tidak menyenangkan dan
akibat yang tidak diinginkan bisa dihindari. Kontra indikasi antara lain :
1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions
stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan
pencabutan.
2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya
perdarahan dan infeksi setelah pencabutan.
3. Pada penderita penyakit jantung.
Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis,
penyakit ginjal/kidney disease.
4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah
dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan
metastase.
6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi.
7. Kurangnya kerjasama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

 Alat dan bahan Anastesi Infiltrasi


Alat dan bahan yang digunakan untuk anestesi infiltrasi pada gigi sulung saat
pencabutan antara lain :
1. Syringe
Peralatan anestesi lokal yang paling sering digunakan pada praktek gigi.
Terdiri dari kotak logam dan plugger yang disatukan melalui mekanisme hinge spring.

2. Cartridge
Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah
dan kontaminasi dari larutan. Sebagaian besar cartridge mengandung 2,2 ml atau 1,8
ml larutan anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada
syringe standart namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk
prosedur perawatan gigi rutin.

3. Jarum
Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan
dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar
American Dental Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan
superpendek (10 mm).
Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya
mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat melakukan
penetrasi dengan kedalaman yang diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke
dalam jaringan. Tindakan pengamanan ini akan membuat jarum tidak masuk ke
jaringan, sehingga bila terjadi fraktur pada hub, potongan jarum dapat ditarik keluar
dengan tang atau sonde.
Petunjuk:
1. Dalam pelaksanaan anastesi lokal pada gigi, dokter gigi harus menggunakan
syringe sesuai standar ADA.
2. Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak yang
tipis, jarum panjang digunakan untuk injeksi yang lebih dalam.
3. Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah patahnya
jarum.
4. Jarum yang digunakan harus tajam dan lurus dengan bevel yang relatif pendek,
dipasangkan pada syringe. Gunakan jarum sekali pakai (disposable) untuk
menjamin ketajaman dan sterilisasinya. Penggunaan jarum berulang dapat sebagai
transfer penyakit.

4. Lidocain
Sejak diperkenalkan pada tahun 1949 derivat amida dari xylidide ini sudah
menjadi agen anestesi lokal yang paling sering digunakan dalam kedokteran gigi
bahkan menggantikan prokain sebagai prototipe anestesi lokal yang umumnya
digunakan sebagai pedoman bagi semua agen anestesi lainnya. Lidokain dapat
menimbulkan anestesi lebih cepat dari pada procain dan dapat tersebar dengan cepat
diseluruh jaringan, menghasilkan anestesi yang lebih dalam dengan durasi yang cukup
lama. Obat ini biasanya digunakan dalam kombinasi dengan adrenalin (1:80.000 atau
1: 100.000). Pengunaan lidocain kontraindikasi pada penderita penyakit hati yang
parah.

5. Mepivacain
Derivat amida dari xilidide ini cukup populer yang diperkenalkan untuk tujuan
klinis pada akhir tahun 1990an. Kecepatan timbulnya efek,durasi aksi, potensi dan
toksisitasnya mirip dengan lidocain. Mepivacain tidak mempunyai sifat alergenik
terhadap anestesi lokal tipe ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan
dapat digunakan anestesi infiltrasi / regional. Bila mepivacain dalam darah sudah
mencapai tingkatan tertentu , akan terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi,
dan eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi.
6. Prilocain
Merupakan derivat toluidin dengan tipe amida pada dasarnya mempunyai
formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lidocain dan mepivacaine.
Prolocain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lidocain namun
anestesi yang ditimbulkan tidak terlalu dalam. Prolocain juga kurang mempunyai
efek vasodilator bila dibandingkan dengan lidocain dan bisanya termetabolisme
lebih cepat. Obat ini kurang toksis dibanding dengan lidocaine tapi dosis total yang
dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400mg.

7. Vasokonstriktor
Penambahan sejumlah kecil agen vasokonstriktor pada larutan anestesi lokal
dapat memberi keuntungan berikut ini:
1. mengurangi efek toksik melalui efek menghambat absorpsi konstituen.
2. Membatasi agen anestesi hanya pada daerah yang terlokalisir sehingga dapat
meningkatkan kedalaman dan durasi anastesi.
3. Menimbulkan daerah kerja yang kering (bebas bercak darah) untuk prosedur
operasi.
Vasokonstriktor yang biasa digunakan adalah:
1. Adrenalin (epinephrine), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan
sekresi medula adrenalin alami.
2. Felypressin (octapressin), suatu polipeptida sintetik yang mirip dengan
sekresi glandula pituutari posterior manusia. Mempunyai sifat
vasokonstriktor yang dapat diperkuat dengan penambahan prilokain.

 Klasifikasi teknik Anestesi Infiltrasi


8. Submukus
Teknik submukus:
a. Insersikan di bawah permukaan mukosa
b. Injeksi secara perlahan tanpa kekuatan
c. Dosis 1-2 cc
9. Subperiosteal
Efek pada teknik ini lebih tahan lama. Hal dapat terjadi pasca injeksi yaitu sakit,
oedema dan infeksi. Dapat terjadi perdarahan dan infeksi ketika periosteum terlepas.
Teknik subperiosteal.
a. Posisi tegak lurus terhadap korteks, lalu sejajarkan dengan periosteum
b. Bila timbul sakit dan sulit maka perlu tekanan besar
c. Bevel jarum harus kearah tulang untuk menghindai patah jarum

10. Supraperiostel
Teknik anastesi supraperiosteal secara umum:
a. Jarum diinsersikan di lipatan mukobukal fold, 1-1,5 cm dari servik gigi dengan
sudut 45° terhadap korteks
b. Insersikan jarum menembus jaringan hingga menyentuh tulang daerah periapical
gigi
c. Keluarkan anastetikum secara perlahan 0,5-1 cc
Terdapat beberapa jenis teknik supraperiosteal yang disesuaikan dengan kebutuhan
yaitu:
a. Teknik supraperiosteal Insisivus sentral RA  titik suntikan pada mukobukal fold
dan sedikit di atas apeks gigi

b. Teknik supraperiosteal Inisisivus lateral RA  sedikit di atas apeks dan terletak


pada fossa insisivus yang berupa cekungan. Sebelumnya lakukan palpasi untuk
menemukan letak insersi

c. Teknik supraperiosteal Caninus RA  pada mukobukal fold. Titik tengah antara


kaninus dan insisivus lateral. Jarum digerakkan sedikit kea rah distal pada titik
setingga akar kaninus. Apaeks terletak setingga dasar hidung.
d. Teknik supraperiosteal P1 RA  pada mukobukal fold, di atas apeks gigi premolar
pertama. Ini dapat menganastesi P2 dan akar mesial, akar M1 juga karena dapat
meblok n. alveolaris sup media

e. Teknik supraperiosteal P2 dan akar mesiobukal RA  pada mukobukal fold di atas


apeks gigi premolar kedua

f. Teknik supraperiosteal Insisivus RB  pada mukobukal fold, insersikan jarum


sampai atas apeks gigi. Jangan terlalu dalam saat menginsersikan karena akan
berakibat gagal dan mengenal m. mentalis
11. Intraosseus
Indikasi:
a. Pada korteks tebal dimana anastesi teknik lain kurang berhasil
b. Bila anastesi blok tidak bisa diberikan
c. Durasi pendek
Kontraindikasi:
a. Granuloma
b. Kista
c. Infeksi
d. Penderita penyakit kardiovaskular sedang-parah
Teknik intraosseus:
a. Lakukan insisi mukosa dan pembukaan flap bila diperlukan dan korteks
dilubangi derngan bor sebelumnya
b. Jarum diinsersikan hingga setinggi apeks
c. Anastesikan langsung ke dalam tulang konselus menembus tulang kortikal
12. Perisemental / periodontal
Anastesi periodontal merupakan tindakan memasukkan anastesi ke dalam
jaringan periodontal dimana diperlukan tekanan yang cukup kuat untuk
melakukannya. Saat pelaksanaan anastesi dapat menimbulkan sakit. Durasi efek
berlangsung 10-20 menit.
Indikasi:
a. Adanya penyakit periodontal
b. Anastesi infiltrasi lain tidak berhasil
c. Perawatan pulpotomi, pulpektomi
Teknik anastesi periondontal
a. Umumnya digunakan jarum yang pendek dan kecil
b. Bevel jarum menghadap akar gigi
c. Insersikan jarum hingga masuk ke bagian perisemental
d. Lakukan pada beberapa tempat yang berbeda

13. Intraseptal
Indikasi:
a. Adanya penyakit periodontal
b. Anastesi infiltrasi lain tidak berhasil
c. Perawatan pulpotomi, pulpektomi
d. Bila injeksi supraperiosteal atau perisemental tidak berhasil
e. Untuk menguatkan anastesi lainnya
Teknik anastesi intraseptal:
Struktur intraseptal adalah porus, alveolus akan teranastesi terus ke
periodontium lalu ke pulpa.
Bila menggunakan jarum:
a. Anastesi dimasukkan ke dalam septum prosesus alveolaris interdental yaitu
sebelah mesial dan distal gigi bersangkutan
b. Pakai jarum pendek dengan tekanan besar dan tegak lurus papilla interdental
(kortkila agak tipis, terdapat prorositas lapisan kortikal)
c. Anastesi 1 cc
Bila menggunakan bor
a. Lakukan pemboran tepat dibawah papilla interdental hingga menembus ke
lapisan tulang konselus
b. Lalu insersikan anastesi ¼ cc

14. Intradental
Sama dengan kontak pulpa anastesi. Diperlukan tekanan pada anastesi
intradental, Indikasi dilakukannya teknik ini:
a. Ekstirpasi vital pulpa
b. Pulpa terbuka dan tertutup
Teknik anastesi intradental:
a. Pada pulpa tertutup  lakukan dahulu infiltrasi anastesi. Kemudian buka pulpa
menggunakan bor. Selanjutkan aplikasikan kapas berisi prokain epineprin atau
larutan larutan anastesi diletakkan di atas kavitas dengan tekanan beberapa
menit.
b. Pada pulpa terbuka  melalui karies yang sudah dibersihkan, aplikasikan kapas
berisi prokain epineprin atau larutan anastesi diletakkan di atas kavitas dengan
tekanan beberapa menit.

B. Anastesi Blok Mandibula

Anestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita memerlukan daerah
yang teranestesi luas misalnya pada waktu pencabutan gigi posterior rahang bawah atau
pencabutan beberapa gigi pada satu quadran. Anestesi blok pada daerah mandibula
teranestesi setengah quadran, badan mandibula dan ramus bagian bawah,
mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa didepan foramen mentalis, dasar mulut
dan dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian lingual mandibula.
Karena N. Bukalis tidak teranestesi maka apabila diperlukan, harus dilakukan
penyuntikan tambahan sehingga pasien menerima beban rasa sakit.
Nerve block anestesi rahang bawah dengan teknik Fischer dengan prosedur :
Pasien di dudukkan dengan kepala setinggi pundak operator. Pasien disuruh membuka
mulut selebar-lebarnya supaya nervus alveolaris inferior berada di daerah yang sama
dengan sulkus mandibula. Sandaran kepala distel sedemikian rupa hingga dataran oklusal
dari rahang bawah dalam keadaan membuka mulut sejajar dengan lantai. Dibuthkan spuit
dengan 2cc anestetikum dan jarum panjangnya paling sedikit 42mm. Ini perlu karena
pada bagian jarum yang masuk ke jaringan lebih kurang 20mm gunanya apabila jarum
patah tidak segera menghilang dimukosa jadi mudah di ambil. Untuk melakukan anestesi
dari nervus alveolaris kanan, kita berdiri didepan sebelah kanan dari pasien. Palpasi
dengan telunjuk kiri pada mukosa bukal dari molar terakhir sampai menyentuh margo
anterior dari ramus asendens. Kemudian raba lagi lebih ke posterior yaitu krista
buksinatoria. Telunjuk kiri kita tempatkan pada dataran oklusal dari molar dan ujung jari
telunjuk kebelakang dari krista tadi adalah tempat masuknya jarum (tempat masuknya
jarum 1cm diatas bidang oklusal dari molar sedikit kebelakang dari krista buksinatoria).
Spuit dipegang dengan cara pensgrap datang dari arah premolar kiri dan jarum dengan
bevel kearah ke tulang ditusukkan (jarum tegak lurus pada tulang). Sesudah jarum masuk
ke dalam mukosa dan menyentuh tulang,spet dialihkan kemesial,ke regio gigi depan
kemudian jarum diteruskan kebelakang 1- 1 ½ cm. Aspirasi sedikit untuk melihat apakah
jarum menembus pembuluh darah atau tidak. Jika tidak ada darah yang masuk kita
deponer anestesi sebanyak 1 - 1 ½ cc. Lalu jarum ditarik kembali 1 ½ cc deponer 0,4 cc
untuk memblokir nervus ligualis, sesudah 5 sampai 10 menit terjadilah pati rasa.

Block anestesi untuk rahang atas dengan prosedur :


Pasien didudukkan menengadah agar tempat itu dapat terlihat jelas dan dapat diraba
dengan mudah. Tempat itu yang dimaksud adalah tempat yang terletak di tengah-tengah
antara tepi gusi dan garis tengah dari palatum. Tempat masuknya jarum yaitu pada apeks
akar mesial dari gigi di depanmolar terakhir. Anestetikum akan menembus ke foramen
karena di tempat tersebut jaringannya longgar. Kalau masuknya jarum terlampau ke
belakang ada kemungkinan akan mengenai n. Palatinus posterior dan medius yaitu nervi
yang keluar dari foramen palatinus minor dan menginerver palatum molle dan tonsil dan
hal ini akan menyebabkan pasien terasa hendak muntah. Jarum dipakai yang dan
dimasukkan dari sisi yang berhadapan. Jarum masuk kira-kira 3 mm dan anestetikum
dideponer pelan-pelan ¼ - ½ cc saja.

1.7 Komplikasi Anestesi lokal

Komplikasi lokal pada daerah injeksi yaitu

a. Nyeri pada saat injeksi


Penyebab: rasa nyeri disebabkan jarum yang tumpul atau injeksi anestesi lokal yang
terlalu cepat. Penanganan: gunakan jarum yang tajam, anestesi topikal, dan injeksikan
secara perlahan untuk menghindari hal ini terjadi.
b. Rasa terbakar saat injeksi
Penyebab: injeksi yang terlalu cepat, pH anestesi lokal, dan anestesi lokal yang
hangat. Rasa terbakar akan hilang seiring dengan efek kerja anestesi lokal jika
penyebabnya adalah pHnya. Injeksi yang terlalu cepat atau anestesi lokal yang hangat
dapat menyebabkan trismus, edema, dan parasthesia. Penanganan: tempatkan anestesi
lokal pada suhu ruangan dan dalam tempat yang bersih tanpa alkohol atau bahan
sterilisasi.
c. Paresthesia
Penyebab: trauma pada saraf atau perdarahan disekitar saraf dapat menyebabkan
paresthesia. Pasien akan merasakan sensasi syok ketika saraf terkena. Prilokain 4%
(Citanest) dan septokain 4% (Artikain) biasanya jarang menimbulkan parasthesia jika
dikombinasikan dengan jenis anestesi lokal yang lain, dan harus dihindari pada pasien
dengan multiple sclerosis (MS). Multiple sclerosis adalah penyakit autoimun kronik
yang menyerang myelin otak dan medulla spinalis. Penyakit ini menyebabkan
kerusakan myelin dan juga akson yang mengakibatkan gangguan transmisi konduksi
saraf. Penanganan: parasthesia dapat sembuh 8 minggu tanpa perawatan, tetapi jika
saraf yang terkena parah dapat bersifat permanen. Yakinkan pasien dan lakukan
pemeriksaan rutin untuk mengetahui keadaannya. Pasien yang merasakan gejala yang
berlebihan atau pasien yang cemas dapat diberikan 2 mg/5mg diazepam (Valium)
sebelum tidur.
d. Trismus
Penyebab: spasme otot rahang yang berkepanjangan dengan rahang yang terkunci
dan trismus dapat menjadi kronis dan harus segera ditangani. Penyebab yang paling
umum adalah trauma pada otot atau pembuluh darah di fossa infratemporal. Gejalanya
biasa muncul setelah 1-6 sesudah perawatan. Penanganan: untuk menghindari
terjadinya trismus, kurangi penetrasi jarum pada daerah kerja dan jangan
menginjeksikan terlalu banyak. Pasien dapat diberikan perawatan berupa terapi rasa
hangat, pembilasan dengan larutan salin hangat, pemberian analgesik, dan jika
diperlukan dapat diberikan 10mg diazepam (Valium).
e. Hematoma
Penyebab: penyempitan arteri atau pembuluh darah pada saat injeksi dapat
menimbulkan ruang ekstravaskular yang menyebabkan nyeri memar dan
pembengkakan selama 7-14 hari.
Penanganan: pemberian tekanan pada daerah yang perdarahan selama 2 menit.
Pemberian analgesik dan anjuran untuk mengaplikasikan handuk hangat setelah hari
pertama untuk menghindari terjadinya vasodilatasi dan mengurangi gejala.
f. Infeksi
Penyebab: injeksi anestesi lokal pada daerah infeksi tidak dapat memberikan efek
anestesi yang optimal. Namun jika anestesi lokal tetap diinjeksikan, bakteri di daerah
yang terinfeksi akan menyebar ke jaringan disekitarnya. Penanangan: pemberian
antibiotik, analgesik, dan benzodiazepines.
g. Paralisis saraf fasialis
Penyebab: kelumpuhan saraf pada wajah dapat terjadi ketika jarum dimasukkan
terlalu dalam sampai ke glandula parotis. Dalam beberapa detik, pasien akan
merasakan kekakuan pada otot yang terkena. Penanganan: yakinkan pasien bahwa
situasi ini hanya berlangsung beberapa jam tanpa ada efek samping. Lakukan
pemeriksaan rutin.
h. Syok anafilaksis
Penyebab: pelepasan sejumlah mediator aktif biologis dari sel mast dan basofil, yang
dipicu oleh interaksi antara alergen dengan antibodi IgE spesifik yang terikat pada
membran sel. Aktivasi sel menyebabkan pelepasan mediator yang sebelumnya telah
terbentuk dan disimpan dalam granul (histamin, triptase, dan kimase) serta mediator
yang baru dibentuk (prostaglandin dan leukotrien). Mediator-mediator ini
menyebabkan kebocoran kapiler, edema mukosa, dan kontraksi otot polos.
Penanganan: pertahankan jalur nafas dengan ABC (airway, breathing, circulation) dan
terapkan algoritma bantuan hidup dasar (BHD), penggantian cairan dengan kristaloid
dan koloid, pemberian adrenalin 0,3- 1,0ml diulangi dengan interval 10-20 menit jika
dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai